• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka 1. Modul Pembelajaran

a. Pengertian Modul Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Proses tersebut dapat dilakukan dengan atau tanpa bimbingan guru atau belajar secara mandiri.

Berdasarkan Permendikbud RI No. 59 Tahun 2014 Lampiran III, untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip berikut.

1. Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu.

2. Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar.

3. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah.

4. Pembelajaran berbasis kompetensi.

5. Pembelajaran terpadu.

6. Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi.

7. Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif.

8. Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills.

(2)

commit to user

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat.

10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarsa sung tulodho), membangun kemauan (ing madyo mangunkarso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)

11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.

12. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

13. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

14. Suasana belajar menyenangkan dan menantang.

Hal utama yang harus dipersiapkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas adalah perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran merupakan sumber belajar yang dapat digunakan oleh guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu meningkatkan kompetensi kompetensi peserta didik. Perangkat pembelajaran meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran, buku panduan guru, alat evaluasi dan lain-lain. Perangkat pembelajaran yang berinteraksi langsung dengan peserta didik adalah bahan ajar cetak. Dalam Depdiknas (2008: 6) disebutkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar yang lebih sering disebut materi pembelajaran (instructional materials) pada kurikulum 2013 mencakup sikap, pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), dan keterampilan. Bahan ajar cetak antara lain berupa lembar kerja peserta didik, modul, buku pegangan peserta didik, buku pegangan guru, dan lain-lain.

Bahan ajar yang dapat digunakan untuk belajar mandiri dengan atau tanpa bimbingan guru adalah modul. Menurut Mayer (1978: 2) dalam Susi Prasetyaningtyas (2014), modul didefinisikan sebagai berikut.

(3)

commit to user

“A Module is relatively short self-contained, independent unit of instruction designed to achieve a limited set specific and well-defined educational objectives. It usually has a tangible format as a set or kit of co-ordinat and highly produced materials involving a variety of media. A module may or may not be designed for individual self paced learning and may employ a variety of teaching technique.”

Menurut Daryanto (2013: 31), modul dapat diartikan sebagai materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri materi tersebut. Sebuah modul adalah sebagai bahan ajar bila pembacanya dapat belajar mandiri.

Dina Indriana (2011: 63) menyatakan, modul merupakan contoh dari media bahan cetak yang sudah disusun sedemikian rupa agar bisa memberikan penjelasan/pembahasan tentang materi yang ingin disampaikan. Bahan cetak merupakan media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakan, yang menyajikan berbagai pesan melalui huruf dan gambar-gambar ilustrasi. Fungsinya sebagai penjelas pesan atau informasi yang disajikan.

Tercantum dalam Panduan Pengembangan Bahan Ajar Depdiknas (2008: 20), modul adalah seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa fasilitator atau guru. Jadi sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti fungsi guru. Jika guru memiliki fungsi menjelaskan materi maka modul harus mampu menjelaskan materi dengan bahasa yang mudah diterima peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya.

Definisi modul menurut Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah (2003: 4) adalah sebagai alat ukur atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Menurut Hendrik Pratama (2014), tujuan penulisan modul dinyatakan sebagai berikut.

(4)

commit to user

1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.

2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta didik maupun guru/instruktur.

3) Penggunaan secara tepat dan bervariasi, dapat meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi peserta didik, mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya, memungkinkan peserta didik belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya dan memungkinkan peserta didik dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa modul adalah bahan ajar yang berupa media cetak yang disusun secara utuh dan sistematis yang bertujuan membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan atau tanpa bimbingan guru.

b. Karakteristik Modul yang Baik

Menurut Daryanto (2013: 9), modul dapat dikatakan baik apabila terdapat karakteristik berikut.

1) Petunjuk yang lengkap (Self Instruction)

Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, dalam modul harus

a) memuat tujuan pembelajaran yang jelas dan dapat menggambarkan pencapaian Standar Kompetensi (SK) dan KD;

b) memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas;

c) tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;

d) terdapat soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik;

(5)

commit to user

e) kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik;

f) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;

g) terdapat rangkuman materi pembelajaran;

h) terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik melakukan penilaian mandiri (self assessment);

i) terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik mengetahui tingkat penguasaan materi;

j) terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.

2) Materi Lengkap (Self Contained)

Modul dikatakan self contained seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atas pemisahan materi dari satu standar kompetensi/kompetensi dasar harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik.

3) Berdiri Sendiri (Stand Alone)

Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama–sama dengan bahan ajar/media lain. Ketika menggunakan modul, peserta didik tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.

4) Sesuai dengan keadaan (Adaptif)

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut

(6)

commit to user

dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras. Selain itu, modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai kurun waktu tertentu.

5) Bersahabat/Akrab (User Friendly)

Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly.

c. Komponen-Komponen Modul

Menurut Sungkono (2003) berikut ini komponen-komponen utama yang perlu disajikan di dalam modul.

1) Tinjauan Mata Pelajaran

Tinjauan mata pelajaran adalah paparan umum mengenai keseluruhan pokok-pokok isi mata pelajaran yang mencakup:

a) deskripsi mata pelajaran, b) kegunaan mata pelajaran, c) kompetensi dasar,

d) bahan pendukung lainnya, dan e) petunjuk belajar.

2) Pendahuluan

Pendahuluan suatu modul merupakan pembukaan pembelajaran suatu modul karena itu dalam pendahuluan seyogyanya memuat hal-hal berikut.

a) Cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat.

b) Indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan kegiatan modul.

(7)

commit to user

c) Deskripsi perilaku awal (entry behavior) yang memuat pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh atau seyogyanya sudah dimiliki sebagai pijakan (anchoring) dari pembahasan modul itu d) Relevansi, yang terdiri atas:

(1) keterkaitan pembahasan materi dan kegiatan dalam modul itu dengan materi dan kegiatan dalam modul lain pada satu mata pelajaran atau pada mata pelajaran lain (cross reference).

(2) pentingnya mempelajari materi modul itu dalam pengembangan dan pelaksanaan tugas guru secara profesional.

e) Urutan butir sajian modul (kegiatan belajar) secara logis.

f) Petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul itu agar berhasil dikuasai dengan baik.

3) Kegiatan Belajar (KB)

Bagian ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Materi tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.

Materi pelajaran perlu disusun secara sistematis agar mudah diterima peserta didik.

4) Latihan

Latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik setelah membaca uraian sebelumnya.

Pemberian latihan bertujuan agar peserta didik belajar secara aktif dan akhirnya menguasai konsep materi yang sedang dipelajari. Latihan disajikan secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.

Latihan dapat ditempatkan di sela-sela uraian atau di akhir uraian.

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan latihan yaitu : a) relevan dengan materi yang disajikan,

b) sesuai dengan kemampuan peserta didik,

c) bentuknya bervariasi, misalnya tes, tugas, eksperimen, dan sebagainya, d) bermakna (bermanfaat),

e) menantang peserta didik untuk berpikir dan bersikap kritis, dan

(8)

commit to user

f) penyajiannya sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.

5) Rambu-Rambu Jawaban Latihan

Rambu-rambu jawaban latihan merupakan hal-hal yang harus diperhatikan oleh peserta didik dalam mengerjakan soal-soal latihan.

Kegunaan rambu-rambu jawaban ini adalah untuk mengarahkan pemahaman peserta didik tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas dalam latihan dalam mendukung tercapainya kompetensi pembelajaran.

6) Rangkuman

Rangkuman adalah inti dari uraian materi yang disajikan pada kegiatan belajar dari suatu modul, yang berfungsi menyimpulkan dan memantapkan pengalaman belajar (isi dan proses) yang dapat mengkondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran peserta didik. Rangkuman hendaknya memenuhi ketentuan berikut.

a) Berisi ide pokok yang telah disajikan.

b) Disajikan secara berurutan.

c) Disajikan secara ringkas.

d) Bersifat menyimpulkan.

e) Dapat dipahami dengan mudah (komunikatif).

f) Memantapkan pemahaman pembaca.

g) Rangkuman diletakkan sebelum tes formatif pada setiap kegiatan belajar.

h) Menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan tidak menggunakan kata-kata yang sulit dipahami.

7) Tes Formatif

Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi formatif) yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk mengukur penguasaan peserta didik setelah suatu pokok bahasan selesai dipaparkan dalam satu kegiatan belajar berakhir. Tes formatif secara prinsip harus memenuhi syarat-syarat :

1. mengukur kompetensi dan indikator yang sudah dirumuskan,

(9)

commit to user

2. materi tes benar dan logis, baik dari segi pokok masalah yang dikemukakan maupun dari pilihan jawaban yang ditawarkan,

3. pokok masalah yang ditanyakan cukup penting, dan

4. butir tes harus memenuhi syarat-syarat penulisan butir soal.

8) Kunci Jawaban Tes Formatif dan Tindak Lanjut

Kunci jawaban tes formatif pada umumnya diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Hal ini bertujuan agar peserta didik berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Di dalam kunci jawaban tes formatif, terdapat bagian tindak lanjut yang berisi kegiatan yang harus dilakukan peserta didik atas dasar tes formatifnya.

Peserta didik diberi petunjuk untuk melakukan kegiatan lanjutan, seperti:

terus mempelajari kegiatan belajar berikutnya bila ia berhasil dengan baik yaitu mencapai tingkat penguasaan 75% dalam tes formatif yang lalu, atau mengulang kembali mempelajari kegiatan belajar tersebut bila hasilnya masih dibawah 75% dari skor maksimum.

d. Keuntungan dan Kelemahan Penggunaan Modul

Menurut Santyasa (2009: 11), keuntungan menggunakan modul dalam kegiatan belajar mengajar sebagai berikut.

1) Meningkatkan motivasi peserta didik karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.

2) Setelah dilakukan evaluasi, unsur kebenaran modul dapat dievaluasi, dapat ditinjau modul yang berhasil maupun yang belum berhasil.

3) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan ajar disusun menurut jenjang akademis dan sistematis.

4) Peserta didik mencapai hasil berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

5) Bahan pelajaran akan terbagi secara merata dalam kurun waktu satu semester.

Belajar dengan menggunakan modul juga sering disebut dengan belajar mandiri. Menurut Suparman (1993: 197), menyatakan bahwa

(10)

commit to user

bentuk kegiatan belajar mandiri ini mempunyai kelemahan-kelemahan berikut.

1. Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama.

2. Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki oleh peserta didik pada umumnya dan peserta didik yang belum matang pada khususnya.

3. Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus menerus memantau proses belajar peserta didik, memberi motivasi dan konsultasi secara individu setiap waktu peserta didik membutuhkan.

Tjipto (1992: 72), juga mengungkapkan beberapa hal yang memberatkan belajar dengan menggunakan modul, yaitu :

1. kegiatan belajar memerlukan organisasi yang baik, dan

2. selama proses belajar perlu diadakan beberapa ulangan/ujian, yang perlu dinilai segera mugkin.

Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran menggunakan modul juga memiliki beberapa kelemahan yang mendasar yaitu bahwa memerlukan biaya yang cukup besar serta memerlukan waktu yang lama dalam pengadaan atau pengembangan modul itu sendiri, dan membutuhkan ketekunan tinggi dari guru sebagai fasilitator untuk terus memantau proses belajar peserta didik.

e. Desain Pengembangan Modul

Menurut Imam Sujadi dalam materi ajar Pengembangan Program Pembelajaran Matematika, model pengembangan sistem dan perangkat pembelajaran yang tepat adalah Dick and Carrey, PPSI, Kemp dan Four- D. Peneliti menggunakan pengembangan model Four-D (model Thiagarajan) yang terdiri dari empat tahap, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan pendesiminasian (dessiminate). Menurut Norma Yunita Indriyanti (2010: 3), ada lima kriteria dalam pengembangan modul, yaitu :

1) membantu peserta didik menyiapkan belajar mandiri,

(11)

commit to user

2) memiliki rencana kegiatan pembelajaran yang dapat direspon secara maksimal,

3) memuat isi pembelajaran yang lengkap dan mampu memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik,

4) dapat memonitor kegiatan belajar peserta didik, dan

5) dapat memberikan saran dan petunjuk serta informasi balikan tingkat kemajuan belajar peserta didik.

Pengembangan modul diawali dengan penyusunan desain modul.

Desain modul memberikan arah teknik dan tahapan penyusunan model.

Berikut susunan desain pengembangan modul dari penelitian ini.

1) Cover

2) Pendahuluan, memuat:

A. Latar Belakang B. Deskripsi Modul

C. Tujuan Modul Secara Keseluruhan D. Alokasi Waktu

E. Petunjuk Penggunaan Modul 1. Bagi Peserta Didik 2. Bagi Guru

3) KB I Kedudukan dan Proyeksi Apersepsi

A. Materi Inti disertai contoh B. Latihan Soal

C. Rangkuman D. Tugas

E. Kunci Jawaban Latihan Soal dan Tugas

Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Latihan Soal dan Tugas.

4) KB II Jarak Apersepsi

A. Materi Inti disertai contoh

(12)

commit to user B. Latihan Soal

C. Rangkuman D. Tugas

E. Kunci Jawaban Latihan Soal dan Tugas

Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Latihan Soal dan Tugas.

5) KB III Sudut Apersepsi

A. Materi Inti disertai contoh B. Latihan Soal

C. Rangkuman D. Tugas

Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Latihan Soal dan Tugas 6) Tes Formatif/Uji Kompetensi

7) Kunci Jawaban, Pedoman Penskoran dan Tindak Lanjut 2. Materi Geometri Kelas X SMA

Pada kurikulum 2013, materi jarak dan sudut diberikan secara bertahap. Tahap pertama diberikan kepada peserta didik di kelas X pada matematika wajib semester genap dengan judul Geometri. KD pengetahuan dari Geometri adalah mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar titik, garis, dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya. KD keterampilan adalah menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang serta dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antar titik, garis dan bidang. Berdasarkan KD pengetahuan dan keterampilan diperoleh materi Geometri meliputi jarak antar titik, garis, dan bidang, sudut antar garis, dan bidang, serta masalah nyata yang berkaitan dengan jarak dan sudut antar titik, garis dan bidang (Permendikbud RI Nomor 59 tahun Tahun 2014 Lampiran II). Berikut uraian dari materi Geometri kelas X.

A. Jarak

(13)

commit to user 1. Jarak antara titik dan titik

Jarak antara titik A dan titik B adalah panjang garis hubung yang terpendek antara titik A dan B.

2. Jarak antara titik dan garis

Titik K terletak di luar garis . Jarak antara dan garis ditunjukkan oleh panjang garis . Titik merupakan hasil proyeksi titik pada garis . 3. Jarak antara titik dan bidang

Titik T terletak di luar bidang . Jarak antara titik T dan bidang ditunjukkan oleh garis . Titik M terletak pada garis yang mewakili bidang . Proyeksi titik T pada bidang sama dengan proyeksi titik T pada garis

4. Jarak antara garis dan garis 4.1 Jarak antara dua garis sejajar

(14)

commit to user

Semua garis tegak lurus yang dapat ditarik antara dua garis sejajar adalah jarak antara dua garis sejajar.

4.2 Jarak antara dua garis bersilang

Dua garis dikatakan bersilang satu sama lain jika keduanya tidak sejajar, tidak berpotongan, dan tidak terletak pada satu bidang.

Garis bersilangan dengan garis . Jarak antara garis dan garis dapat dicari dengan cara berikut.

Lukislah melalui suatu bidang rata yang sejajar dengan (yaitu dengan melukis suatu garis , melalui suatu titik pada ). Kita lukis dari sebuah titik pada garis suatu garis tegak lurus pada . Maka panjangnya adalah jaraknya antara garis dan (Rawuh, 1963: 23).

Atau, jarak dua garis bersilangan dan dapat dicari dengan menentukan titik pada garis dan titik pada garis sedemikian sehingga tegak lurus terhadap kedua garis dan , panjang garis adalah jarak antara kedua garis bersilangan dan (Untung Trisna, 2014: 12).

5. Jarak antara garis dan bidang

(15)

commit to user

Garis sejajar dengan bidang . Jika suatu garis lurus sejajar dengan suatu bidang rata, maka jaraknya adalah sama dengan panjangnya garis tegak lurus (pada bidang tersebut) dari suatu titik pada garis yang pertama, karena tiap-tiap garis hubung lainnya adalah sama atau lebih panjang dari garis tegak lurus tersebut (Rawuh, 1963: 23).

Atau, jarak garis ke bidang adalah panjang ruas garis yang menghubungkan salah satu titik pada garis ke bidang dan tegak lurus terhadap bidang . Cara untuk menentukan jarak ke bidang adalah dengan menentukan titik pada garis , kemudian proyeksikan A ke bidang sehingga diperoleh titik . Jarak garis ke bidang adalah panjang garis (Untung Trisna, 2014: 12).

6. Jarak antara bidang dan bidang

Bidang bidang saling sejajar. Jarak antara dua buah bidang rata yang sejajar adalah sama dengan panjangnya garis tegak lurus antara bidang- bidang tersebut, karena tiap-tiap garis hubung lainnya adalah sama atau lebih panjang dari pada garis tegak lurus itu (Rawuh, 1962: 23).

Atau, jarak bidang U dan bidang V adalah jarak salah satu titik pada bidang U terhadap bidang V, atau sebaliknya. Jarak tersebut diperoleh

(16)

commit to user

dengan memproyeksikan titik pada bidang satu ke yang lainnya (Al Krismanto, 2008: 18).

B. Sudut

1. Sudut antara dua garis

1.1 Sudut antara dua garis yang berpotongan

Sudut antara garis dan garis adalah sudut yang terkecil yaitu . 1.2 Sudut antara dua garis bersilang

Sudut antara dua garis bersilang dan adalah sudut antara perpotongan garis dengan garis dengan (Untung Trisna, 2004: 17).

2. Sudut antara garis dan bidang

Sudut antara suatu garis lurus yang tidak tegak lurus pada suatu bidang rata, ialah sudut antara garis tersebut dan proyeksinya pada bidang itu

(17)

commit to user

(Rawuh, 1962: 24). Atau jika garis tidak tegak lurus bidang , maka sudut antara garis dan bidang adalah sudut lancip yang terbentuk oleh garis dan proyeksinya (garis ) pada bidang (Untung Trisna, 2004:

17).

3. Sudut antara dua bidang

Bidang dan bidang bertemu pada garis persekutuan ( ) Garis mewakili bidang dan tegak lurus terhadap garis ( ). Garis mewakili bidang dan tegak lurus terhadap garis ( ) Garis dan saling berpotongan di titik Sudut antara bidang dan bidang adalah sudut antara garis dan garis (Untung Trisna, 2004: 17).

Tahap kedua materi jarak dan sudut diberikan saat peserta didik kelas XII MIPA pada matematika peminatan semester genap dengan judul Dimensi Tiga. KD pengetahuan dari Dimensi Tiga adalah mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar garis/bidang, bidang/bidang dan irisan dua bidang dalam bangun ruang dimensi tiga melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya, dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. KD keterampilan adalah menyajikan konsep jarak, sudut antar garis/bidang, bidang/bidang, dan irisan dua bidang dalam pemecahan masalah bangun ruang Dimensi Tiga. Berdasarkan KD pengetahuan dan keterampilan diperoleh materi Dimensi Tiga meliputi jarak antar garis/bidang, bidang/bidang dan sudut antar garis/bidang, bidang/bidang serta irisan dua bidang dalam bangun ruang (Permendikbud RI Nomor 59 Tahun 2014 Lampiran II).

3. Pembelajaran PBL

Model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan_dengan_materi_yang_diajarkan._Pemilihan_model pembelajaran mempertimbangkan beberapa hal yaitu tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, ketersediaan fasilitas, kondisi peserta didik, alokasi waktu yang tersedia, serta dapat menumbuhkembangkan kecerdasan emosional yaitu

(18)

commit to user

linguistik, logika matematika, spasial, kinestetik tubuh, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan natural.

Materi Geometri tentang jarak dan sudut merupakan materi yang memerlukan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran yang direkomendasikan dalam kurikulum 2013 ada empat yaitu PBL, Discovery Learning (DL), Inquiry Learning(IL), dan Project Based Learning (PJBL). PBL lebih tepat digunakan untuk menyampaikan materi Geometri.

PBL merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.

Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan (Kemdikbud, 2013: 193).

Lampiran III Permendikbud RI Nomor 59 Tahun 2014 halaman 377, model PBL adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Berdasarkan kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan model PBL adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.

Menurut Arends (2013: 100), inti dari PBL adalah penyajian situasi autentik dan bermakna yang bertindak sebagai landasan bagi penyelidikan dan inkuiri peserta didik. Peran guru dalam PBL adalah menampilkan masalah autentik, memfasilitasi penyelidikan peserta didik, dan mendukung pembelajaran peserta didik. Berikut adalah hasil dari model PBL.

1) Keterampilan berpikir dan memecahkan masalah

Kemampuan berpikir yang berusaha dicapai dalam PBL adalah berpikir tingkat tinggi yaitu menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan penilaian yang meyakinkan.

(19)

commit to user 2) Pemodelan peranan orang dewasa

Bentuk PBL melibatkan peserta didik dalam situasi nyata dan menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas mental yang dimaksud antara lain kerjasama dalam menyelesaikan tugas dan penyelidikan.

3) Menjadi pelajar yang mandiri dan mampu mengatur diri sendiri

Menurut Supinah (2010: 18), agar peserta didik mandiri dan mampu mengatur diri sendiri dapat dilakukan dengan cara guru berulang- ulang membimbing dan mendorong serta mengarahkan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri dan mampu menyelesaikan tugas mandiri.

Tahapan-tahapan model PBL sebagai berikut.

Fase 1 : Mengorientasikan peserta didik pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditemukan.

Fase 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.

Fase 3 : Membantu penyelidikan mandiri atau kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model.

Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(20)

commit to user

Guru membantu peserta didik untuk berbagi melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.

Fase 1 merupakan bagian dari kegiatan pendahuluan saat pembelajaran. Fase 2,3,4, dan 5 dari kegiatan inti. Namun fase 5 dapat pula dikategorikan sebagai kegiatan penutup. Tahapan-tahapan PBL yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan aktivitas pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan.

Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Menurut Trianto (2012: 96), kelebihan model PBL adalah (1) realistis dalam kehidupan peserta didik; (2) konsep sesuai dengan kebutuhan peserta didik;

(3) memupuk sifat inkuiri peserta didik; (4) retensi konsep jadi kuat; (5) memupuk kemampuan problem solving. Sedangkan kelemahannya antara lain : (1) persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks; (2) sulitnya mencari problem yang relevan; (3) sering terjadi miss-konsepsi waktu; dan (4) konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Kelemahan pada model PBL dapat diminimalkan dengan persiapan pembelajaran yang baik, pemilihan materi yang relevan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam bentuk modul, sehingga peserta didik saat menggunakan modul dapat menerapkan pembelajaran PBL secara individu dengan atau tanpa bimbingan guru.

4. Landasan Teori PBL

Peran guru dalam PBL adalah menampilkan masalah autentik, memfasilitasi penyelidikan peserta didik, dan mendukung pembelajaran.

Namun demikian, guru tetap perlu melakukan presentasi dan penjelasan hal- hal kepada peserta didik. Hal ini dilakukan jika peserta didik memerlukan penjelasan atau mengalami kesulitan. Sebagai penyaji, pemandu dan fasilitator, guru dapat menjadikan peserta didik mengembangkan

(21)

commit to user

keterampilan berpikir dan memecahkan masalah sendiri secara mandiri.

Sedangkan peran peserta didik sebagai pusat dan aktivis pembelajaran.

Arends (2013: 103) menyatakan teori yang mendukung PBL adalah teori belajar konstruktivis kognitif dan sosial. Fokus pembelajaran peserta didik bukan apa yang sedang dikerjakan (perilaku) tetapi apa yang sedang dipikirkan (kognisi) saat mengerjakan tugas/soal. Peran guru dalam PBL kadang-kadang melibatkan presentasi dan penjelasan hal-hal kepada peserta didik, namun sering kali guru bertindak sebagai pemandu dan fasilitator, sehingga peserta didik belajar berpikir dan memecahkan masalah sendiri.

Teori konstruktivisme memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar sendiri.

Arends (2013: 104) mengemukakan PBL mengikuti tiga aliran pokok dari pemikiran abad ke-20 berikut.

1) Dewey dan kelas yang berorientasi masalah.

Sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata. Pedagogi Dewey mendorong guru untuk melibatkan peserta didik dalam pemecahan masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah sosial dan intelektual yang penting. Dewey dan pengikutnya, seperti Kilpatrick (1918), berpendapat bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya bertujuan dan tidak abstrak. Tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik ketika peserta didik belajar dalam kelompok kecil.

Teori Dewey ini relevan dengan PBL, peserta didik difasilitasi untuk mengeksplorasi pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan materi Geometri, permasalahan jarak dan sudut pada bidang datar maupun bangun ruang dalam kehidupan sehari-hari merupakan pencerminan kelas yang berorientasi masalah.

2) Piaget, Vygotsky, dan Konstruktivisme

Anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia disekitarnya. Rasa ingin tahu itu memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang

(22)

commit to user

lingkungan yang mereka hayati. Ketika tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka, memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.

Pandangan kognitif-konstruktivis yang mendasari PBL banyak mengikuti Piaget. Pandangan ini menyatakan bahwa pembelajar pada usia berapa pun secara aktif terlibat dalam proses memperoleh informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidaklah statis melainkan secara terus menerus berkembag dan berubah karena pembelajar menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka mengembangkan dan memodifikasi pengetahuan awal.

Menurut Piaget (Arends, 2013: 105), pedagogi yang baik harus melibatkan penyajian situasi-situasi dimana anak berkeksperimen, dalam pengertian luas dari istilah tersebut – mencobakan hal-hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi hal-hal, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban (mereka) sendiri, mencocokkan apa yang (mereka) temukan pada suatu waktu dengan apa yang (mereka) temukan pada waktu yang lain, membandingkan penemuan (mereka) dengan penemuan anak-anak lain.

Terkait dengan penggunaan model PBL dalam penelitian ini, teori Piaget sangat relevan, karena peserta didik diposisikan sebagai sentral kegiatan pembelajaran (instruction), sedangkan guru aktif memberikan kemudahan (fasilitas) belajar kepada peserta didik dan mereka berinteraksi dengan sumber-sumber belajar yang dapat mempermudah proses belajarnya. Fakta tentang jarak dan sudut pada bidang datar maupun bangun ruang dalam kehidupan sehari-hari menjadikan peserta didik memahami konsep dan prinsip dari Geometri. Konsep dan prinsip Geometri akan semakin dipahami seiring dengan banyaknya permasalahan jarak dan sudut yang dihadapi untuk dicari penyelesainnya.

(23)

commit to user

Vygotsky berpandangan bahwa interaksi sosial dengan guru dan teman memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya 1) perkembangan aktual yang berupa intelektual dan kemampuan untuk mempelajari hal-hal yang bersifat mandiri dan 2) perkembangan potensial peserta didik yang berupa kemampuan yang dapat dicapai dengan scaffolding. Zona tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial dikenal sebagai Zone of Proximal Development (ZPD).

Teori Vygotsky sesuai dengan PBL, pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial guru dan teman yang dapat membantu peserta didik menuju ZPD. Saat mengerjakan masalah Geometri, peserta didik saat menemui kesulitan memerlukan bantuan dari guru atau teman yang mahir.

3) Bruner dan Pembelajaran Penemuan

Bruner menyatakan pentingnya pembelajaran penemuan, yaitu model pembelajaran yang menekankan perlunya membantu peserta didik memahami struktur atau ide dari suatu disiplin ilmu, perlunya peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan yakin bahwa pembelajaran yang sebenarnya adalah yang terjadi melalui penemuan pribadi.

Teori Bruner relevan dengan PBL karena menekankan keterlibatan peserta didik yang aktif dan penemuan peserta didik atau pembangunan pengetahuan mereka. Saat peserta didik mengerjakan latihan soal Geometri berulang-ulang menjadikan peserta didik dapat membangun pengetahuan yang dimilikinya yang mungkin berbeda dengan peserta didik lainnya.

5. Kajian Modul Geometri

Di Indonesia, beberapa guru dan mahasiswa telah mengembangkan modul Geometri. Penggunaan modul tersebut ada yang berskala Nasional dan ada yang sesuai dengan sekolah tempat mengajar atau tempat penelitian.

Modul Geometri yang peneliti baca antara lain: 1) Matematika Kelas X Dimensi Tiga yang disusun oleh Muhammad Zainal Abidin dari SMA Negeri 1 Bone, 2) Geometri Dimensi Tiga oleh Siti M.Amin dari Bagian Proyek

(24)

commit to user

Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional 2004, 3) Ruang Dimensi Tiga oleh Uswatun Chasanah, S.Pd., dan 4) Matematika 1B untuk SMA Kelas X Semester 2 Ruang Dimensi Tiga yang disusun oleh Nisa Ul Istiqomah. Beberapa modul tersebut memenuhi kriteria penulisan modul yang benar. Di lingkup kabupaten Grobogan, peneliti belum pernah menjumpai modul Geometri dalam bentuk cetak maupun di internet.

Salah satu modul yang termasuk memenuhi kriteria penulisan modul yang baik adalah modul “Matematika 1B untuk SMA Kelas X Semester 2 Ruang Dimensi Tiga” yang disusun oleh Nisa Ul Istiqomah. Modul tersebut disusun pada tahun 2012 untuk skala Nasional. Kurikulum yang berlaku pada tahun itu adalah KTSP 2006. Hal ini menyebabkan beberapa materi dan soal tidak relevan dengan kurikulum 2013. Berikut Tabel 2.1 tentang kajian modul tersebut berdasarkan kekurangan dan perbaikan untuk acuan modul yang dikembangkan oleh peneliti.

Tabel 2.1. Kajian Modul “Matematika 1B untuk SMA Kelas X Semester 2 Ruang Dimensi Tiga” yang disusun oleh Nisa Ul Istiqomah

No Kekurangan Perbaikan

Modul berdasarkan KTSP 2006. Menggunakan kurikulum 2013.

Petunjuk penggunaan modul tidak menjelaskan kepada peserta didik dan guru, namun berisi apa saja yang ada dalam modul.

Petunjuk penggunaan modul menjelaskan kepada peserta didik dan guru apa saja yang harus dilakukan dalam belajar dengan menggunakan modul.

Materi prasyarat luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar dan lengkung.

Materi prasyarat adalah proyeksi, tempat kedudukan, teorema Pythagoras, perbandingan Trigonometri, dan luas bidang.

Materi proyeksi tidak dibahas. Materi proyeksi dibahas dalam KB I yang berjudul Kedudukan dan Proyeksi.

Tidak ada rangkuman materi. Terdapat rangkuman materi.

Terdapat gambar kartun yang kurang perlu bagi peserta didik jenjang SMA.

Tidak ada gambar kartun yang kurang perlu, gambar berupa kejadian/benda di dunia nyata

(25)

commit to user

disertai keterangan.

Judul setiap Kegiatan Belajar (KB) berupa KD.

Judul KB jelas menunjukkan yang akan dipelajari.

Kunci jawaban dan pembahasan semua KB terletak di akhir modul.

Kunci jawaban dan

pembahasan setiap KB terletak di akhir KB.

Belum berbasis PBL. Berbasis PBL.

Mempelajari kekurangan dari modul Geometri yang dikembangkan Nisa Ul Istiqomah, menjadikan modul Geometri yang dikembangkan peneliti menjadi lebih baik.

6. Modul dengan Model PBL

Kegiatan belajar mengajar yang baik haruslah bermakna dan melibatkan keaktifan peserta didik. Hal ini sesuai dengan kurikulum 2013 yang ditandai dengan menunjukkan penggunaan matematika di berbagai bidang dan keterlibatan peserta didik secara aktif dilakukan melalui pengalaman belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/

mengeksplorasi, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Menurut Piaget, peserta didik tingkat SMA adalah peserta didik yang sudah ada dalam tahap berfikir formal, namun demikian beberapa peserta didik yang diperkirakan masih memerlukan bantuan benda-benda konkrit untuk memahami konsep-konsep matematika. Pelaksanaan pembelajaran matematika haruslah menggunakan pendekatan pembelajaran, sumber belajar, dan media pembelajaran yang dapat memicu peserta didik agar aktif berperan dalam proses pembelajaran yang membimbing peserta didik dalam proses pengajuan masalah (problem posing) dan pemecahan masalah (problem solving) untuk membangun pola berpikir kritis peserta didik dan mandiri.

Pendekatan pembelajaran yang tepat untuk peserta didik tingkat SMA adalah PBL yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

Keterampilan-keterampilan pemecahan masalah sangat bermanfaat dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Supinah, 2010: 33).

Sumber belajar yang mendukung terlaksananya pendekatan PBL berupa modul dapat membuat peserta didik belajar memecahkan masalah baik secara

(26)

commit to user

mandiri maupun dengan bantuan/bimbingan guru. Modul pembelajaran model PBL adalah bahan ajar yang berupa media cetak yang disusun secara utuh dan sistematis dengan menggunakan masalah kontekstual, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar secara mandiri atau kelompok dengan atau tanpa bimbingan guru, dan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sehingga peserta didik mencapai tujuan pembelajaran._

Menurut Norma Yunita Indriyanti (2010: 2), diyakini bahwa pembelajaran bermodul secara efektif dapat mengubah konsepsi peserta didik menuju konsep ilmiah, sehingga pada gilirannya hasil belajar mereka dapat ditingkatkan seoptimal mungkin baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Erny Fianysyah (2012), mengembangkan modul matematika materi Statiska berbasis PBL yang terdiri dari 4 bab, dengan bab 1 pendahuluan yang memuat pengantar modul. Bab 2 pembelajaran berisi kegiatan belajar 1 sampai 3. Masing-masing kegiatan belajar mencakup tujuan pembelajaran, materi pokok, uraian materi, rangkuman, LKS, dan soal uji pengetahuan. Bab 3 evaluasi berisi maksud dan tujuan evaluasi, dan kisi-kisi tes hasil belajar.

Bab 4 penutup tentang tindak lanjut dan harapan bagi peserta didik dalam menggunakan metode konvensional, dan belum adanya modul di SMA N 1 Cilegon.

Pada tahun 2015, Triana Hardiningsih mengembangkan modul Komposisi Transformasi Geometri berbasis PBL di SMA Negeri 1 Purwodadi dengan pertimbangan hasil PAMER UN 2015 Kabupaten Grobogan menunjukkan daya serap yang masih rendah yaitu 51,08% pada indikator yang memuat Komposisi Transformasi Geometri yaitu menentukan bayangan titik/kurva dua transformasi atau lebih, dan belum adanya buku paket dari/rekomendasi pemerintah untuk buku matematika peminatan. Modul berisi pendahuluan, kegiatan belajar 1 sampai 5, dan evaluasi beserta kunci jawaban. Pendahuluan berisi latar belakang, deskripsi modul, tujuan modul secara keseluruhan, alokasi waktu, dan petunjuk penggunaan modul. Setiap

(27)

commit to user

kegiatan belajar memuat apersepsi, materi disertai contoh soal, latihan soal, rangkuman, tes formatif, dan kunci jawaban.

7. Hasil Belajar

Tujuan belajar untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru atau meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya yang diiringi sebelumnya yang diiringi dengan peningkatan sikap. Pengetahuan dan keterampilan baru serta peningkatan sikap tersebut merupakan pencapaian dari belajar yang dapat disebut hasil belajar. Indikasi keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran ditandai dari pencapaian hasil belajarnya setelah mengalami proses transfer ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik, Saur Tampubolon, dan Nana Sudjana berikut.

Menurut Oemar Hamalik (2013: 30), hasil dan bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mengerti menjadi mengerti.

Saur Tampubolon (2014: 142) menyatakan hasil belajar adalah perubahan pada aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengalami kegiatan pembelajaran serta penilaian.

Nana Sudjana (2009: 22) mengemukakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Rumusan tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

(28)

commit to user

Slameto (2003: 54) dalam Saur Tampubolon (2014: 142) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor yang ada pada diri sendiri pesera didik itu sendiri atau faktor internal. Berikut faktor-faktor internal.

1) Faktor biologis, yang meliputi kesehatan, gizi, pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu faktor bilogis yang terganggu, hal itu akan mempengaruhi minat belajar.

2) Faktor psikologis, yang meliputi intelegensi, minat dan motivasi, serta perhatian ingatan berpikir.

3) Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani ditandai dengan lemah tubuh, lapar, haus dan mengantuk.

Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minta dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang.

Faktor-faktor yang ada di luar individu disebut faktor eksternal.

Berikut faktor merupakan faktor eksternal.

1) Faktor keluarga, yaitu lembaga pendidikan yang pertama dan terutama.

Lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.

2) Faktor sekolah, yang meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan berdisiplin di sekolah.

3) Faktor masyarakat, yang meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Jika lingkungan belajar peserta didik adalah terpelajar, maka peserta didik akan terpengaruh dan terdorong untuk lebih belajar.

Hasil belajar pada kurikulum 2013 sebagaimana tercantum dalam Permendikbud RI Nomor 104 tahun 2014 berupa sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar pada ranah sikap meliputi menerima nilai, menanggapi nilai, menghargai nilai, menghayati nilai, dan

(29)

commit to user

mengamalkan nilai. Hasil belajar sikap dapat diambil melalui observasi guru baik saat di dalam kelas saat KBM maupun saat di luar KBM.

Hasil belajar ranah pengetahuan terdiri dari kemampuan berfikir dan dimensi pengetahuan. Kemampuan berpikir dalam mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Dimensi pengetahuan tentang faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Pada penelitian ini, hasil belajar pada ranah tampak pada kemampuan mendeskripsikan jarak dan sudut, menentukan jarak antara titik/garis dan bidang, jarak antara titik, garis, dan bidang, sudut antar garis, dan bidang, serta masalah nyata yang berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.

Pada ranah keterampilan, hasil belajar yang diharapkan dicapai peserta didik adalah keterampilan abstrak dan kongkret. Keterampilan abstrak berupa kemampuan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Keterampilan kongkret mencakup persepsi, kesiapan, meniru, membiasakan gerakan, mahir, menjadi gerakan alami, dan menjadi tindakan orisinil. Hasil belajar keterampilan pada penelitian ini tampak pada keterampilan mencoba mengerjakan soal, memperagakan masalah dengan alat peraga, dan mengkomunikasikan.

Penilaian hasil belajar ranah sikap, ranah pengetahuan, dan ranah keterampilan masing-masing berupa nilai modus, nilai rerata, dan nilai optimum. Penilaian hasil belajar berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan pengembangan modul pembelajaran berbasis PBL yaitu Erny Fianysyah (2012) dengan tujuan penelitian mengetahui kualitas hasil pengembangan modul pembelajaran matematika Statiska berbasis masalah dengan pendekatan Saintifik di kelas XI IPA SMA N 1 Cilegon. Berdasarkan hasil analisis data yang meliputi validasi modul,

(30)

commit to user

evaluasi dan uji coba diperoleh kesimpulan bahwa modul berkualitas baik.

Desain pengembangan modul yang digunakan Syah dalam penelitian adalah MPI dengan materi Statiska kelas X, sedangkan penelitian menggunakan model Four-D materi Geometri kelas X. Hal ini relevan dengan penelitian pengembangan yang dilakukan penulis karena diharapkan memperoleh produk berupa modul yang berbasis masalah.

Triana Hardiningsih (2015) dengan tujuan penelitian mengetahui kualitas hasil pengembangan modul pembelajaran matematika dengan model PBL dan mengetahui efek potensial penggunaan modul pada peserta didik kelas XII MIPA SMA N 1 Purwodadi. Berdasarkan hasil analisis data yang meliputi validasi modul, uji coba lapangan, dan observasi diperoleh kesimpulan bahwa modul valid dan praktis serta aktivitas peserta didik meningkat. Penelitian tanpa melalui uji coba terbatas dengan materi Komposisi Transformasi Geometri matematika peminatan kelas XII MIPA dan untuk mengetahui aktivitas peserta didik. Penelitian pengembangan yang sedang dilakukan melalui uji coba terbatas dengan materi Geometri dan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik menggunakan modul dibandingkan dengan peserta didik yang tidak menggunakan modul. Hal ini relevan dengan penelitian pengembangan yang dilakukan penulis karena diharapkan memperoleh produk berupa modul berbasis PBL yang valid dan praktis.

Rachma Indah Kurnia (2015) dengan tujuan penelitian (1) menghasilkan modul fisika berorientasi PBL dengan materi Tekanan yang valid; (2) mengetahui keefektifan modul menunjang proses pembelajaran PBL dan keefektifan modul untuk meningkatkan kemampuan problem solving peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul valid dan efektif serta terjadi peningkatan kemampuan problem solving peserta didik.

Tujuan dari penelitian pengembangan yang dilakukan oleh peneliti yaitu (1) menghasilkan modul Geometri kelas X di SMA dengan model PBL yang valid, praktis, dan efektif; (2) mengetahui hasil belajar peserta didik yang menggunakan modul Geometri yang dikembangkan di kelas X di SMA Negeri 1 Purwodadi. Penelitian pengembangan ini relevan dengan penelitian

(31)

commit to user

pengembangan yang dilakukan penulis karena diharapkan memperoleh produk berupa modul berbasis PBL yang valid, praktis, dan efektif.

Penelitian dari Grover, et al. (2000), menunjukkan bahwa pembelajaran Geometri sekitar 63% waktu pelajaran digunakan guru menyampaikan materi, 36% untuk kerja kelompok, dan 27% pembelajaran mencerminkan karakteristik mengajar matematika yang baik seperti yang didefinisikan oleh NCTM Professional Teaching Standards. Terdapat ulangan, pekerjaan rumah dan ujian akhir sebagai alat evaluasi. Hal ini relevan dengan penelitian pengembangan ini, yaitu guru menyampaikan materi, diskusi kelompok, adanya latihan soal, mengerjakan tugas, dan ulangan harian di akhir pembelajaran.

Larwin (2002) meneliti dampak dari kemampuan peserta didik membaca, kemampuan memahami soal matematika, penguasaan materi guru, penggunaan komputer dalam mengerjakan masalah matematika terhadap hasil belajar peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56% hasil belajar peserta didik dipengaruhi dari kemampuan membaca, sisanya dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik memahami matematika, dan tingkat penguasaan guru terhadap materi. Penelitian pengembangan ini relevan dengan penelitian pengembangan yang dilakukan penulis karena mempelajari materi dengan menggunakan modul memerlukan kemampuan membaca dan memahami soal matematika mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

Weinberg (2010) merekomendasikan penggunaan textbook dalam pembelajaran matematika. Textbook menjadi alat yang potensial untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahaman matematika. Faktor- faktor yang mempengaruhi cara peserta didik membaca textbook adalah dengan memahami makna teks, cara penulis meyakinkan pembaca, kualitas teks, dan strukturnya. Hal ini relevan dengan penelitian pengembangan yang dilakukan penulis karena textbook termasuk bahan ajar cetak seperti halnya modul.

Geitz (2016) meneliti penggunaan PBL pada peserta didik kebangsaan Belanda dan Jerman. Variabel bebasnya adalah perilaku pembelajaran peserta

(32)

commit to user

didik dan variabel terikatnya adalah self-efficacy dan orientasi tujuan belajar.

Hasil penelitian menunjukkan penguasaan orientasi tujuan belajar menurun, perilaku pembelajaran meningkat, dan terdapat perbedaan signifikan hasil penelitian antara peserta didik kebangsaan Belanda dan Jerman. Penelitian pengembangan ini relevan dengan yang dilakukan peneliti karena pembelajaran menggunakan modul berbasis PBL dan hasil belajar meningkat.

Jankvist (2015) menjelaskan dan membahas studi perubahan keyakinan/pandangan peserta didik menengah atas tentang matematika sebagai ilmu. Sebuah kelas yang terdiri 23 peserta didik menggunakan dua modul pembelajaran selama periode satu tahun. Melalui kuesioner, wawancara individu, dan rekaman video (khususnya kelompok salah satu fokus dari peserta didik), ditemukan perubahan keyakinan/pandangan peserta didik tentang matematika sebagai ilmu yang diamati. Perubahan keyakinan/pandangan peserta didik diidentifikasikan dan dikaitkan dengan penggunaan modul. Sebagai hasil akhir dari perubahan terdeteksi, model kecil untuk (atau definisi) peserta didik tercermin gambar matematika sebagai suatu disiplin diusulkan. Penelitian pengembangan ini relevan dengan yang dilakukan peneliti karena pembelajaran yang menggunakan modul dapat mengubah pandangan peserta didik bahwa belajar matematika khususnya Geometri yang membahas jarak dan sudut itu tidak sulit.

C. Kerangka Berpikir

Geometri tentang menghitung jarak dan sudut merupakan materi kelas X semester genap. Hasil PAMER UN 2015 menunjukkan daya serap peserta didik SMA Negeri 1 Purwodadi materi Geometri pada indikator menghitung jarak dan sudut termasuk kategori kurang. Padahal setiap UN materi Geometri dengan indikator menghitung jarak dan sudut selalu keluar minimal dua butir soal. Pendistribusian buku matematika wajib kelas X semester genap edisi revisi cetakan kedua ke sekolah belum ada dan di internet juga belum tersedia. Tentunya hal ini membuat peserta didik dan guru memerlukan bahan ajar yang dapat membantu proses belajar mengajar.

(33)

commit to user

Dewey berpendapat bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk penelitian kehidupan yang nyata. Pernyataan ini menunjukkan bahwa kelas merupakan tempat peserta didik untuk bereksperimen menyelesaikan pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Anak yang terbiasa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari maka akan terbiasa menghadapi masalah nyata dalam lingkungan sebenarnya. Teori Dewey ini relevan dengan PBL, peserta didik difasilitasi untuk mengeksplorasi pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan materi Geometri, permasalahan jarak dan sudut pada bidang datar maupun bangun ruang dalam kehidupan sehari-hari merupakan pencerminan kelas yang berorientasi masalah.

Piaget meyakini bahwa rasa ingin tahu pada anak seiring bertambahnya usia menjadi kemampuan bahasa, memori, dan mental mereka menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Didukung dengan pemikiran Vygotsky bahwa interaksi sosial dengan guru dan teman memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya 1) perkembangan aktual yang berupa intelektual dan kemampuan untuk mempelajari hal-hal yang bersifat mandiri dan 2) perkembangan potensial peserta didik yang berupa kemampuan yang dapat dicapai dengan scaffolding. Hal ini sesuai dengan modul pembelajaran model PBL yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu bahan ajar yang berupa media cetak yang disusun secara utuh dan sistematis dengan menggunakan masalah kontekstual, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar secara mandiri atau kelompok dengan atau tanpa bimbingan guru, dan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sehingga peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Bruner menyatakan pentingnya penemuan, yaitu model pembelajaran yang menekankan perlunya membantu peserta didik memahami struktur atau ide dari suatu disiplin ilmu dengan membuat peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan yakin bahwa pembelajaran yang sebenarnya adalah yang terjadi melalui penemuan pribadi. PBL menggunakan permasalahan

(34)

commit to user

sehari-hari dan menjadikan peserta didik aktif sebagai pusat pembelajaran.

Penggunaan PBL menjadikan peserta didik siap terjun dalam lingkungan masyarakat karena terbiasa menghadapi dan menyelesaikan masalah nyata.

Penelitian Erny Fianysyah (2012) bertujuan mengetahui kualitas hasil pengembangan modul pembelajaran matematika Statiska berbasis masalah dengan pendekatan Saintifik di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Cilegon.

Berdasarkan hasil analisis data yang meliputi validasi modul, evaluasi dan uji coba diperoleh kesimpulan bahwa modul berkualitas baik.

Tujuan penelitian dari Triana Hardiningsih (2015) adalah mengetahui kualitas hasil pengembangan modul pembelajaran matematika dengan model PBL dan mengetahui efek potensial penggunaan modul pada peserta didik kelas XII MIPA SMA Negeri 1 Purwodadi. Berdasarkan hasil analisis data yang meliputi validasi modul, uji coba lapangan, dan observasi diperoleh kesimpulan bahwa modul valid dan praktis serta aktivitas peserta didik meningkat.

Rachma Indah Kurnia (2015) dengan tujuan penelitian (1) menghasilkan modul fisika berorientasi PBL dengan materi Tekanan yang valid; (2) mengetahui keefektifan modul menunjang proses pembelajaran PBL dan keefektifan modul untuk meningkatkan kemampuan problem solving peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul valid dan efektif serta terjadi peningkatan kemampuan problem solving peserta didik.

Penelitian dari Grover, et al. (2000), menunjukkan bahwa pada pembelajaran Geometri terdiri dari materi, ulangan, pekerjaan rumah dan ujian akhir sebagai alat evaluasi. Menurut Larwin (2002) kemampuan membaca dan memahami matematika dari peserta didik dan tingkat penguasaan guru terhadap materi mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

Membaca dan mempelajari modul menjadikan peserta didik memahami materi Geometri.

Weinberg (2010) merekomendasikan penggunaan textbook untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahaman matematika. Geitz (2016) meneliti penggunaan PBL pada peserta didik kebangsaan Belanda dan

(35)

commit to user

Jerman. Hasil penelitian menunjukkan penguasaan orientasi tujuan belajar menurun, perilaku pembelajaran meningkat, dan terdapat perbedaan signifikan hasil penelitian antara peserta didik kebangsaan Belanda dan Jerman. Jankvist (2015) menjelaskan dan membahas studi perubahan keyakinan/pandangan peserta didik menengah atas tentang matematika sebagai ilmu. Perubahan keyakinan/pandangan peserta didik diidentifikasikan dan dikaitkan dengan penggunaan modul.

Berdasarkan teori dan penelitian yang relevan, pengembangan modul yang melalui validasi ahli, uji coba keterbacaan, uji coba lapangan, observasi pelaksanaan pembelajaran, dan respon peserta didik akan menghasilkan modul yang valid, praktis, dan efektif. Hal ini sesuai dengan penelitian Erny Fianysyah (2012), Triana Hardiningsih (2015), dan Rachma Indah Kurnia (2015). Menurut Grover, et al. (2000), Larwin (2002), Weinberg (2010), Geitz (2016), dan Jankvist (2015), belajar dengan menggunakan modul berbasis PBL menjadikan hasil belajar peserta didik lebih baik dibandingkan peserta didik yang tidak menggunakan modul.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah titik lampu yang dipasang pada tiap ruang kuliah (kondisi eksisting) tidak sesuai dengan jumlah titik lampu pada

Setelah menyaksikan video yang dikirim melalui WAG mengenal bangun datar, peserta didik dapat menjelaskan bentuk bidang dan warna sebagai unsur karya dekoratif yang sesuai dengan

Hal demikian merupakan salah satu kunci sukses bagi suatu perusahaan dalam mewujudkan keseimbangan antara kebutuhan karyawan dengan tuntutan dan kemampuan

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

Selain kontraksi kinerja usaha pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan & perikanan dan sektor pertambangan & penggalian, penurunan SBT kegiatan

Di njau dari manajemen satuan pendidikan, maka penyusunan model inspirasi diversifi kasi kurikulum esensi dan muaranya adalah terwujudnya Kurikulum ngkat satuan