commit to user JURNAL
ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI NILAI-NILAI HAK ASASI
MANUSIA DALAM FILM “THE DANISH GIRL”
Oleh :
Lita Elisa
D1214049
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
Analisis Semiotika Representasi Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia dalam Film “The Danish Girl”
Lita Elisa
A. Eko Setyanto
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
This study aims to describe how the representation of the values of human rights. The methodology used in this research is semiotic Roland Barthes, which saw the denotation and connotation means of social aspects. Then from that connotations a myth is taken that exists in every characteristics.
Film is one of the media in conveying message or information to the audience. Information can be absorbed greatly because film is an audio-visual media. Film is a product of communication that can representing society in which the film was made. As a representation of reality, the film formed and bring back the reality based on morals, conventions, and cultural ideology. "The Danish Girl" is a film that represents life of a the first transgender in the world who fight for her human rights.
Based on the research results, it can be seen the value of human rights in the film that are categorized into five categories, namely the right to life, the right to choose own destiny, the right to work, the right to express opinions, and health services. Based on a series of signs from dialogue, expression, gesture, shooting technique and lighting techniques on the selected scene, essence of human rights can be taken which represent the five categories of rights.
commit to user Pendahuluan
Kodrat manusia memang telah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia diciptakan ada laki-laki dan perempuan. Namun kenyataan ini tidak
diterima oleh sebagian kecil masyarakat. Meskipun manusia memiliki kedudukan
yang sama di mata Tuhan Yang Maha Esa, namun belum berarti sama di mata
manusia itu sendiri. Tak jarang antar individu hanya memandang sebelah mata
orang yang dianggap memiliki kekurangan. Adapun bentuk kekurangan tersebut
tidak hanya dilihat dalam bentuk fisik manusia.Seperti yang di gambarkan dalam
film, dimana menceritakan seseorang yang merasa kodrat yang ditentukan pada
dirinya berlainan dengan apa yang dia rasa.Film “The Danish Girl” menceritakan
seorang pria transgender berjuang untuk mengganti seksualnya. Transformasi
perubahan seksual ini tidak terjadi secara instan melainkan banyak hal yang harus
dilalui sebelum keinginan pria transgender tersebut terpenuhi. Meskipun terdapat
konflik batin dari dalam dirinya maupun dengan orang-orang terdekatnya, hingga
akhirnya keinginannya dapat terpenuhi.
Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945 bertujuan
agar tidak terjadinya peristiwa Holocaust di masa depan dan karena itu
menegaskan kembali kepercayan terhadap hak asasi manusia.1 Berbagai macam
bentuk dari perjuangan hak asasi manusia seperti menuntut penghapusan atas
penggolongan ras, agama serta budaya. Bahkan sekarang yang sedang marak yaitu
melegalkan LGBT (lesbian, gay, bisexual dan transgender). Sekali lagi alasan
yang dipakai ialah atas dasar persamaan hak asasi manusia. Transgender ialah
bagaimana perubahan perilaku dari maskulin menjadi feminim maupun
sebaliknya sedangkan transeksual adalah perubahan jenis kelamin.Kisah Lili Elbe
alias Einar Mogens Wegener sebagai pelaku transgender dan transeksual pertama
diangkat menjadi suatu bentuk karya film. Lili Elbe merupakan sebutan dari si
pria transgender sekaligus merupakan wanita transeksual pertama di dunia yang
menjalani operasi pergantian kelamin. Ia lahir dengan nama Einar Mogens
commit to user
Wegener di tahun 1882 di Denmark, hingga akhirnya memutuskan untuk menjadi
seorang wanita seutuhnya, bahkan sebelum istilah “transgender” ditemukan.2 Celaan yang diterima oleh Einar sejak kecil menuntun ia dalam
memperjuangkan hak asasinya dalam menentukan jalan hidupnya. Keyakinan ia
sebagai perempuan yang terperangkap dalam tubuh laki-laki membuat ia terus
mencari cara untuk dapat merubah dirinya seutuhnya. Einar atau Lili Elbe hanya
sebagian kecil dari individu yang menuntut akan hak asasinya. Keyakinan ia
dalam memperjuangkan haknya dalam menemukan jati dirinya yang seutuhnya di
representasikan dalam film ini.
Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk
menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu
tempat tertentu. Film merupakan karya yang dibuat manusia sebagai hasil dari
pengalaman sehari-hari, kejadian yang ada disekitar kita3.Sebagai media massa,
film digunakan untuk media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk
realitas. Melalui film, informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam karena
film adalah media audio visual.
Film ini didalamnya terdapat pesan-pesan simbolis yang diperlihatkan.
Simbol berbeda dengan tanda. Tanda berkaitan langsung dengan objek, sedangkan
simbol memerlukan proses pemaknaan yang lebih intensif setelah
menghubungkannya dengan objek.4
Pesan simbolis tersebut tersirat dalam film dan dibawakan secara apik oleh
para pemain film. Seorang aktor yang berperan sebagai pria transgender
membawakan simbol-simbol yang dikomunikasikan sebagai karakter yang
melekat dari pria transgender. Tanda tersebut yang ditampilkan oleh seorang
transgender yang direpresentasikan melalui tanda baik verbal maupun non verbal.
Film ini memperlihatkan perjuangan akan usaha seorang Lili Elbe untuk
mepertahankan hak nya agar bisa menjadi seorang perempuan.
2https://en.wikipedia.org/wiki/Lili_Elbe 26/02/2016 diakses pada pukul 16.00 WIB
commit to user
Hak asasi manusia dari seorang transgender dan transeksual dianggap
menarik karena pada setahun belakangan tema LGBT sedang marak.Sebagai
bentuk pesan film ini terdiri dari berbagai tanda dan simbol yang membentuk
sebuah sistem makna. Proses pemaknaan simbol-simbol dan tanda-tanda tersebut
tentu saja sangat tergantung dari referensi dan kemampuan pikir masing-masing
individu. Oleh karena itu dalam hal ini analisis semiotika sangat berperan. Dengan
semiotika tanda-tanda dan simbol-simbol dianalisa dengan kaidah-kaidah
berdasarkan pengkodean yang berlaku, dengan demikian proses intrepertasi akan
menemukan sebuah “kebenaran umum” dalam masyarakat, semiotika akan
menemukan makna yang hakiki, makna yang terselubung dalam sebuah pesan
(film).
Perumusan Masalah
Berdasarkan sajian latar belakangmaka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
“Bagaimanakah representasi nilai-nilai hak asasi manusia dalam film
“The Danish Girl?”
Tinjauan Pustaka
a. Teori Konstruksi Sosial Atas Realitas
Realitas sosial terbentuk dari hasil kesepakatan objektif melalui
proses interaksi dari sebuah kelompok masyarakat ataupun budaya.
Melalui konstruksi sosial kita dapat melihat komunikasi secara berbeda
sebagai sebuah perspektif daripada permasalahan. Karena pada dasarnya
komunikasi merupakan proses dimana sebuah realitas terbentuk dan dapat
dilihat bahwa bahasa memiliki peranan dalam menentukan objek.
Bagaimana kita memahami dan bertindak atas dasar kekuatan konstruksi
sosial yang telah disepakati melalui interaksi sebuah kelompok atau
budaya dalam masyarakat tersebut.
Teori konstruksi sosial atas realitas (Social construction of reality)
diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Lackmann dalam buku
commit to user
Knowledge. Berger dan Lackmann mengatakan bahwa realitas sosial
terdiri dari tiga macam, yaitu realitas subjektif, realitas objektif, dan
realitas simbolik. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari
pengalaman di dunia objektif yang berada di luar dari individu, dan
realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik merupakan
ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sementara
itu, realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses
penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu
melalui internalisasi.5
b. Film Sebagai Representasi Sebuah Realitas Masyarakat
Film merupakan salah satu media massa yang mampu
merepresentasikan suatu realitas. Menurut Graeme Turner, makna film
merupakan representasi dari realitas masyarakat. Sebagai representasi dari
realitas, film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan
kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan. Film dalam
merepresentasikan realitas akan selalu terpengaruh oleh lingkup sosial dan
ideologi dimana film tersebut dibuat dan akan berpengaruh terhadap
kondisi masyarakatnya.6
Pendefinisian UU Perfilman 2009 jauh lebih singkat, yang perlu
digaris bawahi adalah film merupakan pranata sosial dan media
komunikasi massa.7Paranata sosial disini dimaksudkan yaitu film
mempunyai fungsi mempengaruhi orang baik itu positif maupun negatif.
Realitas yang ada saat ini yaitu film diambil dari representasi realitas dari
masyarakat. Itu semua menjadi berkesinambungan.
c. Sinematografi
Berikut adalah penjelasan terhadap salah satu aspek framing yang
terdapat dalam sinemtografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of
5
Burhan Bungin. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Rajawali, 2001), hal 5 6
Budi Irwanto. Film Ideologi dan Militer Hagemoni Militer dalam Sinema Indonesia. hal 14-16 7
commit to user
shot), yaitu8: Extreme Long Shot, long shot, Medium Long Shot, Medium
Shot, Medium Close up dan Extreme Close-up.
Selain teknik pengambilan gambar terdapat juga Lightning atau
pencahayaan. Tanpa cahaya sebuah benda tidak akan memiliki wujud.
Arah pencahayaan adalah salah satu dari empat unsur tata cahaya yang
sangat mempengaruhi dan membentuk suasana serta mood sebuah film.
Arah cahaya dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu: Frontal Lightning, Side
Lightning, Back Lightning, Under Lightning, dan Top Lightning
d. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hak yang sudah berada
dalam diri manusia semenjak manusia tersebut lahir dan tidak dapat lagi
untuk diganggu gugat serta bersifat tetap. Prof. Mr. Koentjoro
mengemukakan pengertian HAM (Hak Asasi Manusia), menurutnya HAM
adalah hak yang bersifat asasi yang berarti bahwa hak-hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya,
sehingga memiliki sifat yang suci.9 Sebagai contoh terdapat lima macam
HAM beserta pengertiannya yaitu sebagai berikut:
a. Hak Hidup
Pasal 28A menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.10
b. Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri
Pada asasnya ada dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar
manusia, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self
determination) dan hak atas informasi (the right to information). Hak
untuk menentukan nasib sendiri dapat diketemukan dasarnya dalam United
Nations International Convention and Political Rights 1966.
c. Hak Atas Pekerjaan
8
Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Putaka, hal 89
9
Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama, Op Cit, hal 26 10
commit to user
Macam-macam HAM (Hak Asasi Manusia) salah satunya yaitu
hak atas pekerjaan. Perlindungan dan pemenuhan hak atas pekerjaan
tersebut memberikan arti penting bagi pencapaian standar kehidupan yang
layak. Pemerintah memiliki kewajiban untuk merealisasikan hak itu
dengan sebaik-baiknya. Hak atas pekerjaan termasuk di dalamnya hak
bekerja dan hak mendapatkan jaminan keselamatan kerja merupakan
HAM.11
d. Hak Mengemukakan Pendapat
mengemukakan pendapat dinyatakan dalam Pasal 1 (1) UU No. 9
Tahun 1998, bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak
setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan,
dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Hak untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan
Dalam hubungannya dengan hukum kesehatan, hak atas
pemeliharaan perawatan medis yang merupakan hak asasi manusia ini
terdapat asarnya dalam pasal 25 United Nations Univesal Declaration of
Human Rights Tahun 1948.
e. Semiotika
Menurut Aart Van Zoest, Semiologi memiiki dua pendekatan yang
dipelopori oleh Charles Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand de
Saussure (1857-1913). Pierce adalah ahli filsafat dan logika, sedangkan
Saussure adalah ahli linguistik. Menurut Pierce, penalaran dilakukan
melalui tanda-tanda yang memungkinkan kita berfikir, berhubungan
dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh
alam semesta. Sedangkan kekhasan Saussure terletak pada kenyataan
bahwa ia menganggap bahasa sebagai sistem tanda.12
11
Majda El Muhtaj, 2009. Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
12
commit to user
Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia
dengan melakukan pemilahan antara apa yang disebut signifier (penanda)
dan signified (petanda). Signifier adalah bentuk fisik dari tanda, sesuatu
yang dapat dilihat, didengar, disentuh atau dirasakan. Signified adalah
gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa.
Kedua unsur ini bagaikan dua sisi dari sehelai kertas, tidak ada makna
tanpa signifier dan signified. Hubungan antara keadaan fisik tanda dan
konsep mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain,
signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia. 13
Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam
menganalisa makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju
pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order signification).14
Barthes dalam studinya tentang tanda secara panjang lebar mengulas apa
yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang
dibangun atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Barthes menciptakan
peta tentang bagaimana tanda bekerja:
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4).
13
John Fiske, Introduction To Communication Studies, Routledge, London, hal 44 14
commit to user Metodologi
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, mendefiniskan penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis semiotik. Metode ini memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai
kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode dibalik
tanda dan teks objek yang diteliti. Metode analisis pendekatan semiotik bersifat
interpretatif kualitatif, maka secara umum teknik analisis datanya menggunakan
alur yang lazimnya dikonversikan ke dalam bentuk-bentuk narasi yang bersifat
deskriptif sebelum dianalisis, diinterpretasi, dan kemudian disimpulkan.
Analisis dan Pembahasan
Analisis data dan pembahasan terhadap film “The Danish Girl” yang
menjadi objek dalam penelitian ini dilakukan dengan mengartikan tanda-tanda
dalam film yang merepresentasikan lima kategori yang termasuk hak asasi
manusia yakni hak hidup, hak atas pekerjaan, hak mengemukakan pendapat, hak
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan hak untuk menentukan nasib
sendiri. Beberapa adegan yang dianggap menggambarkan hak asasi manusia
dipilih dan kemudian dianalisis dengan metode semiotika Roland Barthes.
1. Hak Hidup
Dari rangkaian tanda (teks) dalam scene yang merepresentasikan hak
hidup dapat ditarik suatu makna dimana seorang transgender yang ingin
mendapatkan hak hidupnya. Rangkaian tanda tersebut berupa ekspresi,
gesture,dan teknik pengambilan gambar. Ekspresi yang ditunjukkan Einar
commit to user
mendekatkan tangan ke arah muka dan bibir yang bergetar. teknik
pengambilan gambar yang digunakan adalah medium close up.Einar mencoba
menjelaskan mengenai dirinya dalam dialog yang digunakan, namun dokter
mengatakan bahwa ia memiliki gangguan kejiwaan. Rangkaian tanda yang
dibawakan oleh Einar dan dokter menyimpulkan bahwa hak hidup yang
dikejar oleh seorang transgender tidak terpenuhi. Dari analisis konotasi
tersebut maka diakaitkan dengan mitos yang ada. Mitos seorang transgender
yang masih tabu pada zaman tersebut dianggap sebagai penyakit kejiwaan.
2. Hak Menentukan Nasib Sendiri
Dari rangkaian tanda (teks) dalam scene yang merepresentasikan
hak menentukan nasib sendiri dapat ditarik suatu makna bahwa seorang
transgender yang ingin menentukan nasibnya sendiri terkait merubah
gendernya. Hak asasi manusia dalam menentukan nasib sendiri yang
dikejar oleh Einar telah terpenuhi. Hal ini terlihat dari Einar yang tidak
mendengarkan peringatan dari Gerda dan memilih mencari informasi
sendiri tentang perubahan seksualitas dan mengenai keadaan dirinya lewat
buku Normal and Abnormal Man dan Sexual Immorality yang ia temukan
di perpustakaan.Terlihat dari ekspresi, gesture, dan teknik pengambilan
gambar.Ekspresi Einar terlihat serius dan penuh rasa ingin tahu saat
melihat buku. Gesture yang Einar bawakan membuka buku perlahan
commit to user
close up. Mitos yang diambil adalah budaya baca terkait scene yang
memperlihatkan Einar di perpustakaan untuk mencari buku guna
memperoleh informasi mengenai keadaan dirinya.
3. Hak Atas Pekerjaan
Dari rangkaian tanda (teks) dalam scene yang merepresentasikan
hak atas pekerjaan dapat ditarik suatu makna bahwa hak atas pekerjaan
yang didapat oleh Lili sebagai laki-laki transgender terpenuhi tanpa
adanya diskriminasi. Atasan dan sesama karyawan menerima Lili dengan
baik. Atasan yang tidak membedakan Lili sebagai laki-laki transgender
dengan karyawan wanita lain. Bahkan sang atasan memberi kepercayaan
lebih kepada Lili. Terlihat dari ekspresi, gesture, teknik pengambilan
gambar dan teknik pencahayaan yang dibawakan. Eskpresi Lili terlihat
gembira dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Gesture yang
dibawakan oleh Lili adalah tubuh tegap dan memperhatikan dengan
seksama saat atasannya menjelaskansesuatu. Teknik pengambilan gambar
yang digunakan yaitu medium long shot dan medium close up. Pada
scene-scene berikutnya diperlihatkan Lili yang bercengkrama bahkan mendapat
pujian oleh rekan-rekan kerjanya karena kelebihan fisiknya yang indah.
Mitos yang diambil yaitu mitos dari penampilan pramuniaga. Terutama
penamilan pramuniaga dari negara Denmark.
[image:12.595.130.516.132.504.2]commit to user
Berdasarkan rangkai tanda (teks) dalam scene yang
merepresentasikan hak mengemukakan pendapat dapat ditarik suatu
makna hak asasi manusia yaitu hak mengemukakan pendapat telah
terpenuhi. Gerda sebagai istri dari seorang transgender mengemukakan
pendapatnya di depan teman-temannya. Pendapat Gerda adalah mengenai
apa yang ia rasakan terhadap suaminya yang seorang transgender. Setiap
orang berhak mengemukakan pendapatnya tanpa merugikan orang lain.
Sikap ini sesuai seperti yang dikemukan oleh undang-undang dan
deklarasi hak asasi manusia.Terlihat dari ekspresi, gesturedan teknik
pengambilan gambar. Ekspresi yang diperlihatkan Gerda adalah ekpresi
yang tersenyum dengan gesture mata yang dinaikkan ke atas menandakan
adanya kepuasaan setelah menjelaskan sesuatu. Teknik pengambilan yang
dipakai adalah medium close up. Mitos yang diambil adalah mengenai
pesta. Pesta sebagai tempat berkumpul orang-orang dalam berbagai jenis
kepentingan.
5. Hak Atas pelayanan Kesehatan
Berdasarkan rangkaian tanda (teks) dalam sceneyang
merepresentasikan hak atas pelayanan kesehatan dapat ditarik suatu makna
bahwa hak asasi manusia yakni hak pelayanan kesehatan atas seorang
transgender telah terpenuhi. Lili yang merupakan seorang pria transgender
commit to user
Pelayanan yang diterimanya tidak berbeda dengan pasien lainnya.Terlihat
dari ekspresi, gesturedan teknik pengambilan gambar. Ekspresi yang
dibawakan oleh Lili adalah ekspresi gembira. Gesture yang dibawakan
oleh Lili saat ia berjalan menyusuri tangga rumah sakit adalah dengan
jalan berlenggak lenggok bagaikan wanita yang anggun. Teknik
pengambilan gambar yang digunakan yaitu long shot dan medium close
up. Mitos yang diambil adalah mengenai pelayanan kesehatan pada zaman
dulu dan sekarang.
Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan intrepretasi yang dilakukan terhadap
film “The Danish Girl” dalam bab III maka diperoleh kesimpulan makna
nilai-nilai Hak Asasi Manusia sebagai berikut :
1. Film “The Danish Girl” adalah film yang merepresentasikan nilai-nilai hak
asasi manusia terutama hak asasi seorang transgender dan transeksual
pertama pada tahun 1930.
2. Nilai hak asasi manusia dikategorikan menjadi 5 hak yakni hak hidup, hak
menentukan nasib sendiri, hak atas pekerjaan, hak mengemukakan
pendapat dan hak atas pelayanan kesehatan. Cara melihat makna hingga
membentuk representasi dalam film “The Danish Girl” dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Melihat denotasi pada film yaitu mendeskripsikan setiap scene yang
terpilih dimana mewakili nilai hak asasi manusia, yaitu hak hidup, hak
menentukan nasib sendiri, hak atas pekerjaan, hak mengemukakan
pendapat dan hak atas pelayanan kesehatan. Unsur tersebut berupa
lambang verbal yakni dialog, dan lambang non-verbal yakni ekspresi,
gesture, teknik pengambilan gambar, dan pencahayaan.
b. Menganalisis konotasi yaitu dimana saat tanda berupa lambang verbal
(dialog) dan lambang non-verbal (ekspresi, gesture, teknik
pengambilan gambar, dan pencahayaan) bertemu dengan emosi yang
commit to user
asasi manusia. Proses tersebut dijelaskan hinga memiliki makna yang
ingin disampaikan yaitu perjalanan hidup seorang transgender
sekaligus transeksual dalam memperoleh haknya.
c. Penjabaran konotasi dari tanda-tanda tersebut kemudian dikaitkan
dengan mitos yang ada.
3. Dari analisis kelima hak tersebut dapat disimpulkan bahwa 4 jenis hak
terpenuhi, yaitu hak menentukan nasib sendiri, hak atas pekerjaan, hak
mengemukakan pendapat dan hak atas pelayanan kesehatan. Kemudian 1
jenis hak tidak terpenuhi yaitu hak hidup.
b. Saran
Melalui penelitian ini, peneliti menyampaikan beberapa saran yaitu
sebagai berikut:
a. Membutuhkan sejumlah teori dan sumber-sumber yang lebih banyak
lagi untuk dipakai oleh peneliti selanjutnya, agar lebih valid lagi
mengungkap makna dalam film yang dikaji.
b. Perlunya mematangkan konsep dan pemikiran sebelum menentukan
tema yang akan diambil sebagai bahan penelitian. Hal ini untuk
mengantisipasi hambatan-hambatan dalam proses pengerjaan.
Mengambil tema yang disukai menjadi salah satu cara agar lebih
commit to user Daftar Pustaka
BAB XA tentang Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 setelah amandemen. Bungin, Burhan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali.
Effendy, O.U. 1986. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Fiske, John. 1996. Introduction to Communication Studies. London: Routledge
Herdiawanto, Heri dan Jumanta Hamdayama. 2010. Cerdas, Kritis, dan Aktif
Berwarganegara (Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi). Jakarta: Erlangga
Irwanto, Budi. 1999. Film Ideologi dan Hagemoni Militer dalam Sinema
Indonesia. Yogyakarta: Media Presindo.
Prastista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Nickel, James W. 1996. Hak Asasi Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosakarya. Undang-Undang Republik Indonesia No 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman
Zoes, Van Aart. 1996. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.