• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PRELIMINARY DESAIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV PRELIMINARY DESAIN"

Copied!
231
0
0

Teks penuh

(1)

61

BAB IV

PRELIMINARY DESAIN 4.1 Data Perencanaan

Material yang digunakan untuk struktur gedung ini adalah beton bertulang dengan data-data sebagai berikut :

Tipe bangunan : Gedung Hotel Tinggi Bangunan : 37,35 m (13 Lantai) Luas Bangunan : 37,2 m x 14,83 m Mutu Beton (fc’) kolom : 35 Mpa

Mutu Beton (fc’) balok dan plat : 35 Mpa Mutu Baja (fy) kolom : 420 Mpa Mutu Baja (fy) balok dan plat : 240 Mpa

Denah struktur gedung Hotel Ibis Padang dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Denah Struktur Gedung Hotel Ibis Padang

(2)

4.2 Desain Dimensi Balok

Balok adalah komponen struktur yang berfungsi menahan lentur. Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 9.5.3.1, desain dimensi balok (tinggi minimum balok) dengan bentang seperti pada gambar 4.2 adalah sbb :

Gambar 4.2 Balok Primer (BI-1)

 Dimensi balok primer (BI-1), Panjang bentang (L) = 5,3 m.

hmin = L 16

1 = 16

530= 33,13 70 cm

b = h 3 2 =

3

2 50 = 40 cm

Jadi dimensi balok primer memanjang (BI-1) adalah 40/70 cm

(3)

Gambar 4.3 Balok Primer (BI-2)

 Dimensi balok primer (BI-2), Panjang bentang (L) = 6,2 m.

hmin = L 16

1 = 16

620= 38,75 70 cm

b = h 3 2 =

3

260 = 45 cm

Jadi dimensi balok primer melintang (BI-2) adalah 45/70 cm

Gambar 4.4 Balok Sekunder (BA-1)

(4)

 Dimensi balok sekunder (BA-1), Panjang bentang (L) = 5,3m.

hmin = L 16

1 = 16

530= 33,13 40 cm

b = h 3 2 =

3

2 40 = 26,5 cm 25 cm

Jadi dimensi balok sekunder memanjang (BA-1) adalah 25/40 cm.

4.3 Desain Dimensi Plat Lantai Desain tebal plat lantai 1 s/d 13.

Perhitungan tipe plat A dengan dimensi seperti pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Tinjauan Plat Lantai Tipe A Lx = 310 cm

Ly = 530 cm

Ln = 

 

 

2

45 2

530 45

= 485 cm

(5)

Sn = 

 

 

2

25 2

310 40

= 277,5 cm

β = Sn Ln =

5 , 277

485

= 1,75 < 2 (Plat 2 arah) Direncanakan dengan tebal plat, t = 12 cm fc’ = 25 Mpa ; fy = 240 Mpa

 Balok As C Joint 3-3

Dimensi potongan balok As C joint 3-3 seperti pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Balok As C joint 3-3

Menentukan lebar efektif flens (SNI 2847:2013 pasal 13.2.4)

 be = bw + 2hw < bw + 8hf

 be = bw + 2hw

be = 40 + 2(70-12) = 111 cm

 be = bw + 8hf

be = 40 + 8(12) = 131 cm Diambil be terkecil = 111 cm.

(6)



 



 

 





 

 



 

 

 

 

 



 

 



 



 

 

h t bw be

h t bw be h

t h t h

t bw

be k

1 1

1 4

6 4 1

1

3 2

70 1 12 40 1 111

70 1 12 40 111 70

4 12 70 6 12 70 4

1 12 40 1 111

3 2

k

k

0.91

Momen Inersia Penampang Ib =

12

h3

k bw = 0.91

12

70

40

x 3 = 331770,8 cm4 Momen Inersia Lajur Pelat

Ip = 5 12 , 0 bpt3

=

12

12 5 580 ,

0

x 3= 28800 cm4

Rasio Kekakuan Balok Terhadap Plat α1=

p

Ib

I =

28800 8 ,

331770

= 11,52

 Balok As 4 Joint B-B

Dimensi potongan balok As 4 joint B-B seperti pada gambar 4.7

(7)

Gambar 4.7 Balok As 4 joint B-B

Menentukan lebar efektif flens (SNI 2847:2013 pasal 13.2.4)

 be = bw + 2hw < bw + 8hf

 be = bw + 2hw

be = 45 + 2(70-12) = 136 cm

 be = bw + 8hf

be = 45 + 8(12) = 136 cm Diambil be terkecil = 136 cm.



 



 

 





 

 



 

 

 

 

 



 

 



 



 

 

h t bw

be

h t bw

be h

t h t h

t bw be k

1 1

1 4

6 4 1

1 2 3

70 1 12 45 1 136

70 1 12 45 136 70

4 12 70 6 12 70 4

1 12 45 1 136

3 2

k

k

= 0,86

(8)

Momen Inersia Penampang Ib =

12 h3

k bw =

12 70 86 45 ,

0

x 3 = 619200 cm4 Momen Inersia Lajur Pelat

Ip = 5 12 , 0 bpt3

=

12

12 5 580 ,

0

x 3= 44640 cm4

Rasio Kekakuan Balok Terhadap Plat α1=

p

Ib

I =

44640 619200

= 13,87

 Balok As B’ Joint 3-3

Dimensi potongan balok As B’ joint 3-3 seperti pada gambar 4.8

Gambar 4.8 Balok As B’ joint 3-3

Menentukan lebar efektif flens (SNI 2847:2013 pasal 13.2.4)

 be = bw + 2hw < bw + 8hf

 be = bw + 2hw

be = 25 + 2(40-12) = 81 cm

 be = bw + 8hf

be = 25 + 8(12) = 121 cm Diambil be terkecil = 81 cm.

(9)



 



 

 





 

 



 

 

 

 

 



 

 



 



 

 

h t bw

be

h t bw

be h

t h t h

t bw be k

1 1

1 4

6 4 1

1

3 2

40 1 12 25 1 81

40 1 12 25 81 40

4 12 40 6 12 40 4

1 12 25

1 81 2 3

k

k

= 1,07

Momen Inersia Penampang Ib =

12 h3

kbw = 1,07 12

60

40x 3 = 770400 cm4

Momen Inersia Lajur Pelat Ip =

5 12 ,

0 bpt3 =

12 12 5620 ,

0 x 3 = 44640 cm4

Rasio Kekakuan Balok Terhadap Plat α1=

p b

I I =

44640

770400 = 17,25

Dari perhitungan di atas didapatkan nilai αm sebagai berikut :

αfm =

1 ( ... )

3 2

1 n

n

 

αfm = (11,52 13,87 17,25) 3

1   = 14,21

Karena αfm > 2 dipakai persamaan (2.6), SNI 2847:2013 pasal 9.5.3.3 dan tidak boleh kurang dari 90 mm.

(10)

h = 36 9 1400) 8

, 0 ln(

fy

≥ 90 mm

h = 36 (9 1,75) 1400) 8 240 , 0 ( 4900

x

 = 100 mm  120 mm

 digunakan tebal plat lantai 1 s/d 12 tipe A adalah 120 mm.

 dengan cara yang sama didapatkan resume ketebalan plat dari masing – masing tipe plat seperti pada tabel 4.1

Tabel 4.1Resume Ketebalan Plat Lantai

Tipe Lantai Lx Dimensi Ly Tebal Ket

A 1 s/d 12 310 530 120 2 arah

B 1 s/d 12 310 423 120 2 arah

C Atap 310 530 120 2 arah

D Atap 310 423 120 2 arah

4.4 Desain Dimensi Kolom

Berdasarkan denah struktur pada gambar 4.1, desain kolom yang memikul beban terbesar adalah kolom yang memikul plat lantai dengan bentang terbesar yaitu pada kolom As B-5 sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.9.

Menurut SNI 2847:2013 pasal 10.8. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau.

Direncanakan :

Tebal plat : 120 mm Tinggi Lantai 1 : 3,1 m Tinggi Lantai 2 : 3,2 m Tinggi Lantai 3 : 4,0 m

(11)

Tinggi Lantai 4 – 13 m : 3,3 m

Dimensi plat : 620 x 953 cm Beban hidup (Lo) : 1,92 KN/m2

(Bedasarkan SNI 1727:2013 Tabel 4.1) Luas Tributari (AT) : 6,2 x 9,53 = 59,1 m2

KLL : 4 (Berdasarkan ilustrasi pada gambar C4 SNI 1727:2013 Tabel 4.2)

Gambar 4.9 Daerah Pembebanan Kolom

(12)

Beban Mati Lantai 1 s/d 12

Pelat lantai = 6.2 x 9.53 x 0.12 x 24 x 12 = 2042 KN Penggantung = 6.2 x 9.53 x x 0.07 x 12 = 49.632 KN Plafond = 6.2 x 9.53 x x 0.11 x 12 = 77.994 KN Balok B1 = 0.35 x 0.5 x 14.83 x 7 x 12 = 218 KN Balok B2 = 0.4 x 0.6 x 12.4 x 9 x 12 = 321.41 KN Balok B3 = 0.25 x 0.4 x 14.83 x 12 x 12 = 213.55 KN Spesi t=2cm = 6.2 x 9.53 x x 0.21 x 12 = 148.9 KN Tegel t=1cm = 6.2 x 9.53 x x 0.24 x 12 = 170.17 KN Mekanikal = 6.2 x 9.53 x x 0.4 x 12 = 283.61 KN

Total Beban Mati = 3525 KN

Beban Mati Lantai Atap

Pelat lantai = 6.2 x 9.53 x 0.12 x 24 x 1 = 141.81 KN Penggantung = 6.2 x 9.53 x x 0.07 x 1 = 4.136 KN Plafond = 6.2 x 9.53 x x 0.11 x 1 = 6.4995 KN Balok B1 = 0.35 x 0.5 x 14.83 x 7 x 1 = 18.167 KN Balok B2 = 0.4 x 0.6 x 12.4 x 9 x 1 = 26.784 KN Balok B3 = 0.25 x 0.4 x 14.83 x 12 x 1 = 17.796 KN Mekanikal = 6.2 x 9.53 x x 0.4 x 1 = 23.634 KN

Total Beban Mati = 238.8 KN

Total Keseluruhan beban mati = 3764,12 KN

Menurut SNI 1727:2013 pasal 4.8 komponen struktur yang memiliki nilai KLLAT ≥ 37,16 m2 diijinkan untuk dirancang dengan beban hidup tereduksi sebagai mana ditunjukan pada persamaan 3.35.

AT = 6,2 x 9,53 = 59,1 m2 KLLAT = 4 x 59,1 = 236,4 m2

Maka, 236,4 m2 ≥ 37,16 m2 (beban hidup boleh direduksi)

(13)

1. Reduksi beban hidup plat lantai 1 s/d 12

L = o

T LL

o L

A

L

0 , 25

K

4 , 57



0 , 4



 

L =

0 , 4 1 , 92

4 , 236

57 , 25 4 , 0 92 ,

1

 x



 

L =

,1 05

2

0 , 77

KNm2 KNm

Jadi total beban hidup plat lantai 1 s/d 12 Lt. 1-12 = 1,05 x 6,2 x 9,53 x 12 = 744,5 KN 2. Reduksi beban hidup plat lantai atap

Reduksi beban hidup plat lantai atap (Lr) ditentukan sesuai dengan persamaan 2.7 karena AT = 59,1 m2, maka :

R1 = 1,2 – 0,011 x 59,1 = 0,78 R2 = 1 (F < 4)

Lr = LoR1R2 = 0,96 x 0,78 x 1 = 0,78 KN/m2 0,58 ≤ Lr ≤ 0,96, maka Lr = 0,78 KN/m2 Jadi, total beban hidup plat lantai atap : Lt. Atap = 0,78 x 6,2 x 9,53 = 46,1 KN

 Kombinasi beban

Qu = 1,4D = 1,4 x 3764,12 = 5269,77 KN Qu = 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)

= 1,2(3764,12) + 1,6(744,5) + 0,5(46,1) = 5731,2 KN

Diambil kondisi yang paling menentukan Qu = 5731,2 KN

Mutu beton = 35 Mpa Dimensi : A =

c xf P

' 3 ,

0

=

0 , 3 35 5731200

x = 545828,57 mm2 Dimensi : h = b, jadi A = b x b = b2

(14)

b =

A

= 545828,57 = 738 mm ≈ 800 mm

Jadi, dipakai dimensi kolom pada Gedung Hotel Ibis Padang adalah sebagai berikut :

 Pada kolom Lantai 1 - 4 : 80 x 80 cm

 Pada kolom Lantai 5 - 8 : 75 x 75 cm

 Pada kolom Lantai 9 -12 : 70 x 70 cm

(15)

75

BAB V

DESAIN STRUKTUR SEKUNDER 5.1 Desain Struktur Plat

Desain struktur plat lantai di desain menggunakan program bantu SAP 2000 dengan mengunakan element Shell. Beban yang bekerja pada plat lantai dimasukkan pada Area Uniform Loads.

Pendefinisian plat satu arah dan dua arah dapat dilihat dari rasio panjang terpanjang dengan panjang pendek pada suatu pelat (berdasarkan buku wang salmon jilid 2 edisi ke-4 bab 16).

Jika lebih besar dari 2 maka pelat itu bisa dikatakan pelat satu arah dan perhitungan dilakukan sama seperti perhitungan balok. Jika rasionya lebih kecil dari 2 maka pelat itu bisa dikatakan pelat dua arah.

Beban-beban yang bekerja pada plat disesuaikan berdasarkan SNI 1727:2013 pembebanan plat direncanakan menerima beban mati dan beban hidup dengan kombinasi pembebanan yang sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 9.2.(1) yaitu :

 Qu = 1,4 DL

 Qu = 1,2 DL + 1,6 LL

5.1.1 Desain Plat Lantai 1 s/d 11 Tipe A Data Desain

Data – data desain yang dibutuhkan dalam perhitungan lantai adalah sebagai berikut :

Mutu beton (fc’) = 35 Mpa

𝛽1 = 0,81 (Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 10.2.7.(1)

Tebal Pelat Lantai 2-12 (t) = 120 mm Selimut Beton = 20 mm

Modulus Elastisitas (Ec) = 4700

27805,6 Mpa Kuat Tarik (fy) = 240 Mpa

(16)

1. Pembebanan Pelat lantai 2 s/d 12 Tipe A

Pelat direncanakan menerima beban mati dan beban hidup dengan kombinasi pembebanan yang sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 9.2.(1), yaitu sebesar :

Beban Mati (DL)

Berat sendiri = 0.12 x 24 = 2.88 KN/m2

Plafond = 0.11 = 0.11 KN/m2

Penggantung = 0.07 = 0.07 KN/m2

Tegel t=1cm = 0.01 x 24 = 0.24 KN/m2 Spesi t=2cm = 0.02 x 21 = 0.42 KN/m2

Ducting AC = 0.15 = 0.15 KN/m2

Plumbing = 0.1 = 0.1 KN/m2

Total Beban Mati = 3.97 KN/m2

2. Beban Hidup (LL) Plat Lantai 2 s/d 12 Tipe A

Beban hidup (Lo) = 1.92 kN/m2 (SNI 1727:2013 Tabel 4.1) Luas tributary (AT) = 5,3 x 3,1 = 16,43 m2

KLL = 1 (SNI 1727-2013 Tabel 4:2) KLL AT = 1 x 16,43 = 16,43 m2

16,43 m2 ≤ 37,16 m2 (beban hidup tidak boleh direduksi) Maka, beban hidup lantai 2 s/d 12 1,92 kN/m2

3. Kombinasi Pembebanan Qu =1,4 DL

=1,4 × 3,97 = 5,56 KN/m2 Qu =1,2 DL + 1,6 LL

=(1,2 × 3,97) + (1,6 × 1,92) = 7,84 KN/m2

 Maka, digunakan Qu = 7,84 KN/m2

(17)

dy dx h t

Penulangan Plat Lantai Tipe A

Dimensi plat lantai tipe A seperti ditunjukan pada gambar 5.1

Gambar 5.1 Dimensi plat lantai tipe A

Dari perhitungan preliminary desain sebelumnya didapat nilai αm sebesar = 14,21 > 2, sehingga perletakan yang digunakan adalah Jepit Penuh. Perhitungan nilai gaya dalam pada pelat berdasarkan peraturan pembebanan Indonesia 1983 adalah sebagai berikut :

 Ly/Lx = 5300/3100 = 1.7 < 2 (Plat 2 arah)

 Mtx = Mlx = − 0.001 × Qu × Lx2 × Xx

= − 0.001 × 7,84 x 3,12x 81

= − 6,10 kNm

 Mty = Mly = − 0.001 × Qu × Ly2 × Xy

= − 0.001 × 7,84 x 5,32x 57

= − 12,55 kNm

 dx = t plat – deking – 1/2 ∅ = 120 – 20 – (0,5 x 10)

= 95 mm

 dy = t plat – deking – ∅ – 1/2

= 120 – 20 – 10 – (0,5 x 10)

= 85 mm

 ρmin untuk pelat = 0,002

sehingga nilai ρ perlu dapat dihitung sebagai berikut :

 Penulangan Arah x (lapangan = tumpuan)

 Direncanakan menggunakan ∅ 10 – 200 mm Mu = 6,1 KNm = 6100000 Nmm

(18)

m = 8,16 35 85 . 0

240 '

81 .

0 

 

c

y

f f

Rn = 0,751

95 1000 9 ,

0 6100000

2

2

 

b d Mu

N/mm

perlu = 



    fyRn 1 2m m1 1

= 



     240

751 , 0 8,16 1 2

8,16 1 1

= 0,00317 > min...(digunakan perlu) Sehingga didapatkan :

Asperlu = perlu × b × d

= 0,00317 × 1000 × 95 = 301,166 mm2

𝑎 𝐴𝑠 𝑓𝑦

𝑓

𝑥 𝑥 𝑚𝑚 𝑎

𝛽

𝑚𝑚 𝑡 (𝑑

) (

)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Gambar S9.3.2 didapat 𝑡 lebih besar daripada 0,005 sehingga pelat termasuk dalam kondisi : terkontrol tarik dengan nilai ϕ sebesar 0,9.

Menentukan jarak pasang antar tulangan :

Jarak = mm

As As

tul

perlu 260,78

54 , 78,166 3011000

1000  

Jadi dipasang tulangan Ø 10 - 200 mm Sehingga Aspakai = 0,25 102

200

1000 x = 392,7 mm2.

(19)

 Kontrol Jarak Spasi Tulangan Smax ≤ 2h

200 ≤ 2 x 120 = 240 (Ok, Memenuhi)

 Penulangan Arah y (lapangan = tumpuan)

 Direncanakan menggunakan ∅ 10 – 100 Mu = 12,55 KNm = 12550000 Nmm

m = 8,16

35 85 . 0

240 '

85 .

0

c

y

f f

Rn = 1,93

85 1000 9 , 0

12550000

2

2

 

b d Mu

 N/mm

perlu =





fy Rn 1 2m m 1

1

= 



240 93 , 1 8,16 1 2

8,16 1 1

= 0,0083 > min...(digunakan perlu) Sehingga didapatkan :

Asperlu = perlu × b × d

= 0,0083 × 1000 × 85 = 707,57 mm2 Menentukan jarak pasang antar tulangan :

Jarak = mm

As As

tul

perlu 110,99

54 , 78

57 , 7071000

1000  

Jadi dipasang tulangan Ø 10-100 mm Sehingga Aspakai =

0 , 25 10

2

100

1000

x

= 785,4 mm2.

𝑎 𝐴𝑠 𝑓𝑦

𝑓

𝑥 𝑥 𝑚𝑚 𝑎

𝛽

𝑚𝑚

(20)

𝑡 (𝑑

) (

)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Gambar S9.3.2 didapat 𝑡 lebih besar daripada 0,005 sehingga pelat termasuk dalam kondisi : terkontrol tarik dengan nilai ϕ sebesar 0,9.

 Kontrol Jarak Spasi Tulangan

Smax ≤ 2h = 100 ≤ 2 x 120 = 240 (Ok, Memenuhi) Kontrol Lendutan

Berdasarkan SNI 2847:2013 bila ketebalan plat yang digunakan melebihi batas minimum ketebalan plat, maka kontrol lendutan tidak perlu dilakukan. Kontrol lendutan ini dimaksudkan agar perencana mengetahui perilaku dari plat lantai ini.

Mtx = Mlx = −0.001×q×Lx2×X𝑥

Mtx = −0,001×1,92×3,12×81 = 1,49 KNm (MLL) Mtx = −0,001×3,97×3,12×81 = 3,10 KNm (MDL) M𝑎 = MltxHidup + MltxMati = 1,49 + 3,10 = 4,59 KNm Ig =

12 h3

b = 12

120

1000 3 =14,4×107 mm4 fr =

,0 62

fc

'

=

0 , 62 35

= 3,67 Mpa Mcr =

h I fr g

2 =

120 10 4 , 14 67 , 3

2   7 = 8,8 KNm

 Karena 𝑀𝑎 < 𝑀 𝑟, maka inersia yang digunakan adalah inersia penampang efektif (Ie).

Ec = 4700 fc' = 4700 35= 2,78×104 Mpa Es = 2,1 x 105 Mpa

n =

EcEs = 7,55 As = 785,4 mm2

 Lebar Garis Netral

1000 Y x ½ Y = 8,94 x 785,4 (95-Y)

(21)

Y = 30,17 mm

 Momen Inersia Penampang Retak (Icr) Icr =

1 × bY3 3 + n × As (d – Y)2

= 1 × 1000 x 30,23 3 + 8,94 x 785,4 x (95 – 30,2)2

= 34,08 x 106 mm

 Momen Inersia Penampang Efektif (Ie) Ie = (

Mcr )Ma 3 x Ig + (1 -

Mcr )Ma 3) x Icr

= (4,59 44 ,

7 )3 x 14,4 x 107 + (1 - 59 , 4

44 ,

7 )3) x 38,66 x 106

= 47,23 x 106mm4 (Δ𝑖)DL+LL =

e c aI E

l m

48

5

2

= 4 6 2 6

10 23 , 47 10 78 , 2 48

3100 10

59 , 4 5

 =3,495 mm

(Δ𝑖) DL =

 

DL LL

LL DL

DLM M

M

i = 3,495

49 , 1 1 ,

3 3,1 

 = 2,4 mm

(Δ𝑖) LL =

 

DL LL

LL DL

LLM M

M

i = 3,495

49 , 1 10 ,

3 1,49 

 =1,1 mm

Berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 9.5.2.5 untuk durasi lebih dari 5 tahun digunakan 𝜆 = 2

Lendutan yang terjadi ditentukan dengan Rumus 2.31 : Δ 𝑇 = (Δ𝑖)LL + 𝜆 [(Δ𝑖)𝐷 + 1,65(Δ𝑖) ]

= 1,1 + (2 x 2,4) + (1,65 × 1,1)

= 7,73 mm

Berdasarkan SNI 2847:2013 batasan lendutan untuk plat lantai adalah :

240 l .

240 l =

240

3100= 12,92 mm

(22)

ΔLT ≤ 240

l = 7,73 ≤ 12,92 mm (Ok, Lendutan memenuhi)

Dari perhitungan SAP 2000 didapatkan nilai lendutan (ΔLT)

sebagai berikut :

1. pada frame no. 1426, Lendutuan arah X (Δ1) = 9,943 2. pada frame no. 1425, Lendutuan arah X (Δ2) = 11,146 ΔLT =

2 2

1

2 11,146

9,943 10,544 mm

Berdasarkan SNI 2847:2013 batasan lendutan untuk plat lantai adalah :

240 l .

240 l =

240

3100= 12,92 mm

 ΔLT ≤ 240

l = 10,544 ≤ 12,92 mm (Ok, Lendutan memenuhi)

Kontrol Retak

perhitungan lebar retak dapat dilakukan dengan:

(Berdasarkan SNI 2847:2002) Nilai lebar retak yang diperoleh tidak boleh melebihi 0,4 mm untuk penampang di dalam ruang dan 0,3 mm untuk penampang yang dipengaruhi cuaca luar. Selain itu spasi tulangan yang berada paling dekat dengan permukaan tarik tidak boleh lebih dari:

(Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 10.6.4)

Dan tidak boleh lebih besar dari :

fs : tegangan dalam ruangan yang dihitung pada beban kerja, dapat diambil 2/3 dari fy.

dc : tebal selimut beton diukur dari serat tarik terluar kepusat batang tulangan, Cc+ ½ Øtulangan

(23)

A : luas efektif beton tarik di sekitar lentur tarik dan mempunyai titik pusat yang sama dengan titik pusat tulangan tersebut, dibagi jumlah batang tulangan.

Cc : 20 mm Fy : 240 MPa

fs : 2/3 fy = 160 Mpa Øtulangan : 10 mm

dc : 20 + ½ 10 = 25 mm

Spasi max dipermukaan tarik :

5.1.2 Desain Plat Lantai 1 s/d 11 Tipe B

Data Desain

Data – data desain yang dibutuhkan dalam perhitungan plat adalah sebagai berikut :

Mutu beton (fc’) = 45 Mpa

𝛽1 = 0,74

(Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 10.2.7.(1)

Tebal Pelat Lt. Atap (t) = 120 mm Selimut Beton = 20 mm

Modulus Elastisitas(Ec) = 4700

31528,5 Mpa Kuat Tarik (fy) = 240 Mpa

(24)

Pembebanan Pelat lantai Atap Tipe B

Pelat direncanakan menerima beban mati dan beban hidup dengan kombinasi pembebanan yang sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 9.2.(1), yaitu sebesar :

1. Beban Mati (D)

Berat sendiri = 0.12 x 24 = 2.88 KN/m2 Plafond = 0.11 = 0.11 KN/m2 Penggantung = 0.07 = 0.07 KN/m2 Ducting AC = 0.15 = 0.15 KN/m2 Plumbing = 0.1 = 0.1 KN/m2 Total Beban Mati = 2.83 KN/m2 2. Beban Hidup (LL) Plat Lantai Atap Tipe C

Reduksi beban hidup plat lantai atap (Lr) ditentukan sesuai dengan Persamaan 2.

Luas tributary (AT) = 5,3 x 3,1 = 16,43 m2 R1 = 1

R2 = 1 (F < 4)

Lr = LoR1R2 = 0,96 x 1 x 1 = 0,96 kN/m2 maka Lr = 0,96 kN/m2

Beban hidup plat lantai atap = 0,96 kN/m2 3. Kombinasi Pembebanan

Qu =1,4 DL =1,4 × 2,83

= 3,96 KN/m2 Qu =1,2 DL + 1,6 LL

=(1,2 × 2,83) + (1,6 × 0,96) = 4,93 KN/m2

 Maka, digunakan Qu = 4,93 KN/m2

(25)

dy dx h t

Penulangan Plat Lantai Tipe B

Dimensi plat lantai tipe B seperti ditunjukan pada gambar 5.2

Gambar 5.2 Dimensi plat lantai tipe B

Dari perhitungan preliminary desain sebelumnya didapat nilai αm sebesar = 14,21 > 2, sehingga perletakan yang digunakan adalah Jepit Penuh. Perhitungan nilai gaya dalam pada pelat adalah sebagai berikut :

 Ly/Lx = 3830/3100 = 1.2 < 2 (Plat 2 arah)

 Mtx = Mlx = − 0.001 × Qu × Lx2 × Xx

= − 0.001 × 4,93 x 3,12x 81

= − 3,84 KNm

 Mty = Mly = − 0.001 × Qu × Ly2 × Xy

= − 0.001 × 4,93 x 3,832x 57

= − 7,89 KNm

 dx = t plat – deking – 1/2 ∅ = 120 – 20 – (0,5 x 10)

= 95 mm

 dy = t plat – deking – ∅ – 1/2

= 120 – 20 – 10 – (0,5 x 10)

= 85 mm

 ρmin untuk pelat = 0,002

31000

3830

(26)

Sehingga nilai ρ perlu dapat dihitung sebagai berikut :

 Penulangan Arah x (lapangan = tumpuan)

 Direncanakan menggunakan ∅ 10 – 150 Mu = 3,84 KNm = 3840000 Nmm

m = 6,27

45 85 . 0

240 '

85 .

0 

 

c

y

f f

Rn =

0 , 437

95 1000 9 , 0

3840000

2

2

 

b d Mu

N/mm

perlu =





fy Rn 1 2m m 1

1

= 



240 437 , 0 6,27 1 2

6,27 1 1

= 0,00198 < min...(digunakan min) Sehingga didapatkan :

Asperlu = min × b × d = 0,002 × 1000 × 95 = 188 mm2

Menentukan jarak pasang antar tulangan :

Jarak = mm

As As

tul perlu

8 , 417 54 , 78 1000188

1000  

Jadi dipasang tulangan Ø 10 - 200 mm Sehingga Aspakai = 0,25 102

200

1000 x = 392,7 mm2.

𝑎 𝐴𝑠 𝑓𝑦

𝑓

𝑥 𝑥 𝑚𝑚 𝑎

𝛽

𝑚𝑚 𝑡 (𝑑

) (

)

(27)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Gambar S9.3.2 didapat 𝑡 lebih besar daripada 0,005 sehingga pelat termasuk dalam kondisi : terkontrol tarik dengan nilai ϕ sebesar 0,9.

 Kontrol Jarak Spasi Tulangan Smax ≤ 2h

200 ≤ 2 x 120 = 240 (Ok, Memenuhi)

 Penulangan Arah y (lapangan = tumpuan)

 Direncanakan menggunakan ∅ 10 – 100 Mu = 7,89 KNm = 7890000 Nmm

m = 6,27

45 85 . 0

240 '

85 .

0

c

y

f f

Rn = 1,213

85 1000 9 , 0

7890000

2

2

 

b d Mu

 N/mm

perlu =





fy Rn 1 2m m 1

1

= 



240 2 , 1 6,27 1 2

6,27 1 1

= 0,0051 > min...(digunakan perlu) Sehingga didapatkan :

Asperlu = perlu × b × d

= 0,0051 × 1000 × 85 = 431,88 mm2 Menentukan jarak pasang antar tulangan :

Jarak = mm

As As

tul

perlu 181,86

54 , 78,88 4311000

1000  

Jadi dipasang tulangan Ø 10-100 mm Sehingga Aspakai =

0 , 25 10

2

100

1000

x

= 785,4 mm2.

(28)

𝑎 𝐴𝑠 𝑓𝑦

𝑓

𝑥 𝑥 𝑚𝑚 𝑎

𝛽

𝑚𝑚 𝑡 (𝑑

) (

)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Gambar S9.3.2 didapat 𝑡 lebih besar daripada 0,005 sehingga pelat termasuk dalam kondisi : terkontrol tarik dengan nilai ϕ sebesar 0,9.

 Kontrol Jarak Spasi Tulangan

Smax ≤ 2h = 100 ≤ 2 x 120 = 240 (Ok, Memenuhi) Kontrol Lendutan

Berdasarkan SNI 2847:2013 bila ketebalan plat yang digunakan melebihi batas minimum ketebalan plat, maka kontrol lendutan tidak perlu dilakukan. Kontrol lendutan ini dimaksudkan agar perencana mengetahui perilaku dari plat lantai ini.

Mtx = Mlx = −0.001×q×Lx2×X𝑥

Mtx = −0,001×0,96×3,12×81 = 0.75 KNm (MLL) Mtx = −0,001×2,83×3,12×81 = 2,2 KNm (MDL) M𝑎 = MltxHidup + MltxMati = 0,75 + 2,2 = 2,95 KNm Ig =

12 h3

b = 12

100

1000 3 = 8,33 ×107 mm4 fr = 0,62 fc = ' 0,62 45 = 4,16 Mpa Mcr =

h I fr g

2 =

100 10 33 , 8 16 , 4

2   7 = 6,93 KNm

 Karena 𝑀𝑎 < 𝑀 𝑟, maka inersia yang digunakan adalah inersia penampang kotor (Ig).

Ec = 4700 fc' = 4700 45= 3,153 ×104 Mpa Es = 2,1 x 105 Mpa

n =

EcEs = 6,7

(29)

As = 654,5 mm2

 Lebar Garis Netral

1000 Y x ½ Y = 6,7 x 654,5 (75-Y) Y = 21,6

 Momen Inersia Penampang Retak (Icr) Icr =

1 × bY3 3 + n × As (d – Y)2

= 1 × 1000 x 21,63 2 + 6,7 x 654,5 x (75 – 21,6)2

= 15,86 x 106 mm

 Momen Inersia Penampang Efektif (Ie) Ie = (

Mcr )Ma 3 x Ig + (1 -

Mcr )Ma 3) x Icr

= (2,95 93 ,

6 )3 x 83,33 x 106 + (1 - 95 , 2

93 ,

6 )3) x 15,86 x 106

= 37,69 x 106 (Δ𝑖)DL+LL =

g c aI E

l m 485 2 =

6 4

2 6

10 69 , 37 10 153 , 3 48

3100 10

59 , 2 5

 = 2,48 mm

(Δ𝑖) DL =

 

DL LL

LL DL

DLM M

M

i = 2,48

75 , 0 2 ,

2 2,2 

 = 1,85 mm

(Δ𝑖) LL =

 

DL LL

LL DL

LLM M

M

i = 2,48

75 , 0 2 , 2

75 ,

0 

 = 0,63 mm

Berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 9.5.2.5 untuk durasi lebih dari 5 tahun digunakan 𝜆 = 2

Lendutan yang terjadi ditentukan dengan Rumus 2.31 : Δ 𝑇 = (Δ𝑖)LL + 𝜆 [(Δ𝑖)𝐷 + 1,65(Δ𝑖) ]

= 0,63 + (2 x 1,85) + (1,65 x 0,63)

= 5,37 𝑚𝑚

Berdasarkan SNI 2847:2013 batasan lendutan untuk plat lantai adalah :

240 l .

(30)

240 l =

240

3100= 12,92 mm

ΔLT ≤ 240

l = 5,37 ≤ 12,92 mm (Ok, Lendutan memenuhi)

Dari perhitungan SAP 2000 didapatkan nilai lendutan (ΔLT)

sebagai berikut :

3. pada frame no. 1426, Lendutuan arah X (Δ1) = 9,943 4. pada frame no. 1425, Lendutuan arah X (Δ2) = 11,146 ΔLT =

2 2

1

2 11,146

9,943 10,544 mm

Berdasarkan SNI 2847:2013 batasan lendutan untuk plat lantai adalah :

240 l .

240 l =

240

3100= 12,92 mm

 ΔLT ≤ 240

l = 10,544 ≤ 12,92 mm (Ok, Lendutan memenuhi)

Kontrol Lendutan

Berdasarkan SNI 2847:2013 bila ketebalan plat yang digunakan melebihi batas minimum ketebalan plat, maka kontrol lendutan tidak perlu dilakukan. Kontrol lendutan ini dimaksudkan agar perencana mengetahui perilaku dari plat lantai ini.

Dari perhitungan SAP 2000 didapatkan nilai lendutan (ΔLT)

sebagai berikut :

5. pada frame no. 1425, Lendutuan arah X (Δ1) = 11,145 6. pada frame no. 1411, Lendutuan arah X (Δ2) = 2,93 ΔLT =

2 2

1

2 2,93

11,145 7,04 mm

Berdasarkan SNI 2847:2012 batasan lendutan untuk plat lantai adalah :

240 l .

(31)

240 l =

240

3100= 12,92 mm

ΔLT ≤ 240

l = 7,04 ≤ 12,92 mm (Ok, Lendutan memenuhi)

Kontrol Retak

perhitungan lebar retak dapat dilakukan dengan:

Nilai lebar retak yang diperoleh tidak boleh melebihi 0,4 mm untuk penampang di dalam ruang dan 0,3 mm untuk penampang yang dipengaruhi cuaca luar. Selain itu spasi tulangan yang berada paling dekat dengan permukaan tarik tidak boleh lebih dari:

(Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 10.6.4)

Dan tidak boleh lebih besar dari :

fs : tegangan dalam ruangan yang dihitung pada beban kerja, dapat diambil 2/3 dari fy

dc : tebal selimut beton diukur dari serat tarik terluar kepusat batang tulangan, Cc+ ½ Øtulangan

A : luas efektif beton tarik di sekitar lentur tarik dan mempunyai titik pusat yang sama dengan titik pusat tulangan tersebut, dibagi jumlah batang tulangan.

Cc : 20 mm Fy : 240 MPa

fs : 2/3 fy = 160 Mpa Øtulangan : 10 mm dc : 20 + ½ 10 = 25 mm

(32)

Spasi max dipermukaan tarik :

Tabel 5.1 Resume Penulangan Plat Lantai 2 S/D 12

Plat Type A Lx = 310 cm Ly = 530 cm

dx= 95 mm2 dy= 85 mm

Mtx = Mlx = 610.0 Kg.m Mty = Mly = 1255.0 Kg.m

= 6100000 N.mm = 12550000 N.mm

m = 8.16 N.mm m = 8.16 N.mm

Rn= 0.75 Mpa Rn= 1.93 Mpa

ρ perlu = 0.00317 ρ perlu = 0.0083 As perlu = 301.17 mm2 As perlu = 707.57 mm2 dipasang = Ǿ 10 - 200 mm dipasang = Ǿ 10 -100 mm Ly / Lx = 1.7 As pasang = 392.7 mm2 As pasang = 785.4 mm2

GAMBAR PENULANGAN ARAH-X PENULANGAN ARAH-Y

(Plat 2 Arah) Lendutan = 10.544 mm < 12.92 mm OK Crack = 0,094 mm < 0,4 mm OK

(33)

dy dx h t

Tabel 5.2 Resume Penulangan Plat Lantai Tipe B

Plat Type B Lx = 310 cm Ly = 383 cm

dx= 95 mm2 dy= 85 mm

Mtx = Mlx = 384.0 Kg.m Mty = Mly = 789.0 Kg.m

= 3840000 N.mm = 7890000 N.mm

m = 6.27 N.mm m = 6.27 N.mm

Rn= 0.473 Mpa Rn= 1.21 Mpa

ρ perlu = 0.00198 ρ perlu = 0.0051 As perlu = 188.00 mm2 As perlu = 431,88 mm2 dipasang = Ǿ 10 -200 mm dipasang = Ǿ 10 -100 mm Ly / Lx = 1.24 As pasang = 392.7 mm2 As pasang = 785.4 mm2

GAMBAR PENULANGAN ARAH-X PENULANGAN ARAH-Y

(Plat 2 Arah) Lendutan = 7,04 mm < 12,92 mm OK Crack = 0,094 mm < 0,4 mm OK

Penulangan Plat Lantai Pratekan

Dimensi plat lantai pratekan seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini :

Gambar Dimensi plat lantai 12 dan lantai atap

(34)

Dari perhitungan preliminary desain sebelumnya didapat nilai αm sebesar = 14,21 > 2, sehingga perletakan yang digunakan adalah Jepit Penuh.

Lx = 310 – (50/2 + 25/2) = 272,5 cm Ly = 1483 – (45/2 + 45/2) = 1438 cm

arah) satu (pelat 2 23 , 272,5 5

1438 Lx

β Ly   

Data – data desain yang dibutuhkan dalam perhitungan lantai adalah sebagai berikut :

Mutu beton (fc’) = 45 Mpa

𝛽1 = 0,84

(Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 10.2.7.(1)) Tebal Pelat Lantai 12-13 (t) = 120 mm

Selimut Beton = 20 mm

Modulus Elastisitas (Ec) = 4700

27805,6 Mpa Kuat Tarik (fy) = 240 Mpa

Ø tulangan = 12 mm (As = 113,097 mm2) Tinggi efektif dx = t plat – deking – 1/2

= 120 – 20 – (0,5 x 12) = 94 mm Mu = − 0.001 × Qu × Ly2 × Xy

= − 0.001 × 4,93 x 14,832x 57 = − 6180,2 Kgm

Mu = 61 802 000 Nmm

Dipakai koefisien faktor reduksi : Ø = 0,9 𝑅𝑛 = 6,71

ρmin = 0,002 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 14.3.3 (a) 10,46

45 0,85

400 fc'

0,85

m fy 

 

(35)





    

 fy

Rn m 1 2 m 1

ρperlu 1

0186 , 400 0

71 , 6 46 , 10 1 2

10,46 1

1 



    

ρperlu = 0,0186 > ρmin = 0,002 dipakai ρperlu sehingga didapatkan tulangan perlu sebesar :

Asperlu ρbd

mm2

57 , 1746 94 1000 0,0186  

Kontrol penggunaan faktor reduksi -Tinggi blok tegangan persegi

a =

= 18,26 mm - Rasio dimensi panjang terhadap pendek

 = ( ) = 0,84 - Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral

c = 

= 21,74 - Regangan Tarik

ɛ₀ = 0,003 berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 10.2.3 - Regangan Tarik netto

εt =

= 0,001 > ɛ₀ OK - Jarak tulangan yang diperlukan

Sperlu =

= 104,75 mm - Syarat jarak maksimum tulangan

Smaks = 2 x tebal pelat = 2 x 120 mm = 240 mm Maka dipasang tulangan lentur D12-100 mm

𝑡 (𝑑

) (

)

(36)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Gambar S9.3.2 didapat 𝑡 lebih kecil daripada 0,002 sehingga pelat termasuk dalam kondisi : terkontrol tekan dengan nilai ϕ sebesar 0,75.

 Tulangan bagi

Dalam arah tegak lurus terhadap tulangan utama harus disediakan tulangan pembagi (demi tegangan suhu dan susut) Untuk fy = 400 → 𝐴𝑠

Tulangan pembagi di lapangan 𝐴𝑠 𝑥 𝑥

𝑚𝑚

Diperlukan tulangan D8-200 = 251,33 mm² > 216 mm²

→ (OK, Memenuhi)

Kontrol Lendutan untuk Plat Lantai

Berdasarkan SNI 2847:2013 bila ketebalan plat yang digunakan melebihi batas minimum ketebalan plat, maka kontrol lendutan tidak perlu dilakukan. Kontrol lendutan ini dimaksudkan agar perencana mengetahui perilaku dari plat lantai ini.

Mtx = Mlx = −0.001×q×Lx2×X𝑥

Mtx = −0,001×0,96×14,832×57 = 12,034 KNm (MLL) Mtx = −0,001×2,83×14,832×57 = 35,477 KNm (MDL) M𝑎 = MltxHidup + MltxMati = 47,51 KNm

Ig = 12

h3

b =

12 120

1000 3 = 14,4 ×107 mm4 fr = 0,62 fc = ' 0,62 45 = 4,16 Mpa Mcr =

h I fr g

2 =

120 10 4 , 14 16 , 4

2   7 = 9,984 KNm

 Karena 𝑀𝑎 > 𝑀 𝑟, maka inersia yang digunakan adalah inersia penampang kotor (Ig).

Ec = 4700 fc' = 4700 45= 3,153 ×104 Mpa Es = 2,1 x 105 Mpa

(37)

n =

EcEs = 6,7 As = 1746,57 mm2

 Lebar Garis Netral

1000 Y x ½ Y = 6,7 x 1746,57 x (94-Y) Y = 31,6

 Momen Inersia Penampang Retak (Icr) Icr =

1 × bY3 3 + n × As (d – Y)2

= 1 × 1000 x 31,63 2 + 6,7 x 1746,57 x (94 – 31,6)2

= 45,89 x 106 mm

 Momen Inersia Penampang Efektif (Ie) Ie = (

Mcr )Ma 3 x Ig + (1 -

Mcr )Ma 3) x Icr

= (47,51 98 ,

9 )3 x 14,4 x 106 + (1 - 51 , 47

98 ,

9 )3) x 45,89 x 106

= 22,75 x 106 (Δ𝑖)DL+LL =

g c aI E

l m 485 2 =

6 4

2 6

10 4 , 14 10 153 , 3

485 47,51 10 14830

 = 6,39 mm

(Δ𝑖) DL =

 

DL LL

LL DL

DLM M

M

i = 6,39

034 , 12 477 , 35

477 ,

35 

= 5,02 mm (Δ𝑖) LL =

 

DL LL

LL DL

LLM M

M

i = 6,39

034 , 12 477 , 35

034 ,

12 

= 3,36 mm

Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 9.5.2.5 untuk durasi lebih dari 5 tahun digunakan 𝜆 = 2

Lendutan yang terjadi ditentukan dengan Rumus 2.31 : Δ 𝑇 = (Δ𝑖)LL + 𝜆 [(Δ𝑖)𝐷 + 1,65(Δ𝑖) ]

= 3,36 + (2 x 5,02) + (1,65 x 3,36)

(38)

= 18,944 𝑚𝑚

Berdasarkan SNI 2847:2013 batasan lendutan untuk plat lantai adalah :

240 l .

240 l =

240

14830= 61,79 mm

 ΔLT ≤ 240

l = 18,944 ≤ 61,79 mm (Ok, Lendutan memenuhi)

5.2 Desain Balok Sekunder Data desain balok sekunder

 Dimensi Balok BA-1 = 25 - 40 mm

 Bentang Balok = 3100 mm

 Mutu Beton (𝑓 ′) = 35 Mpa

 Selimut Beton = 40 mm

 Diameter Tul. Utama (D) = 19 mm o Mutu baja (𝑓y) = 420 Mpa

 Diameter Tul. Sengkang (Ø) = 10 mm o Mutu baja (𝑓y) = 240 Mpa Pembebanan Balok Sekunder BA-1

Denah lokasi balok sekunder BA-1 As A’ dan As 5-6 ditunjukan pada Gambar 5.3.

(39)

Gambar 5.3 Denah lokasi balok sekunder BA-1 Pembebanan Balok Sekunder BA-2

Denah lokasi balok sekunder BA-2 As 5’ dan As A-B ditunjukan pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 Denah lokasi balok sekunder BA-2

(40)

Analisis Gaya Dalam Balok Sekunder BA-1 dan BA-2

Analisa gaya dalam balok sekunder menggunakan program SAP 2000 dengan kombinasi 1,2D + 1,6L. Berikut gaya-gaya dalam yang bekerja pada balok sekunder BA-1 dan BA-2.

Gambar 5.5 Momen pada balok anak.

Berikut gaya-gaya dalam yang bekerja pada balok sekunder BA-1 dan BA-2.

Balok anak BA-1 (25/40)

 Momen

M𝑢tump = 83.62 KNm M𝑢lap = 32,82 KNm

 Gaya Geser

V𝑢tump = 62,11 KN V𝑢lap = 25,62 KN Balok anak BA-2 (25/40)

 Momen

M𝑢tump = 133,7 KNm M𝑢lap = 81,81 KNm

 Gaya Geser

V𝑢tump = 119,7 KN V𝑢lap = 19,32 KN

(41)

Desain Tulangan Lentur Balok BA-2 Tinggi Manfaat Rencana :

 d = h – decking – Sengkang – (½ Ølentur )

= 400 mm – 40 mm – 10 mm – (½ x 19 mm) = 340,5 mm

 d’ = decking + Sengkang + ( ½ Ølentur)

= 40 mm + 10 mm + (½  19 mm) = 58 mm Rasio Tulangan.

ρmin = fy

4 ,1 =

420 4

,1 = 0,00333

m = 14,118

35 85 , 0

420 '

85 ,

0 

 

c

y

f f

 Perhitungan Daerah Lapangan Mu = 81810000 Nmm

Mn = 0,9 Mu =

9 , 0

81810000Nmm = 90,9 x 106 Nmm

Rn = 2 d b

Mn

= 250

340,5

2

90900000

mm mm

kgmm

= 3,136

ρperlu = 



    

fy Rn m m

1 2 1 1

= 

 

    

 420 Mpa

136 , 3 12 , 14 1 2

12 1 , 14

1 = 0,00791

ρmin < ρperlu ,maka ; ρpakai = ρperlu = 0,00791

Astarik = ρ  b  d = 0,00791  250  340,5 = 673,2 mm2 Tulangan yang dibutuhkan (n) = 2 2

) 19 ( 14 , 3 25 , 0

673,2

mm mm

= 2,38 ~ 3 buah Dipasang tulangan 3D19 mm ( Aspasang = 850,6 mm2 )

(42)

𝑎 𝐴𝑠 𝑓𝑦

𝑓

𝑥 𝑥 𝑚𝑚 𝑎

𝛽

𝑚𝑚 𝑡 (𝑑

) (

)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Gambar S9.3.2 didapat 𝑡 lebih besar daripada 0,005 sehingga pelat termasuk dalam kondisi : terkontrol tarik dengan nilai ϕ sebesar 0,9.

Astekan = 0,5  Astarik = 0,5  850,6 mm2 = 425,08 mm2 Dipasang tulangan 2D19 mm ( Aspasang = 566,77 mm2 ) Kontrol jarak tulangan :

S =

1

) (

) 2

( ) 2

( .

n

D x n x

decking x

bwsengkang tullentur

S =

250 ( 2 40 ) 3 ( 2 10 1 ) ( 3 19 )

tul

mm x

tul mm

x mm x mm

S = 46,5 mm > 25 mm ....(Jarak tulangan memenuhi) Kontrol kemampuan tulangan akibat terpasang tulangan tunggal (akibat tulangan tarik) :

a =

bw fc

fy Aspasang

' 85 ,

0

=

0 , 85 850,6 35 420 250

 = 48 mm

Mn = 

 

 

fy d a2 As

Mn = 

 

 

420 340 , 5 48 2 6

,

850

mm2 Mpa mm mm

Mn = 113 x 106 Nmm Jadi Mn kapasitas > Mn yang terjadi

113 x 106 Nmm > 90,9 x 106 Nmm Nmm ...(Memenuhi)

Gambar

Gambar 4.9 Daerah Pembebanan Kolom
Gambar 5.3 Denah lokasi balok sekunder BA-1  Pembebanan Balok Sekunder BA-2
Gambar 5.8 Pembebanan struktur tangga  Analisis Gaya Dalam Tangga
Gambar 5.9 Gaya lintang pada tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam metode ini tulangan lunak yang digunakan dalam mendisain balok prategang ikut diperhitungkan untuk menahan momen akibat gaya lateral gempa yang terjadi pada

Kodefikasi Balok &amp; Kolom ( Frame Section )b. Gambar 2.1 Kodefikasi Balok

Akibat stressing maka pada ujung balok terjadi tegangan yang besar dan untuk mendistribusikan gaya prategang tersebut pada seluruh penampang balok, maka perlu suatu bagian ujung

Kemudian menghitung kapasitas Profil rencana untuk dimensi balok dan kolom terhadap momen pada balok portal akibat gaya-gaya yang bekerja pada struktur Gedung

momen pada elemen persegi ini hanya bisa tercapai apabila ada gaya geser dalam arah sejajar sumbu balok yang besarnya sama dan arahnya melawan momen kopel akibat gaya geser

kehilangan gaya prategang dalam sistem post-tension pada balok, tidak mencakup. kedalam

Dalam metode ini tulangan lunak yang digunakan dalam mendisain balok prategang ikut diperhitungkan untuk menahan momen akibat gaya lateral gempa yang terjadi pada

Gaya-gaya dalam yang diperoleh dari hasil analisis pemodelan pondasi kaku dan fleksibel adalah sebagai berikut: gaya-gaya dalam balok pada pondasi fleksibel akibat beban gempa