• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI MODEL SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN TARI UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL DAN KREATIVITAS SISWA DI SD INKLUSIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "APLIKASI MODEL SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN TARI UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL DAN KREATIVITAS SISWA DI SD INKLUSIF."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN

LEMBAR PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ……… i

UCAPAN TERIMA KASIH ……… ii

ABSTRAK ……… v

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR BAGAN ……… xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ……… 10

C. Tujuan Penelitian ……… 11

D. Metode Penelitian ……… 12

E. Mafaat Penelitian ……… 13

(2)

BAB II. KAJIAN TEORETIS

A. Pustaka Terkait

1. Penelitian terdahulu ……… 16

B. Kajian Teori

1. Pengertian dan Landasan Pendidikan Inklusif ……… 23

2. Pengertian dan Karakteristik Anak Autis ………….. 31

3. Kreativitas ………. 35

4. Model Pembelajaran Pengembangan Kreativitas ………. 39

5. Orientasi Model Sinektik ………. 41

C. Model Pembelajaran Tari Berbasis Sinektik ……….. 52

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ………. 55

B. Metode Penelitian ………. 56

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian ………. 63

2. Definisi Operasional ………. 64

D. Instrumen Penelitian

1. Pedoman Wawancara ……… 67

2. Pedoman Observasi ……… 68

3. Kuisioner ……… 69

E. Teknik Pengumpulan Data

(3)

2. Wawancara ……… 72

3. Focus Group Disscusion (FGD) ………... 73

4. Refleksi ……… 74

F. Analisis Data ……… 75

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Profil SD Inklusif Al Mabrur ……… 79

2. Profil Guru Seni Budaya ……… 82

3. Profil Siswa Inklusif ……… 82

4. Keterlaksanaan Pembelajaran Tari Sebelum Tindakan ……… 87

B. Aplikasi Model Sinektik dalam Pembelajaran Tari yang berorientasi Model Sinektik di SD Al-Mabrur ……… 89

C. Hasil Aplikasi Model Sinektik dalam Pembelajaran Tari Di SD Al-Mabrur ……… 133

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……… 152

B. Rekomendasi ……… 161

(4)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. ALAT PENGUMPUL DATA

1. Pedoman Wawancara ……… 167

2. Kuisioner ……… 171

3. Pedoman Observasi ……… 172

B. DOKUMENTASI PENELITIAN

1. Foto/Gambar ……… 175

2. Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) ……… 183

3. Surat Keterangan

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. ……….. 46

Tabel 2.2. ……….. 47

Tabel 2.3. ……….. 52

Tabel 2.4 ………. 53

Tabel 3.1. ………. 64

Tabel 3.2. ………. 67

Tabel 3.3. ………. 68

(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1. ………. 61

Bagan 3.2. ………. 76

Bagan 4.1. ………. 90

Bagan 4.2. ………. 94

(7)

DAFTAR GAMBAR/FOTO

Gambar 3.1. ……… 60

Gambar 4.1 ……… 103

Gambar 4.2 ……… 104

Gambar 4.3. ……… 104

Gambar 4.4 ……… 106

Gambar 4.5 ……… 107

Gambar 4.6 ……… 108

Gambar 4.7 ……… 111

Gambar 4.8 ……… 114

Gambar 4.9 ……… 116

Gambar 4.10 ………. 117

Gambar 4.11 ………. 123

Gambar 4.12 ………. 124

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Instrumen Pengumpulan data

1. Pedoman Wawancara terhadap Kepala Sekolah ……… 167

2. Pedoman Wawancara terhadap Guru Kelas ……… 168

3. Pedoman Wawancara terhadap Guru Seni Budaya ……… 169

4. Kuisioner terhadap Siswa Inklusif ……… 171

5. Pedoman Observasi ……… 172

Dokumentasi Foto ……… 175

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, terminologi

pendidikan inklusif disebutkan hanya pada pendidikan khusus untuk Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK). Pasal 5 ayat 2 UU ini menyatakan, “Warga Negara

yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental intelektual, dan/atau sosial

berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa,

“Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki

tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,

emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa”.

Meskipun layanan pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) sudah tersedia

untuk memenuhi hak siswa ABK atas pendidikan, tetapi ini dapat melanggar

haknya untuk diperlakukan secara non diskriminatif, dihargai pendapatnya dan

hak untuk tetap berada dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya (komite

monitoring, konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1998).

Pada penjelasan pasal 15 UU No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan khusus

disebutkan bahwa “pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik

yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang

diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus”.

(10)

Pendidikan Nasional nomor 70 tahun 2009 tanggal 5 Oktober 2009, bahwa

pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki

potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Dengan demikian pelayanan

pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau disabilitas tidak lagi

hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah

luar biasa maupun sekolah reguler/umum. Juju Masunah (2009:2) menyebutkan,

“Seruan UNESCO tentang education for all yang meliputi perlindungan hak siswa

berkebutuhan khusus, orang miskin dan gender”. Pendidikan inklusif sebuah

terobosan yang memberikan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan

dengan anak normal, termasuk dalam hal ini anak autis.

Pendidikan inklusif kini gencar disosialisasikan dan mendapat sambutan

baik dari masyarakat, karena diyakini bahwa pendidikan inklusif merupakan

sebuah wadah pendidikan yang inovatif untuk memperluas kesempatan belajar

bagi beragam siswa, dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang

memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada

sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan inklusif adalah

kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok

secara utuh bagi seluruh siswa disabilitas yang memiliki IQ normal diperuntukan

bagi yang memiliki kelainan (intelectual challenge), bakat istimewa, kecerdasan

istimewa dan atau yang memerlukan pendidikan khusus yang dibaurkan dengan

siswa normal lainnya di usia sekolah mulai dari jenjang TK, SD, SMP, sampai

dengan SMA. Anak disabilitas adalah mereka yang mempunyai kebutuhan, baik

(11)

dan/atau kondisi ekonomi, kondisi politik, kelainan bawaan maupun yang didapat

kemudian. Sekolah seyogyanya mencari cara agar berhasil mendidik semua

anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Melalui pendidikan inklusif,

anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk

mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan

bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak

dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.

Sekolah inklusif diharapkan dapat menampung dan menyalurkan

siswa-siswi yang memiliki kekurangan bahkan kelebihan baik pada siswa normal

maupun siswa disabilitas. Sama halnya dengan sekolah-sekolah inklusif lainnya,

SD Al-Mabrur memiliki siswa berkebutuhan khusus yang beragam, diantaranya

Kelainan Emosional atau Emotional Behavior Disorder (EBD), tunagrahita,

tunadaksa, lambat belajar dan autis. Dari beragamnya siswa yang terdapat di

sekolah inklusif tersebut, peneliti tertarik pada siswa autis.

Siswa autis mesti dipandang sebagai sebuah perbedaan bukan sebagai

abnormal. Sekalipun mereka adalah siswa yang memiliki sejumlah hambatan,

namun sekecil apapun modalitas yang dimiliki anak autis sesungguhnya

menyimpan ribuan keunikan tersendiri, memiliki potensi kreatif, memiliki

kelebihan dalam daya ingat, dan juga memiliki kemampuan yang menonjol pada

bidang tertentu, termasuk dalam seni tari melalui penggalian dan pengembangan

potensi dan kreativitasnya secara terarah.

Beberapa kajian di bidang pendidikan seni tari pada siswa berkebutuhan

(12)

Ariswati (2010) meneliti tentang Pembelajaran Seni Tari Bagi Anak

Berkebutuhan Khusus, Studi Kasus di SLB Budi Nurani Kota Sukabumi. Hasil

penelitiannya dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran tari menggunakan

kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu materi tari kreatif yang

sudah jadi, pembelajaran disesuaikan dengan modalitas siswa, dan metode

pembelajaran menggunakan demonstrasi.

Juju Masunah (2010) menulis bahwa pendidikan yang melibatkan siswa

berkebutuhan khusus termasuk ke dalam pendidikan multikultural. Pendekatan

yang digunakan untuk siswa berkebutuhan khusus menurut Masunah adalah

pendekatan berkeadilan. Hal ini ditinjau dari cara guru memberikan materi dan

metode pembelajaran. Materi yang diberikan kepada siswa SDLB-A bukan suatu

tarian yang sudah jadi/baku, melainkan gerak-gerak tari kreatif hasil dari

eksplorasi unsur-unsur tari yaitu tenaga, ruang, dan waktu.

Rahmah Tri Silvia (2007) dalam penelitian tesisnya tentang “Strategi

mengatasi perilaku tantrum pada anak autistik di SLB X Sumatera Barat”.

Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa dampak dari strategi pembelajaran

yang diberikan sebagai upaya mengatasi perilaku tantrum pada anak autis

menunjukkan hasil yang positif yaitu terjadi penurunan perilaku tantrum pada

anak autistik selama proses pembelajaran berlangsung.

Penelitian terhadap siswa disabilitas lebih banyak di SLB. Ada penelitian

di sekolah inklusif tetapi hanya terfokus pada aspek interaksi. Gelora Riksa

Pradani (2011) meneliti tentang cara siswa autis berinteraksi dalam pembelajaran

(13)

dengan cara visual pada saat mengikuti pembelajaran seni tari dan siswa tersebut

dapat melakukan gerak yang dicontohkan guru (meniru).

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang mengkaji siswa autis

dalam konteks inklusif, yaitu pada pembelajaran tari yang menyertakan

keberagaman potensi siswa dapat saling memberikan kontribusi satu sama lain,

baik siswa disabilitas maupun siswa lainnya. Selain itu konteks inklusif juga

berpengaruh pada kesadaran akan perbedaan.

Sekolah yang dipilih adalah SD Al-Mabrur yang beralamat di jalan Patrol

Kav. V No. 2-4 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. SD Al-Mabrur

adalah sekolah yang memberikan layanan pendidikan inklusif dan percepatan

belajar 5 tahun (akselerasi). Di sekolah ini juga setiap pembelajaran dapat

tersampaikan kepada siswa mengacu pada KTSP pada umumnya, namun di

sekolah ini sangat terbuka dengan pembaharuan-pembaharuan guna meningkatkan

kemampuan peserta didiknya. Selanjutnya pembelajaran tari diberikan kepada

semua siswa pada semester genap. Pembelajaran dilaksanakan lebih pada

persiapan untuk pementasan di akhir tahun ajaran, sehingga target dari

pembelajaran tari tersebut adalah penguasaan terhadap jenis-jenis tarian. Tarian

yang berorientasi kreativitas lebih pada bagaimana membuat tari, sedangkan

pemahaman pada unsur-unsur tari tidak diberikan. Dengan demikian

pembelajaran tari perlu ditingkatkan.

Penelitian ini, akan menerapkan pembelajaran tari yang mengembangkan

proses kreativitas siswa dengan memperhatikan aspek interaksi sosial, kerjasama,

(14)

dengan unsur ragam tenaga dan waktu/tempo. Materi tersebut memberikan suatu

kebebasan kepada siswa dalam berkreativitas.

Kemampuan siswa yang beragam di kelas inklusif haruslah ditemukenali

guru dan dijadikan orientasi dalam mengembangkan dan mengoptimalkan

keberagaman potensi dan kecerdasan siswa melalui sebuah proses pembelajaran

seni tari. Sebagaimana halnya dalam penelitian ini kemampuan kreativitas siswa

autis di kelas inklusif dapat tumbuh dan berkembang melalui pembelajaran seni

tari, melalui proses kegiatan belajar yang mengeksplorasi beragam pengalaman

melalui gerak tari. Dengan pengalaman berkreasi gerak tari dapat

menumbuhkembangkan beragam kemampuan yang berhubungan dengan

kemampuan fisik, emosi, sosial, dan pengetahuannya. Pada kegiatan

instruksional, seyogyanya memperhatikan perkembangan kemampuan siswa yang

beragam mencakup kognitif, apektif, dan psikomotor dengan pengembangan

metode dan media pembelajaran yang efektif dan efisien.

Kecenderungan hambatan pada siswa autis di SD Al-Mabrur adalah

kurangnya interaksi sosial, kurang mampu mengungkapkan gagasan berpikir

kreatif, kurang memiliki empati terhadap orang lain/sesama, dan kurang fokus

terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Melalui pembelajaran tari yang

mengutamakan aspek kerjasama diharapkan siswa autis lebih dapat meminimalisir

kelemahan yang dimiliki (yang menjadi hambatan pada sikap/perilaku siswa

autis), dapat meningkatkan perkembangan perilaku dan berpikir kreatif.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas penelitian ini penting dilakukan,

(15)

membangkitkan pola pikir kreatif serta perubahan perilaku anak didik dalam hal

ini siswa disabilitas (termasuk siswa autis) dan siswa lainnya melalui penanaman

pemahaman, menumbuhkan cita rasa yang indah dan sensitivitas. Harapan di

masa yang akan datang melalui belajar tari dapat terbentuk manusia yang berbudi

pekerti luhur, kreatif, apresiatif, peka, dan mempunyai rasa keindahan serta dapat

membantu mereka dalam perkembangannya menuju kedewasaan untuk hidup di

masyarakat.

Pengembangan dimensi kreativitas bagi anak autis dalam tari sangat penting

dan dapat dilaksanakan, salah satu diantaranya dengan cara mengarahkan siswa

autis untuk mengekspresikan dirinya secara bebas melalui bimbingan dan

perhatian, sehingga mereka dapat berpengalaman mengeksplorasi berbagai

gerakan tari. Gerak yang mereka lakukan diharapkan mampu mengembangkan

beragam kepekaan yang mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan

dirinya, dan membantu meminimalisir kekurangan yang selama ini mereka

rasakan.

Kreativitas menjadi salah satu ciri manusia yang berkualitas. Munandar

(2009:46) mengatakan bahwa kreativitaslah yang memungkinkan manusia

meningkatkan kualitas hidupnya. Dan sebagai pondamen dasar dalam mencapai

hal itu, diperlukan pemupukan sikap dan perilaku kreatif sejak dini. Harlock

(1978: 2) mengemukakan bahwa “kreativitas menekankan perbuatan sesuatu

yang baru dan berbeda”. Kreativitas merupakan manivestasi dari individu (dalam

hal ini siswa autis) untuk mewujudkan dirinya, menjadi salah satu kebutuhan

(16)

mewujudkan diri tanpa harus diragukan oleh orang lain. Oleh sebab itu perlu

sekali kreativitas dikembangkan pada siswa autis melalui pembelajaran seni tari,

karena melalui pembiasaan kegiatan yang membina kemampuan kreativitas

diharapkan dapat membantu perkembangannya menuju kedewasaan untuk bekal

hidup di masyarakat. Kreativitas ini ditekankan pada cara siswa bersikap dan

bertindak untuk memperoleh suatu pengalaman baru yang bermakna.

Berpikir kreatif pada sebuah pengalaman pembelajaran yang menyenangkan,

dapat menelusuri ladang kreativitas siswa autis menjadi kaya. Dilakukan dengan

melatih siswa autis dan siswa lainnya melalui berbagai rangkaian/bermain analogi

(baik analogi pribadi, analogi langsung maupun analogi konflik), dikenalkan

kepada mereka. Pengalaman-pengalaman melalui ketiga analogi di atas

menggambarkan cara pandang mereka sendiri berpikir metaforis yang pada

akhirnya membantu mereka melakukan konseptualisasinya.

Implementasi analogi tersebut dapat berwujud dengan keterlibatan mereka

dalam berimajinasi tentang suatu hal yang sudah ataupun yang baru dikenal, lalu

mereka mengungkapkan dan mengeksplorasi imajinasinya. Sehingga melalui

kemampuan beranalogi tersebut siswa autis dan siswa lainnya pun mempunyai

dorongan ingin tahu yang besar dalam mengembangkan suatu gagasan kreatif.

Hal yang menjadi dasar dari paparan di atas, suatu pendekatan yang

menarik dalam mengembangkan suatu metode berpikir kreatif pada dimensi

kreativitas telah dirancang oleh Gordon dengan nama synectic (sinektik). Model

sinektik ini merupakan pengajaran yang baik sekali untuk mengembangkan

(17)

bahwa Sinektik dapat menstimulasi siswa untuk melihat dan merasakan gagasan

orisinil dengan cara-cara yang baru dan lebih segar. Jika siswa ingin

menyelesaikan masalah, berharap mereka akan melihat masalah itu dengan lebih

bijaksana dan mengembangkan solusi-solusi yang dapat mereka eksplorasi.

Strategi dalam sinektik dirancang oleh Gordon ini berorientasi

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan

wawasan dalam hubungan sosial. Sehingga sinektik dapat membantu siswa autis

memahami masalah, ide, dalam mengenalkan sesuatu yang baru. Sinektik

merupakan model yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran seni tari untuk

meningkatkan kreativitas baik secara individual ataupun kelompok. Selain itu

sinektik melatih siswa mengembangkan kemampuan imajinasi melalui bermain

analogi dalam proses berkreativitas.

Orientasi model sinektik ini dapat diaplikasikan dan dikembangkan dalam

pembelajaran tari melalui gerak-gerak sederhana yang ditemukan dan

dieksplorasi secara kreatif, dibantu dengan stimulus visual melalui

boneka/patung/gambar/cerita untuk gerak dan pendengaran melalui

ritme/ketukan/hitungan untuk musik. Konsep yang diberikan adalah bermain

analogi yang sudah diakrabi oleh siswa, yaitu dengan berbagai stimulus yang

dapat merangsang berpikir kreatif anak. Dari multi rangsang yang diberikan

berdasarkan pada ragam modalitas belajar yang mereka miliki, mereka bisa

menemukan gerak tari, rasa ritme melalui tempo/hitungan, hentakan kaki, dan

(18)

Realita dan fakta yang ada di lapangan adalah masih adanya SD inklusif

yang tidak mengajarkan seni tari, dikarenakan guru berpendapat : (1) tidak

adanya guru pengajar khusus yang berlatarbelakang pendidikan seni tari, (2)

guru yang mengajar tari harus guru yang memiliki kompetensi menari yang baik,

(3) pembelajaran tari untuk siswa inklusif kurang berhasil disebabkan adanya

kesenjangan potensi yang berbeda, (4) kemampuan anak autis cenderung hanya

bisa meniru gerakan tari yang dicontohkan guru.

Menyimak beberapa pendapat di atas, mendorong peneliti untuk terjun

langsung melibatkan diri berperan sebagai aplikan. Dalam aplikasi ujicoba

pembelajaran tari berbasis sinektik untuk meningkatkan kreativitas dan

berdampak terhadap perubahan perilaku bagi siswa autis dan siswa lainnya. Maka

pertanyaannya adalah bagaimanakah aplikasi pembelajaran tari berbasis sinektik

diberikan untuk meningkatkan aspek perkembangan interaksi sosial dan

kreativitas, pada siswa autis dan siswa lainnya di SD inklusif?

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari pertanyaan dasar di atas, masalah pokok penelitian

dirumuskan sebagai berikut.

1) Bagaimana gambaran situasi pembelajaran tari untuk siswa autis dan siswa

lainnya di SD inklusif sebelum ujicoba aplikasi dilakukan?

2) Bagaimana aplikasi pembelajaran tari yang berbasis sinektik untuk

meningkatkan perkembangan interaksi sosial dan kreativitas pada siswa autis

(19)

3) Bagaimana hasil dari aplikasi pembelajaran tari yang beorientasi sinektik

untuk meningkatkan perkembangan interaksi sosial dan kreativitas, pada

siswa autis dan siswa lainnya di SD inklusif setelah diberikan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Sebagai praktisi pendidikan yang berkonsentrasi pada pendidikan seni tari,

secara umum penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu rujukan yang

dapat memberikan kontribusi terhadap pembelajaran tari khususnya di SD

inklusif, yang mengedepankan peningkatan kreativitas siswa sesuai dengan

potensi dan tingkat perkembangannya. Selain itu dapat dijadikan pijakan telaah

terhadap inovasi pembelajaran tari di SD inklusif yang mampu merubah

hambatan perilaku siswa, terlebih difokuskan pada siswa autis.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus tulisan ini adalah untuk menjawab persoalan yang dirumuskan

pada rumusan masalah, yakni:

1) Mengidentifikasi dan mendapat pemahaman tentang gambaran situasi

pelaksanaan pembelajaran tari untuk siswa autis dan siswa lainnya di SD

inklusif Al- Mabrur sebelum ujicoba dilakukan.

2) Mengidentifikasi, memahami, dan menjelaskan proses dan langkah-langkah

(20)

perkembangan interaksi sosial dan kreativitas, pada siswa autis dan siswa

lainnya di SD inklusif Al-Mabrur.

3) Mengidentifikasi, lebih memahami, dan menjelaskan tingkat keberhasilan

dari aplikasi pembelajaran tari yang beorientasi sinektik untuk meningkatkan

perkembangan interaksi sosial dan kreativitas, pada siswa autis dan siswa

lainnya di SD inklusif Al-Mabrur setelah aplikasi diberikan/diujicobakan.

D. Manfaat Penelitian

Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman model pembelajaran tari untuk

siswa autis dan siswa lainnya dalam upaya meningkatkan perkembangan

interaksi sosial dan kreativitas di sekolah inklusif.

Bagi Pendidik

Penelitian ini menjadi bahan referensi tentang pengembangan model pembelajaran

tari yang berorientasi sinektik bagi siswa autis dan siswa lainnya di sekolah

inklusif. Selain itu juga sebagai alternatif metodologis pembelajaran tari di

sekolah inklusif yang dapat meningkatkan perkembangan interaksi sosial dan

kreativitas, sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran seni tari.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Semoga penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam melakukan penelitian lebih

(21)

Bagi Siswa Autis

Dampak dari hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif untuk teraphy.

Bagi Orang tua Siswa/masyarakat

Dari penelitian ini dapat mengambil manfaat dari hasil penelitian ini sebagai

bahan pengayaan wawasan/pengetahuan dalam mendidik, membimbing, dan

membina anak autis dengan mengenalkan pendidikan seni tari dari segi teknik dan

manfaatnya.

E. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode penelitian tindakan

partisipasi (partisipatory action research), yaitu metode yang melibatkan peneliti

terlibat langsung dan berpartisipasi dengan subjek yang diteliti.

Dipilihnya metode tersebut karena penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan, gambaran situasi sosial/kondisi nyata secara terintegrasi dalam

waktu yang bersamaan, terlibat langsung dalam melakukan perubahan atau

intervensi dengan tujuan perbaikan dan atau situasi yang nyata, yang pemecahan

masalahnya segera dilakukan, lalu memahaminya. Selanjutnya, mendeskripsikan

kembali proses pembelajaran secara menyeluruh mulai dari kondisi awal sampai

dengan kondisi hasil akhir perlakuan yang diberikan melalui aplikasi sebuah

pembelajaran tari yang berbasis sinektik di kelas inklusif sebagai upaya

(22)

kreativitas pada siswa autis dan siswa lainnya di SD Al-Mabrur Kabupaten

Bandung.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini terdapat lima bab, yaitu bab I Pendahuluan,

bab II Kajian Pustaka, bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil Penelitian dan

Pembahasan, dan BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi/Saran.

Bab pendahuluan berisi latar belakang masalah membahas hal-hal yang

mendasari fokus tesis ini; rumusan masalah yang berisi persoalan yang akan

dikaji; tujuan penelitian yang menjelaskan tujuan dan manfaat dari pentingnya

dari penelitian tesis ini bagi pendidikan seni tari di Sekolah Dasar (SD) Inklusif

pada khususnya; metode penelitian yang menjelaskan materi/bahan penelitian dan

teknik pengumpulan data penelitian; lokasi dan sampel penelitian menjelaskan

tempat dan sampel penelitian yang dikaitkan dengan rumusan masalah serta

tujuan penelitian, serta sistematika penulisan yang menguraikan secara singkat

pokok-pokok bahasan setiap babnya.

Bab kajian pustaka menjelaskan pustaka terkait dan penelitian terdahulu

yang relevan dengan bidang yang diteliti guna menjelaskan kedudukan masalah

dan bidang ilmu dalam tesis ini, serta kerangka teoretik yang digunakan dalam

membahas konsepsi model sinektik dalam pembelajaran tari untuk meningkatkan

kreativitas siswa autis dalam lingkungan pendidikan formal inklusif. Teori yang

digunakan untuk membangun landasan teori ini adalah teori yang terkait dengan

(23)

Bab III ini secara rinci akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan

untuk menelusuri persoalan dalam tesis ini, yang secara garis besar telah

disinggung dalam bab I. Untuk itu, batasan-batasan istilah, prosedur dan

tahap-tahap penelitian dan analisa data akan dijelaskan di bab ini.

Bab hasil penelitian dan pembahasan yang isinya menjelaskan dan

memaparkan profil SD Inklusif Al-Mabrur dan profil guru seni budaya di sekolah

tersebut; Aplikasi pengembangan model sinektik dalam pembelajaran tari bagi

siswa inklusif (hal yang menjadi dasar dari desain model pembelajaran tari, tujuan

dan konsepnya, strategi/materi pembelajarannya, dan desain evaluasinya) dalam

kaitannya dengan meningkatkan kreativitas dampak perilaku siswa autis pada

khususnya.

Pada bab penutup ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan

saran-saran/rekomendasi kepada pihak terkait berkaitan dengan temuan dalam

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SD Inklusif Al-Mabrur Jalan Raya

Patrol Kav. V No. 2-4 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Lokasi ini

berada di wilayah Kabupaten Bandung. Sekolah ini merupakan salah satu

sekolah umum yang memberikan layanan pendidikan kepada beragam siswa.

Siswa yang mengikuti pendidikan di SD tersebut selain terdapat siswa reguler

terdapat pula siswa ABK dan siswa yang berbakat.

Siswa yang berbakat didorong untuk memperoleh pelayanan akselerasi

pendidikan, sehingga siswa dapat memperoleh proses percepatan pendidikan.

Siswa yang berkebutuhan khusus disatukan dengan siswa normal lainnya dan

diperlakukan setara dan adil. Subjek peneltian ini adalah siswa kelas V.3, yang

terdiri dari siswa ASD (Autistic Spectrum Disorder), siswa EBD (Emotional

Behavior Disorder), dan siswa reguler.

Pemilihan lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama SD

Al-Mabrur merupakan salah satu diantara sekolah dasar yang memberikan layanan

percepatan proses pendidikan dalam bentuk akselerasi dan pendidikan inklusif

yang baik, dan direkomendasikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung.

Kedua heterogenitas siswanya mendukung terhadap penelitian yang akan

(25)

Kebanyakan guru yang mengajar di SD tersebut adalah guru kelas dan ada

juga guru profesional. Guru profesional pada mata pelajaran Pendidikan

Agama, Olah Raga, Bahasa Inggris, dan Bimbingan Konseling (BK). Guru yang

mengajar mata pelajaran seni budaya di sekolah tersebut dapat dikatakan sebagai

guru ‘borongan’ karena dituntut multi talenta dalam mengajarkan berbagai

bidang baik musik, tari, rupa maupun kriya. Dari semua guru yang mengajar

seni budaya di sekolah tersebut tak ada satu orang guru yang berlatar belakang

pendidikan seni, hanya berdasarkan skill yang guru miliki dalam memberikan

materi seni.

B. Metode Penelitian

Penelitian kulitatif ini menggunakan metode kaji tindak atau action

research. Carr dan Kemiss (1986), menjelaskan bahwa:

Action Research is a form of self-revlective enquiry undertaken by participant (teacher, student or principals,for example) in social (including educational) situations in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations (and institutions) in which these practice are carried out. (Jean McKniff, 1995: 2)

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa penelitian tindakan

dipandang sebagai cara untuk menggambarkan satu kegiatan yang dirancang dan

dilakukan oleh partisipan (guru, siswa, dan kompenen lainnya) untuk

meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya dalam kegiatan ini merumuskan sistem

yang akan mencapai peningkatan yang merupakan hasil dan diantisipasi melalui

reflektif/tindakan dalam situasi sosial tertentu pada institusi dimana praktek itu

(26)

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah

penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok

sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang

bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah

adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok

sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahan masalah

yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan

inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan

masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan

tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.

Selanjutnya Arikunto (2002: 96) menjelaskan tentang tujuan penelitian

tindakan yang harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut.

1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu

benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani

serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.

2. Kegiatan penelitian, baik inferensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak

boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.

3. Jenis intervensi yang diujicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih

dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.

4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah

dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat

terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan

(27)

M Steven Kemmis dan R. Taggart (2000: 567) menawarkan metode

partisiparoty action research yang dapat digunakan untuk beragam pendekatan

penelitian di dalam bidang dan setting yang beragam/berbeda. Tujuan dari

penelitian partisipan tindakan, adalah:

1. Untuk mengeksplorasi hubungan antara dunia individu dan sosial

2. Untuk mendorong orang dalam memahami pengetahuan mereka

3. Untuk mendorong orang dalam memahami praktik-praktik sosial yang

menghubungkan mereka di dalam interaksi sosial

4. Membantu orang melepaskan dan membebaskan dari keterbelengguan dari

struktur sosial yang membatasi perkembangan dirinya.

5. Membantu orang melepaskan dan membebaskan dari keterbelengguan dari

media sosial yang membatasi perkembangan dirinya.

6. Membantu orang untuk menemukan/menginvestigasi kenyataan agar dapat

merubah kenyataan itu.

7. Mentransformasikan antara praktik dan teori

Selanjutnya Kemmis dan Taggart (2000: 595) menjelaskan

langkah-langkah kunci dalam melakukan penelitian partisipasi tindakan yang secara umum

terkait dengan sebuah spiral atas putaran refleksi diri, yaitu perencanaan sebuah

perubahan – pelaksanaan dan observasi – proses dan konsekwen atas perubahan

tertentu – merefleksikan proses-proses tersebut dan konsekwensi-konsekwensi,

kemudian direncanakan kembali – dilaksanakan dan diobservasi – dan melakukan

(28)

research itu adalah praktik- praktik nyata yang melibatkan pembelajaran tentang

kenyataan tertentu, materi, konkrit dan aktual, praktik-praktik yang khusus atas

orang yang khusus di dalam setting yang khusus pula.

Berdasarkan pemahaman dari paparan di atas bahwa penelitian tindakan

dalam konteks sekolah inklusif bermaksud untuk membawa perubahan individu

atau kelompok melalui materi dan praktik yang direncanakan secara khusus.

Dalam prakteknya berkaitan dengan skill dan nilai-nilai yang dibangun melalui

komunikasi, interaksi sosial, dan berkarya. Hal tersebut berpengaruh terhadap

terbentuknya individu dan kelompok sesuai dengan perubahan yang diharapkan.

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian

tindakan partisipasi, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan

dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari

siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning

(rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi).

Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan,

pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan

pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Siklus dari tahap-tahap penelitian tindakan dapat dilihat pada gambar

(29)

Gbr. 3.1. Sik

(Sumber

Gambar di at

yang terangkai seca

pelaksanaan sesungg

bergantung pada perm

terkait belum tersele

selanjutnya yang dis

sebelumnya.

Siklus Penelitian Tindakan Model Kemmis &

er dari The Action reseach. Denzin & Lincoln.

atas, tampak bahwa didalamnya terdiri dari

ecara simultan atau dapat dikatakan dua

gguhnya jumlah siklus disesuaikan dengan

ermasalahan yang perlu diselesaikan. Apabil

elesaikan dalam dua siklus maka perlu d

disertai tindak lanjut dari penyelesaian masa

s & Mc. Taggart

ln. 2000; 596)

ri dua komponen

ua siklus. Untuk

n kebutuhan dan

bila permasalahan

dilakukan siklus

(30)

SIKLUS I

Bagan. 3.1. Alur kerja Penelitian Tindakan yang dilakukan (Reni: 2012)

Penjelasan alur diatas adalah:

1. Observasi Awal. Dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang ada dan

diteliti pada saat berlangsungnya pembelajaran seni tari, yang meliputi

aktivitas perilaku dan kreativitas pada keberagaman siswa, terlebih pada

siswa autis. Observasi Awal

Perencanaan: • Pembuatan RPP,

dan lembar Observasi • Memberikan

materi/masalah yang disusun dalam RPP • Mengaplikasikan Model pembelajaran tari yang berbasis sinektik Tindakan: • Aplikasi ujicoba

(31)

2. Rancangan/Perencanaan. Rancangan ini dilakukan setelah mengadakan

observasi awal terhadap masalah individu dan kelompok di dalam kelas yang

memiliki keberagaman siswa. Rancangan ini diharapkan dapat menjadi

acuan dalam merubah dan meminimalisir masalah yang ada pada siswa di

kelas inklusif tersebut. Rancangan ini dirumuskan dalam bentuk RPP,

menetapkan jumlah siklus, dan mempersiapkan lembar observasi yang

didalamnya ditentukan pula indikator yang diharapkan dan tercapai.

3. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini aplikan sekaligus peneliti

mengadakan proses tindakan sesuai dengan RPP yang telah disusun dan

direncanakan sebelumnya, didalamnya memuat langkah-langkah kegiatan

pembelajaran yang terkait dan mengarah pada model pembelajaran tari

berbasis sinektik.

4. Pengamatan atau observasi. Pada tahap ini pelaksanaannya bersamaan

dengan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini aplikan yang berperan ganda

sebagai peneliti berkolaborasi dengan observer. Pada tahap ini instrumen

penelitian telah disiapkan dan divalidasi oleh para ahli digunakan untuk

mencatat temuan penting aktivitas dan kreativitas siswa. Untuk menghindari

ketidakakuratan/keraguan dari hasil observasi, pada tahap ini peneliti

merekam peristiwa melalui rekaman video (handycam), dari rekaman tersebut

diputar berulang-ulang untuk diamati dan dideskripsikan secara mendetil.

5. Refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan dan memikirkan

kembali tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum dilakukan,

(32)

melakukan tindakan, dan lain sebagainya. Pada tahap ini dalam melaksanakan

pembelajaran lebih mengarah pada substansi yang menjadi permasalahan

pokok untuk dapat meningkatkan perubahan aspek perkembangan

perilaku/interaksi dan kreativitas dari keberagaman siswa.

Pada intinya kegiatan refleksi yang dilakukan merupakan kegiatan evaluasi

tindakan, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak

lanjut dalam perencanaan siklus berikutnya sampai menghasilkan

kesimpulan/interpretasi hasil penelitian .

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Penting kiranya bagi seorang peneliti dapat memahami kedudukan variabel

dalam sebuah penelitian. Pada dasarnya pengertian dari variabel dalam penelitian

adalah untuk membatasi substansi dari fokus masalah. Berdasarkan rumusan

masalah, maka peneliti menentukan variabel penelitian ini terdiri dari dua

variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dari kedua variabel ini pada

akhirnya akan dilihat adanya prinsip kausalitas (saling mempengaruhi). Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah model sinektik yang diadaptasi pada

pembelajaran tari, sedangkan variabel terikatnya adalah kreativitas dan aspek

[image:32.595.111.512.253.645.2]

perkembangan interaksi sosial siswa autis dan siswa lainnya di kelas inklusif.

(33)
[image:33.595.117.516.112.632.2]

Tabel 3.1 Sub Variabel

Variabel Bebas Variabel Terikat

Model sinektik dalam pembelajaran tari.

Indikator:

1. Model Sinektik merujuk pada yang sudah ada, dikembangkan /diadaptasi pada pembelajaran tari a. Sintak/Langkah-langkah

b. Unsur pendukung (guru, media/

sumber belajar)

c. Interaksi guru dengan siswa,

siswa autis dengan siswa

lainnya.

Pembelajaran seni tari pada siswa autis dan siswa lainnya di kelas inklusif.

Indikator:

1. Aspek perkembangan interaksi

sosial, meliputi: a. Kerjasama b. Empati

2. Peningkatan kreativitas siswa

autis dan siswa lainnya dalam hal:

a. Menemukan ide/gagasan b. Beranalogi dalam melakukan

gerak

c. Menciptakan kreasi

2. Definisi Operasional

Dalam tulisan ini perlu dijelaskan beberapa istilah yang memiliki makna

operasional dalam kepentingan penelitian yang dilakukan. Untuk menghindari

adanya salah pengertian tentang konsep-konsep yang akan dikaji dalam penelitian

ini, maka peneliti membuat penjelasan/definisi dari beberapa istilah seperti yang

dituangkan di bawah ini:

1) Model Sinektik dalam pembelajaran tari merupakan suatu rancangan

/strategi tentang langkah-langkah pengembangan model pembelajaran tari

dengan menggunakan metafora bagi siswa autis dan siswa lainnya. Model ini

menekankan pada kreativitas siswa saat proses pembelajaran seni tari berlangsung

(34)

siswa lainnya, untuk memperoleh suatu pengalaman dan perubahan perilaku yang

baru.

2) Kreativitas dapat dipahami sebagai suatu kemampuan untuk menemukan,

menyusun suatu ide dalam hal ini adalah gerak kreatif yang berbeda dengan ide

sebelumnya. Kreativitas ini ditekankan pada cara siswa bersikap dan bertindak

untuk memperoleh suatu pengalaman baru.

3) Interaksi Sosial dipahami sebagai suatu aktivitas yang saling mempengaruhi

sebagai hubungan timbal balik satu sama lain baik antar individu, individu dengan

kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dalam suatu kondisi kehadiran

mereka yang menghasilkan pembentukan struktur sosial.

4) Siswa/Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan

dalam aspek perilaku, interaksi, bahasa dan komunikasi, serta emosi dan persepsi

sensorinya juga keberadaan dalam lingkungan dan hubungannya dengan orang

lain.

5) Siswa lainnya adalah siswa regular yang memiliki kemampuan “normal” baik

dari aspek berpikir maupun aspek perilaku.

6) Sekolah/Pendidikan Inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang

mengakomodasikan semua siswa tanpa ada diskriminasi termasuk didalamnya

anak autis, anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak dari etnis, budaya,

bahasa minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan

(35)

D. Instrument Penelitian

Peneliti harus menggunakan instrument penelitian yang tepat sehingga

hasil penelitian bisa valid (Suparno, 2008: 43). Instrumen dalam penelitian ini

adalah peneliti sendiri (manusia sebagai instrument). Lincoln & Guba (1985:

199) secara tegas mengemukakan bahwa “apabila metode penelitian telah jelas

kualitatif maka instrument yang digunakan adalah manusia, karena muatan yang

sarat dalam lingkup yang hendak diamati”. Huberman & Miles (1994:42)

menjelaskan pula bahwa “seorang peneliti kualitatif melakukan penelitian

berpegang fokus pada pembatasan studi melalui kerangka kerja konseptual,

pertanyaan-pertanyaan penelitian dan penentuan sampel”.

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah pedoman

wawancara, pedoman observasi, dan pedoman kuisioner.

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan sebagai proses untuk mendapatkan data dan

informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas. Kisi-kisi yang dijadikan

pedoman dalam wawancara ini lalu dikembangkan dalam bentuk

(36)

Tabel 3.2. Pedoman wawancara

Objek Waktu Hal Yang Ditanyakan

Kepala Sekolah Sebelum

terlaksana proses

aplikasi model

pembelajaran (Pra Penelitian)

• Keterlaksanaan layanan

pendidikan inklusif

• Keberadaan ragam siswa yang

mengikuti pembelajaran

• Keterlaksanaan pemberian

pembelajaran tari

• Keberadaan tenaga pengajar seni tari

• Penggunaan Kurikulum

Guru Kelas Sebelum

terlaksana proses

aplikasi model

pembelajaran (Pra Penelitian)

•Kondisi subjek penelitian

•Karakteristik, hambatan dan

prilaku siswa ABK yang ada di kelas

•Aktivitas subjek penelitian dalam pembelajaran

•Prestasi dan potensi yang dimiliki siswa ABK dan siswa normal

Guru Seni

Budaya

Ketika pra

penelitian, selama berlangsung dan berakhirnya penelitian

• Kondisi subjek penelitian saat mengikuti pembelajaran tari

• Aktivitas dan respon siswa

terhadap pembelajaran tari

• Materi tari yang diberikan

• Sikap/perilaku subjek penelitian

saat terjadinya proses

pembelajaran tari

• Strategi belajar mengajar yang dilakukan bagi subjek penelitian

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi ini digunakan untuk mengamati kondisi sebelum

aplikasi model diberikan dan selama proses aplikasi model diujicobakan

[image:36.595.119.518.146.626.2]
(37)

Tabel 3.3. Pedoman Observasi

Masa Pelaksanaan Observasi

Frekwensi Hal yang Diobservasi

Pra Penelitian:

• di Sekolah

• di kelas (sebelum

aplikasi model

diujicobakan)

1 kali Siswa inklusif dan gambaran KTSP

yang digunakan

1 kali • Materi pembelajaran tari yang

diberikan

• Kondisi kelas dan karakteristik ragam siswa di kelas inklusif saat terjadinya proses pembelajaran tari

• Kreativitas dan Interaksi siswa di kelas inlusif saat mengikuti proses pembelajaran tari

• Strategi pembelajaran yang

diberikan. Penelitian di kelas saat

berlangsung ujicoba

aplikasi model

diberikan

4 kali • Perilaku dan interaksi siswa di

kelas inklusif (fokus perhatian

terhadap siswa autis) selama

aplikasi model sinektik dalam pembelajaran tari

• Kemampuan siswa (fokus

perhatian pada siswa autis) dalam

mengembangkan kreativitas

melalui beranalogi

• Kemampuan siswa (focus

perhatian terhadap siswa autis) di kelas inklusif dalam berinteraksi dengan sesama, dan dengan guru.

• Respon siswa (terlebih siswa autis)

inklusif terhadap materi

pembelajaran tari

• Hasil ujicoba aplikasi model

sinektik dalam pembelajaran tari

yang berdampak terhadap

pengembangan kreativitas dan

[image:37.595.113.517.136.662.2]
(38)

3. Pedoman Kuisioner

Instrument ini diberikan kepada siswa sebagai bentuk wawancara tertutup,

dengan tujuan untuk menghindari dampak secara psikhologis terhadap siswa

ABK yang berada di kelas.

Tabel 3.4. Pedoman Kuisioner

Objek Frekwensi Hal yang ditanyakan

Siswa inklusif yang

berada di kelas V.3.

1 kali • Respon siswa terhadap

pembelajaran tari

• Empati siswa terhadap sesama

• Pemahaman materi tari yang diberikan

• Kebermanfaatan sistem belajar kelompok

• Asumsi siswa lain

terhadap perilaku/sikap siswa disabilitas (ASD dan EBD)

Hal-hal yang diamati dalam penggunaan instrument di atas berkenaan

dengan karakteristik dan keberagaman potensi siswa yang ada di kelas inklusif,

kreativitas siswa autis dan siswa lainnya dalam menemukan ide/gagasan berpikir

kreatif, beranalogi melalui gerak tubuh, dan menciptakan kreasi. Aspek

perkembangan interaksi siswa autis dengan siswa lain, siswa autis dengan guru

meliputi kerjasama dan empati. Indikator-indikator tersebut dicapai melalui

model sinektik yang sudah ada, lalu diadaptasi dan dikembangkan dalam

pembelajaran tari. Dalam hal aplikasi model yang telah peneliti lakukan tidak

[image:38.595.118.518.224.620.2]
(39)

yang berorientasi pada model Sinektik. Semua hal yang diamati tersebut

dikemas dan dikembangkan dari pedoman observasi, pedoman wawancara, dan

kuisioner berupa daftar pertanyaan ( terlampir).

Kisi-kisi instrument yang telah disusun disesuaikan dengan indikator yang

akan dicapai berkaitan dengan objek penelitian, populasi sampel, identifikasi

aspek kreativitas dan perkembangan interaksi yang dikembangkan pada aspek

kerjasama, dan empati. Adapun indikator atas tujuan yang diharapkan adalah 1)

Meningkatkan kreativitas melalui menumbuhkembangkan berpikir kreatif dan

aspek perkembangan interaksi pada siswa di kelas inklusif, 2) Meminimalisir

keterbatasan potensi yang dimiliki siswa autis dalam aspek interaksi (kerjasama

dan empati).

E. Teknik Pengumpulan Data

Berkenaan dengan penelitian yang dilakukan ini secara terperinci

instrument penelitian dan teknik pengumpulan data yang telah dilakukan

adalah:

1) Observasi

Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi dalam dua kondisi/situasi

kegiatan, yakni kondisi sebelum aplikasi model pembelajaran diberikan dan

kondisi saat proses dan atau setelah aplikasi model pembelajaran dilaksanakan.

Kegiatan pertama peneliti melakukan survey atau peneliti istilahkan sebagai

kegiatan pra observasi ke SD Al Mabrur pada tanggal 20 Februari 2012 untuk

(40)

inklusif dan keberadaan ragam siswa di sekolah tersebut. Selanjutnya pada

tanggal 26 Februari 2012 sebagai observasi lanjutan dari kegiatan pertama

peneliti menemui kepala sekolah untuk menyerahkan perizinan penelitian sambil

mewawancarainya. Setelah adanya perizinan dan pertemuan dengan guru Seni

Budaya, peneliti mengamati kondisi kelas dan siswa saat guru Seni Budaya

menyampaikan materi pembelajaran tari.

Rangkaian pra observasi ini selanjutnya peneliti melakukan pengamatan

langsung ke kelas V.3 agar mendapatkan data awal selain sebagai bekal untuk

memahami dan menggali potensi dasar dan perilaku keberagaman siswa,

mengamati keterlibatan siswa autis dan siswa lainnya dalam pembelajaran tari

untuk mengetahui aspek kreativitas dan perkembangan interaksi sosial.

Hasil pengamatan yang telah dilakukan peneliti dibagi dalam dua sesi, yakni

hasil observasi kegiatan pra aplikasi model dan saat proses serta hasil aplikasi

model. Pra aplikasi model dilakukan pada tanggal 26 Februari 2012 dituangkan

ke dalam bentuk catatan berupa peristiwa/fenomena-fenomena yang ditemukan.

Peneliti saat itu mengamati karakteristik siswa inklusif terlebih siswa autis,

aspek kreativitas, interaksi maupun interpretasi siswa selama proses

pembelajaran tari berlangsung sebelum aplikasi pembelajaran tari yang berbasis

sinektik dilakukan.

Pada observasi keterlaksanaan proses dan hasil aplikasi model setiap kali

pertemuan yang telah dilakukan pada tanggal 5 dan 12 Maret 2012 dilanjutkan

pada tanggal 2 dan 5 April 2012. Hal yang diamati peneliti adalah ada dan

(41)

kemampuan siswa berkreativitas melalui gagasan berpikir kreatif dan beranalogi

yang dikembangkan dalam bentuk gerak tubuh, dan respon siswa terhadap

materi yang diajarkan. Dalam observasi ini peneliti melakukan

pendokumentasian dalam bentuk gambar (foto) dan rekaman video selama

proses pembelajaran berlangsung, sehingga dapat memberikan gambaran konkrit

selama peneliti berperan sebagai aplikan/guru. Selanjutnya hasil rekaman

tersebut diputar dan diamati kembali sehingga dapat membantu peneliti

mempermudah dalam proses analisis dari rangkaian kegiatan yang telah

dilaksanakan.

2) Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap kepala sekolah, guru kelas, guru seni

budaya, dan siswa bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi yang

benar-benar akurat dalam penelitian terhadap keterlaksanaan pembelajaran tari di

sekolah inklusif.

Pelaksanaan wawancara ini dilakukan dua kali pada tanggal 20 dan 26

Februari 2012. Wawancara pertama pada tanggal 20 Januari 2012 dilakukan

terhadap kepala sekolah, dan pada kesempatan ini kepala sekolah menugaskan

wakil kepala sekolah yang merangkap sebagai guru BK untuk berwawancara

dengan peneliti. Hasil dari wawancara tersebut mendapatkan informasi awal

mengenai keterlaksanaan layanan pendidikan inklusif, keterlaksanaan pemberian

pembelajaran tari, keberadaan ragam siswa, tenaga pengajar seni tari, dan sarana

(42)

berkaitan dengan karakteristik, potensi, serta latar belakang siswa autis dan

siswa lainnya.

Pada tanggal 26 Febuari 2012, merupakan wawancara kedua yang dilakukan

terhadap guru seni budaya berkaitan dengan keterlaksanaan pembelajaran tari

di kelas inklusif, seputar strategi pembelajaran tari yang dilakukan meliputi

model, metode dan materi tari yang diberikan, interaksi dan kreativitas siswa

autis dan siswa lainnya.

Kemudian wawancara terakhir pada tanggal 5 April 2012 dilakukan kepada

siswa melalui kuisioner yang disebarkan untuk mendapatkan informasi tentang

ketertarikan siswa terhadap pembelajaran tari yang diberikan aplikan baik dari

segi materi maupun metode/ model pembelajaran dan asumsi mereka (siswa

“normal”) terhadap perilaku siswa autis.

Pertanyaan dalam wawancara di atas dikembangkan dan disusun secara

sistematis mengacu pada kisi-kisi yang berkaitan dengan

keadaan/karakteristik/keberagaman siswa, potensi dan hambatan siswa autis di

kelas inklusif, kondisi keterlaksanaan proses pembelajaran tari, program

kegiatan pembelajaran dan kurikulum yang dipakai. (Pedoman Wawancara

Terlampir)

3) Focus Group Disscusion (FGD)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan umumnya dalam penelitian

kualitatif ini dengan tujuan dapat menemukan makna sebuah tema menurut

(43)

ahli selama empat kali pertemuan setiap hari Rabu sebelum peneliti turun ke

lapangan. Selanjutnya para ahli memberikan masukan/arahan/bimbingan

kepada peneliti dalam penyempurnaan desain model pembelajaran tari yang

berbasis sinektik, serta penyempurnaan indikator observasi saat pembelajaran

tari nanti berlangsung di lapangan. Teknik ini bertujuan selain untuk

memvalidasi model juga memvalidasi pengembangan indikator dalam

pedoman observasi agar menghindari pemaknaan yang tidak terfokus pada

masalah yang diteliti.

4) Refleksi

Refleksi diarahkan pada penemuan bukti-bukti hasil proses belajar siswa

dalam pembelajaran tari yang meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotor

pada setiap selesai tatap muka. Dimana aspek afektif diamati dan ditinjau

dari hal yang berkaitan dengan perubahan perilaku siswa autis dengan siswa

lainnya dalam berinteraksi selama proses belajar mengajar berlangsung lebih

difokuskan pada aspek kerjasama dan empati. Aspek kognitif dan psikomotor

dilihat dan diamati dari perkembangan kreativitas yang berkaitan dengan

kemampuan berpikir kreatif, dan kemampuan beranalogi.

Kegiatan ini dilakukan berkaitan dengan evaluasi keterlaksanaan hasil

pembelajaran setiap habis pertemuan. Tahapan yang telah peneliti lakukan

adalah:

(44)

2. Menganalisis perkembangan aspek kreativitas dan aspek perubahan

perilaku (interaksi dalam hal kerjasama dan empati) siswa.

Pada prinsipnya pengumpulan data yang telah dilakukan pada setiap

aktivitas, kondisi atau fenomena yang terjadi berkaitan dengan penelitian

tindakan yang dilaksanakan. Dalam penelitian ini pengumpulan data secara

garis besar dilakukan pada saat:

1. Observasi/studi pendahuluan sampai identifikasi awal permasalahan.

2. Pelaksanaan, analisis dan refleksi terhadap tindakan pembelajaran siklus

I dan siklus berikutnya.

F. Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis

catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatan pemahaman

peneliti tentang persoalan yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi

orang lain. ( Arikunto, 2011: 245). Sedangkan menurut Patton dalam Moleong

dalam Arikunto (2011), menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur

urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan

uraian dasar.

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian tindakan ini merujuk pada

landasan teoretis yang berhubungan dengan masalah penelitian. Analisis dan

interpretasi penelitian ini menggunakan komponen-komponen analisis data

(45)

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Ketiga komponen

tersebut merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.

(lihat bagan berikut):

Bagan 3.2: Komponen-Komponen Analisa Data Model Interaktif Sumber: Miler dan Huberman (1992: 20)

Teknik analisis data yang digunakan diarahkan untuk menjawab

masalah yang telah dirumuskan. Dengan hasil data diperoleh dan

terkumpul dari berbagai sumber kemudian digabungkan dan dikaitkan satu

sama lain (triangulasi), dianalisis secara induktif dan dilakukan secara

terus menerus mulai dari awal penelitian sampai berakhirnya penelitian

hingga datanya terpenuhi (jenuh/tuntas).

Data yang diperoleh dituangkan dalam bentuk paparan kalimat

(deskriptif kualitatif) berkaitan dengan konteks kreativitas dan interaksi

sosial siswa autis di kelas inklusif pada proses aplikasi pembelajaran tari

yang berorienatasi sinektik.

Pengumpulan/Koleksi data (data collection), yaitu hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi yang dilakukan peneliti dari objek penelitian

dan sumber informasi, merupakan langkah awal dalam pengolahan data. Penarikankesimpulan dan

Verifikasi Penyajian data Pengumpulan data

(data collection)

(46)

Dalam pengumpulan/mengoleksi data, peneliti melakukan observasi

terhadap objek penelitian dan sumber informasi serta mencari dokumentasi

hasil dari kegiatan pembelajaran tari. Hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi dengan segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisa.

Reduksi data/Penyederhanaan data artinya proses pemilahan dan

pemilihan data dari catatan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi

untuk dianalisis. Dengan demikian tahapan ini diperoleh hal-hal pokok

yang berkaitan dengan fokus penelitian. Adapun aspek-aspek

permasalahan yang direduksi dalam penelitian ini meliputi desain

pembelajaran tari yang berorientasi sinektik, kompetensi siswa di SD

inklusif Al-Mabrur dalam proses dan hasil keterlaksanaan pembelajaran

tari.

Penyajian data merupakan kegiatan penyusunan hal-hal pokok yang

sudah dirangkum secara sistematis mengacu pada judul dan rumusan

masalah, sehingga diperoleh tema dan pola secara jelas tentang hal yang

diteliti agar mudah diambil kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan upaya untuk mencari

makna dari data yang dikumpulkan dan memantapkan kesimpulan dengan

member check atau triangulasi yang dilakukan selama dan sesudah data

(47)

mencari makna dari data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema

hubungan, persamaan, perbedaan-perbedaan, hal-hal yang timbul dan

sebagainya.

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas, analisis penelitian ini

dilakukan mulai sejak pengumpulan data dan di setiap akhir pelaksanaan

tindakan dikerjakan secara seksama selama di lapangan maupun setelah di

lapangan guna menentukan langkah taktis dan strategis dalam pemberian

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan interpretasi dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana

disajikan pada Bab IV, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Pelaksanaan Pembelajaran Tari Sebelum Aplikasi Model

Pelaksanaan pembelajaran tari di SD Al Mabrur sudah diberikan

berdasarkan KTSP yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi

siswa yang beragam. Strategi pembelajaran tari yang dilakukan guru hanya

menggunakan metode latihan dan demonstrasi, sedangkan pengenalan dan

pemahaman materi tari dalam konten elemen/unsur gerak tari tidak disampaikan

dengan jelas.

Melihat kondisi di atas strategi pembelajaran tari yang telah dilakukan

guru dalam pembelajaran tari belum optimal terhadap peningkatan kreativitas

siswa dalam mengungkapkan dan mengembangkan gagasan berpikir kreatif,

terkesan membatasi ruang gerak siswa dalam berkreativitas/berkarya.

Penyebab dari kekurangoptimalan pembelajaran tari di sekolah tersebut

salah satunya merupakan dampak dari latar belakang pendidikan guru yang tidak

relevan dengan mata pelajaran yang diampunya. Sehingga guru yang

mengajarkan seni tari hanya mampu memberikan materi tari dalam bentuk

(49)

dengan guru mengatakan bahwa guru yang mengajarkan tari belum memahami

materi tari tentang elemen/unsur-unsur dalam gerak tari. Evaluasi yang

dilakukan guru untuk ketercapaian indikator dalam proses pembelajaran tari,

menekankan siswa pada penguasaan keterampilan membawakan tarian dari

hasil meniru baik melalui gerak yang dicontohkan guru maupun hasil

apresiasinya sendiri, dan orientasi hasil pembelajaran direncanakan untuk

kegiatan perpisahan siswa. Selanjutnya analisis terhadap perkembangan

interaksi sosial siswa ASD, EBD, dan siswa normal berdasarkan pernyataan

guru tidak dipaparkan secara rinci, hanya berdasarkan pengamatan sepintas guru

saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung.

Media pembelajaran yang dijadikan hanya memanfaatkan media yang

disediakan di sekolah berupa radio tape. Selanjutnya saat proses pembelajaran

tari dilakukan, guru tidak mempersiapkan stimulus rangsang yang dapat menarik

perhatian siswa, sehingga siswa belum terasah keterampilan berpikir kreatifnya.

Dari hasil pengamatan peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan

pembelajaran tari selama ini belum nampak adanya upaya meningkatkan

interaksi sosial dan kreativitas pada siswa inklusif di SD Al Mabrur.

2. Aplikasi Model Sinektik Dalam Pembelajaran Tari

Model pembelajaran pengembangan kreativitas yang diaplikasikan dalam

pembelajaran tari melalui penelitian ini, pada dasarnya mengadopsi dari model

sinektik yang dikemukakan Gordon. Aplikasi model ini tidak mengubah bentuk

(50)

ini (input substantif), bereksplorasi melalui analogi langsung, analogi personal,

analogi konflik padat, analogi langsung, dan memeriksa kembali tugas awal.

Implementasi dalam pembelajaran tari yang peneliti lakukan didasarkan

pada ragam potensi dan kondisi kemampuan siswa inklusif. Sehingga dari

keenam tahapan sinektik dijadikan landasan dalam strategi pembelajaran tari

yang dilakukan.

Rancangan aplikasi model dalam pembelajaran tari dari pertemuan

pertama sampai dengan keempat meliputi materi ajar, metode pembelajaran,

cara-cara evaluasi, prinsip-prinsip sinektik, sintax, dan prosesnya dapat dilihat

dari paparan berikut.

Materi/Bahan Ajar

Unsur-unsur gerak tari yang meliputi unsur tenaga kuat, ringan, dan mengalir

serta unsur tempo cepat dan lambat.

Strategi dan Metode Pembelajaran

Aplikasi model ini menggunakan pendekatan kontekstual dan metode kooperatif,

dengan tujuan diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami materi

pembelajaran dengan konteks pengalamannya yang terjadi di lingkungan sekitar.

Dalam hal ini secara bersama-sama maupun personil diminta mengungkapkan

dan mengembangkan pengalaman pribadi yang ditemukannya. Selanjutnya

siswa diajak berpikir kritis dan kreatif dalam beranalogi sesuai dengan tahapan

(51)

bekerjasama dengan temannya dalam menghasilkan dan mempresentasikan

kreasinya.

Unsur Pendukung

Proses pembelajaran tari di sekolah ini berlangsung di kelas, karena sekolah ini

tidak memiliki ruangan khusus untuk pembelajaran menari. Sehingga sebelum

proses pembelajaran dimulai siswa harus menggeser-geserkan bangku ke

pinggir. Material sebagai media pendukung pembelajaran yang digunakan dalam

[image:51.595.118.513.245.638.2]

penelitian ini adalah media visual yang berbentuk boneka semut dan beberapa

gambar aktivitas semut.

Cara-cara Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan mengacu pada indikator yang dibuat, selanjutnya saat

kegiatan pembelajaran berlangsung mulai dari tahap persiapan sampai

penampilan kreasi dilakukan catatan pengamatan perkembangan perilaku.

Sedangkan untuk evaluasi terhadap ketercapaian materi yang diberikan

dilakukan saat siswa bereksplorasi, beranalogi, dan mempresentasikan kreasinya

yang didalamnya terdapat pemahaman dan penggunaan materi ajar.

Sistem Sosial

Sistem sosial menandakan hubungan yang terjalin antara guru dan siswa,

termasuk norma atau prinsip yang dianut dan dikembangkan untuk pelaksanaan

(52)

tahapan proses pembelajaran secara kooperatif, dimana guru berperan sebagai

fasilitator dan motivator. Respon siswa autis dan siswa lainnya cukup terbuka

dan terjalin dengan baik. Standar kreativitas melalui permainan imajinasi

(analogi) dapat dilakukan oleh semua siswa. Reward bersifat internal, datang

dari kenyamanan dan keceriaan siswa dalam aktivitas proses pembelajaran.

Prinsip Reaksi

Ditemukan dari sikap dan respon seluruh siswa di kelas inklusif dalam

menerima informasi yang disampaikan guru cukup antusias dan bersemangat.

Prinsip pembelajaran yang dilakukan guru terhadap siswa inklusif terlebih pada

siswa Autistic Spectrum Disorder (ASD) dan Emotional Behavior Disorder

melalui pendekatan kasih sayang, layanan individual maupun klasikal,

kesiapan, keperagaan, motivasi, belajar dan bekerja kelompok, keterampilan dan

prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap/perilaku dalam berinteraksi.

Contohnya perlakuan dan perhatian guru terhadap siswa disabilitas (ASD dan

EBD) di kelas inklusif tersebut dilakukan pada saat pembelajaran kondisi kedua

kategori siswa tersebut mengalami kesulitan berbaur dalam mengerjakan tugas

bersama kelompok tidak bersikap tak acuh, melainkan melakukan bujukan,

rayuan, bimbingan dalam menyusun gerak, sambil mengelus kepala dengan

lembut, sehingga kedua siswa tersebut merasa nyaman dan selalu mengikuti

(53)

Peran/Tugas Guru

Dalam Aplikasi model sinektik pada pembelajaran tari ini diberikan dengan

tujuan untuk meningkatkan kreativitas dan mengembangkan aspek interaksi

siswa di sekolah inklusif, peran/tugas guru pada setiap pembelajaran yaitu:

mendukung keterbukaan, ketidakrasionalan, keoriginalan siswa dalam

berekspresi kreatif. Melakukan bimbingan terhadap semua siswa dalam

mengeksplorasi gerak apabila diperlukan memperagakan. Me

Gambar

Tabel  2.1.
Tabel di bawah ini menjelaskan kedua variabel yang terdapat dalam penelitian ini.
Tabel 3.1 Sub Variabel
Tabel  3.2. Pedoman wawancara
+4

Referensi

Dokumen terkait

bakat siswa melalui ekstrakurikuler seni tari di SD Negeri 2 Paras. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan pengembangan kreativitas dan

Skripsi ini berjudul “Pembelajaran Tari melalui Stimulus Tari Kijang untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas IV di SDN Cintabodas 3 Kabupaten Tasikmalaya

Pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis model pembelajaran sinektik dapat mengembangkan keterampilan proses siswa yang ditunjukkan oleh peningkatan presentase

Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh data dan mengetahui peningkatan kreativitas gerak berbasis binatang dalam pembelajaran seni tari dengan menggunakan stimulus

PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS TARI KIJANG UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA KELAS IV DI SDN.. CINTABODAS 3

Maka dapat ditarik kesimpulan, terdapat perbedaan kreativitas belajar siswa yang menerapkan model Sinektik dan yang menerapkan metode konvensional siswa kelas V

Indikator penilaian tentang kreativitas yakni: (1) memiliki gagasan /ide original dalam mengungkapkan unsur gerak tari (tenaga dan tempo); (2) mengembangkan gagasan

Bentuk interaksi sosial yang dilakukan siswa ABK di sekolah inklusi SD Negeri 136 Pekanbaru sudah berjalan dengan baik, karena Kerjasama dan bentuk akomodasi seperti mediasi,kompromi