• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tipe Technosress pada Karyawan Perusahaan "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tipe Technosress pada Karyawan Perusahaan "X" Bandung."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

iii

Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tipe Technostress Pada Karyawan Perusahaan “X” Bandung”. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat derajat tipe technostress pada karyawan perusahaan “X” yang bergerak dalam bidang IT Consultant berdasarkan pada teori technostress yang diciptakan oleh Larry D. Rosen,Ph.D dan Michelle M. Weil,Ph.D (1997). Tipe technostress tersebut terdiri atas 7 tipe, yaitu Learning Technostress, Boundary Technostress, Communication Technostress, Time Technostress, Family Technostress, Workplace Technostress dan Society Technostress.

Penelitian dilakukan kepada seluruh populasi karyawan perusahaan “X” Bandung sebanyak 30 orang. Setiap partisipan melengkapi kuesioner yang merupakan rekonstruksi dari Personal TechnoStress Inventory (PTSI) ciptaan Larry D. Rosen, Ph.D dan Michelle M. Weil, Ph.D (1997) dengan jumlah item sebanyak 86 item. Pengujian validitas alat ukur ini menggunakan rumus korelasi Rank Spearman dan uji reliabilitas menggunakan rumus koefisien Alpha Cronbach. Berdasarkan uji statistik tersebut didapati sebanyak 50 item yang valid dengan skor validitas berkisar antara 0,304-0,735 dan derajat reliabilitas tinggi dengan skor 0,731.

(2)

Abstract

Title of this research is "Descriptive Study of Technostress Type’s Degrees on Employees at "X" Company Bandung". The aim of this research is to see the degree of technostress type in employees of "X" company who engaged in IT Consultant based on technostress theory created by Larry D. Rosen, Ph.D and Michelle M. Weil, Ph.D (1997). Technostress type consists of 7 types, i.e. Learning Technostress, Boundary Technostress, Communication Technostress, Time Technostress, Family Technostress, Workplace Technostress and Society Technostress.

The study was conducted to the entire employee population of "X" company Bandung as many as 30 people. Each participant completed a questionnaire which was a reconstruction of Personal Technostress Inventory (PTSI) by Larry D. Rosen, Ph.D and Michelle M. Weil, Ph.D (1997) with a total of 50 items. Testing method for the validity of this measuring tool is using Rank Spearman correlation with validity scores range from 0.304 to 0.735 and reliability test using coefficient of Alpha Cronbach with score 0.731 which means having a high degree of reliability.

(3)

v

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ... iii

ABSTRACT ... ... iv

DAFTAR ISI ... . v

DAFTAR TABEL ... . viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... . 1

1.2. Identifikasi Masalah ... . 8

1.3. Maksud dan Tujuan ... 8

1.3.1 Maksud ... 8

1.3.2. Tujuan ... . 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 8

1.4.2. Kegunaan Praktis ... ... 9

1.5. Kerangka Pikir ... 9

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stres ... 17

2.1.1. Pengertian Stres ... ... 17

2.2. Technostress ... 18

2.2.1. Pengertian Technostress ... .. 18

2.2.2. Tipe-tipe Dari Tecnostress ... ... 19

2.2.2.1. Learning Technostress ... .. 19

2.2.2.2. Boundary Technostress ... .... 20

2.2.2.3. Communication Technostress ... .... 21

2.2.2.4. Time Technostress ... ... 23

2.2.2.5. Family Technostress ... .. 24

2.2.2.5. Workplace Technostress ... .. 26

2.2.2.5. Society Technostress ... ... 27

2.3. Periode Dewasa Awal ... . 28

2.3.1. Perkembangan Kognitif ... . 28

2.3.2. Perkembangan Karir ... 29

2.4. ICT ... 29

2.4.1. Pengertian ICT ... ... 29

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 30

3.2. Variabel dan Definisi Penelitian ... ... 31

3.2.1. Variabel Penelitian ... . 31

3.2.2. Definisi Operasional ... ... 31

3.3. Alat Ukur ... .... 33

(5)

vii

Universitas Kristen Maranatha

3.3.2. Sistem Penilaian Alat Ukur ... .. 38

3.3.3. Data Pribadi ... . 39

3.3.4. Validitas dan Reliabilitas Alat ukur ... . 39

3.4.4.1. Validitas Alat Ukur ... ... 39

3.3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... ... 40

3.4. Populasi Sasaran Penelitian ... 41

3.5. Teknik Analisis Data ... ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Subjek Penelitian ... .. 43

4.2. Hasil Penelitian ... ... 46

4.3. Pembahasan ... 47

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... . 61

5.2. Saran ... .. 62

5.2.1. Saran Teoritis ... .. 62

5.2.2. Saran Praktis ... . 62

DAFTAR PUSTAKA ... .... 64

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Kuesioner PTSI ... ... 34

Tabel 3.2. Bobot Nilai Pernyataan Dalam Alat Ukur ... .... 38

Tabel 4.1.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... .... 43

Tabel 4.1.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Tempat Tinggal ... ... 44

Tabel 4.1.4. Gambaran Subjek Berdasarkan Divisi ... .... 44

Tabel 4.1.5. Gambaran Subjek Berdasarkan Lamanya Bekerja ... .... 44

Tabel 4.1.6. Gambaran Subjek Berdasarkan Jam Kerja Subjek ... 45

Tabel 4.1.7. Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Perangkat ICT Yang Dipakai Dalam Pekerjaan Kantor ... 45

Tabel 4.1.8. Gambaran Subjek Berdasarkan Lamanya Berinteraksi Dengan ICT di Kantor ... 45

Tabel 4.1.9. Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Perangkat ICT Yang Dipakai Dalam Kehidupan Sehari-hari Di Luar Kantor ... ... 46

Tabel 4.1.10. Lamanya Berinteraksi Dengan ICT Di Luar Kantor ... ... 46

(7)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Lampiran 2. Kata Pengantar Lampiran 3. Identitas Pribadi Lampiran 4. Kuesioner PTSI

Lampiran 5. Kisi-kisi Alat Ukur PTSI

Lampiran 6. Rekapitulasi Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur PTSI Lampiran 7. Karakteristik Responden

(9)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada “Era Informasi”, peningkatan dalam penggunaan teknologi informasi menjadi

tenaga penggerak dalam bagaimana orang bekerja, belajar dan bermain (Drake dalam Ragu-Nathan, 2008). Dan di masa yang modern ini, segala pekerjaan manusia sudah dilakukan secara komputerisasi. Segala sesuatunya sudah dapat dilakukan dalam sistem teknologi komputerisasi yang lebih mudah dan efisien, serta ditunjang kemajuan teknologi komunikasi dan internet yang memudahkan terjadinya penyebaran pesan atau informasi. Terciptanya perangkat lunak dan perangkat keras komputer, telekomunikasi, databases, dan internet telah mempengaruhi kalangan masyarakat secara keseluruhan, dengan memberikan pilihan produktivitas yang baru dan merubah cara mereka bekerja (Hubert, dalam Ragu-Nathan, 2008).

(10)

2

Di kota Bandung sendiri, perkembangan teknologi dapat dikatakan sangat pesat. Bandung menjadi salah satu kota di dunia yang tercatat sebagai kota kreatif UNESCO Cities Network pada tahun 2015 (antaranews.com). Dengan mengusung tema “Bandung Kreatif”, pemerintah kota Bandung menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk mulai menyusun integrasi kebutuhan teknologi kota secara online, salah satunya adalah dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan startup (rintisan) digital untuk berkembang (maxmanroe.com). Salah satu perusahaan startup digital yang memanfaatkan peluang ini adalah perusahaan “X” yang bergerak dibidang IT (Information Technology) Consultant. Perusahaan “X” memiliki misi untuk membantu perusahaan dan organisasi atau rekan kerja

serta klien dalam mengembangkan produk IT dan website E-Commerce. Perusahaan “X” percaya bahwa dengan menggunakan ICT secara maksimal dapat meningkatkan bisnis yang sedang dijalankan.

Perusahaan “X” juga berusaha untuk terus mengembangkan konten digital serta berinovasi dan berkreasi untuk memenuhi kebutuhan klien. Kapabilitas perusahaan “X” antara lain adalah sebagai konsultan IT dan bisnis (memberikan konsultasi mengenai kebutuhan teknologi bagi perusahaan); website development (membuat dan menyajikan website sesuai kebutuhan klien); system integrated (membuat integrasi sistem yang dapat mendukung bisnis); networking, hardware & mechanical electrical (membantu instalasi dan preparasi perangkat keras yang dibutuhkan klien); e-commerce (menyajikan sistem bisnis berbasis online); apps development (menyediakan aplikasi online yang dapat mendukung sistem dalam perusahaan klien); dan mobile application (menyediakan aplikasi online dalam versi mobile bagi smartphone).

Penggunaan ICT sangat kental dirasakan dalam perusahaan ini. Tidak hanya dalam proses produksi, namun produk akhir yang diciptakan oleh perusahaan “X” pun merupakan

(11)

3

Universitas Kristen Maranatha itu, pemasaran produk pun dilakukan dalam bentuk online menggunakan beberapa media sosial.

Sayangnya dibalik dampak positif penggunaan ICT, terdapat temuan sains yang mengindikasikan bahwa interaksi antara manusia dengan mesin, baik dalam konteks pribadi ataupun organisasional, dapat menyebabkan stres pada penggunanya (Weil and Rosen, 1997). Kondisi stres sendiri dapat muncul ketika terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan. Stres tidak hanya bergantung pada kondisi eksternal melainkan juga tergantung mekanisme pengolahan kognitif terhadap kondisi yang dihadapi individu bersangkutan (Lazarus dan Folkman, 1984).

Ketika dalam proses penilaian (appraisal) kognitif individu mempersepsikan suatu sumber stres sebagai ancaman, maka individu tersebut akan memunculkan gejala stres seperti cemas, ketakukan dan merasa terisolasi. Sumber stres atau stressor dapat muncul dari mana saja, dan tipe dari stres yang bersumber dari penggunaan teknologi ini merujuk pada technostress. Technostress didefinisikan sebagai semua dampak negatif pada sikap, pikiran

dan tingkah laku yang disebabkan baik secara langsung maupun secara tidak langsung oleh teknologi (Weil and Rosen, 1997).

Sebuah studi komprehensif (Ayyagari, 2011) berhipotesis bahwa karakteristik teknologi (seperti kegunaan, kompleksitas, reliabilitas) berhubungan pada manifestasi yang spesifik terhadap stress. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Agbu dan Olubiyi (2011) yang mengungkapkan bahwa terdapat suatu bentuk technostress pada tenaga pengajar (dosen) dan staff administrasi di sebuah lembaga pendidikan Nursing, HIV, Community Health Unit, School of Science and Technology, National Open University of Nigeria di Lagos.

(12)

4

keberlangsungan komitmen organisasional. Studi lebih lanjut (Tarafdar, 2007) menemukan gambaran dari data pengguna ICT di 223 organisasi bahwa technostress berhubungan negatif dengan produktivitas individu dan berhubungan positif dengan peran stres (yaitu, stres diciptakan karena konflik peran dan role overload). Di Indonesia sendiri pun terdapat penelitian yang telah dilakukan oleh Missiliana (2011) pada mahasiswa dari beberapa jurusan yang berbeda pada sebuah universitas di Bandung, dan menemukan hasil urutan tipe technostress yang dialami oleh mahasiswa mulai dari derajat yang tertinggi sampai terendah,

yaitu family technostress, time technostress, boundary technostress, society technostress, workplace technostress, learning technostress, dan yang terakhir communication

technostress.

Banyak sekali contoh dimana technostress dapat terjadi pada tenaga kerja profesional,. Perusahaan “X” yang berisikan para profesional dalam bidang IT kemudian memiliki beban terhadap kondisi fisik-psikis serta kinerja dari para karyawan terkait dengan penggunaan ICT yang dapat mengarah pada terjadinya technostress. Tidak hanya penggunaan ICT dalam pekerjaan, technostress juga dapat muncul dari penggunaan ICT dalam kehidupan sehari-hari yang berakumulasi dan dapat mempengaruhi kinerja atau produktivitas karyawan “X” di kantor.

Seperti yang dituliskan oleh Weil dan Rosen dalam bukunya yang berjudul TechnoStress: Coping with Technology @Work @Home @Play”, terdapat tujuh tipe

technostress yaitu learning technostress, boundary technostress, communication technostress, time technostress, family technostress, workplace technostress, serta society

technostress.

Learning tecnostress berkaitan dengan sejauh mana pengetahuan yang dimiliki serta

(13)

5

Universitas Kristen Maranatha “X” dalam mempelajari dan menghadapi masalah ICT. Boundary technostress berkaitan

mengenai sejauh mana karyawan parusahaan “X” mampu menentukan batasan-batasan antara dirinya dengan teknologi.

Selanjutnya communication technostress adalah bagaimana karyawan perusahaan “X” menghadapi komunikasi virtual yang bertubi-tubi serta kemungkinan terjadinya kesalahpahaman akibat komunikasi elektronik yang tidak sempurna. Time technostress adalah bagaimana karyawan perusahaan “X” menghayati bahwa teknologi dapat membantunya mengerjakan berbagai macam hal dalam waktu yang singkat, sehingga para karyawan tidak menggunakan waktu yang tersedia dengan efisien.

Family technostress berkaitan dengan bagaimana karyawan perusahaan “X”

mendapati bahwa ia terisolasi dari anggota keluarganya akibat penggunaan teknologi. Selanjutnya workplace technostress berkaitan dengan sejauh mana teknologi menjadi suatu keharusan dalam bekerja. Waktu kerja kantor yang panjang dan kemudian harus dilanjutkan lagi bekerja di rumah (home office) karena pekerjaan kantor yang belum selesai dapat menjadi salah satu tanda terjadinya stres. Yang terakhir, society technostress adalah bagaimana karyawan perusahaan “X” sebagai makhluk sosial menghadapi pertumbuhan teknologi yang pesat yang dapat menimbulkan kondisi stresful.

Hal-hal di atas dapat dialami oleh karyawan perusahaan “X” baik secara disadari atau tidak. Yang menjadi tidak baik adalah ketika karyawan perusahaan “X” terus-menerus bekerja dan hidup di bawah pengaruh ICT, ia tidak sadar bahwa dirinya telah mengalami technostress dan terus hidup di dalamnya. Terlebih lagi, istilah technostress belum terlalu

dikenal oleh masyarakat Indonesia meskipun perkembangan teknologinya semakin pesat dan tiap tahunnya meningkat (dailysocial.net).

Sebagai tenaga kerja profesional di bidang IT bukan berarti karyawan perusahaan “X”

(14)

6

mengalami beberapa tekanan sehingga menimbulkan gejala technostress. Untuk mendapatkan gambaran mengenai gejala technostress tersebut, peneliti melakukan survey awal berupa wawancara singkat kepada lima orang karyawan perusahaan “X” yang

seluruhnya berasal dari divisi IT. Selain tuntutan kerja dari atasan, lima orang (100%) dari lima karyawan yang diwawancara merasa bahwa paparan yang terus menerus dari teknologi menjadi salah satu sumber stres terbesar bagi para karyawan. Selama minimal 6 jam dalam sehari, para karyawan harus duduk dan mengerjakan tugas menggunakan komputer. Akibat kebiasaan tersebut, mereka mengaku sering kali mereka merasa sakit kepala, mata berkunang, pegal di bagian pundak dan leher, serta kelelahan. Hal tersebut mengganggu produktivitas karyawan perusahaan “X” karena mereka harus menunda pekerjaan mereka untuk sekedar beristirahat melepas lelah.

Masalah lain yang timbul adalah, lima orang (100%) dari lima karyawan perusahaan “X” merasa harus mampu untuk terus menerus beradaptasi dengan teknologi. Tiap kali

muncul teknologi baru, mereka harus mempelajari penggunaan teknologi tersebut agar mampu melanjutkan pekerjaannya di kantor. Banyak upaya dilakukan untuk mengejar pertumbuhan teknologi, mulai dari mengikuti seminar, sharing antar karyawan, atau mencari sumber informasi lain untuk membantu mereka terus mempelajari teknologi baru. Proses belajar ini akhirnya menghambat kinerja para karyawan, karena pekerjaan mereka harus tertunda dan dipakai untuk mempelajari teknologinya terlebih dahulu.

(15)

7

Universitas Kristen Maranatha masalah tersebut, maka ia harus kembali belajar dengan cara bertanya dengan rekan kerja atau membaca literatur, dan ini cukup mengganggu serta mengurangi waktu efektif kerja.

Muncul pula masalah ketika proses debugging untuk melihat apakah program yang dibuat tidak memiliki bug atau gangguan yang menyebabkan gagal, crash, hang, memberikan hasil yang tidak akurat dan lain sebagainya. Debugging adalah tahap yang sangat intens dan bisa membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Apabila karyawan perusahaan “X” menemukan bug dalam program ciptaannya, maka ia harus mengulang lagi proses

debugging dari awal hingga program yang mereka ciptakan dirasa sesuai dengan harapan.

Apabila proses ini belum selesai, maka karyawan perusahaan “X” akan terus bekerja di depan

komputer dan menunda waktu mereka untuk pulang. Ini menunjukkan bahwa penggunaan ICT dalam pekerjaan perusahaan “X” adalah suatu hal yang kompleks.

Selain itu, masalah alat komunikasi juga menjadi sumber stres lainya. Selain untuk memeriksa pesan, lima orang (100%) dari lima karyawan sering menggunakan telepon pintarnya sebagai sarana pencari informasi untuk referensi pekerjaan mereka. Saat istirahat dan waktu senggang, karyawan perusahaan “X” tetap tidak bisa terlepas dari ICT. Akibat hal

tersebut, mereka meresa munculnya sedikit kesenjangan antara dirinya dengan karyawan lain. Karyawan perusahaan “X” memiliki kesibukan tersendiri dengan perangkat elektroniknya serta seringkali hanya melakukan komunikasi melalui perangkat ICT saja. Mereka pun tidak pernah melepaskan pandangannya dari hadapan ICT, seperti komputer atau laptop dan smartphone saat bekerja, dan ini menunjukkan tanda-tanda technosis atau peleburan batas

(16)

8

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini ingin diketahui bagaimana derajat tipe technostress pada karyawan perusahaan “X” Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan 1.3.1. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai derajat tinggi-rendahnya tipe technostress pada karyawan perusahaan “X” Bandung dengan melihat pada masing-masing tipe, yaitu learning technostress; boundary technostress; communication technostress; time technostress; family technostress; workplace technostress; serta society

technostress.

1.3.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat tipe technostress yang terjadi pada karyawan perusahaan “X” Bandung, yang dapat memiliki keterkaitan dengan

usia, pengalaman kerja, divisi/jabatan pekerjaan, jumlah ICT yang dipakai, serta durasi pemakaian ICT.

1.4. Keguanan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

(17)

9

Universitas Kristen Maranatha

 Hasil penelitian ini dapat dijadikan kajian bagi peneliti selanjutnya yang menaruh perhatian yang sama, yaitu mengenai bagaimana derajat tipe technostress pada karyawan perusahaan yang bekerja menggunakan ICT.

1.4.2. Kegunaan Praktis

 Memberikan pengetahuan pada karyawan perusahaan “X” mengenai technostress agar mereka lebih waspada sehingga mampu mempertahankan kinerja yang maksimal serta menciptakan lingkungan kerja dan sosial yang sehat tanpa benyaknya pengaruh negatif dari ICT.

 Memberikan informasi kepada HRD perusahaan “X” mengenai tipe technostress yang terjadi pada karyawan perusahaannya sehingga dapat menjadi acuan untuk melakukan penanganan serta pencegahan terhadap terjadinya technostress itu sendiri dalam upaya untuk meningkatkan kualitas kerja secara optimal.

1.5. Kerangka Pikir

Perkembangan ICT merambah pada aspek pekerjaan, baik pada perusahaan besar maupun kecil secara pesat. Perusahaan “X” sebagai perusahaan startup yang bergerak dalam bidang IT content billing dapat dikatakan sangat bergantung dengan keberadaan ICT. Dalam proses produksi hingga promosi semuanya dilakukan secara terkomputerisasi atau menggunakan media ICT. Seluruh divisi dalam perusahaan ini dapat dikatakan sangat bergantung bahkan tidak dapat menjalankan bisnisnya tanpa keberadaan teknologi.

(18)

10

yang terus menerus dengan teknologi, atau yang biasa disebut dengan technostress. Ini merupakan dampak negatif pada sikap, pikiran, dan tingkah laku yang disebabkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh teknologi (Weil & Rosen, 1997).

Technostress pada karyawan perusahaan “X” dapat muncul dalam dua bentuk, yang pertama yaitu ketika mereka dihadapkan pada suatu hal atau mengerjakan suatu hal dimana mereka tidak mampu untuk beradaptasi dengan teknologi, atau ketika mereka mampu beradaptasi namun kemudian terlalu melekatkan identitas dirinya pada teknologi. Frustrasi kecil yang dialami setiap hari oleh para karyawan dapat menumpuk dan berdampak kumulatif pada menurunnya kesehatan psikologis dan fisik mereka. Keberadaan teknologi yang terus berkembang menuntut karyawan perusahaan “X” Bandung untuk terus dapat beradaptasi,

mempelajari dan mengikuti perkembangan tersebut. Jika mereka tidak mampu mengikuti perkembangan tersebut, maka resiko munculnya technostress akan semakin tinggi.

Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Weil & Rosen (1997) diketahui bahwa terdapat tujuh tipe dari technostress yang dapat menjadi sumber berkembanganya stress pada diri karyawan perusahaan “X” akibat interaksinya dengan teknologi, yaitu : learning

technostress; boundary technostress; communication technostress; time technostress; family

technostress; workplace technostress; serta society technostress.

Berdasarkan tipe yang pertama, karyawan perusahaan “X” dapat mengalami learning

technostress, atau dampak negatif pada sikap, pikiran dan tingkah laku pada saat mempelajari

(19)

11

Universitas Kristen Maranatha Tipe kedua adalah boundary technostres, yaitu dampak negatif pada sikap, pikiran dan tingkah laku pada karyawan perusahaan “X” akibat tidak adanya lagi batasan antara dirinya dan teknologi yang ia gunakan. Karyawan perusahaan “X” dengan derajat boundary technostress yang tinggi kurang mampu menjaga identitas mereka untuk terus dapat memilih

mana yang terbaik serta lebih bermanfaat, sehingga mempengaruhi produktivitas kerja mereka yang semakin menurun. Karyawan perusahaan “X” dengan derajat boundary technostress yang rendah secara terus menerus bekerja dan berinteraksi dengan komputer

namun tetap menjaga kontrol, bagaimana mengalokasikan waktu dan peran dengan tepat. Tipe ketiga adalah communication technostress, yaitu dampak negatif pada sikap, pikiran dan tingkah laku yang dialami karyawan perusahaan “X” akibat penggunaan

teknologi komunikasi. Kemudahan yang diberikan oleh alat komunikasi elektronik moderen justru membuat penggunanya, yaitu karyawan perusahaan “X”, mendambakan adanya jarak

antara dirinya dengan komunikator lainnya akibat dari masuknya pesan yang bertubi-tubi dan kesalahpahaman sehingga memunculkan derajat communication technostress yang tinggi. Karyawan perusahaan “X” dengan derajat communication technostress yang rendah dapat

mengendalikan penggunaan ICT dalam berkomunikasi dan tetap mempertahankan komunikasi secara langsung (face-to-face).

Yang keempat adalah time technostress yaitu dampak negatif pada sikap, pikiran dan tingkah laku karyawan perusahaan “X” menyangkut waktu. Dengan satu buah perangkat ICT,

(20)

12

Selain mengakibatkan hilangnya fokus pada satu tugas, karyawan yang terindikasi mengalami kegilaan multitasking akan mengalami hilangnya beberapa ingatan menyangkut dengan tugas yang harus mereka kerjakan akibat terlalu beratnya pikiran mereka untuk mengolah banyak tugas dalam satu waktu sekaligus. Karyawan akan seperti kehilangan arah dan bingung mengenai tugas apa yang harus ia selesaikan lebih dulu. Mereka bisa saja mengalami lupa mengenai urutan pengerjaan tugas mereka, dan akhirnya munculah perasaan tertekan dan time technostress yang tinggi. Sedangkan karyawan dengan derajat time technostress yang rendah dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dengan

menggunakan teknologi secara akurat.

Tipe technostress yang kelima adalah family technostress, yaitu dampak negatif pada sikap, pikiran dan tingkah laku karyawan perusahaan “X” karena kurangnya kualitas dan

kuantitas komunikasi dengan keluarga akibat penggunaan ICT. Karyawan perusahaan “X” yang mengalami family technostress tinggi mulai merasa bahwa keadaan di rumah sudah mulai terisolasi akibat penggunaan teknologi. Masing-masing anggota keluarga telah memiliki alat elektroniknya tersendiri, fokus dengan kegiatan masing-masing dan mulai membentuk seperti kepompong-teknologi sehingga dapat merusak sistem dalam keluarga karyawan perusahaan “X”. Sedangkan karyawan dengan derajat family technostress yang

rendah mampu membatasi penggunaan ICT di rumah dan banyak melakukan interaksi yang berkualitas dengan anggota keluarga yang lain.

Tipe technostress yang keenam adalah workplace technostress, yaitu dampak negatif pada sikap, pikiran dan perilaku yang dialami karyawan perusahaan “X” ditempat kerja. Perusahaan “X” yang bergerak di bidang IT sangat bergantung pada ICT. Karyawan perusahaan “X” yang tinggi derajat workplace technostress-nya mengalami productivity

paradox, dimana perangkat ICT yang ia gunakan saat bekerja hanya membuat pekerjaan

(21)

13

Universitas Kristen Maranatha mempelajari penggunaan perangkat ICT tersebut. Sedangkan karyawan dengan derajat workplace technostress rendah cenderung mampu beradaptasi dengan perangkat ICT kantor

dan tetap menjaga produktivitas kerja mereka.

Tipe technostress yang terakhir adalah society technostress, yaitu dampak negatif pada sikap, pikiran dan perilaku yang dialami karyawan perusahaan “X” akibat cepatnya teknologi berkembang dalam aspek sosial. Karyawan perusahaan “X” dengan society technostress yang tinggi menjadi terisolasi dengan lingkungan sosialnya, berkurangnya

privasi karena banyaknya informasi pribadi yang diumbar melalui media sosial, bingung dalam berkomunikasi ketika menggunakan istilah-istilah teknologi yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari, serta mendapat informasi yang berlebihan dari sumber yang berbeda sehingga menimbulkan kebingungan.

Karyawan perusahaan “X” dengan derajat society technostress rendah cenderung menjaga kontak dengan lingkungan sosialnya dengan baik serta tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi menyangkut dengan penggunaan istilah ICT. Mereka juga tidak banyak menaruh informasi pribadi di media sosial, serta dapat menerima informasi dengan baik dan hanya menggunakan informasi yang berguna saja agar tidak mengalami kebingungan.

Terdapat beberapa data pribadi yang sekiranya turut diukur dalam penelitian ini, antara lain usia, jenis kelamin, tinggal bersama/tidak bersama keluarga, lamanya bekerja di perusahaan, divisi/jabatan pekerjaan, jumlah dan durasi menggunakan ICT di kantor, serta jumlah dan durasi penggunaan ICT dalam kehidupan sehari-hari di luar kantor.

Berdasarkan teori Weil & Rosen, kita melihat bahwa derajat technostress pada karyawan perusahaan “X” dapat dilihat dari munculnya dampak negatif dari tiap tipe

technostress yang dihadapi oleh mereka. Penyebaran sumber technostress yang lebih

(22)

14

(23)

15

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1. Bagan Kerangka Pikir

(24)

16

1.6. Asumsi

Berdasarkan latar belakang dan kerangka pikir di atas, dapat diasumsikan bahwa : 1. Karyawan perusahaan “X” Bandung yang mengandalkan pekerjaannya pada teknologi

komputer dapat mengalami technostress.

2. Technostress yang dialami oleh karyawan perusahaan “X” muncul dalam tujuh tipe yaitu learning technostress, boundary technostres, communication technostress, time technostress, family technostress, workplace technostress, dan society technostress.

3. Tinggi atau rendahnya derajat tipe technostress yang dialami oleh karyawan perusahaan ‘X’ dilihat berdasarkan tinggi-rendahnya skor akhir masing-masing tipe

technostress yang dialami dan dihayati oleh karyawan perusahaan ‘X’ Bandung.

(25)

61

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, akan disimpulkan mengenai hasil pengolahan data dan pembahasannya, berikut dengan saran yang sejalan dengan penelitian ini.

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai Derajat Tipe Technostress pada Karyawan Perusahaan “X” Bandung, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Setelah dikelompokkan berdasarkan tipenya, urutan dari tipe technostress pada karyawan perusahaan “X” Bandung berdasarkan besarnya persentase jumlah

karyawan dengan derajat technostress tinggi adalah communication technostress, society technostress, boundary technostress, time technostress, workplace

technostress, learning technostress dan family technostress.

2. Pada learning technostress dan family technostress terjadi penyebaran yang seimbang diantara derajat technostress tinggi dan rendah pada masing-masing tipe.

3. Dari hasil tabulasi silang, didapati adanya kecenderungan keterkaitan antara tipe learning technostress dengan jenis kelamin, divisi, dan durasi pemakaian ICT di luar

(26)

62

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

 Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa ada kecenderungan keterkaitan antara beberapa tipe technostress dengan data pribadi, di antara lain: jenis kelamin, tempat tinggal, divisi, lamanya bekerja di perusahaan, dan durasi pemakaian ICT di luar kantor. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian korelasi terkait dengan indikasi keterkaitan yang telah disebutkan di atas.

5.2.2. Saran Praktis

Terdapat beberapa upaya untuk mengurangi gejala technostress yang dapat dilakukan

oleh karyawan perusahaan “X” Bandung. Untuk mengurangi gejala communication

technostress, karyawan perusahaan “X” dapat mengurangi penggunaan teknologi

komunikasi dan lebih banyak melakukan komunikasi tatap muka mulai dari orang terdekat, seperti anggota keluarga dan teman sekantor. Selanjutnya, untuk mengurangi gejala society technostress, karyawan perusahaan “X” dapat mulai mengurangi akses terhadap ICT dilingkungan sosial, juga mengurangi penyebaran informasi pribadi melalui media sosial untuk melindungi privasi. Selain itu mereka juga harus memilih informasi secara seksama sehingga tidak terjebak dengan berita hoax serta memilih informasi yang tepat dan bermanfaat.

(27)

63

Universitas Kristen Maranatha bekerja menggunakan teknologi pun membutuhkan proses dan memakan waktu. Ia harus sabar menghadapi proses tersebut dan mulai mengurangi kebiasaan menunda pekerjaan. Kemudian, untuk mengurangi gejala workplace technostress, karyawan perusahaan “X” dapat terus membiasakan diri dan terus belajar dalam menggunakan

teknologi yang dibutuhkan dalam pekerjaannya secara efisien. Tidak lupa untuk mengistirahatkan diri sejenak dari penggunaan teknologi untuk menghindari kelelahan.

Meskipun penyebarannya seimbang, namun masih ada karyawan perusahaan

“X” Bandung yang berada pada derajat learning technostress dan family technostress

yang tinggi. Untuk mengurangi gejala learning technostress, karyawan perusahaan

“X” dapat menanamkan pada dirinya bahwa belajar mengenai teknologi adalah suatu

hal yang baik untuk menunjang pekerjaan atau kehidupannya. Selanjutnya, untuk mengurangi gejala family technostress, karyawan perusahaan “X” harus mulai membatasi penggunaan ICT saat berada di rumah dan mulai mendekatkan diri dengan anggota keluarganya dengan cara berinteraksi secara langsung dan melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan ikatan antar mereka.

 Untuk HRD perusahaan “X”, hasil dari penelitian ini dapat menjadi pertimbangan

(28)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DERAJAT TIPE TECHNOSTRESS

PADA KARYAWAN PERUSAHAAN

X

BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

ALITA FERZIANI NRP: 0930239

FAKULTAS PSIKOLOGI

(29)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas limpahan rahmat, karunia, dan ridha-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tipe Technostress Pada Karyawan Perusahaan “X”

Bandung”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk kelulusan di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M. Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dr. Ria Wardani, M.Si., Psikolog, selaku dosen wali.

3. Robert O. Rajagukguk, Ph.D., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Priska Analya, M.Psi., Psikolog, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

5. Missiliana, M.Psi., Psikolog, yang telah bersedia untuk menjelaskan dan berdiskusi mengenai technostress.

6. Ayah, Ibu, Algi, Alifa, Althaf dan segenap anggota keluarga peneliti yang telah memberikan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

(30)

ii

8. Segenap karyawan perusahaan “X” yang telah membantu dalam penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bandung, Juni 2017

(31)

64

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Ayyagari, Ramakrishna. (2007). What and Why of TechnoStress: Technology Antecedent and Implication.

Kementrian Ketenagakerjaan dan Badan Pusat Statistik. (2014). Klasifikasi Jabatan Indonesia.

Lazarus, Richard S & Susan Folkman. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Ragu-Nathan, T.S., Monideepa T., Bhanu S.R. (2008). The Consequences of Technostress of End Users in Organizations: Conceptual Development and Empirical Validation. Ohio.

Riasnugrahani, Missiliana. (2011). Studi Komparatif Mengenai Technostress pada Mahasiswa Fakultas Teknik Elektro, Teknik Informatika, Psikologi, dan Sastra di

Universitas “X” Bandung. HUMANITAS: Jurnal Psikologi Volume 1, Nomor 2, 113-120.

Santrock, John W. (2004). Life-span Development, Ninth Edition. New York: Mc Graw-Hill. Siegel, Sidney. (1992). Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Cetakan Kelima.

Jakarta: PT Gramedia.

Sugiyono. (2004). Statistika untuk Penelitian, Cetakan Keenam. Bandung: Alfabeta.

(32)

DAFTAR RUJUKAN

Chrysta, Iva A.E. (2013). Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tipe Technostress Pada

Mahasiswa Universitas “X” Bandung Yang Menggunakan Smartphone. Bandung:

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Gibbons, Zeynita. (2015). UNESCO Umumkan Bandung Masuk Dalam Jaringan Kota Kreatif. (Online). (http://www.antaranews.com/berita/534718/unesco-umumkan-bandung-masuk-dalam-jaringan-kota-kreatif, diakses 15 Maret 2017)

Magliano, Joe. Telepressure. (http://www.psychologytoday.com/blog/the-wide-wide-world-psychology/2015, diakses pada tanggal 6 Mei 2015).

Maxmanroe. (2014). Mengapa Bandung Cocok Dinobatkan Sbg Sillicon Valley-nya Indonesia?. (Online). (https://www.maxmanroe.com/mengapa-bandung-cocok-dinobatkan-sbg-sillicon-valley-nya-indonesia.html, diakses 15 Maret 2017)

Thrustone, L.L. (1931). The Measurement of Social Attitudes, Journal Of Abnormal and Social Psychology 27. (Online). (https://brock.ca/MeadProject/Thrustone/Thrustone_ 1931d.html, diakses 7 November 2016)

Weil, Michelle M. and Larry D. Rosen. (1999). Personal TechnoStress Inventory (PTSI) Weil, Michelle M. and Larry D. Rosen. (1999). Personal TechnoStress Inventory (PTSI):

Assessment of Reliability, Validity adn Preliminary Result. In Personal TechnoStress inventory Normative Data.

Weil, Michelle M. and Larry D. Rosen. (1999). Personal TechnoStress Inventory (PTSI). In Personal TechnoStress Inventory Scale and Subscale.

Referensi

Dokumen terkait

Agar penyelenggaraan karakter pada mata pelajaran AutoCAD Dasar siswa kelas X Jurusan Teknik Gambar Bangunan di SMK Negeri 3 Yogyakarta dapat berjalan dengan

Melalui tugas akhir ini, dilakukan analisis perbandingan displacement dan kinerja bangunan struktur beton bertulang lima lantai, dengan menggunakan beban gempa dinamis

Kebijakan legislatif (formulatif) merupakan tahap yang paling strategis dari keseluruhan proses operasionalisasi atau fungsionalisasi dan konkretisasi (hukum) pidana, sehingga

Hendaknya dapat menerapkan design analisis tersebut kedalam pengajaran analisis, apresiasi karya sastra berjenis prosa dan drama dengan menggunakan media film sebagai objek

Adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah : merancang sistem pengelolaan obat pada Apotek Langgeng Waras sehingga akan

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan terhadap kinerja karyawan, artinya apabila kepemimpinan tersebut meningkat maka hal itu

Untuk mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh signifikan dari hubungan antara kecepatan, kelincahan, dan daya tahan kardiorespirasi terhadap keterampilan