• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KONDISI TUTUPAN HUTAN DI LUAR KAWASAN HUTAN Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KONDISI TUTUPAN HUTAN DI LUAR KAWASAN HUTAN Tahun"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI TUTUPAN HUTAN

DI LUAR

KAWASAN

HUTAN Tahun 2018

(2)
(3)

KONDISI TUTUPAN HUTAN

DI LUAR KAWASAN HUTAN KALIMANTAN TAHUN 2018

DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

JAKARTA, 23 DESEMBER 2019

(4)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq. Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) memiliki tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kehutanan dan penataan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Diantara banyak tugas yang harus dilaksanakan, salah satunya adalah melaksanakan inventarisasi dan pemantauan sumber daya hutan.

Saat ini, KLHK telah secara konsisten melakukan penghitungan luasan tutupan lahan di Indonesia sejak tahun 1990 menggunakan citra satelit resolusi sedang. Dari data yang dihasilkan, diketahui bahwa banyak tutupan hutan ditemui di luar kawasan hutan/area penggunaan lain (APL) yang tersebar di seluruh Indonesia. Kondisi APL yang masih berhutan bagus dengan luasan relatif besar antara lain terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Papua. Data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia memiliki hutan seluas 94 juta Ha dengan 8 juta Ha di APL (KLHK, 2019). Untuk diketahui bahwa total wilayah Indonesia adalah 188 juta Ha yang terdiri dari 126 juta Ha Kawasan Hutan dan 68 juta Ha APL.

Mengacu pada pasal 4 UU nomor 41/1999, mandat yang diberikan kepada KLHK mencakup pengaturan dan pengurusan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Ini berarti bahwa dalam rangka menunjang perencanaan pembangunan kehutanan, pelaksanaan pemantauan tutupan lahan hutan tidak hanya terbatas pada hutan yang ada di kawasan hutan saja, tetapi juga tutupan hutan yang

RINGKASAN EKSEKUTIF

(5)

Perhitungan penutupan hutan APL di Pulau Kalimantan menggunakan metode interpretasi secara visual citra satelit resolusi tinggi SPOT 6/7 tahun 2018 pada skala 1:25.000. Luas hutan APL seluruh pulau Kalimantan adalah 2,5 juta Ha, dengan rincian sebagai berikut:

o Provinsi Kalimantan Barat mempunyai tutupan hutan di APL seluas 560 ribu Ha. Provinsi Kalimantan Barat mempunyai 14 Kabupaten/Kota, 2 kabupaten telah dipilih menjadi kabupaten percontohan yaitu:

• Kabupaten Sintang mempunyai tutupan hutan di APL seluas 61.981 Ha

• Kabupaten Ketapang mempunyai tutupan hutan di APL seluas 106.507 Ha

o Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai tutupan hutan di APL seluas 246 ribu Ha. Dari 14 Kabupaten/

Kota di Kalimantan Tengah, Kabupaten Kotawaringin Barat telah dipilih menjadi kabupaten percontohan dan mempunyai tutupan hutan di APL seluas 18.058 Ha

o Provinsi Kalimantan Timur mempunyai tutupan hutan di APL seluas 996 ribu Ha. Dari 10 Kabupaten/

Kota di Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Timur telah dipilih menjadi kabupaten percontohan dan mempunyai tutupan hutan di APL seluas 161.374 Ha o Provinsi Kalimantan Utara mempunyai tutupan hutan

di APL seluas 680 ribu Ha.

ada di APL. Apalagi saat ini regulasi pengelolaan hutan di APL masih lemah. Untuk melakukan penguatan perencanaan dan pengelolaan hutan di APL yang operasional maka diperlukan data hutan di APL dengan skala yang lebih detail. Buku tentang informasi hutan di luar Kawasan Hutan ini merupakan buku pertama tentang penutupan hutan di luar Kawasan Hutan yang disusun berdasarkan penafsiran citra satelit resolusi tinggi oleh KLHK. Penggunaan citra satelit resolusi tinggi dimungkinkan untuk mengidentifikasi hutan dengan luas minimal 0,5 Ha.

Perhitungan penutupan hutan APL di Pulau Kalimantan dilaksanakan oleh Ditjen PKTL dalam proyek Kalimantan Forest (KALFOR) “Strengthening Forest Area Planning and Management in Kalimantan”, yang bekerja sama dengan United Nations Development Programme dengan pendanaan dari Global Environment Facility (GEF) yang bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, dan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya serta pemerintah daerah dan masyarakat dalam verifikasi lapangan. Publikasi yang diterbitkan oleh Dirjen PKTL ini diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah daerah, sektor swasta, akademisi dan masyarakat sipil dalam rangka Penguatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan di APL khususnya untuk Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur sebagai lokasi percontohan.

(6)

Pertama-tama saya bersyukur bahwa KLHK cq. Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan dapat menyusun dan menerbitkan buku kondisi tutupan hutan di luar Kawasan Hutan Kalimantan Tahun 2018. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim yang telah meluangkan waktu dan pikirannya menyusun buku ini. Buku ini disusun dalam rangka untuk Penguatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan di Luar Kawasan Hutan di Kalimantan.

Seperti kita ketahui bahwa hutan memiliki banyak fungsi yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari. Pemerintah menetapkan kawasan hutan berdasarkan fungsi pokoknya dalam rangka pengaturan dan pengurusannya. Pada kenyataannya masih terdapat hutan diluar kawasan hutan (APL) yang cukup luas yaitu seluas 7,9 juta Ha (12% dari luas APL) yang tersebar di semua pulau di Indonesia.

Hutan di APL sangat penting untuk sistem pendukung kehidupan masyarakat, menjaga iklim mikro, menjadi habitat bagi satwa liar, mengurangi polusi, dan mendukung mata pencaharian masyarakat, serta potensi hasil hutan non kayu. Hutan di APL secara regulasi adalah menjadi kewenangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus bersinergi dan mendorong pemerintah daerah, sektor swasta, akademisi dan masyarakat sipil untuk mempertahankan dan melindungi hutan tersebut. Intervensi pemerintah dapat melalui peningkatan pengetahuan, fasilitasi akses informasi, pelatihan dan insentif.

Saat ini, Penguatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan di Luar Kawasan Hutan akan diterapkan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah, yaitu di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kotawaringin Barat, dan Kabupaten Kutai Timur, sebagaimana data dan informasi yang disajikan pada buku ini.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kontribusinya sehingga buku ini dapat diterbitkan, serta kami menerima saran dan masukan untuk penyempurnaan buku ini.

Jakarta, 23 Desember 2019

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Sigit Hardwinarto, M.Agr

KATA SAMBUTAN

(7)

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Kondisi Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Tahun 2018 yang menampilkan data dan informasi mengenai kondisi areal berhutan di Luar Kawasan Hutan di Pulau Kalimantan, khususnya di Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, dan Kabupaten Kutai Timur.

Penyusunan buku ini adalah salah satu hasil pelaksanaan kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan difasilitasi oleh Proyek Kalimantan Forest (KALFOR) “Strengthening Forest Area Planning and Management in Kalimantan”, yang bekerja sama dengan United Nations Development Programme dengan pendanaan dari Global Environment Facility (GEF). Buku tentang informasi hutan di luar Kawasan Hutan ini merupakan buku pertama tentang penutupan hutan yang disusun berdasarkan penafsiran citra satelit resolusi tinggi oleh KLHK yang didukung Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya, dan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Disadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih terdapat kekurangan, baik dalam keragaman dan informasi yang disajikan. Untuk itu saran dan masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan ke depan.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi Penguatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan di Luar Kawasan Hutan di Kalimantan dengan mempertimbangkan komitmen pembangunan di daerah yang mengacu pada kelestarian lingkungan.

Jakarta, 23 Desember 2019

Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Ir. Kustanta Budi Prihatno, M.Eng

KATA PENGANTAR

(8)

Penanggung Jawab :

Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan

Penulis :

Alhamdi Yosef Herman Ari Sylvia Febriyanti Endi Sugandi Endrawati Iid Itsna Adhki Machfudh Meniy Ratnasari Nurlela Komalasari Yopie Parisy

Editor :

Belinda Arunarwati Margono Judin Purwanto

Laksmi Banowati

Desain Cover dan Tata Letak : Ardiansyah Abidin

Kontributor

Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Fakultas Kehutanan Universitas Tanjung Pura

Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangkara Raya Diterbitkan oleh:

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Didukung oleh :

Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 7

Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270 Telp : (+62 21) 57902968

kalimantanforest.com

TIM PENYUSUN

(9)

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ii

KATA SAMBUTAN iv

KATA PENGANTAR v

TIM PENYUSUN vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

GLOSARIUM x PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 2

1.3. Sasaran 2

1.4. Ruang Lingkup 2

METODOLOGI 5

2.1. Sumber Data 5

2.2. Metode 6

2.3. Analisis dan Penyajian Data 8

2.4. Keterbatasan 8

GAMBARAN UMUM PULAU KALIMANTAN 11

3.1. Kondisi Biofisik 11

3.2. Kondisi Sosial Ekonomi 19

HASIL KALKULASI HUTAN DI LUAR KAWASAN HUTAN 23

4.1. Kalkulasi Hutan di Luar Kawasan Hutan Pulau Kalimantan 23 4.2. Kalkulasi Hutan di Luar Kawasan Hutan Provinsi 25 4.3. Kalkulasi Hutan di Luar Kawasan Hutan di Kabupaten lokus KalFor 27

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 73

5.1. Kesimpulan 73

5.2. Saran dan Rekomendasi 73

DAFTAR PUSTAKA 74

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Pulau Kalimantan (Hektar) 23 Tabel 2. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Barat (Hektar) 25 Tabel 3. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Tengah (Hektar) 26 Tabel 4. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Timur (Hektar) 26 Tabel 5. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Utara (Hektar) 26 Tabel 6. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Selatan (Hektar) 27 Tabel 7. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kabupaten Sintang (Hektar) 27 Tabel 8. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Ambalau (Hektar) 29 Tabel 9. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Binjai Hulu (Hektar) 29 Tabel 10. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Debai (Hektar) 30 Tabel 11. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kayan Hilir (Hektar) 31 Tabel 12. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kayan Hulu (Hektar) 32 Tabel 13. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kelam Permai (Hektar) 33 Tabel 14. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Ketungau Hilir (Hektar) 33 Tabel 15. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Ketungau Hulu (Hektar) 34 Tabel 16. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Ketungau Tengah (Hektar) 34 Tabel 17. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sepauk (Hektar) 35 Tabel 18. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Serawai (Hektar) 36 Tabel 19. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sintang (Hektar) 36 Tabel 20. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Tebelian (Hektar) 37 Tabel 21. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Tempunak (Hektar) 38 Tabel 22. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kabupaten Ketapang (Hektar) 39 Tabel 23. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kabupaten Ketapang (Hektar) 41 Tabel 24. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Benua Kayong (Hektar) 41 Tabel 25. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Delta Pawan (Hektar) 42 Tabel 26. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Hulu Sungai (Hektar) 42 Tabel 27. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Jelai Hulu (Hektar) 43 Tabel 28. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kendawangan (Hektar) 43 Tabel 29. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Manis Mata (Hektar) 44 Tabel 30. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Marau (Hektar) 44 Tabel 31. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Hilir Selatan (Hektar) 45 Tabel 32. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Matan Hilir Utara (Hektar) 45 Tabel 33. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Muara Pawan (Hektar) 46 Tabel 34. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Nanga Tayap (Hektar) 46 Tabel 35. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Pemahan (Hektar) 47

(11)

Tabel 36. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sendai (Hektar) 47 Tabel 37. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sendai (Hektar) 47 Tabel 38. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Simpang Hulu (Hektar) 48 Tabel 39. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Singkup (Hektar) 48 Tabel 40. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sungai Laur (Hektar) 49 Tabel 41. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Melayu Rayak (Hektar) 49 Tabel 42. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Tumbang Titi (Hektar) 50 Tabel 43. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kotawaringin Barat (Hektar) 52 Tabel 44. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Arut Selatan (Hektar) 54 Tabel 45. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Arut Utara (Hektar) 54 Tabel 46. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kotawaringin Lama (Hektar) 55 Tabel 47. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kumai (Hektar) 55 Tabel 48. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan PangkalanBanteng (Hektar) 56 Tabel 49. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Pangkalan Lada (Hektar) 56 Tabel 50. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Pangkalan Lada (Hektar) 58 Tabel 51. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Batu Ampar (Hektar) 60 Tabel 52. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Bengalon (Hektar) 60 Tabel 53. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Busang (Hektar) 61 Tabel 54. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kaliorang (Hektar) 61 Tabel 55. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Karangan (Hektar) 61 Tabel 56. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kaubun (Hektar) 62 Tabel 57. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kongbeng (Hektar) 62 Tabel 58. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Long Mensangat (Hektar) 63 Tabel 59. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Muara Ancalong (Hektar) 63 Tabel 60. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Muara Bengkong (Hektar) 63 Tabel 61. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Muara Wahau (Hektar) 64 Tabel 62. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Rantau Pulung (Hektar) 64 Tabel 63. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sandaran (Hektar) 65 Tabel 64. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sangatta Selatan (Hektar) 65 Tabel 65. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sangatta Utara (Hektar) 65 Tabel 66. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Sangkulirang (Hektar) 66 Tabel 67. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Telen (Hektar) 66 Tabel 68. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Teluk Pandan (Hektar) 67 Tabel 69. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan di areal pelepasan di Kabupaten

Ketapang (Hektar) 68

Tabel 70. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan di areal pelepasan di Kabupaten

Kotawaringin Barat (Hektar) 69

Tabel 71. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan di areal pelepasan di Kabupaten

Kutai Timur (Hektar) 69

(12)

GLOSARIUM

Kawasan Hutan : Wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap Areal Penggunaan Lain (APL) : Areal di luar kawasan hutan

Hutan : Suatu kesatuan ekosistem berupa

hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan Hutan Hujan : Hutan dengan pohon-pohon yang tinggi,

iklim yang hangat, dan curah hujan yang tinggi

Hutan Kerangas : Hutan kerdil yang didominasi pohon berukuran kecil

Hutan di Atas Batuan Karst : Hutan yang tumbuh di atas batuan karst Hutan di Atas Batuan Ultrabasa : Hutan yang tumbuh di atas batuan ultrabasa Hutan Gallery : Hutan yang beradapada lembah diantara

perbukitan biasanya berada pada area tepian sungai

Hutan Rawa : Hutan yang berada di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut Hutan Mangrove : Hutan bakau, nipah, dan nibung yang berada

di sekitar pantai

(13)
(14)
(15)

BAB I

1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan akan berjalan dengan lebih baik apabila didasarkan atas data dan informasi yang relevan. Pernyataan ini menunjukkan betapa sangat pentingnya sebuah data sebagai acuan untuk menyusun sebuah perencanaan. Jika tidak mengacu pada data dan informasi maka bisa menyebabkan kesalahan perencanaan dan akhirnya akan berpengaruh juga terhadap pengambilan keputusan. Tentu saja data informasi yang digunakan yang digunakan harus berkualitas, akurat dan akuntabel. Selain itu, data yang berkualitas dan akurat tersebut juga perlu ditunjang dengan penafsiran yang bijak oleh para pengguna data. Oleh sebab itu, analisa terhadap data harus memadai, agar kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran. Data adalah navigator untuk keperluan pembangunan.

Sebagai institusi perencana di tingkat pusat, KLHK cq. Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan masa depan kehutanan dan lingkungan hidup di Indonesia. Produk-produk PKTL selalu menjadi acuan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan dan lingkungan hidup yang akan dilakukan oleh instansi - instansi yang terkait.

Berkaitan dengan pengurusan hutan di luar kawasan/Areal Penggunaan Lain (APL) yang masih cukup luas dan saat ini menjadi kewenangan pemerintah daerah maka perlu dipantau secara terus-menerus keberadaannya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa data dan informasi tentang hutan di APL yang akurat (detail) tidak mudah ditemukan. Ini wajar terjadi karena wilayah APL merupakan wilayah yang diperuntukkan bagi pembangunan non-kehutanan. Bahkan hutan-hutan yang ada di wilayah APL ini peluangnya cukup besar untuk ditebang habis selama tidak melanggar aturan-aturan pemerintah. Jika hal ini terjadi maka keseimbangan ekosistem dan iklim mikro setempat akan terganggu, udara makin panas, kekeringan, kebakaran lahan, bahkan kesuburan tanah semakin menurun. Hal ini berdampak pada menurunnya ekonomi, kenyamanan hidup, dan dampak-dampak negative lainnya. Perencanaan dan pengelolaan hutan di APL sampai saat ini dirasakan masih minim dan perlu ditingkatkan sehingga hutan hutan di APL dapat dimanfaatkan secara optimal dari segi sosial-ekonomi-budaya-ekologi.

Terkait dengan hal ini, Direktorat Jendral PKTL dan UNDP dibiayai oleh GEF (Global Environmental Facility) bekerjasama melaksanakan Penguatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan di Luar Kawasan Hutan di Kalimantan (Strengthening Forest Area Planning and Management in Kalimantan) atau disingkat dengan istilah Proyek KalFor. Proyek ini bertujuan untuk membangun, menyelamatkan dan menjaga hutan di luar Kawasan Hutan yang bernilai keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem pada suatu kesatuan lansekap dari dataran rendah ke pegunungan di Kalimantan. Diharapkan bahwa proyek ini dapat memberikan manfaat penciptaan keseimbangan yang lebih baik antara pembangunan non-

(16)

kehutanan (pengembangan perkebunan) dan perlindungan hutan guna mempertahankan manfaat global yang signifikan untuk konservasi keanekaragaman hayati, penggunaan lahan berkelanjutan dan mitigasi emisi gas rumah kaca. Proyek KalFor ini memulai kegiatan teknisnya dengan mengumpulkan data yang berkaitan dengan bio-geo-fisik hutan yang berada di APL terutama di kabupaten pilot proyek KalFor sebagai baseline (Kabupaten Sintang, Ketapang, Kotawaringin Barat Kutai Timur). Selain itu, data dan informasi berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan tersebut juga dikumpulkan. Pengumpulan data ini dibantu oleh Universitas Tanjungpura untuk Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Sintang serta Ketapang, oleh Universitas Mulawarman untuk Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai Timur, serta oleh Universitas Muhammadiyah Palangkaraya untuk Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Buku Kondisi Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Tahun 2018 ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan oleh pemerintah daerah, sektor swasta, akademisi dan masyarakat sipil untuk penguatan perencanaan dan pengelolaan hutan di luar kawasan di Kalimantan.

1.2. Tujuan

1.3. Sasaran

1.4. Ruang Lingkup

Buku ini disusun untuk menyajikan data kondisi hutan di luar kawasan hutan (APL) yang ada di pulau Kalimantan tahun 2018. Data yang dikumpulkan merupakan data terkini berdasarkan interpretasi citra satelit resolusi tinggi yang didukung dengan data hasil survey lapangan.

Dengan adanya data hutan di APL yang terkini (up-to-date) dan akurat, para pihak dapat memanfaatkannya untuk melakukan berbagai analisa terkait hutan di APL serta mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan.

Yang menjadi sasaran utama interpretasi adalah hutan di luar Kawasan Hutan di seluruh daratan Pulau Kalimantan. Pada tahap ini, interpretasi dilaksanakan untuk 3 provinsi yaitu di Provinsi Kalimantan Barat khususnya di kabupaten Ketapang dan Sintang, di Provinsi Kalimantan Tengah khususnya di Kabupaten Kotawaringin Barat, dan di Provinsi Kalimantan Timur khususnya di Kabupaten Kutai Timur. Dengan tersedianya data yang terkini dan akurat maka perencanaan dan pengelolaan hutan di APL akan diharapkan menjadi lebih baik.

Buku ini merupakan bagian pertama tentang penutupan hutan di APL yang ada di Pulau Kalimantan yang melingkupi:

a. Kondisi tutupan hutan di luar Kawasan Hutan di Pulau Kalimantan tahun 2018

b. Kondisi tutupan hutan di luar Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018 sebagai pendetailan dari tutupan hutan di luar kawasan hutan di Pulau Kalimantan.

c. Kondisi tutupan hutan di luar Kawasan Hutan di Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kutai Timur tahun 2018 sebagai pendetailan dari tutupan hutan di luar kawasan hutan di ketiga Provinsi tersebut.

(17)
(18)
(19)

BAB II

2.1. Sumber Data

METODOLOGI

2.1.1. Data utama

Data utama dalam penyusunan data kondisi hutan di luar kawasan hutan adalah sebagai berikut:

1. Mosaik citra satelit resolusi tinggi SPOT 6 dan 7 hasil akuisisi data tahun 2013 s.d.

2018 dari LAPAN

2. Mosaik citra Landsat 8 OLI hasil akuisisi tahun 2018 dari LAPAN

3. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 tahun 2017 dari BIG yang merupakan peta dasar standar dalam kebijakan satu peta Indonesia.

2.1.2. Data pendukung

1. Peta Rupa Bumi Indonesia BIG skala 1:50.000 tahun 2017 2. Peta Dasar Tematik Kehutanan skala 1:250.000 tahun 2006 3. Peta Batas Administrasi

a. Kabupaten Sintang (Peta Rupa Bumi Indonesia BIG skala 1:50.000 tahun 2017) b. Kabupaten Ketapang (Peta Rupa Bumi Indonesia BIG skala 1:50.000 tahun 2017) c. Kabupaten Kotawaringin Barat (Peta Rupa Bumi Indonesia BIG skala 1:50.000 tahun 2017)

d. Kabupaten Kutai Timur (Peta Dasar Kabupaten Kutai Timur Bappeda Kabupaten Kutai Timur skala 1:50.000 tahun 2016)

4. Peta Penutupan Lahan KLHK skala 1:250.000 tahun 2018 5. Peta Fungsi Kawasan Hutan

a. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Barat Sampai Dengan Tahun 2017 skala 1:250.000 Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.8107/MENLHK-PKTL/KUH/

PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018

b. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah Sampai Dengan Tahun 2017 skala 1:250.000 Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.8108/MENLHK-PKTL/KUH/

PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018

c. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur Sampai Dengan Tahun 2017 skala 1:250.000 Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.8109/MENLHK-PKTL/KUH/

PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018

d. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan Sampai Dengan Tahun 2017 skala 1:250.000 Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.8110/MENLHK-PKTL/KUH/

PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018

(20)

e. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Utara Sampai Dengan Tahun 2017 skala 1:250.000 Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.8106/MENLHK-PKTL/KUH/

PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018

6. Peta Sebaran Izin (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, IUPHHK-HTR, dll) sampai dengan tahun 2018.

7. Peta Areal Pelepasan Kawasan Hutan sampai dengan tahun 2018.

8. Citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) 9. Informasi lapangan

2.1.3. Data tersier

1. Keterangan narasumber tentang lokasi tertentu 2. Foto / gambar lokasi sekitar objek

3. Informasi lain yang dapat memberikan gambaran kondisi hutan di luar kawasan hutan

2.2. Metode

2.2.1. Metode pengolahan data (Gambar 1)

Pengolahan data citra satelit resolusi tinggi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Penafsiran dilakukan sesuai dengan areal yang telah ditentukan, yaitu areal di luar kawasan hutan

2. Penafsiran dilakukan dengan delineasi kenampakan pada citra (digitasi on screen) dan pemberian label kelas tutupan hutan tertentu

3. Dimensi penafsiran mengikuti ketentuan pada butir 2.2.3., sedangkan kelas tutupan hutan mengikuti ketentuan pada 2.2.6..

4. Penarikan garis dan pemberian kode mempertimbangkan kelas tutupan hutan, dasar interpretasi citra, sumber data sekunder, serta sumber data tersier.

Data utama yang digunakan untuk pengolahan data citra resolusi tinggi adalah Citra satelit resolusi tinggi SPOT terbaru, yaitu tahun perekaman tahun 2018. Citra SPOT tahun 2013-2017 digunakan sebagai subsitusi dari citra SPOT tahun 2018 yang tertutup awan. Sedangkan citra satelit Landsat dimanfaatkan sebagai sumber utama apabila data SPOT tidak tersedia, tertutup awan, atau hasil koreksi geometrinya tidak selaras dengan data citra pembanding lainnya; atau dimanfaatkan sebagai rujukan untuk identifikasi objek apabila kenampakan pada data SPOT tidak cukup jelas. Pemanfaatan data sekunder dan data tersier digunakan untuk mendukung dan memastikan tutupan hutan yang teridentifikasi di luar kawasan hutan.

Kendali mutu dilaksanakan agar informasi yang dihasilkan dari kegiatan penafsiran tutupan hutan di luar kawasan hutan betul-betul dapat dipertanggung jawabkan.

Verifikasi dan kontrol kualitas melibatkan ahli kehutanan dan penginderaan jauh dari Fakultas Kehutanan Universitas Tanjung Pura, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, dan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.

(21)

Kegiatan kendali mutu terdiri atas:

1. Verifikasi data

Kegiatan verifikasi data adalah proses kendali mutu yang dilakukan untuk memastikan bahwa data yang akan disajikan sudah sesuai dengan format penyajian yang benar.

Tolak ukur hasil verifikasi data adalah sebagai berikut:

a. Tidak ada overlap

b. Tidak ada gap dalam AOI (Area Of Interest) c. Proyeksi sesuai ketentuan

d. Kode tutupan hutan sesuai dengan struktur klasifikasi

2. Verifikasi kesesuaian kenampakan pada citra dengan kelas tutupan hutan

Kegiatan verifikasi kenampakan pada citra dilakukan untuk mengetahui kesesuaian objek pada citra dengan kelas tutupan hutan yang dicatatkan.

3. Verifikasi lapangan

Kegiatan verifikasi lapangan adalah proses kendali mutu yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kenampakan objek pada citra penginderaan jauh di lapangan. Kegiatan verifikasi lapangan juga melibatkan masyarakat setempat untuk menggali informasi mengenai lokasi tersebut.

2.2.2 Piranti pengolahan data 1. Piranti komputer 2. Piranti cetak 3. Piranti rekam data 4. Piranti jaringan internet 2.2.3 Dimensi penafsiran

1. Skala penyajian

Hasil penafsiran citra penginderaan jauh resolusi tinggi disajikan dalam skala 1:25.000, sesuai dengan tingkat akurasi hasil koreksi geometric sistematik yang dilakukan oleh Pustekdata LAPAN

2. Satuan pemetaan minimum

Objek terkecil yang masih didelineasi sebagai satu poligon adalah objek dengan ukuran 0,3cm x 0,3cm pada skala 1:25.000, yaitu 75m x 75m = 5.625m2 ≈ 0,5ha.

3. Perbesaran

Penafsir dapat melakukan perbesaran kenampakan citra dengan maksud memperjelas objek dan mempermudah proses delineasi. Perbesaran pada layar dapat dilakukan s.d. skala 1:5.000.

2.2.4 Dimensi kartografis 1. Projeksi

Peta tutupan hutan disajikan dengan projeksi Mercator 2. Datum

Peta tutupan hutan disajikan dengan Datum WGS 84 3. Skala penyajian

Peta tutupan hutan disajikan dengan skala paling besar 1:25.000 sesuai dengan tingkat akurasi hasil koreksi geometric. Skala penyajian dapat diperkecil sesuai dengan ketersediaan IGD pada lokasi tersebut.

(22)

4. Sistem koordinat

Peta tutupan hutan disimpan dengan system koordinat geografis (lintang – bujur) dengan pertimbangan cakupan arealnya yang luas

2.2.5 Format penyimpanan

Peta tutupan hutan disimpan dalam format File Geodatabase (GDB) 2.2.6 Klasifikasi tutupan hutan

Tutupan hutan diklasifikasikan pada 7 kelas, yaitu : 1. Hutan Hujan

2. Hutan Kerangas

3. Hutan di atas Batuan Karst 4. Hutan di atas Batuan Ultrabasa 5. Hutan Gallery

6. Hutan Rawa 7. Hutan Mangrove

2.3. Analisis dan Penyajian Data

2.4. Keterbatasan

Kalkulasi hutan dilakukan melalui analisis data penutupan lahan berhutan pada APL dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis. Tahapan kalkulasi adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan data digital spasial Kawasan Hutan dan data hutan hasil penafsiran citra satelit resolusi tinggi terbaru pulau Kalimantan.

2. Melakukan overlay (tumpang susun) kawasan hutan dengan data hutan hasil penafsiran citra satelit resolusi tinggi pulau Kalimantan.

3. Melakukan perhitungan luas dengan system proyeksi Mercator dan system koordinat WGS 1984.

4. Hasil kalkulasi penutupan lahan berhutan disajikan dalam bentuk peta dan tabel.

Penyajian kalkulasi hutan di APL berdasarkan batas administrasi yang tersedia dengan akurasi yang bervariasi sehingga kalkulasi berdasarkan batas administrasi bukan merupakan acuan yang mutlak. Penggunaan citra satelit resolusi tinggi dapat menghasilkan luas penutupan lahan yang berbeda dengan data yang dihasilkan dari citra satelit resolusi sedang.

(23)

Gambar 1. Metodologi

(24)
(25)

BAB III

3.1. Kondisi Biofisik

GAMBARAN UMUM PULAU KALIMANTAN

3.1.1. Letak dan geografi

Kalimantan atau lazim juga disebut Borneo, adalah sebuah pulau yang berada dibawah kekuasaan tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Borneo yang masuk dalam wilayah negara Indonesia, selanjutnya disebut Kalimantan, adalah sebuah wilayah di Pulau Kalimantan (Borneo) di mana wilayah ini berbatasan dengan Malaysia (Sabah dan Serawak) di bagian utara, sedangkan di bagian barat berbatasan dengan Selat Karimata, di bagian selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar serta Laut Sulawesi.

Secara administrasi Kalimantan terbagi menjadi 5 Provinsi , yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dengan luas seluruhnya adalah 549.032 km2 atau 73 % dari luas Borneo.

Secara geografis Pulau Kalimantan (Indonesia), terletak diantara 4° 24’ LU – 4° 10’ LS dan anatara 108° 30’ BT – 119° 00’ BT dengan luas wilayah sekitar 535.834 km2. Berbatasan langsung dengan Negara Malaysia (Sabah dan Serawak) di sebelah unsur utara yang panjang perbatasannya menjangkau 3000 km mulai dari Provinsi Kalimantan Barat hingga dengan Kalimantan Timur. Pulau ini terletak di kawasan bercurah hujan konstan dan bersuhu tinggi sepanjang tahun. Oleh karena itu, pulau ini memiliki habitat tropis dan memiliki hutan basah tropis terluas di kawasan Indomalaya. Pulau ini kaya akan keragaman hayati.

Pulau Kalimantan mempunyai bentuk pesisir yang rendah dan memanjang serta dataran, dan sungai, terutama di bagian selatan. Lebih dari setengah pulau ini berada di bawah ketinggian 150 m dan air pasang dapat mencapai 100 km ke arah pedalaman.

Kalimantan tidak memiliki gunung berapi tetapi memiliki jajaran pegunungan. Secara singkat dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Wilayah pesisir umumnya didefinisikan sebagai suatu jalur daratan dan laut yang terdapat di sepanjang pesisir. Wilayah ini hanya sebagian kecil di Kalimantan. Wilayah ini mencakup beberapa habitat yang dari segi ekologi sangat produktif, yaitu muara sungai, lahan basah pasang-surut, hutan bakau dan terumbu karang. Wilayah ini juga merupakan daerah tempat tinggal sebagian besar penduduk Kalimantan, di mana sebagian besar pembangunan sedang berlangsung.

Garis pesisir Kalimantan membentang sejauh 8 ribu km, yakni dari Semenanjung Sambas di bagian barat sampai Pulau Nunukan di perbatasan Sabah. Sebagaian besar garis ini berhadapan dengan pantai yang dangkal, dan dibelakangnya terdapat hutan

(26)

bakau dan hamparan lumpur, atau pantai berpasir yang luas, yang tepinya ditumbuhi pohon-pohon cemara Casuarina. Habitat-habitat utama di Kalimantan meliputi pulau-pulau kecil berbatu- batu, formasi terumbu karang, garis pantai berbatu-batu termasuk tanjung pantai berpasir, asosiasi bakau/nipah, dan hamparan lumpur, serta muara sungai.

Di belakang batas hutan bakau dan nipah daerah pesisir, tanah yang tergenang air di dataran rendah Kalimantan menunjang kehidupan rawa gambut dan hutan air tawar yang sangat luas. Kalimantan secara keseluruhan memiliki lahan basah seluas 20 juta Ha.

Kalimantan merupakan daratan dengan sungai-sungai besar seperti: Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kayan, dan Sungai Mahakam. Sungai-sungai ini merupakan jalur masuk utama ke pedalaman pulau dan daerah pegunungan tengah.

Semakin ke hulu, sungai lebih sempit. Sungai tersebut mengalir melalui hutan-hutan perbukitan, dan berarus deras. Kebanyakan sungai-sungai utama di Kalimantan terdapat di jajaran pegunungan tengah. Sungai-sungai itu semakin lebar dan semakin besar volumenya menuju ke laut, karena ada tambahan air dari anak-anak sungainya, yang membentuk sungai utama yang mengalirkan air dari daerah aliran sungai yang luas. Debit air bervariasi menurut musim. Kecepatan arus, kedalaman air, dan komposisi substrat bervariasi menurut panjang aliran dan lebar sungai, dan ini mempengaruhi biota yang dapat hidup di dalamnya.

Kalimantan memiliki flora yang terkaya di Kepulauan Sunda, baik jumlah kekayaan maupun keragaman jenisnya. Sekitar 6% keanekaragaman hayati dunia berada di areal hutan tropis Kalimantan.1 Kalimantan memiliki lebih dari 3.000 jenis pohon, termasuk 267 jenis Dipterocarpaceae, yang merupakan kelompok pohon kayu perdagangan terpenting di kawasan Asia Tenggara; 58% jenis Dipterocarpaceae ini merupakan jenis endemik. Kalimantan memiliki lebih dari 2.000 jenis anggrek dan 1.000 jenis pakis, dan merupakan pusat distribusi karnivora kantung semar Nepenthes. Tingkat endemisme flora cukup tinggi, yaitu sekitar 34% dari seluruh tumbuhan, tetapi hanya 59 marga di pulau ini unik (dari 1.500 marga seluruhnya). Keragaman habitat hutan di Kalimantan berkisar dari hutan Dipterocarpaceae dewasa dengan tajuk tinggi, stratifikasi yang jelas, dan tumbuhan polong-polongan yang tinggi dan hutan Dipterocarpaceae yang menjulang tinggi. Sebagaian dari 146 jenis rotan Kalimantan berkaitan dengan tipe hutan khusus.

Beberapa fauna endemic antara lain orangutan, gajah borneo (gajah terkecil di unia), dan kera proboscis. Fauna Kalimantan menggambarkan sejarah geologi dan hubungannya dengan daratan purba. Pulau ini kaya akan fauna yang berasal dari Asia, misalnya, keluarga rusa, sapi liar, babi, kucing, monyet dan kera, tupai, dan banyak keluarga burung Asia. Banyak fauna Kalimantan yang serupa dengan fauna daratan Asia dan pulau-pulau Sunda lainnya, tetapi keserupaan dengan Sulawesi dan pulau- pulau di sebelah timur hanya sedikit, karena komposisi faunanya agak berbeda

1. Gatra.com. 19 Maret 2019. Jantung Kalimantan tempat kekayaan keanekaragman hayati dan budaya menyatu. https://www.gatra.

com/detail/news/401392-Jantung-Kalimantan-Tempat-Kekayaan-Keanekaragaman-Hayati-dan-Budaya-Menyatu https://www.

gatra.com/detail/news/401392-Jantung-Kalimantan-Tempat-Kekayaan-Keanekaragaman-Hayati-dan-Budaya-Menyatu

(27)

3.1.2. Bentang Alam

Ada lima bentang alam ditemui di Kalimantan, yaitu bentang alam Pegunungan Schawaner, Pegunungan Muller, Pegunungan Iban, Pegunungan Meratus, dan Pegunungan Kapuas :

1. Bentang alam Pegunungan Schawaner

Bentang alam ini secara geografis terletak pada 112° 07’ BT & 0° 29’ - 0° 59’ LS.

Menurut peta Landsat TMFCC 1:100.000, peta topografi 1:250.000, land system 1:250.000, Pegunungan Schawaner di bagi menjadi 3 sistem fisiografi :

a. Sistem Dataran yaitu berupa dataran berbukit kecil yang terbentuk oleh aktivitas sungai yang membawa bahan-bahan dari perbukitan dan pegunungan.

b. Sistem Perbukitan dengan bentuk lahan perbukitan memanjang, tidak teratur, kuesta dan lereng struktural memanjang.

c. Sistim pegunungan dengan bentuk kelompok punggung pegunungan yang tidak teratur dan punggung pegunungan berbukit kecil dengan kemiringan lereng bekisar 50% - 80%.

Pegunungan Schawaner umumnya berlereng terjal di puncak- puncak sebelah utara, sedangkan di sebelah selatan relative landai, dengan variasi ketinggian 100 mdpl – 2.278 mdpl seperti Bukit Melabanbun (1.850 mdpl), bukit Asing (1.750 mdpl), bukit Panjing (1.620 mdpl), Bukit Baka (1.620 mdpl), Bukit Lusung (1.600 mdpl), Bukit Panjake (1.450 mdpl)

Tanah Pegunungan Schawaner didominasi oleh Podsolik merah kuning, Latosol dan Litosol dengan bahan induk batuan beku endapan dan Metamorf: fraksi tanah umumnya kasar , permiabel muda tererosi dengan lapisan atas granular warna gelap yang kaya akan bahan organic; lapisan bawah berwarna merah hingga kuning miskin akan bahan organic hanya ada oksida-oksida hemafit (besi) atau goethite. Pada dataran berbukit kecil di barat daya, tenggara, timur laut, tengah kawasan TN didominasi oleh Tropudolts dengan tekstur tanah kasar hingga sedang, kandungan bahan organic sedang dan kadar kapur rendah hingga sedang dengan pH 5 - 5,5. Di sebelah selatan, timur, barat laut tanah di dominasi Dystropepts dengan tekstur tanah sedang hingga halus, bahan organic tinggi tinggi & kandungan kapur rendah dengan pH 4 – 5. Pada kuesta di utara, tanah terdiri atas asosiasi (Tropodults, Dystropepts, Troporthods) dengan tekstur tanah halus, bahan organic tinggi dengan kadar kapur rendah pH 5. Lereng structural memanjang di dominasi Tropudults, tekstur tanah sedang hingga halus, bahan organic tinggi dan kadar kampur rendah pH 5. Punggung pegunungan di Timur kawasan terdiri asosiasi (Tropudults, Dystropepts), tekstur tanah halus dengan kandungan organic tinggi, kadar kapur rendah pH 5 – 5,5. Punggung pegunungan berbukit kecil di selatan, utara, Timur laut, barat laut, tengah kawasan di dominasi Dystropepts, tekstur tanah sedang hingga halus, kandungan organic tinggi dengan kadar kapur rendah pH 4 -5.

Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, Kalimantan, Pegunungan Schawaner termasuk dalam iklim A dengan nilai Q 0 – 14,3 dan menurut Koppen masuk tipe Af. Curah hujan pertahun rerata 3.423 mm atau bekisar 2.935 – 4.071 mm, curah hujan tertinggi pada bulan Oktober – Mei dengan rerata 23 hari hujan per bulan.

Suhu di Na. Pinoh bekisar 22°C – 31°C dengan kelembaban rerata 73%, jadi tiap

(28)

kenaikan 100 m penurunan suhu 0,6 °C; untuk ketinggian 100 mdpl – 2.278 mdpl, suhunya bekisar 11,8°C – 30,4°C, angin bertiup dengan kecepatan rendah 0 – 10 knot. Di Bulan Oktober – Mei kandungan uap air dan hujan (musim barat) banyak dari arah utara dan barat dengan curah hujan mencapai 100 mm dalam waktu singkat, di Bulan Juni – September angin dari arah selatan dan tenggara bersifat kering (musim timur) namun masih ada hari hujan

2. Pegunungan Muller

Secara geografis, Pegunungan Muller terletak di 112° 15’ – 114° 10’ BT dan 0° 40’

– 1° 35’ LU. Pegunungan ini berada pada ketinggian 200 – 500 mdpl (38,51%), 500 -700 mdpl (28,14%), 700 – 1.000 mdpl (15,90%), 1.000 – 1.500 mdpl (11,19%), <>

1.500 mdpl (0,92%). Kelerengan yang bervariasi dengan terjal > 45% sekitar 61,15%

dan kelerengan 25% - 45% sekitar 33,08%.

Beberapa titik puncak dapat ditemui di beberapa DAS. Terdapat setidaknya 65 titik puncak di DAS Embaloh, 36 titik puncak di DAS Sibau – Menyakan, 26 titik puncak di DAS Mendalam. Puncak yang menonjol di DAS Embaloh (Gunung Betung 1.150 mdpl, G. Condong 1.240 mdpl, G. Tunggal 1.120 mdpl, G. Libau 1.220 mdpl); di DAS Sibau (Gunung Lawit 1.770 mdpl, G. Batu 1.040 mdpl, G. Sebako 1.270 mdpl, Bukit Loei 1.460 mdpl); di DAS Mendalam (Bukit Metibat 1.240 mdpl, B. Mekuban 1.100 mdpl, B. Rangun 1.255 mdpl, B. Ulu Seluwa 1.315 mdpl, B.Belabi 1.305 mdpl, B.

Balui 1.565 mdpl, B. Ujung Balui 1.670 mdpl); di DAS Koheng (Gunung Jemuki 1.375 mdpl, G. Cemeru 1.180 mdpl); di DAS Bungan (Gunung Unu 1.545 mdpl, G. Kerihun 1.790 mdpl, G. Dayang 1.45 mdpl, G. Batu Tipung 1.290 mdpl, G. Lepuyan 1.190 mdpl, G. Terata 1.470 mdpl, G. Liang Cahung 1.395 mdpl, G. Pemeluan 1.340 mdpl).

Ditinjau dari segi jenis tanah, terdapat keseragaman di dalam kelompok Dystropepts dengan tingkat pelapukan ringan, beriklim panas, kelembaban rendah. Jenis tanah secara garis besar tergolong tanah dengan drainase kurang baik dan ini dapat ditemui di rawa-rawa/pengaruh pasang-surut sungai. Di kanan-kiri sungai dari tanahnya berasal dari pengendapan material sungai, berjenis alluvial, lebih subur dibandingkan jenis tanah lain di sepanjang sungai besar (Sungai Mendalam, S. Sibau, S. Embaloh). Pada daerah berbukit bergelombang sampai pegunungan, jenis tanahnya adalah Podsolik merah kuning, komplek Podsolik merah kuning dan Latosol.

Kawasan bentang alam Muller bertipikal Kalimantan pedalaman dengan iklim sangat basah. Menurut Schmidt dan Ferguson, kawasan bentang alam Muller masuk dalam klas iklim type A dengan nilai Q = 2,6%. Curah hujan actual pertahun antara 2.863 – 5.517 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan 120 – 390 hari/tahun.

Bulan kering sekitar Juni – September dengan curah hujan masih > 100 mm/bulan.

Secara alami, dinding Pegunungan Muller sebagai pembatas ekologi dan sekaligus dipakai sebagai sebagian pembatas administrasi antara Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Dinding berupa tumpukan batu kapur yang menggunung di Pulau Kalimantan yang terangkat ke atas sebagai akibat kegiatan geologi yang sangat kuat di zaman prasejarah.

Seiring dengan perjalanan waktu, dengan curah hujan setinggi 2.000-3.000 milimeter per tahun, sejumlah kecil karbon dioksida yang larut dalam air hujan jatuh dan membentuk larutan asam karbonat lemah, dan secara berangsur-angsur

(29)

melarutkan batu-batu kapur tersebut. Secara bertahap aliran permukaan (surface runoff) memahat alur-alur pegunungan kapur tersebut dan akhirnya menghilang di bawah garis-garis patahan dan lubang- lubang patahan untuk mengalir di bawah tanah, melalui rongga-rongga besar yang tersembunyi dalam batuan induk yang terkikis.

Seperti halnya dinding Muller yang memiliki permukaan curam sampai sangat curam di sisi sebelah timur, dari sisi sebelah barat di Kalimantan Tengah dapat ditemui beberapa tipe hutan yang dapat diklasifikasikan sebagai hutan tropis dataran rendah dengan ketinggian sekitar 600 meter, juga hutan subpegunungan antara 600-1.500 meter. Pangkal pohon dan banyak tanaman lainnya, bahkan lantai hutan pun, terlihat mulai banyak ditumbuhi oleh lumut. Namun, pada ketinggian 1.500-an meter di Batu Ayau, karena faktor edafis batu tanah pasir berkapur, ditemukan satu habitat tersendiri yang disebut daerah kerangas (heat forest). Di sana ditemukan tanaman kantong semar (nephentes sp), juga beberapa jenis anggrek.

Secara keseluruhan Pegunungan Muller dengan Liangapran (2.240 meter) sebagai puncak tertingginya adalah daerah berkapur (karst atau limestone), dan menyimpan potensi melimpah untuk habitat bersarang banyak jenis burung walet yang sarangnya dimakan (edible nest swiflet). Juga memiliki tingkat endemisitas tinggi, baik untuk tumbuhan maupun hewan penghuninya.

3. Pegunungan Kapuas

Pegunungan ini membentang dari ujung DAS Kapuas yang terbagi menjadi 3 wilayah yaitu Kapuas Hulu, Kapuas Tengah, dan Kapuas Hilir. Pegunungan ini membatasi antara Indonesia dan Negara Bagian Malaysia Timur.

Ikim di bentang alam Pegunungan Kapuas ini termasuk iklim Tipe A dengan nilai Q= 50-84,3%, Curah hujan 2307-4616 mm/tahun, Suhu 12°C-36°C. Ada 8 Formasi Batuan di Kapuas Hulu, diantaranya adalah Endapan danau, Granit Era, Kelompok Embaloh, Kelompok Mandai, Kelompok Selangkai, Komplek Danau Hitam dan komplek Kapuas. Pegunungan ini mempunyai jenis tanah organosol glein humus, batuan alluvial, Podsolik merah kuning, tipe tanah gambut. Kawasan di wilayah Pegunungan Kapuas merupakan kawasan perhuluan DAS Utama di Kalimantan Barat dan beberapa Kabupaten (Kapuas Hulu, Sintang, Sekadau, Sanggau, Landak, Bengkayang, Sambas).

Ekosistem Pegunungan Kapuas termasuk kedalam kelompok hutan rawa putat, hutan rawa kawi, hutan rawa rengas, hutan rawa tempurau, hutan rawa gambut kelansau-kerintak, dan hutan kerangas dengan berbagai jenis satwa mamalia, aves, reptilian dan ikan

4. Pegunungan Iban

Pegunungan ini berada di seluruh perbatasan yang melalui Kutai Barat dan sebagian Malinau, yang panjangnya sekitar 70 persen dari semua perbatasan di Kalimantan Timur, merupakan rangkaian Pegunungan Iban. Pegunungan ini membujur dari barat daya sampai timur laut yang menghubungkan secara berturut-turut perbukitan Pacungapang, gunung Liang Pran, perbukitan Batu Iban, gunung Latuk dan gunung Kaba. Ada setidaknya 20 formasi batuan yang diantaranya anggota Batu Gamping Jangkan, Batuan Gunung Api Jelai, Batuan Gunung Api Metulang, Batuan Terobosan, Diorit, Endapan Aluvium, Formasi Kuaro,

(30)

Formasi Latih, Formasi Longbawan, Formasi Lurah, Formasi Malinau, Formasi Meliat, Formasi Naintopo, Formasi Parking, Granit Topai, Gunung Api Nyaan, Intrusi Sintang, Lubis/Tarakan/Malinau, Ofiolit Jura dan Sumbat, Retas.

Wilayah ini terdiri dari dataran rendah, dataran perbukitan dan pegunungan terjal.

Di bagian barat dan selatan mencakup Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai daerahnya bergunung-gunung dan bergelombang disamping itu terdapat juga lipatan- lipatan dan patahan. Wilayah datar terdapat disekitar S. Kayan serta disekitar delta dan pantai sebelah timur Nunukan. Kawasan perbatasan beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 3000 – 3.500 mm per tahun. Pada umumnya hujan turun sepanjang tahun dan terbanyak pada bulan September – Januari.

Suhu di daerah pegunungan waktu siang hari bisa mencapai 14° - 32°C sedangkan pada malam hari sekitar 24°C. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim di perbatasan ini adalah termasuk dalam tipe iklim A (Q = 0,0 %) dengan jumlah bulan basah 12 bulan per tahun.

Keadaan topografi kawasan perbatasan bervariasi, dari yang datar (slope 0 – 3 %), bergelombang (slope 3 – 8 %), berbukit (slope 15 – 25 %) sampai curam (slope >

40%). Topografi kawasan perbatasan Kalimantan Timur, wilayah datarnya sangat terbatas dan berada tidak jauh dari pantai atau daerah aliran sungai, yaitu daerah yang berada di kawasan pantai di Kecamatan Sebatik, Nunukan dan Sebuku.

Kondisi topografi kawasan perbatasan pedalaman sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan pegunungan yang terjal dengan kemiringan rata- rata di atas 40 %, yang meliputi Kecamatan Lumbis, Krayan, Mentarang, Kayan Hilir &

Hulu, Long Pahangai dan Long Apari.

5. Pegunungan Meratus

Pegunungan Meratus merupakan kawasan hutan asli (native forest) yang masih tersisa di Provinsi Kalimantan Selatan, letaknya membentang dari arah tenggara sampai kesebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur. Posisinya membelah wilayah Kalimantan Selatan menjadi dua bagian, sebelah barat dan sebelah timur. Berdasarkan letak geografis, kawasan Pegunungan Meratus terletak diantara 115° 38’ 00” dan 115° 52’ 00” bujur timur dan 2° 28’ 00” dan 2°

54’ 00” lintang selatan. Menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, kawasan Pegunungan Meratus termasuk dalam Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin.

Hampir seluruh Kawasan Pegunungan Meratus merupakan daerah bergunung dengan topografi agak curam (kelerengan 20-38 derajat), curam (40-50 derajat), hingga sangat curam (50-90 derajat), yang membentuk dinding curam dan terjal.

Kawasan ini juga merupakan daerah hulu dari sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kalimantan Selatan. Mulai dari bagian barat mengalir Sungai Batang Alai, Sungai Barabai, Sungai Amandit, Sungai Balangan, Sungai Pitap. Sedangkan di bagian timur mengalir Sungai Batang Aing Bantai, Sungai Juhu, Sungai Sampanahan.

Keadaan topografi/lapangan berlereng curam sampai sangat curam. Kelerengan lembah umumnya kurang dari 20% pada perbukitan dan puncak pegunungan, dan lebih dari 70% pada beberapa tempat sehingga membentuk jurang-jurang

(31)

yang terjal dan dinding batu. Kelerengan sebagian Hutan Pegunungan Meratus (Diinterpretasi Dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000)

Pegunungan Meratus berasal dari kepadatan, terutama bebatuan dasar dan ultrabasic yang terbentuk karena panas gunung berapi di dasar laut, dengan hamparan batu kapur dan batuan sedimen, yang ditekan keatas oleh pergeseran lapisannya. Menurut peta geologi tahun 1994 (1: 250.000) rute yang dilalui termasuk

• Granit Batangalai (hulu Sungai Panghiki dekat Hinas Kiri dan Kiyo),

• Batuan ultrabasic dengan beberapa batuan lain yang terbentuk oleh panas gunung berapi dan batu kapur (perbukitan Penitiranggang),

• Pembentukan Haruyan, terutama berasal dari basal gunung berapi (lembah Batangalai) dan

• Formasi Pitap, campuran kompleks dari batu pasir, siltstone, chert, batu kapur dan basal diatas granit (dari atas jajaran Meratus membentang ke arah timur sampai ke Canting Tingkit).

Secara geomorphologi Pegunungan Meratus terletak pada lereng atas Meratus, memiliki bahan induk yang berasal dari batuan beku (indigeneous rock) yang terbentuk pada jaman Jura (Jurassic) tengah hingga Kapur (Cretaceous) akhir.

Geologi Pegunungan Meratus bagian utara terdiri dari jenis batuan utama yang menjadi bahan induk bagi jenis-jenis tanah yang terdapat di dalamnya. Jenis bahan induk utama yang membentuk tanah-tanah di areal ini adalah granit granodiorid serta batu pasir, konglomerat, sabak, kersik, serpih lempung dan batu gamping.

Sedangkan pada bagian selatan tidak jauh berbeda, dimana terdapat lempung yang mempunyai ketebalan beberapa meter didalamnya terdapat batuan besar (bloc), batu gamping, batuan metamorph, batu pasir dan konglomerat. Batuan tertua yang diketemukan berumur Cretaceus Tengah yaitu pada Formasi Alino.

Terdapatnya batu pasir dan kongomerat di Pegunungan Meratus menunjukkan besarnya intensitas erosi, kemungkinan disebabkan oleh suatu tektonik hors dan graben yang aktif hingga Eosen dengan endapannya yang kontinental sampai paralik.

Adapun Jenis tanah Pegunungan Meratus adalah podsolik merah kuning serta komplek podsolik merah kuning, bedasarkan klasifikasi tanah USDA (USDA, 1975), di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus memiliki jenis tanah berupa Ultisol (setara dengan Podsolik Merah Kuning berdasarkan klasifikasi tanah klasik di Indonesia, seoproptohrdjo, 1961) dan Inceptisol (setara dengan Planosol), Latosol dan Litosol. Jenis tanah yang pertama merupakan tanah tua, sedangkan jenis kedua relatif muda. Tekstur tanah umumnya sedang dengan drainase baik sehingga tidak pernah tergenang. Kompleks tanah Podsolik Merah Kuning mendominasi sebagian besar wilayah. Tanah tersebut merupakan jenis tanah yang telah mengalami proses pelapukan dan pencucian lanjut sehingga memiliki tingkat kesuburan rendah. Jenis tanah ini mempunyai pH antara 4,5 – 6,5, sangat miskin hara mineral (terutama N, P, K) dan memiliki tingkat erodibilitas yang tinggi (peka terhadap erosi). Tanah Podsolik Merah Kuning mempunyai kedalaman solum cukup tebal, yaitu berkisar antara satu sampai dua meter sedang yang lainnya dengan kedalaman efektif tanah rata-rata lebih dari 90 cm.

Data curah hujan untuk daerah dataran tinggi Gunung Meratus tidak tersedia dengan baik. Lumut, epifit dan semak bukan kayu serta tanaman herba sangat

(32)

melimpah dibandingkan dengan dataran rendah pada ketinggian kira-kira 800 m dpl. Lumut dan tumbuhan lain yang membutuhkan kelembaban secara terus menerus sangat melimpah pada puncak yang tinggi, menunjukan total rata-rata curah hujan pertahun mencapai 4.000 mm pada tempat yang lebih tinggi.

Gambaran iklim di Pegunungan Mertus dapat terlihat dari curah hujan rata-rata tiap tahunnya di areal calon kawasan konservasi Meratus Hulu Barabai yang berkisar antara 1.294 – 2.754 mm/th, termasuk tipe iklim B (menurut Schmidt &

Ferguson). Bulan basah terjadi pada bulan Oktober - Mei. Temperatur udara rata- rata harian berkisar antara 25,7 °C - 7,1 °C, sedangkan kelembaban udara berkisar berkisar antara 80% - 87%.

Pegunungan Meratus juga memiliki nilai penting sebagai pengatur tata air yang meliputi penyerapan curah hujan (presipitasi) dan mengalirkannya ke dalam sistem drainase yang berada di bawahnya dengan sistem sungai seperti urat syaraf otak. Beberapa Sub DAS yang ada di kawasan ini antara lain Tabalong, Balangan, Batang Alai, Amandit, Panehutan, Bantai Barangkak, Sampanahan Hulu, Sampanahan Renyah, Maluka, Tapin, Riam Kanan dan Riam Kiwa. Sub DAS tersebut bersatu di DAS Sampanahan, DAS Kusan, DAS Batulicin dan DAS Barito.

Formasi vegetasi utama di Pegunungan Meratus adalah hutan perbukitan campuran Dipterocarpaceae (Hill Mixed Dipterocarps) dan dilanjutkan dengan formasi hutan pegunungan bawah dimana merupakan habitat penting bagi jenis- jenis flora yang dilindungi dan endemik, seperti; beberapa jenis Tengkawang (Shorea amplexicaulis, Shorea mecistopteryx, dan Shorea pinanga. (lihat Newman et. al., 1999), berbagai jenis anggrek, diantaranya adalah Arachnis breviscapa, Calanthe crenulata, Dendrobium olivaceum, Paphiopedilum hookerae, dan Paphiopedilum supardii. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut sebagian besar kelompok hutan lindung Pegunungan Meratus dapat dikelompokan sebagai hutan pegunungan bawah (Lower montane tropical rain forets) (Whitemore 1984 dalam Whitten, 1997). Berdasarkan hasil survei mikro pada tahun 1984 (Badan Intag dalam Aliansi Meratus 1999), jenis pohon pohon yang dominan adalah : Meranti Putih (Shorea spp), Meranti Merah (Shorea spp), Agathis (Agathis spp), Kanari (Canarium dandiculatum BI), Kempas (Koompassia sp), Belatung (Quercus sp), Durian (Durio sp), Gerunggang (Croloxylon arborescen BI), Nyatoh (Palaquium spp), dan Medang (Litsea sp).

Berdasarkan tipe vegetasinya (penutupan lahan) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : Hutan Dataran Tinggi (± 11.345 ha), Hutan Pegunungan (± 26.345 ha) dan Lahan Kering tidak Produktif (± 8.310 ha). Sedangkan berdasarkan pengamatan okuler sebagian besar tataguna lahan di sekitar hutan lindung Pegunungan Meratus adalah areal perladangan, hutan sekunder hingga semak belukar serta kebun rakyat.

(33)

3.2. Kondisi Sosial Ekonomi

3.2.1. Demografi

Penduduk terbanyak yang mendiami Kalimantan adalah Suku Dayak. Secara harfiah,

“Dayak” berarti orang pedalaman dan merupakan istilah kolektif untuk bermacam- macam golongan suku, yang berbeda dalam bahasa, bentuk kesenian, dan banyak unsur budaya serta organisasi sosial. Mereka terutama merupakan peladang berpindah padi huma, yang menghuni tepi-tepi sungai di Kalimantan.

Suku asli Kalimantan biasanya menamakan dirinya BAKUDAPATI yang merupakan akronim dari Banjar, Kutai, Dayak, Paser dan Tidung. Sebagian keturunan suku Banjar dan suku Dayak di Kalimantan Barat ada menyebut dirinya sebagai Suku Melayu. Suku Melayu juga sering dianggap sebagai suku asli Kalimantan. Pada sensus BPS tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar).

Suku Melayu menempati wilayah Kalimantan Barat, terutama kawasan pesisir. Suku Banjar menempati Kalimantan Selatan dan menyebar hingga Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Suku Bugis terdapat di daerah pesisir pantai Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Di kawasan pesisir Kalimantan Timur juga ditempati suku Kutai, Berau, Paser, Tidung dan Bulungan. Suku Dayak menempati daerah pedalaman Kalimantan. Orang Tionghoa banyak bermukim di Kalimantan Barat terutama kawasan perkotaan seperti Singkawang dan Pontianak.

Program kolonisasi pada masa Hindia Belanda dan program transmigrasi sejak masa Orde Baru juga berpengaruh besar terhadap demografi Kalimantan. Suku transmigran yang terdapat di Kalimantan yaitu suku Jawa, Sunda, Banten, Madura, Sunda, Bali, Sasak (Lombok), Flores dan Adonara.

Di beberapa kota di pulau Kalimantan, ada beberapa kota dihuni oleh mayoritas suku-suku pendatang seperti Tionghoa-Hakka (Singkawang), suku Jawa (Balikpapan, Samarinda), Bugis (Balikpapan, Samarinda, Pagatan, Nunukan, Tawau) dan sebagainya.

Suku-suku pendatang tersebut berusaha memasukkan unsur budayanya dengan alasan tertentu. Suku Bugis merupakan suku pendatang yang pertama yang menetap, ber-inkorporasi dan memiliki hubungan historis dengan kerajaan-kerajaan Melayu di Kalimantan.

Walaupun demikian sebagian budaya suku-suku Kalimantan merupakan hasil adaptasi, akulturasi, asimilasi, amalgamasi, dan inkorporasi unsur-unsur budaya dari luar misalnya Sarung Samarinda, Sarung Pagatan, Wayang Kulit Banjar, Benang Bintik (Batik Dayak Ngaju), Ampik (Batik Dayak Kenyah), Tari Zafin dan sebagainya.

Pada dasarnya budaya Kalimantan terbagi menjadi budaya pedalaman dan budaya pesisir. Atraksi kedua budaya ini setiap tahun ditampilkan dalam Festival Borneo yang ikuti oleh keempat provinsi di Kalimantan diadakan bergiliran masing-masing provinsi.

Kalimantan kaya dengan budaya kuliner, di antaranya masakan sari laut.

(34)

3.2.2. Ekonomi

Karena kekayaan alamnya, wilayah Kalimantan Indonesia merupakan salah satu dari enam koridor ekonomi yang dicanangkan pemerintah Republik Indonesia dimana Kalimantan ditetapkan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional di Indonesia.

Deforestasi di Kalimantan dan umumnya di Indonesia disebabkan awalnya oleh industri kayu yang mengeksploitasi hutan alami. Diakhir akhir ini, terjadi pengalihan fungsi (konversi) hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang diidentifikasi sebagai kegiatan yang juga memberikan kontribusi besar terhadap semakin derasnya laju deforestasi2.

Berkurangnya luasan dan kualitas hutan di Kalimantan menjadi ancaman serius bagi berbagai jenis satwa langka di Kalimantan, antara lain Orangutan, Bekantan, Beruang Madu dan berbagai jenis Owa. Satwa langka itu kondisinya terjepit diantara menyempitnya hutan yang menjadi habitat mereka dan perburuan liar3.

Ketersediaan sumber daya alam di Kalimantan dikatakan mulai terbatas. Nilai komoditas sumber daya alam di Kalimantan berasal dari beberapa sektor, diantaranya hasil hutan, tambang, pertanian dan perikanan yang mendatangkan nilai ekonomi wilayah. Namun belakangan ini potensi sumber daya alam tersebut mengalami pemborosan dalam pemanfaatan, sehingga terjadi kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan hidup yang ditandai dengan pencemaran sungai serta banjir4.

Kondisi fisik wilayah Kalimantan yang masih menyimpan potensi sumber daya alam sebagian besar di wilayah pegunungan, yang meliputi kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai konservasi flora dan fauna, hutan di Pegunungan Muller dan Schawaner, serta kawasan hutan dan hutan lindung lainnya yang ditetapkan sebagai

“World Heritage Forest”. (Taman Nasional Betung Kerihun, Transborder Rainforest Heritage of Borneo, 2004)5.

Kalimantan berperanan penting dalam pengembangan ekonomi Indonesia dan merupakan salah satu penghasil devisa utama. Kekayaan ini bukan berasal dari produk industri, juga bukan dari hasil pertanian dan perkebunan, melainkan karena besarnya cadangan sumber daya alam: hutan, minyak, gas, batu bara, dan mineral-mineral lain.

Saat ini, perhatian masyarakat di Kalimantan diberikan pada tanaman perkebunan dan tanaman keras. Tiga tanaman perkebunan utama di Kalimantan adalah Kelapa Sawit, Karet, dan Kelapa6.

2. Petrus Kanisius-Yayasan Palung. 2016. Setidaknya Ini Penyebab Deforestasi Hutan di Indonesia dan Dampaknya. https://www.

kompasiana.com/pit_kanisius/576cda823b7b61200c9c7ef7/setidaknya-ini-penyebab-deforestasi-hutan-di-indonesia-dan- dampaknya?page=all

3. Ikhwanudin Rofii. 2013. Heart of Borneo: Biodiversitas yang Kini Kritis dan Mengkhawatirkan. https://www.kompasiana.com/ikhwan.

parkonar/552a51e3f17e61877bd623ab/heart-of-borneo-biodiversitas-yang-kini-kritis-dan-mengkhawatirkan

4. Ruchyat Deni Djaka Permana. 2003. PENATAAN RUANG WILAYAH PULAU KALIMANTAN SEBAGAI SUATU KONSEPSI PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN MENGOPTIMASIKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN. http://www.rudyct.com/PPS702- ipb/06223/ruchyat_deni.htm

5. Coordinating Minister of People's Welfare. 2004. Betung Kerihun National Park (Transborder Rainforest Heritage of Borneo). https://

whc.unesco.org/en/tentativelists/1871/

6. Ridho AR. 2018. Potensi Perkebunan. https://dpmptsp.kalselprov.go.id/page/534-POTENSI-PERKEBUNAN. Ridho AR. 2018. Potensi Perkebunan. https://dpmptsp.kalselprov.go.id/page/534-POTENSI-PERKEBUNAN.

(35)
(36)
(37)

BAB IV

4.1. Kalkulasi Hutan di Luar Kawasan Hutan Pulau Kalimantan

HASIL KALKULASI HUTAN DI LUAR KAWASAN HUTAN

Berdasarkan tabel 1, Pulau Kalimantan mempunyai luas daratan 53 juta Ha yang terdiri dari kawasan hutan seluas 36,5 juta Ha dan APL seluas 16,5 juta Ha. Pada APL terdapat tutupan hutan seluas 2,5 juta Ha yang terdiri dari Hutan Hujan, Hutan Kerangas, Hutan Karst, Hutan Ultrabasa, Hutan Rawa dan Hutan Mangrove. Provinsi yang memiliki tutupan hutan terbesar di APL adalah provinsi Kalimantan Timur (996 ribu Ha).

Gambar 2. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan

Tabel 1. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Pulau Kalimantan (Hektar)

(38)

Peta 1. Peta Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Pulau Kalimantan

(39)

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa :

1. Provinsi Kalimantan Barat mempunyai wilayah seluas 14,5 juta Ha dengan APL seluas 6,3 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 560 ribu Ha

2. Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai wilayah seluas 15,2 juta Ha dengan APL seluas 2,5 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 246 ribu Ha

3. Provinsi Kalimantan Timur mempunyai wilayah seluas 12,6 juta Ha dengan APL seluas 4,3 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 996 ribu Ha

4. Provinsi Kalimantan Utara mempunyai wilayah seluas 6,8 juta Ha dengan APL seluas 1,3 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 680 ribu Ha

5. Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai wilayah seluas 3,7 juta Ha dengan APL seluas 1,9 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 75 ribu Ha

4.2. Kalkulasi Hutan di Luar Kawasan Hutan Provinsi

4.2.1. Provinsi Kalimantan Barat

4.2.2. Provinsi Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Barat mempunyai wilayah seluas 14,5 juta Ha dengan APL seluas 6,3 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 560 ribu Ha (tabel 2).

Pada dua kabupaten lokus KalFor di Provinsi Kalimantan Barat terdapat :

1. Kabupaten Sintang, mempunyai APL seluas 908 ribu Ha dengan 61 ribu Ha berupa tutupan hutan.

2. Kabupaten Ketapang, mempunyai APL seluas 1,2 juta Ha dengan 106 ribu Ha berupa tutupan hutan.

Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai wilayah seluas 15 juta Ha dengan APL seluas 2,5 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 285 ribu Ha. Lokus KalFor di Provinsi Kalimantan Tengah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat yang mempunyai APL seluas 250 ribu Ha yang mempunyai tutupan hutan seluas 18 ribu Ha. Secara lengkap disajikan pada tabel 3.

Tabel 2. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Barat (Hektar)

(40)

Tabel 3. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Tengah (Hektar)

Tabel 5. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Utara (Hektar) Tabel 4. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Timur (Hektar)

4.2.3. Provinsi Kalimantan Timur

4.2.4. Provinsi Kalimantan Utara

Provinsi Kalimantan Timur mempunyai wilayah seluas 12,6 juta Ha dengan APL seluas 4,3 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 996 ribu Ha. Lokus KalFor di Provinsi Kalimantan Timur adalah Kabupaten Kutai Timur yang mempunyai APL seluas 1 juta Ha yang mempunyai tutupan hutan seluas 897 ribu Ha. Secara lengkap disajikan pada tabel 4.

Provinsi Kalimantan Utara mempunyai wilayah seluas 6,8 juta Ha dengan APL seluas 1,3 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 680 ribu Ha. Provinsi Kalimantan Utara tidak terdapat kabupaten yang menjadi lokus KalFor. Secara lengkap disajikan pada tabel 5.

(41)

Tabel 6. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kalimantan Selatan (Hektar)

4.2.5. Provinsi Kalimantan Selatan

Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai wilayah seluas 3,7 juta Ha dengan APL seluas 1,9 juta Ha. Pada APL tersebut terdapat tutupan hutan seluas 75 ribu Ha. Provinsi Kalimantan Selatan tidak terdapat kabupaten yang menjadi lokus KalFor. Secara lengkap disajikan pada tabel 6.

4.3. Kalkulasi Hutan di Luar Kawasan Hutan di Kabupaten lokus KalFor

4.3.1. Kalkulasi Hutan di Luar Kawasan Hutan

1. Kabupaten Sintang

Berdasarkan tabel 7, Kabupaten Sintang mempunyai luas 2,2 juta Ha, yang terdiri dari 14 kecamatan. Pada kabupaten tersebut terdapat APL seluas 908 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 61 ribu Ha. Kecamatan yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Kecamatan Ketungau Hulu seluas 9.420 Ha.

Tabel 7. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kabupaten Sintang (Hektar)

(42)

Peta 2. Peta Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kabupaten Sintang

(43)

Informasi APL per kecamatan dan per Kecamatan pada Kabupaten Lokus Proyek Kalfor.

Berdasarkan tabel 8, Kecamatan Ambalau mempunyai luas 608 ribu Ha yang terdiri dari 13 desa. Pada kecamatan tersebut terdapat APL seluas 21 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 2.271 Ha. Desa yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Desa Nanga Sakai seluas 884 Ha.

Berdasarkan tabel 9, Kecamatan Bintai Hulu mempunyai luas 41 ribu Ha yang terdiri dari 11 desa. Pada kecamatan tersebut terdapat APL seluas 41 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 5.761 Ha. Desa yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Desa Mensiku seluas 2.582 Ha.

Tabel 8. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Ambalau (Hektar)

Tabel 9. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Binjai Hulu (Hektar)

(44)

Berdasarkan tabel 10, Kecamatan Dedai mempunyai luas 60 ribu Ha yang terdiri dari 20 desa. Pada kecamatan tersebut terdapat APL seluas 60 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 1.477 Ha. Desa yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Desa Lundang Baru seluas 387 Ha.

Tabel 10. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Debai (Hektar)

(45)

Berdasarkan tabel 11, Kecamatan Kayan Hilir mempunyai luas 108 ribu Ha yang terdiri dari 26 desa. Pada kecamatan tersebut terdapat APL seluas 77 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 1.435 Ha. Desa yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Desa Sungai Garong seluas 334 Ha.

Tabel 11. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kayan Hilir (Hektar)

(46)

Berdasarkan tabel 12, Kecamatan Kayan Hulu mempunyai luas 178 ribu Ha yang terdiri dari 29 desa. Pada kecamatan tersebut terdapat APL seluas 25 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 38 Ha. Desa yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Desa Tanjung Miru seluas 16 Ha.

Berdasarkan tabel 13, Kecamatan Kelam Permai mempunyai luas 65 ribu Ha yang terdiri dari 16 desa. Pada kecamatan tersebut terdapat APL seluas 61 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 2.509 Ha. Desa yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Desa Kebong seluas 699 Ha.

Tabel 12. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kayan Hulu (Hektar)

(47)

Berdasarkan tabel 14, Kecamatan Ketungau Hilir mempunyai luas 163 ribu Ha yang terdiri dari 17 desa. Pada kecamatan tersebut terdapat APL seluas 124 ribu Ha dengan tutupan hutan seluas 9.108 Ha. Desa yang mempunyai tutupan hutan di APL terbesar adalah Desa Setungkup seluas 1.979 Ha.

Tabel 13. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Kelam Permai (Hektar)

Tabel 14. Tutupan Hutan di Luar Kawasan Hutan Kecamatan Ketungau Hilir (Hektar)

Referensi

Dokumen terkait

Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mencari hubungan antara kejadian batuk pada anak di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor

Mempersiapkan dan mengerahkan seniman dalam lingkup bidang seni musik dan suara kecuali seniman sebagaimana tersebut pada angka 1 huruf b Romawi IV,

I REQUEST YOU TO APPRECIATE ME, SO THAT I CAN CHANGE MY DREAMS INTO REALITY REGARDING THE SERVICE OF HUMANITY THROUGH BLESSINGS OF OUR SAINTS AND THROUGH THE GRACE

Hasil uji aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa bakteri endofit yang diisolasi dari bagian daun dan batang tanaman keladi tikus mempunyai kecenderungan dalam

2012 Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi (dana Tugas Pembantuan/TP dan Dekon) melalui program pengelolaan.. Upaya yang telah dilakukan Direktorat Budidaya Aneka

salmonicida dan antibodi (reaksi aglutinasi) pada uji titer antibodi induk maka dapat dipastikan larva yang dihasilkan juga memiliki imunitas spesifik sama dengan

Ketahuan atau knowledge ini merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 1 Pajerukan, kecamatan Kalibagor dalam menguasai penggunaan tanda baca dan