SKRIPSI
PENGARUH UMUR PERUSAHAAN, PERSENTASE SAHAM YANG DITAWARKAN, INFLASI, REPUTASI UNDERWRITER DAN
KONDISI PASAR TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)
DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) TAHUN 2015-2018
OLEH
Norma Hotmian Br Simanjuntak 180522109
PROGRAM STUDI STRATA 1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
ABSTRAK
Pengaruh Umur Perusahaan, Persentase Saham Yang Ditawarkan, Inflasi, Reputasi Underwriter Dan Kondisi Pasar Terhadap Underpricing Saham
Pada Saat Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2015-2018
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Umur Perusahaan, Persentase Saham Yang Ditawarkan, Inflasi, Reputasi Underwriter Dan Kondisi Pasar Terhadap Underpricing Saham. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang sedang melakukan Initial Public Offering (IPO) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2015-2018. Terdapat 126 perusahaan Initial Public Offering (IPO) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sebanyak 105 perusahaan Initial Public Offering (IPO) yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data penelitian diperoleh darI www.idx.co.id dan website www.e-bursa.com. Data yang diperoleh dan dikumpulkan kemudian diolah menggunakan aplikasi SPSS versi 25.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur perusahaan dengan nilai signifikansi 0,012, inflasi dengan nilai signifikansi 0,001, reputasi underwriter dengan nilai signifikansi 0,000 berpengaruh signfikan terhadap underpricing saham. Sedangkan persentase saham yang ditawarkan dan kondisi pasar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing saham.
Kata kunci : Umur Perusahaan, Persentase Saham Yang Ditawarkan,
Inflasi, Reputasi Underwriter , Kondisi Pasar, Underpricing Saham, Initial Public Offering
ABSTRACT
The Influence of Company Age, Percentage of Shares Offered, Inflation,Underwriter's Reputation and Market Conditions for Stock Underpricing At the time of the
Initial Public Offering (IPO) on the Indonesia Stock Exchange (IDX) 2015-2018
The purpose from this research is to analyze the Effect of Company Age, Percentage of Shares Offered, Inflation, Underwriting Shares and Market Conditions on Underpricing of Shares. This study uses a sample of companies that are conducting an Initial Public Offering (IPO) listed on the Indonesia Stock Exchange during the 2015-2018 period. There are 126 Initial Public Offering companies listed on the Indonesia Stock Exchange. A total of 105 IPOs were sampled in this study. The sample technique used in this study is the purposive sampling method.
The data used in this research is secondary data. The research data was obtained from the website www.idx.co.id dan website www.e-bursa.com. The data obtained and collected is then processed using the SPSS version 25 application.
The results showed that the age of the company with a significance value of 0.012, inflation with a significance value of 0.001, the reputation of the underwriter with a significance value of 0,000 had a significant effect on the underpricing of shares. While the percentage of shares offered and market conditions do not significantly influence the Underpricing of Shares.
Keywords : Company Age, Percentage of Shares Offered, Inflation, Underwriter's Reputation, Market Conditions, Underpricing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Umur Perusahaan, Persentase Saham Yang Ditawarkan, Inflasi, Reputasi Underwriter Dan Kondisi Pasar Terhadap Underpricing Saham Pada Saat Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia
(BEI) Tahun 2015-2018”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan program pendidikan S-1 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini ditulis dengan baik, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak, CPA selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Hotmal Ja’faar, M.M., Ak. Selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran, motivasi serta tenaga sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar selaku Dosen Penguji dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran
dan kritikan yang membangun sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Kepada orang tua tercinta yang tiada henti dan tiada lelah untuk memberikan dukungan dan motivasi baik secara moral ataupun secara materiil.
6. Kepada seluruh sahabat belajar dan bermain Sri Purwa Ningsih, Tri Muslimah dan Regina Meilyani Br Tarigan. Dan juga kepada seluruh mahasiswa dan mahasiswi ekstensi stambuk 2018 group C
Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan penulis sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan kedepan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat dan seluruh pembaca senantiasa diberjkati Tuhan Yang Maha Esa.
. Medan, Juli 2020 Penulis
Norma H. Simanjuntak 180522109
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... I ABSTRAK ... II ABSTRACT ...III KATA PENGANTAR ... IV DAFTAR ISI ... VI DAFTAR TABEL... IX DAFTAR GAMBAR ... X DAFTAR LAMPIRAN ... XI BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 13
2.1.1. Pasar Modal ... 13
2.1.2. Saham ... 15
2.1.3. Intial Public Offering (IPO) ... 16
2.1.4. Penjamin Emisi (Underwriter) ... 16
2.1.5. Underpricing ... 17
2.1.6. Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Underpricing ... 19
2.2. Penelitian Terdahulu ... 22
2.3. Kerangka Konseptual ... 28
2.3.1. Pengaruh Underpricing Saham Terhadap Umur Perusahaan ... 29
2.3.2. Pengaruh Underpricing Saham Terhadap Persentase Saham yang ditawarkan ... 29
2.3.3. Pengaruh Underpricing Saham Terhadap Inflasi ... 29
2.3.4. Pengaruh Underpricing Saham Terhadap Reputasi Underwriter ... 30
2.3.5. Pengaruh Underpricing Saham Terhadap Kondisi Pasar ... 30
2.4. Hipotesis ... 31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 32
3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian... 32
3.3. Batasan Operasional ... 32
3.4. Defenisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel ... 33
3.4.1. Variabel Dependen ... 33
3.4.2. Variabel Independen ... 33
3.5. Populasi Dan Sampel ... 37
3.5.1. Populasi ... 37
3.5.2. Sampel ... 37
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 38
3.7. Teknik Analisis Data ... 39
3.71. Analisis Statistik Deskriptif ... 39
3.72. Uji Asumsi Klasik ... 39
3.7.2.1. Uji Normalitas ... 40
3.7.2.2. Uji Multikolinearitas ... 40
3.7.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 41
3.7.2.4. Uji Autokorelasi ... 42
3.7.3. Analisis Hipotesis ... 42
3.7.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda ... 43
3.7.3.2. Uji Koefisien Determinasi ... 44
3.7.3.3. Uji F (Simultan) ... 44
3.7.3.4. Uji t (Parsial) ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data Penelitian ... 45
4.2. Analisis Hasil Penelitian ... 46
4.2.1. Statistik Deskriptif ... 46
4.2.2. Uji Asumsi Klasik ... 48
4.2.2.1. Uji Normalitas ... 48
4.2.2.2. Uji Multikolinearitas ... 51
4.2.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 53
4.2.2.4. Uji Autokorelasi ... 54
4.2.2.5. Analisis Regresi Linear Berganda ... 55
4.2.2.6. Uji Hipotesis ... 58
4.2.2.6.1. Uji Koefisien Determinasi ... 58
4.2.2.6.2. Uji Signifikansi Simultan ... 59
4.2.2.6.3. Uji Signifikansi Parsial ... 60
4.3. Pembahasan ... 62
4.3.1. Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Underpricing Saham ... 62
4.3.2. Pengaruh Persentase Saham Yang Ditawarkan Terhadap Underpricing Saham ... 63
4.3.3. Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Underpricing Saham ... 64
4.3.4. Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Underpricing Saham ... 65
4.3.5. Pengaruh Kondisi Pasar Terhadap Underpricing Saham ... 65
4.3.6. Pengaruh Umur Perusahaan, Persentase Saham Yang Ditawarkan, Inflasi, Reputasi Underwriter, Dan Kondisi Pasar Terhadap Underpricing Saham .... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
LAMPIRAN ... 74
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Fenomena Underpricing Saham Pada Tahun 2015 – 2018... 4
1.2 Research Gap Underpricing ... 6
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 23
3.1 Defenisi Operasional Dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 36
4.1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 46
4.2 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ... 50
4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 52
4.4 Hasil Uji Durbin – Watson Test (DW Test) ... 55
4.5 Analisis Regresi Linear Berganda ... 56
4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 59
4.7 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 60
4.8 Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 61
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
1.1. Tingkat Underprcing Saham Tahun 2015-2018 ... 5
2.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 28
4.1. Hasil Uji Histogram ... 50
4.2. Hasil Uji Normal P-P Plot ... 51
4.3. Hasil Uji Scatterplot ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. Tabel Judul Halaman
Lampiran 1 Daftar Populasi Penelitian ... 74
Lampiran 2 Daftar Pemilihan Sampel Penelitian ... 79
Lampiran 3 Daftar Sampel Penelitian ... 84
Lampiran 4 Data Variabel Penelitian ... 88
Lampiran 5 Hasil Output IBM SPSS 26 ... 95
Lampiran 6 Tabel DW-Test ... 99
Lampiran 7 Tabel Distribusi F ... 100
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hal yang paling dibutuhkan oleh perusahaan adalah sebuah modal yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan yang dialami perusahaan, kebutuhan akan modal juga akan bertambah. Namun, permasalahan yang sering timbul adalah perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan modalnya sendiri.
Untuk memenuhi kebutuhan akan modalnya tersebut, perusahaan akan mencari tambahan modal dari pihak luar, yaitu dengan cara menjual saham perusahaan kepada masyarakat melalui pasar modal (go public).
Pasar modal memberikan fasilitas untuk mempertemukan antara pihak- pihak surplus dana (investor) dengan pihak yang membutuhkan dana (perusahaan) dalam kerangka investasi. Pasar modal juga merupakan salah satu sarana guna memenuhi permintaan dan penawaran modal. Di tempat inilah para investor dapat melakukan investasi dengan cara membeli surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan. Melalui pasar modal, suatu perusahaan dapat menjual sahamnya kepada publik guna memperoleh sumber dana untuk kegiatan ekspansi atau operasi perusahaan. Di pasar modal para investor dapat menanamkan modalnya (berinvestasi) dengan membeli sejumlah efek dengan harapan akan memperoleh keuntungan dari hasil kegiatan tersebut, sehingga investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
menempatkan dana pada satu aset atau lebih selama periode tertentu dengan harapan akan memperoleh keuntungan.
Perusahaan yang untuk pertama kalinya menawarkan sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal disebut sebagai penawaran umum perdana atau disebut Initial Public Offering (IPO). Perusahaan cenderung melakukan IPO karena banyak keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Beberapa keuntungan tersebut antara lain adalah kemudahan untuk meningkatkan modal di masa mendatang, meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham serta nilai perusahaan akan diketahui.
Pada umumnya perusahaan akan menyerahkan permasalahan yang berhubungan dengan IPO kepada banker investasi (invesment banker).
Banker investasi merupakan pihak yang mempunyai keahlian dalam penjualan sekuritas-sekuritas baru. Banker investasi mempunyai peran sebagai pemberi saran atau nasihat kepada perusahaan terkait segala hal yang seharusnya dilakukan untuk menjual sekuritas (advisory function), sebagai pembeli saham (underwriting function), dan berfungsi sebagai pemasar saham kepada investor (marketing function) (Bodie dkk, 2016).
Perusahaan yang melakukan go public sebelumnya merupakan sebuah perusahaan privat dimana tidak ada keharusan bagi perusahaan untuk menyedikan informasi mengenai perusahaannya kepada masyarakat sehingga private information sangat sulit untuk didapatkan. Keterbatasan informasi ini tentu menyulitkan investor untuk menentukan keuntungan dan resiko dari harga saham perusahaan IPO. Investor hanya memperoleh informasi dari
propektus yang disertakan perusahaan sebelum melakukan penawaran perdana. Propektus merupakan dokumen yang berisi informasi tentang perusahaan penerbit sekuritas dan informasi lain yang berkaitan tentang sekuritas yang ditawarkan.
Sebelum saham tersebut diperdagangkan di bursa efek (pasar sekunder) terlebih dahulu saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana. Harga saham pada penawaran perdana di pasar perdana (primary market) umumnya merupakan kesepakatan antara perusahaan dan underwriter (penjamin emisi) sedangkan harga saham di pasar sekunder (secondary market) ditentukan berdasarkan permintaan dan penawaran.
Namun, penentuan harga saham pada IPO sangat sulit dilakukan karena tidak ada harga pasar sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menetapkan besarnya penawaran. Harga saham dari perusahaan yang melakukan IPO belum pernah tercatat di lantai bursa oleh karena itu underwriter akan menanggung segala resiko untuk menjual saham ini.
Kondisi ini mendorong underwriter cenderung akan menjual saham tersebut dengan harga yang lebih murah untuk mengurangi resiko yang ditanggungnya. Apabila harga saham pada saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder dihari pertama, maka terjadi underpricing. Sehingga timbul pertanyaan bagaimana hal ini bisa terjadi dan apakah emiten merasa dirugikan jika penawaran perdana sahamnya terlalu murah.
Underpricing merupakan selisih positif harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar primer saat penawaran perdana. Artinya harga saham di pasar sekunder akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada saat penawaran perdana. Selisih harga tersebut disebut dengan istilah initial return (IR) (Gunawan dan Jodin, 2015). Kondisi underpricing sangat merugikan bagi perusahaan yang sangat membutuhkan dana karena dana yang diterima menjadi tidak maksimum. Namun, bagi investor kondisi ini sangat menguntungkan karena investor akan menerima Initial Return (return awal) atas pembelian saham yang dilakukannya. Initial Return adalah return yang diterima pemegang saham karena perbedaan harga saham antara pasar perdana dengan pasar sekunder pada saat IPO.
Tabel 1.1
Fenomena Underpricing Saham Pada Tahun 2015 – 2018
Tahun Kode
Perusahaan
Nama Perusahaan
Harga IPO
Harga Penutupan
Tingkat Underpricing
2015
BBYB Bank Yudha
Bhakti Tbk Rp. 115 Rp. 195 69.5652%
AMIN
Ateliers Mecaniques D Indonesie Tbk.
Rp. 128 Rp. 124 -3.125%
2016
SHIP Sillo Maritime
Perdana Tbk Rp. 140 Rp. 238 70%
BGTG Bank Ganesha
Tbk Rp. 103 Rp. 94 -8.7379%
2017
TAMU
Pelayaran Tamarin Samudra Tbk
Rp. 110 Rp. 187 70%
CARS Bintraco Dharma
Tbk Rp. 1,750 Rp. 1,740 -0.5714%
2018
PEHA Phapros Tbk Rp. 1198 Rp. 1800 50.2504%
HEAL Medikaloka
Hermina Tbk Rp. 3700 Rp. 3170 -14.3243%
Sumber: www. e-bursa.com (2020)
Tabel 1.1 menunjukkan fenomena underpricing pada tahun 2015 yaitu polemik Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB), sebagian mempersoalkan harga IPO saham bank tersebut yang terlalu rendah. Saham yang dilepas dengan harga Rp. 115 dalam waktu singkat naik dan kemudian di tutup dengan harga Rp. 195. Namun kondisi justru bertolak belakang yang dialami dengan Ateliers Mecaniques D Indonesie Tbk yang melakukan penawaran perdana dengan harga Rp. 128 dan kemudian di pasar sekunder di tutup dengan harga Rp. 124. Begitu juga hal yang sama terjadi di tahun – tahun berikutnya yaitu tahun 2016 sampai 2018. Dua kondisi berbeda tersebut menggambarkan bahwa IPO tidak hanya diukur pada saat penjualan di pasar perdana tetapi juga ditentukan oleh performance emiten ketika masuk di pasar sekunder.
Pada grafik di bawah ini terlihat kenaikan underpricing tiap tahun walaupun di tahun 2016 sempat mengalami penurunan tetapi penurunannya tidak terlalu dalam dan di tahun berikutnya mengalami kenaikan lagi.
Gambar 1.1.
Tingkat Underpricing Saham Pada tahun 2015-2018
Sumber: Data yang diolah (2020)
Perbedaan harga saham ketika berada di pasar primer dengan harga saham di pasar sekunder ini menjadikan dana yang seharusnya diterima oleh perusahaan menjadi sebuah keuntungan bagi para investor. Menciptakan harga saham ideal, perusahaan harus mengetahui penyebab terjadinya underpricing. Ketika pemilik perusahaan mengetahui penyebab underpricing, maka pemilik perusahaan memungkinkan bisa menghindarkan perusahaan akan go public terhadap kerugian karena underestimate masyarakat.
Penelitian mengenai kejelasan pengaruh umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar telah banyak dilakukan, tetapi masih terdapat ketidakkonsistenan pada hasil penelitian yang telah dilakukan. Perbedaan hasil penelitian dapat dilihat dalam Tabel Research Gap dibawah ini:
Tabel 1.2
Research Gap Underpricing
No Variabel Dependen
Variabel
Independen Pengaruh Penelitian Sebelumnya
1
Underpricing
Umur Perusahaan
Berpengaruh Positif Thoriq, dkk (2018) Tidak Berpengaruh Gunawan dan Jodi (2015)
2
Persentase Saham Yang Ditawarkan
Berpengaruh Positif Lestari, dkk (2015) Tidak Berpengaruh Asrie (2018)
3 Inflasi
Berpengaruh Positif Nurazizah dan Majidah (2019) Tidak Berpengaruh Kuncoro dan Suryaputri (2019)
4
Reputasi Underwriter
Berpengaruh Negatif Linazah dan Setyowati (2015) Tidak Berpengaruh Yunita dan Chairunnisa (2017)
5 Kondisi Pasar
Berpengaruh Positif Susanti (2000) Tidak Berpengaruh Maya (2013)
Sumber: diolah oleh peneliti (2020)
Perusahaan yang telah lama beroperasi dianggap lebih memiliki banyak pengalaman dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri. Semakin berpengalaman perusahaan tersebut, maka kepercayaan investor untuk berivestasi dalam perusahaan tersebut akan semakin besar. Besarnya kepercayaan investor mengindikasikan bahwa tingkat ketidakpastian pada perusahaan tesebut kecil. Semakin kecil ketidakpastian maka akan semakin kecil pula tingakat underpricing. Berdasarkan table 1.2 perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Thoriq, dkk (2018) pada variabel umur perusahaan menunjukkan bahwa umur perusahaan memiliki berpengaruh positif dengan underpricing. Hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Jodi (2015) memperlihatkan hasil variabel bahwa umur perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing.
Jumlah saham yang ditawarkan perusahaan mengindikasikan sedikit banyaknya private information perusahaan. Semakin banyak jumlah saham yang ditawarkan perusahaan maka akan semakin besar informasi yang diterima investor mengenai perusahaan tersebut sehingga akan mempengaruhi tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (2015) memperlihatkan hasil bahwa variabel jumlah saham yang ditawarkan memiliki berpengaruh yang signifikan terhadap underpricing. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asrie (2018) yang menyatakan bahwa variabel presentase penawaran saham tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing.
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana naiknya harga suatu barang yang berlangsung secara sistematis dan menurunnya nilai mata uang pada suatu negara. Tingginya tingkat inflasi akan berdampak pada keputusan investor untuk berinvestasi. Hal ini karena pada umumnya, investor menginginkan tingkat inflasi sesuai dengan yang diharapkan. Jika tingginya tingkat inflasi akan berdampak pada menurunnya pendapatan yang akan diperoleh dari investasinya, maka investor cendrung akan menunda kegiatan investasinya. Oleh karena itu, akan menyebabkan risiko tidak terjualnya saham IPO. Penelitian yang dilakukan oleh Nurazizah dan Majidah (2019) memperlihatkan hasil bahwa variabel tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing. Namun, tidak konsisten dengan penelitian oleh Kuncoro dan Suryaputri (2019) yang menunjukkan bahwa variabel tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham perusahaan IPO.
Underwriter dalam hal ini memiliki informasi lebih baik mengenai permintaan terhadap saham-saham emiten, dibanding emiten itu sendiri (asymmetry information). Underwriter akan memanfaatkan informasi yang dimilikinya untuk memperoleh kesepakatan yang optimal dengan emiten, yaitu memperkecil risiko keharusannya dengan menekan harga saham menjadi lebih murah. Demikian akan terjadi underpricing, artinya bahwa harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibanding dengan harga saham di pasar sekunder. Penelitian yang dilakukan oleh Linazah dan Setyowati (2015) yang menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter
berpengaruh negatif terhadap underpricing saham pada saat IPO. Namun, tidak konsisten dengan penelitian oleh Yunita dan Chairunnisa (2017) yang menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter tidak berpengaruh terhadap underpricing saham pada saat IPO.
Kondisi pasar adalah keadaan pasar modal yang biasanya tercermin dalam perbedaan angka indeks harga saham. Indeks saham adalah harga saham yang dinyatakan dalam angka indeks. Indeks saham digunakan untuk tujuan analisis dan menghindari dampak negatif dari penggunaan harga saham dalam rupiah. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2000 dalam Nugraheni 2006) memperlihatkan hasil bahwa kondisi pasar berpengaruh positif terhadap underpricing saham pada saat melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Maya (2013) menyatakan bahwa variabel kondisi pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perbedaan hasil dari penelitian terdahulu mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi underpricing pada saat IPO mendorong penulis untuk kembali melakukan penelitian dengan mengambil variabel bebas (independent variable) yaitu umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini diberi judul: “Pengaruh Umur Perusahaan, Persentase Saham Yang Ditawarkan, Inflasi, Reputasi Underwriter dan Kondisi Pasar Pada Saat Initial Public Offering (IPO) Terhadap Underpricing Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2015-2018”.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah umur perusahaan berpengaruh terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) tahun 2015- 2018?
2. Apakah persentase saham yang ditawarkan berpengaruh terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) tahun 2015- 2018?
3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) tahun 2015- 2018?
4. Apakah reputasi underwriter berpengaruh terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) tahun 2015- 2018?
5. Apakah kondisi pasar berpengaruh terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) tahun 2015- 2018?
6. Apakah umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar berpengaruh terhadap underpricing saham secara simultan pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) tahun 2015- 2018?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar terhadap underpricing saham baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering tahun 2015- 2018.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti:
1. Bagi Emiten
Dijadikan sebagai referensi bagi manajemen untuk mengambil langkah- langkah yang paling tepat saat melakukan initial public offering (IPO).
Perusahaan yang telah mengambil langkah yang tepat nantinya dapat memperoleh harga yang baik, sehingga semua saham yang ditawarkan oleh perusahaan bisa terjual semuanya di pasar modal.
2. Bagi Investor
Dijadikan sebuah pertimbangan oleh para calon investor ketika menginvestasikan dananya di pasar modal. Sehingga para investor dapat memaksimalkan dana yang telah mereka investasikan pada perusahaan yang menjual sahamnuya. Dengan demikian investor dapat memperoleh keuntungan baik berupa dividen maupun capital gain.
3. Bagi Peneliti
Dijadikan untuk menambah pengetahuan mengenai seberapa besar umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar dapat mempengaruhi underpricing saham dan memperoleh pengetahuan baru terkait dengan dunia pasar modal, khususnya tentang underpricing saham dan faktor yang mempengaruhinya.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Dapat memperluas pengetahuan sebagai sumber referensi dalam pemikiran dan penalaran untuk masalah yang baru dalam penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Teori yang akan menjadi dasar dalam penelitian ini mencakup hal-hal yang berkaitan langsung dengan variabel-variabel yang ada dalam penelitain ini. Uraian diawali dengan pengertian pasar modal sebagai hal yang paling mendasar sebelum mengetahui detail dari variabel-variabel yang akan diteliti.
2.1.1 Pasar Modal
Dalam perputaran roda perekonomian, sumber- sumber pembiayaan merupakan tulang punggung pengembangan usaha (bisnis). Untuk itu, dibutuhkan solusi sumber dana yang memiliki risiko rendah serta tawaran pilihan – pilihan instrumen yang memiliki jangka waktu panjang. Pasar modal muncul sebagai alternatif solusi pembiayaan jangka panjang, sehingga oleh perusahaan pengguna dana dapat leluasa memanfaatkan dana tersebut dalam rangka kepentingan investasi. Perusahaan yang membutuhkan dana atau ingin menambah dana dapat menjual surat berharganya di pasar modal.
Dapat dikatakan bahwa pasar modal merupakan pasar seperti pada umumnya, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan kegiatan jual beli. Penentuan harga dalam pasar modal juga merupakan hasil dari permintaan dan penawaran. Namun, yang membedakan pasar modal dengan pasar-pasar pada umumnya adalah barang yang dijual di pasar modal merupakan sekuritas dan surat-surat berharga.
Pasar Modal UU No. 8 tahun 1995 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya. Pasar modal juga mempunyai pengertian yang abstrak yang mempertemukan calon pemodal (investor) dengan emiten yang membutuhkan dana jangka panjang yang transferable (Fahmi, 2015:
37). Pasar modal juga merupakan situasi, yang mana memberikan ruang dan peluang penjual dan pembeli bertemu dan bernegosiasi dalam pertukaran komoditas dan kelompok komoditas modal, modal disini, baik modal yang berbentuk hutang (obligasi) maupun modal ekuitas (equity) (Hadi, 2013: 10).
Pada umumnya pasar modal dapat dibagi menjadi empat jenis, antara lain pasar perdana, pasar sekunder, pasar ketiga dan pasar keempat.
1. Pasar Perdana (Primary Market)
Tempat untuk menjual surat berharga yang baru dikeluarkan oleh perusahaan yang melibatkan banker investasi. Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawaran perdana ke publik atau dapat berupa tambahan surat berharga baru jika perusahaan sudah go public (seasoned new issues).
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Setelah sekuritas baru selesai dijual di pasar perdana melalui underwriter sekuritas tersebut akan diperdagangkan untuk publik di pasar sekunder.
Pasar sekunder merupakan pasar dimana perdagangan efek antar investor dilakukan melalui Anggota Bursa sehingga tercipta likuiditas efek.
3. Pasar Ketiga (Third Market)
Pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar kedua tutup. Pasar ketiga dijalankan oleh broker yang mempertemukan pembeli dan penjual pada saat pasar kedua tutup.
4. Pasar keempat (Fourth Market)
Pasar keempat merupakan pasar modal yang dilakukan antara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi untuk broker. Pasar keempat umumnya menggunakan jaringan komunikasi untuk memperdagangkan saham dalam jumlah blok yang besar.
2.1.2 Saham
Saham dapat diartikan sebagai tanda bukti penyertaan modal/dana pada suatu perusahaan. Dengan memiliki saham maka secara otomatis kita memiliki kepentingan dalam perusahaan tersebut dan memiliki hak suara dalam RUPS serta berhak atas deviden. Secara umum saham dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).
1. Saham Biasa (common stock)
Saham dapat didefinisikan sebagai suatu surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah,dollar, yen dan sebagainya) dimana pemegangnya diberi hak untuk mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa serta berhak untuk menentukan membeli right issue (penjualan saham terbatas) atau tidak, yang selanjutnya di akhir tahun akan memperoleh keuntungan dalam bentuk deviden (Fahmi, 2015: 67).
2. Saham Preferen (preferred stock)
Saham preferen didefinisikan sebagai suatu surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah,dollar, yen dan sebagainya) dimana pemegangnya akan memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk deviden yang akan diterima setiap kuartal (tiga bulanan) (Fahmi, 2015:67).
2.1.3 Initial Public Offering (IPO)
Untuk memperoleh tambahan dana, yang akan dipergunakan untuk membiayai kegiatan operasionalnya, perusahaan dapat memanfaatkan pasar modal dengan mengeluarkan saham untuk publik. Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan saham perusahaannya untuk publik disebut melakukan penawaran umum perdana atau disebut IPO. Menurut Undang- Undang No. 8 Tahun 1995 mengenai Pasar Modal didefinisikan bahwa
“Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.”
Initial Public Offerring merupakan tahapan awal perusahaan menjual saham untuk publik. Keputusan menjadi perusahaan publik atau tetap menjadi perusahaan privat merupakan keputusan yang harus dipikirkan matang- matang.
2.1.4 Penjamin Emisi (Underwriter)
Pada saat melakukan IPO perusahaan biasanya akan menggunakan jasa banker investasi atau penjamin emisi (underwriter) untuk menjual sahamnya
di pasar perdana (primary market). Underwriter merupakan penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang akan menerbitkan sahamnya di pasar modal (Fahmi, 2015:47). Underwriter juga merupakan pihak yang akan menanggung resiko apabila saham tersebut tidak laku terjual dengan cara membeli seluruh saham yang tidak laku tersebut.
Beberapa tipe underwriter menurut Fahmi (2015:47), antara lain adalah kesanggupan penuh, kesanggupan yang terbaik.
1. Kesanggupan Penuh (Full Commitment)
Penjamin emisi menjamin penjualan seluruh saham yang ditawarkan. Bila ada yang tak terjual maka penjamin emisi yang akan membelinya.
2. Kesanggupan yang Terbaik (Best Effort Commitment) Penjamin emisi hanya menjual sebatas yang laku.
2.1.5 Underpricing
Penetapan harga saham pada pasar perdana merupakan kesepakatan yang dibuat oleh perusahaan dengan penjamin emisi (underwriter). Sebagai pihak yang mengetahui pasar modal lebih baik, underwriter cenderung akan membuat harga saham perusahaan tersebut lebih murah. Hal ini dilakukan underwriter agar saham tersebut laku terjual yang pada akhirnya akan mengurangi resiko yang ditanggung oleh underwriter tersebut. Kondisi ini akan menimbulkan harga saham menjadi underpricing.
Underpricing merupakan selisih positif harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar primer saat penawaran perdana. Artinya harga saham di pasar sekunder akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada saat penawaran perdana. Selisih harga tersebut disebut dengan istilah Initial return (IR) (Gunawan dan Jodi, 2015).
Underpricing dapat terjadi karena adanya asimetri informasi atau keterbatasan informasi antara pelaku IPO yaitu perusahaan yang IPO, underwriter maupun investor. Perusahaan yang IPO belum mengetahui bagaimana kondisi pasar modal sehingga perusahaan akan meminta bantuan kepada underwriter untuk menentukan harga yang terbaik untuk menjual sahamnya di pasar perdana. Namun, pada umumnya penawaran saham di pasar perdana sulit dilakukan dengan harga tinggi karena harga pasar saham perusahaan belum diketahui.
Bagi perusahaan, underpricing merupakan kondisi yang sebisa mungkin harus dihindari karena perusahaan sebagai pihak yang membutuhkan dana tidak dapat menghimpun dana secara maksimal. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan sengaja untuk menetapkan harga saham yang cenderung lebih murah. Hal ini dilakukan perusahaan agar minat investor terhadap saham yang dijual oleh perusahaan menjadi tinggi sehingga saham tersebut laku terjual di pasar modal.
Setiap investor pasti akan berupaya untuk memaksimalkan return yang akan diterima dari seluruh investasi yang dilakukannya. Sehingga pihak investor akan lebih mengharapkan tingginya underpricing yang terjadi pada saham yang dibelinya. Apabila terjadi underpricing investor akan menerima initial return, yaitu selisih positif harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar primer saat penawaran (IR) (Gunawan dan Jodi, 2015).
2.1.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Underpricing
Di dalam penelitian ini beberapa faktor yang diduga mempengaruhi underpricing antara lain umur perusahaaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar.
1. Umur Perusahaan
Sebuah perusahaan yang telah lama berdiri umumnya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dalam mengatasi kondisi permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri.
Hal ini dibuktikan dengan kemampuan perusahaan untuk tetap bertahan (survive) dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin banyak juga informasi yang dapat dihimpun oleh investor sehingga dapat mengurangi asimetri informasi.
Semakin sedikit asimetri informasi tentang perusahaan tersebut maka akan semakin kecil pula tingkat ketidakpastian perusahaan tersebut dan pada akhirnya akan berdampak pada semakin kecilnya underpricing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang lebih lama berdiri diduga memiliki underpricing yang lebih kecil. Variabel ini dapat di hitung sejak tahun berdirinya perusahaan sampai perusahaan melakukan IPO, atau melalui rumus sebagai berikut:
Umur = Tahun IPO – Tahun Pendirian Perusahaan 2. Persentase Penawaran Saham
Persentase penawaran saham merupakan banyak jumlah saham yang ditawarkan oleh perusahaan kepada publik. Dengan kata lain persentase
penawaran saham menunjukan seberapa besar porsi kepemilikan yang akan dikuasai oleh publik. Semakin besar jumlah saham yang ditawarkan kepada publik maka akan semakin sedikit private information perusahaan. Semakin sedikit private information perusahaan, para investor akan lebih banyak mendapatkan informasi tentang perusahaan sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian terhadap perusahaan dan pada akhirnya akan mengurangi underpricing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar persentase penawaran saham yang ditawarkan kepada publik maka akan semakin kecil underpricing yang terjadi pada perusahaan tersebut. Variabel ini dapat di hitung melalui rumus sebagai berikut:
3. Inflasi
Inflasi merupakan suatu keadaan di mana melemahnya nilai mata uang pada suatu negara sehingga berdampak pada menurunnya harga suatu barang.
Inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban. Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya, jika tingkat suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan. Variabel ini diukur dengan besarnya tingkat inflasi pada tahun saat emiten melakukan Initial Public Offering.
4. Reputasi Underwriter
Reputasi Underwriter adalah skala kualitas underwriter dalam menawarkan saham emiten. Penggunaan Underwriter yang mempunyai reputasi yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian harga saham perusahaan. Dalam penelitian ini, variabel reputasi underwriter merupakan variabel dummy yaitu variabel berskala kategori. Reputasi underwriter ditentukan dengan menggunakan skala 1 untuk underwriter yang bereputasi tinggi dan skala 0 untuk underwriter yang bereputasi rendah. Ranking ini ditentukan atas dasar perankingan yang dilakukan berdasarkan nilai (value) oleh BEI pada periode 2012-2014. Underwriter yang bereputasi tinggi terdapat dalam jajaran top 5 underwriter, sedangkan underwriter yang tidak terdapat dalam jajaran top 5 underwriter dikelompokkan sebagai underwriter bereputasi rendah. Pengukuran ini digunakan oleh Gerianta (dalam Kristiantari, 2012). Satuan data menggunakan angka dengan skala data ordinal.
5. Kondisi Pasar
Kondisi pasar adalah keadaan pasar modal yang biasanya tercermin dalam perbedaan angka indeks harga saham. Kondisi pasar diwakili oleh tingkat return pasar pada hari dimana suatu saham perusahaan mulai diperdagangkan pertama kalinya di pasar sekunder. Kondisi pasar akan mempengaruhi perilaku pasar (underwriter) dalam menentukan harga saham perdana perusahaan yang dijaminkan. Kondisi pasar adalah keadaan pasar modal yang biasanya tercermin dalam perbedaan angka indeks harga saham.
Indeks saham adalah harga saham yang dinyatakan dalam angka indeks.
Indeks saham digunakan untuk tujuan analisis dan menghindari dampak negatif dari penggunaan harga saham dalam rupiah (Samsul, 2006). Menurut Samsul (2006) harga saham akan bergerak secara acak tergantung pada informasi baru yang akan diterima, tetapi informasi tersebut tidak diketahui kapan akan diterimanya sehingga informasi baru dan harga saham itu disebut unpredictable. Informasi yang mempengaruhi harga saham nantinya akan berpengaruh kepada kondisi pasar. Jika informasi bersifat kabar baik (good news) maka harga saham akan cenderung mengalami kenaikan dan pasar berada pada keadaan baik atau stabil. Sebaliknya informasi yang bersifat buruk (bad news) harga saham akan mengalami penurunan. Variabel ini dapat di hitung melalui rumus sebagai berikut:
Market=
2.2 Penelitian Terdahulu
Underpricing merupakan fenomena yang lazim ditemui pada saat perusahaan melakukan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO). Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menentukan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi underprcing, baik penelitian yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri. Ringkasan penelitian- yang telah dilakukan sebelumnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Variable Hasil Penelitian
Gunawan dan Jodin (2015)
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel Independen:
return on asset, debt to equity ratio, earning per share, umur perusahaan, ukuran perusahaan dan persentase penawaran saham
Hasil mengenai hubungan variabel independen dengan variabel dependen yang dipilih, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Return on asset, Ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan berpengaruh terhadap tingkat underpricing saham perdana sedangkan,
2. Debt to equity rati, Earning per Share, Umur perusahaan, Persentase penawaran saham ke publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing saham perdana. Rasio pengembalian hutang oleh ekuitas tidak menjadi patokan dalam penentuan harga saham.
L (2017) Variabel Dependen:
Underpricing Saham pada saat Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia Tahun.
Variabel Independen:
Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share, Kondisi Pasar.
Hasil mengenai hubungan variabel independen dengan variabel dependen yang dipilih, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Tidak terdapat pengaruh antara umur perusahaan terhadap underpricing saham pada saat melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Terdapat pengaruh negatif signifikan antara ukuran perusahaan (firm size) terhadap underpricing saham pada saat melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (BEI).
3. Terdapat pengaruh positif signifikan antara persentase saham ditawarkan, earning per share terhadap underpricing saham pada saat melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (BEI).
4. Kondisi pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham pada saat melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Yunita dan Chairunnisa (2017)
Variabel Dependen:
Tingkat Underpricing saham syariah pada perusahaan yang terdaftar di BEI.
Variabel Independen:
Underwritter, Persentase Saham Yang Ditawarkan Ke publik, Penggunaan Dana IPO Untuk Investasi.
Maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Hasil pengujian hipotesis diperoleh bahwa variabel Reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan ke publik, penggunaan dana IPO untuk investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham syariah pada perusahaan yang IPO di BEI.
Thoriq, dkk (2018) Variabel Dependen:
Underpricing yang diukur menggunkan nilai initial return
Variabel Independen:
ROA, DER, umur perusahaan, ukuran perusahaan, jenis industri, reputasi underwriter, nilai tukar rupiah dan inflasi.
1. Faktor internal yang berpengaruh signifikan terhadap underpricing saat IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2010–2015 adalah ROA, DER dan umur perusahaan.
2. Faktor eksternal yang berpengaruh signifikan terhadap underpricing saat IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2010–2015 adalah inflasi yang merupakah variable makro.
Nurazizah dan Majidah (2019)
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel Independen:
Financial leverage, ROA, konsentrasi kepemilikan, tingkat inflasi, dan listing delay.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa financial leverage, ROA, konsentrasi kepemilikan, tingkat inflasi, dan listing delay berpengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing.
Sedangkan secara parsial, ROA berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing. Financial leverage, konsentrasi kepemilikan, dan listing delay tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing secara parsial.
Sumber: Berbagai jurnal yang diolah (2020)
Penelitian oleh Gunawan dan Jodin (2015) dilakukan pada periode periode penelitian tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. yakni berjumlah 125 perusahaan yang didapat melalui studi lapangan di Bursa Efek Indonesia.
Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 66 perusahaan. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Melalui anilisis regresi berganda dapat diketahui pengaruh
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel return on asset dan ukuran perusahaan, yang memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing.
L (2017) melakukan penelitian pada periode Tahun 2012-2015 terhadap initial return dengan reputasi Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share, Kondisi Pasar sebagai variabel independen. Jenis penelitian ini kausal komparatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.
Kesimpulan penelitian: (1) Umur Perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham, koefisien regresi -0,001 dan signifikansi 0,587.
(2) Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap Underpricing Saham, koefisien regresi -0, 071 dan signifikansi 0,016. (3) Persentase Saham yang Ditawarkan berpengaruh positif signifikan terhadap Underpricing Saham, koefisien regresi 0, 007 dan signifikansi 0,015. (4) Earning Per Share berpengaruh positif signifikan terhadap Underpricing Saham, kofisien regresi sebesar 0,001 dan signifikansi 0,037. (5) Kondisi Pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap Underpricing Saham, signifikansi 0,656. (6) Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share, dan Kondisi Pasar secara simultan berpengaruh terhadap Underpricing, F hasil > F tabel (3,080 > 2,37) dan signifikansi 0,015.
Penelitian yang dilakukan oleh Yunita dan Chairunnisa (2017) menggunakan Underwritter, Persentase Saham Yang Ditawarkan ke publik, Penggunaan Dana IPO Untuk Investasi sebagai variabel independent dengan
menggunakan data perusahaan yang IPO tahun 2013 - 20016. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan berhasil membuktikan bahwa variabel Reputasi underwriter tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham syariah pada perusahaan yang IPO di BEI tahun 2013-2016. Penggunaan underwriter yang bereputasi baik tidak menjamin berkurangnya underpricing yang terjadi ketika perusahaan melakukan penawaran perdana. Hasil pengujian hipotesis kedua diperoleh bahwa variabel persentase saham yang ditawarkan ke publik tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham syariah pada perusahaan yang IPO di BEI tahun 2013-2016. Besarnya persentase saham yang ditawarkan ke publik tidak menggambarkan besarnya keuntungan (return) di masa mendatang, pada saat penawaran perdana investor cenderung melihat harga penawaran perdananya bukan melihat besarnya persentase saham yang ditawarkan. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa penggunaan dana IPO untuk investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham syariah pada perusahaan yang IPO di BEI tahun 2013-2016. Investor tidak terlalu memperhatikan rencana penggunaan dana IPO untuk investasi pada saat membeli saham perdana, karena investor percaya bahwa perusahaan pasti menggunakan dana hasil IPO untuk investasi agar investor tertarik untuk membeli saham pada penawaran perdananya.
Thoriq, dkk (2018) meneliti variabel yang mempengaruhi underpricing pada saat penawaran perdana. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan data yang digunakan
dalam penelitian diambil dari tahun 2010-2015. Penelitian ini menggunakan variabel adalah ROA, DER, umur perusahaan, ukuran perusahaan, jenis industri, reputasi underwriter, nilai tukar rupiah dan inflasi sebagai variabel independen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan menggunakan metode purposive sampling. Sampel perusahaan sebanyak 135 perusahaan dari populasi 137 perusahaan yang melakukan IPO dari tahun 2010–2015 di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan regresi logistik untuk analisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ROA, DER, umur perusahaan dan inflasi berpengaruh terhadap underpricing. Variabel lain tidak pengaruh terhadap tingkat underpricing. Pada model penelitian ini, menunjukkan variable independen bisa menjelaskan variasi tingkat underpricing sebesar 89,6%.
Nurazizah dan Majidah (2019) melakukan penelitian terhadap perusahaan keuangan yang melakukan IPO pada tahun 2015 – 2017 dengan menggunakan variabel independen financial leverage, ROA, konsentrasi kepemilikan, tingkat inflasi, dan listing delay dan underpricing sebagai variabel dependen. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 39 perusahaan dengan menggunakan metode purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa financial leverage, ROA, konsentrasi kepemilikan, tingkat inflasi, dan listing delay berpengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan secara parsial, ROA berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap tingkat
Ha2
Ha3
Ha4
Ha5 Kondisi Pasar (X5)
Reputasi Underwriter (X4)
Inflasi (X3)
Underpricing Saham (Y) Persentase Saham Yang
Ditawarkan (X2) Umur Perusahaan (X1)
underpricing. Financial leverage, konsentrasi kepemilikan, dan listing delay tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing secara parsial. Untuk variabel financial leverage dapat menggunakan Debt to Assets Ratio (DAR) atau Time Interest Earning Ratio (TIER) sebagai proksi.
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan urutan teoritis dan tinjauan peneliti terdahulu maka variabel independent dalam penelitian ini adalah umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar serta variabel dependennya yaitu underpricing saham. Hubungan antara umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflas, reputasi underwriter dan kondisi pasar dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Ha1
2.3.1 Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Underpricing Saham
Umur perusahaan dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik.
Perusahaan yang telah lama berdiri akan memudahkan investor mendapatkan informasi tentang perusahaan tersebut. Dengan bertambahnya informasi yang dimiliki investor maka besarnya asimetri informasi tentang perusahaan tersebut juga akan berkurang dan pada akhirnya akan mengurangi besarnya underpricing yang terjadi.
2.3.2 Pengaruh Saham Yang Ditawarkan Terhadap Underpricing
Saham
Informasi tingkat kepemilikan saham oleh pemilik atau penawaran saham kepada masyarakat akan digunakan oleh investor sebagai pertanda bahwa prospek perusahaanya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan atau semakin kecil persentase saham yang ditawarkan, akan memperkecil tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang. Jadi semakin kecil persentase saham yang ditawarkan ke publik maka tingkat underpricing semakin rendah. Sebaliknya, jika penawaran saham ke publik cenderung besar maka tingkat underpricing saham akan menunjukkan sinyal yang akan semakin tinggi pula.
2.3.3 Pengaruh Inflasi Terhadap Underpricing Saham
Tingginya tingkat inflasi akan berdampak pada keputusan investor untuk berinvestasi. Hal ini karena pada umumnya, investor menginginkan
tingkat inflasi sesuai dengan yang diharapkan. Jika tingginya tingkat inflasi akan berdampak pada menurunnya pendapatan yang akan diperoleh dari investasinya, maka investor cenderung akan menunda kegiatan investasinya.
Oleh karena itu, akan menyebabkan risiko tidak terjualnya saham IPO.
Penjamin emisi, untuk menghindari tingginya risiko tidak terjualnya saham IPO, akan menetapkan harga saham penawaran IPO yang rendah, sehingga akan memberikan sinyal positif kepada investor. Sehingga dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi tingkat inflasi di suatu negara, semakin rendah harga penawaran saham IPO yang ditetapkan, sehingga semakin tinggi risiko perusahaan mengalami underpricing.
2.3.4 Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Underpricing Saham Underwriter merupakan anggota dari pasar modal. Underwriter membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Peranan underwriter berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat underpricing karena tinggi rendahnya harga perdana saham akan dibeli investor tergantung kesepakatan penjamin emisi dengan emiten.
2.3.5 Pengaruh Kondisi Pasar Terhadap Underpricing Saham
Apabila harga saham dalam keadaan baik maka emiten dan penjamin emisi akan memiliki keyakinan dalam menetapkan harga penawaran perdana yang lebih tinggi dan akan memperkecil terjadinya underpricing. Sehingga pada kondisi pasar yang stabil maka peluang terjadinya underpricing akan semakin kecil.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan dari latar belakang, perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka konseptual di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut.
1. Umur Perusahaan berpengaruh terhadap underpricing saham pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
2. Persentase saham yang ditawarkan berpengaruh terhadap underpricing saham pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
3. Inflasi berpengaruh terhadap underpricing saham pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
4. Reputasi Underwriter berpengaruh terhadap underpricing saham pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
5. Kondisi Pasar berpengaruh terhadap underpricing saham pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
6. Umur Perusahaan, Persentase saham yang ditawarkan, Inflasi, Reputasi Underwriter dan Kondisi Pasar berpengaruh terhadap underpricing saham secara simultan pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitif merupakan penelitian yang menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah asosiatif kausal yaitu penelitian yang menunujukkan hubungan antar variabel. Di dalam penelitian ini peneliti ingin menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI selama periode 2015-2018. Penelitian ini dimulai pada bulan November.
3.3 Batasan Operasional
Agar penelitian ini terarah dari permasalahan yang diteliti, maka perlu adanya batasan masalah dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian untuk membuktikan faktor yang mempengaruhi umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, inflasi, reputasi underwriter dan kondisi pasar terhadap underpricing saham pada saat IPO di BEI pada tahun 2015 – 2018.
3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan dalam mengoperasionalkan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan cara construct yang lebih baik (Indriantoro dan Supomo, 2002). Dalam rangka menguji hipotesis yang telah dijelaskan dalam landasan teori sebelumnya maka variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: variabel dependen dan variabel independen..
Defenisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut : 3.4.1 Variabel Dependen (Y)
Dependen variabel (Y) atau variabel terikat adalah merupakan variabel yang diperngaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017: 4). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Underpricing saham pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) pada Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018. Underpricing saham adalah suatu kondisi dimana harga saham di pasar perdana memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan harga saham di pasar sekunder.
Pada penelitian ini, underpricing dihitung sebagai selisih harga saham pada hari pertama penutupan perdagangan pada pasar sekunder dengan harga penawaran dipasar primer dibagi dengan harga penawaran perdana.
3.4.2 Variabel Independen (X)
Independen variabel (X) atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2017: 4). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, dan kondisi pasar. Dalam penelitian ini, terdapat lima variabel yang tergolong dalam variabel independen yaitu:
1. Umur Perusahaan (X1)
Variabel umur perusahaan ini diukur dengan lamanya perusahaan beroperasi sejak didirikan berdasarkan berdasarkan akte pendirian sampai dengan saat perusahaan tersebut melakukan Initial Public Offering (IPO).
Perusahaan yang sudah lama berdiri, kemungkinan sudah banyak pengalaman yang diperoleh. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak informasi yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Dan hal ini akan menimbulkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan-perusahaan tersebut Umur perusahaan ini dihitung dengan skala tahunan. Pengukuran ini juga dipergunakan oleh L (2017).
2. Persentase Saham Yang Ditawarkan (X2)
Persentase saham yang ditawarkan merupakan persentase saham yang ditawarkan ke publik ketika perusahaan melakuka IPO. Besarnya persentase penawaran menunjukkan persentase jumlah saham yang ditawarkan kepada publik dari keseluruhan saham yang diterbitkan emiten. Informasi tingkat kepemilikan saham oleh entrepreneur akan digunakan oleh investor sebagai pertanda bahwa prospek perusahaannya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan (atau semakin kecil persentase saham yang