Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
KESIAPAN BERSEKOLAH ANAK TAMAN KANAK-KANAK
KELOMPOK B DITINJAU DARI LEMBAGA PENDIDIKAN
DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA
(Penelitian Komparasi pada Taman Kanak-kanak di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Dasar
Oleh
Srinahyanti 1101180
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
KESIAPAN BERSEKOLAH ANAK TAMAN KANAK-KANAK
KELOMPOK B DITINJAU DARI LEMBAGA PENDIDIKAN
DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA
(Penelitian Komparasi pada Taman Kanak-kanak di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Oleh Srinahyanti S.Pd UNRI Riau, 2010
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Dasar
© Srinahyanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
iii
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
KESIAPAN BERSEKOLAH ANAK TAMAN KANAK-KANAK KELOMPOK B DITINJAU DARI LEMBAGA PENDIDIKAN
DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-kanak
di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Oleh Srinahyanti
(1101180)
ABSTRAK
Temuan International Educational Achievement (IEA) menunjukkan kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar (SD) di Indonesia menduduki peringkat ke 38 dari 39 negara peserta studi. Hal ini menunjukkan bahwa mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah padahal pendidikan menjadi salah satu kunci utama kemajuan suatu bangsa. Salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia adalah faktor kesiapan anak. Kesiapan anak dalam memasuki sekolah dasar atau kesiapan bersekolah sangat diperlukan sebelum anak memasuki SD sebagai dasar bagi anak agar dapat belajar dengan baik dan meraih prestasi di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan bersekolah anak TK B dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode non-eksperimental komparatif dengan sampel penelitian anak TK B yang ada di Kecamatan Sukasari Kota Bandung sebanyak 100 orang anak. Alat ukur kesiapan bersekolah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test (N.S.T.). Analisis terhadap data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan mean , uji man whitney u dan uji kruskal willis. Dari hasil tes N.S.T menunjukkan bahwa sebagian besar anak dinyatakan telah matang dan siap memasuki pendidikan selanjutnya (SD) namun ada beberapa aspek yang perlu dikembangkan yakni kemampuan ketajaman pengamatan dan pengenalan diri dan anggota tubuh. Lebih lanjut, perhitungan man whitney u dan kruskal wilis menunjukkan tidak ada perbedaan kesiapan bersekolah anak dilihat dari lembaga pendidikan dan tingkat pendidikan orang tua. Hasil penelitian ini merekomendasi agar guru mengembangkan metode inovatif yang dapat merangsang kecermatan anak dalam mengamati objek seperti metode observasi dan eksplorasi di luar kelas. Bagi peneliti lebih lanjut direkomendasikan melihat kegiatan pengasuhan, kemampuan komunikasi termasuk interaksi orang tua dan kualitas guru untuk melihat kesiapan anak untuk bersekolah.
Kata Kunci: Kesiapan Bersekolah, Lembaga Pendidikan, Tingkat Pendidikan
iii
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
SCHOOL READINESS OF KINDERGARTEN (GROUP B) VIEWED FROM EDUCATIONAL INSTITUTIONS
AND PARENT EDUCATION LEVEL
( Comparative Studies of Preschool in Bandung District, School Year 2012/2013) reading skills of elementary school students ( SD ) in Indonesia was ranked 38th out of 39 countries study participants. This suggests that the quality of education in Indonesia is still relatively low when education became one of the key progress of a nation. One of the many factors that affect the quality of education in Indonesia is a readiness factor . Readiness of children in primary school or school readiness is required before a child enters elementary school as a foundation for children to be able to learn well and to achieve in school . This study aims to analyze the child's school readiness kindergarten B and some factors that influence it. Approaches and methods used in this study is a quantitative approach to the non - experimental comparative study with a sample of kindergarten children in the District B Sukasari Bandung as many as 100 children . School readiness measurement tool used in this study is Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test ( NST ) . Analysis of quantitative data is done using the mean , man whitney U test and Kruskal willis . From NST test results show that the majority of children found to have matured and are ready to enter further education ( SD ) , but there are some aspects that need to be developed that ability and flair for self-knowledge and limb . Furthermore , the calculation of man whitney u and Kruskal wilis showed no differences in school readiness of children seen educational institutions and parents' education level . Results of this study recommends that teachers must develop innovative methods to stimulate the child's accuracy in perceiving objects as methods of observation and exploration outside the classroom . For researchers recommended further notice caregiving activities, communication skills including the interaction of parents and teachers to see the quality of children's readiness for school .
viii Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ………. 7
C. Tujuan Penelitian ………... 10
D. Manfaat Penelitian ………. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Kesiapan Bersekolah……….. 13
ix Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Ciri-ciri Anak yang Siap Bersekolah………... 25
D. Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Bersekolah………. 29
E. Penelitian Terdahulu……… 34
F. Kerangka Berfikir dan Hipotesis Penelitian……….... 36
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 41
B. Desain dan Metode Penelitian………. 43
C. Definisi Operasional ………... 44
D. Instrumen Penelitian……… 47
E. Teknik Pengumpulan Data ………. 51
F. Analisis Data ……… 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……… 53
B. Pembahasan ……… 83
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ………. 89
B. Rekomendasi……… 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
HALAMAN LAMPIRAN ... 96
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dunia internasional menuntut setiap negara memiliki daya kompetitif
dalam berbagai aspek agar mampu bersaing di dunia global, salah satunya
ditunjukkan dengan kualitas pendidikan di suatu negara tersebut. Temuan
International Educational Achievement (IEA) menujukkan kemampuan membaca
siswa Sekolah Dasar (SD) di Indonesia menduduki peringkat ke 38 dari 39 negara
peserta studi pada tahun 2009 (dalam http://masbro.abatasa.co.id). Hal ini
menunjukkan bahwa mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong
rendah padahal pendidikan menjadi salah satu kunci utama kemajuan suatu
bangsa.
Salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi mutu dan
kualitas pendidikan di Indonesia adalah faktor input anak didik, dalam hal ini
menyangkut kesiapan anak untuk memasuki pendidikan di sekolah dan kesiapan
mengikuti proses belajar dan mengajar di dalam kelas yang secara tidak langsung
berhubungan dengan keefektifan pembelajaran.
Kesiapan anak dalam memasuki sekolah dasar atau kesiapan bersekolah
sangat diperlukan sebelum anak memasuki SD. Hal ini didukung dengan pendapat
Freud yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan anak dapat
dengan mudah dididik bila ia telah mencapai masa matang (kesiapan). Pandangan
tersebut dipertegas oleh Sumadi Surbrata yang menyatakan bahwa pada masa
keserasian bersekolah secara relatif anak akan lebih mudah untuk dididik dari
pada masa sebelumnya atau masa sesudahnya (dalam http://masbro.abatasa.co.id;
2011).
Pernyataan di atas juga diperkuat dengan hasil penelitian Sulistiyaningsih
(2005) mengenai kesiapan anak yang menyimpulkan bahwa kesiapan sangat
penting dan perlu diperhatikan karena anak yang telah memiliki kesiapan untuk
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
selanjutnya demikian sebaliknya. Hal ini disebabkan karena lingkungan
pra-sekolah dan lingkungan SD tidaklah sama. Di SD, anak akan mengalami banyak
perubahan, diantaranya jam dan jenis pelajaran yang berubah dan bertambah
banyak, anak juga dituntut agar lebih serius dalam proses pembelajaran. Anak
yang tidak siap untuk memasuki SD akan mengalami masalah dalam proses
belajarnya kelak, anak akan frustrasi bila ditempatkan di lingkungan akademis
yang menuntut anak belajar dengan cara yang tersistematis dengan jam belajar
yang lebih lama. Berbagai bentuk perilaku sebagai cerminan frustrasi ini di
antaranya adalah menarik diri, berlaku acuh tak acuh, dan kesulitan
menyelesaikan tugasnya di sekolah. Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui
bahwa kesiapan anak dalam memasuki sekolah dasar harus diperhatikan dalam
rangka memperbaiki kualitas pendidikan.
Kesiapan memasuki SD selama ini dinilai dengan cara yang kurang tepat.
Beberapa tahun ke belakang terdapat banyak sekolah yang mengadakan tes
calistung (baca-tulis-hitung) bagi anak yang akan masuk SD, khususnya SD
unggulan atau SD favorit. (dalam http://www.makassar.tribunnews.com). Bahkan
saat ini beberapa sekolah di Jawa Timur dan Pekanbaru masih menerapkan
tes calistung (dalam http://www.jatim.kemenag.go.id). Hal tersebut “memaksa”
lembaga pendidikan pra-sekolah, khususnya Taman Kanak-Kanak (TK) sebagai
lembaga pendidikan formal untuk mempersiapkan alumni yang memiliki
kompetensi akademik berupa kemampuan membaca, menulis dan berhitung
(Kustimah, 2008). Sehingga kesiapan anak dalam bersekolah dalam hal ini lebih
ditekankan kepada keterampilan membaca, menulis dan menghitung sehingga
aspek lain seperti aspek fisik-motorik, emosi, dan sosial yang diperlukan menjadi
kurang diperhatikan.
Konsep tersebut sedikit berbeda dari konsep kesiapan bersekolah itu
sendiri. Kesiapan bersekolah atau school readiness diartikan sebagai sebuah
kondisi secara keseluruhan dari seseorang yang membuatnya siap untuk
memberikan respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap berbagai situasi.
Pengertian kesiapan bersekolah oleh Fitzgerald dan Strommen dalam
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perkembangan emosi, fisik, dan kognisi yang memadai sehingga anak mampu
atau berhasil dengan baik. Hurlock dalam Sulistiyaningsih (2005) juga
menyatakan bahwa kesiapan bersekolah terdiri atas kesiapan secara fisik dan
kesiapan secara psikologis, yang meliputi kesiapan emosi, sosial, dan mental.
Kesiapan secara fisik yang diperlukan dalam kegiatan belajar di SD
berkenaan dengan kemampuan motorik. Anak yang telah memiliki kesiapan fisik
adalah ketika perkembangan motoriknya sudah matang, terutama koordinasi
antara mata dengan tangan serta ketahanan tubuh berkembang dengan baik. Hal
ini dikarenakan mayoritas kegiatan belajar di SD terfokus pada kegiatan menulis,
membaca dan menghitung sehingga menuntut anak untuk memiliki kemampuan
dan kematangan motorik halus serta ketahanan fisik sensorik seperti mampu
berkonsentrasi dan duduk diam di kursi lebih lama. Lebih lanjut lagi kematangan
motorik juga menjadi dasar kenyamanan fisik anak yang pada akhirnya
membantunya untuk dapat lebih mengendalikan perilaku, dan memfokuskan
kegiatan pada satu tugas hingga tuntas (Kustimah, 2008).
Kesiapan secara emosi telah tercapai bila anak sudah cukup mandiri,
mampu berpisah dalam waktu tertentu dengan orang tuanya, mampu
mengekspresikan emosi dengan benar dan tidak menyakiti orang lain, percaya diri,
dapat menerima dan mengerti setiap tuntutan dan peraturan sekolah.
Kesiapan secara sosial berarti anak mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, anak mampu bersosialisasi dalam artian anak mampu bergaul,
saling berbagi, mampu mengekspresikan emosi dengan benar dan tidak menyakiti
orang lain, percaya diri, mandiri (tidak bergantung lagi pada orang tua) dan
perilaku-perilaku lainnya yang berhubungan dengan sosial anak.
Sementara itu kesiapan mental berkenaan dengan kesiapan intelektual
yakni anak sudah mampu mengenal berbagai macam simbol serta kata-kata yang
digunakan untuk menyebut suatu benda (Mussen dkk. Dalam Sulistyaningsih,
2005). Selain itu kemampuan penalaran sederhana, berfikir kritis, daya ingat
berkembang dengan baik sehingga anak dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Mengingat pentingnya kesiapan tersebut sebagai dasar kemampuan anak
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kurikulum SD, maka telah berkembang suatu instrument untuk mengukur
kesiapan dan kematangan anak pada berbagai aspek perkembangan. Tes yang
paling sering digunakan adalah Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test (Tes NST)
yang dikembangkan oleh Prof. Monk dkk. Tes NST merupakan alat ukur untuk
mengetahui kematangan aspek-aspek yang menunjang kesiapan anak masuk SD.
Aspek tersebut terbagi dalam 10 subtes yang meliputi kematangan aspek kognitif,
fisik-motorik dan juga sosial-emosi.
Melalui hasil tes tersebut akan dapat dilihat kematangan anak dari
berbagai aspek. Nilai kematangan anak tersebut akan mengindikasikan kesiapan
anak itu sendiri. Anak yang telah matang berarti telah siap bersekolah.
Nilai kematangan atau kesiapan dari tiap anak bisa jadi tidak sama, hal ini
disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kesiapan pada
anak itu sendiri, diantaranya dipengaruhi oleh lingkungan tempat anak tumbuh
dan berkembang. Maxwell & Clifford (2004) menyatakan bahwa anak siap atau
tidak siap bersekolah dipengaruhi oleh keluarga mereka dan sekolah.
Dalam dokumen UNESCO, The Contribution of Early Childhod
Education to a Sustainable Society dikatakan bahwa keluarga, sebagai pendidik
anak-anak yang pertama, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
mengarahkan sikap, nilai, perilaku, kebiasaan dan keterampilan anak. Meskipun
pendidikan anak usia dini di luar rumah sudah tersedia, tetapi pendidikan orang
tua tetap penting dilakukan untuk menjembatani relasi positif antara pendidikan
orang tua dalam keluarga dan lembaga pendidikan formal dan non-formal yang
menyelenggarakan layanan untuk anak usia dini.
Hurlock dalam Sulistyaningsih (2005) menyatakan bahwa kondisi
lingkungan yang mendukung akan merangsang kecepatan perkembangan mental
anak yang terhambat, terutama yang disebabkan oleh rendahnya status status
sosial ekonomi dan kultur lingkungan.
Salah satu kharakteristik keluarga yang mempengaruhi kesiapan anak
untuk bersekolah adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan
sesuatu yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Tingkat
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Baumrind 1973; Hoff et al., 2002; Magnuson dan Duncan, 2002) membuktikan
bahwa pengasuhan anak berhubungan langsung dengan perkembangan anak.
Diindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua akan semakin
baik pula cara pengasuhan anak, dan akibatnya perkembangan anak akan
berkembang positif.
Faktor lain yang mempengaruhi kesiapan bersekolah selain faktor tingkat
pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diikuti sebelum memasuki sekolah
dasar. Smith dalam Lunenburgh (2011:1) mengatakan bahwa, “Preschool
experiences are designed to provide cogitive and social enrichment during early
childhood development and the goal of these experiences is to promote children’s
ability to successfully make the transition to school”. Dengan demikian secara
teoretis, anak yang mengikuti pendidikan pra-sekolah memiliki kematangan
psikologis dan kognisi yang lebih baik sehingga akan lebih siap secara psikis dari
pada anak yang tidak mengikuti pendidikan pra-sekolah.
Dalam Getting Ready (Bryant et al., 2005:6) juga dinyatakan bahwa: Young children’s earliest experiences and environments set the stage for future development and success in school and life. Early experiences actually influence brain development, establishing the neural connections that provide the foundation for languge, reasoning, problem solving, social skills, behavior and emotional health.
Pada pernyataan tersebut, pengalaman dan lingkungan anak akan
mempengaruhi kemampuan anak. Contohnya, anak akan lebih mudah
bersosialisasi dengan orang lain apabila diberikan kesempatan untuk bergaul
dengan lingkungan di luar lingkungan keluarga. Oleh karena itu, lingkungan
belajar di luar rumah sangat dibutuhkan, tidak hanya untuk mengembangkan
kemampuan sosial tetapi juga untuk membangun kemampuan bahasa, kemampuan
fisik dan lainnya.
Berdasarkan pemamaparan di atas, diperlukan lembaga pendidikan pra-
sekolah sebagai lingkungan belajar yang membentuk dan mengembangkan
potensi anak sekaligus sebagai jembatan antara lingkungan rumah dan sekolah
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
melalui rangsangan pendidikan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut yakni pendidikan dasar (SD). Hal ini didukung oleh
penelitian Djohaeni dalam Halimah (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan
TK memberikan kontribusi pada anak dalam mengembangkan seluruh aspek
perkembangan yang dimilikinya sehingga ketika pada waktunya, anak telah
benar-benar siap memasuki SD.
Hasil penelitian di Inggris juga menyebutkan kemampuan berbahasa,
membaca, dan berhitung anak berusia 3 dan 4 tahun yang mengikuti pendidikan
anak usia dini lebih baik dari pada yang tidak mengikuti (Melhuis, 2006)
sedangkan penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pendidikan anak
usia dini memberikan dampak jangka pendek berupa peningkatan Intellegence
Quotient dan jangka panjang berupa peningkatan angka penyelesaian sekolah.
Hasil penelitian Wylie (1998) juga memaparkan hasil yakni anak-anak
yang mengikuti pendidikan pra-sekolah memperlihatkan prestasi belajar yang
lebih baik di SD dibandingkan dengan murid-murid yang tidak mengikuti
pendidikan pra-sekolah. Sebagaimana juga ditunjukkan oleh hasil penelitian
mutakhir di Selandia Baru, bahwa anak-anak yang mengalami paling tidak tiga
tahun pendidikan pra-sekolah memperlihatkan skor yang lebih tinggi pada tes
kompetensi dibanding sebayanya pada usia sepuluh tahun (Wylie dan Thompson,
2003). Secara umum, menurut Stipek dan Ogawa (Kagan dan Hallmark, 2001)
program-program lembaga pendidikan pra-sekolah ditemukan memberikan
manfaat jangka pendek maupun jangka panjang, seperti prestasi akademik yang
lebih tinggi, angka tinggal kelas yang lebih rendah, angka kelulusan yang lebih
tinggi, dan angka kenakalan yang lebih rendah dikemudian hari.
Selain keikutsertaan anak dalam kegiatan di lembaga pendidikan
pra-sekolah dalam hal ini adalah Taman Kanak-Kanak (TK), kualitas TK juga dapat
mempengaruhi kesiapan bersekolah pada anak. Salah satu cara untuk menilai
kualitas TK adalah dengan menilai kelayakan dan kinerja sekolah melalui
akreditasi sekolah.
Akreditasi sekolah adalah kegiatan assesment sekolah secara sistematis
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menentukan kelayakan dan kinerja sekolah (dalam
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/akreditasi-sekolah/).
TK yang telah terakreditasi artinya telah layak dan memiliki kinerja yang
lebih baik dari pada TK yang belum terakreditasi. Artinya, bahwa TK yang telah
terakreditasi adalah TK yang telah layak dari segi kurikulum dan proses belajar
mengajar; administrasi dan manajemen sekolah; organisasi dan kelembagaan
sekolah; sarana prasarana; ketenagaan; pembiayaan; peserta didik; peran serta
masyarakat; dan lingkungan dan kultur sekolah.
Oleh karena itu TK yang telah terakreditasi memiliki kemungkinan
memberikan fasilitas, pengalaman dan pola pembelajaran yang lebih baik
sehingga mendukung kesiapan bersekolah pada anak yang lebih baik daripada TK
yang belum terakreditasi.
B. Identifikasi Dan Perumusan Masalah
Kesiapan bersekolah sangat diperlukan ketika memasuki SD. Kesiapan
tersebut akan membantu anak dalam proses pembelajaran. Dalam pengamatan
awal di beberapa lembaga pendidikan pra-sekolah yakni Taman Kanak-kanak,
persiapan kesiapan pada anak yang akan memasuki SD lebih condong kepada
kesiapan akademik seperti kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka membangun kemampuan kognitif anak.
Hal ini tentu saja tidak menjadi masalah besar dengan catatan proses pembelajaran
dilakukan appropriate dengan kebutuhan dan kemampuan anak dan dilaksanakan
dengan menyenangkan tanpa membebani mental anak.
Namun, tidak hanya kemampuan yang merujuk kepada pengembangan
kognisi saja yang harus dikembangkan oleh TK, ada banyak faktor lain yang
penting dinilai dan dipersiapkan sebagai bekal anak untuk masuk ke dunia belajar.
Kemampuan yang membuat anak resisten terhadap atmosfir pembelajaran dan
pergaulan yang lebih kompleks sehingga anak dapat melalui masa tersebut dengan
baik dan mencapai prestasi dan kesuksesan di sekolah. Salah satu faktor tersebut
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
fisik dan psikis anak dalam menghadapi kegiatan pembelajaran di kelas SD yang
mayoritas kegiatannya adalah kegiatan menulis, membaca dan berhitung.
Terdapat konsensus berdasarkan hasil beberapa penelitian (National
Education Goals Panel, 1994; Janus dan Offord, 2000) bahwa kesiapan
bersekolah anak diukur di beberapa domain yang berbeda namun saling berkaitan
dan saling mempengaruhi antara lain domain kesiapan fisik, sosial, emosional,
dan kognisi. Artinya bahwa keempat domain tersebut saling bekerjasama dalam
membentuk kesiapan bersekolah pada anak
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka perlu diadakan pengukuran
kesiapan bersekolah yang mengacu pada kematangan fisik-motorik, sosial-emosi
serta kognisi. Alat ukur yang digunakan adalah Tes NST yang dikembangkan oleh
Monks,dkk. Tes tersebut dapat mengungkapkan kematangan
fisik-motorik,sosio-emosi serta kognisi dalam 10 subtes yang ada .
Namun tidak dapat dikatakan bahwa kesiapan anak baik secara
fisik-motorik, sosial, emosi, maupun intelektual memberikan gambaran seutuhnya
mengenai kesiapan bersekolah. Karena tidak hanya dari domain tersebut yang
menjadi pertimbangan mengenai kesiapan bersekolah anak, terdapat faktor yang
terkait sehubungan dengan kesiapan anak dalam memperoleh kesuksesan di
sekolah.
Sejumlah teori menyebutkan bahwa kesiapan bersekolah sangat diperlukan
demi keberlangsungan proses pembelajaran dan pendidikan yang efektif (Janus
dan Offord, 2007; Lunenburg, 2011). Peran pendidikan pra-sekolah (TK) menjadi
wadah strategis dalam membangun kesiapan anak bersekolah. Melalui TK anak
diharapkan mulai beradaptasi dengan lingkungan baru di luar rumah sehingga
ketika memasuki SD anak telah benar-benar siap. Pernyataan ini didukung oleh
hasil penelitian Kawuryan dan Halimah (2010) yang menunjukkan ada perbedaan
kesiapan bersekolah yang sangat signifikan antara antara anak SD yang mengikuti
pendidikan TK dengan yang tidak mengikuti pendidikan TK.
Selain keikutsertaan anak dalam sebuah lembaga pendidikan TK. Kualitas
lembaga pendidikan TK juga mempengaruhi kesiapan bersekolah pada anak.
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Akreditasi TK menunjukkan kelayakan dan kinerja sekolah melalui
penilaian terhadap kurikulum dan proses belajar mengajar; administrasi dan
manajemen sekolah; organisasi dan kelembagaan sekolah; sarana prasarana;
ketenagaan; pembiayaan; peserta didik; peran serta masyarakat; dan lingkungan
dan kultur sekolah.
TK yang telah terakreditasi memiliki kualitas yang telah teruji dan dinilai
memiliki fasilitas, proses belajar, pola pembelajaran hingga hubungan dengan
masyarakat dan kultur sekolah yang lebih baik yang memungkinkan dapat
memberikan pelayanan dalam mengembangkan kemampuan anak TK sehingga
anak TK benar-benar siap memasuki Sekolah Dasar (SD).
Faktor lain yang memberikan kontribusi dalam kesiapan bersekolah bagi
anak adalah keluarga. Saat ini banyak penelitian mengenai kesiapan bersekolah
dan kaitannya dengan latar belakang keluarga (Commonwealth Fund and Child
Trends, 2004; Sulistyaningsih, 2005; Erkan, 2011). Latar belakang keluarga yang
akan diangkat dalam penelitian ini berkenaan dengan status sosioekonomi orang
tua, yakni tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan orang tua diukur dari jenjang
pendidikan terakhir. Orang tua dengan pendidikan tinggi dapat memberikan
bimbingan kepada anak yang lebih baik dan memperkaya lingkungan literasi.
Bryant et al. (2005:24) juga menyatakan bahwa:
The level of education attained by parents strongly affects their children’s development. Higher levels of maternal education are associated with better school readiness among young children, better health throughout childhood and adolescence, and an increased likelihood of finishing high school and going to college. Higher education levels of parents contribute to a more supportive home learning environment and more involvement in the child’s school.
Berdasarkan pemaparan mengenai ketimpangan antara kondisi nyata dan
kondisi ideal yang seharusnya, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai
kesiapan bersekolah anak yang akan memasuki sekolah dasar dengan melihat dari
berbagai aspek yang mendukung kesiapan itu sendiri serta melihat apakah
terdapat perbedaan kesiapan yang signifikan antara kelompok yang berbeda dalam
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana taraf
ketercapaian kesiapan bersekolah anak Taman Kanak-kanak kelompok B di
Kecamatan Sukasari Kota Bandung secara keseluruhan dan dilihat dari berbagai
aspek pada masing-masing subtes serta perbandingannya ditinjau dari beberapa
variabel yakni status lembaga pendidikan, dan tingkat pendidikan orang tua.
Secara rinci, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana taraf ketercapaian kesiapan bersekolah anak Taman
Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung secara
keseluruhan dan dari tiap aspek?
2. Bagaimana taraf ketercapaian kesiapan bersekolah anak Taman
Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung secara
keseluruhan ditinjau dari lembaga pendidikan yang diikuti anak sebelum
masuk SD?
3. Bagaimana taraf ketercapaian kesiapan bersekolah anak Taman
Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung secara
keseluruhan ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua?
4. Apakah terdapat perbedaan kesiapan bersekolah anak Taman Kanak-kanak
(TK) kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung yang signifikan
ditinjau dari lembaga pendidikan yang diikuti anak sebelum masuk SD?
5. Apakah terdapat perbedaan kesiapan bersekolah anak Taman Kanak-kanak
(TK) kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung yang signifikan
ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui ketercapaian kesiapan
bersekolah dari anak-anak Taman Kanak-kanak (TK) kelompok B di Kecamatan
Sukasari Kota Bandung yang akan memasuki SD secara keseluruhan dan
kematangan atau kesiapan anak dari tiap aspek dalam masing-masing subtes.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan melihat gambaran kesiapan bersekolah
anak dari kualitas lembaga pendidikan pra-sekolah (TK) dan tingkat pendidikan
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang berasal dari TK dengan dua akreditasi yang berbeda dan perbedaan kesiapan
bersekolah pada anak yang berasal dari tingkat pendidikan orang tua yang berbeda.
Secara rinci, dapat dijabarkan tujuan penelitian dalam poin berikut ini.
1. Memperoleh informasi mengenai ketercapaian kesiapan bersekolah anak
Taman Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung
secara keseluruhan dan dari tiap-tiap aspek.
2. Memperoleh informasi mengenai ketercapaian kesiapan bersekolah anak
Taman Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung
ditinjau dari lembaga pendidikan dengan akreditasi yang berbeda.
3. Memperoleh informasi mengenai ketercapaian kesiapan bersekolah anak
Taman Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung
ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua yang berbeda.
4. Mengetahui dan mendeskripsikan apakah terdapat perbedaan kesiapan
bersekolah anak Taman Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari
Kota Bandung dengan akreditasi lembaga pendidikan yang berbeda
5. Mengetahui dan mendeskripsikan apakah terdapat perbedaan kesiapan
bersekolah anak Taman Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari
Kota Bandung dilihat dari tingkat pendidikan orang tua yang berbeda.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan kontribusi/nilai manfaat baik secara teoritis
maupun praktis. Adapun manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut.
1. Bagi guru TK, secara teoritis penelitian ini menghasilkan informasi
mengenai kesiapan anak Taman Kanak-kanak kelompok B yang akan
memasuki SD. Hal ini dapat memberi gambaran sejauh mana guru telah
menfasilitasi anak dalam mengembangkan kemampuan dasar sehingga
anak memiliki kesiapan saat akan memasuki jenjang pendidikan SD.
Secara praktis, penelitian ini akan dapat menunjukkan gambaran kesiapan
bersekolah dari berbagai aspek sehingga guru dapat merancang
pembelajaran dan memberikan stimulus yang tepat sesuai dengan
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Bagi lembaga pendidikan TK, penelitian ini memberikan informasi
mengenai tingkat ketercapaian kesiapan anak dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kesiapan bersekolah pada anak. Secara praktis, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kinerja TK sebagai
lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembentukan kesiapan pada
diri anak serta dapat dijadikan bahan acuan dalam perancangan
pembelajaran dan penilaian pada anak yang lebih tepat dan sesuai yang
berbasis pada kematangan fisik dan psikologis.
3. Bagi pengambil kebijakan khususnya yang berhubungan dengan akreditasi
sekolah, penelitian ini memberikan gambaran mengenai kontribusi dari
masing-masing TK dalam memberikan atau membentuk kesiapan pada
anak dan dapat dijadikan sebagai bahan monitoring dan evaluasi dalam
menentukan kebijakan.
4. Bagi orang tua, penelitian ini dapat menjadi informasi yang jelas mengenai
kesiapan anak dan faktor yang tidak mempengaruhi kesiapan atau
kematangan anak yang akan memasuki SD.
5. Bagi pembaca yang berkepentingan dengan pendidikan anak usia dini,
termasuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan objek
penelitian yang terkait dapat mengetahui sejauh mana ketercapaian
kesiapan bersekolah pada anak Taman Kanak-kanak kelompok B di
Kecamatan Sukasari Kota Bandung dan mengetahui variabel-variabel yang
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Kanak-kanak yang ada di Kecamatan
Sukasari Kota Bandung. Populasi dalam penelitian adalah anak TK yang akan
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar yaitu anak TK dari kelompok B.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
multistage sampling yakni teknik pengambilan sampel melalui tahap-tahap
tertentu (Masyhuri, 2008:175). Pengambilan sampel dimulai dari satu populasi
yang kemudian dibagi atas kelompok di tahapan pertama, kemudian dari tahapan
pertama direduksi kembali menjadi tahapan kedua dan seterusnya.
Dalam penelitian ini, TK di Kecamatan Sukasari terbagi ke dalam tiga
kelompok yaitu gugus 1, gugus 2 dan gugus 3. Pembagian atas tiga gugus tersebut
adalah tahapan pertama dalam multistage sampling. Tahapan keduanya, dari tiap
gugus dikelompokkan menjadi dua katagori sekolah, yakni TK yang terakreditasi
dan TK yang belum terakreditasi.
Selanjutnya dari setiap katagori TK pada masing-masing gugus diambil
satu dan atau beberapa TK untuk dijadikan sampel penelitian. TK yang telah
terakreditasi terdiri atas lima TK yang kemudian dipilih acak (random) satu TK
terpilih, yaitu TK Aisyiyah 11. Hal yang sama juga dilakukan di TK yang belum
terakreditasi. Karena jumlah TK yang terakreditasi dan yang belum terakreditasi
tidak sama maka jumlah TK yang belum terakreditasi yang dijadikan sampel
berjumlah lima dari 15 TK yang belum terakreditasi.
Secara sistematis, teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Taman Kanak-kanak di Kecamatan Sukasari
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1
Tekhnik Pengambilan Sampel Multistage sampling
Jumlah anak yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 112,
namun jumlah sampel lapangan yang terdata mengikuti tes sebanyak 100 anak, 12
orang anak lainnya tidak dapat mengikuti tes dengan berbagai alasan. Kegiatan
penelitian di lapangan menghabiskan waktu selama dua bulan dengan kegiatan
pemberian tes kepada sampel penelitian terpilih dengan waktu yang disesuaikan
dengan jumlah anak.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, yakni berusaha
memperoleh gambaran dan menjelaskan faktor-faktor yang memberikan
perbedaan pada kesiapan bersekolah anak Taman Kanak-Kanak, maka penelitian
ini digolongkan ke dalam penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan metode
non-eksperimental komparatif (Mc Millan dan Schumacher dalam Sukmadinata,
2009).
Pada penelitian komparasi atau penelitian ex post facto peneliti mencoba
untuk menentukan penyebab atau alasan untuk perbedaan yang ada dalam
perilaku atau status kelompok individu. Dengan kata lain, peneliti mengamati
kelompok yang berbeda pada beberapa variabel, dan peneliti berusaha untuk
mengidentifikasi faktor utama yang menyebabkan perbedaan ini. Penelitian
tersebut disebut sebagai ex pos facto (Latin = "setelah fakta") karena baik efek dan
penyebab dugaan telah terjadi dan harus dipelajari dalam retrospeksi (Gay et all,
2010). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Darmadi (2011:171) yang
mengatakan bahwa kelompok dalam penelitian komparatif telah dibedakan dari
awal, misalnya satu kelompok mempunyai pengalaman, sedangkan yang lain tidak,
atau satu mungkin memiliki kharakteristik yang kelompok lain tidak memiliki,
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
variabel bebas dalam penelitian komparatif adalah variabel yang tidak dapat
dimanipulasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian komparatif adalah penelitian
yang dilakukan untuk menbandingkan suatu variabel dalam beberapa kelompok
subjek yang berbeda sehingga menemukan hubungannya tanpa memberikan
perlakuan terhadap variabel yang telah ada.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua
variabel bebas yaitu variabel Status Lembaga Pendidikan dan variabel Tingkat
Pendidikan Orang Tua. Variabel bebas pertama adalah status lembaga pendidikan
yang terdiri atas dua kelompok yakni anak dari status TK inti dan anak dari status
TK imbas.
Variabel bebas kedua adalah Tingkat Pendidikan Orang Tua. Tingkat
pendidikan orang tua dilihat dari pendidikan terakhir orang tua. Variabel ini terdiri
atas tiga kelompok yakni kelompok anak dengan orang tua pendidikan rendah,
kelompok anak dengan orang tua pendidikan menengah dan kelompok anak
dengan orang tua pendidikan tinggi.
C. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas (independent variabel)
dan satu variabel terikat (dependent variabel), yaitu:
1. kesiapan bersekolah anak sebagai variabel terikat (Y)
2. lembaga pendidikan yang dikuti anak (X1) sebagai variabel bebas pertama
3. tingkat pendidikan orang tua (X2) sebagai variabel bebas kedua
Variabel dalam penelitian ini kemudian didefinisikan secara operasional
untuk menjelaskan makna variabel penelitian. Definisi operasional adalah unsur
penelitian yang memberikan petunjuk bagaimana variabel itu akan diukur
(Singarimbun dalam Riduwan, 2008:281).
Adapun definisi variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kesiapan bersekolah (Y) adalah kemampuan anak yang diperlukan untuk
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dari jawaban yang diberikan terhadap butir-butir pertanyaan yang berkaitan
dengan kriteria dari kesiapan itu sendiri.
Monks, dkk dalam Sulistyaningsih (2005) mengelompokkan keterampilan
kesiapan bersekolah tersebut ke dalam sebuah tes kematangan yaitu Nijmeegse
Schoolbekwaamheids Test (NST). NST yang dikembangkan di Nijmegen –
Nederland ini merupakan pengolahan tes gopinger dari Jerman yang
digunakan untuk mengungkap kemampuan sekolah anak. NST
mengungkapkan kesiapan anak memasuki SD (kesiapan bersekolah) yang
meliputi kesiapan fisik dan kesiapan psikis. Kesiapan fisik dan psikis ini
terdiri dari kematangan fisik-motorik, emosi, sosial, dan intelektual.
Secara rinci kesiapan-kesiapan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengamatan bentuk dan kemampuan membedakan
Anak mulai bisa memusatkan pandangannya pada benda-benda kecil, anak
mampu mengamati objek dan membedakannya.
b. Motorik halus
Anak mampu mengkoordinasikan gerak motorik dan pikiran untuk
membuat coretan/tulisan. Kemampuan motorik halus ini diperlukan untuk
menunjang kegiatan anak seperti menulis, menggambar, dan keterampilan
lainnya.
c. Pengertian tentang besar, jumlah, dan perbandingan
Pengertian ini dibutuhkan dalam mempelajari matematika maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Anak memahami konsep arah, posisi, jumlah,
ukuran, kapasitas dan mampu mengklasifikasikan objek (pemahaman
mengenai persamaan dan perbedaan).
d. Ketajaman pengamatan
Ketajaman pengamatan adalah kemampuan anak mengamati objek dengan
fokus, cermat dan teliti
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pengamatan kritis adalah kemampuan anak mengenali objek dan
bagian-bagiannya serta mampu mengidentifikasi kekurangan pada objek yang
sering ia temui dalam kehidupan sehari-hari.
f. Konsentrasi
Konsentrasi adalah kemampuan anak untuk memusatkan perhatian dalam
mengerjakan tugas, memperhatikan penjelasan dan pengarahan guru di
kelas dan mampu menyesuaikan diri dengan tugas baru yang sifatnya rutin
g. Daya Ingat
Daya ingat adalah kemampuan anak untuk mengingat kembali objek atau
informasi yang pernah diterimanya dan dapat dipergunakan ketika
dibutuhkan.
h. Pengertian tentang objek dan penilaian terhadap situasi
Pengertian tentang objek dan penilaian terhadap situasi berarti anak
mampu memahami lingkungan sekitarnya dan mengerti hakikat objek
yang diperhatikannya serta memahami aturan dan penilaian sosial yang
meliputi salah-benar, baik-buruk dan lainnya.
i. Memahami cerita
Memahami cerita berarti anak mampu menerima informasi dalam bentuk
verbal dan dapat mengungkapkannya kembali dalam bentuk gambar.
j. Menggambar orang
Menggambar orang berkaitan dengan kesadaran anak terhadap anggota
tubuh mereka sendiri. Hal tersebut juga menunjukkan anak terlatih untuk
menggunakan seluruh anggota tubuh tersebut untuk melakukan berbagai
aktifitas.
2. Lembaga Pendidikan (X1)
Lembaga pendidikan dalam hal ini adalah Taman Kanak-kanak (TK). TK
dibedakan atas TK yang telah terakreditasi dan TK yang belum terakreditasi.
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tingkat pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan menurut jenjang
pendidikan yang telah ditempuh melalui pendidikan formal di sekolah berjenjang dari
tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi, yaitu dari SD, SMP,
SMA sampai Perguruan Tinggi.
Tingkat pendidikan orang tua diukur dari tingkat pendidikan terakhir yang
sudah ditempuh orang tua baik dari tingkat SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi.
Untuk memperoleh data tentang tingkat pendidikan orang tua dilakukan dengan
menggunakan angket.
Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan orang tua dibagi menjadi dua
kelompok yakni tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu. Adapun
katagorisasi tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Kelompok pendidikan rendah yang terdiri atas sekolah dasar (SD) dan
Madrasah Ibtida`iyyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau bentuk
lain yang sederajat
b. Kelompok pendidikan menengah yang terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Keagamaan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajat.
c. Kelompok pendidikan tinggi yang mencakup program sarjana, magister,
doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi,
institusi atau universitas
D. Instrumen Penelitian
Untuk pengukuran/penilaian yang digunakan untuk menilai kesiapan
bersekolah anak pada penelitian ini adalah adopsi dari tes Nijmeegse
schoolbekwaamheids test (NST) yang cukup sahih dan dapat digunakan di
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tes NST tersebut, terdiri atas 10 subtes yang masing-masing akan dinilai
kematangannya. Dalam tes tersebut, ditetapkan tiga standar kematangan yaitu
belum matang, meragukan dan sudah matang. Secara kuantitatif, hasil dari setiap
subtest dijumlahkan, kemudian dibandingkan dengan norma kelompok untuk
menentukan tingkat kematangan secara keseluruhan, apakah termasuk belum
matang, ragu atau matang.
Secara kualitatif, posisi kematangan dari setiap subtes menjadi gambaran
profil ke-10 aspek tersebut. Dari profil tersebut, dapat diketahui aspek mana yang
masih perlu diberikan stimulasinya pada setiap anak. Dengan demikian, meskipun
secara kuantitatif tingkat kematangannnya bisa sama, akan tetapi secara kualitatif
arah stimulasi dari setiap anak bisa berbeda tergantung profil dari aspek-aspek
N.S.T.
Agar lebih jelas aspek dari tiap subtes dan tujuan pengukuran dapat dilihat
dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.1
Gambaran Aspek-Aspek yang diukur dalam Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test (N.S.T.)
Subtes Aspek yang diukur Tujuan
1 Pengamatan bentuk dan Kemampuan membedakan
Kemampuan mengamati dan membedakan
bentuk
2 Motorik halus Kemampuan motorik halus, tugas melengkapi gambar
3
Pengertian tentang Besar,
Jumlah dan
Perbandingan
Ukuran (besar kecil), jumlah. (banyak
sedikit), perbandingan (banyak sedikit),
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4 Ketajaman pengamatan
Kemampuan pengamatan/berpikir kritis pada objek yang ditemui dalam
kehidupan sehari-hari.
baru yang sifatnya rutin, dan ketelitian
7 Daya ingat Mengingat kembali objek/informasi yang pernah diterimanya (pengalaman)
8 Pengertian objek & penilaian situasi
Mengerti objek & situasi
Pengetahuan umum/dunia sekeliling.
9 Memahami cerita
Kemampuan menerima informasi secara
verbal dan mengenal kembali dalam
bentuk gambar.
10. Menggambar orang Kemampuan berpikir kritis
Dari tes tersebut, dilakukan penilaian dari masing-masing subtes dengan
tata cara yang dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 3.2
Tata Cara Pelaksanaan Tes NST
Subtes Pelaksanaan Tes
1
Subtes pertama terdiri dari 8 soal. Dalam masing-masing soal, terdapat satu
gambar (di sebelah kiri) yang harus dicocokkan dengan satu dari kelima
gambar pilihan (di sebelah kanan). Anak diminta memilih diantara kelima
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2
Subtes kedua terdiri dari 8 soal. Masing-masing soal berupa 2 gambar. Satu
gambar lengkap, gambar yang lain tidak lengkap bentuknya. Anak diminta
melengkapi gambar dengan bentuk lengkung, sesuai contohnya.
3
Subtes ketiga terdiri dari 8 soal. Dalam masing masing soal, terdapat beberapa
benda/orang yang berderet. Anak diminta menunjukkan urutan benda/orang
atau menunjuk benda yang sesuai dengan konsep yang disebutkan (yang di
tengah, yang ke-4, yang paling kecil, yang berjumlah lima, yang paling
banyak, yang pertama dan terakhir
4
Subtes keempat terdiri dari 8 soal. Masing-masing soal terdiri dari bentuk-
bentuk binatang yang tersamar diantara bentuk lainnya. Anak diminta
menunjukkan (mewarnai) bentuk binatang yang tersamar tersebut.
5
Subtes kelima terdiri dari 8 soal. Masing-masing soal berupa gambar yang
tidak lengkap bentuknya. Anak diminta melengkapi bagian gambar yang
hilang sehingga menjadi lengkap bagian-bagiannya.
6 Subtes keenam terdiri dari 12 baris berbagai bentuk. Anak diminta mencari satu bentuk gambar yang telah ditentukan
7 Subtes ketujuh terdiri dari 16 gambar. Anak diminta memilih 8 gambar yang pernah diperlihatkan sebelumnya.
8
Subtes kedelapan terdiri dari 8 soal. Pada masing-masing soal terdapat 4
pilihan gambar/situasi. Anak diminta menunjukkan gambar yang mana sesuai
dengan konsep sosial yang disebutkan
9
Subtes kesembilan terdiri dari 15 pilihan gambar. Anak diminta memilih
gambar yang sesuai dengan ceritera yang disampaikan pada anak.
(Sebelumnya, pada anak dibacakan cerita dimana anak harus memperhatikan.
Pilihan gambar tidak diperlihatkan terlebih dahulu).
10 Anak diminta menggambar orang dalam lembar kertas kosong
Setelah dilakukan pengetesan, kemudian tes tersebut dinilai dan
selanjutnya diberi skor. Bentuk jawaban dari tes tersebut terdiri atas dua alternatif
jawaban yaitu benar (B) dan salah (S). Pada jawaban benar (B) diberi nilai 1 dan
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diakumulasi untuk disesuaikan dengan norma. Lebih jelasnya dapat digambarkan
dalam tabel berikut:
Tabel 3.3
Tata Cara Penilaian Tes NST
Subtes Penilaian
1 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0
2 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0
(benarnya gambar yang dibentuk anak berdasarkan ketentuan NST )
3 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0
4 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0
5 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0
6 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0
7 Skor akhir yang didapatkan adalah jumlah jawaban benar dikurangi salah
8 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0
9 Untuk jawaban benar diberikan skor 1, bila salah skor 0 Jumlah jawaban benar dikurangi salah
10
Skor 1 : coret-coret, hanya kepala
Skor 2 : kepala dengan kaki
Skor 3 : kepala, badan dengan kaki
Skor 4: kepala, dua dari lima detail (mata,hidung,mulut,telinga dan
rambut), badan dan kaki\
Skor 5 : kepala, tiga dari lima detail (mata,hidung,mulut,telinga dan
rambut), badan dan kaki
Skor 6 : kepala, tiga dari lima detail (mata,hidung,mulut,telinga dan
rambut), badan, lengan dan kaki
Skor 7 : kepala, tiga dari lima detail (mata,hidung,mulut,telinga dan
rambut), badan, lengan, jari-jari yang jumlahnya salah dan kaki
Skor 8 : kepala, tiga dari lima detail (mata,hidung,mulut,telinga dan
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Nilai tertinggi dari masing-masing sub tes = 8
Nilai terendah dari masing-masing sub tes = 0 Nilai max seluruh tes = 80
Sumber: Data Kelengkapan Penilaian Tes NST
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam Sukmadinata (2009) dijelaskan beberapa teknik pengumpulan data
diantaranya wawancara, angket, observasi, dan studi dokumenter. Dalam
penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan pemberian tes kesiapan dan
penyebaran angket kepada orang tua anak serta data dokumentasi. Tes yang
digunakan untuk menilai kesiapan bersekolah pada anak TK adalah Tes NST.
Sedangkan penyebaran angket dilakukan untuk mendapatkan data berupa tingkat
pendidikan orang tua (ayah dan ibu). Terakhir, data dokumentasi untuk melihat
akreditasi dari lembaga pendidikan (TK) tersebut.
F. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang dilakukan untuk menggambarkan ketercapaian
kesiapan bersekolah pada anak TK di Kecamatan Sukasari Kota Bandung
dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu:
1. Verifikasi data
Tahapan awal yang dilakukan setelah dilakukan tes adalah memilih dan
memilah data-data yang dianggap layak dan memenuhi kebutuhan penelitian.
2. Skoring
Setelah melakukan verifikasi, berkas tes NST dari semua anak kemudian
diskoring dengan menggunakan ktiteria penilaian NST yang telah ada
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tahapan selanjutnya setelah melakukan skoring adalah memasukkan
angka-angka skor dari tiap subtes ke dalam tabel excel dan kemudian dijumlahkan
sehingga didapatkan skor akhir.
4. Intrepretasi data
Skor akhir yang didapatkan dari akumulasi skor dari tiap aspek
kematangan/kesiapan tersebut kemudian di katagorikan dan diinterpretasikan
dengan mengacu kepada katagori skor NST yang telah ditentukan. Hasil yang
didapatkan adalah kematangan dari tiap individu.
Untuk melihat gambaran ketercapaian kesiapan bersekolah pada anak TK
B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung baik secara umum maupun dari tiap
aspek, maka dilakukan perhitungan rata (mean) pada skor akhir. Hasil
rata-rata tersebut dimaknai dengan menggunakan katagori skor yang telah ditetapkan
dalam tes tersebut.
Untuk melihat perbedaan kesiapan bersekolah secara umum pada anak TK
B di Kecamatan Sukasari Kota Bandung, maka dapat digunakan uji
Mann-Whitney U, dan Kruskal-Wallis (Sugiyono 2012:152) dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Memilih data-data yang diperlukan dalam penelitian
2. Memasukkan data-data tersebut dan data skor akhir dari tes ke dalam program
SPSS dan mengujinya dengan menggunakan Mann-Whitney U, dan
Kruskal-Wallis
3. Setelah didapatkan nilai dari uji tersebut, kemudian dibandingkan dengan
kriteria penilaian dari masing-masing jenis uji.
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan mengenai kesiapan anak
ditinjau dari lembaga pendidikan dan tingkat pendidikan orang tua di Kecamatan
Sukasari Kota Bandung tahun ajaran 2012/2013 dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Secara keseluruhan, anak-anak Taman Kanak-kanak kelompok B di
Kecamatan Sukasari Kota Bandung telah matang secara fisik dan psikologis
dan siap melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
2. Dilihat dari gambaran kesiapan bersekolah dari tiap subtes NST, dapat dilihat
bahwa skor kematangan pada subtes empat dan sepuluh lebih rendah dari
subtes lainnya. Artinya, kemampuan anak dalam ketajaman pengamatan,
memberikan fokus pada yang harus dikerjakan dan mengabaikan objek lain
yang menganggu pengamatan, serta pengenalan diri dan anggota tubuh masih
perlu ditingkatkan
3. Berdasarkan perhitungan statistik, kesiapan bersekolah pada anak Taman
Kanak-kanak kelompok B yang akan melanjutkan ke SD dilihat dari adanya
akreditasi lembaga pendidikan (TK yang telah terakreditasi dan TK yang
belum akreditasi) melalui uji Mann Whitney U, didapatkan hasil bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan kesiapan bersekolah anak TK pada TK
yang telah terakreditasi dan TK yang belum akreditasi atau dengan kata lain
bahwa kesiapan bersekolah anak tidak bergantung kepada adanya akreditasi
TK
4. Kesiapan bersekolah pada anak kelas TK B Kecamatan Sukasari Kota
Bandung, yang akan melanjutkan ke SD dilihat dari tingkat pendidikan orang
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perbedaan yang signifikan, yang berarti bahwa kesiapan bersekolah anak tidak
tergantung pada tingkat pendidikan orang tua.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap kesiapan bersekolah anak
ditinjau dari lembaga pendidikan dan tingkat pendidikan orang tua di Kecamatan
Sukasari maka diajukan beberapa rekomendasi, diantaranya kepada:
1. Pendidik/ Guru di Taman Kanak-kanak
Berdasarkan nilai tes kesiapan, kesiapan anak secara keseluruhan sudah cukup
baik namun tetap perlu pembinaan dari pendidik TK, khususnya pada
kemampuan anak dalam ketajaman pengamatan, memberikan fokus pada yang
harus dikerjakan dan mengabaikan objek lain yang menganggu pengamatan,
serta kesadaran terhadap anggota tubuh. Guru perlu mengembangkan
metode-metode inovatif yang merangsang kecermatan anak dalam mengamati objek
seperti metode observasi dan eksplorasi di luar kelas.
2. Akademisi dan Peneliti Lainnya
Kepada peneliti selanjutnya khususnya akademisi yang tertarik meneliti
kesiapan bersekolah pada anak disarankan agar melihat gambaran pola asuh,
kegiatan pengasuhan, interaksi orang tua dan kualitas guru atau kemampuan
komunikasi orang tua untuk melihat kesiapan bersekolah. Selain itu, dapat
pula mengkaji sebuah metode yang dapat meningkatkan kesiapan anak dari
berbagai aspek perkembangan serta dapat menggunakan instrument yang lebih
kompleks yang dapat mengungkapkan kesiapan anak dari aspek yang lain
seperti aspek kemampuan berbahasa.
3. Kepada penentu kebijakan dan pihak yang terkait agar selalu memonitoring
dan mengevaluasi kegiatan dan perkembangan TK baik TK yang telah
Srinahyanti, 2013
Kesiapan Bersekolah Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B Ditinjau Dari Lembaga Pendidikan Dan Tingkat Pendidikan Orangtua (Penelitian Komparasi Pada Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sukasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, M. (2013). Masa Kritis Pada Anak; Periode "Emas" dalam Kehidupan yang Banyak Dilupakan (Makalah). Bandung.
Blaustein, M. (2005). The Basics of Learning Readiness (DAP). Beyond the Journal (Young Children on the Web ) , 1-10.
Boethel, M. (2004). Readiness (School, Family, & Community Connections). Texas: National Center for Family and Community Connections with Schools.
Britto, P. R. (2012). School Readiness: a conceptual framework. New York: United Nations Children’s Fund (UNICEF)
Bryant, E. B., Segal, A., Klein, L., Walsh, C. B., Bruner, C., & Floyd, S. (2005). Getting Ready. United State: Sponsored by the David and Lucile Packard Foundation, the Kauffman Foundation and the Ford Foundation.
Center, N. P. (2003). School Readiness. NSW Department of Community Services.
Dhlomo, T. (2012). School readiness gaps: Experiences of children beginning grade 1 at an urban high density primary. Wudpecker Journal of Educational Research Vol. 1(3) , 45-50.
Doyle, O., Finnegan, S., & Mcnamara, K. A. (2010). Differential parent and teacher reports of school. Jerman: Geary Institute, University College Dublin.
Early Childhood in Social Context: A Chartbook. (2004). New York, NY: Commonwealth Fund and Child Trends. www.cmwf.org
Erkan, S. (2011). A Study on The School Readiness of First Graders From Different Socio-Economic Leve*l. Hacettepe Üniversitesi Eğitim Fakültesi Dergisi (H. U. Journal of Education) 40 , 186-197 .
Garben, R. F., Timko, G., & Bunkley, S. (2007). School Readiness Assesment : A Review of the Lietrature. Washington DC: Franklin County Department of Jobs and Family Services.