• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks)

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata 1 (S1) Sarjana Hukum

Oleh :

ISMU RAHAYU SAPUTRI 4515060025

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

(2)

HALAMAN JUDUL

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks)

Oleh :

ISMU RAHAYU SAPUTRI 4515060025

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Pada Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

(3)
(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Usulan Penelitian dan Penulisan Hukum Mahasiswa:

Nama : ISMU RAHAYU SAPUTRI NIM : 4515060025

Program Studi : Ilmu-Ilmu Hukum Minat : Hukum Pidana No. Pendaftaran Judul : 01/Pid/FH/IX/2018 Tgl. Pendaftaran Judul : 1 September 2018

Judul Skripsi :ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA

PERBANKAN (Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks)

Telah diperiksa dan diperbaiki untuk dimajukan dalam ujian skripsi mahasiswa program Strata Satu (S1)

Makassar, Februari 2019

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.H.Abdul Salam Siku, S.H., M.H. Dr. Zulkifli Makkawaru, S.H.,M.H.

Mengetahui : Dekan Fakultas Hukum

(5)

Dr. Ruslan Renggong, S.H., M.H.

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Bosowa menerangkan bahwa::

Nama : ISMU RAHAYU SAPUTRI

NIM : 4515060025

Program Studi : Ilmu-Ilmu Hukum

Minat : Hukum Pidana

No. Pendaftaran Judul : 01/Pid/FH/IX/2018 Tgl. Pendaftaran Judul : 1 September 2018

Judul Skripsi : Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Perbankan ( Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks )

Telah diperiksa dan diperbaiki untuk dimajukan dalam ujian skripsi mahasiswa program Strata Satu (S1)

Makassar, Februari 2019

Mengetahui : Dekan Fakultas Hukum

Dr. Ruslan Renggong, S.H., M.H.

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan dan pimpinanNya sajalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini mustahil dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari para pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Sunar Sasongko, S.H,M.M, dan Ibunda Dra. Isturahayuningsih sebagai penyemangat Penulis dalam pengerjaan skripsi dan adik Penulis Dwi Bramantio serta seluruh sanak saudara yang tiada hentinya memberikan doa dan dukungan, terima kasih atas kasih sayang dan bimbingannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Melalui kesempatan ini juga, Penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Saleh Palu, M.Eng selaku Rektor Universitas Bosowa serta jajaran Wakil Rektor dan Sekertaris Universitas Bosowa Makassar.

(7)

2. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H.,M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa dan penguji yang telah banyak memberi masukan dan saran kepada penulis.

3. Bapak Dr. Almusawir, S.H.,M.H selaku Ketua Program Studi Fakultas Hukum dan penguji yang juga telah banyak memberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Dr. H. Abdul Salam Siku, S.H.,M.H. sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Zulkifli Makkawaru, S.H.,M.H. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf/Pegawai Fakultas Hukum Universitas Bosowa yang telah memberikan banyak ilmu dan bantuan kepada Penulis selama menuntut ilmu di kampus ini.

6. Ketua Pengadilan Negeri Makassar, dalam hal ini Bapak Drs. H. Bahar Mattaliu, S.H selaku Sekertaris dan segenap pegawai Pengadilan Negeri Makassar yang telah membantu Penulis selama penelitian di Pengadilan Negeri Makassar dengan memberikan data-data dan mengizinkan

melakukan wawancara dengan hakim yang memutus perkara.

7. Ibu Ni Putu Sri Indayani, S.H., M.H selaku Hakim Ketua Pengadilan Negeri Makassar yang memutus perkara yang penulis teliti.

8. Bapak Nasir selaku Pejabat Pengawas Bank di Otoritas Jasa Keuangan Regional VI Makassar yang telah memberikan data terkait penulisan skripsi.

(8)

9. Bapak Tamrin selaku Staf Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar yang telah bersedia untuk diwawancarai guna penyelesaian penulisan ini.

10. Keluaraga besar penulis yang banyak memberi nasehat kepada Penulis dan mendukung Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada teman-teman seangkatan 2015 yang penulis tidak dapat sebut satu persatu namanya, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.

12. Terkhusus sahabat, senior dan adik seperjuangan fakultas Hukum di kampus yang selalu memberikan motivasi dan mengajarkan penulis arti persahabatan dan kebersamaan.

13. Teman-teman penulis selama berada di jenjang SD sampai SMA yang selalu memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaian skripsi ini.

14. Sahabat-sahabat yang selalu ada setiap saat memberikan motivasi dan saran kepada penulis saat mengalami hambatan dalam menyelesaian skripsi ini dan sahabat yang tidak pernah bosan mendengarkan keluhan penulis dan selalu memberikan semangat.

15. Teman-teman KKN TEMATIK ANGKATAN KE 3 atas dukungan dan kerjasama dalam menyelesaikan tugas KKN TEMATIK.

16. Ibu Juliati,S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Lapangan KKN TEMATIK Angkatan III Tahun 2018-2019 Universitas Bosowa Makassar.

17. Bapak Habibi, S.H., dan Bapak Irvan, S.H., selaku Head Legal Officer dan Pembimbing KKN TEMATIK di PT BOSOWA BERLIAN MOTOR pada waktu Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata.

(9)

18. Serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu per satu.Semoga bantuan, motivasi dan bimbingan dapat bernilai ibadah.

Serangkaian rasa syukur dan ucapan terima kasih di atas, rasanya akan lebih sempurna lagi jika penulis kembali menyadarkan diri bahwa hanya dengan perencanaan, kerja keras, doa, dan pengharapan yang sungguh-sungguhnya, karena hanya dengan kesabaran dan ketekunan kita dapat meraih kesuksesan.

Akhirnya tidak ada gading yang tak retak, tak ada ilmu yang memiliki kebenaran mutlak, tak ada kekuatan dan kesempurnaan, semuanya hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun guna penyempurnakan skripsi ini senantiasa dengan penuh keterbukaan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat kepada para pembaca.

Makassar, Februari 2019

Penulis

ISMU RAHAYU SAPUTRI

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PENGESAHAN ...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Perumusan Masalah………... 5

1.3 Tujuan Penelitian………... 5

1.4 Kegunaan Penelitian………... 6

1.5 Metode Penelitian... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...9

2.1 Pengertian Tindak Pidana dan Perbankan….………...9

(11)

2.1.1 Tindak Pidana Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana...9

2.1.2 Perbankan...….………... 15

2.1.3 Tindak Pidana Perbankan... 26

2.2 Otoritas Jasa Keuangan ( OJK )... ...29

2.3 Koperasi... 32

2.4 Informasi Transaksi Elektronik... 33

2.5 Pertanggungjawaban Pidana………... 40

BAB 3 PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 49

3.1 Pelaksanaan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Perbankan ….……... 49

3.2 Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Atas Putusan Nomor 222/Pid/Sus/2018/PN.Mks... 69

BAB 4 PENUTUP...79

4.1 Kesimpulan...………...79

4.2 Saran...80

DAFTAR PUSTAKA... 81

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peranan lembaga perbankan tidak dapat dilepaskan dari maju atau mundurnya perekonomian suatu negara. Lembaga perbankan dituntut untuk senantiasa stabil, sehat, transparan, dan dikelola dengan baik (well managed). Kondisi seperti disebutkan di atas akan melancarkan aktivitas mobilisasi dana yang sangat diperlukan oleh sektor riil.

Adapun pengertian bank itu sendiri adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lain yang dipersamakan. Lalu yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya, ini jelas termuat dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan). (Munir Fuady, 1999:8) :

1) Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat, 2) Kegiatan penarikan dana kepada masyarakat, 3) Kegiatan pemberian jasa tertentu yang dapat menghasilkan fee based income. Dalam kegiatan usaha bank juga perlu

(13)

diketahui apa saja yang menjadi syarat atau kriteria dalam mendirikan sebuah usaha untuk menghimpun dana. Adapun UU Perbankan pada Pasal 16 Ayat 1 dan 2 :

Ayat 1 '' Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarkat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri. '', Ayat 2 '' Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan sekurang- kurangnya tentang :

a. Susunan organisasi dan kepengawasan b. Permodalan

c. Kepemilikan

d. Keahlian di bidang perbankan e. Kelayakan rencana kerja. ''

Dalam jenis tindak pidana perizinan bank, apabila dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau Koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya. Pengurus dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan teori zweckvermogen dan ihering karena kegagalannya dalam melaksanakan perizinan bank.

(14)

Perbankan sebagai lembaga keuangan mempunyai peran yang sangat strategis dalam kegiatan perekonomian melalui kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha- usaha produktif maupun konsumtif, sekaligus menjadi penentu arah bagi perumusan kebijakan pemerintah di bidang moneter dan keuangan dalam mendukung stabilitas pembangunan nasional, khususnya untuk dapat menjadi tempat penyimpanan dana yang aman, tempat yang diharapkan dapat melakukan kegiatan perpembiayaan demi kelancaran dunia usaha dan perdagangan. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat untuk mengajukan pinjaman atau pembiayaan kepada bank, Pembiayaan merupakan suatu istilah yang sering disamakan dengan hutang atau pinjaman yang pengembaliannya dilaksanakan secara mengangsur. Setiap aktivitas perbankan harus memenuhi asas ketaatan perbankan, yaitu segala kegiatan perbankan yang diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta termasuk menjalankan prinsip-prinsip perbankan (prudent banking) dengan cara menggunakan rambu-rambu hukum berupa safe dan sound. Kegiatan bank secara yuridis dan secara umum adalah penarikan dana masyarakat, penyaluran dana kepada masyarakat, kegiatan fee based, dan kegiatan dalam bentuk investasi. Semakin banyak kegiatan usaha yang dilakukan oleh balik, semakin banyak pula kesempatan yang akan timbul yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perbuatan melawan hukum terhadap dunia perbankan. Tindak

(15)

pidana perbankan pada dasarnya merapikan perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja yang ada hubungannya dengan lembaga, perangkat dan produk perbankan, sehingga menimbulkan kerugian materiil dan atau immaterial bagi perbankan itu sendiri maupun bagi nasabah atau pihak ketiga lainnya.

Secara umum kejahatan di bidang perbankan adalah kejahatan yang digolongkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum administrasi yang memuat sanksi-sanksi pidana. Istilah kejahatan di bidang perbankan adalah untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank, sedangkan istilah tindak pidana di bidang perbankan menunjukkan bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya sebagai bank dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ekonomi. Kejahatan di bidang perbankan adalah salah satu bentuk dari kejahatan ekonomi yang sering dilakukan dengan menggunakan bank sebagai sasaran dan sarana kegiatannya dengan modus yang terindikasi sulit dipantau atau dibuktikan berdasarkan undang- undang perbankan. Salah satu modus yang dilakukan dalam tindak pidana perbankan adalah pendirian bank tanpa izin dari Bank Indonesia (BI). Hal ini diatur dalam Pasal 46 Ayat (1) UU Perbankan yang menegaskan bahwa siapa saja yang menghimpun dana tanpa adanya izin atau persetujuan dari Bank Indonesia ada ancaman pidananya, yakni pidana penjara sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun atau paling lama 15 (lima belas) tahun dan

(16)

denda sekitar Rp 10.000,000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau Koperasi, maka penuntutan terhadap badan- badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya. Perbankan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi di Indonesia yang paling mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang diatur dalam pasal 3 UU Perbankan. Didalam sistem hukum Indonesia, segala bentuk praktek perbankan berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam ideologi negara Indonesia yakni Pancasila dan tujuan negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Praktek bank tanpa izin ini dikenal dengan sebutan “bank gelap”, selain istilah tersebut juga dikenal istilah “bank dalam bank”, yaitu praktek bank gelap yang dilakukan dalam suatu bank yang telah mendapat izin. Bank gelap adalah usaha yang dilakukan oleh suatu badan atau perorangan yang menarik dana dari masyarakat untuk selanjutnya disalurkan kembali ke dalam masyarakat dalam bentuk kredit tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia, yang kini telah beralih

ke Lembaga Otoritas Jasa Keuangan. Di samping itu usaha bank gelap akan memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat

(17)

kepada bank yang sah, atau dengan kata lain dapat menghambat usaha bank mindedness dari masyarakat. Usaha bank gelap ini sangat merugikan nasabah atau member yang telah bergabung dan dananya terhimpun didalam usaha tersebut. Bahkan tindakan oknum yang mendirikan usaha bank gelap ini sangat jahat bahkan dikategorikan

telah melanggar pidana dari segala sisi pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perbankan. Serangkaian aturan sebagaimana diamanatkan UU Perbankan kita tentunya tidak dapat dipastikan bahwa hal tersebut akan berjalan sempurna. Selalu saja ada faktor yang tidak mendukung, baik yang disengaja, maupun yang tidak disengaja. Hal ini haruslah mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah, agar masyarakat dapat terlindungi kepentingannya.

Berbagai kasus tindak pidana perbankan telah mendapatkan putusan oleh pengadilan baik pada tingkat pertama, banding, dan pada tingkat mahkamah agung. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan ini sebagai suatu bentuk karya ilmiah skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Perbankan” dalam studi kasus pada perkara pendirian bank tanpa izin yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Makassar, Putusan Nomor: 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks.

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengambil rumusan masalali sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana perbankan ?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana atas putusan nomor 222/Pid.Sus/2018/PN.Mks ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

1. Untuk Mengetahui Dan Menganalisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Atas Pendirian Bank Tanpa Izin.

2. Untuk Mengetahui Dan Menganalisis Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana terhadap Pelaku Pendirian Bank Tanpa Izin.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan praktis penulisan skripsi ini adalah untnk memberikan sumbangsi pemikiran terhadap pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana perbankan yang diperbuat oleh pelaku disebabkan mendirikan bank tanpa adanya izin dari pihak terkait dalam hal ini

(19)

BI (Bank Indonesia) serta pemahaman atas pertimbangan hukum hakim atas putusan terkait kasus tindak pidana perbankan yang diputus dalam sebuah putusan dari Pengadilan Negeri Makassar.

2. Kegunaan teoretis penulisan skripsi ini adalah sebagai bahan bacaan dan kajian dalam kepustakaan hukum pidana, khususnya bidang Perbankan, sebagai ilmu yang mempelajari tentang pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana perbankan.

1.5 Metode Penelitian a. Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, penulis memilih beberapa lokasi penelitian yang berlokasi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, antara lain ; Pengadilan Negeri Makassar-, Bank Indonesia Sulawesi Selatan, Kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional VI (Sulawes, Maluku, Papua), Kantor Dinas Koperasi dan UKM Makassar.

Pemilihan lokasi penelitian di atas, didasarkan pada

pertimbangan bahwa instansi tersebut merupakan tempat diputuskannya kasus atas pendirian bank tanpa izin dan instansi terkait sebagai pelengkap penelitian.

b. Jenis Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, meliputi:

(20)

1. Data Primer, yakni data yang diperoleh di lapangan secara langsung melalui hasil wawancara, yang dilakukan bersama pegawai, hakim, dan panitera Pengadilan Negeri Makassar terkait kasus pendirian bank tanpa izin, Pimpinan atau pihak dari BI (Bank Indonesia), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional VI, dan Dinas Kantor

Koperasi Makassar.

2. Data sekunder, yakni data yang diperoleh dari hasil telaah buku-buku, literatur dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan

dengan permasalahan skripsi ini.

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data dalam penelitian ini, dilakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara, yakni interaksi lisan maupun tulisan dengan maksud untuk mendalami dan melakukan observasi terhadap pelaksanaan putusan terhadap pelaku tindak pidana perbankan. Wawancara akan dilakukan dengan pegawai, hakim, juga panitera yang bertugas saat memutus kasus tindak pidana perbankan di Pengadilan Negeri Makassar, pimpinan dan atau pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Dinas Koperasi Makassar.

(21)

2. Dokumentasi, yakni penelusuran data melalui studi kepustakaan untuk mengumpulkan data tertulis yang tidak di dapatkan melalui instrumen teknik wawancara melainkan berupa data kepustakaan. Bahan - bahan hukum primer seperti Putusan Nomor

222/Pid.sus/2018/PN.Mks, SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir, Tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3Tahun 2004 tentang Bank Indonesia,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

d. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengurutkan data ke dalam pola.

kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat dikemukakan tema, kemudian dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2002:103). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis data dilakukan bertujuan untuk menyederhanakan hasil pengolahan data sehingga mudah dibaca dan dipahami. Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan cara

(22)

menguji data dengan konsep atau teori, serta jawaban yang diperoleh dari responden untuk menghasilkan data atau informasi.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur - Unsur Tindak Pidana 2.1.1 Tindak Pidana dan Unsur - Unsur Tindak Pidana

a) Tindak Pidana

Istilah seperti juga perkataan adalah referensi dari suatu referent.

Tetapi juga sering dikatakan orang bahwa istilah itu dianggap merupakan suatu perjanjian antara orang-orang yang menggunakannya tentang apa yang dimaksud atau yang berkaitan dengan suatu istilah. Dalam hal suatu istilah diadakan terlebih dahulu, lalu diperjanjikan atau ditentukan pula apa yang dimaksud dengan istilah itu maka persoalannya tidak terlalu sulit

(Sianturi,2002:204).

Ada pula istilah asing yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, menggunakan istilah yang berbeda dan pada pengertiannya pun terdapat perbedaan. Demikian istilah“Het strafbare feit” telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

1) Perbuatan yang dapat/boleh dihukum 2) Peristiwa pidana

3) Perbuatan pidana 4) Tindak pidana.

(24)

Berikut beberapa pendapat ahli mengenai pengertian tindak pidana, antara lain :

1. Moeljatno lebih menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut

2. Pompe merumuskan bahwa suatu strafbaarfeit itu sebenarnya tidak lain adalah daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum

3. Vos merumuskan bahwa straafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan Dapat dikatakan pengertian tindak pidana menurut Vos merupakan perbuatan manusia yang dilakukan bertentangan dengan Undang- Undang.

b) Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam hukum pidana terdapat aliran-aliran yang menguraikan tentang unsur-unsur tindak pidana, sebagai berikut:

1. Aliran Monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa didalam pengertian perbuatan atau tindak pidana sudah

(25)

tercakup didalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana atau kesalahan (Criminal responbility).

Adapun unsur-unsurnya adalah : a. Suatu perbuatan

b. Melawan hukum c. Diancam dengan sanksi d. Dilakukan dengan kesalahan

e. Oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan. (Prasetyo, 2014: 218)

2. Aliran Dualistis berbeda dengan pandangan Monistis yang melihat kesalahan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana, pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Adapun unsur-unsurnya adalah :

a. Suatu perbuatan b. Melawan hukum

c. Diancam dengan sanksi Pidana (Prasetyo, 2014:218)

Adapaun Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut:

1. Unsur Subjektif

Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi:

a. Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).

(26)

b. Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.

(Poernomo, 1992; 91)

c. Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP). Niat sama dengan sengaja dalam semua corak (sengaja sebagai maksud; sengaja sebagai kepastian; dan sengaja sebagai kemungkinan).

d. Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain.

2. Unsur Objektif a. Suatu perbuatan

- Perbuatan aktif adalah tindak pidana yang dilakukan dengan menggunakan otot, Contoh: pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan biasa.

- Perbuatan Pasif adalah suatu perbuatan yang dilakukan tanpa menggunakan otot, Contoh: Delik Pembiaran Pasal 164 KUHP.

b. Suatu akibat c. Suatu keadaan

(27)

d. (ketiganya dilarang dan diancam pidana). (Zainal Abidin Farid, 2010: 221)

3. Unsur Formil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Unsur-unsur tindak pidana formil yaitu:

a. Perbuatan manusia. Perbuatan tersebut harus dipahami dalam arti luas, artinya tidak berbuat juga termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.

b. Melanggar peraturan pidana. Hal ini terkait dengan asas legalitas, artinya perbuatan manusia akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan jika belum diatur dalam undang-undang.

c. Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa suatu perbuatan pidana dilakukan dengan melanggar aturan pidana yang mempunyai sanksi pidana.

d. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana suatu perbuatan manusia memenuhi unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat

(28)

sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.

e. Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia yang mampu bertanggung jawab. Misalnya orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.

4. Unsur Materil

Unsur-unsur tindak pidana materil adalah unsur dari perbuatan tindak pidana yang sifatnya bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan itu tidak patut dilakukan oleh siapapun.

Sehingga, unsur tindak pidana materil suatu perbuatan manusia meskipun perbuatan itu telah memenuhi rumusan undang- undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Jika dilihat dari perbuatan manusia terdapat unsur melawan hukum. Jadi setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat

(29)

melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.

2.1.2 Perbankan

Lembaga perbankan dituntut untuk senantiasa stabil, sehat, transparan, dan dikelola dengan baik (well managed). Kondisi seperti disebutkan di atas akan melancarkan aktivitas mobilisasi dana yang sangat diperlukan oleh sektor riil. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan), bahwa bank dapat dibedakan menjadi dua yang terdapat dalam pasal 1 angka 3 dan 4 yang berbunyi :

(3) Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, (4) Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Adapun pengertian bank itu sendiri adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lain yang dipersamakan. Lalu yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,

(30)

kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya, ini jelas termuat dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) UU Perbankan.

Perdagangan melalui pertukaran sudah lama dikenal umat manusia.

Sebelum sistem moneter yang berlaku sekarang ini, sudah ada pertukaran melalui sistem barter. Perbedaan kedua sistem ini jelas sangat tampak dari instrumen yang digunakan. Dalam pertukaran sistem moneter yang menjadi alat pembayaran adalah "uang" yang terdiri dari uang logam dan uang kertas. Pada awal dikenalnya sistem moneter, saat itu uang dibuat dari kepingan logam mulia seperti emas dan perak. Sebagai jaminannya adalah emas dan perak yang terdapat di dalam logam mulia tersebut, Demikian pula dengan nilai uang terletak dari beratnya logam mulia dalam perkembangan selanjutnya uang tidak lagi hanya dibuat dari kepingan logam, tetapi sudah menggunakan kertas. Jaminan yang diberikan bukan kepada nilai kertas, akan tetapi terletak pada, kepercayaan kepada negara yang menerbitkan nya. Sedangkan nilai nominal uang dicetak dalam uang tersebut yang diterbitkan oleh masing- masing negara. Dalam sistem barter yang menjadi instrumen pembayarannya adalah barang atau jasa. (Kasmir, 2014:12)

Sistem pertukaran dilakukan antara barang dengan barang atau jasa dengan barang atau jasa dengan jasa. Dalam praktiknya sistem barter sudah lebih dulu dikenal sebelum sistem moneter dewasa ini. Hanya saja dalam sistembarter terdapat beberapa kendala, seperti sulit menemukan orang yang mau menukarkan barang atau jasa yang sesuai dengan selera

(31)

kita. Kemudian sulit untuk menentukan nilai dari masing-masing barang yang hendak ditukarkan. Sesuai dengan perkembangan zaman dan beberapa kelemahan yang ada dalam sistem barter, maka secara perlahan, sistem barter mulai ditinggalkan dan masuk sistem moneter. Namun, dalam hal ini bukan berarti sistem barter sudah tidak dipakai lagi. Dalam transaksi tertentu di pedalaman atau antarnegara sistem barter masih tetap dilakukan.

Kehadiran sistem moneter dalam dunia perdagangan juga merupakan cikal bakal lahirnya lembaga keuangan. Sistem moneter yang menggunakan uang sebagai alat pembayaran membutuhkan bank sebagai tempat untukmencetak, mengatur dan mengawasi peredaran keuangan suatu negara. Kehadiran bank dalam sistem moneter merupakan darah dan tulang punggung suatu negara dalam rangka memperlancar sistem moneter yang digunakan di seluruh negara di dunia ini. Dalam perkembangan perbankan sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan terjadi pada zaman kerajaan di lima daratan Eropa. Usaha ini kemudian berkembang ke Asia Barat yang dibawa oleh para pedagang. Selanjutnya perkembangan perbankan begitu cepat merambah ke benua Asia, Afrika dan Amerika yang dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahan nya. Kegiatan perbankan yang pertama adalah jasa penukaran uang. Oleh karena itu, dalam sejarah perbankan, bank dikenal sebagai meja tempat menukarkan uang. Penukaran uang dilakukan pedagang

(32)

antar kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran uang sampai sekarang masih dilakukan (Kasmir, 2014:13).

Bagi masyarakat yang hidup di negara-negara maju, seperti negara-negara di Eropa, Amerika dan Jepang, mendengar kata bank sudah bukan merupakan barang yang asing. Bank sudah merupakan mitra dalam rangka memenuhi semua kebutuhan keuangan mereka. Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan seperti, tempat mengamankan uang, melakukan investasi, pengiriman uang, melakukan pembayaran atau melakukan penagihan. Di samping itu peranan perbankan sangat memengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian suatu negara.

Oleh karena itu, kemajuan suatu bank di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan. Semakin maju suatu negara, maka semakin besar peranan perbankan dalam mengendalikan negara tersebut. Artinya keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan pemerintah dan masyarakatnya.

Lain halnya dengan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, pemahaman tentang bank di negeri ini baru sepotong-sepotong. Sebagian masyarakat hanya memahami bank. sebatas tempat meminjam dan menyimpan uang belaka. Bahkan terkadang sebagian masyarakat sama-sekali belum memahami bank secara utuh, sehingga pandangan tentang bank sering diartikan secara keliru. Selebihnya banyak masyarakat yang tidak paham sama sekali tentang dunia perbankan. Semua ini tentu dapat dipahami karena.

(33)

Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa bank. Oleh karena itu, saat ini dan di masa yang akan datang kita tidak akan dapat lepas dari dunia perbankan, jika hendak menjalan aktivitas keuangan, baik perorangan maupun lembaga, baik sosial atau perusahaan.

Begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa" untuk menggerakkan roda perekonomian suatu negara.

Anggapan ini tentunya tidak salah, karena fungsi bank sebagai lembaga keuangan sangatlah vital, misalnya dalam hal penciptaan uang, mengedarkan uang, menyediakan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat mengamankan uang, tempat melakukan investasi dan jasa keuangan lainnya.

Lalu timbul pertanyaan apa sebenarnya yang dimaksud dengan bank, apa saja kegiatan bank dan bagaimana fungsinya bagi masyarakat.

Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut fee masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegiatannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya.

Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah ;

(34)

1. Menghimpun dana (funding) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, yang bertujuan untuk keamanan dan melakukan investasi untuk memperoleh bunga dan memudahkan melakukan transaksi pembayaran. Jenis simpanan yang ditawarkan bergantung pada bank yang bersangkutan, misalnya simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit).

2. Menyalurkan dana (lending) kepada masyarakat, yaitu memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat atau

menyediakan dana bagi masyarakat yang

membutuhkannya. Pinjaman atau kredit diberikan dibagi dalam berbagai jenis sesuai dengan keinginan nasabah.

Sebelum menyalurkan kredit, bank menilai kelayakan kreditor untuk disetujui atau ditolak permohonan kreditnya. Hal ini dilakukan agar bank terhindar dari kerugian akibat kredit macet.

3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso), letter of credit (L/C), safe deposit box, bank garansi, banknotes, traveller cheque, dan jasa lainnya (Dadang

Husen, 2016:15).

(35)

Menurut Muhammad Djumhana (Dadang Husen, 2016:261), bentuk hukum bank umum sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (10) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 adalah perusahaan perseroan (persero), perusahaan daerah, koperasi, dan perseroan terbatas. Akan tetapi, saat ini bentuk hukum tersebut diubah berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 tahun 1998 sehingga bank umum hanya dapat berbentuk sebagai:

Perseroan Terbatas : Pengertian perseroan terbatas menurut

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas adalah:

"Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan lainnya." pengertian tersebut kemudian diubah pada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang selengkapnya menyebutkan sebagai berikut:

"Perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaan nya.‟‟

(36)

Koperasi : Koperasi dapat menjalankan kegiatan usaha jasa perbankan.

Dengan demikian, bank dapat dijalankan dengan bentuk hukum koperasi. Adapun jenis banknya dapat berbentuk bank umum ataupun Bank Perkreditan Rakyat. Koperasi merupakan bentuk badan usaha yang memiliki status sebagai badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam ketentuan Pasal Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Koperasi

sebagai badan usaha berperan pula sebagai gerak, ekonomi rakyat. Oleh karena itu, koperasi mempunyai kekhususan. tersendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya, yaitu berdasarkan, prinsip koperasi yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Dengan demikian, anggota koperasi merupakan pemilik dansekaligus pengguna jasa koperasi tersebut.

Perusahaan Daerah :

Ketika berlakunya Undang – Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang

Ketentuan-ketentuan pokok perbankan, bank milik pemerintah daerah provinsi yang berbentuk bank pembangunan daerah didirikan dengan dasar peraturan daerah. H tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nornor 13 tahun 1962 tentang ketentuan-ketentuan pokok bank pembangun; daerah bahwa:

“Bank pembangunan daerah adalah badan hukum berdasarkan undang - undang ini kependudukan nya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya peraturan pendiriannya.’’

(37)

Persyaratan dan Prosedur Pendirian Bank

Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Menurut jenisnya, Bank terdiri dari :

Pendirian Bank Umum

Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank Indonesia selaku Bank Sentral.Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2 tahapan.Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang bersangkutan.Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.Selama belum mendapat izin usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan. Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir, Tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999 :

Syarat Umum

Dalam pasal 3 disebutkan :

1) Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank Indonesia.

2) Bank hanya dapat didirikan oleh:

a) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia; atau

b) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia dengan WNA dan/atau Badan Hukum Asing secara kemitraan.

(38)

Selanjutnya dalam pasal 4 disebutkan:

1) Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah);

2) Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang- undang tentang Perkoperasian;

3) Modal disetor yang berasal dari warga Negara asing dan/atau badan hukum asing, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (2) huruf b setinggi-tingginya sebesar 99 % (Sembilan puluh sembilah persen) dari modal disetor bank.

Bila dicermatisyarat-syarat pendirian bank umum tersebut tampak bahwa modal yang harus disediakan relatif cukup besar.Tampaknya pimpinan BI menyadari bahwa bank sebagai badan usaha memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya.Hal ini terlihat bahwa pimpinan bank tidak serta merta mengeluarkan izin usaha walaupun modal sudah ada.

Pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pada pendirian BPR juga diperlukan izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana Bank Umum. Pada proses izin usaha dari Bank Indonesia diperlukan 2 tahap yaitu tahap persetujuan prinsip dan perolehan izin usaha. Selama salah satu atau kedua proses ini belum terpenuhi maka BPR tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan. Syarat-syarat untuk mendirikan BPR diatur dalam SK Direksi BI No.32/35/Kep/Dir, tentang Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999.

(39)

Syarat Umum Pendirian BPR Hal ini dijabarkan dalam Pasal 3:

1. BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank Indonesia

2. BPR hanya dapat didirikan oleh:

a) Warga Negara Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;

b) Badan Hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;

c) Pemerintah Daerah; atau

d) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.

3. Bagian dari modal disetor BPR yang digunakan untuk modal kerja sekurang- kurangnya berjumlah 50% (lima puluh perseratus)

Ijin Pendirian BPR Dalam pasal 9 disebutkan :

Permohonan untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b diajukanoleh direksi BPR kepada direksi Bank Indonesia sesuai dengan format dalam lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan:

a) akta pendirian badan hokum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

b) data kepemilikan berupa :

1. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya kepemilikan saham bagi BPR yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas/perusahaan daerah;

(40)

2. daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar hibah bagi BPR yang berbentuk Hukum koperasi, yang masing-masing disertai dengan dokumen sebagaimana yang dimaksud pasal 6 ayat (2).

c) daftar susunan dewan Komisaris dan Direksi disertai dengan:

1. disertai pas foto terakhir ukuran 4x4 cm;

2. contoh tandatangan dan paraf;

3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c.

d) susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk personalia:

e) bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1), dalam bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia dan atas nama “Direksi Bank Indonesia salah seorang pemilik BPR yang

bersangkutan”.

2.1.3 Tindak Pidana Perbankan

T. Mulya Lubis (Chainur Arrasjid,201:31-34) mengemukakan Ketertinggalan hukum dalam lalu lintas ekonomi. yang semakin kompleks ini 'sebagian besar karena Hukum adalah polisi yang memelihara security and order. Hukum itu seringkali berubah kalau nilai-nilai sudah berubah. Pendapat ini tidak sepenuhnya disetujui oleh para ahli hukum yang cenderung menafsirkan hukum sebagai agent of modernitation atau seperti yang ditulis oleh Roscoe Pound, law as an instrument of socialeenginpeering. Kedua pendapat di atas punya kebenarannya sendiri-sendiri. Kita di Indonesia bisa membuktikan

(41)

argumentasi yang membenarkan pendapat pertama, juga bisa pula dibuktikan lial yang mendukung pendapat yang kedua".

Dari apa yang dikemukakan itu, terdapat pertanyaan, apakah hukum yang harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi, termasuk dunia perbankan, ataukah perkembangan ekonomi sharps menyesuaikan diri dengan hukum yang telah diperlakukan Tetapi yang jelas hukum dan ekonomi harus menyesuaikan diri satu sama lain dalam pertumbuhan maupun perkembangannya.

Di Indonesia kalau dikaitkan dengan UUD 1945 “dengan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya" seperti yang kita baca pada GBHN, maka penafsiran "pembangunan manusia Indonesia seutuhnya” haruslah merupakan pembangunan dalam segala aspek kehidupan". Kalau dirangkaikan pendapat yang dikemukakan diatas, yakni hukum di satu pihak, ekonomi di lain pihak, dan pembangunan manusia dalam segala aspek kehidupannya adalah suatu yang sangat idealis namun dalam realita dan praktiknya selalu terjadi perbenturan. Dalam perbenturan nya tersebut tidak jarang terjadi aspek pidananya yang mengakibatkan tindak pidana.

Demikian juga di dalam dunia perbankan yang merupakan sumbu tempat berputar sistem keuangan dari suatu lingkungan kehidupan masyarakat; dapat saja terjadi bank melancurkan diri sehingga kepercayaan masyarakat menjadi berkurang, demikian juga di dunia usaha, serta dunia internasional terhadap kehidupan perbankan tersebut, dan memungkinkan juga negara di mana bank

(42)

tersebut berada mengalami nasib yang sama. Sebagai tindakan preventif maupun represif perlu dikemukakan bahwa tindak pidana perbankan yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia karena perkembangan terakhir menunjukkan banyaknya terjadi permasalahan-permasalahan di dunia perbankan Indonesia yang pengaruhnya cukup besar di kalangan masyarakat dunia usaha, maupun dalam hubungan kerjasama dengan, luar negeri,

Permasalahan - permasalahan tersebut ditemui dalam bank itu sendiri secara intern. maupun secara ekstern. Misalnya di sekitar tahun 1992, dunia perbankan di Indonesia mengalami kegoncangan dengan peristiwa Bank Summa yang mempunyai dampak; yang negatif, antara lain yang dirasakan oleh para nasabah seperti penabung dan deposal. Seterusnya berkelanjutan sampai berakhir pemerintahan Orde Baru dan di era reformasi ini di Indonesia. Tindak pidana perbankan adalah tindakan (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan sesuatu (omission), yang menggunakan produk perbankan (banking product) sebagai sarana tindakan pelaku atas produk perbankan (banking product) sebagai sasaran tindakan pelaku yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana oleh undang-undang secara legal dan formal, atau yang ditetapkan sebagai tindak pidana oleh Undang-Undang Perbankan Indonesia (UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998).

Undang-Undang Perbankan Indonesia menegaskan bahwa setiap perilaku yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (khusus) bagi bank merupakan tindak pidana sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-

(43)

undangan perbankan Indonesia, yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dan berbagai Peraturan Bank Indonesia.

2.2 Otoritas Jasa Keuangan

Setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011 (UU OJK), pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia beralih pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Pembentukan UU OJK ini dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke sebuah badan atau lembaga yang independen di luar Bank Indonesia. Dasar hukum pemisahan fungsi pengawasan tersebut, yaitu Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan: (Trisadini dan Abd Shomad,2016:177-183)

a. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan un-dang- undang.

b. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

(44)

Pada penjelasan UU OJK disebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, maka program pembangunan ekonomi nasional hams dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauanan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip- prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas- tas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah. Namun tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Berdasarkan Penjelasan UU OJK bahwa

(45)

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas, sebagai berikut:

1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan-an dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan,

6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan

(46)

harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (Trisadini dan Abd Shomad,2016:177-183).

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akui sisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatiaan bank, meliputi:

1. Manajemen risiko;

2. Tata kelola bank;

3. Prinsip mengenai nasabah dan anti-pencucian uang; dan 4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan.

5. Pemeriksaan bank.

2.3 Koperasi

Secara umum yang dimaksud dengan koperasi adalah suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumya berekonomi lemah yang

(47)

bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan para anggotanya. (G.Kartasapoetra, 2007:1-9) Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang dalam bidang ekonomi dengan menempuh jalan yang tepat dan mantap dengan tujuan membebaskan diri para anggotanya dari kesulitan-kesulitan ekonomi yang umumnya di derita oleh mereka. Di Eropa seperti misalnya di Jerman, orang-orang mengatakan bahwa koperasi merupakan KIN DER DER NOT yang maksudnya "anak yang lahir dari kesengsaraanan", hal ini mengandung arti bahwa dalam suatu masyarakat di mana para anggotanya berkeadilan ekonomi lemah, maka koperasi mempunyai peranan yang penting untuk mengatasi/ menanggulangi kesulitan- kesulitan ekonominya. Beberapa kenyataan yang berkaitan dengan pendapat di atas dapat dikemukakan, antara lain: Untuk memberikan pengertian tentang apakah yang dimaksud dengan "Koperasi Indonesia", kita tidak boleh meng-impor begitu saja pengertian-pengertian koperasi tersebut di atas, karena cara-cara beroperasi yang dianggap baik dijalankan di luar negeri, kemungkinan ada yang kurang cocok untuk dijalankan di negara kita. Jadi dalam hal mengimpor pengertian konpensi itu, kita harus mengadakan penyesuaian-penyesuaian dengan:

a. cita-cita segenap bangsa Indonesia, yaitu terbentuknya negara adil dan makmur yang menyeluruh;

b. kondisi-kondisi yang berlaku serta kebutuhan-kebutuhan yang nyata dari masyarakat umumnya di tanah air kita;

(48)

c. pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

2.4 Informasi Transaksi Elektronik

Peranan teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi telah menempatkan pada posisi yang amat strategis karena menghadirkan suatu dunia tanpa batas, jarak, ruang, dan waktu, yang berdampak pada peningkatan produktivitas dan efisiensi. Pengaruh globalisasi dengan penggunaan sarana teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah pola hidup masyarakat, dan berkembang dalam tatanan kehidupan baru dan mendorong terjadinya perubahan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum. Teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini, telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat, dan telah memasuki berbagai sektor kehidupan baik sektor pemerintahan, sektor bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, dan kehidupan pribadi. Manfaat teknologi informasi dan komunikasi selain memberikan dampak positif juga disadari memberi peluang untuk dijadikan sarana melakukan tindak kejahatan-kejahatan baru (cyber crime) sehingga diperlukan upaya proteksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi dan komunikasi bagaikan pedang bermata dua, dimana selain memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, juga menjadi sarana potensial dan sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan, mengingat tindakan carding, hacking, penipuan,

(49)

terorisme, dan penyebaran informasi destruktif telah menjadi bagian dari aktivitas pelaku kejahatan di dunia maya. Kenyataan itu, demikian sangat kontras dengan ketiadaan regulasi yang mengatur pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di berbagai sektor dimaksud. Oleh karena itu, untuk menjamin kepastian hukum, pemerintah berkewajiban melakukan regulasi terhadap berbagai aktivitas terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi tersebut.

Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah wujud dari tanggung jawab yang harus diemban oleh negara, untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri agar terlindungi dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi. Dalam konsideran UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, dinyatakan bahwa pembangunan nasional yang telah dilaksanakan pemerintah Indonesia dimulai pada era orde baru hingga orde saat ini, merupakan proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat itu, akibat pengaruh globalisasi informasi, telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.

(50)

Salah satu ciri asas hukum ialah mempunyai sifat umum, yang berlaku tidak hanya untuk satu peristiwa saja, akan tetapi berlaku untuk semua peristiwa. Sesuatu yang bersifat umum maka membuka peluang adanya kekecualian. Bila ada pertentangan antara UU dengan UU, atau UU dengan UUD, atau UU dengan PP atau hal lainnya, dengan memperhatikan asas lex imperior derogat lex superior, atau lex superior derogat lege infeori, atau lex specialist lege generale, atau lex posterior derogat lege priori, maka suatu aturan hukum perundangan akan menetapkan sejumlah pilihan terhadap mana yang harus didahulukan, apakah faktor keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukum.

Berdasarkan hal di atas, maka asas hukum mempunyai ciri atau sifat bersifat abstrak, yakni biasanya tidak dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang konkrit. Seperti adanya asas in dubio pro reo artinya bilamana hakim terjadi keragu-raguan dalam memutus/ perkara maka harus memberikan putusan yang seringan-ringannya. Asas hukum juga merupakan suatu cita-cita atau persangkaan yang sebenarnya dalam kenyataan belum tentu sesuai. Asas hukum sifatnya tidak mengenal hirarki, kalau terjadi pertentangan antara dua asas, maka keduanya saling tetap eksis. Asas hukum selain bersifat umum, juga bersifat dinamis, yaitu selalu bergerak dan berjalan tergantung pada waktu dan tempat, dan juga asas hukum bersifat khusus yang hanya berlaku pada satu bidang saja, misalnya asas pacta sunt servanda hanya berlaku dalam hukum perdata, dan asas praduga tak bersalah hanya berlaku dalam hukum pidana. Asas hukum menurut sifatnya adalah bersifat universal tidak tergantung pada waktu dan tempat, namun

(51)

demikian, dari sifat yang umum tadi, ada lima sifatnya yang sama yakni bersifat individual, kolektivitas, kesamaan, kewibawaan, dan memberikan penilaian baik atau buruk.

Asas-asas hukum informasi dan transaksi elektronik, diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang ITE, yang meliputi asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Dalam penjelasan Pasal i3 UU ITE, bahwa asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Asas manfaat menurut undang-undang ini, berarti asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun asas kehati- hatian mengandung maksud memberikan landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain, dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Asas iktikad baik menurut undang-undang ini, berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan transaksi elektronik, tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut. Adapun asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi, berarti asas pemanfaatan teknologi informasi dan

(52)

transaksi elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu, sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

Tujuan pemanfaatan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Pasal 4) adalah :

1) Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

2) Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

4) Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

5) Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

Yang dimaksud sistem elektronik menurut undang-undang ini, ialah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.

Bilamana dihubungkan kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa menurut UU ITE informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dan/ atau hasil cetaknya baru sah dianggap sebagai alat bukti, apabila dihasilkan dari sistem elektronik.

(53)

Berdasarkan pengertian ini, informasi elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah. Ketentuan KUHAP tentang pembuktian dalam acara pemeriksaan biasa, dalam pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Sedangkan apa yang dimaksud dengan alat bukti yang sah, KUHAP mengatur dalam pasal 184 KUHAP, yakni:

(1) Alat Bukti yang sah ialah : a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

1. Waktu Pengiriman

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 8 ayat (1) s/d ayat (4) UU ITE, bahwa kecuali diperjanjikan lain, maka waktu pengiriman suatu informasi dan/atau dokumen elektronik ditentukan.

2. Pelaku Usaha

Ketentuan pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronika diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 UU ITE, ada kewajiban dari para

(54)

pengusaha harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar, berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

3. Tanda Tangan Elektronik

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU ITE, yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah, selama memenuhi persyaratan, (Pasal 11 ayat 1 UU ITE).

4. Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik

Penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik diatur dalam Bab IV Pasal 13 tentang penyelenggaraan sertifikasi elektronik.

5. Transaksi Elektronik

Apa yang dimaksud dengan transaksi elektronik, maka menurut Pasal 1 angka 2 UU ITE, adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Perbuatan hukum penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

(55)

2.5 Pertanggungjawaban Pidana

Diakui bahwa penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi pada awalnya menghadapi kendala hukum, khususnya yang menyangkut asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Dengan berjalannya waktu, maka pada perkembangannya kemudian hukum pidana berhasil menemukan dan mengembangkan teori yang berkaitan dengan cara pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi tanpa meninggalkan asas tiadak pidana tanpa kesalahan.

Dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban pidana korporasi, maka tujuan dari pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi itu antara lain adalah sebagai alat untuk pencegahan efektif terhadap kejahatan mendatang, rehabilitasi, baik terhadap korporasi maupun akibat tindak pidana; dan pesan simbolik bahwa tidak ada kejahatan jarang bebas dari pemidanaan, sekaligus juga untuk keadilan.

Teori-teori yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana korporasi adalah teori yang tipikal tumbuh dari perkembangan hukum yang terjadi di negara-negara common law. Teori-teori itu dibangun atau dikonstruksi kan berdasarkan case by case basis, yang akar nya berangkat dari kasus-kasus yang sifatnya individualistik. Ini tidak lain merupakan cerminan dari praktik hukum yang berkembang di negara- negara yang sistem hukumnya mengandalkan putusan pengadilan sebagai sumber hukumnya yang utama, dan bukannya kepada peraturan tertulis.

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan skripsi ini mengunakan metode pendekatan normatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI MELALUI SITUS JEJARING SOSIAL

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai

Maka dari itu peran pengadilan terkhususnya pada jaksa dan hakim dituntut lebih bijaksana, adil dan jeli dalam memberikan tuntutan dan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku

Dahlan telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan permufakatan jahat secara tanpa hak atau melawan hukum menerima Narkotika

Dalam perkara ini hal-hal atau keadaan-keadaan yang memberatkan tersebut dapat dilihat dari perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, yaitukelakuan si pelaku

Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak (Studi Putusan..

4 Keadaan sosial ekonomi terdakwa Dalam konsep KUHP yang baru, bahwa pembuat, motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana, cara melakukan tindak pidana, sikap batin pembuat, sikap, dan