• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN FULL DAY SCHOOL DI SMK NEGERI 1 BULUKUMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN FULL DAY SCHOOL DI SMK NEGERI 1 BULUKUMBA"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

DI SMK NEGERI 1 BULUKUMBA

Disusun dan Diusulkan Oleh

LISNAWATI NIM : 105640219315

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar untuk memenuhi

persyaratan guna Memproleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diusulkan Oleh LISNAWATI

Nomor Induk Mahasiswa: 105640219315

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(3)
(4)
(5)

Nama Mahasiswa : Lisnawati Nomor Stambuk : 105640219315 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 19 Agustus 2020 Yang Menyatakan,

Lisnawati

(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mngetahui bagaimana implementai kebijakan full day school. Jenis penelitian adalah kualitatif. Tipe penelitian yaitu deskriptif kualitatif.Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik Analisa Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisa yang meliputi 3 komponen yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menggunakan 3 indikator dari implementasi kebijakan yaitu 1) Perilaku antar organisasi. komunikasi dan kerjasama antara Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan dan SMK Negeri 1 Bulukumba berjalan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan komitmen sekolah dalam menerapkan kebijakan ini sampai sekarang dan ditetapkan sebagai sekolah percontohan yang menerapkan kebijakan full day school di Kabupaten Bulukumba. 2) Perilaku implementor. Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan berperan sebagai stakeholder yang mensupport, mengarahkan, dan mengontrol/mengawasi jalannya kebijakan full day school agar kebijakan ini tetap diterapkan di SMK Negeri 1 Bulukumba. Adapun upaya yang terus dilakukan dalam penerapan kebijakan ini yaitu dengan melakukan sosialisasi kepada siswa dan orang tua siswa pada saat masa pengenalan lingkungan sekolah. 3) Perilaku kelompok sasaran. rata-rata guru merespon dengan baik atau merespon positif penerapan kebijakan full day school di SMK Negeri 1 Bulukumba karena kebijakan ini memang cocok diterapkan di SMK dan juga menghasilkan banyak manfaat. selain materi yang disampaikan bisa tuntas karena penambahan jam pelajaran, dengan diterapkannya full day school ini juga membentuk karakter peserta didik, kinerja guru tambah meningkat dan program-program guru juga dapat terselesaikan.

Kata kunci: Implementasi kebijakan, Full day school

(7)

Segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, hidayah dan magfirah-Nya sehingga meski harus melewati perjuangan yang cukup panjang dan cukup melelahkan namun penulis skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Full day School di SMK Negeri 1 Bulukumba” dapat diselesaikan dengan waktu yang

tepat guna untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Studi di Jurusan Ilmu Pmerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Skripsi ini adalah tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S1) Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Sebagai bentuk karya ilmiah penulis menyadari bahwa banyak menghadapi hambatan dan tantangan selama dalam penelitian dan penulisan skripsi ini apalagi waktu, tenaga, biaya serta kemampuan penulis yang terbatas.

Namun berkat bantuan, arahan serta petunjuk dari ibu Dr. Hj. Budi Setiawati., M.Si sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si sebagai pembimbing II, yang dengan tulus membimbing penulis, melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan yang amat berharga sejak awal sampai skripsi ini selesai.

Gagasan-gagasan beliau merupakan Kenikmatan intelektual yang tak ternilai

(8)

Selanjutnya pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan, yang telah membina Jurusan ini dengan sebaik-baiknya.

4. Bapak Ahmad Harakan, S.IP., M.H.I, selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Pemerintahan.

5. Ibu Dr. Hj. Budi Setiawati., M.Si, sebagai pembimbing I, yang telah membimbing penulis sekaligus memberi bekal ilmu pengetahuan selama penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si, sebagai pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi dan memberikan banyak ilmu serta solusi dari setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi.

7. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Staf Tata Usaha Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi bekal ilmu

(9)

untuk melakukan penelitian.

10. Kepada Kedua Orang Tua Tercinta Bapak Almarhum Sampe dan Ibu Saniasa, yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan serta Do‟a kepada penulis dalam penyelesaian studi. Terima Kasih untuk cinta dan kasih sayang yang tak henti-hentinya untuk penulis.

11. Untuk Adik, Sepupu serta keluarga yang telah membantu saya berupa moral serta moril.

12. Untuk sahabat-sahabat tercinta dan seperjuanganku Astiyana Bahtiar, Sumartini, Siti Hartina Azzahrah Mustakim, S.IP, Andi Desi Nofianti, S.IP, Erni, S.IP, Eka Lestari, S.IP, Ahmad Azhar Mawardi, Willy Akhyar, Abd. Rahman, Ahmad Lutfi, A. Dwi Agung Pebrisal, S.IP, Idzal Salwa, S.IP, Muhammad Farid Amrullah, S.IP, yang telah memberikan motivasi, semangat, bantuan, nasihat yang tak henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih banyak atas kebersamaan yang tak terlupakan selama masa perkuliahan, pada saat penelitian, penyelesaian skripsi, dan sampai saat ini.

13. Untuk teman-teman 2015 Program Studi Ilmu Pemerintahan terima kasih banyak karena sudah menjadi keluarga selama mengikuti perkuliahan, memberi kenangan yang indah dan selalu saling memberi dukungan kepada sesama, terkhusus untuk teman-teman kelas IP D Family.

(10)

Akhirul kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca guna menambah khasanah Ilmu Pengetahuan terutama yang berkaitan dengan Ilmu Pemerintahan.

Makassar, Agustus 2020

Penulis

Lisnawati

(11)

Penerimaan Tim ... iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Konsep Implementasi Kebijakan ... 12

B. Konsep Full day School ... 31

C. Kerangka Fikir ... 36

D. Fokus Penelitian ... 38

E. Deskripsi Fokus Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 41

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 41

1. Jenis Penelitian ... 41

2. Tipe Peneltian ... 42

C. Sumber Data ... 42

1. Data Primer ... 42

2. Data Sekunder ... 43

D. Informan ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

1. Observasi ... 44

2. Wawancara ... 44

3. Dokumentasi ... 45

F. Tekhnik Analisis Data ... 45

G. Teknik Keabsahan Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Deskripsi Objek Penelitian ... 48 B. Implementasi Kebijakan Full day School di SMK Negeri 1

(12)

B. Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN

(13)

Tabel 4.2 Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Usia ... 67

Tabel 4.3 Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Agama ... 67

Tabel 4.4 Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67

Tabel 4.5 Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Penghasilan Orangtua/Wali ... 68

Tabel 4.6 Rombongan Belajar SMK Negeri 1 Bulukumba ... 68

Tabel 4.7 Sarana SMK Negeri 1 Bulukumba... 82

Tabel 4.8 Prasarana SMK Negeri 1 Bulukumba ... 84

Tabel 4.9 Jumlah Guru Berdasarkan Jenis Kelamin ... 86

Tabel 4.10 Jumlah Guru Berdasarkaan Pendidikan ... 87

Tabel 4.11 Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 87

Tabel 4.12 Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Pendidikan ... 87

(14)

Pendidikan merupakan upaya mengembangkan daya dan potensi anak, bukan hanya aspek kognitif tetapi juga aspek afektif serta aspek psikomotorik sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Menurut UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (David, 2017)

Pendidikan adalah suatu sistem yang harus direncanakan secara matang sehingga proses pembelajaran terwujud dengan suasana belajar yang dapat membuat siswa menjadi suatu komunitas belajar. Dalam hal ini peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya atau menjadikan dirinya yang berkualitas. Hal tersebut ditunjukan untuk spiritual keagamaan, pengendalian diri dan kepribadian, kecerdasan, akhlak, keterampilan, masyarakat, bangsa dan negara. (Ningtyas, 2018)

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pasal 31 UUD 1945 Menyatakan bahwa: 1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan; 2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan

(15)

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;

4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; 5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pendidikan juga tentunya mempunyai peranan yang penting dalam setiap pembentukan kepribadian serta karakter peserta didik. Melihat akhir-akhir ini banyak kejadian yang tidak seharusnya terjadi dan dilakukan oleh para peserta didik yang masih duduk dalam bangku sekolah tentunya membuat miris serta membuat para orang tua khawatir tentunya dengan kejadian tersebut. Banyak anak-anak yang tidak hanya di Indonesia saja yang menjadi korban pelecehan seksual, menjadi pelaku kejahatan serta masih banyak lagi penyimpangan yang dialami oleh para siswa dalam usia sekolah. Kemajuan teknologi pun tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu faktor terjadinya penyimpangan-penyimpangan tersebut. (Islami, 2016)

Perkembangan teknologi sekarang ini telah banyak menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Banyak hal dari sektor kehidupan yang telah menggunakan keberadaan dari teknologi itu sendiri. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan dimensi. Demikian halnya dengan teknologi

(16)

yang mengandung nilai sosial yang memungkinkan individu untuk mengumpulkan, memproses dan saling tukar informasi. Namun, tidak selamanya perkembangan teknologi selalu memberikan dampak yang positif bagi segala aspek kehidupan ini. Tidak sedikit pula dampak negatif pula yang ditimbulkan dari adanya teknologi sendiri. Dampak negatif dari adanya teknologi sendiri yaitu menurunkan motivasi belajar peserta didik karena telah asyik dan terlena dengan pesona gadget yang dimiliknya. Selain menurunkan motivasi belajar peserta didik teknologi juga menurunkan nilai-nilai moral khususnya dikalangan remaja yang telah begitu mudah mengakses segala informaasi dari dunia maya misalkan tentang pornografi yang membuat candu bagi setiap penggunanya. (Islami, 2016)

Dengan permasalahan-permasalahan yang ada menunjukkan bahwa dizaman modern seperti ini pendidikan menjadi sebuah tantangan dan sebagai upaya alternatif jalan keluarnya yaitu dengan mengembangkan pola pendidikan yang kreatif dan efektif. Sebagai upaya menghadapi dan menanggapi pesatnya perkembangan zaman diperlukan sebuah program pendidikan yang direncanakan secara sistematis melalui sebuah kurikulum yang mempunyai peranan sangat penting bagi pendidikan peserta didik. Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan masa depan.

Sebagai upaya perbaikan-perbaikan serta peningkatan mutu pendidikan yang ada maka banyaklah program-program pendidikan yang ditawarkan sebagai alternatif untuk peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Salah satu program unggulan yang ditawarkan didalam sekolah-sekolah yang menjadi tujuan utama para orang

(17)

maka siswa akan lebih banyak berada di sekolah. (Islami, 2016)

Kebijakan publik pada bidang pendidikan menurut Nugroho (2008) yaitu kebijakan pendidikan pada konteks kebijakan publik memiliki tujuan untuk mencapai pembangunan setiap warga Negara pada bidang pendidikan.Selanjutnya menurut Rohman (2009) kebijakan pendidikan atau kebijakan publik mengatur khusus aturan yang berkaitan dengan alokasi dan distibusi sumber, penyerapan sumber, dan pengaturan perilaku dalam bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan (education policy) yaitu suatu keputusan pada pedoman bersifat sederhana maupun kompleks, terperinci maupun longgar, umum maupun khusus melalui suatu proses politik untuk program, arah tindakan maupun rencana-rencana dalam penyelenggaraan pendidikan (Rasyidi, 2016).

Kebijakan pendidikan merupakan konsep yang sering di dengar, diucapkan, dilakukan, tetapi seringkali tidak di pahami sepenuhnya maka dari itu, kita lihat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan.

Landasan utama yang mendasari suatu kebijakan yaitu pertimbangan akal.

Tentunya suatu kebijakan bukan semata-mata merupakan hasil pertimbangan manusia. Tetapi, akal manusia merupakan unsur yang dominan pada pengambilan keputusan dari berbagai opsi untuk pengambilan keputusan kebijakan (Rasyidi, 2016).

Aspek pendidikan umumnya meliputi kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen, mengacu kepada konsep yang dikembangkan sekolah berupa program full day school yang mengedepankan prestasi akademik. Sedangkan

(18)

kepribadian peserta didik, merupakan hal urgent pada masa sekarang, melihat berbagai fenomena yang terjadi di kalangan anak dan remaja yang tidak lagi mencerminkan generasi emas penerus bangsa. (David, 2017)

Full day school adalah sebuah program sekolah di mana proses pembelajaran dilaksanakan sehari penuh di sekolah. Dengan kebijakan seperti ini maka waktu dan kesibukan anak-anak lebih banyak dihabiskan di lingkungan sekolah daripada di rumah. Anak-anak dapat berada di rumah lagi setelah menjelang sore. Kegiatan siswa dalam menuntut ilmu akan lebih banyak di sekolah dibandingkan porsi siswa belajar di rumah. Sekolah merupakan rumah kedua untuk siswa menuntut ilmu dan mengembangkan pengetahuan. Waktu yang lama untuk belajar di sekolah akan membuat siswa menjadi bosan dan merasa lelah, sehingga sekolah harus memiliki fasilitas yang baik agar siswa merasa nyaman dan kreatif di dalam belajar. (Utami, 2018)

Full day school pada awalnya muncul pada awal tahun 1980-an di Amerika Serikat. Pada waktu itu full day school dilaksanakan untuk jenjang sekolah Taman Kanak-kanak dan selanjutnya meluas pada jenjang yang lebih tinggi mulai dari SD sampai dengan menengah atas. Adapun munculnya system pendidikan full day school di Indonesia diawali dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an, yang banyak dipelopori oleh sekolah- sekolah swasta termasuk sekolah-sekolah yang berlabel Islam. Dalam pengertian yang ideal, sekolah unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas proses pembelajaran

(19)

biasanya ditandai dengan biaya yang mahal, fasilitas yang lengkap dan serba mewah, elit, lain daripada yang lain, serta tenaga-tenaga pengajar yang

“professional”, walaupun keadaan ini sebenarnya tidak menjamin kualitas pendidikan yang dihasilkan. Term unggulan ini yang kemudian dikembangkan oleh para pengelola di sekolah-sekolah menjadi bentuk yang lebih beragam dan menjadi trade mark, diantaranya adalah full day school yang terintegrasi dengan pendidikan terpadu. (Mufidati, 2013)

Semakin berkembangnya zaman, kurikulum yang ada di Indonesia semakin berkembang. Dengan adanya perubahan kurikulum dan kebijakan dalam bidang pendidikan diharapkan dapat menjadikan pendidikan di Indonesia semakin kompleks dan dapat menciptakan penerus bangsa yang berkualitas. Hal tersebut ditandai dengan adanya penerapan full day school yang sudah dilaksanakan oleh berbagai sekolah di Indonesia. Penerapan full day school sendiri akan diterapkan oleh sekolah yang dirasa sudah siap menghadapi perubahan pola belajar mengajar yang berbeda dengan sebelumnya. Full day school sendiri ditandai dengan penambahan jam belajar yang diberikan oleh siswa sekitar dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore. (Amanda, 2017)

Pemerintah saat ini mencoba menerapkan sistem belajar sehari penuh atau full day school yang merupakan usulan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia agar menjadi kondisi yang ideal. Full day school di sekolah dasar mulai diterapkan sejak semester genap tahun pelajaran 2016/2017. Secara bertahap pemerintah mengharapkan pada tahun

(20)

school. Adapun dua aspek untuk meningkatkan mutu pendidikan dan membentuk kondisi yang ideal bagi pendidikan dengan penerapan full day school adalah pendidikan karakter dan pendidikan umum. (David, 2017)

Kementrian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan sekolah lima hari dalam seminggu dan 8 jam belajar dalam satu hari mulai tahun pelajaran 2017/2018. Hal itu tertuang dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang ditetapkan pada tanggal 12 Juni 2017.

Permendikbud pasal 2 menyatakan bahwa hari sekolah dilaksanakan 8 jam dalam satu hari atau 40 jam selama lima hari dalam satu minggu. Ketentuan itu termasuk waktu istirahat selama 0,5 jam dalam satu hari atau 2,5 jam selama lima hari dalam satu minggu. Dalam hal ini diperlukan penambahan waktu istirahat, sekolah dapat menambah waktu istirahat melebihi 0,5 jam dalam satu hari.

Penambahan waktu istirahat itu tidak termasuk dalam perhitungan jam sebagaimana dimaksud 8 jam dalam satu hari tersebut.

Full day school menerapkan suatu konsep dasar “Integrated-Activity” dan

“Integrated-Curriculum”. Penerapan sistem pembelajaran full day school berbeda dengan sistem pembelajaran sekolah pada umumnya. Dalam full day school semua program dan kegiatan siswa di sekolah seperti belajar, bermain, beribadah dikemas dalam sebuah sistem pendidikan. Serta, lembaga pendidikan bebas mengatur jadwal mata pelajaran sendiri dengan mengacu pada standar nasional untuk alokasi waktu sebagai standar minimal dan sesuai bobot mata pelajaran,

(21)

menjanjikan bagi perkembangan karakter dan prestasi belajar anak didik. Hal tersebut dikarenakan kesempatan belajar siswa lebih banyak dan guru bebas menambah materi melebihi muatan kurikulum. (Triapriyanto,2018)

Adapun perbedaan yang signifikan antara sekolah yang menerapkan full day school dengan sekolah non full day school (Reguler), dapat di lihat pada tabel berkut :

No Full Day School Non Full Day School (Reguler) 1. Durasi waktu belajar lebih banyak

di sekolah.

Durasi waktu belajar di sekolah lebih sedikit.

2. Program pendidikan yang seluruh aktivitas berada di sekolah dengan ciri integrated activity dan integrated curriculum.

Tidak memiliki konsep Program pendidikan yang seluruh aktivitas berada di sekolah dengan ciri integrated activity dan integrated curriculum.

3. Siswa lebih lama tinggal di sekolah dan mengurangi waktu mereka

untuk bermain dan

menyosialisasikan pribadi mereka dengan teman-teman atau orang- orang di sekitar rumahnya.

Memiliki waktu lebih banyak untuk melatih jiwa sosialnya (berinteraksi dengan keluarga/teman sebaya di sekitar rumah).

4. Jalinan emosional antara guru dan siswa akan lebih dekat dan

Waktu terbatas untuk konsultasi dengan guru kecuali jam pelajaran

(22)

sering menghabiskan waktu bersama-sama

5. Siswa dapat mengerjakan PR di sekolah dan tersedia waktu untuk berkonsultasi pada guru tentang materi yang tidak atau belum dipahami

Siswa hanya dapat mengerjakan PR di rumah

Menurut Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bulukumba Ahmad Januaris bahwa rencana penerapan Full day School belum tepat diberlakukan secara menyeluruh di Bulukumba sebab kondisi geografis tidak memungkinkan.

Namun dia mendukung rencana sekolah lima hari dan sampai sore diterapkan didaerah perkotaan. Ahmad sendiri memperoleh pro kontra di kalangan guru dan orang tua siswa di Bulukumba disebabkan karena kondisi geografis sekolah pedalaman. Menurutnya rencana itu, harusnya disosialisasikan sebelum diterapkan sehingga siswa dan orang tua siswa sudah memiliki persiapan lebih matang sebelum diterapkan di sekolah perkotaan. (Makassar.tribunnews.com, 2017)

Kebijakan lima hari sekolah dalam satu minggu dan 8 jam belajar dalam satu hari atau 40 jam dalam satu minggu tidak diberlakukan bagi sekolah yang belum memadai sumber daya serta akses transportasi belum terjangkau. Hal itu tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017, pasal 9 ayat 1 bahwa

“dalam hal kesiapan sumber daya pada sekolah dan akses transportasi belum

(23)

7 dapat dilakukan secara bertahap”.

Berdasarkan hasil observasi peneliti maka diperoleh informasi bahwa di Kabupaten Bulukumba banyak sekolah yang menerapkan kebijakan full day school tetapi seiring berjalannya waktu satu persatu sekolah tersebut berhenti dikarenakan adanya kekurangan dan kelebihan dari kebijakan tersebut. Dan sampai pada saat ini SMK Negeri 1 Bulukumba merupakan satu-satunya sekolah yang menerapkan kebijakan full day school di Kabupatn Bulukumba. Dasar penerapan kebijakan full day school di sekolah ini karena berdasar pada peraturan Menteri pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, dan pengintegrasian dari kurikulum K13. Penerapan kebijakan full day school di sekolah ini telah dilaksanakan sejak Tahun ajaran 2015/2016. (Wawancara dengan Bapak MR)

Bapak Muh. Ridhatullah mengatakan bahwa dalam pengimplemenasian full day school di SMK Negeri 1 Bulukumba dimulai dari pukul 07:15 sampai 16:45 yang dilaksanakan selama lima hari yang terdiri dari kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler. Kegiatan pembelajaran di sekolah ini terdiri dari tiga kali waktu istirahat yaitu pada pukul 10:00 sampai 10:15, 12:00 sampai 12:30, dan 15:00 sampai 15:15 termasuk waktu sholat.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul : “Implementasi Kebijakan Full day School di SMK Negeri 1 Bulukumba”

(24)

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Fullday School di SMK Negeri 1 Bulukumba ?

2. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam penerapan kebijakan full day school di SMK Negeri 1 Bulukumba ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan Fullday School di SMK Negeri 1 Bulukumba.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam penerapan kebijakan full day school di SMK Negeri 1 Bulukumba.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuka dan menambah wawasan serta memperbanyak informasi mengenai kebijakan Fullday school.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat dijadikan bahan masukan/sumbangan pikiran untuk penerapan kebijakan fullday school di SMK Negeri 1 Bulukumba.

b. Dapat dijadikan dasar penelitian yang lebih mendalam terhadap kebijakan fullday school di SMK Negeri 1 Bulukumba.

(25)

1. Konsep Implementasi

Van Metter Horn mendefinisikan implementasi yang lebih baik spesifik, adalah “those action by public ir private individuals (or group) that are directed at tha achievement off objective set founth in prior policy decisions”, tindakan- tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan agar tetap terlaksananya tujuan-tujuan yang sudah digariskan ke dalam sebuah keputusan kebijakan (Purwanto, 2012)

Ripley dan Franklin, mengemukakan bahwa implementasi adalah sesuatu yang terjadi setelah undang-undang diterapkan yang memberikan otoritas kebijakan, atau sejenis keluaran yang nyata. Grindle juga memberikan pendapat mengenai implementasi dengan mengatakan bahwa implementasi adalah membentuk suatu kaita (linkage) yang memudahkan tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah (Winarto,2014)

Menurut Mulyadi (2015), Implementasi mengacu pada tindakan unntuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Impelementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program

(26)

dilaksanakan. Dalam tataran praktis, impelementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

1. Tahap pengesahan peraturan perundangan.

2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.

3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.

4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.

5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.

6. Upaya memperbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan impelementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:

1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode.

2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan.

3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Gindlen, Menyatakan implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu (Mulyadi, 2015)

Menurut Widodo, implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky, mengemukakan bahwa: “Implemenrasi as to carry out, acoumplish, fulfill, produce, complete” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilakn, melengkapi. Jadi secara etismologi implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktifitas yang bertalian dangan

(27)

menyelesaikan suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat untuk memperoleh hasil) (Syahida, 2014).

Kapioru (2014) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

1. Kondisi lingkungan (enironmental conditions).

2. Hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship).

3. Sumberdaya (resources).

4. Karakter institusi implementor (characteristicimplementing agencies).

Kemudian Gunn dan Hoogwood (Tahir, 2014) Mengemukakan bahwa implementasi merupakan suatu yang sangat esensial dari teknik atau masalah manajeril.

2. Konsep Kebijakan

Istilah kebijakan (Policy) seringkali penggunaannya dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan rancangan besar. Syafie dalam Arifin (2015), mengemukakan bahwa kebijakan (Policy) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) karena kebijaksanaan merupakan pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan kondisi setempat oleh person pejabat yang berwenang. (Tahir, 2015)

Menurut Anderson (1984) dalam Arifin (2015) kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya Anderson (1984) dalam Arifin (2015) mengklasifikasi kebijakan, policy, menjadi dua : substantif dan

(28)

prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan tersebut diselenggarakan. (Tahir, 2015)

Mustari (2015) kebijakan (Policy) adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Menurut Charles (1984) dalam Mustari (2015) istilah kebijakan digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decision), standar, proposal dan grand design. (Mustari, 2015)

Kemudian, James (1979) dalam Mustari (2015) mengatakan secara umum istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat digunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan-pembicaraan bisa, namun jadi kurang memadai untuk pembicaraan- pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. (Mustari, 2015)

Thomas dalam Abidin (2012) menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever governments choose to do or not to do). Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan pengalokasian nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”. Sementara itu, Lasswell dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang

(29)

diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik. Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goals), sasaran (objective), atau kehendak (purpose). (Abidin, 2012)

Kebijakan menurut James E. Anderson, yaitu : serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Istilah kebijakan publik lebih sering dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan pemerintah. (Islamy, 1997)

Sedangkan menurut Suharno istilah kebijakan akan disepadankan dengan kata policy. Istilah ini berbeda maknanya dengan kata kebijaksanaan (wisdom) maupun kebijakan (virtues). Demikian Budi Winarno dan Solichin A. Wahab sepakat bahwa istilah kebijakan penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goal) program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan Grand design. (Suharno, 2008)

Menurut Nichols dalam syafaruddin (2008) kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan. Pendapat lain dikemukakan oleh Klein dan Murphy, kebijakan berarti seperangkat tujuan-tujuan , prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang membimbing sesuatu organisasi, kebijakan dengan demikian mencakup keseluruhan petunjuk organisasi.

(Syafaruddin, 2008)

(30)

Menurut Haner dalam Syafaruddin (2008) kebijakan adalah ungkapan verbal atau tertulis dan tegas dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pimpinan manajerial sebagai garis besar dan batas-batas pemikiran tindakan dari sesuatu organisasi. Menurut Gamage dan Pang, kebijakan adalah terdiri dari pernyataan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan program. Sedangkan menurut Abidin menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. (Syafaruddin, 2008)

Parsons dalam Arifin (2015), memberikan gagasan tentang kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik.

Menurutnya kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale, sebuah manifestasi dari penilaian pertimbangan. Artinya sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. (Tahir, 2015)

Suandi (2010:11) berpendapat bahwa sebuah kebijakan harus dibedakan dengan sebuah kebijaksanaan. Policy artinya kebijakan sedangkan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Penjelasan kebijaksanaan membutuhkan pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan meliputi aturan-aturan didalamnya. James E.

Anderson dalam islamy (2009:17) berpendapat sebuah kebijakan merupakan“a purposive course of action followed by an actor or set of actors in deadling with a problem or matter of concern” (Beberapa tindakan yang memiliki tujuan tertentu

(31)

yang dikutip lalu dilaksanakan oleh seorang aktor maupun sekelompok aktor guna menyelesaikan masalah tertentu).

3. Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah suatu tahap yang paling berpengaruh, bahkan jauh lebih berpengaruh dari pada pembuatan kebijakan. Udoji dengan tegas mengatakan bahwa “the execution of policies is an important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” (Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang berpengaruh, bahkan mungkin jauh lebih berpengaruh dari pada pembuatan kebijakan. Sebuah kebijakan akan sekedar berupa impian maupun rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan). (Solichin, 2012)

Pada prinsipnya implementasi kebijakan merupakan cara atau metode supaya sebuah kebijakan dapat memperoleh tujuannya, tidak lebih atau tidak kurang. Ada dua langkah Untuk mengimplementasikan kebijakan publik yaitu mengimplementasikan langsung dalam bentuk program maupun melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang dan Perda merupakan bentuk kebijakan publik yang perlu kebijakan publik penjelas atau biasa diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan.

Kebijakan publik yang dapat langsung operasional yaitu Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain (Nugroho, 2009).

Dijelaskan dalam perkembangan studi implementasi kebijakan tentang untuk memahami implementasi kebijakan terdapat dua pendekatan, antara lain

(32)

pendekatan top down dan pendekatan bottom up dan biasa juga disebut seperti pendekatan yang mendominasi awal dari kemajuan studi implementasi kebijakan, meskipun dikemudian hari terdapat perbedaan-perbedaan sehingga menelurkan pendekatan bottom up, tetapi pada dasarnya kedua pendekatan ini bertitik tolak pada anggapan yang sama dalam memajukan kerangka analisis mengenai studi implementasi, terdapat inti dalam kedua pendekatan ini yaitu seberapa jauh tindakan para penyelenggara (administrator dan birokrat) sesuai dengan mekanisme maupun tujuan yang telah digariskan mereka para pembuat kebijakan.

Berikut ini ada beberapa macam model-model Implementasi Kebijakan (dalam Mustari, 2015:150-178) yaitu:

 Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III

Model implementasi kebijakan ini memakai pendekatan top down, dalam menganalisis implementasi kebijakan, model implementasi kebijakan George C. Edward III berfokus pada empat variable yang dianggap meyakinkan sebuah proses implementasi kebijakan, adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi (Communication) 2. Sumber daya (Resources) 3. Disposisi (Disposition)

4. Struktur birokrasi (Bureucratic Structure)

(33)

 Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Model ini disebut sebagai model kerangka analisis implementasi.

Mazmanian dan Sabatier (Arpansiregar-Wordpress) mengklarifikasikan proses implementasi kebijakan dalam tiga variabel, yaitu:

1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems) biasa disebut dengan variabel independen, Indikatornya yaitu:

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.

b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.

c. Proporsi kelompok target terhadap total populasi.

d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

2. Karakteristik kebijakan atau undang-undang (ability of statute to structure implementation) sering disebut dengan istilah variabel intervening, Indikatornya yaitu:

a. Kejelasan isi kebijakan.

b. Sejauh mana kebijakan itu memiliki dukungan teoritis.

c. Besarnya alokasi sumber daya keuangan kepada kebijakan tersebut.

d. Sebesar apa adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana.

e. Kepastian dan konsistensi aturan yang ada pada badan penyelenggara.

f. Tingkat komitmen aparat pada tujuan kebijakan.

g. Seberapa besar akses kelompok-kelompok luar dalam berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

(34)

3. Variabel lingkungan (non statutory variables affecting implementation) sering disebut dengan istilah dependen. Indikatornya, yaitu:

a. Tingkat kemajuan teknologi dan Kondisi sosial ekonomi masyarakat.

b. Dukungan publik kepada sebuah kebijakan.

c. Sikap dari kelompok pemilihan (constituency groups).

d. Tingkat loyalitas dan keterampilan dari pejabat dan implementor.

 Model Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah abstraksi atau performansi yang pada dasarnya secara sengaja dibuat untuk memperoleh kinerja implementasi yang dipengaruhi atas enam variabel, antara lain yaitu: tujuan dan ukuran kebijakan, sumber daya, karakteristik cabang penyelenggara, sikap dan kecenderungan para penyelenggara, komunikasi antar organisasi dan lingkungan sosial, ekonomi juga politik.

 Model Merilee S. Grindle

Model ini menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan dengan isi dan konteks implementasinya. Dari kedua perihal tersebut harus didukung oleh proyek individu dan program aksi yang didesain dan dibiayai atas tujuan kebijakan, sehingga dalam penyelenggaraan kegiatan akan mendapat hasil berupa dampak kepada masyarakat individu dan kelompok beserta perubahan dan penerimaan bagi masyarakat terhadap kebijakan yang dilakukan. Indikator isi kebijakan menurut Grindle yaitu:

(35)

a. Kepentingan yang dipengaruhi.

b. Tipe manfaat.

c. Derajat perubahan yang diharapkan.

d. Letak pengambilan keputusan.

e. Pelaksanaan program.

f. Sumber daya yang dilibatkan.

Adapun konteks implementasi indikator-indikatornya yaitu:

a. Kekuasaan, strategi aktor yang terlibat.

b. Karakteristik lembaga penguasa.

c. Kepatutan daya tangkap.

 Model Implementasi Kebijakan Soren C. Winter

Winter dalam peters and pierre mengemukakan model implementasi Integratif (Integrated Implementation Model). Winter berpendapat pengaruh keberhasilan implementasi kebijakan yaitu perumusan kebijakan, proses implementasi kebijakan, dan efek atau hasil implementasi kebijakan itu sendiri.

Keberhasilan dari proses implementasi ada tiga variabel yang mempengaruhi yaitu:

1. Perilaku antar organisasi. Dimensinya ada dua yaitu: komitmen dan koordinasi antar organisasi.

(36)

2. Perilaku implementor (aparat atau birokrat) tingkat bawah. Dimensinya ada tiga yaitu: kontrol organisasi, etos kerja, dan norma-norma profesionalisme.

3. Perilaku kelompok sasaran. Kelompok sasaran bukan hanya memberi pengaruh kepada dampak kebijakan namun juga mempengaruhi kinerja birokrat tingkat bawah, kalau dampak yang dihasilkan baik maka kinerja birokrat tingkat bawah juga baik begitupun sebaliknya.

Menurut Edward III dalam (Sukur, 2019) berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

1. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

2. Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial.

3. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

(37)

pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

4. Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Menurut pandangan Edwards sumber-sumber yang penting meliputi, staff yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik. (Sukur, 2019)

Implementasi merupakan proses krusial dalam kebijakan publik. Setelah kebijakan selesai diformulasikan dan legislasi, maka selanjutnya adalah mengimplementasikannya. Dalam menganalisis kebijakan diperlukan model kebijakan. Model kebijakan ini akan mempermudah peneliti dalam menentukan indikator yang akan diukur. Ada beberapa model dalam proses implementasi kebijakan publik (dalam Agustino 2016:133-152), diantaranya adalah model implementasi kebijakan Donald van Metter dan Carl van Metter, George C.

(38)

Edward III, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier, Merilee S. Grindle. (Aziz, 2019)

a. Implementasi Kebijakan model Donald van Metter & Carl van Horn

Ada enam variabel, menurut Van Metter & Carl van Horn (dalam Leo Agustino 2016:133-136) yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik.

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

Kinerja implementasi kebijakan publik dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan-hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultu yang mengada di tingkat pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan ditingkat warga, maka akan sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber daya.

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyarakat oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat

(39)

sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber- sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan waktu. Ini karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia, maka akan timbul masalah untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu. Saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan masalah waktu yang berlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan suatu implementasi kebijakan publik.

3. Karakteristik Agen Pelaksana.

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen dilibatkan.

4. Sikap atau Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana.

Sikap penerima atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang

(40)

mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan „dari atas‟

(top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antar-Organisasi dan Aktivitas Pelaksana.

Koordinasi merupakan mekanisme sekaligus syarat utama dalam menentukan keberhasilan pelaksana kebijakan. Semakin baik koordinasi dan komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi public dalam perspektif yang ditawarkan oleh van Metter &

van Horn adalah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan sosial, ekonomi dan politik. Dan lingkungan yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh sebab itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

(41)

b. Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III

Model Implementasi kebijakan ketiga yang berperspektif top-down dikembangkan oleh George C. Edward III (dalam Leo Agustino 2016:136- 141). Edward III menamakan model implementasi kebijakan publiknya dengan istilah Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteorikan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu : komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.

c. Implementasi Kebijakan Model Daniel H. Mazmanian & Paul A. Sabatier Implementasi Kebijakan menurut Daniel Mazmanian & Paul A. Sabatier sebagaimana dikutip dalam buku Leo Agustino (2016:146-152) mengatakan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu karakteristik dari masalah (Tractabikity of The Problem), karakteristik kebijakan atau undang-undang (Ability to Structure Implementation) dan variabel lingkungan (Nonstatutory Variable Affecting Implementation).

d. Implementasi kebijakan Model Merilee S. Grindle

Menurut Grindle (dalam Leo Agustino 2016:142) keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian outcomes (yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih). Yang mana hal ini dapat dilihat dari dua hal berikut :

(42)

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:

a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.

b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik menurut Grindle, amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas Content of Policy dan Context of Policy.

1. Content of Policy terdiri dari 6 (enam) poin yaitu :

a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.

b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.

(43)

c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.

e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabe demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.

f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaanya berjalan dengan baik.

2. Context of Policy terdapat 3 (tiga) poin yaitu :

a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat. Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan

(44)

matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh panggang dari api.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi. (Aziz, 2019) B. Konsep Fullday School

Full day school berasal dari bahasa Inggris, yang memiliki arti sekolah sepanjang hari. Baharuddin (2009) mengungkapkan bahwa Full day school merupakan sekolah sepanjang hari, atau proses belajar mengajar yang dilakukan mulai pukul 06.45-15.00 dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali. Dengan demikian sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan pendalaman materi.

(45)

Menurut etimologi, kata Full Day School berasal dari Bahasa Inggris.

Dimana terdiri dari kata Full yang mengandung arti penuh, dan day artinya hari.

Maka Full Day mengandung arti sehari penuh. Full Day juga berarti hari sibuk.

Sedangkan School artinya Sekolah. Jadi, arti dari Full Day School jika dilihat dari segi etimologinya berarti kegiatan belajar yang dilakukan sehari penuh disekolah.

Sedangkan menurut terminologi atau arti secara luas, Full day School mengandung arti sistem pendidikan yang menerapkan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar sehari penuh dengan memadukan sistem pengajaran yang intensif yakni dengan menambah jam pelajaran untuk pendalaman materi pelajaran serta pengembangan diri dan kreatifitas (Sukur, 2019)

Menurut pendapat Arsyadana, A. (2017), full day school didirikan karena lingkungan masyarakat yang kurang baik, kurangnya waktu orang tua dalam mengawasi anak karena kesibukan pekerjaan dan anak-anak cenderung lebih memilih bermain dari pada belajar setelah mereka pulang sekolah. Sedangkan menurut Astuti, M., (2013), full day school didirikan karena adanya beberapa alasan diantaranya, pertama minimnya waktu orang tua di rumah karena tuntutan pekerjaan, hal ini dimaksudkan agar anak-anak tidak terjerumus ke hal-hal negatif, kedua karena perlunya pengawasan terhadap keselamatan anak selama orang tua bekerja, ketiga kerena perlunya tambahan pelajaran agama karena minimnya waktu orang tua untuk anak, dan keempat yaitu perlu adanya peningkatan kualitas pendidikan. (Irayasa, 2018)

Menurut Mujayanah (2013:13) full day school merupakan sebuah model pendidikan alternatif, dimana peserta didik sehari penuh berada di sekolah untuk

(46)

melakukan proses pembelajaran dan proses beribadah. Proses pembelajaran dalam sistem full day school tidak hanya bersifat formal, tetapi terdapat banyak suasana pembelajaran yang bersifat informal dan tidak kaku serta menyenangkan bagi siswa.

Full Day School menurut Mushlihah (2009: 17) merupakan salah satu kreasi atau inovasi pembelajaran untuk menjadikan sekolah unggul, inovatif dan kreatif dengan sistem pembelajaran terpadu yang berlandaskan iman dan taqwa (imtaq, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Selain itu, sistem full day school memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi topiktopik pelajaran secara lebih mendalam, memberi keleluasaan dalam beraktifitas positif, serta menyediakan lingkungan yang baik untuk mengembangkan pendidikan secara tepat sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.

Hilalah (2009) berpendapat bahwa full day school merupakan suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan sehari penuh yang menerapkan dasar integrated curriculum dan integrated activity yang berarti hampir seluruh aktivitas anak berada di sekolah, mulai dari belajar, makan, bermain, dan ibadah di kemas dalam dunia pendidikan. Full day school menekankan pada komponen-komponen yang disusun dengan teratur dan baik untuk menunjang proses pendewasaan manusia (siswa) melalui upaya pengajaran dan pelatihan dengan waktu di sekolah yang lebih panjang atau lama dibandingkan dengan sekolah-sekolah pada umumnya berdasarkan konsep integrated curriculum dan integrated activity.

(47)

Sejalan dengan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa full day school merupakan inovasi baru sistem pendidikan yang menerapkan pembelajaran sepanjang hari sejak pagi hingga sore dimana seluruh aktivitasnya dilakukan di sekolah dengan menggunakan proses pembelajaran yang dapat memberikan kegiatan belajar yang aktif dan menyenangkan bagi siswa. Sekolah diharapkan dapat mengembangkan dan menambah jam pelajaran untuk pendalaman materi serta menumbuhkan kreatifitas siswa.

Pelaksanaan full day school menurut Baharuddin (2009) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan, baik dalam prestasi maupun dalam hal moral atau akhlak. Dengan mengikuti fullday school, orang tua dapat mencegah dan menetralisir kemungkinan dari kegiatan-kegiatan anak yang menjerumus pada kegiatan yang negatif. Salah satu alasan para orangtua memilih dan memasukkan anaknya ke full day school adalah dari segi edukasi siswa.

Full day school selain bertujuan mengembangkan mutu pendidikan yang paling utama adalah full day school bertujuan sebagai salah satu upaya pembentukan akidah dan akhlak siswa dan menanamkan nilai-nilai positif.

Fullday school juga memberikan dasar yang kuat dalam belajar pada segala aspek yaitu perkembangan intelektual, fisik, sosial dan emosional. Sebagaimana yang dikatakan oleh Seli (2009) bahwa dengan full day school sekolah lebih bisa intensif dan optimal dalam memberikan pendidikan kepada anak, terutama dalam pembentukan akhlak dan akidah. Waktu untuk mendidik siswa lebih banyak sehingga tidak hanya teori, tetapi praktek mendapatkan proporsi waktu yang lebih, sehingga pendidikan tidak hanya teori mineed tetapi aplikasi ilmu.

(48)

Pelaksanaan full day school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran agama secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus untuk pendalaman keagamaan siswa. Oleh karena itu, pembelajaran dimulai pukul 07.00 hingga pukul 15.00, sedangkan pada sekolah- sekolah umum, anak biasanya sekolah sampai pukul 13.00. Pelaksanaan full day school, dilengkapi program rekreatif dalam pembelajaran agar tidak timbul kejenuhan pada siswa.

Menurut Susanti dan Asyhar (2015), full day school adalah salah satu karya cerdik para pemikir dan praktisi pendidikan untuk menyiasati minimnya control orang tua terhadap anak di luar jam-jam sekolah formal sehingga sekolah yang awalnya dilaksanakan 5 sampai 6 jam berubah menjadi 8 bahkan sampai 9 jam.

Full day school sendiri menurut Sunardi dkk (2014) merupakan satu istilah dari proses pembelajaran yang dilaksanakan secara penuh, aktifitas anak lebih banyak dilakukan di sekolah dari pada di rumah. Meskipun begitu, proses pembelajaran yang lebih lama di sekolah tidak hanya berlangsung di dalam kelas, karena konsep awal dibentuknya sistem full day school ini bukan menambah materi ajar dan jam pelajaran yang sudah ditetapkan oleh Depdiknas seperti yang ada dalam kurikulum tersebut, melainkan tambahan jam sekolah digunakan untuk pengayaan materi ajar yang disampaikan dengan metode pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan untuk menambah wawasan dan memperdalam ilmu pengetahuan, menyelesaikan tugas dengan bimbingan guru, pembinaan mental,

(49)

jiwa dan moral anak. Dengan kata lain konsep dasar dari full day school ini adalah integrated curriculum dan integrated activity.

Sekolah yang menerapkan sistem full day school harus mempunyai program yang baik, kurikulumnya harus jelas, sesuai dengan tingkatan pendidikan. Hal terpenting dari pelaksanaan full day school ialah kesiapan komponen di sekolah dan kesiapan program-program yang harus diperhatikan.

Semuanya dilakukan sebagai upaya meningkatkan mutu. Sekolah diberikan kebebasan untuk berkreativitas, bertanggungjawab, dan juga memiliki otonomi yang sebesar-besarnya, sehingga timbul kompetisi satu sama lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan full day school adalah keterkaitan antara unsur-unsur dalam pembelajaran seperti lingkungan tempat belajar, metode, strategi, teknologi, dan media agar terjadi tindak belajar yang menekankan pada pembelajaran aktif (active learning), kreatif (creative learning), efektif (effective learning), dan menyenangkan (fun learning) dalam mencapai tujuan yang ditentukan.

C. Kerangka Fikir

Full day school adalah sebuah program sekolah di mana proses pembelajaran dilaksanakan sehari penuh di sekolah. Dengan kebijakan seperti ini maka waktu dan kesibukan anak-anak lebih banyak dihabiskan di lingkungan sekolah daripada di rumah. Anak-anak dapat berada di rumah lagi setelah menjelang sore. Kegiatan siswa dalam menuntut ilmu akan lebih banyak di sekolah dibandingkan porsi siswa belajar di rumah.

(50)

Implementasi kebijakan adalah tahap pengambilan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi kebijakan bagi orang-orang yang dipengaruhi kebijakan tersebut. Jika kebijakan tidak tepat, tidak dapat mengurangi masalah, maka kebijakan tersebut akan gagal meski telah diimplementasikan dengan baik. Jika kebijakan yang baik diimplementasikan dengan buruk, maka kebijakan tersebut akan gagal untuk mencapai tujuan. Agar suatu kebijakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampat atau tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan kajian diatas yang telah dijelaskan dengan beberapa konsep dan teori yang terkait mengenai implementasi kebijakan Full day School yang dapat dijadikan sebuah dasar kajian adalah tentang konsep-konsep implementasi, konsep kebijakan, konsep implementasi kebijakan serta konsep full day school.

Untuk mengetahui sejauh mana kebijakan ini diterapkan maka penulis akan menganalisis dengan beberapa indikator yang menggunakan teori Implementasi kebijakan Model Soren C. Winter dalam Mustari (2015) bahwa keberhasilan dari proses implementasi ada tiga variable yang mempengaruhi, yaitu : perilaku antar organisasi, perilaku implementor (aparat atau birokrat), dan perilaku kelompok sasaran.

Untuk lebih jelasnya, berikut gambaran bagan kerangka pikir dalam penulisan ini :

(51)

Bagan Kerangka Fikir

D. Fokus Penelitian

Berdasarkan dari penjelasan sebelumnya maka dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah :

1. Penerapan kebijakan Full day School di SMK Negeri 1 Bulukumba.

2. Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penerapan kebijakan Full day School di SMK Negeri 1 Bulukumba.

E. Deskripsi Fokus Penelitian

Adapun deskripsi fokus penelitian penulis yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu :

1. Perilaku antar organisasi yaitu koordinasi dan komitmen antara sekolah dengan dinas pendidikan dalam penerapan kebijakan full day school.

Implementasi Kebijakan Full Day School

Implementai Kebijakan a. Perilaku antar organisasi b. Perilaku implementor c. Perilaku kelompok

sasaran

Soren C. Winter dalam Mustari (2015)

Suatu Kebijakan dapat Berjalan dengan Baik.

Faktor Penghambat a. Jarak tempat

tinggal b. Kejenuhan

Faktor Pendukung a. Sarana dan

Prasarana b. Sumber Daya

Manusia

(52)

2. Perilaku implementor yaitu aparat di dinas pendidikan yang mengawasi jalannya suatu kebijakan, Dimensinya ada tiga yaitu: kontrol organisasi, etos kerja, dan norma-norma profesionalisme.

3. Perilaku kelompok sasaran yang dimaksud adalah sekolah khususnya guru. Kelompok sasaran bukan hanya memberi pengaruh kepada dampak kebijakan namun juga mempengaruhi kinerja birokrat tingkat bawah, kalau dampak yang dihasilkan baik maka kinerja birokrat tingkat bawah juga baik begitupun sebaliknya.

4. Faktor pendukung yaitu hal-hal yang mempengaruhi, memajukan, dan mendukung dalam penerapan kebijakan full day school.

5. Faktor penghambat adalah faktor yang sifatnya menghambat jalannya suatu kegiatan atau bahkan menghalangi dan menahan terjadinya sesuatu dalam penerapan kebijakan full day school.

6. Sarana prasarana merupakan dua hal yang saling menunjang antara yang satu dengan yang satunya lagi. Sarana dan prasarana memiliki keterkaitan yang tidak dapat ditentukan. Dua hal ini adalah fasilitas penunjang dalam penerapan kebijakan full day school.

7. Sumber daya manusia yaitu salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat di lepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. Sumber daya manusia berupa manusia yang diperkejakan di sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu.

(53)

8. Jarak tempat tinggal yaitu jarak yang ditempuh siswa dan guru dari rumah kesekolah.

9. Kejenuhan yaitu suatu kondisi dimana individu mengalami kelelahan fisik, mental, dan emosional yang disebabkan rentang waktu/proses belajar mengajar dalam penerapan kebijakan full day school yang panjang.

Gambar

Tabel 3.1. Informan

Referensi

Dokumen terkait

Namun, sisanya (66%) atau mayoritas keluarga miskin di perkotaan berada pada kondisi rawan pangan. Dari berbagai tingkat pendapatan yang termasuk kategori tahan pangan,

Oleh karena itu analisis rasio keuangan untuk mengetahui informasi keadaan keuangan suatu perusahaan perlu diterapkan oleh bank karena dengan informasi dari keadaan keuangan

Huma Gantung Buntoi di masa lalu dihuni oleh seorang kepala adat bergelar Singa (Singa Jalla) yaitu pemimpin yang taat pada adat dan tradisi Suku Dayak Ngaju.Perubahan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis minat peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sangat antusias karena pada saat pembelajaarn

maka aplikasi akan menampilkan menu tentang aplikasi, kemudian ketika pengguna memilih menu diagnosa maka aplikasi akan memberikan pertanyaan diagnosa kerusakan

Mata kuliah ini memberikan pengalama secara nyata kepada mahasiswa dalam mengaplikasikan konsep keperawatan anak dengan melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan

Persaingan usaha yang sangat ketat saat ini mengharuskan perusahaan harus selalu mencari strategi penjualan baru agar bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan

Ket : Batas waktu penukaran produk yang sudah di beli adalah 1 bulan sejak tanggal pembelian dengan HARUS menyertakan bukti nota Untuk pembelian satu jenis produk dalam jumlah