• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Rokok dan Prevalensi Merokok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsumsi Rokok dan Prevalensi Merokok"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Konsumsi Rokok dan Prevalensi Merokok

1.1.

Konsumsi Rokok

Gambar 1.1 memperlihatkan konsumsi rokok berdasarkan jumlah total batang yang dihisap per tahun pada lima negara yang mengonsumsi terbanyak. Pada tahun 2002 Indonesia mengkonsumsi 182 milyar batang rokok, menduduki peringkat ke 5 konsumsi rokok terbesar setelah China (1.697 milyar batang), Amerika Serikat (464 milyar batang), Rusia (375 milyar batang) dan Jepang (299 milyar batang). Tobacco Atlas 2009 menunjukkan bahwa peringkat Indonesia pada tahun 2007 tetap pada posisinya yaitu peringkat ke 5.

Gambar 1.1

Lima Negara dengan Konsumsi Rokok Terbesar (milyar batang)

Sumber : Tobacco Atlas

Selama kurun waktu 1970-2000, konsumsi rokok di Indonesia meningkat 7 kali lipat dari sekitar 33 milyar menjadi 217 milyar batang. Selanjutnya, dari tahun 2000 hingga tahun 2002 terjadi penurunan konsumsi rokok karena terjadi peningkatan harga riil rokok pada tahun 1998. Akan tetapi penurunan tersebut sebenarnya semu karena Departemen Keuangan mendeteksi adanya rokok ilegal dan pemalsuan cukai. Dengan adanya penurunan konsumsi rokok tersebut maka Departemen Keuangan membekukan peningkatan cukai tahunan selama tahun 2003-2004 yang bertujuan untuk “menyehatkan industri”. Dampak dari kebijakan pembekuan ini, pada data tahun 2008 menunjukkan konsumsi rokok sebesar 240 milyar batang, meningkat tajam setelah tahun 2005 sebesar 214 milyar batang (Gambar 1.2).

(2)

Gambar 1.2

Konsumsi Rokok di Indonesia 2005 - 2008 (milyar batang)

Sumber : Koran Tempo, 31 Agustus 2009

Berdasarkan jumlah perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008).

Gambar 1.3

Kontribusi 10 Negara dengan Perokok Terbesar dari jumlah perokok dunia*(%)

Sumber : WHO Report on Global Tobacco Epidemic, 2008 * Jumlah perokok didunia mencapai 1,3 milyar orang.

1.2.

Konsumsi Rokok per Kapita per Hari Menurut Karakteristik Populasi

(3)

Tabel 1.1 Hasil data Riskesdas 2007 menunjukkan rata-rata jumlah konsumsi rokok orang dewasa adalah 10 batang perhari, laki-laki 11 batang dan perempuan 7 batang perhari.

Tabel 1.1

Rata-rata Konsumsi Rokok (Batang per hari) menurut Karakteristik Tahun 2007 (data Riskesdas)

K1 (terendah) 10,0 7,1 9,8

K2 10,2 7,7 10,0

K3 10,5 7,4 10,2

K4 10,7 7,4 10,4

K5 (tertinggi) 11,2 7,7 11,0 3 Tingkat Pendidikan

Tidak Kawin 8,8 9,2 8,8

5 Status Pekerjaan

Tak Bekerja 8,2 7,3 7,9

Bekerja 10,8 7,7 10,7

Menurut Lokasi. Di daerah perdesaan jumlah batang rokok yang dikonsumsi sedikit lebih banyak dibandingkan daerah perkotaan, baik pada laki-laki maupun pada perempuan.

Menurut Status Perkawinan. Perokok laki-laki yang tidak menikah mengkonsumsi rokok lebih sedikit dari yang menikah. Sementara pada perempuan terjadi sebaliknya.

Menurut Umur. Konsumsi rokok laki-laki adalah paling rendah pada kelompok umur 15-24 tahun dan kelompok umur 55 tahun ke atas, tetapi pada perempuan ada kecenderungan semakin tinggi

(4)

Menurut Pendidikan. Pada laki-laki, konsumsi merokok tidak menunjukkan pola tertentu, sementara pada perempuan semakin tinggi pendidikan semakin banyak konsumsi rokok.

Menurut Status Pekerjaan. Perokok laki-laki dan perempuan yang bekerja, mengkonsumsi rokok lebih banyak dari yang tidak bekerja.

Menurut Pendapatan. Dari jumlah rokok yang dikonsumsi, tampak adanya sedikit perbedaan pada tingkat pendapatan. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah rokok makin banyak dikonsumsi oleh kelompok pendapatan tinggi. Akan tetapi dari sudut jumlah perokok, prevalensi perokok lebih tinggi pada pendapatan rendah dibandingkan dengan pendapatan tinggi (Tabel 1.7).

1.3.

Prevalensi Merokok

Pada tahun 2007, prevalensi merokok usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 34,2% (lebih dari 50 juta orang dewasa), meningkat dari 31,5 % tahun 2001 dan tidak menunjukkan perbedaan dibandingkan tahun 2004 (Gambar 1.4).

1.3.1. Prevalensi Merokok Dewasa Menurut Jenis Kelamin

Prevalensi merokok pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Prevalensi merokok pada laki-laki meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 prevalensi merokok laki-laki dewasa meningkat dari 62,2% tahun 2001 menjadi 65,6%. Demikian juga proporsi perempuan perokok dewasa meningkat 4 kali lipat dari 1,3% menjadi 5,2% selama kurun waktu 2001 - 2007 (Gambar 1.4).

Gambar 1.4.

Prevalensi Merokok PendudukUmur > 15 Tahun Berdasarkan Jenis Kelamin, Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004, dan 2007

Sumber : Survei Sosial Ekonomi (Susenas) Tahun 1995, 2001,2004 dan Riskesdas 2007

1.3.2. Prevalensi Merokok Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

(5)

kelompok umur yang paling muda yaitu 10-14 tahun dari 0,3% menjadi 2,0% atau meningkat hampir 7 kali lipat selama 12 tahun terakhir.

Tabel 1.2

Prevalensi perokok berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Indonesia tahun 1995, 2001, 2004 dan 2007

Kel. Sumber : Survei Sosial Ekonomi (Susenas) Tahun 1995, 2001,2004 dan Riskesdas 2007

1.3.3. Prevalensi Merokok pada Remaja dan Anak Sekolah

Pada tahun 2007, prevalensi merokok remaja umur 15-19 tahun adalah 18,8%. Pada laki-laki 37,3% dan remaja perempuan 1,6%. Prevalensi merokok remaja umur 15-19 tahun meningkat terus pada laki-laki sejak tahun 1995 sampai tahun 2007.

Gambar 1.5

Prevalensi merokok kelompok umur 15-19 tahun berdasarkan jenis kelamin, Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004, 2007

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun (1995, 2001, 2004) dan Riskesdas 2007

(6)

Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi remaja perokok di Jakarta tahun 2001 adalah 20,4% (laki-laki 36,7%; perempuan 4.4%), dan tahun 2004 sebesar 16,6% (laki-laki 28,4%; perempuan 3,0%). GYTS tahun 2006 yang digunakan sebagai angka nasional adalah sebesar 12,6% (laki-laki 24,5%; perempuan 2,3%) (Tabel 1.3.). Tiga dari sepuluh pelajar (30,9%) ditemukan merokok pertama kali sebelum mereka mencapai usia 10 tahun. Di antara pelajar yang merokok, sebesar 3,2 % telah kecanduan dengan indikator hal pertama yang diinginkan pada pagi hari adalah rokok. GYTS nasional Indonesia 2006 juga memperlihatkan bahwa lebih dari 14,4% pelajar menyatakan pernah mendapat tawaran rokok “gratis” dari industri rokok, yaitu 21,6% laki-laki dan 7,4% perempuan.

Tabel 1.3

Prevalensi pelajar merokok umur 13-15 tahun, Indonesia Tahun 2006

Pernah

Laki-Laki 61,3 28,5 24,5 3,5

Perempuan 15,5 40,8 2,3 1,6

Total 37,3 30,9 12,6 3,2

Source: Indonesia Global Youth Tobacco Survey (GYTS), 2006

1.3.4. Kebiasaan Merokok pada Profesi Kesehatan

Untuk mendapat data pembanding yang terpercaya, WHO, US CDC Atlanta dan Canadian Public

Health Association mengembangkan Global Tobacco Surveillance Sytem (GTSS). GTSS terdiri dari

Global Youth Tobacco Survey (GYTS) untuk anak sekolah (13-15 tahun), Global School Personnel

Survey (GSPS) dan Global Health Professional Survey (GHPS) untuk profesi kesehatan. Sampai tulisan

ini dibuat, Indonesia telah melakukan GYTS dan GHPS. Untuk GHPS menggunakan mahasiswa tahun ketiga di Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Ilmu Keperawatan dan Fakultas Farmasi.

Tahun 2006 Indonesia melakukan GHPS dengan menggunakan mahasiswa kedokteran tingkat ketiga sebagai responden dalam survei. Mahasiswa kedokteran diharapkan akan berperan penting untuk menurunkan kebiasaan merokok, sekaligus memberikan informasi dampak merokok terhadap kesehatan, termasuk membantu berhenti merokok dan memberi contoh gaya hidup bebas rokok. Hampir setengah (48,4%) dari mahasiswa kedokteran pernah merokok. GHPS 2006 mendapatkan prevalensi merokok mahasiswa kedokteran adalah 9,3%, laki-laki 21,1% dan perempuan 2,3%. Sepertiganya (33%) sudah merasa ingin merokok kurang dari 30 menit setelah bangun tidur di pagi hari, pada perempuan 39,4%, lebih tinggi dari laki-laki sebesar 31,9%. Ini menunjukkan tingkat kecanduan merokok yang tinggi (Tabel 1.4).

Tabel 1.4

(7)

Pernah Merokok

(%)

Perokok aktif

(%) kurang dari 30 menit setelah bangun tidurPerokok aktif yang berkeinginan merokok (%)

Laki-Laki 70,2 21,1 31,9

Perempuan 35,4 2,3 39,4

Total 48,4 9,3 33,0

Source: Indonesia Global Health Professional Survey (GHPS), 2006

1.3.5. Prevalensi Merokok Berdasarkan Provinsi

Tahun 2007 Provinsi Bengkulu adalah provinsi dengan prevalensi perokok tertinggi di Indonesia (38,7%) danmelebihi angka nasional sebesar 34,2 % (Gambar 1.9a).

Gambar 1.9a

Prevalensi perokok umur >15 tahun berdasarkan provinsi di Indonesia, Tahun 2007

Sumber : Riskesdas 2007

Dibandingkan hasil survei tahun 1995 dan 2007, hampir semua provinsi menunjukkan kenaikan prevalensi merokok, kecuali di Provinsi Bali (Tabel 1.5a). Lebih dari setengah laki-laki adalah perokok (65,6%), sedangkan perempuan perokok sebesar 5,2%. Prevalensi perempuan perokok tertinggi di Provinsi Papua sebesar 11,7 %

Tabel 1.5a

(8)

Provinsi

Merokok

1995 2001 2007

Laki-laki

Perem-puan

Laki & Perem-puan

Laki-laki

Perem-puan

Laki & Perem-puan

Laki-laki

Perem-puan

Laki &

Perem-puan

NAD 52,8 2,2 26,9 * * * 66,6 5,7 34,8

(9)

Sumatra Barat 54,2 1,5 27,6 67,1 2,5 33,3 71,6 3,7 35,2

Riau 58,6 3,7 31 63,3 2,1 33,4 64,2 5,0 34,8

Jambi 57,2 1,7 29,2 57,4 1,5 30,1 63,1 4,8 33,5

Sumatra Selatan 61,3 1,7 31,6 64,8 1,7 33,7 69,3 3,4 36,2

Bengkulu 61,1 2,4 32,3 66,7 0,6 34,8 73,1 4,2 38,7

Lampung 42,6 1,8 22,1 67,4 1,6 35,9 70,9 4,3 38,2

Bangka Belitung * * * 58,5 1,3 30,3 61,3 3,2 32,6

Kepulauan Riau * * * * * * 59,1 4,8 30,8

DKI Jakarta 58,3 1,8 29,8 54,5 1,5 27,7 60,4 4,8 30,8

Jawa Barat 52,4 1,3 26,1 68 1,7 35 71,1 6,2 37,1

Jawa Tengah 47,2 0,5 23,5 61,5 1 30,8 65,6 6,0 34,3

DI Yogyakarta 55,7 1,3 27,2 53,7 0,2 26,3 60,3 7,7 32,8

Jawa Timur 33,1 0,9 16,9 62,4 0,8 30,7 64,5 4,0 32,6

Banten * * * 66,3 0,8 33,6 71,7 4,9 37,3

Bali 61,8 0,5 29,2 45,7 1,3 23,3 49,2 7,5 28,2

NTB 45,7 1 18,8 62,6 0,4 29,9 66,6 4,1 33,8

NTT 39,8 0,9 20,1 56,6 0,5 27,6 64,3 9,2 34,8

Kalimantan Barat 54,7 2,4 28,7 58,6 2,9 31,4 59,5 5,4 32,4

Kalimantan Tengah 46,3 2,3 23,6 60,2 1 31,8 62,9 6,6 34,7

Kalimantan Selatan 42,1 1,9 22,5 51,8 1,2 26,6 54,5 2,1 27,0

Kalimantan Timur 50,6 0,9 25,6 55,3 2,6 29,2 54,6 3,3 29,3

Sulawesi Utara 49,3 3,3 26,2 61,2 1,9 31,7 63,8 5,0 33,9

Sulawesi Tengah 48,7 2,2 23,7 64,6 3 34,3 68,0 3,8 35,2

Sulawesi Selatan 51,1 2,4 26,1 58,5 1,2 27,9 60,7 2,9 29,4

Sulawesi Tenggara 40,9 1 21,1 58,7 1,7 29,9 60,1 3,5 30,3

Gorontalo * * * 69 0,9 35,2 74,2 3,6 37,5

Sulawesi Barat * * * * * * 57,7 2,4 29,5

Maluku 69 4,3 23,1 * * *

Maluku 62,0 4,3 31,6

Maluku Utara 68,1 5,4 35,5

(10)

Irian Jaya Barat 56,9 7,7 30,8

Papua 52,9 11,7 32,0

Indonesia 53,4 1,7 26,9 62,2 1,3 31,5 65,6 5,2 34,2

*Tidak disurvei/ Provinsi baru

1.3.6. Prevalensi Merokok Berdasarkan Geografi (Perkotaan dan Perdesaan

)

Prevalensi merokok lebih tinggi di perdesaan (36,6%) dibandingkan dengan perkotaan (31,2%). Di perkotaan mengalami sedikit penurunan dari tahun 2004 (Tabel 1.5b).

Tabel 1.5b

Prevalensi Merokok Umur > 15 Tahun berdasarkan Wilayah dan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004 dan 2007

Lokasi 1995 2001 2004 2007

L P Total L P Total L P Total L P Total

Perdesaan 58,3 2 29,5 67,0 1,5 34,0 66,8 4,7 36,5 69,2 6,3 36,6 Perkotaan 45,1 1,2 22,6 56,1 1,1 28,2 58,6 4,2 31,7 61,1 3,8 31,2 Total 53,4 1,7 26,9 62,2 1,3 31,5 63,1 4,5 34,4 65,6 5,2 34,2 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) -Tahun (1995, 2001, 2004) dan Riskesdas 2007

1.3.7. Prevalensi Merokok Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, Prevalensi perokok tidak sekolah/tidak tamat SD naik selama periode tahun 2004-2007 dari 31,2% menjadi 35,4% sementara kelompok pendidikan yang lebih tinggi menurun. Pola tersebut sama antara kelompok laki-laki dan perempuan (Tabel 1.6).

Tabel 1.6

Prevalensi merokok umur > 15 tahun berdasarkan tingkat pendidikan di Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004, dan 2007

Pendidikan 1995 2001 2004 2007

L P Total L P Total L P Total L P Total

Tdk sekolah/tdk tamat 67,3 2,8 29,3 73,0 2,4 31,1 67,3 4,8 31,2 72,3 10,1 35,4

Tamat SD 52,8 1,0 27,3 65,1 0,9 33,3 67,0 5,0 36,6 70,1 4,0 35,5

Tamat SMP 38,6 0,8 21,3 51,8 0,6 27,8 58,9 3,7 33,8 60,7 2,7 31,7

Tamat SMA 44,7 0,8 26,1 57,7 0,8 33,5 60,7 3,8 36,4 62,3 2,8 35,0

Tamat PT 37,1 0,6 23,0 44,2 0,3 25,2 47,8 3,5 29,7 49,9 2,3 27,2

Total 53,4 1,7 27,0 62,2 1,3 31,5 63,1 4,5 34,4 65,6 5,2 34,2

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)-Tahun 1995, 2001, 2004 dan Riskesdas 2007

(11)

Prevalensi perokok berdasarkan tingkat sosial ekonomi hampir tidak menunjukkan adanya perbedaan, demikian juga pada perokok perempuan tidak menggambarkan pola tertentu (Tabel 1.7). Tahun 2007 prevalensi perokok kelompok sosial ekonomi terendah 35,8% sementara kelompok sosial ekonomi tertinggi 31,5%. Terdapat kenaikkan 5,6% pada kelompok sosial ekonomi terendah selama tahun 2004 - 2007 sementara yang tertinggi justru turun 4%.

Tabel 1.7

Prevalensi perokok umur > 15 tahun berdasarkan kelompok pendapatan Indonesia, Tahun 1995, 2001, 2004 dan 2007

Status Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)-Tahun (1995, 2001,2004) dan Riskesdas 2007

1.4. Umur Mulai Merokok

1.4.1. Kecenderungan Umur Mulai Merokok

Tabel 1.8

Persentase perokok umur > 15 tahun berdasarkan umur mulai merokok di Indonesia Tahun 1995, 2001, 2004, dan 2007

Umur mulai

15-19 54,6 58,9 63,7 50,7

20-24 25,8 23,9 17,2 19,0

25-29 6,3 4,8 3,1 5,5

30+ 3,8 2,6 1,82 6,9

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)-Tahun (1995, 2001 dan 2004) dan Riskesdas 2007

1.5. Prevalensi Perokok Pasif

1.5.1. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Perokok

Menurut data Riskesdas 2007 menunjukkan 69% rumah tangga memiliki pengeluaran untuk rokok. Hal ini berarti minimal terdapat 1 orang anggota rumah tangga yang mengkonsumsitembakau.

(12)

Riskesdas 2007menyatakan bahwa 85,4 % dari perokok berusia 10 tahun ke atas merokok di dalam rumah bersama dengan anggota lainnya.

1.5.3. Prevalensi Perokok Pasif di Rumah

Tahun 2007, 40,5% populasi semua umur (91 juta) terpapar asap rokok didalam rumah. Perempuan lebih tinggi (54,5%) dari pada laki-laki (26%) dan anak usia 0-14 tahun yang terpapar adalah 58,8%, dengan demikian sekitar 40 juta anak terpapar asap rokok, atau hampir separuh jumlah perokok pasif di dalam rumah.

Tabel 1.9

Prevalensi populasi yang terkena asap rokok orang lain (Perokok Pasif) di dalam rumah berdasarkan kelompok umur dan Jenis Kelamin, Indonesia

Tahun 2001, 2004 dan 2007 Kel.

15-19 51,1 67,6 59 36,1 55,2 45,7 35,1 57,8 46,2 20-24 23,4 65,6 45,6 16,5 52,0 36,1 15,1 56,6 37,2 25-29 9,6 65,5 38,8 8,1 53,9 32,7 8,1 55,8 33,9

Total 31,8 66 48,9 26,0 54,5 40,5

Total 11,8 50,0 30,5

Tabel 1.10

Jumlah populasi yang terkena asap rokok orang lain (Perokok Pasif) di dalam rumah berdasarkan kelompok umur dan Jenis Kelamin Indonesia Tahun 2007

(13)

30-34 351,293 4,888,260 5,239,553 35-39 252,310 5,011,481 5,263,791 40-44 228,468 4,480,063 4,708,531 45-49 312,423 4,029,228 4,341,651 50+ 1,710,277 9,107,741 10,818,017 Total 28,599,696 62,640,245 91,239,939

Sumber: Riskesdas 2007

1.5.4. Pelajar yang Terpapar Asap Rokok Orang Lain

Dua dari tiga siswa (68,8%) terpapar asap rokok orang lain di dalam rumah mereka dan lebih dari tiga perempat persen (78,1%) siswa terpapar asap rokok orang lain di tempat umum (Tabel 1.11).

Tabel 1.11

Proporsi Dari Siswa Terpapar Asap Rokok Orang Lain Tahun 2009

Source: Indonesia GYTS 2009

Siswa Yang Terpapar Asap Rokok Orang Lain Jumlah (%) Siswa yang tinggal serumah dengan perokok yang merokok di

dalam rumah 68,8

Siswa yang tinggal serumah dengan perokok yang merokok di luar rumah dan tempat umum

78,1 Siswa yang berpendapat bahwa merokok seharusnya dilarang di

tempat umum 85,0

Siswa yang berpendapat bahwa asap rokok orang lain berbahaya

bagi mereka 71,0

Siswa yang memiliki sedikitnya satu orang atau lebih dari satu

orang tua yang merokok 72,4

Gambar

Gambar 1.1 Lima Negara dengan Konsumsi Rokok Terbesar (milyar batang)
Gambar 1.2 Konsumsi Rokok di Indonesia 2005 - 2008 (milyar batang)
Tabel 1.1
Gambar 1.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari semua informan melalui teknik wawancara dan observasi terhadap obyek penelitian tentang pengelolaan zakat,

Hasil tersebut menunjukan perilaku merokok pengunjung sesuai dengan pengetahuan mereka, dimana yang berpengetahuan cukup dan kurang lebih banyak tidak patuh atau tetap

1.1 Unit kompetensi ini berlaku untuk desainer yang memiliki pengalaman mengelola proyek yang utuh dikerjakan mandiri; atau pernah menjadi manajer atau pengarah/direktur

Kajian ini bertujuan untuk meninjau tahap pengurusan bakat kendiri bagi aspek pengenalpastian bakat, pembangunan bakat dan budaya bakat terhadap penjanaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan lembar kerja peserta didik non eksperimen pada materi kesetimbangan kimia kelas XI IPA SMA N 8 Muaro Jambi yang layak menurut

Berikut ini ada beberapa parameter “ responsiveness ” dari suatu perencanaan, yang kelihatannya mengacu pada proses, sebagai berikut: (1) sejauh mana masyarakat di wilayah objek

Penggunaan Sistem Pakar dapat meningkatkan keahlian manusia awam dalam memecahkan masalah dan membantu user membuat keputusan tanpa dibantu oleh seorang pakar seperti: