i
PENGARUH KESIBUKAN GURU DI DALAM KEGIATAN
SEKOLAH , FREKUENSI MENGAKSES INTERNET, DAN
PANGKAT GOLONGAN GURU TERHADAP KEMAMPUAN
MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 22
TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PADA GURU
SMK SE- KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Melati Intan Lamtiur
NIM: 131334023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus.
Kedua orang tuaku Bapak Hoddy Hutabarat dan Mama Nisma
Panjaitan , yang selalu memberikan dukungan dan semangat serta doanya.
Adikku Mario Suryo Abadi, yang memberikan dukungan dan
semangat serta doanya.
Bang Alfredo Rido Pakpahan yang sudah sabar, selalu memberi
dukungan dan doa.
Bang Emon dan kak Etha yang dari awal kuliah di Yogya selalu
memberi dukungan
Teman- teman dekatku: Lusia Eka, Rosalia Yulinda M, Fanny
Damayanti, Leo Yoga, dan Pondel.
Teman seperjuanganku meoong skripsi khususnya pejuang SMK Teman- teman seangkatan PAK 13
v
MOTTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai dengan doa, Karena sesungguhnya
nasib seseorang manusia tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa berusaha
Ketika anda tidak pernah melakukan kesalahan, itu artinya anda tidak pernah berani untuk mencoba
viii
ABSTRAK
PENGARUH KESIBUKAN GURU DI DALAM KEGIATAN SEKOLAH, FREKUENSI MENGAKSES INTERNET, DAN PANGKAT GOLONGAN
GURU TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PADA GURU SMK SE-KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017
Melati Intan Lamtiur Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses (2) ada pengaruh positif frekuensi mengkases internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses (3) ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses.
Penelitian ini adalah penelitian ex post facto yang dilakukan di SMK se-Kota Yogyakarta yaitu di SMK N 1 Gedongtengen, SMK N 2 Jetis, SMK N 3 Jetis, SMK N 4 Umbulharjo, SMK N 5 Umbulharjo, SMK N 6 Umbulharjo, SMK N 7 Jetis. Dari populasi sebanyak 876 orang diambil sampel sebanyak 206 guru dengan teknik proportional random sampling. Data diambil dengan kuesioner dan diuji menggunakan statistik deskriptif Chi–Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada SMK N se-Kota Yogyakarta (x2 hitung sebesar 23,091, dengan Asymp. Sig sebesar 0,000); (2) tidak ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada SMK N se-Kota Yogyakarta (x2hitung sebesar 1,591, denganAsymp. Sig sebesar 0,451); (3) tidak ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada SMK N se-Kota Yogyakarta (x2hitung sebesar 5,753, dengan
ix ABSTRACT
THE EFFECT OF TEACHER’SACTIVITIESIN THE SCHOOL’S OPERATION, FREQUENCY OF INTERNET ACCESSMENT, AND DEGREE OF TEACHERS’CATEGORY TOWARDS THE ABILITY IN IMPLEMENTING THE DECREE OF EDUCATION MINISTER NUMBER
22 THE YEAR OF 2016 ABOUT THE PROCESS OF STANDARD OF TEACHERS OF VOCATIONAL HIGH SCHOOLS IN YOGYAKARTA, 2017
Melati Intan Lamtiur Sanata Dharma University
2017
This study aims to know whether: (1) there is positive impact of teacher’s activityin the school’soperation towards the ability of The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process, (2) there is positive impact of the frequency of internet accessment towards the ability in
implementing The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process,(3) there is positive impact of the degree of the teacher’s category towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process.
The type of this study is an ex post facto research; it was conducted in Vocational High Schools in Yogyakarta. It was conducted in SMK N 1
Gedongtengen, SMK N 2 Jetis, SMK N 3 Jetis, SMK N 4 Umbulharjo, SMK N 5 Umbulharjo, SMK N 6 Umbulharjo, and SMK N 7 Jetis. The population were 876 people, the samples were 206 teachers taken by the proportional random
sampling technique. Data were collected by questionnaires and anylized by applying descriptive statistic Chi–square.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat
karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. Peneliti
menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini peneliti mendapatkan bantuan
dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar di
Universitas Sanata Dharma Yoyakarta
2. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Drs. F.X. Muhadi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan, saran bahkan
masukan disaat peneliti sedan mengalami kesulitan sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini
5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus
Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan selama
saya mengikuti perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.
6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Hoddy Hutabarat dan Mama Nisma
Panjaitan yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, materi, dan
selalu mendengarkan keluh kesah selama mengerjakan skripsi.
7. Adikku Mario Suryo Abadi yang selalu memberikan semangat dan
dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Bang Alfredo Ridho Pakpahan yang sudah mendukung dan mengajariku
xi
9. Sapi family yaitu Lusia Eka, Fanny, Linda, Leo Yoga, dan Wahyu Dwi
Candra yang sudah mendukung selama kuliah di Universitas Sanata
Dharma
10. Teman-teman seperjuanganku Skripsi Meoong
11. Teman- teman seangkatan PAK’13
12. Untuk bang Emon dan kak Etha yan selalu mengingatkan untuk
mengerjakan skripsi
13. Untuk gang mawar cihuy yaitu Fanny, Mbak lilis, Lusia, Shinta, Rosa
yang telah menjadi keluarga ku selama di Yogya
14. Dan untuk pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan
karena keterbatasan penulis, baik dalam pengetahuan maupun pengalaman,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pihak yang membaca.
Yogyakarta, 8 Juni 2017
xii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS... 12
A. Kajian Pustaka... 12
1. Kurikulum ... 12
2. Implementasi Kurikulum 2013 ... 26
3. Kesibukan Guru di Dalam Kegiatan Sekolah ... 29
4. Frekuensi Mengakses Internet... 41
xiii
D. Rumusan Hipotesis... 53
BAB III METODE PENELITIAN ... 55
A. Jenis Penelitian... 55
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 55
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 56
D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 57
E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 60
F. Teknik Pengumpulan Data ... 62
G. Uji Instrumen Penelitian ... 68
H. Teknik Analisis Data... 77
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 83
A. Deskripsi Data... 84
B. Pengujian Hipotesis ... 94
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 105
BAB V PENUTUP... 118
A. Kesimpulan ... 118
B. Keterbatasan Masalah ... 119
C. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA... 120
LAMPIRAN... 121
Lampiran 1 Instrumen Penelitian (Kuesioner)... 122
Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 135
Lampiran 3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 174
Lampiran 4 Deskripsi Data Responden ... 181
Lampiran 5 Deskripsi Data Variabel ... 187
Lampiran 6 Analisis Chi Square ... 191
xiv
Tabel 2.1 Jenis Tugas Tambahan Guru ... 37
Tabel 2.2 Jenis Kegiatan Guru dan Beban Tatap Muka ... 38
Tabel 2.3 Golongan, Jenjang Pangkat dan Jenjang Jabatan ... 44
Tabel 3.1 Tempat Penelitian Guru SMKN di Yogykarta ... 56
Tabel 3.2 Data Populasi Guru SMK N dan SMA di Kota Yogyakarta... 57
Tabel 3.3 Data Sampel Guru SMK N di Kota Yogyakarta ... 60
Tabel 3.4 Skor Pernyataan Sikap ... 62
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner ... 63
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Standar Proses (Pertama) ... 70
Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Standar Proses (Kedua) ... 71
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Kesibukan Guru (Pertama) ... 72
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Kesibukan Guru (Kedua) ... 77
Tabel 3.10 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 75
Tabel 3.11 Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Standar Proses ... 76
Tabel 3.12 Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Kesibukan Guru... 76
Tabel 3.13 Kriteria Derajat Asosiasi...……….. 82
Tabel 4.1 Daftar Responden Penelitian... 83
Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 84
xv
Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Pengalaman Diklat... 86
Tabel 4.6 Data Responden Berdasarkan Pangkat Golongan... 87
Tabel 4.7 Deskripsi Implementasi Standar Proses ... 89
Tabel 4.8 Nilai -nilai Statistik Variabel Standar Proses
pembelajaran berdasarkan Permendikbud No 22 Tahun 2016
Tentang Standar Proses ... 90
Tabel 4.9 Deskripsi Kesibukan Tugas menurut Guru ... 91
Tabel 4.10 Nilai -nilai Statistik Variabel Kesibukan Guru berdasarkan Permendikbud No 22 Tahun 2016
Tentang Standar Proses ... 92
Tabel 4.11 Deskripsi Implementasi Frekuensi Mengakses Internet ... 93
Tabel 4.12 Nilai-nilai Statistik Variabel Frekuensi Mengakses Internet ... 94
Tabel 4.13 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Kesibukan
Guru Terhadap Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016
Tentang Standar Proses……….. 96
Tabel 4.14 Hasil AnalisisChi-SquarePengaruh Kesibukan Guru Terhadap
Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016 Tentang
Standar Proses………... 97
Tabel 4.15 Hasil Analisis Koefisien Pengaruh Kesibukan Guru Di Dalam Kegiatan Sekolah
Terhadap Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses ...…98
Tabel 4.16 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Frekuensi
Mengakses Internet Terhadap Implementasi Permendikbud
xvi
Tabel 4.18 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Pangkat
Golongan Terhadap Implementasi Permendikbud No 22
Tahun 2016 Tentang Standar Proses………..103
Tabel 4.19 Hasil AnalisisChi-SquarePengaruh Pangkat Golongan Terhadap Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tuntutan dan tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada saat ini
dan ke depan adalah pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia
yang memiliki kompetensi yang utuh, yaitu kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan yang terintegrasi (Majid dan Rochman, 2014: 1). Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Kualitas SDM bergantung
pada kualitas pendidikan dan peran pendidikan untuk menciptakan masyarakat yang
cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Selain itu, komponen dari sistem pendidikan
nasional harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
yang terjadi, baik pada tingkat lokal, nasional maupun global. Salah satu komponen
penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
Tahun 2003 tentang Sisdiknas juga menjadi acuan untuk membuat kebijakan dan
manajemen pendidikan baik pada tingkat nasional, regional, maupun tingkat sekolah.
Pendidikan di Indonesia akan berjalan baik apabila pelaksanaannya sesuai
dengan kurikulum. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (1989: 3), kurikulum
merupakan niat & harapan yang dituangkan ke dalam bentuk rencana maupun program
pendidikan yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat &
rencana, sedangkan pelaksanaannya adalah proses belajar mengajar. Kurikulum
diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Nomor 20 tahun 2003). Hal ini berarti
kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Salah satu pelaksana kurikulum adalah guru.
Guru (UU Nomor 14 Tahun 2005) adalah seorang pendidik profesional dengan
tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Di pundak gurulah dibebankan tugas yang
tidak ringan untuk memenuhi panggilan hidup yakni memberikan pertolongan secara
bertanggung jawab kepada para siswa agar mencapai tujuan pendidikan yang telah
Saat ini kurikulum di Indonesia selalu mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Hamalik (2003), menjelaskan bahwa terjadinya perubahan sistem politik, sosial
budaya, ekonomi dan perkembangan iptek merupakan konsekuensi dan implikasi dari
perubahan kurikulum. Salah satu perubahan kurikulum yang terjadi yaitu perubahan
KTSP ke Kurikulum 2013. Perubahan ini merupakan salah satu upaya memperbaiki
pendidikan dan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan generasi
muda.
Ada beberapa perbedaan kurikulum KTSP dan kurikulum 2013 yaitu yang
pertama, pengurangan mata pelajaran dimana mata pelajaran pada kurikulum 2013
lebih sedikit daripada KTSP. Kedua, Kurikulum 2013 memadukan tiga konsep yaitu
sikap, keterampilan, dan pengetahuan sedangkan KTSP lebih menekankan pada
pengetahuan. Melalui konsep itu, keseimbangan antara hardskill dan softskill dimulai
dari Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian
dapat diwujudkan. Yang ketiga, kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik
modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan
ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi
mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata
pelajaran. Di sisi lain, dalam KTSP, Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa, saat ini Indonesia kembali
melakukan perbaikan kurikulum yaitu dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi
revisi. Revisi kurikulum 2013 telah dilakukan sejak bulan januari 2015 hingga akhir
bulan oktober 2015. Revisi Kurikulum 2013 dilakukan berdasarkan berbagai masukan
dari publik para ahli dan para pegiat serta pemerhati pendidikan. Salah satu faktor yang
memengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud nomor 22
tahun 2016 adalah kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah.
Kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah antara lain membuat administrasi
guru, membimbing siswa, melatih siswa, dan masih banyak kesibukan guru pada
kurikulum 2013 edisi revisi ini. Menurut peneliti, ada beberapa guru belum
memanfaatkan secara optimal kesibukan guru tersebut untuk meningkatkan
kemampuan mengimplementasikan Permendikbud No 22 tahun 2106 tentang standar
proses. Selain itu, kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah belum merata, masih ada
guru yang belum aktif di dalam kegiatan sekolah. Selain kesibukan guru di dalam
kegiatan sekolah, guru juga dituntut untuk lebihup to date dengan informasi terbaru
yang berhubungan dengan pendidikan.
Cara pengajaran pada kurikulum 2013 edisi revisi menuntut guru menggunakan
media elektronik dalam pengajarannya. Pada kenyataannya tidak semua guru bisa
guru menggunakan waktunya untuk mengakses internet tetapi tidak mencari informasi
mengenai implementasi Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses.
Masih ada beberapa guru mengakses internet untuk hal yang lain seperti membuka
facebook, membuka web lain di luar implementasi Permendikbud nomor 22 Tahun
2016 tentang Standar Proses.
Banyaknya tuntutan yang diberikan kepada guru memicu keluhan-keluhan dan
protes terutama dari guru yang lanjut usia, mereka kurang antusias untuk melakukan
penyesuaian terhadap kurikulum yang baru. Beberapa guru lambat memahami
perubahan kurikulum 2013 edisi revisi. Mereka lebih cenderung untuk bertahan pada
kurikulum yang lama dan harus mempersiapkan administrasi untuk pensiun. Selain itu,
ada juga beberapa komponen yang memengaruhi implementasi Permendikbud nomor
22 tahun 2016 tentang standar proses yaitu pengalaman mengajar, tingkat pendidikan,
ketersediaan sumber belajar, kemampuan IT, dan pengalaman diklat.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh
Kesibukan Guru di dalam Kegiatan Sekolah, Frekuensi Mengakses Internet, dan
Pangkat Golongan Guru Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud
nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses dalam Kurikulum Edisi Revisi pada
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti mengidentifikasi
permasalahan yang dimunculkan dalam kaitannya dengan kemampuan
mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses
SMK Negeri Se-Kota Yogyakarta, di antaranya sebagai berikut:
1. Kurangnya kesiapan guru terhadap perubahan kurikulum.
2. Guru kurang memiliki keterampilan, pengetahuan, serta kemampuan guru dalam
memahami tugas-tugas yang diemban dan dilaksanakan.
3. Guru belum bisa memanfaatkan lebih optimal kesibukan guru di dalam kegiatan
sekolah ketersediaan sumber belajar yang kurang lengkap sehingga kurang
menunjang pengetahuan guru dalam proses pembelajaran.
4. Beberapa guru kurang terampil dalam menggunakan IT
5. Guru belum menggunakan waktu luangnya untuk mengakses internet mencari
informasi mengenai implementasi Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang
standar proses
6. Pengalaman diklat guru yang berbeda yaitu lama dan sebentar
7. Beberapa guru belum memiliki antusias untuk mempelajari perkembangan
informasi implementasi Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar
C. Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, serta keterbatasan
pengetahuan, waktu, dan biaya maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :
1. Kemampuan guru mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses berdasarkan Kurikulum 2013 edisi revisi ditinjau dari
kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses internet, dan
pangkat golongan guru.
2. Responden penelitian terbatas pada guru-guru SMK di Kota Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
1. Masalah Umum
Apakah latar belakang guru mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan
proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 ?
2. Masalah Khusus
a. Apakah ada pengaruh positif kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah
mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan standar proses
b. Apakah ada pengaruh positif frekuensi guru mengakses internet mempengaruhi
kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan
Permendikbud nomor 22 Tahun 2016?
c. Apakah ada pengaruh positif pangkat golongan guru mempengaruhi
kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan
Permendikbud nomor 22 Tahun 2016?
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Latar belakang guru terhadap kemampuan
mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud
nomor 22 Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap
kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan
Permendikbud nomor 22 Tahun 2016.
2. Mengetahui pengaruh frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan
mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud
3. Mengatahui pengaruh pangkat golongan guru terhadap kemampuan
mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud
nomor 22 Tahun 2016.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
a. Dapat mengetahui bagaimana implementasi kurikulum 2013 revisi di lapangan,
supaya dapat menjadi bahan kajian lebih serius tentang kurikulum yang baru
ini.
b. Mampu memberikan perbandingan dan tambahan wacana dalam pendidikan
terutama untuk mendukung gerakan peningkatan mutu pendidikan.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam memperbaiki
kurikulum.
d. Mengkaji kembali seberapa siap sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta dalam
menerapkan Kurikulum 2013.
e. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk kementerian pendidikan
dan budaya tentang mutu guru di Indonesia yang berkaiatan dengan kesibukan
guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses intenet, dan pangkat
2. Bagi dinas pendidikan , pemuda dan olah raga
a. Membangun kembali pemahaman tentang penerapan Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016 terhadap guru,
b. Membantu ketercapainnya tujuan diterapkannya Kurikulum 2013
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkat mutu dan kualitas guru.
3. Bagi sekolah
a. Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan pendidikan,
baik itu dalam tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan
instruksional. Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan
yang diinginkan oleh sekolah tertentu dapat tercapai,
b. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk
semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan
program-program kegiatan di Kurikulum 2013,
c. Membangun kembali pemahaman tentang penerapan Kurikulum 2013 edisi
revisi dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
d. Sebagai bahan pertimbangan sekolah terkait dengan pemberian tugas kepada
guru di dalam kegiatan sekolah berdasarkan kurikulum 2013 edisi revisi.
e. Sebagai bahan pertimbangan sekolah terkait dengan kemampuan guru dalam
f. Sebagai bahan pertimbangan sekolah terkait dengan pengaruh pangkat
golongan guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud No
22 tahun 2016 tentang standar proses.
g. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai evaluasi guru tentang proses
pembelajaran.
h. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran yang nyata sejauh mana proses
pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 edisi revisi telah dilaksanakan.
i. Sebagai bahan refleksi untuk perbaikan proses pembelajaran.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca di perpustakaan tentang
pemahaman implementasi Kurikulum 2013 edisi revisi.
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi bagi
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kesibukan guru di dalam kegiatan
sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru serta dapat
menambah kepustakaan yang berguna bagi mahasiswa atau pihak lain yang
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Kurikulum
a. Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum berasal dari bahasa Latin curir yaitu pelari, dan
curere yang artinya tempat berlari. Secara etimologis adalah tempat berlari.
Kurikulum merupakan sesuatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai
dari garis awal sampai dengan akhir. Dalam dunia pendidikan pengertian
kurikulum adalah sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata
pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di
lembaga pendidikan (Imas Kurniasih, 2014: 3)
Menurut Association for Supervision Curriculum Developmet A
Departement of the national Education Association (Hendyat Soetopo dan
Wasty Soemanto, 1986: 12) mengemukakan pengertian kurikulum adalah all
learning opportunities by the scholl as potential contributions to the balanced
development of learners.
Mengutip dari Nasution (1995), beberapa pengertian kurikulum yang
dikemukakan oleh para ahli, di antaranya:
SaylordanAlexander(1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut,
“The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning
usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas,
di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum
meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstrakurikuler.
Menurut Albertycs (1965) kurikulum dipandang sebagai, “all of the
activities that are provided for students by the school.” Seperti halnya dengan
definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran,
akan tetapi juga meliputi kegiatan – kegiatan lain, di dalam dan diluar kelas,
yang berada dibawah yanggung jawab sekolah.
MenurutStanleydanShoresmemandangkurikulum sebagai, “a sequence
of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining
children and youth in group ways of thingking and action.
Pendapat- pendapat di atas senada dengan pengertian kurikulum dari
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan tertentu.
Kurikulum dalam arti luas tidak hanya mencakup tentang rencana
pembelajaran, akan tetapi juga mencakup tentang segala sesuatu yang nyata
yang terjadi dalam proses pendidikan disekolah, baik di dalam ataupun di luar
kelas. Kurikulum bisa diartikan juga sebagai entitas pendidikan yang mengatur
Kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah (Sukmadinata, 2013:
27), yaitu: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai system, dan
kurikulum sebagai bidang studi. Konsep pertama, kurikulum sebagai substansi
adalah kurikulum dipandang sebagai rencana pendidikan di sekolah atau
sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum
digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi tentang rumusan tujuan,
bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi yang telah
disepakati dan disetujui bersama oleh para penyusun kurikulum dan pemangku
kebijaksanaan dengan masyarakat. Konsep kedua, kurikulum sebagai sistem
adalah sisten kurikulum yang merupakan bagian dari sistem sekolah, sistem
pendidikan, dan sistem masyarakat. Hasil dari sistem kurikulum adalah
tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai fungsi
bagaimana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis.Konsep
ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi berfungsi sebagai suatu disiplin
yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi. Tujuan kurikulum
sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu kurikulum dan
sistem kurikulum.
Secara umum kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai
pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Dari uraian di atas, kurikulum
disimpulkan sebagai sesuatu yang direncanakan sebagai pedoman yang dapat
b. Fungsi Kurikulum
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menjelaskan tentang definisi kurikulum yang telah diuraikan
sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut terdapat empat fungsi kurikulum
(Reksoatmodjo, 2010: 4-5), yaitu:
1) Kurikulum sebagai rencana. Kegiatan sebagai rencana kegiatan belajar
mengajar dikembangkan berdasarkan suatu tujuan yang ingin dicapai
(Taba, 1962:11).
2) Kurikulum sebagai pengaturan. Pengaaturan dalam kurikulum dapat
diartikan sebagai pengorganisasian materi pembelajaran pada arah
horizontal (ruang lingkup dan integrasi) dan vertikal (urutan dan
kontinuitas).
3) Kurikulum sebagai cara. Pengorganisasian kurikulum mengisyaratkan
penggunaan metode pembelajaran yang efektif berdasarkan konteks
pembelajaran. Pemilihan metode mengajar erat hubungannya dengan sifat
materi pelajaran atau pratikum dan tingkat penguasaan yang ingin dicapai.
4) Kurikulum sebagai pedoman. Kurikulum sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran harus memiliki kejelasan tentang
gagasan-gagasan dan tujuan yang hendak dicapai melalui penerapan
c. Perkembangan Kurikulum
Menurut Imas Kurniasih dalam buku yang berjudul “Implementasi
Kurikulum 2013 konsep dan penerapan” hal 10 Kurikulum yang diterapkan
sudah mengalami beberapa pergantian. Perubahan kurikulum dikelompokan
berdasarkan tiga kelompok, yaitu rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan,
dan kurikulum berorientasi kompetensi.
1) Kurikulum Rencana Pembelajaran (1947-1968)
Dari rentang waktu 1947-1968 telah terjadi beberapa pergantian
kurikulum, di antaranya adalah:
(a) Kurikulum Tahun 1947 (Rencana Pembelajaran 1947)
Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka
disebut rencana pelajaran atau dalam bahasa belanda leer plan (Imas
Kurniasih:10). Rencana pembelajaran 1947 sebagai pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda dan kurikulum ini tujuannya tidak
menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi yang diutamakan adalah
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, karena hal
itulah yang mendesak pada saat itu. Dalam kurikulum ini terdapat dua
hal pokok yaitu :
(1) Daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya
(2) Garis–garis besar pengajaran
Rencana pembelajaran 1947 baru dilaksanakan oleh sekolah- sekolah
(b) Kurikulum 1952 (Rencana Pembelajaran Terurai)
Setelah rencana pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan (Imas Kurniasih :11). Pada
tahun ini, Menteri P dan K yang dijabat oleh Mr.Soewandi melakukan
usaha untuk mengubah sistem pendidkan dan pengajaran. Kemudian,
menteri membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran dalam merangka
mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan
nasional. Hasil kerja panitia tersebut terkait kurikulum rencana
pembelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus mempertahankan
hal-hal sebagai berikut (Depdikbud 1979:108).
(1) Pendidikan pikiran harus dikurangi
(2) Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
(3) Pendidikan watak
(4) Pendidikan jasmani
(5) Kewarganegaraan dan masyarakat
Setelah undang–undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun
1950 dikeluarkan, lahirlah beberapa hal penting:
(1) Kurikulum pendidikan rendah ditunjukkan untuk menyiapkan
anak memiliki dasar–dasar pengetahuan, kecakapan, dan
ketangkasan baik lahir maupun batin serta mengembangkan bakat
(2) Kurikulum pendidikan menengah ditunjukkan untuk menyiapkan
pelajar ke pendidikan tinggi serta mendidik tenaga ahli dalam
berbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing
dan kebutuhan masyarakat.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan
pelajaran agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat, dan
dapat memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan hidup
kemasyarakatan.
(c) Rencana Pembelajaran 1964
Di penghujung era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang
tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum
di Indonesia. Rencana Pendidikan 1964 melahirkan kurikulum yang
menitikberatkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karya dan
moral. Rencana pendidikan tersebut dikenal Pancawardhana, karena
terdiri dari lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok
perkembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik,
keterampilan dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang
disesuaikan dengan perkembangan anak (Imas Kuniasih:14).
(d) Kurikulum 1968
Pada kurikulum ini lebih menitikberatkan pada peningkatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina atau
mengembangkan fisik yang kuat dan sehat (Imas Kurniasih :15)
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964.
Pembaharuan kurikulum tersebut adalah dilakukannya perubahan
struktur pendidikan dan Pancawardhana yang mencakup pembinaan
jiwa Pancasila, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus. Dilihat dari
segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan dan menekankan
pembentuk manusia Pancasila sejati, kuat dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi
pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran:
(1) Kelompok pembinaan pancasila
(2) Pengetahuan dasar
(3) Kecakapan khusus (dengan total jumlah pelajaranya sembilan)
2) Kurikulum Berorentasi Pancapaian Tujuan (1975-1994)
Dari rentang waktu 1975-1994 telah terjadi beberapa pergantian
kurikulum, di antaranya adalah:
(1) Kurikulum 1975
Pada kurikulum inilah (Imas Kurniasih :15) untuk pertama
kalinya terlihat dengan jelas tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan
tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai seperti
rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui
kurikulum tersebut.
Kurikulum 1975 dimaksudkan untuk mencapai tujuan
pendidikan sekolah yang secara umum mengharapkan lulusannya:
(a) Memiliki sifat-sifat dasar sebagai negara yang baik,
(b) Sehat jasmani, dan rohani,
(c) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang
diperlukan untuk melanjutkan pelajaran
(d) Bekerja di masyarakat,
(e) Mengembangkan didri sesuai asas lingkungan hidup,
(2) Kurikulum 1984
Pada dasarnya materi pada kurikulum 1984 (Imas Kurniasih :18)
ini tidak banyak berbeda dengan materi kurikulum 1975, yang berbeda
adalah organisasi pelaksanaannya saja. Dengan demikian, kurikulum
1984 dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan-bahan dan
buku-buku yang telah ada sebelumnya. Semua pendekatan dalam
proses pembelajaran pada kurikulum sekolah dasar 1984 diarahkan
guna membentuk keterampilan murid.
Hal yang menonjol dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah
adanya cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sistem spiral. Di sini
siswa akan lebih dilibatkan dalam pengembangan proses belajar
namun siswa diberi kebebasan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain
itu, ada pula sistem spiral yang setiap jenjang pendidikan mata
pelajaran akan berbeda dari segi kedalaman materi. Semakin tinggi
jenjang pendidikannya, maka materi yang diberikan akan semakin
dalam dan detail.
(3) Kurikulum 1994
Dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Pendidikan Nasional
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Imas
Kurniasih :19) maka dirasa perlu menyusun suatu kurikulum baru
sebagai penyempurnaan dari Kurikulum 1984. Kurikulum ini
dilaksanakan dan diberlakukan mulai tahun 1994/1995 dan secara
bertahap. Pelaksanaan kurikulum tersebut dimulai pada tahun ajaran
1994/1995 untuk kelas 1 dan 4 SD, kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA .
3) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
Kurikulum 1994 (Imas Kurniasih : 19) digantikan oleh Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), seiring pergantian kekuasaan. Kurikulum ini
mengharapkan agar siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah memiliki
kompetensi yang diinginkan karena konsentrasi kompetensi adalah
perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang
ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Imas Kurniasih :20)
yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk
membantu siswa mengusai kompetensi-kompetensi agar tujuan
pembelajaran tercapai.
4) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) ini (Imas Kurniaish
:21) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich 2009:1).
Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas
dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolah
masing-masing.
5) Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 (Imas Kurniasih: 21) menekankan pengembangan
kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik secara
seimbang.
Terdapat empat aspek yang menjadi fokus dalam rencana
implementasi dan keterlaksanaan Kurikulum 2013:
1. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar yang
menyangkut metodologi pembelajaran yang nilainya pada pelaksanaan
2. Kompetensi akademik dimana guru harus menguasai metode
penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
3. Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asosial
kepada siswa dan sederajat lainnya.
4. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai
seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.
6) Kurikulum 2013 Edisi Revisi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan resmi meluncurkan revisi
Kurikulum 2013 di Depok pada tanggal 20 Februari 2016. Mulai Juli
2016, Kurikulum 2013 edisi revisi akan diberlakukan secara nasional.
Perubahan Kurikulum 2013 pada tahun 2016 memiliki pokok bagian
penting yang harus guru cermati. Berbagai perubahan kompetensi pada
Kurikulum 2013 antara lain:
a. Perbaikan kurikulum 2013 penataan kompetensi sikap dan spiritual dan
sikap sosial.
Hanya guru dua mata pelajaran yaitu guru PPKn dan guru
agama yang menilai sikap spiritual dan sikap sosial siswa secara
langsung. Sebelum adanya perbaikan kurikulum, guru setiap mata
pelajaran diberi beban formal untuk melakukan pembelajaran dan
penilaian terhadap kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial siswa.
Kini, kompetensi sikap sosial dan spiritual tidak lagi diberikan secara
Ketentuan pembelajaran sikap spiritual dan sikap sosial setelah
perbaikan kurikulum antara lain: 1) Pada mata pelajaran Pendidikan
Agama- Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn, pembelajaran sikap
spiritual dan social dilaksanakan melalui pembelajaran langsung dan
tidak langsung. 2) Pada mata pelajaran selain mata pelajaran
Pendidikan Agama- Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn,
pembelajaran sikap spiritual dan sosial dilaksanakan melalui
pembelajaran tidak langsung.
b. Koherensi KI-KD dan Penyelarasan Dokumen
Berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan adanya pemahaman yang
kurang tepat oleh masyarakat yang disebabkan oleh format penyajian
dan nomenklatur dalam kurikulum 2013, di antaranya Kompetensi
Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI) yang dianggap kurang logis
dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran. Selain juga, ditemukan
adanya inkonsistensi antara kompetensi dasar dengan silabus dan buku
teks.
c. Pemberian Ruang Kreatif pada Guru
Metode pembelajaran menjadi salah satu hal perhatian guru
dalam perbaikan kurikulum 2013. Sebagian guru menganggap metode
mengumpulkan informasi atau mencoba, mengasosiasi,
mengomunikasikan) bersifat prosedural dan mekanistik sehingga
membelenggu ruang kreatif. Selama ini mereka memandang metode
tersebut sebagai satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran di
semua mata pelalajaran.
Pemberian ruang kreatif membuat guru memiliki otonomi dalam
proses pembelajaran sehingga mendorong pembelajaran yang aktif.
Perbaikan itu juga menekankan bahwa pendekatan saintifik bukan
satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran. Proses berpikir 5M
harus dipandang sebagai kemampuan atau proses berpikir yang perlu
ditumbuhkan dan dibiasakan bagi siswa agar mereka terbiasa berpikir
ilmiah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies
Baswedan menyampaikan, salah satu perbaikan kurikulum saat ini
adalah mengubah peran guru sebagai fasilitator bagi siswanya.
Melalui peran guru sebagai fasilitator pembelajar, siswa akan belajar
d. Kemampuan Siswa Tidak Dibatasi Taksonomi Proses Berpikir
Revisi kurikulum 2013 menuntut kecakapan berpikir tingkat
tinggi yang ingin dibangun sejak dini pada siswa jenjang pendidikan
dasar. Sebelumnya pada kurikulum 2013 sebelum revisi, kecakapan
berpikir tingkat tinggi diberikan mulai pada jenjang pendidikan
menengah (SMA dan SMK).
2. Implementasi Kurikulum 2013
1) Pengertian Implementasi
Arifin (2015) menyatakan bahwa Implementasi berasal dari bahasa
Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi
merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang
menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Pengertian implementasi
juga dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu:
(a) Pendapat Cleaves yang dikutip oleh Wahab (2008;187), secara tegas
menyebutkan bahwa: Implementasi itu mencakup “Proses bergerak
menuju tujuan kebijakan dengan cara langkah administratif dan politik”.
Keberhasilan atau kegagalan implementasi sebagai demikian dapat
dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan atau
mengoperasionalkan program-program yang telah dirancang sebelumya.
(b) Menurut Meter dan Horn (dalam Wahab, 2008: 65) Implementasi adalah
individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan.
Secara umum, implementasi adalah suatu yang dijalankan
berdasarkan kebijakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2) Implementasi Standar Proses Pembelajaran
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 mengatur Tentang Standar
Proses pada Kurikulum 2013 edisi revisi. Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah selanjutnya disebut Standar Proses Pembelajaran merupakan
kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar
dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.
Dalam peraturan ini menjelaskan bahwa proses Pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan (1) perencanaan
pembelajaran yang terdiri dari penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) , penyiapan media dan sumber belajar, (2) pelaksanaan pembelajaran
yang terdiri dari memeriksa kesiapan, melakukan presensi, memotivasi
peserta didik, memberikan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran,
dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, sampai
mengamalkan, pengetahuan, keterampilan, menemukan manfaat proses
pembelajaran, memberi umpan balik, memberi tugas, menginformasikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya, (3) pengelolaan kelas dan
laboratorium, (4) pengawasan proses pembelajaran, (5) perangkat penilaian
pembelajaran pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses
pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian
kompetensi lulusan.
Sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ini
diberlakukan, standar proses pendidikan di Indonesia menganut sistematika
yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun Pada saat Peraturan Menteri
ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 65 Tahun
2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku hal ini dijelaskan dalam Pasal 2
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Seiring dengan diberlakukannya Permendikbud nomor 22 tahun 2016
maka diberlakukannya faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan
Kesibukan Guru di dalam kegiatan sekolah, (2) Frekuensi Mengakses
Internet, dan (3) Pangkat Golongan Guru.
3. Kesibukan Guru di Dalam Kegiatan Sekolah
a. Pengertian Kesibukan Guru di Dalam Kegiatan Sekolah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989: 942), kesibukan berasal
dari kata dasar sibuk yang berarti kegiatan sedangkan guru berarti orang yang
kerjanya mengajar. Menurut Hamalik (2002: 40), guru bertanggung jawab
melaksanakan kegiatan pendidikan di dalam sekolah dalam arti memberikan
bimbingan dan pengajaran kepada para siswa. Kesibukan guru di dalam
kegiatan sekolah di sini adalah kegiatan yang dilakukan seseorang yang
kerjanya memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa.
Dalam Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru (2008) Kewajiban guru
sesuai Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal
35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan
melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2)
Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan
bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses
pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata
pendidiknya. Di samping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah,
akan terlibat langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang
terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian
kegiatan tersebut antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum
dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian
Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus
tahunan tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat
guru bekerja (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).
b. Jam Kerja
Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam
melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara
dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima)
jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru
mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran.
Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau
19 minggu per semester.
Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran yang
disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada
kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi mengunakan
sistim blok atau perpaduan antara sistim mingguan dan blok. Pada kondisi ini,
maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau bahkan per
persiapan tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian Nasional (UN), dan
kegiatan lain akhir tahun/semester (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru,
2008).
c. Uraian Tugas Guru
(1) Merencanakan Pembelajaran
Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
pada awal tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja
sekolah. Kegiatan penyusunan RPP ini diperkirakan berlangsung selama
2 (dua) minggu atau 12 hari kerja. Kegiatan ini dapat diperhitungkan
sebagai kegiatan tatap muka.
(2) Melaksanakan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi
edukatif antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan
tatap muka yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau
pembelajaran dengan tahapan kegiatan berikut.
a. Kegiatan awal tatap muka
Kegiatan awal tatap muka antara lain mencakup kegiata
pengecekan dan atau penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul,
media, dan perangkat administrasi.
Kegiatan awal tatap muka dilakukan sebelum jadwal pelajaran
yang ditentukan, bisa sesaat sebelum jadwal waktu atau beberapa
Kegiatan awal tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam
pelajaran.
b. Kegiatan tatap muka
Dalam kegiatan tatap muka terjadi interaksi edukatif antara
peserta didik dengan guru dapat dilakukan secara face to face atau
menggunakan media lain seperti video, modul mandiri, kegiatan
observasi/ekplorasi.
Kegiatan tatap muka atau pelaksanaan pembelajaran yang
dimaksud dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas,
laboratorium, studio, bengkel atau di luar ruangan.
Waktu pelaksanaan atau beban kegiatan pelaksanaan
pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu yang
tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.
c. Membuat resume proses tatap muka
Resume merupakan catatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan tatap muka yang telah dilaksanakan. Catatan tersebut
dapat merupakan refleksi, rangkuman, dan rencana tindak lanjut.
Penyusunan resume dapat dilaksanakan di ruang guru atau
ruang lain yang disediakan di sekolah dan dilaksanakan setelah
kegiatan tatap muka. Kegiatan resume proses tatap muka
diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran (Pedoman Perhitungan
d. Menilai Hasil Pembelajaran
Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik
maupun dalam pengambilan keputusan lainnya. Pelaksanaan penilaian
dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes. Penilaian non tes dapat
dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya
dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk jasa.
1) Penilaian dengan tes.
Tes dilakukan secara tertulis atau lisan, dalam bentuk ujian akhir
semester, tengah semester atau ulangan harian, dilaksanakan sesuai
kalender akademik atau jadwal yang telah ditentukan. Tes tertulis dan
lisan dilakukan di dalam kelas. Penilaian hasil test, dilakukan di luar
jadwal pelaksanaan test, dilakukan di ruang guru atau ruang lain.
Penilaian test tidak dihitung sebagai kegiatan tatap muka karena
waktu pelaksanaan tes dan penilaiannya menggunakan waktu tatap muka.
2) Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.
Pengamatan dan pengukuran sikap dilaksanakan oleh semua guru
sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan, untuk melihat
Pengamatan dan pengukuran sikap dapat dilakukan di dalam
kelas menyatu dalam proses tatap muka pada jadwal yang ditentukan,
dan atau di luar kelas. Pengamatan dan pengukuran sikap, dilaksanakan
di luar jadwal pembelajaran atau tatap muka yang resmi, dikategorikan
sebagai kegiatan tatap muka.
3) Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya.
Hasil karya siswa dalam bentuk tugas, proyek dan atau
produk, portofolio, atau bentuk lain dilakukan di ruang guru atau ruang
lain dengan jadwal tersendiri. Penilaian ada kalanya harus menghadirkan
peserta didik agar tidak terjadi kesalahan pemahanan dari guru mengingat
cara penyampaian informasi dari siswa yang belum sempurna. Penilaian
hasil karya ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka, dengan
beban yang berbeda antara satu mata pelajaran dengan yang lain. Tidak
tertutup kemungkinan ada mata pelajaran yang nilai beban non tesnya
sama dengan nol (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).
e. Membimbing dan Melatih Peserta Didik
Membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga yaitu
membimbing atau melatih peserta didik dalam pembelajaran, intrakurikuler
dan ekstrakurikuler.Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran
Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran adalah bimbingan
dan latihan yang dilakukan menyatu dengan proses pembelajaran atau tatap
f. Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler
Bimbingan kegiatan intrakurikuler terdiri dari remedial dan pengayaan
pada mata pelajaran yang diampu guru. Kegiatan remedial merupakan
kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang belum menguasai
kompetensi yang harus dicapai. Kegiatan pengayaan merupakan kegiatan
bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang telah mencapai kompetensi.
Pelaksanaan bimbingan dan latihan intrakurikuler dilakukan dalam kelas pada
jadwal khusus, disesuaikan kebutuhan, tidak harus dilaksanakan dengan
jadwal tetap setiap minggu. Beban kerja intrakurikuler sudah masuk dalam
beban kerja tatap muka (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).
g. Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Ekstrakurikuler bersifat pilihan dan wajib diikuti peserta didik,dapat
disetarakan dengan mata pelajaran wajib lainnya,pelaksanaan ekstrakurikuler
dilakukan dalam kelas dan atau ruang/tempat lain sesuai jadwal mingguan
yang telah ditentukan dan biasanya dilakukan pada sore hari.
Jenis kegiatan ekstrakurikuler antara lain adalah.
(a) Pramuka
(b) Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa
(c) Olahraga
(d) Kesenian
(e) Karya Ilmiah Remaja
(g) Paskibra
(h) Pecinta Alam
(i) PMR
(j) Jurnalistik/Fotografi
(k) UKS
Kegiatan ekstrakurikuler dapat disebut sebagai kegiatan tatap muka
(Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).
h. Melaksanakan Tugas Tambahan
Jabatan atau tugas tambahan (Pedoman Penetapan Peserta dan
Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, 2008: 13) adalah jabatan atau
tugas tambahan yang disandang oleh guru saat yang bersangkutan diusulkan
mengikuti sertifikasi guru. Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua) kategori yaitu tugas struktural, dan tugas khusus. Tugas
tambahan struktural (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008)
(a) Tugas tambahan struktural sesuai dengan ketentuan tentang struktur organisasi sekolah,
(b) Jenis tugas tambahan sruktural dan wajib tatap muka guru seperti
Tabel 2.1
I Struktural 1. Kepala Sekolah 6 18
2. Wakil Kepala 6. Kepala Bengkel 12 12
7. Dll ** 12 12
2. ** tergantung jenis sekolah
i. Beban Tatap Muka
Jenis kegiatan guru yang dikategorikan tatap muka dan bukan tatap
muka dicantumkan dalam Tabel 2.2. Dalam tabel tersebut juga dicantumkan
ekuivalensi jam untuk kegiatan tatap muka selain kegiatan tatap muka di
Tabel 2.2
Jenis Kegiatan Guru dan Beban Tatap Muka
No Jenis Kegiatan Guru Kategori Ekuivalensijam/ minggu*Keterangan
TM BTM
a. Penilaian tes V 0
b. Penilaian sikap V 2 Semua guru
c. Penilaian karya V 2 Mata
Pelajaran
b. Wakil kepala sekolah 12
c. Kepala perpustakaan 12
h. Kepala unit produksi 12 Hanya di
SMK
i. Tugas lain 6 Seuai
Catatan:
TM = Tatap Muka
BTM = Bukan Tatap Muka
* = beban kerja tidak dikalikan jumlah rombongan belajar
j) Kondisi Penyebab Kekurangan Jam Mengajar.
Seorang guru tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sebanyak 24
(dua puluh empat) jam tatap muka per minggu disebabkan salah satu atau
beberapa kondisi sebagai berikut (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru,
2008).
1) Jumlah peserta didik dan rombongan belajar terlalu sedikit
Jumlah peserta didik terlalu sedikit atau jumlah rombongan belajar
juga sedikit, akan mengakibatkan jumlah jam tatap muka untuk mata
pelajaran tertentu belum mencapai angka 24 jam per minggu. Agar jumlah
beban mengajar mencapai 24 jam atau kelipatannya, dibutuhkan jumlah
rombongan belajar yang memadai.
2) Jam pelajaran dalam kurikulum sedikit
Jumlah jam pelajaran mata pelajaran tertentu dalam struktur
kurikulum ada yang hanya 2 jam per minggu antara lain Bahasa asing lain,
Sejarah, Agama, Penjas, Kesenian, Kewirausahaan, Muatan Lokal,
Keterampilan, dan Pengembangan Diri mengakibatkan guru yang
mengajar pelajaran tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban minimal 24
3) Jumlah guru di satu sekolah untuk mata pelajaran tertentu terlalu banyak
4) Kondisi ini biasanya terjadi kerena kesalahan dalam proses rekruitmen atau
karena perubahan beban mengajar guru dari 18 jam menjadi 24 jam
pelajaran per minggu. Jumlah guru yang melebihi dari kebutuhan yang
direncanakan, mengakibatkan ada guru yang tidak dapat mengajar 24 jam
per minggu.
5) Sekolah pada daerah terpencil atau sekolah khusus.
Sekolah yang berlokasi di daerah terpencil biasanya memiliki jumlah
peserta didik yang sedikit. Kondisi ini terjadi karena populasi penduduk
juga sedikit.
Sekolah khusus yang karena kekhususan programnya, jumlah peserta
didiknya sangat sedikit. Karena rombongan belajarnya sedikit,
mengakibatkan guru mengajar tidak sampai 24 jam per minggu. Salah satu
contoh adalah sekolah luar biasa, dimana jumlah muridnya memang
sedikit. Contoh lain pada Program Keahlian Pedalangan di SMK. Animo
terhadap program keahlian ini sangat sedikit, tapi memiliki nilai strategis
melestarikan budaya seni tradisi. Animo pada program keahlian yang
terkait dengan sektor pertanian pada daerah tertentu juga rendah.
Kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah dapat mempengaruhi
kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22
siswa, membimbing siswa, menjadi kepala sekolah ataupun wakil kepala
sekolah secara tidak langsung guru tersebut sudah mempersiapkan
pengetahuan mereka. Berdasarkan uraian di atas, kesibukan guru di dalam
kegiatan sekolah dapat mempengaruhi implementasi kurikulum. Semakin
banyak kesibukan guru di dalam kegaitan sekolah, semakin baik
kemampuan guru untuk mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016. Sebaliknya, semakin sedikit kesibukan guru di dalam
kegiatan sekolah, semakin tidak baikkemampuan guru untuk
mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.
4. Frekuensi Mengakses Internet
Menurut kamus besar bahasa indonesia (1989: 283) Frekuensi diartikan
sebagai kekerapan. Selain itu frekuensi juga berarti jumlah munculnya suatu kata
atau bahasa dalam suatu teks. Masih banyak arti frekuensi yang diungkapkan oleh
KBBI, namun secara umumnya frekuensi dipahami sebagai kekerapan munculnya
suatu hal dalam batasan tertentu. Kata akses memiliki dua arti (Belani, 2011).
1. Pencapaian berkas pada disket untuk penulisan untuk atau pembacaan data.
2. Jalan masuk terusan
Mengakses adalah jalan untuk mencapai atau memasuki suatu berkas.
Informasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penerangan, keterangan,
pemberitahuan, kabar dan berita tentang sesuatu. Akses adalah kemampuan untuk
mendapatkan manfaat dari sesuatu atau hak untuk memperoleh suatu kekuasaan.
Inggris yaitu access yang berarti jalan masuk (Kartodihrjo, 2006: 30). Akses
menurut KBBI (1990: 16) berarti jalan atau izin masuk dari suatu tempat/wilayah
baik yang dapat dilihat dengan mata ataupun tidak dimana kita dapat berhubungan
dengan sumber daya yang ada di wilayah tersebut sesuai dengan izin yang
dimiliki. Guru untuk mendapatkan informasi mengenai pendidikan harus sering
mengakses internet.
Internet berasal dari kata interconection networking yang mempunyai arti
hubungan computer dengan berbagai tipe yang membentuk sistem jaringan yang
mencakup seluruh dunia (jaringan computer global) dengan melalui jalur
telekomunikasi seperti telepon, radio link, satelit dan lainnya. Mengakses
informasi melalui internet berarti jalan atau cara untuk mencapai suatu berita atau
informasi melalui suatu sistem jaringan komputer (internet).
http://belanimargi.blogspot.co.id/2011/02/mengakses-internet-dalam-bahasa.html
Frekuensi mengakses internet bagi guru bermanfaat dalam memperoleh
informasi tentang perubahan kurikulum dan cara mengimplementasikan
permendikbud tersebut. Jadi, frekuensi mengakses internet yaitu seringnya guru
dalam mendapatkan manfaat dan informasi dari penggunaan Jaringan internet.
Semakin sering guru mengakses internet, maka semakin banyak informasi tentang
implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 . Semakin jarang guru dalam
mengakses internet, maka semakin sedikit informasi tentang implementasi
5. Pangkat Golongan Guru
a. Pengertian Pangkat Golongan Guru
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (1989: 706), pangkat adalah
tingkatan dalam kepegawaian ( ketentaraan dan sebagainya), kedudukan atau
derajat kebangsawan dalam masyarakat. Golongan adalah kelompok (KBBI,
1989: 326), sedangkan guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Pangkat
golongan guru yang dimaksud adalah orang yang kerjanya mengajar berada
pada kelompok tingkat kepegawain tertentu. Pengertian pangkat dalam
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002,
adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri
Sipil (PNS) berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian
dan digunakan sebagai dasar penggajian.
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/ 2010 dan Nomor 14
Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya yang dimaksud jabatan fungsional guru adalah jabatan
fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan
wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang