Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS
(Studi Korelasi terhadap Pasien Kanker Serviks di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Jurusan Psikologi
Oleh :
Novita Rosviantika
0806944
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
HUBUNGAN ANTARA
HEALTH LOCUS OF CONTROL
PADA PENDERITA KANKER SERVIKS
Oleh Novita Rosviantika
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
© Novita Rosviantika 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
i
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Novita Rosviantika (0806944). Hubungan antara Health Locus Of Control dengan Tingkat Depresi pada Penderita Kanker Serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi UPI (2013).
Kanker serviks merupakan penyakit yang berat dan dapat menimbulkan gangguan psikologis. Adanya dampak dari penyakit dan prosedur pengobatan yang harus dijalaninya merupakan suatu situasi yang menekan. Kondisi ini mengakibatkan dampak yang berbeda pada setiap pasien, dari yang mengalami gangguan mood ringan sampai dengan yang menampilkan gejala-gejala depresi. Setiap pasien mempunyai keyakinan kendali atau health locus of control yang berbeda, keyakinan ini akan menentukan sejauh mana pasien mengalami tingkat depresi yang diakibatkan penyakit yang dialaminya. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran dan kejelasan secara empirik mengenai hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien kanker serviks yang menjalani pengobatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional yaitu variabel health locus of control dan variabel tingkat depresi. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan karakteristik sebagai berikut : penderita kanker serviks pada stadium II dan III yang berkisar berumur 40-60 tahun. Dalam penelitian ini sampel berjumlah sebanyak 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan The Multidimensional Health Locus of
Control Scales Form C dari Wallston dkk dan The Beck Depression Inventory
dari Aaron T. Beck. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data nominal, pengolahan data menggunakan metode statistik non parametrik, yaitu uji Chi-Kuadrat. Berdasarkan perhitungan uji korelasi Chi-Kuadrat dengan taraf
signifikansi (α) = 0,05, menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien kanker serviks yang menjalani pengobatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya agar mengambil jumlah sampel yang lebih banyak dan memperhatikan kesiapan responden saat pengambilan data.
ABSTRACT
Novita Rosviantika (0806944). Correlation between The Health Locus Of Control with The Depression Level Of Cervical Cancer Disease Patient at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi UPI (2013).
Cervical cancer disease is one of terminal illness that could make psychological disturbance. The impact of the illness and the treatment procedure are stressful conditions for the patient. This condition had various impacts for each patient, from the patient who felt a mild mood disturbance to the patient who showed depression symptoms. Each patient has a different health locus of control, this believe will determine how far the patient will feel depressed as an impact from his/her cervical cancer disease condition. The aims oh this research is to have a clear description empirically about the correlation between the health locus of control and the depression level of cervical cancer patient at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. The research method used on this research is a correlation that is variable health locus of control with variable level depression. The sampling technique used is a purposive sampling with this characteristic as follow: the patient that has suffered from cervical cancer diseases on stadium II and III with the age of the patient about 40-60 years old. In this research there were 30 patients that fit with the sample characteristic. Data collecting process used the Multidimensional Health Locus of Control Scales Form C from Wallston & Wallston and De Vellis, and The Beck Depression Inventory from Aaron T. Beck. The data from this research is a nominal data, so the data processed using a statistic non parametric method, that is Chi-Square. The result of the Chi-Square with (α) = 0.05 level of significance showed a non significant correlation between the health locus of control and the depression level of cervical cancer disease patient at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Recommendations for further research in order to take a lot more number of samples and pay attention to the readiness of the respondents when data is retrieving.
iii
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 13
A. Definisi Kanker Serviks ... 13
B. Health Locus of Control ... 25
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 54
B. Desain Penelitian ... 55
C. Metode Penelitian ... 56
D. Definisi Operasional ... 57
E. Instrumen Penelitian ... 58
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 62
G. Teknik Pengumpulan Data ... 64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang
sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi
yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi
pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan
pada permasalahan kesehatan salah satunya yaitu berupa penyakit yang diderita.
Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong
penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak
terlalu menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi, ada juga penyakit
yang tergolong penyakit berat atau berbahaya dan dapat mengganggu kondisi
emosional.
Penyakit kronis merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan menjadi
penyebab utama kematian. Tingkat kondisi kronis dari yang tingkat ringan seperti
kehilangan separuh pendengaran hingga kerusakan atau penyakit yang parah dan
mengancam kehidupan seperti penyakit kanker, jantung koroner, dan diabetes
(Taylor, 1999 : 328). Salah satu masalah kesehatan saat ini yang banyak menjadi
pembicaraan adalah penyakit kanker dan aspek-aspek psikologis yang
menyertainya (Idrayani, 2010).
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang telah menjadi
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(WHO) tahun 2010 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian nomor 2
setelah penyakit kardiovaskuler. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, kanker menempati urutan ke 6 penyebab kematian terbesar di
Indonesia. Kanker dapat menyerang semua kelompok umur, masyarakat miskin
dan kaya dan semua strata pendidikan, dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi
(Depkes RI, 2010).
Jenis kanker di Indonesia, didominasi oleh kanker payudara (30%) dan
kanker kanker serviks (24%). Data yang diperoleh dari Yayasan Kanker Indonesia
pada tahun 2007 menyebutkan setiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan
didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari 250.000 meninggal dunia.
Data lain dari Globocan (2008) menunjukkan bahwa kanker serviks menempati
urutan kedua setelah kanker payudara, dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000
perempuan dan jumlah kematian sebesar 7,8 % per tahun dari seluruh kanker pada
perempuan di dunia. Total 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker serviks
setiap tahun (Sukaca, 2009). Sementara data Departemen Kesehatan menyebutkan
bahwa setiap tahunnya terjadi 200.000 kasus kanker rahim di Indonesia (Anonim,
2010).
Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah
pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang
terletak di antara rahim (uterus) dengan liang senggama (Aziz, dkk., 2006).
Kanker serviks terjadi ketika sel pada serviks mulai tumbuh tidak terkontrol dan
kemudian menyerang jaringan terdekat atau menyerang ke seluruh tubuh. Secara
3
adenokarsinoma. Karsinoma skuamosa terdiri dari 80-85% kanker dan terjadi
lebih sering pada lanjut usia. Sisa dari kasus yang ada adalah adenokarsinoma
yang terjadi lebih sering pada wanita usia muda dan cenderung akan menjadi
kanker yang agresif (berkembang dengan sangat cepat) (Diananda, 2007).
Yayasan Kanker Indonesia pada tahun 2008 memaparkan bahwa angka
kematian kanker serviks terbanyak di antara jenis kanker lain di kalangan
perempuan. Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker
serviks, sementara 36% perempuan dari seluruh penderita kanker adalah pasien
kanker serviks. Pada tahun 2008 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke
Rumah Sakit di Indonesia mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks
yang rawat jalan adalah 16,47% dan rawat inap adalah 10,9% (Depkes RI, 2010).
Budaya dan adat ketimuran di Indonesia telah membentuk sikap dan
persepsi yang jadi penghalang bagi perempuan untuk membuka diri kepada
profesional medis dan berdaya diri melindungi kesehatan reproduksinya.
Akibatnya, lebih dari 70% penderita kanker serviks datang untuk berobat ketika
keadaan kesehatannya telah kritis, dan penyakit ditemukan dalam stadium lanjut
hingga sulit diobati (Anonim, 2009).
Bagi banyak orang, penyakit kanker merupakan penyakit yang paling
menakutkan. Orang cenderung mengasosiasikan diagnosis kanker dengan
penyakit kematian (Sherida dan Radmacher, 1992 : 274). Adapun tingkat
keparahan kanker beserta kemungkinan sembuhnya yaitu pada stadium I
kemungkinan sembuhnya sebesar 90%, pada stadium II 70%, pada stadium III
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
hidup (Harnowo, 2012). Kenyataan ini menempatkan seorang penderita kanker
dalam keadaan kritis atau menjelang kematian.
Ketakutan paling umum yang dialami oleh pasien dengan kanker
diantaranya pengrusakan, ketergantungan, nyeri, penurunan berat badan,
penipisan finansial, kesepian dan kematian. Untuk menanggulangi ketakutan ini,
penderita kanker akan mengalami pola perilaku yang berbeda yaitu shock, marah,
denial, bargaining, depresi, keadaan tidak berdaya, keputusasaan, rasionalisasi,
penerimaan dan intelektualisasi. Pola perilaku ini dapat terjadi selama proses
kanker. Beberapa pola kelihatan terjadi lebih sering atau dengan intensitas yang
lebih besar pada tahapan spesifik proses penyakit. Faktor yang menentukan
bagaimana klien akan menanggulangi diagnosa kanker adalah kemampuan untuk
menanggulangi kejadian stressful pada masa lalu, adanya orang terdekat,
kemampuan mengekspresikan perasaan dan pemikiran, umur pada saat
terdiagnosis, tingkat atau luasnya penyakit, gangguan body image, gejala yang
ditunjukkan, pengalaman masa lalu dengan kanker dan sikap yang dihubungkan
dengan kanker (Yani, 2007).
Kondisi dan penanganan pada penderita kanker akan dapat menimbulkan
stres, sehingga tidak saja mempengaruhi kondisi fisik tetapi juga mempengaruhi
kondisi psikologis penderita. Dampak fisik yang dialami antara lain nafsu makan
berkurang, penurunan berat badan, kerontokan rambut, terjadinya nyeri di area
panggul, perut bawah terasa sesak. Sedangkan, dampak psikologi yang muncul
jika mengetahui dirinya menderita kanker maka akan menampilkan reaksi takut
5
kemandirian, diputuskan dari hubungan fungsi peran (Tim Kanker Serviks, 2010).
Selain itu, menurut Charmaz umumnya penderita kanker memiliki penerimaan
diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi,
tertekan dan takut kehilangan seseorang (Lubis, 2009). Jika perasaan-perasaan
tersebut dirasakan penderita dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan
depresi.
Adanya dampak dari penyakit kanker menyebabkan para pasien akan
berusaha untuk melakukan penilaian terhadap situasi menekan tersebut dan akan
berupaya untuk menanggulanginya. Adanya diagnosa yang negatif, kondisi yang
memburuk dan mengetahui ketidakefektifan treatment yang dijalaninya
merupakan suatu stresor. Hal ini akan menimbulkan health locus of control pada
pasien. Health locus of control merupakan derajat keyakinan seseorang apakah
kesehatannya ditentukan oleh faktor internal atau oleh faktor eksternal, dalam arti
pasien merasa bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab terhadap kesehatannya
atau dia merasa bahwa lingkungannya yang memberi andil terbesar akan
kesehatannya (Wallston dan Wallston, 1981 : 8 ).
Keyakinan kendali diri terhadap kesehatan ini berbeda-beda pada setiap
orang, sebab ditentukan oleh penilaian dan pengalaman-pengalaman selama
rentang kehidupannya, sehingga menimbulkan perilaku yang berbeda-beda pula.
Pada sebagian orang menampilkan perilaku yang lebih positif, dimana mereka
termotivasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melakukan
kemoterapi secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
aktivitas seperti orang lain walaupun tidak seperti sebelumnya. Mereka merasa
bahwa kondisi kesehatannya ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi pada sebagian
orang lainnya menampilkan perilaku yang lain, dimana mereka merasa pesimis
akan kondisi kesehatannya, sehingga dalam menjalani prosedur pengobatan harus
didorong oleh orang lain karena mereka beranggapan bahwa kondisi kesehatannya
sekarang tergantung pada dokter, perawat dan keluarganya ataupun dia
beranggapan bahwa dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena semua itu
telah ditentukan oleh Tuhan (Wallston dan Wallston, 1982).
Berbagai studi menunjukan bahwa locus of control bertindak sebagai suatu
perantara yang mempengaruhi relasi antara stressor kehidupan dengan gangguan
mental dan kesejahteraan fisik. Dari studi-studi yang menggunakan Rotter I-E
scale, umumnya ditemukan relasi positif yang lebih besar antara life even dengan
simptomatologi pada individu dengan locus of control eksternal dibanding locus
of control internal (Parkes, 1984 : 665).
Salah satu tindakan untuk pengobatan kanker serviks yang pada akhir-akhir
ini cukup sering dilakukan adalah radioterapi (penyinaran). Efek samping yang
dirasakan setelah menjalani radioterapi ditambah lagi dengan pengobatan yang
memakan waktu selama 25 hari, akan membuat penderita mengalami stres (Tim
Kanker Serviks 2010). Apabila stres ini dibiarkan maka kemungkinan penderita
akan mengalami depresi.
Pasien kanker dengan internal health locus of control yang tinggi (tipe I)
mungkin mencurahkan energi dan penghasilannya secara sia-sia dalam usaha
7
mungkin efektif, seperti kemoterapi atau radiasi. Kekurangan lain dari individu
dengan tipe I yang kuat adalah dukungan terhadap keyakinan internal
kemungkinan untuk menjauhkan dari penolong yang potensial. Keyakinan internal
kemungkinan maladaptive untuk beberapa penderita kanker jika tidak ada yang
dapat mereka lakukan pada kondisi tersebut (Wallston dan Wallston, 1982 : 88).
Diagnosis kanker serviks pada wanita akan menimbulkan stress emosional
yang luar biasa. Emosi-emosi yang ditimbulkan termasuk depresi karena
ketidakpuasan hidup dan keraguan mengenai masa depan, kecemasan,
kebingungan, kemarahan karena kehilangan fungsi reproduksi dan peluang untuk
mempunyai keturunan, dan perasaan bersalah karena aktivitas seksual terdahulu
yang dapat menyebabkan kanker (Berek, 2005).
Menurut Beck (1967) depresi merupakan seperangkat pikiran negatif yang
terdiri dari sikap negatif dan keyakinan negatif terhadap diri sendiri, dunia, dan
orang masa depan. Depresi ditandai dengan kemurungan, kelesuan, kesedihan,
perasaan putus asa, perasaan tidak berguna dan ketiadaan gairah hidup. Depresi
merupakan gangguan kejiwaan yang sering terjadi. Setiap tahunnya WHO (World
Health Organization) mencatat 100 juta kasus depresi. WHO menempatkannya
sebagai salah satu masalah kesehatan yang amat penting di dunia. Prevalensi
seumur hidup depresi pada masyarakat mencapai 15% pada pria dan 24% pada
wanita. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang banyak terjadi
pada pasien kanker serviks (Massie dan Mary, 2004).
Kira-kira setengah dari seluruh klien kanker mengalami masalah kejiwaan.
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berisiko mengalami gangguan psikologik adalah yang pernah mengalami
gangguan ini sebelumnya, klien kanker serviks tahap lanjut dan mereka yang rasa
sakitnya tidak teratasi (Tim Kanker Serviks, 2010).
Secara epidemiologik pada penderita kanker serviks di Indonesia baik yang
berobat jalan maupun yang dirawat inap dilaporkan 51% menunjukkan kejadian
(incidence) gangguan kejiwaan (psikiatrik). Dari penderita kanker yang
mengalami gangguan psikiatrik tersebut di atas ternyata 68% mengalami
gangguan penyesuaian (adjustment disorder), 22% mengalami depresi berat
(major depression), 11% mengalami kecemasan dan kehilangan kesadaran
(delirium). Dalam gangguan penyesuaian itu sendiri terdapat gejala-gejala
kecemasan dan depresi yang disebabkan karena yang bersangkutan tidak mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan penyakitnya (Hawari, 2001).
Berdasarkan penelitian di RSUP.H.Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi
Medan tahun 2008 pada pasien kanker serviks didapatkan 28,0% mengalami
depresi ringan, 37,7% depresi sedang dan 34,7% depresi berat. Adapun
karakteristik pasien dengan depresi sedang dan berat terbanyak pada: kelompok
usia 40 tahun, pendidikan SD, kawin, suku batak, pendapatan 500 ribu-1 juta,
stadium II, belum diterapi, lamanya waktu diagnosa ditegakan < 1 tahun, serta
dukungan berobat oleh anak dan suami (Aldiansyah, 2008).
Selain itu penelitian di RSUP.H. Adam Malik pada tahun 2009 diperoleh
hasil bahwa dari 38 orang pasien kanker serviks yang menjalani perawatan inap
dan rawat jalan pasien yang tidak mengalami depresi sebanyak 20 orang
9
orang (13.2%). Karakteristik pasien terbanyak pada tingkat depresi ringan adalah
sebagai berikut : umur 40-49 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan SD,
status kawin, lama terdiagnosa < 1 tahun dan berada pada stadium IIB (Tama,
2009).
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
“Hubungan antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi pada
Penderita Kanker Serviks”.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Setelah terdiagnosis kanker serviks, seseorang akan melakukan penilaian
terhadap sumber stres tersebut. Seseorang akan melihat apakah keadaan tersebut
dapat ia tanggulangi atau tidak, sehingga akan memunculkan keyakinan kendali
diri pada diri seseorang terhadap kesehatannya yang disebut health locus of
control (Wallston dan Wallston, 1982).
Ada 8 (delapan) pola harapan health locus of control, berdasarkan relatif
tinggi rendahnya skor individu pada masing-masing dimensi internal health locus
of control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of
control (Wallston dan Wallston, 1982). Tiga pola pertama adalah tipe “murni”,
masing-masing berisi persetujuan. Tiga tipe berikutnya berisi skor yang tinggi
pada dua dimensi dan skor yang rendah pada satu dimensi. Tipe IV disebut
“eksternal ganda” (double health eksternal) karena individu mendukung dua
dimensi eksternal, tapi tidak setuju dengan pernyataan-pernyataan internal. Tipe V
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
health locus of control dan skor rendah pada chance health locus of control. Tipe
VI (internal health locus of control dan chance health locus of control tinggi,
powerfull others health locus of control rendah) kemungkinan tidak dijumpai atau
sangat jarang dijumpai. Tipe VII dan VIII seluruh dimensi bersama-sama tinggi
atau rendah) dapat muncul dua kemungkinan, yaitu secara valid merefleksikan
keyakinan health locus of control atau terjadi karena respon bias.
Situasi dan persepsi tentang penyakit kanker serviks dan prosedur
pengobatannya berpotensi dan dapat menimbulkan berbagai tekanan atau stres.
Tekanan ini dapat berupa tekanan fisik akibat kerusakan organis pada reproduksi
ataupun tekanan psikologis yang berupa sikap terhadap penyakit dan keyakinan
akan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya, serta tekanan sosial dengan
adanya anggapan dari keluarga dan masyarakat sebagai orang cacat. Tekanan
tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala depresi pada para penderita. Depresi
adalah keadaan mood yang ditandai dengan adanya perasaan yang tidak adekuat,
perasaan sedih, penurunan dalam aktivitas dan reaktifitas, pesimis, kesedihan dan
simptom-simptom lainnya (Hawari, 2001).
Adapun rumusan masalah yang dituangkan ke dalam pertanyaan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran health locus of control pada penderita kanker
serviks?
2. Bagaimanakah gambaran tingkat depresi pada penderita kanker serviks?
3. Bagaimanakah hubungan antara health locus of control dengan tingkat
11
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran health locus of control pada penderita kanker
serviks.
2. Untuk mengetahui gambaran tingkat depresi pada penderita kanker serviks.
3. Untuk mengetahui bagaimanakah hubungan antara health locus of control
dengan tingkat depresi pada penderita kanker serviks.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk hal berikut:
a. Menjadi masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi
terutama psikologi kesehatan.
b. Merangsang peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai
permasalahan psikologis yang berkaitan dengan kesehatan secara
umum, atau permasalahan psikologis pada penderita kanker serviks
secara khusus.
2. Manfaat praktis
Dalam tataran praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
yaitu:
a. Memberikan pemahaman bagi para penderita kanker serviks, mengenai
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Membantu dalam rangka mempertimbangkan langkah praktis dalam
menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan health locus of
control tingkat depresi pada penderita kanker serviks.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Adapun rincian mengenai urutan penulisan dari setiap bab dalam skripsi ini
dijabarkan sebagai berikut.
BAB I : Mencakup latar belakang penelitian, identifikasi dan
pemaparan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
struktur organisasi skripsi.
BAB II : Mencakup teori-teori (kanker serviks, health locus of control,
dan tingkat depresi), kerangka pemikiran, asumsi penelitian
dan hipotesis penelitian.
BAB III : Mencakup lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian,
metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian,
proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data
serta analisis data.
BAB IV : Mencakup pemaparan data dan pembahasan data.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Sampel Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini yaitu Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Hal ini didasari oleh beberapa pertimbangan peneliti,
terutama yang terkait dengan kemudahan akses untuk menjangkau subjek
penelitian, waktu dan biaya.
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita kanker serviks yang
menjalani perawatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Populasi adalah
keseluruhann subjek penelitian (Arikunto, 2006). Lebih lanjut Sugiyono (2011)
menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertetu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan metode
purposive sampling. Dalam purposive sampling peneliti secara intensional
(sengaja) hanya mengambil beberapa daerah atau sekelompok saja (Hadi, 1997:
82). Mengenai jumlah sampel penelitian, Hadi (1977 : 86) mengungkapkan lebih
jauh tentang tidak adanya ketetapan mutlak tentang berapa persen suatu sampel
harus diambil dari populasi. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas
maka sampel pada penelitian ini adalah 30 pasien kanker serviks RSUP Dr. Hasan
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Seleksi terhadap sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan
karakteristik tertentu. Karakteristik sampelnya adalah sebagai berikut :
1. Subjek adalah pasien yang sedang menjalani perawatan kanker seviks di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada stadium II dan III karena
mayoritas pasien kanker serviks mengalami depresi berada pada staduim
tersebut. Penelitian sebelumnya pada pasien kanker serviks dengan
menggunakan skala BDI II menunjukan bahwa pasien yang mengalami
depresi ringan paling banyak dijumpai pada kelompok stadium IIB 33,3%,
depresi sedang pada kelompok stadium IIIB 39,3%, dan depresi berat
paling banyak dijumpai pada kelompok stadium IIIB yaitu 61,5%,
(Aldiansyah, 2008).
2. Usia 40-60 tahun
Sampel dibatasi pada usia 40-60 tahun karena mayoritas penderita kanker
serviks yang dapat ditemui di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung berada
pada rentang usia tersebut.
3. Tidak ada riwayat gangguan psikopatologis sebelumnya.
4. Tidak menerima obat-obatan anti depresan.
5. Bersedia menjadi subjek penelitian.
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu health locus of control
sebagai variabel independen dan tingkat depresi sebagai variabel dependen. Di
56
untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah uji statistik Koefisien Kotingensi.
Data yang dikumpulkan diperoleh dari kuesioner Multidimensional Health Locus
of Control Scales (MHLC) dan Beck Depression lnventory II (BDI).
Gambar 3.1 Desain Penelitian
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang
menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan
metode statistika serta dilakukan dengan penelitian inferensial atau dalam angka
pengujian hipotesis sehingga diperoleh signifikasi hubungan antara variabel yang
di teliti (Azwar, 2007 : 5).
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian
dilaksanakan dengan mengumpulkan data berupa dua variabel atau lebih dari
subjek penelitian, untuk kemudian diuji apakah variabel-variabel tersebut
memiliki hubungan. Penelitian korelasional mendeteksi sejauhmana
variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi-variasi-variasi pada satu atau lebih
faktor yang lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2002). Metode
korelasional dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel health locus of control dan variabel tingkat depresi pada penderita kanker
serviks.
Health locus of control
(Variabel Independen)
Tingkat depresi
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
D. Definisi Operasional
Berikut ini adalah definisi operasional dari variabel-variabel dalam
penelitian ini :
1. Health locus of control dalam penelitian ini adalah derajat keyakinan
pasien kanker serviks yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung mengenai sumber pengendali perilaku dalam
menghadapi kesehatannya yang meliputi :
a. lnternal health locus of control, yaitu keyakinan seseorang bahwa
pengendali perilakunya berasal dari dirinya sendiri, yang berarti
menunjukkan kecenderungan bahwa pasien yakin kalau yang
bertanggung lawab terhadap kesehatannya adalah dirinya sendiri.
b. Powerfull others health locus of control, yaitu keyakinan seseorang
bahwa pengendali perilakunya berasal dari luar dirinya, yang berarti
menunjukkan kecenderungan bahwa pasien yakin kalau yang
bertanggung lawab terhadap kesehatannya adalah orang lain yang
berpengaruh seperti dokter, perawat, keluarga dan teman.
c. Chance health locus of control, yaitu keyakinan seseorang bahwa
pengendali perilakunya berasal dari nasib dan keberuntungan, yang
berarti pasien bersikap menerima terhadap apapun yang terjadi dengan
kesehatannya.
Tinggi rendahnya kecenderungan health locus of control dilihat dari skor
pada masing-masing dimensi yang diukur dengan Multidimensional
58
2. Tingkat depresi dalam penelitian ini adalah derajat keparahan depresi yang
dialami oleh para pasien berdasarkan pada gejala depresi yang
dirasakannya. Gejala depresi ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
kesedihan, perasaan putus asa, perasaan tidak berguna dan ketiadaan
gairah hidup. Tinggi rendahnya tingkat depresi diukur dengan
menggunakan Beck Depression Inventory II.
E. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Health Locus Of control
Alat ukur Health Locus Of control diadaptasi oleh peneliti dengan
mengacu pada alat ukur Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form
C yang disusun oleh Wallston dan Smith (1994) yang merupakan skala
Multidimensional Health Locus Of Control bagi orang-orang dengan kondisi
kesehatan yang spesifik, dalam hal ini adalah kanker serviks. Alat ukur ini
bertujuan untuk mengukur kecenderungan seseorang terhadap sumber kontrol
tingkah laku terhadap kesehatannya. Reliabilitas alat ukur ini berkisar pada
0.70-0.80 (Reliabel).
Dalam cara pengisian jawaban, responden diminta untuk menentukan
apakah pernyataan tersebut sesuai atau tidak dengan dirinya. Setiap item
mempunyai alternatif jawaban yang menunjukkan derajat kesesuaian atau
ketidaksesuaian dengan dirinya. Enam alternatif jawaban ini mulai dan sangat
tidak setuju, agak setuju, agak tidak setuju, sedikit setuju, setuju dan sangat setuju,
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.1 Format Jawaban
Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form C
Format Alternatif Jawaban Skor Item
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Tidak Setuju (TS) 2
Agak Tidak Setuju (ATS) 3
Agak Setuju (AS) 4
Setuju (S) 5
Sangat Setuju (AS) 6
Multidimensional health locus of control scales memiliki tiga dimensi
yaitu intenal health locus of control, powerfull others health locus of control, dan
chance health locus of control. Skor yang diperoleh dari ketiga dimensi yang
berbeda secara teoritis dan empiris tersebut, tidak dapat digabungkan menjadi skor
tunggal melainkan harus dievaluasi secana terpisah sehingga menghasilkan data
nominal.
Tabel 3.2 Penyekoran
Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form C
Sub Skala Range
Setelah didapatkan skor pada masing-masing dimensi internal health locus
60
control kemudian dilakukan perhitungan median pada masing dimensi untuk
menentukan salah satu dari delapan tipologi.
2. Instrumen Tingkat Depresi
Alat ukur untuk mengukur tingkat depresi menggunakan alat ukur adaptasi
dari Aaron T Beck yaitu yang digunakan adalah The Beck Depression lnventory
II. Beck Depression lnventory II merupakan suatu alat pengukur kemurungan yang
dapat dipercaya. Alat ini mendeteksi ada atau tidaknya depresi dan secara tepat
menunjukkan tingkat keparahannya.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Beck dan kawan-kawan,
pengembangan inventori ini akan memberikan keuntungan untuk tujuan-tujuan
penelitian. Keuntungan tersebut adalah :
a. Bahwa ia dapat merangkum masalah variabilitas dari diagnosis klinis
dan memberikan suatu standarisasi; dengan inventori ini setiap pasien
akan ditanya dengan pertanyaan yang sama dan cara yang sama pula.
b. lnventori ini akan dapat digunakan dengan mudah
c. Karena inventori ini menghasilkan skor numerik, maka memungkinkan
untuk diperbandingkan dengan data kuantitatif yang lain dan dapat
pula diterapkan beberapa variasi perhitungan statistik.
Karena adanya skor yang bergradasi, inventori ini mungkin merupakan
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
lnventori ini juga mengupayakan pembedaan semaksimal mungkin antara
individu yang menderita depresi dan individu yang tidak mengalami depresi.
Bentuk alat ini :
a. Sejalan dengan meningkatnya keparahan depresi, semakin meningkat
jumlah gejalanya, juga adanya suatu perkembangan peningkatan
frekuensi gejala depresi. mulai dari tidak depresi menuju depresi
ringan, depresi sedang, depresi berat.
b. Pasien yang makin depresi, maka makin intens pula gejala depresi
yang dialaminya.
Pada inventori ini, setiap kategori gejala terdiri dari suatu seri pernyataan
yang mencerminkan derajat keparahan depresi. Pada setiap kategori gejala
terdapat gradasi nilai dari 0 sampai 3.
Tabel 3.3 Format Jawaban
Beck Depression Inventory II
Format Alternatif Jawaban Skor Item
0 0
1 1
2 2
3 3
Sistem penilaiannya dilakukan dengan menjumlahkan nilai gejala yang
dipilih subjek pada setiap item. Dari skor total yang didapat subjek, kemudian
dilakukan perhitungan median sehingga diperoleh 2 tingkat depresi yaitu, tinggi
62
kategori tingkat depresi tinggi dan apabila skor BDI berada dibawah atau sama
dengan median maka termasuk dalam kategori tingkat depresi rendah.
B. Proses Pengembangan Instrumen
1. Uji Validitas
Pengujian validitas dalam penelitian ini dengan menggunakan validitas isi.
Pengujian validitas isi dilakukan dengan cara meminta pendapat dari para ahli
sebanyak 3 orang (judgement experts) yaitu setelah intrumen Health Locus Of
Control dan Beck Depression Inventory II disusun kemudian dikonsultasikan
dengan para ahli. Para ahli yang dimintai pendapatnya adalah sebanyak tiga orang.
Hasil dari judgement adalah perbaikan penulisan pernyataan.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran
dapat dipercaya. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila dilakukan
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang
sama akan diperoleh hasil yang sama (Azwar, 2007). Uji reliabilitas instrumen
dalam penelitian ini menggunakan rumusan koefisien Alpha Cronbach, yang
dihitung menggunakan bantuan software SPSS versi 19.0. Nilai koefisien α
berkisar 0 sampai 1. Semakin tinggi nilai koefisien kehandalannya, semakin baik
alat ukurnya. Prinsip umum yang digunakan dalam menafsirkan tinggi rendahnya
koefisien reliabilitas alat ukur dan ada tidaknya korelasi antara dua variabel
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas
Nilai Reliabilitas Tingkat Reliabilitas
0,90 -1,00 Sangat Reliabel
0,71-0,89 Reliabel
0,41-0,70 Cukup Reliabel
0,21-0,40 Kurang Reliabel
0,00-0,20 Tidak Reliabel
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat reliabilitas Instrumen Health
Locus Of Control sebesar 0,826 (reliabel) sedangkan tingkat reliabilitas instrumen
Beck Depression Inventory II sebesar 0,815 (reliabel).
Selain itu tiap item akan dilihat nilai corrected item-total correlation-nya
untuk menentukan item-item mana saja yang patut dipertahankan untuk kemudian
diikutsertakan dalam pengolahan data berikutnya. Ahli psikometri menyatakan
bahwa batas minimal corrected item-total correlation untuk menentukan item
tersebut dipertahankan atau dibuang adalah sebesar 0.30. Namun sebagian ahli
lainnya mengatakan bahwa corrected item-total correlation 0.25 adalah cukup.
Untuk itu jika sebuah item tidak mencapai 0.30 namun jika item itu dihapus akan
ada indikator yang terbuang maka kriterianya bisa diturunkan menjadi 0.25.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa pada instrumen Health
Locus Of Control terdapat 12 item yang layak dari 18 jumlah item sedangkan
pada intrumen Beck Depression Inventory II terdapat 17 item layak dari 21 jumlah
keseluruhan item. Secara lebih rinci item-item tersebut dapat dilihat dalam tabel
64
Tabel 3.5 Item-Item Pengembangan Instrumen
Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form C
Dimensi Item Layak Total
1. Internal 6, 8, 12, 13, 4
2. Powerfull Others 5, 14 2
3. Chance 2, 4, 9, 11, 15, 16 6
Jumlah 12
Tabel 3.6 Item-Item Pengembangan Instrumen
Beck Depression Inventory II
Dimensi Item Layak Total
1. Simtom Emosional 1, 4, 10, 3
2. Simtom Kognitif 2, 3, 5, 6, 7, 8 ,13 7
3. Simtom Motivasional 9, 12 2
4. Simtom Fisik-Vegetatif 16, 17, 18,19, 21 5
Jumlah 17
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab (Sugiyono, 2011). Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan kuesioner yang telah diadaptasi. Kuesioner yang
dibagikan disertai dengan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian juga pertanyaan yang berkaitan dengan data diri dan data-data
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
H. Analisis Data
Metode analisa data merupakan langkah yang digunakan untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian. Tujuannya untuk mendapatkan kesimpulan
dari hasil penelitian. Uji statistik yang digunakan yaitu, teknik analisis koefisien
kontingensi.
Kriteria Pengujian Hipotesis:
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian merupakan penjelasan dari pertanyaan penelitian yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran health locus of control pada penderita kanker
serviks?
2. Bagaimanakah gambaran tingkat depresi pada penderita kanker serviks?
3. Bagaimanakah hubungan antara health locus of control dengan tingkat
depresi pada penderita kanker serviks?
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian berupa pengolahan statistik
dengan menggunakan bantuan software SPSS version 19.0 for Windows.
Selanjutnya akan dilakukan analisis dari data yang telah diperoleh untuk
mengetahui hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada
penderita kanker serviks. Sebelumnya akan dipaparkan karakteristik responden
dalam penelitian ini.
1. Gambaran Responden
Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang penderita
kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dari kuesioner yang telah
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 4.1 Gambaran Responden
Penderita Kanker Serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Karakteristik
Berdasarkan data responden yang didapatkan diketahui bahwa mayoritas
penderita kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yaitu, usia 40-45
68
status pernikahan menikah (83%), stadium IIIB (37%), dan lama sakitnya
dibawah 2 tahun (80%).
2. Gambaran Umum Health Locus of Control pada Penderita Kanker
Serviks
Perhitungan statistik yang digunakan untuk variabel health locus of control
adalah dengan perhitungan median hal ini dilakukan untuk mengklasifikasikan
health locus of control yaitu intenal health locus of control, powerfull others
health locus of control, dan chance health locus of control ke dalam dua kategori
yaitu, tinggi dan rendah yang menjadi dasar dalam penentuan tipologi. Responden
dikatakan memiliki kecenderungan health locus of control tinggi apabila skor
Multidimensional Health Locus of Control Scales (MHLOC) yang dicapai lebih
dari nilai median. Sebaliknya, dikatakan memiliki kecenderungan health locus of
control rendah apabila nilai yang dicapai kurang dari sama dengan median. Secara
lebih rinci hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berdasarkan hasil perhitungan median pada dimensi internal health locus of
control diatas diperoleh nilai median sebesar 18.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Median
Powerfull others Health Locus of Control
Statistics
Berdasarkan hasil perhitungan median pada dimensi powerfull others health locus
of control diatas diperoleh nilai median sebesar 28.
70
Berdasarkan hasil perhitungan median pada dimensi chance health locus of
control diatas diperoleh nilai median sebesar 28.
Berikut ini merupakan gambaran umum health locus of control berdasarkan ketiga
dimensi tersebut.
Tabel 4.5 Gambaran Health Locus of Control Penderita kanker Serviks
HLOC KRITERIA Jumlah
Norma Kategori Frekuensi Persentase
IHLOC X >18 Tinggi 14 46 % 30
X ≤ 18 Rendah 16 54 %
PHLOC X > 28 Tinggi 10 34 % 30
X ≤ 28 Rendah 20 66 %
CLHOC X > 8 Tinggi 14 46 % 30
X ≤ 8 Rendah 16 54 %
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka diketahu bahwa :
a. Internal Health Locus of Control
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang penderita kanker serviks
(46%) memiliki kecenderungan IHLOC yang tinggi, sementara 16 orang lainnya
(54%) memiliki kecenderungan IHLOC yang rendah.
b. Powerfull Others Health Locus of Control
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebanyak 10 penderita kanker serviks (34%)
memiliki kecenderungan PHLOC yang tinggi, sementara 20 orang lainnya (66%)
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. Chance Health Locus of Control
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebanyak 14 penderita kanker serviks (46%)
memiliki kecenderungan PHLOC yang tinggi, sementara 16 orang lainnya (54%)
memiliki kecenderungan PHLOC yang rendah.
Dari kecenderungan health locus of control ini, kemudian digolongkan
pada salah satu dari delapan tipologi health locus of control berdasarkan tinggi
rendahnya skor individu pada masing-masing dimensi internal health locus of
control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of
control dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.6 Hasil Tipologi HLOC Penderita Kanker Serviks
Tipologi
HLOC
Frekuensi Persentase
Tipologi I 3 10 %
Tipologi II 1 3 %
Tipologi III 2 7 %
Tipologi IV 2 7 %
Tipologi V 1 3 %
Tipologi VI 4 13 %
Tipologi VII 6 20 %
Tipologi VIII 11 37%
Jumlah 30
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa mayoritas penderita kanker serviks memiliki
72
3. Gambaran Umum Tingkat Depresi pada Penderita Kanker Serviks
Perhitungan statistik yang digunakan untuk variabel tingkat depresi adalah
dengan perhitungan median hal ini dilakukan untuk mengklasifikasikan tingkat
depresi ke dalam dua kategori yaitu : tinggi dan rendah. Responden dikatakan
memiliki tingkat depresi tinggi apabila skor Beck Depression Inventory II yang
dicapai lebih dari nilai median. Sebaliknya, dikatakan memiliki tingkat depresi
rendah apabila skor yang dicapai kurang dari sama dengan median. Secara lebih
rinci hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Median Tingkat Depresi Statistics
BDI
N Valid 30
Missing 0
Mean 14,6000
Std. Error of Mean 1,25451
Median 14,5000
Std. Deviation 6,87123
Variance 47,214
Range 26,00
Minimum 3,00
Maximum 29,00
Sum 438,00
Berdasarkan hasil perhitungan median diatas diperoleh nilai median sebesar
14. Kategorisasi ini digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat depresi
dengan cara mengklasifikasikan skor total yang diperoleh masing-masing
responden ke dalam kategori tingkat depresi. Hal ini dapat dilihat pada tabel di
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 4.8 Gambaran Umum Tingkat Depresi Penderita Kanker Serviks
Norma Kategori Frekuensi Persentase
X > 14 Tinggi 15 50%
X ≤ 14 Rendah 15 50%
Jumlah 30 100%
Tabel 4.8 diatas menunjukan bahwa penderita kanker serviks yang memiliki
tingkat depresi tinggi adalah sebanyak 15 orang (50%) dan yang memiliki tingkat
depesi rendah yaitu, sebanyak 15 orang (50%).
4. Hubungan antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi
pada Penderita Kanker Serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Dari hasil pengolahan data, diperoleh tabel kontingensi yang menggambarkan
hubungan antara health locus of control denga tingkat depresi pada penderita
kanker serviks sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Kontingensi
Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi Pasien Kanker Serviks
74
Tipologi VI 2 2 4 13 %
Tipologi VII 2 4 6 20 %
Tipologi VIII 5 6 11 37 %
Jumlah 15 15 30 100%
Dari tabel 4.9 menunjukkan frekuensi health locus of control dengan tingkat
depresi, didapat 30 sampel yang diambil dari RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Pada tipologi I health locus of control terdapat 1 orang responden
memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 2 orang responden memiliki
tingkat depresi yang rendah.
2. Pada tipologi II health locus of control terdapat 1 orang responden
memiliki tingkat depresi yang tinggi.
3. Pada tipologi III health locus of control terdapat 2 orang responden
memiliki tingkat depresi yang tinggi.
4. Pada tipologi IV health locus of control terdapat 1 orang responden
memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 1 orang responden memiliki
tingkat depresi yang rendah.
5. Pada tipologi V health locus of control terdapat 1 orang responden
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6. Pada tipologi VI health locus of control terdapat 2 orang responden
memiliki tingkat depresi tinggi dan 2 orang responden memiliki tingkat
depresi rendah.
7. Pada tipologi VII health locus of control terdapat 2 orang responden
memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 4 orang responden memiliki
tingkat depresi yang rendah.
8. Pada tipologi VIII health locus of control terdapat 5 orang responden
memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 6 orang responden memiliki
tingkat depresi yang rendah.
Kemudian hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi
pada penderita kanker serviks diolah dengan uji Chi-square dengan taraf
signifikansi = 0,05 dan derajat kepercayaan dk = 7. Kriteria uji berdasarkan
metoda statistik dalam penelitian ini adalah tolak Ho, jika χ2hitung ≥ χ2tabel dengan
dk = (b-1) (k-1), dimana χ2tabel diambil dari tabel harga kritis Chi-square dengan
α = 0,05 dan taraf kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa kemungkinan adanya
kekeliruan 5 dari 100 kasus. Hasil perhitungan koefisien kotingensi dilakukan
dengan bantuan software SPSS 19.0 for windows adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10 Hasil Uji Chi-Square
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 5,091a 7 ,649
Likelihood Ratio 6,656 7 ,466
76
Tabel 4.11 Hasil Koefisien Kontingensi
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,381 ,649
N of Valid Cases 30
Berdasarkan hasil analisis korelasi pada tabel diperoleh χ2
hitung = 5.091 dan
koefisien kontingensi = 0.381 dengan probabilitas 0.649. Sedangkan harga χ2 tabel
berdasarkan tabel Chi-square dengan dk=7 dan α= 0.05 adalah χ2 0.05 (7)= 18.5 .
Hasil perhitungan Chi-square membuktikan bahwa χ2 hitung lebih kecil daripada χ2
tabel (5.091 < 18.500), dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak.
Kesimpulannya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara health locus of
control dengan tingkat depresi pada penderita kanker serviks di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
B. Pembahasan
a. Gambaran Health Locus of Control pada Penderita Kanker Serviks
Berdasarkan data pada tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa penderita
kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mayoritas memiliki
kecenderungan tipologi health locus of control pada tipologi VIII yaitu sebanyak
37%. Tipologi VIII adalah pasien yang memiliki internal health locus of control,
powerfull others health locus of control dan chance health locus of control yang
rendah atau disebut ray sayer, tipologi ini muncul ketika terdapat individu yang
tidak terjaring kendali kesehatannya oleh item multidimensional health locus of
control, yaitu individu yang sangat yakin pada kendali Tuhan akan kesehatan dan
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dikatakan bahwa kepercayaan penderita kanker serviks tehadap Tuhan di RSUP
Dr. Hasan Sadikin sangatlah kuat sehingga pasien sangat yakin pada kendali tuhan
akan kesehatan dan penyakitnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Pergament
(1997) bahwa agama sangat berpengaruh bagi seseorang dalam menangani suatu
krisis.
Kecenderungan health locus of control kedua terbanyak pada penderita
kanker serviks menurut tabel 4.9 yaitu kecenderungan tipologi VII sebanyak 6
orang (20%). Tipologi VII adalah pasien yang memiliki internal health locus of
control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of
control yang tinggi, dimana individu meyakini kendali diri terhadap kesehatannya
dan mempercayai orang lain yang berusaha membantu dalam proses
pengobatannya, juga meyakini bahwa apapun hasilnya merupakan nasib dan
takdir Tuhan (Wallston dan Wallston, 1982). Adanya keyakinan internal health
locus of control, powerfull others health locus of control dan chance health locus
of control yang tinggi pada responden tersebut menjadikan dia senantiasa
berusaha menjalani proses pengobatan di bawah pengawasan orang-orang yang
kompeten dengan baik dan penuh keyakinan diri, kemudian bersikap pasrah
terhadap Tuhan, bagaimanapun hasilnya. Hal ini sejalan dengan ungkapan
Wallston dan Wallston (1982) bahwa tipologi VII ini memberikan rasionalisasi
yang tepat jika usaha terbaik yang dilakukan dirinya dan orang lain sia-sia. Selain
itu tipologi VII disebut juga sebagai yea-sayer yaitu individu yang termasuk
dalam ini merupakan individu yang setuju dengan seluruh pernyataan tanpa
78
1982). Ada beberapa hal yang menurut peneliti menyebabkan banyaknya pasien
kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tergolong dalam tipologi VII
dan VIII salah satunya yaitu, kondisi pasien yang kelelahan saat pengisian
kuesioner sehingga pasien tidak terlalu memperhatikan isi setiap item dan tidak
benar-benar menjawab dengan apa yang mereka alami.
Kecenderungan tipologi health locus of control yang lain pada tabel 4.9
adalah tipologi VI. Tipologi VI adalah pasien yang memiliki internal health locus
of control dan chance health locus of control yang tinggi. Dari hasil penelitian
terdapat 4 orang (13%) yang tergolong tipologi VI. Secara konseptual tipologi VI
ini sulit dipahami, tetapi dapat dijelaskan bahwa individu meyakini bahwa dirinya
berperan dalam usaha mengatasi kondisi sakitnya dan proaktif selama proses
pengobatan, selain itu dia juga meyakini bahwa usaha yang dilakukannya sangat
tergantung pada masalah nasib dan keberuntungan yang tidak bisa dikontrol dan
diprediksi (Wallston dan Wallston, 1982). Artinya pasien pada tipologi VI
sama-sama memiliki keyakinan yang tinggi bahwa dirinya sendiri dan nasib yang
mempengaruhi kondisi kesehatannya.
Selanjutnya pada tipologi 1 terdapat ada 3 orang responden (10%) yang
tergolong tipologi I yaitu internal health locus of control saja yang tinggi.
Tipologi I adalah individu yang mencurahkan energinya secara tidak efektif dalam
usaha mengubah kondisinya ataupun menolak beberapa pengarahan yang
mungkin efektif untuk kesehatannya (Wallston dan Wallston, 1982). Artinya,
pasien meyakini bahwa dirinya mampu melakukan upaya-upaya yang dapat
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kemampuan yang dimiliki dirinya. Pada saat kondisinya menjadi buruk, maka
pasien sendirilah yang menentukan seberapa cepat akan pulih kembali. Pasien
melakukan pola hidup sehat secara mandiri, seperti mencari informasi
sebanyak-banyaknya mengenai jenis makanan yang boleh dimakan dan yang tidak. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wallston dan Wallston (1982) bahwa
kekurangan dari tipologi I adalah bahwa keyakinan internalnya kemungkinan
menjauhkan dirinya dari upaya orang lain untuk menolong dirinya, sehingga
merasa bahwa hanya dirinyalah yang mampu melakukan perubahan dalam
kesehatannya sedangkan bantuan orang lain sebagai orang yang kompeten justru
ditolak.
Menurut Wallston dan Wallston (1982) tipologi III adalah responden yang
memiliki keyakinan bahwa kesehatannya ditentukan oleh takdir, nasib dan
kebetulan semata. Dari data yang diperoleh terdapat 2 orang responden (6%) yang
tergolong tipologi III. Responden dengan tipologi ini meyakini bahwa segala
sesuatunya terjadi secara begitu saja tanpa adanya keterkaitan terhadap hukum
sebab-akibat. Keyakinan ini dapat membuat responden merasa bahwa hasil yang
diperolehnya kurang mencerminkan usahanya sendiri karena lebih dipengaruhi
oleh faktor luar yang tidak dapat dikendalikan olehnya. Responden memandang
bahwa kondisi tubuhnya akan sehat atau tidak karena faktor keberuntungan,
sehingga membuat penderita menjadi tidak termotivasi untuk melakukan
pengobatan.
Tipologi IV disebut external ganda atau double health external yang
80
lain yang berpengaruh seperti dokter, perawat, keluarga dan teman, sekaligus dia
juga meyakini bahwa kesehatannya ditentukan oleh takdir, nasib dan kebetulan
(Wallston dan Wallston, 1982). Dari data yang diperoleh 2 responden (6%) yang
tergolong tipologi IV. Artinya, responden pada tipe ini sangat mempercayai
bahwa orang lain dan nasib yang mempengaruhi kondisi sakitnya.
Responden yang tergolong tipologi II terdapat 1 orang (3%). Menurut
Wallston dan Wallston (1982) tipologi II adalah orang yang semata-mata hanya
yakin pada powerfull others health locus of control, akan merasa tidak berdaya
bila tidak ada orang lain yang memberikan pertolongan atau petunjuk. Artinya
pasien menganggap bahwa dirinya tidak mampu untuk mengubah kondisi yang
ada, yakni merasa tidak mampu untuk melakukan upaya-upaya yang dapat
mengubah kondisi sakitnya menjadi sehat apabila tidak mendapatkan bantuan
sehingga responden menjadi tergantung dengan bantuan tersebut. Namun ketika
bantuan tersebut tidak ada saat pasien membutuhkan, maka ia akan
mempersepsikan bahwa keluarga tidak perduli terhadap kesehatannya. Keluarga
cenderung bersikap acuh terhadap masalah kesehatan pasien, dan tidak
mengontrol kebutuhan pasien, seperti mengantar pasien ke dokter untuk
mengikuti pengobatan dan terapi. Tidak adanya atau rendahnya dukungan dan
bantuan berarti tidak adanya tambahan sumber daya bagi pasien untuk
menghadapi penyakitnya, sehingga penyakitnya akan dipandang semakin berat
(Miller, 2003).
Tipologi V adalah responden yang memiliki internal health locus of
Novita Rosviantika, 2013
Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
memiliki keyakinan terhadap orang lain yang diikuti oleh kendali diri yang kuat,
maka mereka akan mempercayai bahwa ada kekuatan orang lain yang
mempengaruhi kesehatannya dan akan membantu dalam usaha untuk
membebaskan dirinya dari tekanan atau stres ketika menghadapi masalah
kesehatan (Wallston dan Wallston, 1982). Secara konseptual tipologi V
merupakan yang paling baik, tetapi dari data yang diperoleh terdapat 1 responden
(3%) orang yang tergolong tipologi V.
b. Gambaran Tingkat Depresi pada Penderita Kanker Serviks
Berdasarkan hasil perhitungan statistik diketahui bahwa tingkat pada
penderita kanker serviks yaitu sebanyak 15 orang (50%) mempunyai tingkat
depresi tinggi dan 15 orang lainnya (50%) mempunyai depresi rendah. Artinya
perbandingan tingkat depresi di RSUP Hasan Sadikin Bandung sama rata,
responden yang mampu mengatasi permasalahan kesehatannya maka tingkat
depresinya rendah begitupun sebaliknya pasien yang tidak dapat mengatasi
masalah kesehatanya maka tingkat depresinya akan tinggi. Adapun gejala depresi
yang paling banyak muncul pada penderita kanker serviks dalam penelitian ini
yaitu gejala fisik vegetatif berupa gangguan tidur, kelelahan, gangguan makan,
kehilangan berat badan, keterpakuan pikiran terhadap fisik dan kehilangan nafsu
seksual. Sedangkan gejala yang muncul paling sedikit yaitu gejala motivasional
berupa pikiran untuk bunuh diri. Dapat dikatakan bahwa tingkat depresi pada
penderita kanker serviks ini masih terbilang normal apabila dilihat dari gejala
yang paling banyak muncul karna bisa jadi gejala tersebut muncul karena penyakit
82
Menurut Beck (1967) bahwa yang menyebabkan seseorang menjadi lebih
depresi karena rasa tidak berdaya yang terjadi dalarn diri individu diikuti tidak
adanya respon yang diberikan untuk mengubah suatu situsi dan ekspektasi bahwa
hasil yang diinginkan tidak akan diperoleh.
Depresi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang berperan yaitu genetik, pengalaman buruk masa lalu dan tipe
kepribadian, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh berupa stressor
kehidupan, obat terlarang dan alkohol, melahirkan, menopause, penyakit medis
dan atau pengobatan (Darmono, 2003). Sedangkan dalam penelitian ini faktor
yang menyebabkan pasien depresi lebih diakibatkan pada pengobatan hal ini dapat
di lihat dari banyaknya gejala fisik-vegetatif yang paling banyak muncul.
Depresi pada pasien kanker dapat muncul saat pasien mengetahui
diagnosis, stadium kanker dan terapi yang diperoleh. Reaksi psikologis pasien
kanker serviks stadium lanjut lebih besar dibandingkan stadium dini. Kanker pada
stadium lanjut menyebar ke organ-organ tubuh lain sehingga pasien harus
menjalani terapi yang cukup kompleks. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai
perubahan pada sistem tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien
kanker stadium lanjut akibat proses perjalanan penyakit yang kronik dan efek
samping pengobatan dapat mempengaruhi penilaian negatif pasien terhadap
dirinya sendiri yang menyebabkan pasien menjadi pesimistis, memandang dirinya
tidak berharga dan merasa bahwa hidupnya sudah tidak mempunyai harapan.