• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DENGAN LAMA SIKLUS MENSTRUASI DAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 MAKASSAR OLEH : A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(1)HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DENGAN LAMA SIKLUS MENSTRUASI DAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 MAKASSAR OLEH : A"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DENGAN LAMA SIKLUS MENSTRUASI DAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA

PUTRI DI SMA NEGERI 1 MAKASSAR

OLEH :

A. ZAKIAH PRATIWI C11114508

PEMBIMBING : Dr.dr. Irfan Idris, M.Kes.

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK ME- NYELESAIKAN STUDI PADA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DENGAN LAMA SIKLUS MENSTRUASI DAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA

PUTRI DI SMA NEGERI 1 MAKASSAR

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

A. Zakiah Pratiwi C 111 14 508

Pembimbing : Dr.dr. Irfan Idris, M.Kes.

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR 2017

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 28 NOVEMBER, 2017

A. Zakiah Pratiwi, C111 14 508 Dr. Dr. Irfan Idris, M.Kes.

HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DAN LAMA SIKLUS MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN DISMINORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 MAKASSAR

ABSTRAK

Latar Belakang: Menarche adalah menstruasi pertama yang menjadi pertanda kematangan seksual pada remaja wanita. Menarche merupakan menstruasi pertama yang terjadi pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Seiring dengan perkembangan biologis maka pada usia tertentu seseorang mencapai tahap kematangan organ-organ seks yang ditandai dengan menstruasi pertama. Menarche merupakan suatu tanda penting bagi seorang wanita yang menunjukkan adanya produksi hormon yang diseksresikan oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus

Metode Penelitian: Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 90 orang yang dipillih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Alat yang digunakan menggunakan kuisioner yang terdiri dari data demografi, usia saat menarche, pola siklus menstruasi, disminore serta intensitas disminore. Analisi data menggunakan korelasi chi square Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42,2% usia saat menarche remaja berada pada usia 12 tahun, 66,7% memiliki pola siklus menstruasi yang teratur, 86,7% remaja putri yang mengalami disminore dan 48,7% remaja putri yang mengalami disminore dengan intensitas ringan. Tidak terdapat hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri (r=-0,102 p=0,340) dan Terdapat hubungan usia saat menarche dengan kejadian disminore remaja putri (r = - 0,250 p= 0,017)

Kata Kunci: Menarche, Pola Siklus Menstruasi, Disminore Primer

(7)

vi

THESIS FACULTY OF MEDICINE HASANUDDIN UNIVERSITY 28 NOVEMBER, 2017

A. Zakiah Pratiwi, C111 14 508 Dr. Dr. Irfan Idris, M.Kes.

CORRELATION OF AGE IN MENARCHE PERIOD WITH MENSTRUA- TION CYCLE PATTERN AND FEMALE TEENAGERS’ DYSMENORRHE- AL AT SMA NEGERI 1 MAKASSAR

ABSTRACT

Background: Menarche is the first menstrual period to be a sign of sexual maturity in adolescent girls. Menarche is the first menstruation that occurs in early adolescence in the middle of puberty before the productive period. Along with the biological devel- opment then at a certain age a person reaches the stage of maturity of sex organs with the first menstruation. Menarche is an important sign for a woman showing the pro- duction of hormones secreted by the hypothalamus and then passed on to the ovaries and uterus

Methods: The number of samples in this study were 90 people selected using purpos- ive sampling technique. The tool used was a questionnaire consisting of demographic data, age at menarche, menstrual cycle pattern, disminore and disminore intensity.

Data analysis using chi square correlation

Results: The results showed that 42.2% of age when menarche adolescence was at age 12 years, 66.7% had regular menstrual cycles pattern, 86.7% of teenage girls who experienced disminore and 48.7% adolescent girls who experienced disminority with intensity light. There was no correlation between age at menarche and the pattern of menstrual cycle of adolescent girls (r = -0.102 p = 0,340) and There was a correlation between age at menarche and dysminore incidence of adolescent girls (r = -0,250 p = 0,017)

Keywords: Menarche, Menstrual Cycle Pattern, Primary Dysmenorrhea

(8)

vii

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin selama tahun 2014 – 2017.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini adalah berkat bimbingan, kerjasama serta bantuan moril dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penelitian dan penyusunan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kemam- puan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas untuk itu diharapkan saran dan kritiknya yang positif serta masukan yang sifatnya makin memperluas khasanah kar- ya ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :

1. Dr.dr. Irfan Idris, M.kes selaku pembimbing yang dengan kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penu- lis , mulai dari penyusunan proposal sampai pada penulisan skripsi ini.

2. Dr. Qushay Umar Malinta, M.Sc dan dr. Muh. Aryadi Arsyad, Mbiom. Sc, Ph.D selaku penguji atas kesediaan dan saran-saran yang diberikan pada saat seminar proposal hingga seminar akhir yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

3. Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

(9)

viii

4. Orang Tua penulis, Dr.Ir.H.Bachrul Ibrahim,M.S.c dan dr.A. Diamarni Gandhis, MARS yang telah banyak memberikan dorongan doa, moril, dan material selama penyusunan skripsi.

5. Nadya Primastuti dan Musdalifah, selaku teman bimbingan skripsi yang terus bersama- sama berjuang dan telah memberikan bantuan moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini.

6. Sahabat dan rekan perjuangan teman-teman Neutrof14vine; yang telah memberikan ban- tuan moril maupun materil, baik selama perkuliahan maupun masa penyusunan skripsi hingga akhir penulisan ini.

7. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penu- lis dalam penyusunan skripsi ini.

Dan tidak lupa penulis mohon maaf jika dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini terdapat hal – hal yang kurang berkenan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca. Amin.

Makassar, 15 November 2017

Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Manfaat Penelitian BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menarche

2.2. Siklus Menstruasi 2.3. Pola Siklus Menstruasi 2.4. Disminore

BAB 3. KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep 3.2. Definisi Operasional 3.3.Hipotesis Penelitian BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian 4.2. Populasi dan Sampel

(11)

x 4.3. Lokasi dan waktu penelitian 4.4. Pertimbangan etik

4.5. Instrumen penelitian 4.6. Validitas dan reliabilitas 4.7. Pengumpulan data 4.8. Analisa data BAB 5. HASIL

5.1.Hasil Penelitian BAB 6. PEMBAHASAN

6.1. Usia Saat Menarche 6.2. Pola Siklus Menstruasi 6.3 . Disminore

6.4. Hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi 6.5. Hubungan usia saat menarche dengan dismenorea

6.6. Hubungan IMT Dengan Pola Siklus Menstruasi dan Kejadian Dis- minore

DAFTAR PUSTAKA

(12)

1 BAB 1

LATAR BELAKANG

1.1.Latar Belakang

Usia menarche (Haid pertama) terlihat sangat erat kaitannya dengan ke- makmuran dan gaya hidup yang berubah akibat pembangunan dan kemajuan teknolo- gi dan kemudahan dalam memperoleh informasi. Semakin makmur suatu bangsa, kaum wanitanya cenderung menunjukkan usia menarche lebih dini. Makin dininya usia haid atau maturasi seorang wanita membawa beberapa konsekuensi. Pada berbagai program untuk mengatasi tekanan penduduk seperti keluarga berencana yang dikampanyekan melalui penundaan usia perkawinan tentu akan bertolak belakang dengan maturitas yang semakin dini dimana usia produktif menjadi semakin panjang. Usia reproduksi yang semakin panjang sebagai konsekuensi dari usia haid yang lebih dini akan memberi kesempatan untukl menghasilkan keturunan lebih ban- yak.

Menarke datang dengan membawa segala konsekuensi terhadap seorang wanita baik secara fisiologís maupun secara psikis. Secara fisiologis, menarke berarti alat reproduksi pada seorang wanita telah mulat berfungsi sehingga wanita tersebut telah data bereproduksi. Sementara itu menarke juga merupakan pertanda bahwa seorang wanita telah memasuki akil baliqnya dimana hal ini akan menjadi perhatian penting baik terhadap wanita tersebut maupun keluarga serta lingkungan.

Menarke akan diikuti menstruasi yang sering tidak teratur karena folikel de graaf belum melepaskan ovum yang disebut ovulasi (Sibagariang dkk, 2010). Ketid-

(13)

2

akteraturan terjadinya menstruasi pada tahun-tahun pertama menarche adalah kejadi- an yang biasa dialami oleh remaja putri, namun hal ini dapat menimbulkan keresahan pada diri remaja itu sendiri. Adanya anggapan bahwa ia akan sulit mendapatkan ke- turunan karena siklus menstruasinya tidak teratur. Hal ini akan dibarengi dengan kecemasan dan ketakutan yang tidak riil yang semuanya dikaitkan dengan proses haidnya (Sukarni & Wahyu, 2013).

Lebih dari setengah abad ini rata-rata usia menarche mangalami perubahan dari usia 17 tahun menjadi 13 tahun (0,3 tahun until setup decade). Trend usia menarke yang semakin dini mempunyai implikasi antara lain bahwa resiko terjadinya kehamilan pada usia lebih muda menjadi lebih besar. Usia menarke yang terlalu cepat pada sebagian remaja putri dapat menimbulkan keresahan karena secara mental mereka belum siap. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa resiko terjadinya kanker payudara lebih tinggi pada wanita yang mengalami menarke di bawah usia 12 tahun.

Pada saat menstruasi sering muncul keluhan seperti nyeri perut bagian bawah, menstruasi yang tidak teratur, nyeri pinggang, dan salah satunya yaitu dismenorea (Kasdu, 2005), dimana dismenorea yang umum terjadi pada usia remaja adalah dis- menorea primer (Sukarni & Wahyu, 2013).

Hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Rema- ja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa angka kejadian dis- menorea primer cukup tinggi yaitu 72,89% (Proverawati & Misaroh, 2009).

Penelitian Zukri et al (2009) menunjukkan prevalensi kejadian dismenorea primer yaitu sebesar 50,9%. Dampak yang diakibatkan oleh dismenorea primer berupa

(14)

3

gangguan aktivitas seperti tingginya tingkat absen dari sekolah dan keterbatasan ke- hidupan sosial.

Dismenorea berkaitan dengan menarche. Remaja yang menarche pada usia yang lebih muda memiliki risiko mengalami dismenorea lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang menarche pada usia normal. Faktor risiko lain yang berpengaruh terhadap dismenorea adalah siklus menstruasi dan lamanya menstruasi (Morgan &

Hamilton, 2009).

Dismenorea atau yang lebih dikenal dengan nama nyeri haid adalah keluhan yang sering dialami pada remaja putri tepatnya di perut bagian bawah. Dismenorea merupakan penyakit yang sudah cukup lama dikenal. Nyeri tersebut dapat disertai mual, muntah, diare, berkeringat dingin, dan pusing. Namun belakangan diketahui bahwa nyeri ketika haid tidak hanya dirasakan dibagian perut bagian bawah saja. Be- berapa remaja terkadang merasakan dibagian punggung bagian bawah, pinggang, panggul otot paha atas hingga betis. Banyak orang yang beranggapan, nyeri haid merupakan hal yang sangat wajar dan dapat terjadi pada perempuan yang mengalami mentruasi khususnya pada remaja putri, namun tidak sedikit perempuan yang men- galami nyeri yang berkepanjangan dan terus menerus hingga mengalami rasa sakit bahkan tidak dapat melakukan aktifitas selama menstruasi karena rasa nyeri yang tid- ak tertahankan. Dismenorea juga memiliki hubungan dengan keadaan psikologis yang tidak nyaman pada perempuan yang menstruasi seperti, cepat tersinggung, suasana hati yang buruk, mudah marah, dan lain–lain (Anurogo, 2011).

Nyeri haid atau dismenore merupakan keluhan ginekologis akibat ketid- akseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan timbulnya

(15)

4

rasa nyeri yang paling sering terjadi pada wanita (Prayitno, 2014). Remaja putri yang mengalami gangguan nyeri menstruasi sangat mengganggu dalam proses belajar mengajar. Hal ini menyebabkan remaja putri sulit berkonsentrasi karena ketidaknya- manan yang dirasakan ketika nyeri haid. Oleh karena itu pada usia remaja dismenore harus ditangani agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk (Nirwana, 2011).

Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar, rata-rata lebih dari 50% per- empuan di setiap negara mengalami nyeri menstruasi. Di Amerika angka persen- tasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh nyeri selama men- struasi (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Hasil penelitian Sophia, et al. (2013), yang dilakukan di SMK Negeri 10 Medan, menunjukkan bahwa hubungan antara usia menarche dan lama menstruasi dengan kejadian dismenore primer (p=0,03/0,046). Responden yang mengalami dismenore paling banyak terjadi pada usia menarche ≤ 12 tahun sebanyak 83,7% dan lama menstruasi paling banyak yaitu ≥ 7 hari sebanyak 87,2%.

Berbeda dengan hasil penelitian Shinta, et al. (2014), yang dilakukan di SMA Negeri 2 Medan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia menarche dengan kejadian dismenore primer (p=0,116). Responden yang mengalami dismenore paling banyak terjadi pada usia menarche ≥ 12 tahun sebanyak 86,4%. Selain itu juga berbeda dengan penelitian Utami, et al. (2012) pada Siswi SMA Negeri 1 Kahu di Kabupaten Bone yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama men- struasi dengan kejadian dismenore (p=0,324). Responden yang mengalami dismenore paling banyak terjadi pada lama menstruasi ≤ 7 hari (86,5%). Masih terdapat perbe-

(16)

5

daan hasil penelitian mengenai hubungan lama menstruasi dengan kejadian dis- menore primer, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui lebih dalam mengenai

“Hubungan antara usia menarke dengan lama menstruasi dan kejadian dismenore primer pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar, Sulawesi Se- latan”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari Latar Belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1.2.1. Sejauh mana hubungan usia rerata menarke dengan lama menstruasi dan kejadian disminore primer pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum ditujukan untuk memperoleh informasi mengenai sejauh mana hubungan usia rerata menarke dengan lama menstruasi dan kejadian disminore primer pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar.

1.3.2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1.3.2.1 Mengetahui gambaran usia rerata menarke pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar, Sulawesi Selatan.

(17)

6

1.3.2.2 Mengetahui gambaran pola siklus menstruasi pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar, Sulawesi Selatan

1.3.2.3 Mengetahui gambaran kejadian disminore primer pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar, Sulawesi Selatan

1.3.2.4 Mengetahui hubungan menarke dengan kejadian disminore primer pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar, Sulawesi Selatan

1.3.2.5 Mengetahui hubungan siklus menstruasi dengan kejadian dis- minore primer pada remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar, Sulawe si Selatan

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan diharapkan dapat memberi manfaat pada berbagai pihak, antara lain :

1.4.1. Instansi tempat pelaksanaan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendidikan tentang repro- duksi dengan tepat agar remaja putri disekolah tersebut tidak men- galami stress maupun rasa khawatir saat mengalami menarke dengan kejadian disminore primer

1.4.2. Pendidikan dokter

Manfaat penelitian ini bagi pendidikan dokter adalah sebagai sarana bahan masukan dan tambahan dalam penyampaian pemberian pen-

(18)

7

didikan khususnya di bidang kedokteran terkait dengan kesehatan re- produksi wanita pada usia remaja.

1.4.3. Penelitian kedokteran

Penelitian ini dapat dijadikan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya yang sejenis mengenai usia saat menarke, pola siklus menstruasi, dan disminore pada remaja putri

(19)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Menarke

Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehami- lan. Menstruasi yang pertama kali (disebut menarke) yang paling sering terjadi pada usia 11 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada usia 8 tahun atau 16 tahun. (Pubertas)

Setelah lahir, kehidupan wanita dapat dibagi dalam beberapa masa, yakni ma- sa bayi, masa kanak-kanak, masa pubertas, masa reproduksi, masa klimakterium, dan masa senium. Secara klinis pubertas mulai dengan timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir kalau sudah ada kemampuan reproduksi.

Kejadian yang penting dalam pubertas ialah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, menarke, dan perubahan psikis. Apa yang pri- mer menyebabkan mulai pubertas belum diketahui. Yang diketahui adalah bahwa ovarium mulai berfungsi di bawah pengaruh hormon gonadotropin dari hipofisis, dan hormon ini dikeluarkan atas pengaruh Releasing Factor dari hipotalamus. Dalam ovarium folikel mulai tumbuh dan walaupun folikel-folikel itu tidak sampai menjadi matang karena sebelumnya mengalami atresia, namun folikel-folikel tersebut sudah sanggup mengeluarkan estrogen. Pada saat yang kira-kira bersamaan korteks kelenjar suprarenal mulai membentuk androgen, dan hormon ini memegang peranan dalam pertumbuhan badan.

(20)

9

Pengaruh peningkatan hormon yang pertama-tama nampak ialah pertumbuhan badan anak lebih cepat, terutama ekstremitasnya, dan badan lambat laun mendapat bentuk sesuai dengan jenis kelamin. Walaupun ada pengaruh hormon somatotropin, diduga bahwa pada wanita kecepatan pertumbuhan menyebabkan penutupan garis lain adalah pertumbuhan genitalia interna, genitalia eksterna, dan ciri-ciri kelamin sekunder. Dalam masa pubertas genitalia interna dan genitalia eksterna lambat laun tumbuh untuk mencapai bentuk dan sifat seperti pada masa dewasa. (ilmu kan- dungan)

Menarche adalah menstruasi pertama yang menjadi pertanda kematangan sek- sual pada remaja wanita (Dariyo, 2004). Menarche merupakan menstruasi pertama yang terjadi pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Seiring dengan perkembangan biologis maka pada usia tertentu seseorang mencapai tahap kematangan organ-organ seks yang ditandai dengan menstruasi per- tama. Menarche merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang wanita yang menunjukkan adanya produksi hormon yang disekresikan oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus (Sukarni & Wahyu, 2013).

Umumnya remaja mengalami menarche pada usia 12-16 tahun (Kusmiran, 2011). Secara normal menarche terjadi pada usia 11-16 tahun (Suryani & Widyasih, 2010). Wiknjosastro dkk (2008) berpendapat bahwa usia seorang remaja mengalami menarche yaitu pada umur 11-13 tahun. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Risk- esdas) tahun 2010, rata-rata usia menarche pada perempuan usia 10-59 tahun di Indo- nesia adalah 13 tahun dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun.

(21)

10

Menarche adalah salah satu kejadian yang penting dalam masa pubertas.

Gangguan – gangguan yang dapat terjadi menurut Wiknjosastro dkk (2008) meliputi : 2.1.1 Menarche dini

Pada menarche dini terjadi haid sebelum umur 10 tahun. Hormon gonado- tropin diproduksi sebelum anak berumur 8 tahun. Hormon ini merangsang ovari- um sehingga ciri-ciri kelamin sekunder, menarche dan kemampuan reproduksi terdapat sebelum waktunya.

2.1.2 Menarche tarda

Menarche tarda adalah menarche yang baru datang setelah umur 14 tahun.

Pubertas dianggap terlambat jika gejala-gejala pubertas baru datang antara umur 14-16 tahun. Pubertas tarda dapat disebabkan oleh faktor herediter, gangguan kesehatan, dan kekurangan gizi.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarche

Menarche dipengaruhi oleh beberapa faktor. Status sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan penting dalam hal percepatan usia menarche saat ini. Tingkat sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga di dalam hal kecukupan gizi terutama gizi anak perempuan. Nutrisi yang semakin baik me- nyebabkan menarche terjadi lebih awal. Selain itu, rangsangan audio visual juga memberikan pengaruh terhadap onset menarche. Rangsangan berupa percakapan maupun tontonan dari film-film berlabel dewasa, vulgar, atau mengumbar sensual- itas akan merangsang sistem reproduksi dan genital untuk lebih cepat matang se- hingga menyebabkan menarche dini. Pada anak perempuan yang menderita cacat

(22)

11

mental dan mongolisme akan mendapat menarche pada usia yang lebih lambat (Sukarni & Wahyu, 2013).

2.2. Siklus menstruasi

Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks sal- ing mempengaruhi dan terjadi secara simultan di endometrium, kelenjar hipotalamus dan hipofisis, serta ovarium (Bobak et al, 2004). Menstruasi yang terjadi setiap bu- lannya disebut sebagai siklus menstruasi. Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam sirkulasi (plasma) yang terjadi selama siklus ovarium menyebabkan peru- bahan- perubahan mencolok di uterus. Hal ini menyebabkan timbulnya daur haid atau siklus menstruasi (Sibagariang dkk, 2010).

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro dkk, 2008). Menstruasi atau haid adalah perdarahan vagina periodik yang terjadi dengan terlepasnya mukosa rahim.

Menstruasi merupakan peluruhan dinding rahim yang terdiri dari darah dan jaringan tubuh. Dengan kata lain menstruasi merupakan suatu proses pembersihan rahim ter- hadap pembuluh darah, kelenjar-kelenjar, dan sel-sel yang tidak terpakai karena tidak ada pembuahan atau kehamilan. Menstruasi adalah proses normal pada perempuan dewasa (Sibagariang dkk, 2010).

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme menstruasi 2.2.1.1. Faktor enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium. Jika tidak terjadi kehamilan maka dengan

(23)

12

menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusak bagian dari sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endome- trium dan perdarahan (Wiknjosastro dkk, 2008).

2.2.1.2 Faktor vaskular

Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh ju- ga arteri-arteri, vena- vena, dan hubungan di antara keduanya. Dengan regresi en- dometrium, timbul statis dalam vena-vena serta saluran-saluran yang menghub- ungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematoma, baik dari arteri maupun vena (Kusmiran, 2011).

2.2.1.3 Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan adanya desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan haid (Kusmiran, 2011).

2.2.2 Faktor risiko yang mempengaruhi variabilitas siklus menstruasi 2.2.2.1 Berat badan

Berat badan atau perubahan berat badan mempengaruhi fungsi menstruasi.

Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi ovar- ium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat ba- dan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervo- sa dapat menimbulkan amenorrhea (Kusmiran, 2011).

(24)

13 2.2.2.2 Stres

Pada keadaan stres terjadi pengaktifan HPA aksis, mengakibatkan hipotal- amus menyekresikan CRH. Sekresi CRH akan merangsang pelepasan ACTH oleh hipofisis anterior yang selanjutnya ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan kortisol. Kortisol menekan pulsatil LH, dimana peran hormon LH sangat dibutuhkan dalam menghasilkan hormon estrogen dan progesteron.

Pengaruh hormon kortisol menyebabkan ketidakseimbangan hormon yang mengakibatkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur (Guyton, 2006).

2.2.2.3 Aktivitas fisik

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Atlet wanita seperti pelari, senam balet meiliki risiko untuk mengalami amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal. Aktivitas fisik yang berat me- nyebabkan disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada sekresi GnRH sehingga menurunkan level estrogen (Ganong, 2008).

2.2.2.4. Diet

Diet dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respon hormon pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan dengan ameno- rrhea (Kusmiran, 2011).

(25)

14 2.2.3 Fisiologi siklus menstruasi

Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan 1 saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Peru- bahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus menstruasi disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon gonadotro- pin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan ter- hadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi (Wiknjosastro dkk, 2008).

Tidak lama setelah menstruasi terjadi, pada fase folikuler dini, beberapa fo- likel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat dan menekan produksi FSH. Folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel- folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peran- annya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel.

Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas mening- gi. Estrogen mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus mengakibatkan ter- jadinya ovulasi (Wiknjosastro dkk, 2008).

Pada fase luteal setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein), kemudian folikel menjadi korpus luteum. Luteinized granulose cells dalam korpus luteum membuat progesteron ba-

(26)

15

nyak, dan luteinized theca cells membuat estrogen banyak sehingga kedua hormon ini meningkat pada fase luteal (Wiknjosastro dkk, 2008). Hormon progesteron mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi menyebab- kan kelenjar- kelenjarnya berlekuk-lekuk dan bersekresi. Bila tidak ada pem- buahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan kadar estrogen dan pro- gesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan en- dometrium yang disebut menstruasi (Sukarni & Wahyu, 2013).

2.2.4 Siklus Ovarium

Terdapat 3 fase pada siklus ovarium yaitu fase folikular, fase ovulasi, dan fase luteal. Perkembangan folikular mencakup rekrutmen folikel primordial menjadi stadium antral. Seiring dengan berkembangnya folikel antral, sel stroma diseki- tarnya ditarik untuk menjadi sel teka. Selama siklus ovarium, sekelompok folikel antral yang dikenal sebagai cohort memulai fase pertumbuhan semisinkron se- bagai akibat kondisi maturasi mereka sewaktu terjadinya peningkatan FSH pada fase luteal lanjut siklus sebelumnya. Peningkatan FSH yang memicu perkem- bangan folikel ini disebut jendela seleksi (selection window) siklus ovarium. FSH akan memicu aromatase dan perluasan antrum milik folikel yang sedang berkem- bang. Folikel dalam cohort yang paling responsif terhadap FSH adalah yang paling mungkin untuk menjadi folikel pertama yang menghasilkan estradiol dan memulai ekspresi resptor LH. Setelah muncul reseptor LH, sel granulosa praovulasi mulai menyekresikan progesteron dalam jumlah sedikit. Hal ini memberikan umpan ba- lik positif pada hipofisis untuk mulai menghasilkan atau meningkatkan pelepasan LH. Seiring dengan perkembangan folikel dominan, produksi estradiol dan inhibin

(27)

16

meningkat, menyebabkan penurunan FSH fase folikular dan kegagalan folikel lain untuk mencapai stadium folikel de graaf. Sekresi LH mencapai puncaknya 10-12 jam sebelum ovulasi. LH menginduksi matriks ekstraseluler ovarium sehingga oosit yang matur dapat dilepaskan bersama sel kumulus yang mengelilinginya dengan menembus epitelium permukaan. Setelah ovulasi, folikel dominan/folikel de graaf menjadi korpus luteum melalui suatu proses yang disebut luteinisasi.

Selama luteinisasi, sel teka-lutein dan sel granulosa-lutein mengalami hipertrofi dan meningkatkan kapasitas mereka untuk menyintesis hormon. Produksi proges- teron oleh ovarium mencapai puncak pada fase midluteal yaitu setinggi 25-50 mg/hari. Korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 hari pascaovulasi melalui mekanisme luteolisis akibat menurunnya kadar LH dalam sirkulasi pada fase luteal akhir. Regresi korpus luteum dan penurunan steroid dalam sirkulasi memberikan sinyal bagi endometrium untuk memulai proses molekular yang akhirnya men- imbulkan menstruasi (Cunningham et al, 2012).

2.2.5 Perubahan histologik pada ovarium dalam siklus menstruasi

Ovarium terbagi atas dua bagian yaitu korteks dan medulla. Korteks terdiri atas stroma yang padat, dimana terdapat folikel-folikel dengan sel telurnya. Folikel dapat dijumpai dalam berbagai tingkat perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder, dan folikel yang telah masak (folikel de graaf). Terdapat juga folikel yang telah mengalami atresia. Di dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum, korpus luteum, dan korpus albikans (Wiknjosastro dkk, 2008).

Terdapat 2 juta oosit dalam ovarium manusia saat lahir, dan sekitar 400.000 folikel saat awitan pubertas. Dalam kondisi normal hanya 400 folikel yang akan

(28)

17

dilepaskan selama masa reproduksi seorang wanita. Folikel-folikel lainnya men- galami atresia melalui proses kematian sel yang dinamakan apoptosis (Cunning- ham et al, 2012).

Perkembangan folikel dipengaruhi oleh FSH. Mula-mula sel disekeliling ovum berlipat ganda dan kemudian di antara sel-sel itu timbul suatu rongga yang berisi cairan yang disebut likuor folikuli. Ovum sendiri terdesak ke pinggir, dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke dalam rongga folikel.

Tumpukan sel dengan ovum yang berada di dalamnya disebut kumulus ooforus.

Antara ovum dan sel-sel disekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi ruangan folikel disebut membrana granulosa. Dengan tumbuhnya fo- likel, jaringan ovarium sekitar folikel terdesak ke luar dan membentuk dua lapisan, yaitu teka interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan teka eksterna yang terdiri dari jaringan ikat yang padat. Seiring dengan bertambah matangnya folikel, dan oleh karena pembentukan cairan folikel makin bertambah maka folikel makin terdesak ke permukaan ovarium, malahan menonjol keluar. Sel-sel pada permukaan ovarium menjadi tipis, folikel kemudian pecah dan ovum terlepas ke rongga abdomen. Ini adalah proses ovulasi (Wiknjosastro dkk, 2008).

Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal di ovarium membentuk korpus rubrum yang berwarna merah akibat perdarahan waktu ovulasi, dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan sehingga membentuk korpus luteum. Bila terjadi kehamilan, korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi lagi periode haid sampai setelah melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami

(29)

18

degenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat yang membentuk korpus albikans (Ganong, 2008).

2.2.6 Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi

Siklus menstruasi menurut Wiknjosastro dkk (2008) terjadi dalam 4 fase en- dometrium yaitu:

2.2.6.1 Fase deskuamasi atau menstruasi

Endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan selama 3-4 hari. Hanya stratum basale yang tinggal utuh.

2.2.6.2 Fase regenerasi atau pascahaid

Endometrium yang meluruh berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Tebal en- dometrium ± 0,5 mm. Fase ini dimulai sejak menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.

2.2.6.3 Fase intermenstrum atau proliferasi

Tebal endometrium ± 3,5 mm dan berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase proliferasi terdiri atas fase proliferasi dini, madya, dan akhir. Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 sampai ke-7. Epitel per- mukaan endometrium yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Fase proliferasi madya berlangsung antara hari ke-8 sampai ke-10 dan merupakan fase transisi. Epitel permukaannya berbentuk torak dan tinggi. Kelen- jar-kelenjarnya berkeluk dan bervariasi. Fase proliferasi akhir berlangsung pada hari ke 11 sampai ke-14. Permukaan kelenjar tidak rata dan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi.

2.2.6.4 Fase sekresi atau prahaid

(30)

19

Fase ini dimulai sejak ovulasi dan berlangsung dari hari ke- 14 sampai ke - 28. Endometrium berubah menjadi panjang berkeluk- keluk, dan mengeluarkan getah. Fase ini terdiri dari fase sekresi dini dan sekresi lanjut. Fase sekresi dini yai- tu endometrium lebih tipis dari sebelumnya karena kehilangan cairan dan terdapat beberapa lapisan yaitu stratum basale, stratum spongiosum, dan stratum kompak- tum. Fase sekresi lanjut yaitu endometrium tebalnya 5-6 mm dan sangat ideal un- tuk nutrisi serta perkembangan ovum.

(31)

20 2.3 Pola Siklus Menstruasi

Panjang siklus menstruasi yang normal yaitu 28 hari dari onset perdarahan sampai episode perdarahan berikutnya. Terdapat variasi dari panjang siklus menstrua-

(32)

21

si, yaitu pada interval 24-35 hari dan masih dianggap normal. Lamanya perdarahan dan jumlah darah yang keluar bervariasi luas. Lamanya perdarahan berada dalam rentang normal 2-8 hari. Rata-rata jumlah darah yang keluar disetiap siklus menstrua- si yaitu 30 ml, normalnya 25-60 ml (Alvero & Schlaff, 2007). Jumlah darah yang keluar secara normal dapat berupa sekedar bercak sampai 80 ml dan dapat di- pengaruhi oleh berbagai faktor, yang meliputi ketebalan endometrium, pengobatan, dan penyakit yang mempengaruhi mekanisme pembekuan darah (Ganong, 2008). Pa- da wanita yang lebih tua dan anemi defisiensi besi biasanya jumlah darah haidnya lebih banyak. Jumlah darah haid yang lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak membeku, ini mungkin disebabkan oleh fibrinosilin (Wiknjosastro dkk, 2008).

Pola siklus menstruasi dikategorikan sebagai keteraturan dari siklus menstrua- si (Hooff et al, 1998). Siklus menstruasi yang teratur adalah siklus menstruasi yang berada dalam interval 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Sedangkan siklus menstruasi yang tidak teratur didefenisikan sebagai periode menstruasi yang berada di luar interval 23- 35 hari dengan perbedaan lebih dari 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang (Impey & Child, 2008; Attarchi, 2013).

Keteraturan siklus menstruasi disebabkan karena adanya ovulasi. Ovulasi umumnya terjadi 14 ± 2 hari sebelum hari pertama menstruasi yang akan datang. Un- tuk dapat mengetahui keteraturan siklus menstruasi, maka seorang wanita setidaknya mempunyai catatan tentang siklus menstruasinya selama 6 bulan (Wiknjosastro dkk, 2008).

(33)

22 2.4. Disminore

2.4.1 Definisi Disminore

Merupakan salah satu keluhan yang paling banyak dijumpai pada wanita usia subur. Disminore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari un- tuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak,2008). Disminore juga didefinisi- kan sebagai nyeri perut bagian bawah atau nyeri panggul yang menjalar ke punggung dan paha bagian dalam, terjadi sebelum atau selama menstruasi; mungkin spasmodik atau konstan (Benjamin 2009). Didefinisikan Menurut Proverawati (2009) disminore adalah nyeri didaerah panggul akibat menstruasi dan produktif zat prostaglandin.

Disminore atau nyeri haid pada waktu menstruasi dapat dimulai sejak usia belasan tahun sesaat setelah menarche atau pertama keluar haid. Faktor yang mung- kin menyebabkan nyeri antara lain kontraksi dan spasme otot uterus atau kelainan vaskular. (Saputra, 2009).

Disminore dibagi 4 tingkatan menurut derajat keparahannya, yaitu : Derajat 0 : Tanpa rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tidak terganggu

Derajat 1 : Nyeri ringan dan memerlukan obat penghilang rasa nyeri, namun ak- tifitas sehari-hari tidak terganggu

Derajat 2 : Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang rasa nyeri, tetapi menggangu aktivitas sehari-hari

Derajat 3 : Nyeri sangat berat dan tidak berkurang walaupun telah memakan obat dan tidak mampu beraktivitas. Kasus ini harus segera diatasi dengan berobat ke dokter (Simanjuntak,2008).

(34)

23 2.4.2 Klasifikasi Disminore

Disminore dibagi 2, yaitu : 1. Disminore primer

Disminore primer adalah nyeri menstruasi pada wanita dengan anatomi panggul normal, biasanya dimulai saat remaja (Alaettin,2010)

2. Disminore sekunder

Disminore sekunder adalah nyeri panggul pada saat menstruasi yang berhub- ungan dengan adanya Patologi panggul. Pasien akan mengalami nyeri haid dan nyeri saat melakukan hubungan seksual. Biasanya di temui pada wanita berumur >20 ta- hun. ( Gonzales,2006)

2.4.3 Penyebab dan Gejala Disminore

Karakteristik disminore primer adalah kram/nyeri di daerah suprapubik yang dimulai antara beberapa jam sebelum pendarahan menstruasi atau sesudah terjadi perdarahan menstruasi. Dan dapat bertahan hingga 2-3 hari. Nyeri bersifat kolik, lo- kasinya di garis tengah abdomen bawah dapat dideskripsikan sebagai nyeri tumpul.

Dan dapat menyebar ke daerah lumbal dan paha. Gejala yang dapat menyertai yaitu : mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing dan gejala yang jarang ditemui adalah sinkop dan demam ( Viola et all,2005)

(35)

24

Tabel 1. Perbedaan disminore primer dan disminore sekunder (Cynthia,2006)

No Disminore Primer Disminore Sekunder

1 onset segera setelah menarche Onset dapat terjadi setiap saat setelah menarche (biasanya setelah 25 tahun)

2 Nyeri panggul atau perut bagian bawah biasanya dikaitkan dengan timbulnya aliran menstruasi dan berlangsung 8- 72 jam

Gejala ginekologi lainnya(seperti dispareunia, menorrhagia) dapat terjadi

3 Disertai gejala nyeri paha belakang, sakit kepala, diare, muntah, mual

Perempuan mungkin mengeluh perubahan di waktu onset nyeri selama siklus menstruasi atau in- tensitas nyeri.

4 Tidak ada temuan abnormal pada pemeriksaan kelainan panggul pada pemeriksaan fisik

Terdapat ketidaknormalan pelvis dengan pemeriksaan fisik

(i) Disminore Primer

Beberapa faktor yang diduga berperan dalam timbulnya disminore primer yaitu:

a. Prostaglandin

(36)

25

Prostaglandin produksi dari prostaglandin F2a(PGF2a) menyebabkan peningkatan kontraksi uterus. Dan ditandai dengan peningkatan tekanan intra uterus (>400mmHg). (Smith,2008)

b. Vasopressin

Keterlibatan vasopresin dalam patogenesis disminore primer masih kontroversial. Peningkatan tingkat sirkulasi vasopressin saat men struasi dilaporkan pada wanita dengan disminore primer dapat meng hasilkan kontraksi rahim abnormal yang mengurangi aliran

darah uterus dan menyebabkan rahim hipoksi (Dawood, Yusoff,2006) c. Psikis

Beberapa literatur menyatakan bahwa faktor psikis memiliki hubun gan dengan disminore primer. Namun hal ini jarang ditemui. Tetapi, bagaimanapun juga faktor psikis secara signifikan dapat memperberat atau membangkitkan disminore (Howard,2000)

d. Hormon steroid ovarium

Tingkat estrogen yang tinggi beredar pada fase luteal dapat menye

babkan produksi prostaglandin yang berlebihan. Penelitian selanjutnya telah menetapkan bahwa kadar prostaglandin (PG) pada uterus tergan tung pada tingkat progesteron. Bila kadar progesteron tinggi maka uterus akan tahan terhadap rangsangan PG. Bila kadar rendah maka akan meningkatkan produksi prostaglandin dan menyebabkan dismi nore. (Joseph,1997)

(ii) Disminore Sekunder

(37)

26

Penyebab disminore sekunder menurut Cynthia(2006), yaitu : a. Endometriosis

b. Stenosis kanalis servikalis c. Polip endometrium

d. Adenomiosis e. Mioma uterus f. Penggunaan AKDR 2.4.4. Faktor Resiko Disminore

Berbagai faktor resiko telah diidentifikasi pada beberapa literatur. Berikut ini adalah beberapa faktor resiko yang dapat memperberat disminore menurut ( Hong ju et all, 2013) :

1. Usia <20 tahun 2. Merokok

3. IMT yang lebih tinggi

4. Usia yang terlalu dini mengalami menstruasi pertama 5. Nulipara

6. Riwayat keluarga disminore 2.4.5 Patofisiologi Disminore

Penelitian membuktikan bahwa dismenore primer disebabkan karena adanya prostaglandin F2α, yang merupakan stimulan miometrium poten dan vasokonstriktor pada endometrium. Kadar prostaglandin yang meningkat selalu ditemui pada wanita yang mengalami dismenore dan tentu saja berkaitan erat dengan derajat nyeri yang ditimbulkan. Peningkatan kadar ini dapat mencapai 3 kali dimulai dari fase proliferat-

(38)

27

if hingga fase luteal, dan bahkan makin bertambah ketika menstruasi. Peningkatan kadar prostaglandin inilah yang meningkatkan tonus miometrium dan kontraksi uter- us yang berlebihan. Adapun hormon yang dihasilkan pituitari posterior yaitu vaso- presin yang terlibat dalam penurunan aliran menstrual dan terjadinya dismenore.

Selain itu, diperkirakan faktor psikis dan pola tidur turut berpengaruh dengan tim- bulnya dismenore tetapi mekanisme terjadinya dan pengaruhnya dengan dismenore belum jelas dan masih dipelajari (Karim,2013).

Peningkatan kadar prostaglandin juga ditemui pada dismenore sekunder, teta- pi harus ditemui adanya kelainan patologis pada panggul yang jelas untuk mene- gakkan diagnosa dismenore sekunder.

Faktor yang ditemukan dalam patogenesis dismenore sekunder adalah endo- metriosis, pelvic inflammatory disease, kista dan tumor ovarium, adenomiosis, fi- broid, polip uteri, adanya kelainan kongenital, pemasangan intrauterine device, trans- verse vaginal septum, pelvic congestion syndrome dan allen-masters syn- drome(Karim,2013).

2.4.6 Pencegahan dan Penanganan Disminore

Pencegahan disminore menurut Anurogo(2011), yaitu : 1. Hindari stress

2. Pola makan yang teratur dengan asupan gizi mencakup 4 sehat 5 sempurna

3. Saat menjelang haid, hindari makanan yang cenderung asam dan pedas 4. Istirahat yang cukup

5.Olahraga yang teratur

(39)

28

6. Selama haid, jangan melakukan olahraga yang berat atau bekerja berlebihan

7. Hindari mengkonsumsi alkohol, rokok, kopi maupun cokat 2.4.7 Pengobatan disminore

1. Melakukan terapi hormonal

Yaitu dengan cara memberikan pil konsentrasi kombinasi. Tujuan dari pem- berian pil kombinasi ini yaitu menekan ovulasi dan pertumbuhan endometrium se- hingga menurunkan volume menstruasi dan sekresi prostaglandin namun tindakan ini hanya bersifat sementara.

2. Obat Nonsteroid anti prostaglandin

Dengan pemakaian obat ini, 70% perempuan yang merasa sakit saat menstruasi dapat disembuhkan atau banyak mengalami perbaikan yang dirasa. Sebaiknya pen- gobatan ini diberikan dimulai 1 sampai 3 sebelum menstruasi. Obat non steroid yang termasuk disini adalah ibuprofen, dan naproxen. Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan istirahat yang cukup (Laila,2011):

3. Mengkompres dengan suhu yang panas

Pengkompresan biasa dengan menggunakan kompres handuk, atau botol berisi air panas (hangat) tepat pada bagian yang terasa kram (bisa perut atau pinggang bagi- an belakang). Suhu panas dapat meminimalkan ketegangan otot. Setelah otot rileks, rasa nyeri pun akan berlangsung hilang.

4. Berolahraga secara teratur

(40)

29

Berolahraga teratur tidak hanya mengurangi stress yang biasanya timbul pada saat PMS dan menstruasi, tetapi juga bisa meningkatkan produksi endofrin otak dan penawar sakit alami tubuh.

5. Melakukan pijatan

Pemijatan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Pemijatan yang dilakukan secara ringan dan melingkar dengan telunjuk pada perut bagian bawah akan memban- tu mengurangi nyeri haid. Aktivitas sehari-hari bisa membuat otot menegang dan rasa lelah yang mengganggu sehingga pikiran semakin stress dan nyeri haid akan semakin parah.

(41)

30 BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu ter- hadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka kon- sep dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar.

Usia saat menarche remaja yang normal yaitu pada usia 11-13 tahun (Wik- njosastro dkk, 2008). Pola siklus menstruasi dikategorikan sebagai keteraturan dari siklus menstruasi (Hooff et al, 1998). Siklus menstruasi yang teratur adalah siklus menstruasi yang berada dalam interval 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Sedangkan siklus menstruasi yang tidak teratur didefenisikan sebagai periode menstruasi yang berada di luar interval 23-35 hari dengan perbedaan lebih dari 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang (Impey & Child, 2008; Attarchi, 2013). Ketera- turan siklus menstruasi disebabkan karena adanya ovulasi. Untuk dapat mengetahui keteraturan siklus menstruasi, maka seorang wanita setidaknya mempunyai catatan tentang siklus menstruasinya selama 6 bulan (Wiknjosastro dkk, 2008).

Dismenorea adalah nyeri yang biasanya dirasakan beberapa saat atau 1 hari sebelum menstruasi, namun nyeri paling berat dirasakan selama 24 jam pertama men- struasi dan mereda pada hari kedua (Morgan & Hamilton, 2009).

(42)

31

Intensitas ringan yaitu terjadi sejenak, dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang sendiri, dan tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari. Intensitas sedang dimana penderita memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, namun tidak perlu meninggalkan pekerjaannya sehari- hari. Intensitas berat dimana penderita merasakan rasa sakit yang hebat sehingga tidak mampu melakukan tugas harian, harus beristirahat, memerlukan obat dengan intensitas tinggi (Manuaba dkk, 2010) dan dapat disertai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, pingsan, diare, mual dan sakit perut (Manuaba, 1999). Gejala utama nyeri dismenorea adalah ter- konsentrasi di perut bagian bawah, di daerah umbilikalis atau daerah suprapubik pe- rut. Hal ini juga sering dirasakan di perut kanan atau kiri. Nyeri terasa tajam, men- usuk, terasa diremas atau sangat sakit. Sifat rasa nyeri kejang berjangkit-jangkit, bi- asanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan pa- ha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, di- are, iritabilitas (Wiknjosastro dkk, 2008), hipersensitivitas terhadap suara, cahaya, bau, sentuhan, pingsan, dan kelelahan (Sukarni & Wahyu, 2013).

Menarche di usia muda akan mengarah kepada siklus ovulatorik yang lebih awal juga (Xiaoshu, 2010 dalam Silvana, 2012). Siklus haid yang teratur merupakan siklus haid yang berovulasi (Wiknjosastro dkk, 2008). Siklus anovulasi (tanpa ovu- lasi) umumnya terjadi pada 2-3 tahun pertama setelah menarche karena ketid- akmatangan dari aksis HPO. Pada siklus anovulasi, perkembangan folikular terjadi dengan stimulasi FSH yang kadarnya tidak mencapai puncak. Akibatnya surge dari LH pun kurang yang menyebabkan ovulasi gagal terjadi (Ganong, 2008).

(43)

32

Menarche di usia muda akan meningkatkan risiko mengalami dismenorea pa- da remaja (Morgan & Hamilton, 2009). Alat reproduksi wanita harus berfungsi se- bagaimana mestinya. Namun, jika menarche terjadi pada usia yang lebih awal dari normal, dimana alat reproduksi masih belum siap untuk mengalami perubahan dan juga masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi (Widjanarko, 2006 dalam Silvana, 2012).

3.2 Kerangka Teori

(44)

33 Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

Independen usia saat Menarche

Usia saat remaja putri SMA Negeri Makassar

Kuisioner terdiri dari 1 pertanyaan

Pengisiaa

n kuisioner

-

Interval

Dependen Pola Siklus Menstruasi

Keteraturan dari siklus menstrusasi remaja putri SMA Negeri Makassar

Kuisioner berupa keterangan tentang tanggal hari pertama menstruasi

Pengisian kuisioner

Teratur : 5

Tidak Teratur :

<5

Ordinal

Disminore Menstruasi disertai rasa nyeri yang dirasakan remaja putri SMA Negeri Makassar beberapa saat atau 1 hari sebelum menstruasi dan mereda pada hari kedua dengan intensitas ringan, sedang, dan berat

1. Identifika si

kejadian disminor e : Kuisione r terdiri 3 pertanya an 2. Intensita

s

disminor e :

kuisioner terdiri dari 13 pertanya an

pengisian kuisioner

Pengisian kuisioner

ya : 3 Tidak : <3

Ringan : 13-25 Sedang : 26-38 Berat : 39- 52

Ordinal

Ordinal

(45)

34 3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Independen Usia Saat Menarke

Definisi : Usia saat remaja putri SMA Negeri 1 Makassar Alat Ukur : Menggunakan kuisioner

Cara Ukur : Dapat diisi langsung menggunakan kuisioner Hasil Ukur : -

Skala Ukur : Interval 3.3.2 Variabel Dependen

a. Pola siklus menstruasi

Definisi : Ketraturan dari siklus menstruasi remaja putri SMA Negeri 1 Makassar

Alat Ukur : Kuisioner tentang tanggal hari pertama menstruasi Cara Ukur : Menggunakan Kuisioner

Hasil Ukur : Teratur : 5

Tidak Teratur : <5 Skala Ukur : Ordinal

b. Disminore

Definisi : Menstruasi disertai rasa nyeri yang dirasakan remaja putri SMA Negeri 1 Makassar beberapa saat atau 1 hari sebelum menstruasi dan mereda pada hari kedua dengan intensitas ringan, sedang, dan berat

Alat Ukur : 1. Identifikasi kejadian disminore : Kuisioner

(46)

35

2. Intensitas disminore : Kuisioner Cara Ukur : Pengisian kuisioner

Hasil Ukur : 1. Ya = 3 Tidak = < 3 2. Ringan : 13-25 Sedang : 26-38 Berat : 39-52 Skala Ukur : Ordinal

(47)

36 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar.

4.2. Populasi dan sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi pada penelitian ini adalah remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar kelas XI yang memenuhi kriteria inklusi dan ek- sklusi.

4.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Apabila subjek kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel (Arikunto, 2006). Maka sampel dalam penelitian ini adalah 90 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Dalam penelitian ini, terdapat kriteria inklusi dan eksklusi yang akan diuji pada sampel. Kriteria inklusi yaitu remaja putri kelas X dan XI SMA

(48)

37

Negeri 1 Makassar yang telah menarche, mampu mengingat tanggal pertama men- struasi dalam 3 bulan terakhir, dan bersedia menjadi responden penelitian setelah me- nandatangani informed consent. Kriteria eksklusi yaitu memiliki riwayat penggunaan obat-obatan hormonal dan menderita penyakit-penyakit ginekologis.

4.3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Makassar. Lokasi penelitian ter- jangkau dan memberikan kemudahan dari segi proses penelitian. Penelitian ini dil- akukan dari bulan Mei 2017 - Oktober 2017. Pengambilan data dilakukan dari bulan Agustus 2017 - Oktober 2017.

4.4. Pertimbangan etik

Etika penelitian merupakan suatu sistem nilai atau norma yang harus dipatuhi oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden (Polit &

Hungler, 2001). Penelitian ini memenuhi beberapa prinsip etik yaitu : 4.4.1 Right to self determination

Responden memiliki hak otonomi untuk berpartisipasi atau tidak berpart isipasi dalam penelitian ini.

4.4.2 Informed consent

Setelah memperoleh penjelasan dari peneliti tentang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian, responden diberikan lembar persetujuan menjadi re sponden yang sudah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Apabila respon

(49)

38

den setuju, maka responden diminta untuk menandatangani lembar perse tujuan tersebut.

4.4.3 Right to privacy and dignity

Peneliti melindungi privasi dan martabat responden selama penelitian.

4.4.4 Right to anonymity and confidentiality

Data penelitian yang berasal dari responden tidak disertai dengan identitas responden tetapi hanya dengan kode responden. Data yang diperoleh dari responden hanya diketahui oleh peneliti dan responden yang bersangkutan

4.5. Instrumen penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan pengum- pulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Instrument ini terdiri dari empat bagian yaitu data demografi , kuesioner usia saat menarche, kuesioner pola siklus menstruasi, dan kuesioner tentang dismenorea.

4.5.1. Data demografi meliputi: umur, kelas, agama, riwayat merokok, dan penyakit ginekologis. Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui karakter- istik calon responden.

4.5.2. Kuesioner usia saat menarche terdiri dari 1 pertanyaan.

4.5.3. Kuesioner tentang pola siklus menstruasi berupa keterangan tentang tanggal pertama menstruasi selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juni 2017 sampai Ok- tober 2017 sehingga terdiri dari 4 siklus. Jika setiap siklusnya termasuk ke da- lam kategori teratur maka diberi nilai 1, jika tidak teratur diberi nilai 0. Kate-

(50)

39

gori teratur jika siklus menstruasi berada dalam interval 23-35 hari dengan perbedaan maksimum 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Dikatakan tidak teratur jika siklus menstruasi berada di luar interval 23-35 hari dengan perbedaan lebih dari 7 hari antara siklus menstruasi yang terpendek dan yang terpanjang. Maka dari 4 siklus menstruasi yang dinilai selama 5 bulan tersebut, dikatakan pola siklus menstruasi teratur jika skor nya 4, dikatakan tidak teratur jika skornya kurang dari 4.

4.5.4. Kuesioner tentang dismenorea terdiri atas 2 bagian yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi kejadian dismenorea dan intensitas dismenorea. Keja- dian dismenorea diidentifikasi melalui 3 pertanyaan dengan 3 pilihan ja- waban. Responden dikatakan mengalami dismenorea jika merasakan nyeri di setiap atau pun tidak disetiap periode menstruasinya yang masing-masingnya diberi nilai 1, serta merasakan nyeri haid sejak mulainya nyeri sampai hari pertama atau hari kedua menstruasi yang masing-masingnya diberi nilai 1.

Apabila responden merasakan nyeri haid selama menstruasi maka tidak dika- tegorikan mengalami dismenorea dan diberi nilai 0. Pada pertanyaan pertama bila responden menjawab tidak pernah merasakan nyeri saat menstruasi juga tidak dikategorikan mengalami dismenorea (diberi nilai 0) sehingga respon- den tidak perlu melanjutkan mengisi kuesioner ke pertanyaan selanjutnya. Ja- di remaja dikatakan mengalami dismenorea jika skornya 3 dan dikatakan tidak mengalami dismenorea jika skornya kurang dari 3. Untuk mengetahui intensi- tas dismenorea yang dialami, peneliti mengidentifikasinya menggunakan 13 pernyataan menggunakan skala likert dimana skor dari jawaban pernyataann-

(51)

40

ya adalah jika responden menjawab tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang 2, sering 3, selalu 4. Nilai yang terendah dicapai adalah 13 dan tertinggi ada- lah 52. Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (2005) :

P = rentang kelas banyak kelas

Rentang adalah selisih nilai tertinggi dan terendah yaitu 39. Intensitas dismenorea dibagi 3 yaitu ringan, sedang, dan berat. Jadi pembagian in tensitas dismenorea yang dialami remaja putri berdasarkan jawaban pernyataan pada kuesioner adalah sebagai berikut :

1. Ringan :13-25 2. Sedang :26-38 3. Berat : 39 – 52

4.6. Validitas dan reliabilitas 4.6.1. Validitas

Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrument dalam mengukur apa yang ingin diukur (Priyatno, 2008). Uji validitas instrumen menggunakan content validity yaitu dengan membandingkan isi instrumen dengan rancangan penelitian yang telah disusun dan dikonsultasikan kepada beberapa Staf Dosen Departemen Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Instrumen penelitian ini telah dival- idasi oleh Dr.dr. Irfan Idris, M.Kes.

(52)

41 4.6.2. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran ter- sebut diulang (Priyatno, 2008). Uji reliabilitas menggunakan metode Alpha (Cronbach’s) pada kuesioner intensitas dismenorea. Menurut Sekaran (1992) dalam Priyatno (2008), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik.

4.7. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu peneliti mengajukan kaji etik penelitian pada Komite Etik Fakultas Kedokteran Unhas setelah ujian proposal.

Lalu peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Kedokteran Unhas yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Makassar. Kemudian peneliti mengurus surat izin tersebut ke sekolah untuk mendapatkan izin. Setelah mendapatkan izin barulah peneliti melakukan penelitian dengan menentukan responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud, tujuan, serta prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka responden diminta untuk menandatangani informed consent dan peneliti memberikan kuesioner untuk diisi. Jika dalam pengisian kuesioner responden kurang mengerti, maka peneliti akan memberikan penjelasan.

Peneliti mulai melakukan pengumpulan data sejak bulan Agustus. Kuesioner pola si-

(53)

42

klus menstruasi akan diisi selama 3 bulan ke depan. Pengumpulan data yang kedua dilakukan pada bulan Juni Sejak bulan Juni sampai Desember peneliti tidak lupa mengingatkan responden untuk mencatat tanggal hari pertama menstruasi mereka me- lalui pesan singkat (SMS), via telefon, dan melalui media sosial (BBM, Line). Pada bulan Desember 2017 peneliti membagikan lagi kuesioner kepada responden untuk mengisi kuesioner bagian pola siklus menstruasi. Setelah semua kuesioner diisi secara lengkap, maka kuesioner dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan analisa data.

4. 8. Analisa data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dari editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Kemudian data yang terkumpul diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa da- ta. Setelah selesai dilakukan pengkodean, data dimasukkan (entry) ke dalam komput- er dan peneliti melakukan tabulasi (tabulating) yaitu melakukan penyusunan data sedemikian rupa agar mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengam- bilan kesimpulan.

Analisa data dilakukan melalui program komputerisasi dengan cara univariat dan bivariat. Analisa univariat menampilkan data demografi, gambaran usia saat menarche, pola siklus menstruasi, dan dismenorea remaja putri dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Analisa bivariat untuk mengidentifikasi hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi dan dismenorea menggunakan uji koreasi spearman. Uji korelasi ditampilkan dalam tabel hasil uji interpretasi terdiri dari nilai p-value yang akan dibandingkan dengan nilai alpha. Bila nilai p ≤ α maka

(54)

43

keputusan Ho ditolak. Bila nilai p > α maka keputusan Ho gagal ditolak. Nilai r (koefisien korelasi) berkisar antara -1 sampai dengan +1 untuk menunjukkan derajat hubungan antara kedua variabel. Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut, digunakan penafsiran korelasi spearman menurut Burn and Groove tahun 1993.

(55)

44 BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

SMA Negeri 1 Makassar berdiri tahun 1950 yang berubah meenjadi SMA ABC Makassar di bawah pimpinan Bapak Yatmo dan pada tahun 1957 beralih men- jadi SMA Negeri 1 Makassae Bagian AB yang bersamaan berdirinya SMA Negeri 2 Makassar Bagian C. Lokasi SMA Negeri 1 Makassar terletak di Jalan Gunung Bawakaraeng No. 45 Makassar. SMA Negeri 1 Makassar merupakan sekolah bertaraf Internasional mandiri dengan akreditasi “A”.

SMA Negeri 1 Makassar dilengkapi dengan fasilitas dan prasarana sekolah berupa ruangan belajar ber-AC, ruangan kantor guru, mesjid, ruang serba guna, la- boratorium komputer, mesjid, lapangan sepak bola, basket, dan volley, LAB IPA (Bi- ologi, Fisika, Kimia), Wi-fi area, ruang audio visual, sarana olahraga,sanggar seni, ruangan makan siswa, klinik pemeriksaan kesehatan.

5.2.2 Karakteristik demografi responden

Responden yang menjadi sampel penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 1 Makassar kelas XI yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu 90 orang.

(56)

45

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Presentase Karakteristik Demografi Responden di SMA Negeri 1 Makassar (n=90)

Karakteristik f (%)

Umur < 16 Tahun 16 tahun > 16 Tahun

6 66 18

6,7 73,3 20 IMT

Berat Badan Kurang Berat Badan Normal Beresiko Obesitas Obes I

Obes II

20 49 11 9 1

22,2 54,4 12,2 10,0 1,1

Usia Saat Menarche

< 12 tahun 12 tahun 13 tahun

> 13 tahun

9 38 19 24

10 42.2 21.1 26.7

Pola siklus menstruasi Teratur

Tidak Teratur

60 30

66.7 33.3

(57)

46 Disminorea

Ya Tidak

78 12

86.7 13.3

Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas repsonden berusia 16 tahun se- banyak 66 orang (73,3%). Usia termuda adalah 14 tahun dan usia tertua adalah 18 tahun. Seluruh responden beragama Islam yaitu sebanyak 90 orang (100%). Mayori- tas responden tidak mengikuti ekstrakulikuler sebanyak 41 orang (45,6%). Seluruh responden tidak memiliki riwayat merokok dan penyakit pada organ reproduksi yaitu sebanyak 90 orang (100%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menstruasi pertama (menarche) di usia 12 tahun yaitu sebanyak 38 orang (42.2%). Usia menarche termuda responden adalah 10 tahun sedangkan usia tertua adalah 15 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pola si- klus menstruasi yang teratur yaitu sebanyak 60 orang (66.7%)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami dismi- norea yaitu sebanyak 78 orang (86.7%) dan 12 responden (13,3%) tidak mengalami disminore

5.1.3 Hubungan usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis hubungan usia saat menarche dan pola siklus menstruasi remaja putri di SMA Negeri 1 Makassar dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,760. Angka ini lebih besar dari α=0,05 yang be- rarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia saat menarche dengan pola siklus menstruasi remaja Putri di SMA Negeri 1 Makassar.

Referensi

Dokumen terkait

MoU selaku gentlemen agreement maksudnya tidak sama dengan perjanjian biasa walaupun dibuat secara notarial, serta hanya sebatas pengikatan moral biasa, dalam arti

RANCANGAN SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN MENGGUNAKAN MICROSOFT VISUAL BASIC 6.0.. PADA SMP NEGERI

Burung Kepodang cukup dikenal dalam budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah, selain hanya karena Burung Kepodang merupakan fauna identitas provinsi Jawa Tengah, Burung Kepodang juga

Pada kedua lokasi tersebut tumbuh berbagai macam jenis mangrove, akan tetapi di kawasan Pantai Mangunharjo memiliki tingkat pertumbuhan mangrove yang lebih baik

Switch: Si el host está conectado a un switch, y el puerto del switch está configurado como Full Duplex (o Auto negociación), entonces la NIC Ethernet del host elige Full Duplex..

Ringkasan Penelitian dilakukan dengan tu- juan untuk mengidentifikasi dan memban- dingkan keragaman jenis ektoparasit pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan mas- koki

Setiap konsekuen pada aturan yang berbentu IF-THEN harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil

Dari gambar diatas untuk tes offline masukkan atau ketikkan Login Token sesuai dengan token offline yang diberikan, setelah itu tekan refresh login. Token dapat difungsikan dalam