• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Manajemen Mutu Terpadu Pada Pendidikan Pondok Pesantren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Desain Manajemen Mutu Terpadu Pada Pendidikan Pondok Pesantren"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1366

Desain Manajemen Mutu Terpadu Pada Pendidikan Pondok Pesantren

Saifuddin Zuhri, Tanti Handriana dan Indrianawati Usman Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Email korepondensi: saifuddin.zuhri-2014@feb.unair.ac.id ABSTRAK

Pesantren telah menjadi pusat pengembangan SDM yang berbasis moralitas pada kehidupan sosial. Oleh karenanya pesantren seharusnya memposisikan diri sebagai industri jasa yang menawarkan pelayanan sesuai keinginan pelanggan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat studi Pustaka. Sumber data penelitian ini adalah sumber sekunder dan primer. Data penelitian diperoleh dengan cara mengumpulkan berbagai buku dan jurnal tentang Total Quality Management (TQM) dan desain Manajemen Mutu Terpadu yang dianalisis secara kritis dan sistematis. Teknik analisis data dengan memakai analisis isi. Demi mewujudkan hal tersebut, pesantren mau tidak mau harus mengadopsi Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management/TQM). TQM menekankan pada etika, budaya personal dan sistem kualitas yang terpadu dan terarah untuk berkomitmen bersama dari setiap warga pesantren dalam upayanya perbaikan mutu yang terintegrasi dan berkesinambungan. Pesantren dituntut agar dapat menjadikan diri sebagai lembaga pendidikan yang selalu melahirkan gagasan yang konstruktif dalam membangun desain manajemen pendidikan pesantren untuk selalu melakukan perbaikan mutu pendidikan Pesantren. Oleh karenannya perlu melakukan trobosan strategis demi mengembangkan desain mutu pendidikannya. Maka diperlukan perbaikan beberapai hal yang terkait dengan proses kependidikan di pesantren, yakni kurikulum, kepemimpinan, pembelajaran, layanan, dan evaluasi

Kata Kunci: Total Quality Managemen, Desain Mutu Pendidikan Terpadu, Pondok Pesantren

ABSTRACT

Pesantren has become a center for the development of human resources based on morality in social life. Therefore, pesantren should position itself as a service industry that offers services according to customer desires. This research is a qualitative research which is a library study.

The data sources of this research are secondary and primary sources. The research data was obtained by collecting various books and journals on Total Quality Management (TQM) and integrated quality management designs which were analyzed critically and systematically. The data analysis technique uses content analysis. In order to achieve this, Islamic boarding schools inevitably have to adopt Total Quality Management (TQM). TQM emphasizes ethics, personal culture and an integrated and directed quality system for the joint commitment of every pesantren community in its efforts to improve integrated and sustainable quality.

Pesantrens are required to be able to make themselves as educational institutions that always give birth to constructive ideas in building the design of pesantren education management to always improve the quality of Islamic boarding school education. Therefore, it is necessary to make strategic breakthroughs in order to develop the design of the quality of education. So it is necessary to improve several things related to the educational process in Islamic boarding schools, namely curriculum, leadership, learning, services, and evaluation.

Keywords: Total Quality Management, Integrated Education Quality Design, Islamic Boarding School

(2)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1367 PENDAHULUAN

Sejarah membuktikan bahwa pesantren tercatat selalu terlibat dalam persoalan yang ada dibangsa ini, termasuk di dalamnya ikut menjaga keutuhan Bangsa Indonesia dari upaya politik adu domba penjajah. Pada saat kita memperjuangkan kemerdekaan contohnya, para pemimpin pondok pesantren dengan jiwa kesantriannya turut aktif ambil bagian dalam bela negara karena cinta negara bagian dari iman, oleh karenanya kita semua perlu memperhatikan pendidikan pesantren.

Menurut Suwendi (2004) Pesantren merupakan bagian infrastruktur makro masyarakat secara makro yang berperan menyadarkan masyarakat untuk mempunyai idealisme yang kuat, kemampuan intelektual, dan perilaku yang baik untuk membangun karakter bangsa. Pesantren secara terus-menerus berupaya membentuk perilaku masyarakatnya. Azyumardi Azra, (1999) Keberadaan pesantren merupakan institusi pendidikan yang memberi sumbangsih penting dan krusial dalam proses transmisi ilmu-ilmu Islam, mereproduksi ulama, memelihara ilmu dan juga tradisi Islam, bahkan membentuk ekspansi masyarakat Muslim yang santri.

Proses perubahan yang ada di pesantren telah memberikan kontribusi penting dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Adanya pesantren sebagai lembaga pendidikan, baik yang masih menggunakan sistem pendidikan tradisional maupun yang sudah modern, memiliki pengaruh besar pada kehidupan masyarakat Indonesia. Perkembangan pesantren semakin berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya. Banyak masyarakat yang menaruh harapan besar terhadap pesantren untuk menjadi pendidikan alternatif dimasa sekarang. berbagai inovasi perubahan sistem pendidikan yang dikembangkan di pesantren yang mengadopsi pendidikan umum, yang menjadikan pesantren semakin kompetitif untuk memberikan pendidikan pada masyarakat. Walau telah melakukan berbagai inovasi pendidikan, namun sampai saat ini pendidikan pesantren tetap bisa mempertahankan karakteristiknya jika dibanding dengan model pendidikan umum yang diwujudkan dalam bentuk sekolahan. Sulthon dan Moh. Khusnuridlo (2006)

Pesantren sebagai lembaga yang menghasilkan manusia yang pandai agama, tentunya harus menghasilkan santri yang berkualitas dan mempunyai manfaat untuk masyarakat sekitar.

Hasil tersebut juga berimplikasi secara personal, juga mempunyai dampak positif bagi sosial, Umiarso dan Nur Zazin (2011). Artinya, seorang santri tidak hanya pintar pada sisi personalnya, akan tetapi mempunyai dampak pada masyarakat di sekitarnya dan dapat dilihat dari intensitas keuntungan yang besar pada lingkungan sekitar, antara lain keuntungan pragmatis bagi aspek dimensi kultural, edukatif, dan sosial, Muhaimin (201!)

Selanjutnya Nur Syam (2008) mengatakan ada 3 keuntungan pragmatis yang didapat dari pesantren dant menjadi kontribusi yang cukup signifikan terhadap perkembangan masyarakat kita:

1) Pesantren dapat membantu memperkuat karakter sosial sistem pendidikan nasional yang turut mendorong melahirkan sumber daya manusia yang memiliki penguasaan pengetahuan dan ketrampilan teknologi yang selalu dijiwai oleh nilai luhur keagamaan.

2) Pesantren menjadi Pusat keunggulan (center of excellence) bagi pengembangan Sumber Daya Manusia yang memiliki moralitas pada kehidupan sosial.

3) Pesantren secara praktis mempunyai peran aktif dalam proses perubahan sosial demi terwujudnya tatanan kehidupan sosial yang sempurna.

Seiring perkembangan zaman, pesantren dituntut akselerasi mutu pendidikan yang punya kesesuaian dengan output pendidikan dengan perkembangan sains dan teknologi sekarang. oleh karena itu Pesantren diharuskan melakukan perubahan strategis untuk berupaya selalu meningkatkan mutu pendidikannya. Perbaikan mutu pendidikan yang dilakukan oleh pesantren selama ini ddinilai masih kurang efektif, sebab lebih mengarah ke input oriented. Paradigma ini memberikan arti bahwa perbaikan mutu pendidikan pesantren bukan hanya fokus ke penyediaan faktor input pendidikan, akan tetapi juga harus memperhatikan faktor proses pendidikan.

(3)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1368 Pendidikan pesantren harus didasarkan atas kebutuhan yang ada dan mempunyai paradigma yang berorientasi pada perbaikan mutu pendidikan yang kontinyu.

Pesantren mempunyai mutu yang dirumuskan oleh manajemen yang dilakukan dalam proses yang riil mulai dari perencanaan, pengorganisasian, actuating dan pemantauan dilakukan untuk menentukan atau menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan, Muhith (2018).

Penelitian yang dihasilkan oleh Hamidi (2019) mengatakan bahwa penerapan Total Quality Management (TQM) dengan memberikan “mutu” pelayanan bagi santri, orang tua dan lembaga terkait sebagai pelanggan dari luar menjadi eksistensi strategi dalam kesuksesan pengelolaan Pondok Modern Darussalam Gontor sampai sekarang ini.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka dimana merupakan penelitian yang menggunakan berbagai buku dan literatur lainnya sebagai objek utama (Hadi, 1995). Adapun data penelitian digunakan dengan cara mengumpulkan buku-buku atau jurnal-jurnal terkait Total Quality Management/TQM yang t e l a h dipilih untuk dianalisis dan disajikan serta diolah secara kritis dan sistemats..

Sedangkan sumber data penelitian terdiri dari ; yang pertama, sumber primer yaitu referensi yang dijadikan sumber utama acuan penelitian dalam penelitian ini, yaitu buku. Yang kedua sumber sekunder yakni berbagai referensi pendukung dan merupakan pelengkap bagi sumber primer itu sendiri. Dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan jurnal tentang Total Quality Management/TQM yang terdiri dari jurnal nasional maupun internasional. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi /content analysis yakni teknis analisis ilmiah tentang isi pesan suatu data (Muhadjir, 1998).

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Pendidikan Pada Pesantren yang bermutu

Menurut Imam Suprayogo (2007) Perkembangan dunia pendidikan yang semakin maju, masyarakat dengan rasionalitas yang cukup memadai, sudah sangat kritis untuk menentukan pilihan yang sangat rasional dan mempunyai wawasan maju ke depan, tidak lagi bersifat mengandalkan primordialisme. Mereka memilih lembaga pendidikan yang berkualitas untuk menyekolahkan anak- anak mereka itupun sangat rasional dan mempertimbangkan prospek ke masa depan. Masyarakat akan menentukan pilihan pada lembaga pendidikan yang bermutu yang ideal, yaitu lembaga pendidikan yang mampu mengembangkan potensi akhlak dan sipritual, aspek intelektual serta mampu mengembangkan keterampilan anak didiknya maupun. potensi sosialnya.

Menurut Abdul Hadis dan Nurhayati B (2010) Salah satu indikator dari keberhasilan pendidikan bermutu adalah kemampuan lembaga pendidikan tersebut menghasilkann sumberdaya manusia yang bermutu. Ada pun cirinya adalah manusia yang memiliki kemampuan prakarsa, kerja tim, kerja sama, penilaian, komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, penggunaan informasi yang tepat, perencanaan keterampilan belajar dan juga keterampilan multibudaya.

Menurut Sukardjo dan Ukim Kamaruddin (2009) Keberhasilan Pendidikan bermutu dapat dilihat dari sisi prestasi, proses pembelajarannya, kemampuan lulusan mengembangkan potensinya di komunitasnya serta hal memecahkan masalah dan berpikir tepat dan kritis. Oleh karenanya perlu mengkaji mutu dari sisi proses pembelajaran, produk, maupun sisi internal dan kesesuaian. Mutu dapat dilihat dari proses adalah efisiensi dan efektivitas semua faktor ikut berperan dalam proses pendidikan. Faktor-faktor tersebut, antara lain kualitas pendidikan itu sendiri, suasana pembelajar, sarana-prasarana yang dimiliki, kurikulum yang dipakai dan

(4)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1369 manajemen tata kelolanya. Faktor-faktor yang membedakan mutu pendidikan pada pesantren, dan mutu proses pendidikan secara otomatis akan berpengaruh terhadap aoutput/lulusannya.

Jadi pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula dan sebaliknya.

Berdasarkan hal tersebut, maka sudah waktunya pesantren memposisikan sebagai industri bidang jasa, yakni industri yang memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. Jasa pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja sesuatu yang harus berkualitas sehingga mampu memberikan kepuasan para pelanggan.

Sebagai industri jasa bidang pendidikan pesantren haruslah mempunyai kriteria-kriteria tertentu yang berkarakteristik pesantren yang bermutu. Menurut Jerome S. Arcaro (2005) mengemukakan ada lima pilar mutu pendidikan, yaitu;

1. Visi mutu terfokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik Konsumen internal (santri, orang tua, ustadz dan pengurus pesantren yang berada pada sistem pendidikan) maupun konsumen eksternal (pihak yang memanfaatkan hasil proses pendidikan).

2. Mengembangkan sistem pengukuran nilai tambah pendidikan.

3. Mendorong keterlibatan total komunitas. Setiap orang harus berpartisipasi dalam transformasi mutu..

4. Menunjang sistem yang diperlukan oleh staf dan siswa untuk mengelola perubahan dengan memiliki komitmen pada mutu.

5. Perbaikan berkelanjutan dengan upaya keras membuat produk pendidikan yang lebih baik.

Selain menyiapkan santri yang memiliki perilaku yang agamis dan pintar dalam bidang ilmu agama, akan tetapi Pesantren harus juga menghasilkan sumber daya manusia yang pandai dalam berbagai teknologi, ilmu pengetahuan, olahraga dan seni. Selain itu, pesantren juga dituntut untuk senantiasa memperkuat penanaman nilai spiritual kepada santri, juga dituntut untuk proses penanaman aspek tanggung jawab, rasionalitas, dan pemecahan masalah. Tanggung jawab yang dimaksud dapat diartikan sebagai sikap disiplin dan konsisten dalam melaksanakan apa yang benar. Rasionalitas dimaksud adalah dengan menggunakan akal sehat atau mempunyai orientasi pada pertanyaan seputar mengapa (Why). Sedangkan pemecahan masalah dimaksud adalah mengamalkan apa yang diketahui dan dikuasai ke dalam tindakan sehari-hari. Zubaedi, (2007).

Pemahaman yang lebih modern, para santri sering dilatih di berbagai unit kegiatan pesantren secara langsung, seperti dalam pengelolaan unit usaha yang dimiliki Pesantren, dan sebagainya. Model kegiatan semacam ini dapat mendorong santri untuk menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya agar tidak gagap ketika telah kembali ke ditengah masyarakat.

Dengan hal tersebut pesantren menjadi lembaga pendidikan yang ideal, karena menyediakan laboratorium pengembangan hidup yang sangat berguna bagi pengembangan aktualisasi diri dan keilmuan para santri. M. Dian Nafi (2007)

Perbaikan Mutu Pendidikan Pesantren dengan Pendekatan Total Quality Management Ada dua cara secara umum yang berkembang tentang pencapaian mutu pendidikan. Menurut Abdul Rachman Shaleh (2006),yakni;

a. Faktor input meliputi perencanaan, ketenagaan, kurikulum, kesiswaan, sarana prasarana dan evaluasi, fasilitas, iklim sekolah, dan hubungan sekolah dengan masyarakat.

b. Proses pengelolaan lembaga yaitu proses pengelolaan program, pengambilan keputusan, pelaksanaan pembelajaran dan monitoring atau evaluasi,

Lebih lanjut Syafaruddin (2005), mengatakan untuk perbaikan mutu pendidikan dengan pendekatan TQM dilakukan melalui; yang pertama, Menyamakan komitmen mutu oleh pengelola pesantren, para ustadz, dan stakeholders mencakup visi, misi, tujuan, dan sasaran yang

(5)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1370 ingin di capai; yang kedua, berusaha mengadakan program peningkatan mutu pesantren; yang ketiga, adanya peningkatan pelayanan administrasi pesantren; yang keempat, kepemimpinan pesantren yang efektif dan effisien; yang kelima, adanya standar mutu lulusan; keenam, jaringan kerja sama yang luas dan baik; ketujuh, memperioritaskan tata kelola organisasi yang baik dan kedelapan, menciptakan budaya dan iklim pesantren yang kondusif. sedangkan fandy tjiptono (2009) mengatakan untuk menuju pencapaian tersebut, pesantren perlu melaksanakan pembenahan secara simultan berbagai hal antara lain proses pendidikan. salah satu dengan adaptasi manajemen peningkatan mutu di pesantren adalah manajemen mutu terpadu atau total quality mana gement, mulyadi (1998).

TQM ini mengharuskan pengelola pesantren melakukan pendeteksian, pengukuran dan penilaian secara menyeluruh berdasarkan spesifikasi-spesifikasi yang dipunyai, sistem dan sivitas akademika yang ada di pesantren. TQM merupakan usaha menciptakan “kultur kualitas” Pada anggota organisasi yang memperioritaskan pada pelayanan pada pelanggan.

Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi (2011) mengatakan bahwa setiap sivitas akademika pesantren harus berusaha sportif dan kompetitif untuk meraih kualitas, mutu dan menjadi model bagi yang lain. Jadi, manajemen yang berusaha membuat setiap komponen pesantren berkualitas secara menyeluruh, mulai dari perencanaan sampai hasil akhir. Total Quality Management/TQM pesantren ini menekankan pada personal, etika, budaya, dan sistem kualitas yang terarah untuk setiap anggota organisasi berkomitmen dalam usaha perbaikan yang berkelanjutan. TQM harus Efektif dan efisien dalam pelaksanaannya karena itu merupakan kunci keberhasilan maupun kegagalan implementasi TQM adalah management commitment.

Nanang Fattah (2006) menegaskan, Apabila manajemen berpegang teguh pada komitmennya, ke mungkinan besar mereka berhasil dan ssebaliknya. Komitmen ini setidaknya meliputi tiga hal antara lain;

1) waktu 2) antusiasme

3) Tersedianya sumber daya (resource) dalam organisasi.

Di samping itu, harus diikuti keterlibatan setiap individu secara menyeluruh, sehingga setiap individu dalam suatu organisasi dapat ikut serta menentukan tingkat kualitas yang ingin dicapai. Oleh karenanya civitas akademika peantren perlu melaksanakan hal-hal Sebagai berikut;

yang pertama, menstandarkan kualitas. Seorang pengelola pendidikan di pesantren harus mampu menstandarkan kualitas yang harus selalu dipertahankan dan ditingkatkan terus menerus bagi terwujudnya kualitas pendidikan di pesantren, baik berupa kualitas kurikulum, proses pembelajaran, proses pendidikan, metode dan evaluasi. Kedua, Improvisasi berkesinambungan, artinya pihak manajemen pesantren hendaknya melakukan perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin semua komponen produksi mendukung kualitas yang ingin dicapai M. Dachnel Kamars (2007). .Ketiga, membangun sebuah kultur organisasi yang sangat menghargai kualitas. Keempat, membangun keseimbangan organisasi terhadap perkembangan dan tuntutan zaman dengan melakukan inovasi dan pengawasan yang melekat. Kelima, membangun jaringan public relation secara dinamis. Dan harmonis.

Sebagai inti peningkatan kualitas pendidikan, TQM harus dilakukan secara komprehensif dan holistik, akan tetapi bertahap pada prinsip perbaikan terus menerus dan tiada henti, yaitu peningkatan kualitas semua sektor dan dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi serta secara terus menerus, baik dalam pelaksanaan, pelayanannya maupun hasil pendidi- kannya.

Siswanto (2007).

Agar TQM menjadi sesuatu tata nilai yang melembaga dan membudaya. Pesantren memiliki budaya kuat ditandai dengan kecenderungan kiai dan ustadz/ustadzah menganut pola bersama pada seperangkat nilai dan metode dalam mejalankan organisasi pesantren. Budaya pesantren adalah sesuatu yang dperoleh dari hasil pertemuan nilai (value) yang dianut oleh Pengasuh sebagai pemimpin dengan nilai (value) yang dianut para ustadz/ustadzah yang ada di

(6)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1371 pesantren. Nilai (value) tersebut didapat dari pikiran seorang manusia kemudian menghasilkan

“pikiran organisasi. Dari pikiran organisasi kemudian muncul dalam bentuk nilai-nilai yang disepakati dan diyakini bersama, nilai-nilai tersebut akan dijadikan bahan awal pembentuk budaya pesantren. Dari budaya Pesantren tersebut, munculah berbagai simbol dan tindakan yang bisa diamati dan dirasakan dalam kehidupan nya. Nilai-nilai ini dapat memengaruhi mutu pendidikan yang ada di pesatren.

Lebih Lanjut Prabowo (2008) mengatakankan, sebab nilai-nilai tersebut mempengaruhi cara bertindak seseorang. Apabila diimplementasikan oleh sebagian atau keseluruhan orang di organisasi, tentu dapat memengaruhi perilaku dan produktivitas organisasi. Nilai-nilai sangat subtantif untuk mempelajari perilaku suatu organisasi, sebab nilai-nilai tersebut merupakan pondasi untuk memengaruhi persepsi sikap dan motivasi orang-orang yang ada di organisasi tersebut. Suatu persepsi bersama yang diyakini oleh anggota organisasi merupakan budaya organisasi. Budaya dapat terwujud pada filosofi, ideologi, nilai-nilai, keyakinan , asumsi beserta sikap dan norma bersama para anggota organisasi tersebut dalam memandang realitas permasalahan internal maupun eksternal, Marno dan Triyo Supriyatno (2008).

Budaya dipesantren merupakan kekuatan yang dapat menggerakkan dan mengendalikan perilaku warganya dengan lingkungan sekitarnya. Budaya mempunyai fungsi sebagai perekat yang dapat menyatukan organisasi dipesantren. Jika memiliki budaya yang kuat, organisasi beserta warganya akan mempunyai perilaku yang bermutu seiring mewujudkan pendidikan dipesantren yang bermutu, Asmaun Sahlan (2010).

Untuk mendorong agar budaya tersebut sukses, maka di pesantren perlu adanya 3C, yaitu competence, commitment dan consistency. Kompetensi merupakan kemampuan untuk

pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan organisasi,, Dukungan komitmen bersama sangat dibutuhkan dimana Komitmen merupakan perjanjian bersama warga pesantren terhadap eksistensi organisasi, serta konsistensi dalam pelaksanaannya dibutukan kemantapan untuk secara terus menerus berpegang pada kemampuan dan komitmen yang penuh tanggungjawab pada keberlanjutan organisasi,Mulyadi (2010)

Mendesain Manajemenen Mutu terpadu Pendidikan di Pesantren

Masalah yang ada pada lembaga pendidikan baik nonformal maupun formal adalah mengenai mutu hasil pendidikan (output). Mutu telah menjadi sesuatu yang tidak terbantahkan. Mutu merupakan indikator yang sangat penting bagi keefektivitasan lembaga pendidikan. Mutu pendidikan mengharuskan adanya komitmen pada kepuasaan pelanggan dan komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang menyebabkan para sivitas akademik menjalankan pekerjaan dengan sebaik- baiknya.

Desain sistem pendidikan dipesantren harus mempertimbangkan diantaranya, apakah sistem pendidikan pesantren hanya untuk menghasilkan ulama? Ada tidak keterampilan khusus untuk mempersiapkan santri, untuk menjadi motor pembangunan di masyarakat sekitar? Apakah pesantren menghasilkan lulusan yang memiliki kebebasan menentukan masa depan para santrinya? Adakah perbedaan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan umum?

Bisakah pesantren menhasilkan program keahlian untuk semua santri? Bisakah pesantren mem- persiapkan santri menjadi wirausahawan atau siap memasuki pasaran dunia kerja?, Suprayetno W (2002). Pertimbangan tersebutdi atas, menuntut pesantren untuk memperioritaskan menjadi lembaga pendidikan yang berorientasi pada mutu. Pesantren senantiasa terus-menerus membangaun ide gagasan konstruktif dalam membingkai Pengelolaan pesantren. Hal ini menjadi indikasi bahwa pesantren perlu melakukan segala daya upaya yang strategis mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya,dan mampu menjawab tantangan dan peluang yang ada.

Para pengasuh, ustadz-ustadzah, dan pengurus pesantren harus senantiasa me- manfaatkan peluang dan kekuatan yang dimiliki serta mencoba untuk mengatasi kelemahan agar kompetitif dimasa sekarang, M. Ali Hasan dan Mukti Ali (2003).

(7)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1372 Bendasarkan beberapa aspek tersebut diatas, Maka perlu disusun dan dikembangkan berbagai macam program pendidikan yang semuanya diorientasikan pada pencapaian tujuan yaitu mutu pendidikan. Prinsip desain pendidikan di pesantren yang mempunyai orientasi mutu ini, harus dijadikan dasar dalam pelaksannaan semua program pendidikan pesantren. Menuju sistem pendidikan pesantren yang mutu, diperlukan perbaikan di berbagai sektor yang terkait dengan proses pelaksanaan pendidikan di pesantren yakni kurikulum terkini, pembelajaran, berorientsi pada layanan, evaluasi dan tidak kalah penting adalah kepemimpinan. Perbaikam harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menghasilkan suatu desain mutu pendidikan pesantren yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan para santri beserta orang tua santri.

Kepemimpinan pesantren dapat dipahami sebagai segala daya upaya secara bersama guna menggerakkan semua sumber daya (resources) yang ada dalam organisasi. Resources dapat digolongkan menjadi 2 bagian yakni Pertama, human resources dan nonhuman resources. Untuk sukses dan tidaknya organisasi untuk mencapai tujuan yang akan dicapai sangatlah tergantung pada kemampuan seorang pepimpin untuk menumbuh kembangkan iklim kerja sama agar mudah menggerakkan sumber daya yang ada. yang diharapkan berdaya guna dan berjalan secara efesien dan efektif.

Supaya desain mutu pendidikan pe santren mampu mencapai hasil yang optimum,Maka diperlukan kepemimpinan yang tangguh, serta memiliki visi dan misi organisasi yang jelas, serta dapat menerjemahkan pada pola-pola kebijakan serta tujuan yang terukur yang bisa men ciptakan suasana kerja dan iklim yang dapat memberdayakan karyawan untuk memberi yang terbaik pada organisasi, CA Van Vilsteren (1999). Akan tetapi diperlukan juga seorang pemimpin transformasional dimana pemimpin yang memiliki kemampuan penciptaan bayangan masa depan yakni memiliki gambaran ke depan pendidikan dipesantren yang ideal, efektif dan efisien, Mohammad (2010), yang bisa memuaskan seluruh stakeholders dan bisa memobilisasi komitmen seluruh warga pesantren. , yang menurut Timpe (1987).

Kepemimpinan pesantren transformasional dapat diartikan kepemimpinan yang mampu menciptakan bayangan masa depan, yang pada akhirnya pendidikan di pesantren akan bermutu yang sesuai atau bahkan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan bagi pelanggannya.

Kesadaran bersama akan mutu di pesantren tergantung pada intangibles, terutama pada sikap manajemen tingkat atas (kiai/pengasuh) terhadap mutu pendidikan Islam di pesntren. Pencapaian tersebut bukan hasil penerapan jangka pendek akan tetapi merupakan peningkatann daya saing bagi pesantren.

Kepemimpinan kiai yang tumakninah. Kiai perlu mempunyai karakteristik pribadi yang meliputi motivasi dan dorongan untuk memimpin, meiliki integritas dan kejujuran, kepercayaan diri yang tinggi, inisiatif, orisinalitas, kemampuan kognitif dan berkarisma dan memiliki pengetahuan yang tinggi.. Mutu manajerial seorang kiai harus mampu mendorong inspirasi pada semua jajaran manajemen. untuk mampu memperagakan kualitas kepemimpinan yang diperlukan untuk mengembangkan budaya mutu di pesantren.

Konsep kepemimpinan ini memberikan perspektif perubahan di keseluruhan kehidupan organisasi pendidikan, yang dapat menyadari eksistensinya untuk membangun lembaga pendidikan yang siap menghadapi perubahan cepat bahkan menghasilkan perubahan, Hasyim Asy‟ari (2008). Prinsip ini mampu menciptakan budaya hasil karya sendiri dan menghargai diri yang berhubungan dengan perkembangan pendidikan dipesantren, Mulyono (2009). Selain kepemimpinan, yang tidak kalah penting adalah kurikulum, yang merupakan bagian yang subtansi dari program pendidikan. Sasaran pencapaian yang diinginkan, bukan hanya semata- mata menghasilkan bahan pelajaran saja, melainkan juga untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Kurikulum dapat memberikan suatu pengalaman belajar yang positif bagi santri, baik berupa bahan pelajaran, figur ustadz /ustadzah, pola interaksi antarpersonal, kultur yang ada di pesantren dan kondisi lingkungan pesantren itu sendiri Baharuddin dan Moh. Makin (2010).

(8)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1373 Pembenahan kurikulum pesantren ke depan dicirikan yang secara menyeluruh merupakan upaya penyempurnaan terhadap kelemahan yang ditemui sebelumnya. Catatan yang sangat penting adalah kurikulum pesantren terdiri atas kurikulum yang nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dengan ciri khas satuan pendidikan pesantren yang bersangkutan, Agus Maimun dan Agus Zaenul Fitri (2010).

Untuk desain mutu pendidikan pesantren dimulai dengan cara merumuskan kembali kurikulum pendidikan secara terintegrasi dan komprehensif. Pesantren mempunyai kekayaan tradisi yang unik, pesantren juga dianjurkan untuk membuka peluang emansipatoris dan sinergi transformatif . Oleh karenanya pemberdayaan masyara- kat perlu diperhatikan. Strategi pesantren yang bisa membingkai segenap tingkatan umur, sosial, ekonomi, budaya dan inte- lektual menjadi bahan dasar rumusan kurikulum pendidikan pesantren. Ru- musan kurikulum tersebut harus memuat cemin keseimbangan secara proporsional dan profesional dan proporsional dalam memenuhi kebutuhan santri antara dunia dan akhirat kelak, yakni jasmani dan rohani, serta potensi diri/internal dan potensi lingkungan/eksternal.

Aspek metode dalam desain mutu pendidikan pesantren merupakan hal yang esensial yang tidak boleh diabaikan. Pembelajaran di pendidikan pesantren harus seirama dengan tuntutan kebutuha sekarang yakni hasil capaian pendidikan berkaitan langsung dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang terwujud pada pengembangan kualitas sumber daya manusianya. Pembelajaran terintegrasi dengan kemampuan pengelolaan secara efektif dan efesien terhadap komponen yang terkait dengan pembelajaran, Yang diharapkan menghasilkan nilai tambah terhadap standar yang berlaku, Martinis Yamin (2011). Sehingga proses pembelajaran akan menjadi menjadi penentu kualitas pendidikan melebihi komponen-komponen yang lainnya, Sulhan (2006).

Model pembelajaran di pesantren yang sering menekankan doktrinal hendaknya diperkaya dan ditransformasikan dengan berbagai metode instruksional modern, yang lebih eksploratif eksperimentatif bagi terbukanya cakrawala pemikiran para santri. Selain itu juga diorientasikan pada usaha pengembangan potensi moralitas dan potensi spiritual, dimensi intelektual dijadikani acuan utama dalam proses pembelajarannya. Yang pada hasil pembelajarannya santri memiliki tiga potensi, yakni intelaktual, moral dan spiritual.

Pembelajaran di pesantren perlu senantiasa ditingkatkan dari masa ke masa, bahkan kalau mungkin menjadi pembe- lajaran unggul. Ibrahim Bafadal (2003) mengatakan pembelajaran unggulan bu- kanlah merupakan pembelajaran khusus dan dikembangkan hanya untuk siswa yang unggul, Akan tetapi lebih merupakan pembelajaran yang secara psikologis maupun metodologis mampu membuat siswa mengalami proses belajar secara maksimal dengan tetap memperhatikan kapasitas masing-masing peserta didik. Pembelajaran unggulan ada 3 indikator, yakni;

1) Dapat melayani semua siswa;

2) Semua anak mendapatkan pengalaman belajar semaksimal mungkin; dan 3) Proses pembelajaran sangat bervariasi bergantung tingkat kemampuan anak didik

yang bersangkutan.

4) Bisa juga ditambahkan satu indikator yakni kemampuan mewujudkan peru- bahan/hasil yang sangat signifikan da- lam pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dan akhlak.

Inilah Model Pembelajaran patut menjadi ukuran mutu pendidikan Pondok pesantren, bukan disebabkan oleh fasilitas yang kumplit, biaya yang mahal atau yang lain, Mujamil Qomar (2007). Disisi lain, orientasi layanan dapat dijadikan sebagai wadah bagi santri untuk pengembangan diri secara seoptimal., sehingga santri dapat memenuhi kebutuhannya dengan mengarahkan diri dan bertindak wajar sesuai dengan ketentuan dan keadaan lingkungan dipesantren, keluarga serta masyarakat umum. Bertitik pada layanan santri harusnya merancang dengan cara mengakomodasi berbagai kebutuhan santri sekarang. Pendidikan Pesantren yang berhasil, akan selalu mempertimbangkan santri sebagai pribadi dan mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenannya, Kegiatan yang ada di pesantren diarahkan supaya santri

(9)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1374 memperoleh layanan pendidikan yang baik sehingga tercipta suasana belajar yang baik dan kondusif. Pemikiran TQM ini diarahkan untuk meningkatkan mutu secara pribadi santri dan menguatkan tingkat koordinasi antar anggota pesantren ke tingkatan yang lebih tinggi. Jadi, pesantren dapat terus meningkatkan mutu dan daya gunanya secara merata dan menyeluruh dalam mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan pesantren.

Orientasi TQM atau dapat dikembangkan dengan 2 pendekatan yakni yang pertama, pendekatan kuantitatif, dimana pendekatan yang menekankan kepada pemenuhan aturan yang berlaku, pengembanan tugas, harapan yang dinginkan oleh lembaga pendidikan guna mencapai tujuan manajemen santri modern. Yang kedua, pendekatan kualitatif dimana pendekatan yang diarahkan kepada terciptanya suasana Kontruktif dan kondusif pengembangan diri bagi santri dengan mandiri dan mengoptimalkan di lembaga pendidikan yang ada di pesantren.

Pengembangan diri santri dirancang kearah masa depan yang baik bagi mereka. Santri merupakan pribadi yang memiliki potensi yang tidak sama satu sama lainnya sehingga perlu diaktualisasikan secara optimum. Oleh karenannya kebutuhan kondisi yang Konstruktif dan kondusif untuk tumbuh dan pengembangan potensi tersebut, baik berupa bakat/ minat santri.

Keadaan lingkungan pesantren yang dirasa kurang menghargai hasil belajar mereka yang sangat tinggi bisa menyebabkan anak yang berbakat/minat tersebut. kurang memperoleh kepuasaan instrinsik dan juga hasil upaya merreka, Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat (2009).

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan pesantren agar dikehendaki pelanggan, pengasuh atau pengelola pendidikan pesantren perlu melaksanakan evaluasi mutu yang berkesinambungan dengan cara mengadaptasi dan melasanakan 4 tehnik, yakni;

a) school review, b) benchmarking, c) quality assurance, d) quality control.

School review adalah suatu proses yang seluruh komponen yang ada di pendidikan pesantren bahu membahu, bekerja sama dengan pihak orang tua santri dan tenaga profesional untuk mengevaluasi dan menganalisis serta menilai terhadap efesiensi/efektivitas pesantren serta mutu lulusannya. School review dilaksanakan guna menjawab berbagai pertanyaan, misalnya;

apakah yang dicapai Pendidikan dipesantren sesuai dengan harapan orang tua dan santri itu sendiri? Bagaimanakah prestasi yang didapat santri? Faktor apa saja yang jadi halangan atau hambatan dalam peningkatan mutu? Faktor apa saja yang menjadi pendukung yangyang ada dipesantren? Sehingga diharapakan menghasilkan rumusan tentang kelemahan yang ada, kelebihan kelebihan yang dimiliki dan prestasi yang didapat santri, serta rekomendasi bagi pengembangan program-program yang harus dilaksanakan pada tahun yang akan datang, Sri Minarti (2011).

Benchmarking adalah suatu kegiatan dipesantren guna menetapkan standar ataupun target yang dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diimplemaentasikan masing- masing santri maupun kelompok ataupun lembaga melalui 3 pertanyaan utama, yakni; sudah seberapa baik kondisi kita saat ini? Harusnya seberapa baik kita ini? Dan bagaimana cara untuk mencapainya?

Untuk mewujudkan hal tersebut da- pat ditempuh dengan langkah-langkah, yaitu;

a) menentukan fokus capaian;

b) menentukan aspek/variabel/indikator;

c) menentukan standar mutu;

d) membandingkan standar tersebut dengan kemampuan yang dimiliki;

e) menentukan kesenjangan yang terjadi;

f) merencanakan target;

g) merumuskan cara-cara dan program-program untuk mencapai target tersebut.

(10)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1375 Quality assurance (pencegahan cacat) adalah suatu teknik untuk menentukan proses pendidikan pesantren telah berlangsung sebagaimana seharusnya atau sudah sesuai dengan target yang akan dicapai. Quality Assurance pendekatan yang berdasarkan proses, Diharapkan teknik ini akan memperoleh suatu deteksi ada ataupun tidak adanya penyimpangan yang terjadi pada saat proses dilaksanakan dan ada tidaknya layanan yang tidak sesuai atau belum prima. Teknik ini lebih menekankan pada aspek monitoring yang berkelanjutan dan sudah melembaga, menjadi subsistem pendidikan pesantren. Quality assurance akan mendapatkan informasi yang tepat yang merupakan umpan balik bagi pesantren yang akan menjadi jaminan bagi orang tua santri ataupun pelanggan bahwasanya pesantren sudah melaksanakan pelayanan prima/terbaik.

Quality assurance ini juga akan mengharuskan pesantren menekankan pada kualitas hasil belajar, juga hasil kerja santri diamati secara berkesinambungan, Data atau informasi yang didapat akan dikumpulkan dan akan dianalisa untuk memperbaiki proses di pendidikan pesantren. Semua pihak harus berkomitmen untuk bekerjasama, mengevaluasi keadaan pesantren yang sangat kritis guna perbaikan terus menerus.

Quality control (pengendalian mutu) adalah suatu sistem yang berguna untuk mendeteksi akan terjadinya penyimpangan kualitas luaran yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Quality Control lebih pendekatan berdasarkan produk. Quality control ini perlu indikator kualitas yang pasti dan jelas, sehingga didapatkan penyimpangan kualitas yang tidak diharapkan walau sekecil apa pun itu, Prim Masrokan Mutohar (2008). Quality control berhubungan pada deteksi dan eleminasi komponen yang ada atau hasil akhir produk/lulusan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.pendidikan pesantren, Husaini Usman (2009) . Pendidikan pesantren apabila tidak dapat memberikan jaminan mutu dalam proses pendidikannya, maka akan tidak diminati oleh masyarakat. Masyarkat akan memilih lembaga pendidikan yang dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan akhlak serta mempu memberikan layanan pendidikan yang baik/bermutu, Edward Sallis (2010).

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, teknik untuk desain perbaikan mutu pendidikan pesantren dengan mengaplikasikan berbagai teknik yang mendasarkan pada ketersediaan data kualitatif maupun kuantitatif serta pemberdayaan semua komponen yang ada dipendidikan pesantren untuk secara terus menerus meningkatkan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki organisasi pesantren guna memenuhi target kebutuhan para santri dan masyarakat secara umum.

Pendidikan pesantren perlu didesain sedemikian rupa (terpadu) karena tuntutan kebutuhan zaman, perlu menerapkan manajemen mutu yang bisa menghasilkan pendekatan yang terintegratif dan koheren dengan landasan komitmen bersama baik dari seluruh komponen yang ada dipesantren. Dan yang sangat penting adalah nilai kepe- santrenan yang mandiri dilaksanakan secara integral dalam seluruh proses pelaksanaan manajemen mutu pendidikan Pesantren. Nilai tersebut diterjemahkan dalam kebiasaan perilaku manajemen pesantren dan membangunkan komitmen bersama dan mandiri guna terwujudnya pendidikan yang bermutu.

Dengan demikian ke depan pesantren akan mampu bersaing dan eksis sebagai lembaga pendidikan Islam yang mempunyai misi mencetak manusia-manusia yang unggul dan beraklakul karimah.

DAFTAR PUSTAKA

Ani’im Fattach, E. F. W., Syairozi, M. I., & Ardella, T. O. (2021). rekonstruksi sosial ekonomi pengentasan kemiskinan melalui kelompok usaba bersama (kube) penjual nasi boranan di desa sumberejo kabupaten lamongan. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat MEMBANGUN NEGERI, 5(2), 447-455.

(11)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1376 Arcaro, Jerome S (2005). Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata

Langkah Penerapan, terj. Yosal Iriantara.Yogyakarta: Pustaka Pela- jar.

Asy‟ari, Hasyim (2008). “Esensi Kepemimpinan Transformasional dan Pengaruhnya terhadap Efektifitas Institusi Pendidikan” Jurnal At-Tarbawi, Kajian Pendidikan Islam, Vol. 7 No.

1.

Azra, Azyumardi (1999). Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam. Jakarta:

Paramadina.

Baharuddin, Moh. Makin(2010). Manajemen Pendidikan Islam, Transformasi Menuju Sekolah/Madrasah Unggul. Malang: UIN-Maliki Press..

Barizi, Ahmad (2011). Pendidikan Integratif, Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.

Fattah, Nanang (2006). Konsep Manajemen, MBS dan Dewan Sekolah. Bandung:

Pustaka Bani Quraisy.

Hadi, S (1995).. Metodologi Research Jilid keIV. Jogjakarta: Andi Offset

Hamidi, C. A (2019). Management Model Oriented to Customer Satisfaction (TQM) in Gontor Islamic Boarding School (Study Case in Gontor Kampus 7). Educan: Jurnal Pendidikan Islam, 3 (1).

Hadis, Abdul, Nurhayati b (2010). Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Hamzah B Uno, Masri Kuadrat (2009). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran, Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasan, M. Ali, Mukti Ali. (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Kamars, M Dachnel (2007). “Kebijakan Pendidikan dan Peningkatan Mutu Pendidikan” dalam Membangun Paradigma Pendidikan Islam, ed. Muhmidayeli. Riau: Program Pascasarjana UIN Suska Riau.

Karim, Mohammad (2010). Pemimpin Transformasional di Lembaga Pendidikan Islam. Malang:

UIN Maliki Press.

Maimun, Agus, Agus Zaenul Fitri (2010). Madrasah Unggulan, Lembaga Alter natif di Era Kompetitif. Malang: UIN Maliki Press.

Marno, Triyo Supriyatno (2008). Manajemen dan Kemimpinan Pendidikan Islam. Bandung:

Refika Aditama.

Minarti, Sri (2011). Manajemen Sekolah, Mengelola Lembaga Pendidikan secara Mandiri.

Yogyakarta: Ar- Ruzz Media..

Muhaimin, dkk (2009).Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah.Jakarta: Kencana.

Mulyadi (2010).Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu. Malang:

UIN Maliki Press.

Mulyono (2009). Educational Leadership, Mewujudkan Efektifitas Kepemimpinan Pendidikan. Malang: UIN Malang Press.

Mutohar, Prim Masrokan. (2009) “Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan”, Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Volu- me 3, Nomor 2.

Nafi, M. Dian dlkk (2007).Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: Institute for Training and Development.

Pambudy, A. P., & Syairozi, M. I. (2019). Analisis Peran Belanja Modal dan Investasi Swasta Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Dampaknya Pada Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 20(1), 26-39.

Prabowo, Sugeng Listyo(2008). Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah. Malang: UIN Malang Press..

Qomar, Mujamil (2007). Manajamen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.

Sahlan, Asmaun (2010). Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, Upaya Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi. Malang: UIN Maliki Press;

(12)

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1377 Sallis, Edward (2010). Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, terj. Ahmad Ali Riyadi dan

Fahrurrozi. Yogyakarta; IRCi- SoD.

Shaleh, Abdul Rachman(2006). Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta: RajaGrafindo Persada..

Siswanto (2007).“Meningkatkan Mutu Madrasah (Pendekatan Total Quality Management)”, Academia, Jurnal Pemikiran, Pendidikan dan Kebudayaan Islam, Vol.2, Nomor 2.

Sulthon, M., Moh. Khusnuridlo (2006). Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global.

Yogyakarta: Laksbang.

Suprayogo, Imam. Quo Vadis (2007). Madrasah, Gagasan, Aksi dan Solusi Pembangunan Madrasah. Yogyakarta:

Suwendi (2004), Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta. Radja Grafindo Persada.

Syafaruddin (2005). Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press

Syairozi, M. I., & Wijaya, K. (2020, October). Migrasi Tenaga Kerja Informal: Studi Pada Kecamatan Sukorejo Kabupaten Pasuruan. In Seminar Nasional Sistem Informasi (SENASIF) (Vol. 4, No. 1, pp. 2383-2394).

Syairozi, M. I. (2017). Aplikasi Akad Musyarakah pada Pembiayaan Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat Indonesia (PERSERO), Tbk. PROCEEDINft, 111.

Tjiptono, Fandy, Anastasia Diana (2009) Total Quality Management. Yogyakarta. Andi Press.

Umiarso, Zazin, Nur (2011). Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan. Menjawab Problematika Kontemporer Manajemen Mutu Pesantren. Semarang. Rasail Media Group.

W. Suprayetno (2002), “Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren” dalam Pranata Islam di Indonesia; Pergulatan Sosial, Ekonomi, Politik. Jakarta. Logos

Wijaya, K., & Syairozi, M. I. (2020). Analisis perpindahan tenaga kerja informal Kabupaten Pasuruan. Jurnal Paradigma Ekonomika, 15(2), 173-182.

Yamin, Martinis (2011). Paradigma baru Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada Press.

Zubaedi (2007). Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren. Kontribusi Fiqh Sosial Kyai Sahal Mahfudz dalam Perubahan nilai-nilai Pesantren. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latarbelakang yang telah di dikemukakan diatas, maka tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah: ingin mengetahui korelasi antara kelincahan,

dovoljno je odabrati Dual Domain vrstu analize gdje će se brže doći do rezultata, dok je u slučaju debljih otpresaka, uputno odabrati 3D analizu kako bi se dobio uvid u tok

Dari seluruh variabel kualitas pelayanan yang meliputi bukti fisik, kepercayaan, daya tanggap, jaminan, dan empati didapatkan variabel jaminan yang secara parsial

Berkenaan dengan itulah maka secara teoretis penelitian ini fokus pada uraian tentang pelaksanaan dakwah kultural dengan merujuk pada hadis-hadis tarbawiy dan

Batasan masalah pada penelitian ini dikhususkan pada pengaruh adsorben ( manganese greensand ) dengan mengoptimalkan variasi bed depth , laju alir, dan konsentrasi

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari hasil tes pretest dan posttest siswa serta

Dalam rangka pengembangan Unit Usaha Syariah Bank BPD Kalsel, dengan memperhatikan minat, semangat serta harapan masyarakat dan Pemerintah Daerah

10. Calon peserta didik dari luar Kabupaten Sragen untuk SMP, SMA dan SMK dapat diterima maksimal 10% untuk sekolah ditengah Kota, dan maksimal 20% untuk