DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ……… i
UCAPAN TERIMA KASIH ……… ii
ABSTRAK ……… v
DAFTAR ISI ……… vi
DAFTAR TABEL ……… x
DAFTAR BAGAN ……… xi
DAFTAR GAMBAR ……… xii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1
B. Rumusan Masalah ……… 10
C. Tujuan Penelitian ……… 11
D. Metode Penelitian ……… 12
E. Mafaat Penelitian ……… 13
BAB II. KAJIAN TEORETIS
A. Pustaka Terkait
1. Penelitian terdahulu ……… 16
B. Kajian Teori
1. Pengertian dan Landasan Pendidikan Inklusif ……… 23
2. Pengertian dan Karakteristik Anak Autis ………….. 31
3. Kreativitas ………. 35
4. Model Pembelajaran Pengembangan Kreativitas ………. 39
5. Orientasi Model Sinektik ………. 41
C. Model Pembelajaran Tari Berbasis Sinektik ……….. 52
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ………. 55
B. Metode Penelitian ………. 56
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian ………. 63
2. Definisi Operasional ………. 64
D. Instrumen Penelitian
1. Pedoman Wawancara ……… 67
2. Pedoman Observasi ……… 68
3. Kuisioner ……… 69
E. Teknik Pengumpulan Data
2. Wawancara ……… 72
3. Focus Group Disscusion (FGD) ………... 73
4. Refleksi ……… 74
F. Analisis Data ……… 75
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Profil SD Inklusif Al Mabrur ……… 79
2. Profil Guru Seni Budaya ……… 82
3. Profil Siswa Inklusif ……… 82
4. Keterlaksanaan Pembelajaran Tari Sebelum Tindakan ……… 87
B. Aplikasi Model Sinektik dalam Pembelajaran Tari yang berorientasi Model Sinektik di SD Al-Mabrur ……… 89
C. Hasil Aplikasi Model Sinektik dalam Pembelajaran Tari Di SD Al-Mabrur ……… 133
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……… 152
B. Rekomendasi ……… 161
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. ALAT PENGUMPUL DATA
1. Pedoman Wawancara ……… 167
2. Kuisioner ……… 171
3. Pedoman Observasi ……… 172
B. DOKUMENTASI PENELITIAN
1. Foto/Gambar ……… 175
2. Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) ……… 183
3. Surat Keterangan
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. ……….. 46
Tabel 2.2. ……….. 47
Tabel 2.3. ……….. 52
Tabel 2.4 ………. 53
Tabel 3.1. ………. 64
Tabel 3.2. ………. 67
Tabel 3.3. ………. 68
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1. ………. 61
Bagan 3.2. ………. 76
Bagan 4.1. ………. 90
Bagan 4.2. ………. 94
DAFTAR GAMBAR/FOTO
Gambar 3.1. ……… 60
Gambar 4.1 ……… 103
Gambar 4.2 ……… 104
Gambar 4.3. ……… 104
Gambar 4.4 ……… 106
Gambar 4.5 ……… 107
Gambar 4.6 ……… 108
Gambar 4.7 ……… 111
Gambar 4.8 ……… 114
Gambar 4.9 ……… 116
Gambar 4.10 ………. 117
Gambar 4.11 ………. 123
Gambar 4.12 ………. 124
DAFTAR LAMPIRAN
Instrumen Pengumpulan data
1. Pedoman Wawancara terhadap Kepala Sekolah ……… 167
2. Pedoman Wawancara terhadap Guru Kelas ……… 168
3. Pedoman Wawancara terhadap Guru Seni Budaya ……… 169
4. Kuisioner terhadap Siswa Inklusif ……… 171
5. Pedoman Observasi ……… 172
Dokumentasi Foto ……… 175
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, terminologi
pendidikan inklusif disebutkan hanya pada pendidikan khusus untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Pasal 5 ayat 2 UU ini menyatakan, “Warga Negara
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa,
“Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa”.
Meskipun layanan pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) sudah tersedia
untuk memenuhi hak siswa ABK atas pendidikan, tetapi ini dapat melanggar
haknya untuk diperlakukan secara non diskriminatif, dihargai pendapatnya dan
hak untuk tetap berada dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya (komite
monitoring, konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1998).
Pada penjelasan pasal 15 UU No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan khusus
disebutkan bahwa “pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus”.
Pendidikan Nasional nomor 70 tahun 2009 tanggal 5 Oktober 2009, bahwa
pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Dengan demikian pelayanan
pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau disabilitas tidak lagi
hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah
luar biasa maupun sekolah reguler/umum. Juju Masunah (2009:2) menyebutkan,
“Seruan UNESCO tentang education for all yang meliputi perlindungan hak siswa
berkebutuhan khusus, orang miskin dan gender”. Pendidikan inklusif sebuah
terobosan yang memberikan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan
dengan anak normal, termasuk dalam hal ini anak autis.
Pendidikan inklusif kini gencar disosialisasikan dan mendapat sambutan
baik dari masyarakat, karena diyakini bahwa pendidikan inklusif merupakan
sebuah wadah pendidikan yang inovatif untuk memperluas kesempatan belajar
bagi beragam siswa, dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang
memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada
sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan inklusif adalah
kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok
secara utuh bagi seluruh siswa disabilitas yang memiliki IQ normal diperuntukan
bagi yang memiliki kelainan (intelectual challenge), bakat istimewa, kecerdasan
istimewa dan atau yang memerlukan pendidikan khusus yang dibaurkan dengan
siswa normal lainnya di usia sekolah mulai dari jenjang TK, SD, SMP, sampai
dengan SMA. Anak disabilitas adalah mereka yang mempunyai kebutuhan, baik
dan/atau kondisi ekonomi, kondisi politik, kelainan bawaan maupun yang didapat
kemudian. Sekolah seyogyanya mencari cara agar berhasil mendidik semua
anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Melalui pendidikan inklusif,
anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan
bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak
dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Sekolah inklusif diharapkan dapat menampung dan menyalurkan
siswa-siswi yang memiliki kekurangan bahkan kelebihan baik pada siswa normal
maupun siswa disabilitas. Sama halnya dengan sekolah-sekolah inklusif lainnya,
SD Al-Mabrur memiliki siswa berkebutuhan khusus yang beragam, diantaranya
Kelainan Emosional atau Emotional Behavior Disorder (EBD), tunagrahita,
tunadaksa, lambat belajar dan autis. Dari beragamnya siswa yang terdapat di
sekolah inklusif tersebut, peneliti tertarik pada siswa autis.
Siswa autis mesti dipandang sebagai sebuah perbedaan bukan sebagai
abnormal. Sekalipun mereka adalah siswa yang memiliki sejumlah hambatan,
namun sekecil apapun modalitas yang dimiliki anak autis sesungguhnya
menyimpan ribuan keunikan tersendiri, memiliki potensi kreatif, memiliki
kelebihan dalam daya ingat, dan juga memiliki kemampuan yang menonjol pada
bidang tertentu, termasuk dalam seni tari melalui penggalian dan pengembangan
potensi dan kreativitasnya secara terarah.
Beberapa kajian di bidang pendidikan seni tari pada siswa berkebutuhan
Ariswati (2010) meneliti tentang Pembelajaran Seni Tari Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus, Studi Kasus di SLB Budi Nurani Kota Sukabumi. Hasil
penelitiannya dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran tari menggunakan
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu materi tari kreatif yang
sudah jadi, pembelajaran disesuaikan dengan modalitas siswa, dan metode
pembelajaran menggunakan demonstrasi.
Juju Masunah (2010) menulis bahwa pendidikan yang melibatkan siswa
berkebutuhan khusus termasuk ke dalam pendidikan multikultural. Pendekatan
yang digunakan untuk siswa berkebutuhan khusus menurut Masunah adalah
pendekatan berkeadilan. Hal ini ditinjau dari cara guru memberikan materi dan
metode pembelajaran. Materi yang diberikan kepada siswa SDLB-A bukan suatu
tarian yang sudah jadi/baku, melainkan gerak-gerak tari kreatif hasil dari
eksplorasi unsur-unsur tari yaitu tenaga, ruang, dan waktu.
Rahmah Tri Silvia (2007) dalam penelitian tesisnya tentang “Strategi
mengatasi perilaku tantrum pada anak autistik di SLB X Sumatera Barat”.
Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa dampak dari strategi pembelajaran
yang diberikan sebagai upaya mengatasi perilaku tantrum pada anak autis
menunjukkan hasil yang positif yaitu terjadi penurunan perilaku tantrum pada
anak autistik selama proses pembelajaran berlangsung.
Penelitian terhadap siswa disabilitas lebih banyak di SLB. Ada penelitian
di sekolah inklusif tetapi hanya terfokus pada aspek interaksi. Gelora Riksa
Pradani (2011) meneliti tentang cara siswa autis berinteraksi dalam pembelajaran
dengan cara visual pada saat mengikuti pembelajaran seni tari dan siswa tersebut
dapat melakukan gerak yang dicontohkan guru (meniru).
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang mengkaji siswa autis
dalam konteks inklusif, yaitu pada pembelajaran tari yang menyertakan
keberagaman potensi siswa dapat saling memberikan kontribusi satu sama lain,
baik siswa disabilitas maupun siswa lainnya. Selain itu konteks inklusif juga
berpengaruh pada kesadaran akan perbedaan.
Sekolah yang dipilih adalah SD Al-Mabrur yang beralamat di jalan Patrol
Kav. V No. 2-4 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. SD Al-Mabrur
adalah sekolah yang memberikan layanan pendidikan inklusif dan percepatan
belajar 5 tahun (akselerasi). Di sekolah ini juga setiap pembelajaran dapat
tersampaikan kepada siswa mengacu pada KTSP pada umumnya, namun di
sekolah ini sangat terbuka dengan pembaharuan-pembaharuan guna meningkatkan
kemampuan peserta didiknya. Selanjutnya pembelajaran tari diberikan kepada
semua siswa pada semester genap. Pembelajaran dilaksanakan lebih pada
persiapan untuk pementasan di akhir tahun ajaran, sehingga target dari
pembelajaran tari tersebut adalah penguasaan terhadap jenis-jenis tarian. Tarian
yang berorientasi kreativitas lebih pada bagaimana membuat tari, sedangkan
pemahaman pada unsur-unsur tari tidak diberikan. Dengan demikian
pembelajaran tari perlu ditingkatkan.
Penelitian ini, akan menerapkan pembelajaran tari yang mengembangkan
proses kreativitas siswa dengan memperhatikan aspek interaksi sosial, kerjasama,
dengan unsur ragam tenaga dan waktu/tempo. Materi tersebut memberikan suatu
kebebasan kepada siswa dalam berkreativitas.
Kemampuan siswa yang beragam di kelas inklusif haruslah ditemukenali
guru dan dijadikan orientasi dalam mengembangkan dan mengoptimalkan
keberagaman potensi dan kecerdasan siswa melalui sebuah proses pembelajaran
seni tari. Sebagaimana halnya dalam penelitian ini kemampuan kreativitas siswa
autis di kelas inklusif dapat tumbuh dan berkembang melalui pembelajaran seni
tari, melalui proses kegiatan belajar yang mengeksplorasi beragam pengalaman
melalui gerak tari. Dengan pengalaman berkreasi gerak tari dapat
menumbuhkembangkan beragam kemampuan yang berhubungan dengan
kemampuan fisik, emosi, sosial, dan pengetahuannya. Pada kegiatan
instruksional, seyogyanya memperhatikan perkembangan kemampuan siswa yang
beragam mencakup kognitif, apektif, dan psikomotor dengan pengembangan
metode dan media pembelajaran yang efektif dan efisien.
Kecenderungan hambatan pada siswa autis di SD Al-Mabrur adalah
kurangnya interaksi sosial, kurang mampu mengungkapkan gagasan berpikir
kreatif, kurang memiliki empati terhadap orang lain/sesama, dan kurang fokus
terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Melalui pembelajaran tari yang
mengutamakan aspek kerjasama diharapkan siswa autis lebih dapat meminimalisir
kelemahan yang dimiliki (yang menjadi hambatan pada sikap/perilaku siswa
autis), dapat meningkatkan perkembangan perilaku dan berpikir kreatif.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas penelitian ini penting dilakukan,
membangkitkan pola pikir kreatif serta perubahan perilaku anak didik dalam hal
ini siswa disabilitas (termasuk siswa autis) dan siswa lainnya melalui penanaman
pemahaman, menumbuhkan cita rasa yang indah dan sensitivitas. Harapan di
masa yang akan datang melalui belajar tari dapat terbentuk manusia yang berbudi
pekerti luhur, kreatif, apresiatif, peka, dan mempunyai rasa keindahan serta dapat
membantu mereka dalam perkembangannya menuju kedewasaan untuk hidup di
masyarakat.
Pengembangan dimensi kreativitas bagi anak autis dalam tari sangat penting
dan dapat dilaksanakan, salah satu diantaranya dengan cara mengarahkan siswa
autis untuk mengekspresikan dirinya secara bebas melalui bimbingan dan
perhatian, sehingga mereka dapat berpengalaman mengeksplorasi berbagai
gerakan tari. Gerak yang mereka lakukan diharapkan mampu mengembangkan
beragam kepekaan yang mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan
dirinya, dan membantu meminimalisir kekurangan yang selama ini mereka
rasakan.
Kreativitas menjadi salah satu ciri manusia yang berkualitas. Munandar
(2009:46) mengatakan bahwa kreativitaslah yang memungkinkan manusia
meningkatkan kualitas hidupnya. Dan sebagai pondamen dasar dalam mencapai
hal itu, diperlukan pemupukan sikap dan perilaku kreatif sejak dini. Harlock
(1978: 2) mengemukakan bahwa “kreativitas menekankan perbuatan sesuatu
yang baru dan berbeda”. Kreativitas merupakan manivestasi dari individu (dalam
hal ini siswa autis) untuk mewujudkan dirinya, menjadi salah satu kebutuhan
mewujudkan diri tanpa harus diragukan oleh orang lain. Oleh sebab itu perlu
sekali kreativitas dikembangkan pada siswa autis melalui pembelajaran seni tari,
karena melalui pembiasaan kegiatan yang membina kemampuan kreativitas
diharapkan dapat membantu perkembangannya menuju kedewasaan untuk bekal
hidup di masyarakat. Kreativitas ini ditekankan pada cara siswa bersikap dan
bertindak untuk memperoleh suatu pengalaman baru yang bermakna.
Berpikir kreatif pada sebuah pengalaman pembelajaran yang menyenangkan,
dapat menelusuri ladang kreativitas siswa autis menjadi kaya. Dilakukan dengan
melatih siswa autis dan siswa lainnya melalui berbagai rangkaian/bermain analogi
(baik analogi pribadi, analogi langsung maupun analogi konflik), dikenalkan
kepada mereka. Pengalaman-pengalaman melalui ketiga analogi di atas
menggambarkan cara pandang mereka sendiri berpikir metaforis yang pada
akhirnya membantu mereka melakukan konseptualisasinya.
Implementasi analogi tersebut dapat berwujud dengan keterlibatan mereka
dalam berimajinasi tentang suatu hal yang sudah ataupun yang baru dikenal, lalu
mereka mengungkapkan dan mengeksplorasi imajinasinya. Sehingga melalui
kemampuan beranalogi tersebut siswa autis dan siswa lainnya pun mempunyai
dorongan ingin tahu yang besar dalam mengembangkan suatu gagasan kreatif.
Hal yang menjadi dasar dari paparan di atas, suatu pendekatan yang
menarik dalam mengembangkan suatu metode berpikir kreatif pada dimensi
kreativitas telah dirancang oleh Gordon dengan nama synectic (sinektik). Model
sinektik ini merupakan pengajaran yang baik sekali untuk mengembangkan
bahwa Sinektik dapat menstimulasi siswa untuk melihat dan merasakan gagasan
orisinil dengan cara-cara yang baru dan lebih segar. Jika siswa ingin
menyelesaikan masalah, berharap mereka akan melihat masalah itu dengan lebih
bijaksana dan mengembangkan solusi-solusi yang dapat mereka eksplorasi.
Strategi dalam sinektik dirancang oleh Gordon ini berorientasi
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan
wawasan dalam hubungan sosial. Sehingga sinektik dapat membantu siswa autis
memahami masalah, ide, dalam mengenalkan sesuatu yang baru. Sinektik
merupakan model yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran seni tari untuk
meningkatkan kreativitas baik secara individual ataupun kelompok. Selain itu
sinektik melatih siswa mengembangkan kemampuan imajinasi melalui bermain
analogi dalam proses berkreativitas.
Orientasi model sinektik ini dapat diaplikasikan dan dikembangkan dalam
pembelajaran tari melalui gerak-gerak sederhana yang ditemukan dan
dieksplorasi secara kreatif, dibantu dengan stimulus visual melalui
boneka/patung/gambar/cerita untuk gerak dan pendengaran melalui
ritme/ketukan/hitungan untuk musik. Konsep yang diberikan adalah bermain
analogi yang sudah diakrabi oleh siswa, yaitu dengan berbagai stimulus yang
dapat merangsang berpikir kreatif anak. Dari multi rangsang yang diberikan
berdasarkan pada ragam modalitas belajar yang mereka miliki, mereka bisa
menemukan gerak tari, rasa ritme melalui tempo/hitungan, hentakan kaki, dan
Realita dan fakta yang ada di lapangan adalah masih adanya SD inklusif
yang tidak mengajarkan seni tari, dikarenakan guru berpendapat : (1) tidak
adanya guru pengajar khusus yang berlatarbelakang pendidikan seni tari, (2)
guru yang mengajar tari harus guru yang memiliki kompetensi menari yang baik,
(3) pembelajaran tari untuk siswa inklusif kurang berhasil disebabkan adanya
kesenjangan potensi yang berbeda, (4) kemampuan anak autis cenderung hanya
bisa meniru gerakan tari yang dicontohkan guru.
Menyimak beberapa pendapat di atas, mendorong peneliti untuk terjun
langsung melibatkan diri berperan sebagai aplikan. Dalam aplikasi ujicoba
pembelajaran tari berbasis sinektik untuk meningkatkan kreativitas dan
berdampak terhadap perubahan perilaku bagi siswa autis dan siswa lainnya. Maka
pertanyaannya adalah bagaimanakah aplikasi pembelajaran tari berbasis sinektik
diberikan untuk meningkatkan aspek perkembangan interaksi sosial dan
kreativitas, pada siswa autis dan siswa lainnya di SD inklusif?
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari pertanyaan dasar di atas, masalah pokok penelitian
dirumuskan sebagai berikut.
1) Bagaimana gambaran situasi pembelajaran tari untuk siswa autis dan siswa
lainnya di SD inklusif sebelum ujicoba aplikasi dilakukan?
2) Bagaimana aplikasi pembelajaran tari yang berbasis sinektik untuk
meningkatkan perkembangan interaksi sosial dan kreativitas pada siswa autis
3) Bagaimana hasil dari aplikasi pembelajaran tari yang beorientasi sinektik
untuk meningkatkan perkembangan interaksi sosial dan kreativitas, pada
siswa autis dan siswa lainnya di SD inklusif setelah diberikan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Sebagai praktisi pendidikan yang berkonsentrasi pada pendidikan seni tari,
secara umum penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu rujukan yang
dapat memberikan kontribusi terhadap pembelajaran tari khususnya di SD
inklusif, yang mengedepankan peningkatan kreativitas siswa sesuai dengan
potensi dan tingkat perkembangannya. Selain itu dapat dijadikan pijakan telaah
terhadap inovasi pembelajaran tari di SD inklusif yang mampu merubah
hambatan perilaku siswa, terlebih difokuskan pada siswa autis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus tulisan ini adalah untuk menjawab persoalan yang dirumuskan
pada rumusan masalah, yakni:
1) Mengidentifikasi dan mendapat pemahaman tentang gambaran situasi
pelaksanaan pembelajaran tari untuk siswa autis dan siswa lainnya di SD
inklusif Al- Mabrur sebelum ujicoba dilakukan.
2) Mengidentifikasi, memahami, dan menjelaskan proses dan langkah-langkah
perkembangan interaksi sosial dan kreativitas, pada siswa autis dan siswa
lainnya di SD inklusif Al-Mabrur.
3) Mengidentifikasi, lebih memahami, dan menjelaskan tingkat keberhasilan
dari aplikasi pembelajaran tari yang beorientasi sinektik untuk meningkatkan
perkembangan interaksi sosial dan kreativitas, pada siswa autis dan siswa
lainnya di SD inklusif Al-Mabrur setelah aplikasi diberikan/diujicobakan.
D. Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman model pembelajaran tari untuk
siswa autis dan siswa lainnya dalam upaya meningkatkan perkembangan
interaksi sosial dan kreativitas di sekolah inklusif.
Bagi Pendidik
Penelitian ini menjadi bahan referensi tentang pengembangan model pembelajaran
tari yang berorientasi sinektik bagi siswa autis dan siswa lainnya di sekolah
inklusif. Selain itu juga sebagai alternatif metodologis pembelajaran tari di
sekolah inklusif yang dapat meningkatkan perkembangan interaksi sosial dan
kreativitas, sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran seni tari.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Semoga penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam melakukan penelitian lebih
Bagi Siswa Autis
Dampak dari hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif untuk teraphy.
Bagi Orang tua Siswa/masyarakat
Dari penelitian ini dapat mengambil manfaat dari hasil penelitian ini sebagai
bahan pengayaan wawasan/pengetahuan dalam mendidik, membimbing, dan
membina anak autis dengan mengenalkan pendidikan seni tari dari segi teknik dan
manfaatnya.
E. Metode Penelitian
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode penelitian tindakan
partisipasi (partisipatory action research), yaitu metode yang melibatkan peneliti
terlibat langsung dan berpartisipasi dengan subjek yang diteliti.
Dipilihnya metode tersebut karena penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan, gambaran situasi sosial/kondisi nyata secara terintegrasi dalam
waktu yang bersamaan, terlibat langsung dalam melakukan perubahan atau
intervensi dengan tujuan perbaikan dan atau situasi yang nyata, yang pemecahan
masalahnya segera dilakukan, lalu memahaminya. Selanjutnya, mendeskripsikan
kembali proses pembelajaran secara menyeluruh mulai dari kondisi awal sampai
dengan kondisi hasil akhir perlakuan yang diberikan melalui aplikasi sebuah
pembelajaran tari yang berbasis sinektik di kelas inklusif sebagai upaya
kreativitas pada siswa autis dan siswa lainnya di SD Al-Mabrur Kabupaten
Bandung.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini terdapat lima bab, yaitu bab I Pendahuluan,
bab II Kajian Pustaka, bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil Penelitian dan
Pembahasan, dan BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi/Saran.
Bab pendahuluan berisi latar belakang masalah membahas hal-hal yang
mendasari fokus tesis ini; rumusan masalah yang berisi persoalan yang akan
dikaji; tujuan penelitian yang menjelaskan tujuan dan manfaat dari pentingnya
dari penelitian tesis ini bagi pendidikan seni tari di Sekolah Dasar (SD) Inklusif
pada khususnya; metode penelitian yang menjelaskan materi/bahan penelitian dan
teknik pengumpulan data penelitian; lokasi dan sampel penelitian menjelaskan
tempat dan sampel penelitian yang dikaitkan dengan rumusan masalah serta
tujuan penelitian, serta sistematika penulisan yang menguraikan secara singkat
pokok-pokok bahasan setiap babnya.
Bab kajian pustaka menjelaskan pustaka terkait dan penelitian terdahulu
yang relevan dengan bidang yang diteliti guna menjelaskan kedudukan masalah
dan bidang ilmu dalam tesis ini, serta kerangka teoretik yang digunakan dalam
membahas konsepsi model sinektik dalam pembelajaran tari untuk meningkatkan
kreativitas siswa autis dalam lingkungan pendidikan formal inklusif. Teori yang
digunakan untuk membangun landasan teori ini adalah teori yang terkait dengan
Bab III ini secara rinci akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan
untuk menelusuri persoalan dalam tesis ini, yang secara garis besar telah
disinggung dalam bab I. Untuk itu, batasan-batasan istilah, prosedur dan
tahap-tahap penelitian dan analisa data akan dijelaskan di bab ini.
Bab hasil penelitian dan pembahasan yang isinya menjelaskan dan
memaparkan profil SD Inklusif Al-Mabrur dan profil guru seni budaya di sekolah
tersebut; Aplikasi pengembangan model sinektik dalam pembelajaran tari bagi
siswa inklusif (hal yang menjadi dasar dari desain model pembelajaran tari, tujuan
dan konsepnya, strategi/materi pembelajarannya, dan desain evaluasinya) dalam
kaitannya dengan meningkatkan kreativitas dampak perilaku siswa autis pada
khususnya.
Pada bab penutup ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan
saran-saran/rekomendasi kepada pihak terkait berkaitan dengan temuan dalam
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SD Inklusif Al-Mabrur Jalan Raya
Patrol Kav. V No. 2-4 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Lokasi ini
berada di wilayah Kabupaten Bandung. Sekolah ini merupakan salah satu
sekolah umum yang memberikan layanan pendidikan kepada beragam siswa.
Siswa yang mengikuti pendidikan di SD tersebut selain terdapat siswa reguler
terdapat pula siswa ABK dan siswa yang berbakat.
Siswa yang berbakat didorong untuk memperoleh pelayanan akselerasi
pendidikan, sehingga siswa dapat memperoleh proses percepatan pendidikan.
Siswa yang berkebutuhan khusus disatukan dengan siswa normal lainnya dan
diperlakukan setara dan adil. Subjek peneltian ini adalah siswa kelas V.3, yang
terdiri dari siswa ASD (Autistic Spectrum Disorder), siswa EBD (Emotional
Behavior Disorder), dan siswa reguler.
Pemilihan lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama SD
Al-Mabrur merupakan salah satu diantara sekolah dasar yang memberikan layanan
percepatan proses pendidikan dalam bentuk akselerasi dan pendidikan inklusif
yang baik, dan direkomendasikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung.
Kedua heterogenitas siswanya mendukung terhadap penelitian yang akan
Kebanyakan guru yang mengajar di SD tersebut adalah guru kelas dan ada
juga guru profesional. Guru profesional pada mata pelajaran Pendidikan
Agama, Olah Raga, Bahasa Inggris, dan Bimbingan Konseling (BK). Guru yang
mengajar mata pelajaran seni budaya di sekolah tersebut dapat dikatakan sebagai
guru ‘borongan’ karena dituntut multi talenta dalam mengajarkan berbagai
bidang baik musik, tari, rupa maupun kriya. Dari semua guru yang mengajar
seni budaya di sekolah tersebut tak ada satu orang guru yang berlatar belakang
pendidikan seni, hanya berdasarkan skill yang guru miliki dalam memberikan
materi seni.
B. Metode Penelitian
Penelitian kulitatif ini menggunakan metode kaji tindak atau action
research. Carr dan Kemiss (1986), menjelaskan bahwa:
Action Research is a form of self-revlective enquiry undertaken by participant (teacher, student or principals,for example) in social (including educational) situations in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations (and institutions) in which these practice are carried out. (Jean McKniff, 1995: 2)
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa penelitian tindakan
dipandang sebagai cara untuk menggambarkan satu kegiatan yang dirancang dan
dilakukan oleh partisipan (guru, siswa, dan kompenen lainnya) untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya dalam kegiatan ini merumuskan sistem
yang akan mencapai peningkatan yang merupakan hasil dan diantisipasi melalui
reflektif/tindakan dalam situasi sosial tertentu pada institusi dimana praktek itu
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah
penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok
sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang
bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah
adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok
sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahan masalah
yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan
inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan
masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Selanjutnya Arikunto (2002: 96) menjelaskan tentang tujuan penelitian
tindakan yang harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut.
1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu
benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani
serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
2. Kegiatan penelitian, baik inferensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak
boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
3. Jenis intervensi yang diujicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih
dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah
dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat
terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan
M Steven Kemmis dan R. Taggart (2000: 567) menawarkan metode
partisiparoty action research yang dapat digunakan untuk beragam pendekatan
penelitian di dalam bidang dan setting yang beragam/berbeda. Tujuan dari
penelitian partisipan tindakan, adalah:
1. Untuk mengeksplorasi hubungan antara dunia individu dan sosial
2. Untuk mendorong orang dalam memahami pengetahuan mereka
3. Untuk mendorong orang dalam memahami praktik-praktik sosial yang
menghubungkan mereka di dalam interaksi sosial
4. Membantu orang melepaskan dan membebaskan dari keterbelengguan dari
struktur sosial yang membatasi perkembangan dirinya.
5. Membantu orang melepaskan dan membebaskan dari keterbelengguan dari
media sosial yang membatasi perkembangan dirinya.
6. Membantu orang untuk menemukan/menginvestigasi kenyataan agar dapat
merubah kenyataan itu.
7. Mentransformasikan antara praktik dan teori
Selanjutnya Kemmis dan Taggart (2000: 595) menjelaskan
langkah-langkah kunci dalam melakukan penelitian partisipasi tindakan yang secara umum
terkait dengan sebuah spiral atas putaran refleksi diri, yaitu perencanaan sebuah
perubahan – pelaksanaan dan observasi – proses dan konsekwen atas perubahan
tertentu – merefleksikan proses-proses tersebut dan konsekwensi-konsekwensi,
kemudian direncanakan kembali – dilaksanakan dan diobservasi – dan melakukan
research itu adalah praktik- praktik nyata yang melibatkan pembelajaran tentang
kenyataan tertentu, materi, konkrit dan aktual, praktik-praktik yang khusus atas
orang yang khusus di dalam setting yang khusus pula.
Berdasarkan pemahaman dari paparan di atas bahwa penelitian tindakan
dalam konteks sekolah inklusif bermaksud untuk membawa perubahan individu
atau kelompok melalui materi dan praktik yang direncanakan secara khusus.
Dalam prakteknya berkaitan dengan skill dan nilai-nilai yang dibangun melalui
komunikasi, interaksi sosial, dan berkarya. Hal tersebut berpengaruh terhadap
terbentuknya individu dan kelompok sesuai dengan perubahan yang diharapkan.
Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian
tindakan partisipasi, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari
siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning
(rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi).
Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan,
pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Siklus dari tahap-tahap penelitian tindakan dapat dilihat pada gambar
Gbr. 3.1. Sik
(Sumber
Gambar di at
yang terangkai seca
pelaksanaan sesungg
bergantung pada perm
terkait belum tersele
selanjutnya yang dis
sebelumnya.
Siklus Penelitian Tindakan Model Kemmis &
er dari The Action reseach. Denzin & Lincoln.
atas, tampak bahwa didalamnya terdiri dari
ecara simultan atau dapat dikatakan dua
gguhnya jumlah siklus disesuaikan dengan
ermasalahan yang perlu diselesaikan. Apabil
elesaikan dalam dua siklus maka perlu d
disertai tindak lanjut dari penyelesaian masa
s & Mc. Taggart
ln. 2000; 596)
ri dua komponen
ua siklus. Untuk
n kebutuhan dan
bila permasalahan
dilakukan siklus
SIKLUS I
Bagan. 3.1. Alur kerja Penelitian Tindakan yang dilakukan (Reni: 2012)
Penjelasan alur diatas adalah:
1. Observasi Awal. Dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang ada dan
diteliti pada saat berlangsungnya pembelajaran seni tari, yang meliputi
aktivitas perilaku dan kreativitas pada keberagaman siswa, terlebih pada
siswa autis. Observasi Awal
Perencanaan: • Pembuatan RPP,
dan lembar Observasi • Memberikan
materi/masalah yang disusun dalam RPP • Mengaplikasikan Model pembelajaran tari yang berbasis sinektik Tindakan: • Aplikasi ujicoba
2. Rancangan/Perencanaan. Rancangan ini dilakukan setelah mengadakan
observasi awal terhadap masalah individu dan kelompok di dalam kelas yang
memiliki keberagaman siswa. Rancangan ini diharapkan dapat menjadi
acuan dalam merubah dan meminimalisir masalah yang ada pada siswa di
kelas inklusif tersebut. Rancangan ini dirumuskan dalam bentuk RPP,
menetapkan jumlah siklus, dan mempersiapkan lembar observasi yang
didalamnya ditentukan pula indikator yang diharapkan dan tercapai.
3. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini aplikan sekaligus peneliti
mengadakan proses tindakan sesuai dengan RPP yang telah disusun dan
direncanakan sebelumnya, didalamnya memuat langkah-langkah kegiatan
pembelajaran yang terkait dan mengarah pada model pembelajaran tari
berbasis sinektik.
4. Pengamatan atau observasi. Pada tahap ini pelaksanaannya bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini aplikan yang berperan ganda
sebagai peneliti berkolaborasi dengan observer. Pada tahap ini instrumen
penelitian telah disiapkan dan divalidasi oleh para ahli digunakan untuk
mencatat temuan penting aktivitas dan kreativitas siswa. Untuk menghindari
ketidakakuratan/keraguan dari hasil observasi, pada tahap ini peneliti
merekam peristiwa melalui rekaman video (handycam), dari rekaman tersebut
diputar berulang-ulang untuk diamati dan dideskripsikan secara mendetil.
5. Refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan dan memikirkan
kembali tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum dilakukan,
melakukan tindakan, dan lain sebagainya. Pada tahap ini dalam melaksanakan
pembelajaran lebih mengarah pada substansi yang menjadi permasalahan
pokok untuk dapat meningkatkan perubahan aspek perkembangan
perilaku/interaksi dan kreativitas dari keberagaman siswa.
Pada intinya kegiatan refleksi yang dilakukan merupakan kegiatan evaluasi
tindakan, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak
lanjut dalam perencanaan siklus berikutnya sampai menghasilkan
kesimpulan/interpretasi hasil penelitian .
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Penting kiranya bagi seorang peneliti dapat memahami kedudukan variabel
dalam sebuah penelitian. Pada dasarnya pengertian dari variabel dalam penelitian
adalah untuk membatasi substansi dari fokus masalah. Berdasarkan rumusan
masalah, maka peneliti menentukan variabel penelitian ini terdiri dari dua
variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dari kedua variabel ini pada
akhirnya akan dilihat adanya prinsip kausalitas (saling mempengaruhi). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah model sinektik yang diadaptasi pada
pembelajaran tari, sedangkan variabel terikatnya adalah kreativitas dan aspek
[image:32.595.111.512.253.645.2]perkembangan interaksi sosial siswa autis dan siswa lainnya di kelas inklusif.
Tabel 3.1 Sub Variabel
Variabel Bebas Variabel Terikat
Model sinektik dalam pembelajaran tari.
Indikator:
1. Model Sinektik merujuk pada yang sudah ada, dikembangkan /diadaptasi pada pembelajaran tari a. Sintak/Langkah-langkah
b. Unsur pendukung (guru, media/
sumber belajar)
c. Interaksi guru dengan siswa,
siswa autis dengan siswa
lainnya.
Pembelajaran seni tari pada siswa autis dan siswa lainnya di kelas inklusif.
Indikator:
1. Aspek perkembangan interaksi
sosial, meliputi: a. Kerjasama b. Empati
2. Peningkatan kreativitas siswa
autis dan siswa lainnya dalam hal:
a. Menemukan ide/gagasan b. Beranalogi dalam melakukan
gerak
c. Menciptakan kreasi
2. Definisi Operasional
Dalam tulisan ini perlu dijelaskan beberapa istilah yang memiliki makna
operasional dalam kepentingan penelitian yang dilakukan. Untuk menghindari
adanya salah pengertian tentang konsep-konsep yang akan dikaji dalam penelitian
ini, maka peneliti membuat penjelasan/definisi dari beberapa istilah seperti yang
dituangkan di bawah ini:
1) Model Sinektik dalam pembelajaran tari merupakan suatu rancangan
/strategi tentang langkah-langkah pengembangan model pembelajaran tari
dengan menggunakan metafora bagi siswa autis dan siswa lainnya. Model ini
menekankan pada kreativitas siswa saat proses pembelajaran seni tari berlangsung
siswa lainnya, untuk memperoleh suatu pengalaman dan perubahan perilaku yang
baru.
2) Kreativitas dapat dipahami sebagai suatu kemampuan untuk menemukan,
menyusun suatu ide dalam hal ini adalah gerak kreatif yang berbeda dengan ide
sebelumnya. Kreativitas ini ditekankan pada cara siswa bersikap dan bertindak
untuk memperoleh suatu pengalaman baru.
3) Interaksi Sosial dipahami sebagai suatu aktivitas yang saling mempengaruhi
sebagai hubungan timbal balik satu sama lain baik antar individu, individu dengan
kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dalam suatu kondisi kehadiran
mereka yang menghasilkan pembentukan struktur sosial.
4) Siswa/Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
dalam aspek perilaku, interaksi, bahasa dan komunikasi, serta emosi dan persepsi
sensorinya juga keberadaan dalam lingkungan dan hubungannya dengan orang
lain.
5) Siswa lainnya adalah siswa regular yang memiliki kemampuan “normal” baik
dari aspek berpikir maupun aspek perilaku.
6) Sekolah/Pendidikan Inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang
mengakomodasikan semua siswa tanpa ada diskriminasi termasuk didalamnya
anak autis, anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak dari etnis, budaya,
bahasa minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan
D. Instrument Penelitian
Peneliti harus menggunakan instrument penelitian yang tepat sehingga
hasil penelitian bisa valid (Suparno, 2008: 43). Instrumen dalam penelitian ini
adalah peneliti sendiri (manusia sebagai instrument). Lincoln & Guba (1985:
199) secara tegas mengemukakan bahwa “apabila metode penelitian telah jelas
kualitatif maka instrument yang digunakan adalah manusia, karena muatan yang
sarat dalam lingkup yang hendak diamati”. Huberman & Miles (1994:42)
menjelaskan pula bahwa “seorang peneliti kualitatif melakukan penelitian
berpegang fokus pada pembatasan studi melalui kerangka kerja konseptual,
pertanyaan-pertanyaan penelitian dan penentuan sampel”.
Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah pedoman
wawancara, pedoman observasi, dan pedoman kuisioner.
1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan sebagai proses untuk mendapatkan data dan
informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas. Kisi-kisi yang dijadikan
pedoman dalam wawancara ini lalu dikembangkan dalam bentuk
Tabel 3.2. Pedoman wawancara
Objek Waktu Hal Yang Ditanyakan
Kepala Sekolah Sebelum
terlaksana proses
aplikasi model
pembelajaran (Pra Penelitian)
• Keterlaksanaan layanan
pendidikan inklusif
• Keberadaan ragam siswa yang
mengikuti pembelajaran
• Keterlaksanaan pemberian
pembelajaran tari
• Keberadaan tenaga pengajar seni tari
• Penggunaan Kurikulum
Guru Kelas Sebelum
terlaksana proses
aplikasi model
pembelajaran (Pra Penelitian)
•Kondisi subjek penelitian
•Karakteristik, hambatan dan
prilaku siswa ABK yang ada di kelas
•Aktivitas subjek penelitian dalam pembelajaran
•Prestasi dan potensi yang dimiliki siswa ABK dan siswa normal
Guru Seni
Budaya
Ketika pra
penelitian, selama berlangsung dan berakhirnya penelitian
• Kondisi subjek penelitian saat mengikuti pembelajaran tari
• Aktivitas dan respon siswa
terhadap pembelajaran tari
• Materi tari yang diberikan
• Sikap/perilaku subjek penelitian
saat terjadinya proses
pembelajaran tari
• Strategi belajar mengajar yang dilakukan bagi subjek penelitian
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi ini digunakan untuk mengamati kondisi sebelum
aplikasi model diberikan dan selama proses aplikasi model diujicobakan
[image:36.595.119.518.146.626.2]Tabel 3.3. Pedoman Observasi
Masa Pelaksanaan Observasi
Frekwensi Hal yang Diobservasi
Pra Penelitian:
• di Sekolah
• di kelas (sebelum
aplikasi model
diujicobakan)
1 kali Siswa inklusif dan gambaran KTSP
yang digunakan
1 kali • Materi pembelajaran tari yang
diberikan
• Kondisi kelas dan karakteristik ragam siswa di kelas inklusif saat terjadinya proses pembelajaran tari
• Kreativitas dan Interaksi siswa di kelas inlusif saat mengikuti proses pembelajaran tari
• Strategi pembelajaran yang
diberikan. Penelitian di kelas saat
berlangsung ujicoba
aplikasi model
diberikan
4 kali • Perilaku dan interaksi siswa di
kelas inklusif (fokus perhatian
terhadap siswa autis) selama
aplikasi model sinektik dalam pembelajaran tari
• Kemampuan siswa (fokus
perhatian pada siswa autis) dalam
mengembangkan kreativitas
melalui beranalogi
• Kemampuan siswa (focus
perhatian terhadap siswa autis) di kelas inklusif dalam berinteraksi dengan sesama, dan dengan guru.
• Respon siswa (terlebih siswa autis)
inklusif terhadap materi
pembelajaran tari
• Hasil ujicoba aplikasi model
sinektik dalam pembelajaran tari
yang berdampak terhadap
pengembangan kreativitas dan
[image:37.595.113.517.136.662.2]3. Pedoman Kuisioner
Instrument ini diberikan kepada siswa sebagai bentuk wawancara tertutup,
dengan tujuan untuk menghindari dampak secara psikhologis terhadap siswa
ABK yang berada di kelas.
Tabel 3.4. Pedoman Kuisioner
Objek Frekwensi Hal yang ditanyakan
Siswa inklusif yang
berada di kelas V.3.
1 kali • Respon siswa terhadap
pembelajaran tari
• Empati siswa terhadap sesama
• Pemahaman materi tari yang diberikan
• Kebermanfaatan sistem belajar kelompok
• Asumsi siswa lain
terhadap perilaku/sikap siswa disabilitas (ASD dan EBD)
Hal-hal yang diamati dalam penggunaan instrument di atas berkenaan
dengan karakteristik dan keberagaman potensi siswa yang ada di kelas inklusif,
kreativitas siswa autis dan siswa lainnya dalam menemukan ide/gagasan berpikir
kreatif, beranalogi melalui gerak tubuh, dan menciptakan kreasi. Aspek
perkembangan interaksi siswa autis dengan siswa lain, siswa autis dengan guru
meliputi kerjasama dan empati. Indikator-indikator tersebut dicapai melalui
model sinektik yang sudah ada, lalu diadaptasi dan dikembangkan dalam
pembelajaran tari. Dalam hal aplikasi model yang telah peneliti lakukan tidak
[image:38.595.118.518.224.620.2]yang berorientasi pada model Sinektik. Semua hal yang diamati tersebut
dikemas dan dikembangkan dari pedoman observasi, pedoman wawancara, dan
kuisioner berupa daftar pertanyaan ( terlampir).
Kisi-kisi instrument yang telah disusun disesuaikan dengan indikator yang
akan dicapai berkaitan dengan objek penelitian, populasi sampel, identifikasi
aspek kreativitas dan perkembangan interaksi yang dikembangkan pada aspek
kerjasama, dan empati. Adapun indikator atas tujuan yang diharapkan adalah 1)
Meningkatkan kreativitas melalui menumbuhkembangkan berpikir kreatif dan
aspek perkembangan interaksi pada siswa di kelas inklusif, 2) Meminimalisir
keterbatasan potensi yang dimiliki siswa autis dalam aspek interaksi (kerjasama
dan empati).
E. Teknik Pengumpulan Data
Berkenaan dengan penelitian yang dilakukan ini secara terperinci
instrument penelitian dan teknik pengumpulan data yang telah dilakukan
adalah:
1) Observasi
Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi dalam dua kondisi/situasi
kegiatan, yakni kondisi sebelum aplikasi model pembelajaran diberikan dan
kondisi saat proses dan atau setelah aplikasi model pembelajaran dilaksanakan.
Kegiatan pertama peneliti melakukan survey atau peneliti istilahkan sebagai
kegiatan pra observasi ke SD Al Mabrur pada tanggal 20 Februari 2012 untuk
inklusif dan keberadaan ragam siswa di sekolah tersebut. Selanjutnya pada
tanggal 26 Februari 2012 sebagai observasi lanjutan dari kegiatan pertama
peneliti menemui kepala sekolah untuk menyerahkan perizinan penelitian sambil
mewawancarainya. Setelah adanya perizinan dan pertemuan dengan guru Seni
Budaya, peneliti mengamati kondisi kelas dan siswa saat guru Seni Budaya
menyampaikan materi pembelajaran tari.
Rangkaian pra observasi ini selanjutnya peneliti melakukan pengamatan
langsung ke kelas V.3 agar mendapatkan data awal selain sebagai bekal untuk
memahami dan menggali potensi dasar dan perilaku keberagaman siswa,
mengamati keterlibatan siswa autis dan siswa lainnya dalam pembelajaran tari
untuk mengetahui aspek kreativitas dan perkembangan interaksi sosial.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan peneliti dibagi dalam dua sesi, yakni
hasil observasi kegiatan pra aplikasi model dan saat proses serta hasil aplikasi
model. Pra aplikasi model dilakukan pada tanggal 26 Februari 2012 dituangkan
ke dalam bentuk catatan berupa peristiwa/fenomena-fenomena yang ditemukan.
Peneliti saat itu mengamati karakteristik siswa inklusif terlebih siswa autis,
aspek kreativitas, interaksi maupun interpretasi siswa selama proses
pembelajaran tari berlangsung sebelum aplikasi pembelajaran tari yang berbasis
sinektik dilakukan.
Pada observasi keterlaksanaan proses dan hasil aplikasi model setiap kali
pertemuan yang telah dilakukan pada tanggal 5 dan 12 Maret 2012 dilanjutkan
pada tanggal 2 dan 5 April 2012. Hal yang diamati peneliti adalah ada dan
kemampuan siswa berkreativitas melalui gagasan berpikir kreatif dan beranalogi
yang dikembangkan dalam bentuk gerak tubuh, dan respon siswa terhadap
materi yang diajarkan. Dalam observasi ini peneliti melakukan
pendokumentasian dalam bentuk gambar (foto) dan rekaman video selama
proses pembelajaran berlangsung, sehingga dapat memberikan gambaran konkrit
selama peneliti berperan sebagai aplikan/guru. Selanjutnya hasil rekaman
tersebut diputar dan diamati kembali sehingga dapat membantu peneliti
mempermudah dalam proses analisis dari rangkaian kegiatan yang telah
dilaksanakan.
2) Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap kepala sekolah, guru kelas, guru seni
budaya, dan siswa bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi yang
benar-benar akurat dalam penelitian terhadap keterlaksanaan pembelajaran tari di
sekolah inklusif.
Pelaksanaan wawancara ini dilakukan dua kali pada tanggal 20 dan 26
Februari 2012. Wawancara pertama pada tanggal 20 Januari 2012 dilakukan
terhadap kepala sekolah, dan pada kesempatan ini kepala sekolah menugaskan
wakil kepala sekolah yang merangkap sebagai guru BK untuk berwawancara
dengan peneliti. Hasil dari wawancara tersebut mendapatkan informasi awal
mengenai keterlaksanaan layanan pendidikan inklusif, keterlaksanaan pemberian
pembelajaran tari, keberadaan ragam siswa, tenaga pengajar seni tari, dan sarana
berkaitan dengan karakteristik, potensi, serta latar belakang siswa autis dan
siswa lainnya.
Pada tanggal 26 Febuari 2012, merupakan wawancara kedua yang dilakukan
terhadap guru seni budaya berkaitan dengan keterlaksanaan pembelajaran tari
di kelas inklusif, seputar strategi pembelajaran tari yang dilakukan meliputi
model, metode dan materi tari yang diberikan, interaksi dan kreativitas siswa
autis dan siswa lainnya.
Kemudian wawancara terakhir pada tanggal 5 April 2012 dilakukan kepada
siswa melalui kuisioner yang disebarkan untuk mendapatkan informasi tentang
ketertarikan siswa terhadap pembelajaran tari yang diberikan aplikan baik dari
segi materi maupun metode/ model pembelajaran dan asumsi mereka (siswa
“normal”) terhadap perilaku siswa autis.
Pertanyaan dalam wawancara di atas dikembangkan dan disusun secara
sistematis mengacu pada kisi-kisi yang berkaitan dengan
keadaan/karakteristik/keberagaman siswa, potensi dan hambatan siswa autis di
kelas inklusif, kondisi keterlaksanaan proses pembelajaran tari, program
kegiatan pembelajaran dan kurikulum yang dipakai. (Pedoman Wawancara
Terlampir)
3) Focus Group Disscusion (FGD)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan umumnya dalam penelitian
kualitatif ini dengan tujuan dapat menemukan makna sebuah tema menurut
ahli selama empat kali pertemuan setiap hari Rabu sebelum peneliti turun ke
lapangan. Selanjutnya para ahli memberikan masukan/arahan/bimbingan
kepada peneliti dalam penyempurnaan desain model pembelajaran tari yang
berbasis sinektik, serta penyempurnaan indikator observasi saat pembelajaran
tari nanti berlangsung di lapangan. Teknik ini bertujuan selain untuk
memvalidasi model juga memvalidasi pengembangan indikator dalam
pedoman observasi agar menghindari pemaknaan yang tidak terfokus pada
masalah yang diteliti.
4) Refleksi
Refleksi diarahkan pada penemuan bukti-bukti hasil proses belajar siswa
dalam pembelajaran tari yang meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotor
pada setiap selesai tatap muka. Dimana aspek afektif diamati dan ditinjau
dari hal yang berkaitan dengan perubahan perilaku siswa autis dengan siswa
lainnya dalam berinteraksi selama proses belajar mengajar berlangsung lebih
difokuskan pada aspek kerjasama dan empati. Aspek kognitif dan psikomotor
dilihat dan diamati dari perkembangan kreativitas yang berkaitan dengan
kemampuan berpikir kreatif, dan kemampuan beranalogi.
Kegiatan ini dilakukan berkaitan dengan evaluasi keterlaksanaan hasil
pembelajaran setiap habis pertemuan. Tahapan yang telah peneliti lakukan
adalah:
2. Menganalisis perkembangan aspek kreativitas dan aspek perubahan
perilaku (interaksi dalam hal kerjasama dan empati) siswa.
Pada prinsipnya pengumpulan data yang telah dilakukan pada setiap
aktivitas, kondisi atau fenomena yang terjadi berkaitan dengan penelitian
tindakan yang dilaksanakan. Dalam penelitian ini pengumpulan data secara
garis besar dilakukan pada saat:
1. Observasi/studi pendahuluan sampai identifikasi awal permasalahan.
2. Pelaksanaan, analisis dan refleksi terhadap tindakan pembelajaran siklus
I dan siklus berikutnya.
F. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatan pemahaman
peneliti tentang persoalan yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi
orang lain. ( Arikunto, 2011: 245). Sedangkan menurut Patton dalam Moleong
dalam Arikunto (2011), menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur
urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan
uraian dasar.
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian tindakan ini merujuk pada
landasan teoretis yang berhubungan dengan masalah penelitian. Analisis dan
interpretasi penelitian ini menggunakan komponen-komponen analisis data
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Ketiga komponen
tersebut merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.
(lihat bagan berikut):
Bagan 3.2: Komponen-Komponen Analisa Data Model Interaktif Sumber: Miler dan Huberman (1992: 20)
Teknik analisis data yang digunakan diarahkan untuk menjawab
masalah yang telah dirumuskan. Dengan hasil data diperoleh dan
terkumpul dari berbagai sumber kemudian digabungkan dan dikaitkan satu
sama lain (triangulasi), dianalisis secara induktif dan dilakukan secara
terus menerus mulai dari awal penelitian sampai berakhirnya penelitian
hingga datanya terpenuhi (jenuh/tuntas).
Data yang diperoleh dituangkan dalam bentuk paparan kalimat
(deskriptif kualitatif) berkaitan dengan konteks kreativitas dan interaksi
sosial siswa autis di kelas inklusif pada proses aplikasi pembelajaran tari
yang berorienatasi sinektik.
Pengumpulan/Koleksi data (data collection), yaitu hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi yang dilakukan peneliti dari objek penelitian
dan sumber informasi, merupakan langkah awal dalam pengolahan data. Penarikankesimpulan dan
Verifikasi Penyajian data Pengumpulan data
(data collection)
Dalam pengumpulan/mengoleksi data, peneliti melakukan observasi
terhadap objek penelitian dan sumber informasi serta mencari dokumentasi
hasil dari kegiatan pembelajaran tari. Hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi dengan segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisa.
Reduksi data/Penyederhanaan data artinya proses pemilahan dan
pemilihan data dari catatan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
untuk dianalisis. Dengan demikian tahapan ini diperoleh hal-hal pokok
yang berkaitan dengan fokus penelitian. Adapun aspek-aspek
permasalahan yang direduksi dalam penelitian ini meliputi desain
pembelajaran tari yang berorientasi sinektik, kompetensi siswa di SD
inklusif Al-Mabrur dalam proses dan hasil keterlaksanaan pembelajaran
tari.
Penyajian data merupakan kegiatan penyusunan hal-hal pokok yang
sudah dirangkum secara sistematis mengacu pada judul dan rumusan
masalah, sehingga diperoleh tema dan pola secara jelas tentang hal yang
diteliti agar mudah diambil kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan upaya untuk mencari
makna dari data yang dikumpulkan dan memantapkan kesimpulan dengan
member check atau triangulasi yang dilakukan selama dan sesudah data
mencari makna dari data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema
hubungan, persamaan, perbedaan-perbedaan, hal-hal yang timbul dan
sebagainya.
Berdasarkan tahapan-tahapan di atas, analisis penelitian ini
dilakukan mulai sejak pengumpulan data dan di setiap akhir pelaksanaan
tindakan dikerjakan secara seksama selama di lapangan maupun setelah di
lapangan guna menentukan langkah taktis dan strategis dalam pemberian
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan interpretasi dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana
disajikan pada Bab IV, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Pelaksanaan Pembelajaran Tari Sebelum Aplikasi Model
Pelaksanaan pembelajaran tari di SD Al Mabrur sudah diberikan
berdasarkan KTSP yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi
siswa yang beragam. Strategi pembelajaran tari yang dilakukan guru hanya
menggunakan metode latihan dan demonstrasi, sedangkan pengenalan dan
pemahaman materi tari dalam konten elemen/unsur gerak tari tidak disampaikan
dengan jelas.
Melihat kondisi di atas strategi pembelajaran tari yang telah dilakukan
guru dalam pembelajaran tari belum optimal terhadap peningkatan kreativitas
siswa dalam mengungkapkan dan mengembangkan gagasan berpikir kreatif,
terkesan membatasi ruang gerak siswa dalam berkreativitas/berkarya.
Penyebab dari kekurangoptimalan pembelajaran tari di sekolah tersebut
salah satunya merupakan dampak dari latar belakang pendidikan guru yang tidak
relevan dengan mata pelajaran yang diampunya. Sehingga guru yang
mengajarkan seni tari hanya mampu memberikan materi tari dalam bentuk
dengan guru mengatakan bahwa guru yang mengajarkan tari belum memahami
materi tari tentang elemen/unsur-unsur dalam gerak tari. Evaluasi yang
dilakukan guru untuk ketercapaian indikator dalam proses pembelajaran tari,
menekankan siswa pada penguasaan keterampilan membawakan tarian dari
hasil meniru baik melalui gerak yang dicontohkan guru maupun hasil
apresiasinya sendiri, dan orientasi hasil pembelajaran direncanakan untuk
kegiatan perpisahan siswa. Selanjutnya analisis terhadap perkembangan
interaksi sosial siswa ASD, EBD, dan siswa normal berdasarkan pernyataan
guru tidak dipaparkan secara rinci, hanya berdasarkan pengamatan sepintas guru
saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung.
Media pembelajaran yang dijadikan hanya memanfaatkan media yang
disediakan di sekolah berupa radio tape. Selanjutnya saat proses pembelajaran
tari dilakukan, guru tidak mempersiapkan stimulus rangsang yang dapat menarik
perhatian siswa, sehingga siswa belum terasah keterampilan berpikir kreatifnya.
Dari hasil pengamatan peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan
pembelajaran tari selama ini belum nampak adanya upaya meningkatkan
interaksi sosial dan kreativitas pada siswa inklusif di SD Al Mabrur.
2. Aplikasi Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari
Model pembelajaran pengembangan kreativitas yang diaplikasikan dalam
pembelajaran tari melalui penelitian ini, pada dasarnya mengadopsi dari model
sinektik yang dikemukakan Gordon. Aplikasi model ini tidak mengubah bentuk
ini (input substantif), bereksplorasi melalui analogi langsung, analogi personal,
analogi konflik padat, analogi langsung, dan memeriksa kembali tugas awal.
Implementasi dalam pembelajaran tari yang peneliti lakukan didasarkan
pada ragam potensi dan kondisi kemampuan siswa inklusif. Sehingga dari
keenam tahapan sinektik dijadikan landasan dalam strategi pembelajaran tari
yang dilakukan.
Rancangan aplikasi model dalam pembelajaran tari dari pertemuan
pertama sampai dengan keempat meliputi materi ajar, metode pembelajaran,
cara-cara evaluasi, prinsip-prinsip sinektik, sintax, dan prosesnya dapat dilihat
dari paparan berikut.
Materi/Bahan Ajar
Unsur-unsur gerak tari yang meliputi unsur tenaga kuat, ringan, dan mengalir
serta unsur tempo cepat dan lambat.
Strategi dan Metode Pembelajaran
Aplikasi model ini menggunakan pendekatan kontekstual dan metode kooperatif,
dengan tujuan diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami materi
pembelajaran dengan konteks pengalamannya yang terjadi di lingkungan sekitar.
Dalam hal ini secara bersama-sama maupun personil diminta mengungkapkan
dan mengembangkan pengalaman pribadi yang ditemukannya. Selanjutnya
siswa diajak berpikir kritis dan kreatif dalam beranalogi sesuai dengan tahapan
bekerjasama dengan temannya dalam menghasilkan dan mempresentasikan
kreasinya.
Unsur Pendukung
Proses pembelajaran tari di sekolah ini berlangsung di kelas, karena sekolah ini
tidak memiliki ruangan khusus untuk pembelajaran menari. Sehingga sebelum
proses pembelajaran dimulai siswa harus menggeser-geserkan bangku ke
pinggir. Material sebagai media pendukung pembelajaran yang digunakan dalam
[image:51.595.118.513.245.638.2]penelitian ini adalah media visual yang berbentuk boneka semut dan beberapa
gambar aktivitas semut.
Cara-cara Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan mengacu pada indikator yang dibuat, selanjutnya saat
kegiatan pembelajaran berlangsung mulai dari tahap persiapan sampai
penampilan kreasi dilakukan catatan pengamatan perkembangan perilaku.
Sedangkan untuk evaluasi terhadap ketercapaian materi yang diberikan
dilakukan saat siswa bereksplorasi, beranalogi, dan mempresentasikan kreasinya
yang didalamnya terdapat pemahaman dan penggunaan materi ajar.
Sistem Sosial
Sistem sosial menandakan hubungan yang terjalin antara guru dan siswa,
termasuk norma atau prinsip yang dianut dan dikembangkan untuk pelaksanaan
tahapan proses pembelajaran secara kooperatif, dimana guru berperan sebagai
fasilitator dan motivator. Respon siswa autis dan siswa lainnya cukup terbuka
dan terjalin dengan baik. Standar kreativitas melalui permainan imajinasi
(analogi) dapat dilakukan oleh semua siswa. Reward bersifat internal, datang
dari kenyamanan dan keceriaan siswa dalam aktivitas proses pembelajaran.
Prinsip Reaksi
Ditemukan dari sikap dan respon seluruh siswa di kelas inklusif dalam
menerima informasi yang disampaikan guru cukup antusias dan bersemangat.
Prinsip pembelajaran yang dilakukan guru terhadap siswa inklusif terlebih pada
siswa Autistic Spectrum Disorder (ASD) dan Emotional Behavior Disorder
melalui pendekatan kasih sayang, layanan individual maupun klasikal,
kesiapan, keperagaan, motivasi, belajar dan bekerja kelompok, keterampilan dan
prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap/perilaku dalam berinteraksi.
Contohnya perlakuan dan perhatian guru terhadap siswa disabilitas (ASD dan
EBD) di kelas inklusif tersebut dilakukan pada saat pembelajaran kondisi kedua
kategori siswa tersebut mengalami kesulitan berbaur dalam mengerjakan tugas
bersama kelompok tidak bersikap tak acuh, melainkan melakukan bujukan,
rayuan, bimbingan dalam menyusun gerak, sambil mengelus kepala dengan
lembut, sehingga kedua siswa tersebut merasa nyaman dan selalu mengikuti
Peran/Tugas Guru
Dalam Aplikasi model sinektik pada pembelajaran tari ini diberikan dengan
tujuan untuk meningkatkan kreativitas dan mengembangkan aspek interaksi
siswa di sekolah inklusif, peran/tugas guru pada setiap pembelajaran yaitu:
mendukung keterbukaan, ketidakrasionalan, keoriginalan siswa dalam
berekspresi kreatif. Melakukan bimbingan terhadap semua siswa dalam
mengeksplorasi gerak apabila diperlukan memperagakan. Me