• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Dan Karakterisasi Selulosa Asetat Dari Kayu Kelapa Sawit (Elais Guenensiss Jacq)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Dan Karakterisasi Selulosa Asetat Dari Kayu Kelapa Sawit (Elais Guenensiss Jacq)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kayu Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineesis) berasal dari Afrika. Dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal dengan nama oil palm. Tanaman kelapa sawit memiliki bentuk menyerupai pohon kelapa. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit termasuk tanaman pendatang. Pohon kelapa sawit sendiri di Indonesia sudah mulai dikenal sejak sebelum perang dunia kedua. Kelapa sawit dibudidayakan dalam bentuk usaha perkebunan besar. Perkebunan kelapa sawit banyak dikembangkan di Sumatera dan Kalimantan (Roosita, 2007).

Sentra utama produksi sawit Indonesia antara lain Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Kontribusi produksinya mencapai 80% dari produksi nasional. Perkembangan perkebunan di daerah sentra utama produksi tersebut masih memungkinkan dilakukan. Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit. Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra-sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi pengembangan seperti Sulawesi, Jawa, Papua juga terus dilakukan (Yan, 2012).

Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq), merupakan tumbuhan dari orde

Palmales, family : Palmaceae; subfamily : Cocoideae. Tumbuhan tersebut termasuk tumbuhan monokot il, ciri-ciri dari tumbuhan monokotil tersebut adalah, tidak memiliki : kambium, pertumbuhan sekunder, lingkaran tahun, sel jari-jari, kayu awal, kayu akhir, cabang, mata kayu. Batang terdiri dari serat dan parenkim.

Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9-12 m dan diameter 45-65 cm diukur dari permukaan tanah. (Tomimura, 1992).

(2)

masanya lebih tinggi. Di daerah bagian kayu yang terdiri dari jaringan parenkim

mengandung kadar air lebih tinggi dan menurun seiring prosentase berkas pengangkut naik.

Pada keadaan kering konstan, komponen-komponen yang terkandung dalam KKS adalah selulosa (30,77 %), pentosa (20,05 %), lignin (17,22 %),

hemiselulosa (16,81 %), air (12,05 %), abu (2,25 %) dan SiO2 (0,84 %).

Gambar 2.1. Penampang melintang KKS

Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan

devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit, bahkan saat ini telah menempati posisi kedua di dunia (Yan, 2012).

2.2Selulosa

Selulosa ialah polimer tak bercabang dari sejumlah glukosa yang bergabung lewat ikatan 1,4-β-glikosidik. Pemeriksaan selulosa dengan sinar X menunjukkan bahwa selulosa terdiri atas rantai linear dari unit selulosa, yang oksigen cincinnya berselang-seling dengan posisi “ke depan” dan “ke belakang” (Hart, 2003).

(3)

di dalam kapas (Fessenden and Fessenden, 1982). Selulosa merupakan polimer karbohidrat yang tersusun atas β D-glukopiranosa dengan ikatan β 1,4-glikosida dan terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidro glukosa. Selulosa memiliki rumus empiris (C6H10O5)n, dengan n menunjukkan derajat polimerisasi yakni jumlah satuan glukosa. Kududukan β dari gugus OH pada atom C1 membutuhkan pemutaran unit glukosa melalui sumbu C1-C4 cincin piranosa (Mathur and Mathur, 2001). Selulosa terdiri dari rantai polimer linear D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β (1-4) glikosidik yang ditunjukkan pada Gambar 2.2:

Gambar 2.2 Struktur selulosa (Lehninger, 1990)

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa Natrium Hidroksida n(NaOH) 17,5 %, selulosa dapat dibagi menjadi tiga jenis yakni:

a. Alpha Cellulose

α selulosa (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang yang tahan dan tidak larut dalam larutan NaOH 17,5 % atau larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 – 15000. α – selulosa digunakan sebagai penduga atau tingkat kemurnian selulosa. Selulosa dengan derajat

kemurnian α di atas 92% memenuhi syarat untuk bahan baku pembuatan

propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa dengan kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri pembuatan

kertas dan industri kain (serat rayon). Semakin tinggi kadar alpha selulosa, maka akan semakinn baik mutu bahannya.

b. Betha Cellulose

(4)

Polimerisasi) berkisar antara 15 – 90. Betha selulosa ini dapat

mengendap jika ekstrak dinetralkan.

c. Gamma Cellulose

γ Selulosa (Gamma Cellulose) adalah selulosa berantai pendek yang larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP (Derajat

Polimerisasi) kurang dari 15. Kandungan utamanya adalah hemiselulosa. Selulosa merupakan bahan dasar yang penting bagi industri-industri yang memakai selulosa sebagai bahan baku, misalnya: pabrik kertas, pabrik sutera tiruan dan lain sebagainya (Dumanauw, 1990).

Pada aplikasi industri kertas, Alpha cellulose sangat menentukan sifat tahanan kertas, dimana semakin banyak kadar alpha selulosa maka semakin tahan lama kertas tsb. Sifat hidrofilik yang dimiliki beta dan ngamma selulosa lebih besar daripada alpha selulosa ( Nurungtyas, 2010).

Selulosa dapat diisolasi dari tanaman.Untuk mengoptimalkan pengambilan serat selulosa dari beberapa tahapan metode pengisolasian dapat diaplikasikan, seperti metode mekanis sederhana, campuran metode kimiawi dan mekanik, serta pendekatan metode enzim. Proses isolasi selulosa dari sabut buah pinang menggunakan metode kimiawi meliputi tahap prehidrolisis, delignifikasi, pemutihan dan pengeringan. Tahap prehidrolisis bertujuan untuk mempercepat penghilangan hemiselulosa dalam bahan baku pada waktu pemasakan (cooking) menggunakan air lunak (soft water) atau larutan asam encer (Tarmansyah, 2007).

Tahap delignifikasi dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini

dapat menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf, memisahkan lignin serta menyebabkan penggembungan struktur selulosa (Enari, 1983). Proses pemutihan bertujuan untuk melarutkan sisa senyawa lignin yang dapat menyebabkan perubahan warna, dengan cara mendegradasi rantai lignin

yang panjang oleh bahan-bahan kimia pemutih menjadi rantai-rantai lignin yang pendek, maka lignin dapat larut pada saat pencucian dalam air atau alkali (Fengel, et.al., 1995). NaOCl secara tradisional digunakan untuk memutihkan warna dari

suatu zat.

(5)

berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium

hidroksida (NaOH) 17,5% (Tarmansyah, 2007) yaitu:

- α-selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP 600-1500

- β-selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH

17,5% ataubasa kuat dengan DP 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

- γ-selulosasama dengan beta selulosa, tetapi DP nya kurang dari 15.

Proses selanjutnya adalah pemutihanmenggunakanhidrogen peroksida karena merupakan pemutihyang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen peroksida juga mempunyai beberapa kelebihan antara lain bahan yang diputihkan mempunyai ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi asam, hidrogen peroksida sangat stabil.Peruraian hidrogen peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu.Zat reaktif dalam sistem pemutihan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa adalah perhidroksil anion (HOO-) (Dence, et.al., 1996).

Ada dua jenis selulosa yaitu selulosa termodifikasi dan selulosa tidak termodifikasi.Secara umum, selulosa tidak termodifikasi tidak larut dalam air dan pelarut organik.Hal ini berdasarkan ikatan hidrogen yang kuat antara molekul selulosa berantai lurus.Sehingga kelarutan dari selulosa dapat diperbaiki dengan turunan yang dimodifikasi.

Serat selulosa secara umum memiliki banyak gugus fungsi yang mampu

mengikat logam.Karena itu banyak yang sudah mencoba untuk menggunakan selulosa sebagai pembersih logam melalui beberpa turunannya.Beberapa di antaranya berdasarkan penambahan gugus dengan kemampuan mengkompleks seperti gugus karboksilat dan amin.Seperti halnya kitosan dan juga alginate maka

(6)

2.3Sifat Selulosa

Sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan kimia. Selulosa dengan rantai panjang memiliki sifat fisik yang lebih kuat, tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisik dari selulosa yang penting ialah panjang, lebar, dan tebal molekulnya. Sifat

fisik lain dari selulosa ialah:

a. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fitokimia, maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun.

b. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut pada larutan alkali.

c. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis (baik menyerap air), keras, jugfa rapuh. Jika selulosa mengandung banyak air, maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak.

d. Selulosa dalam kristal memiliki kekuatan lebih baik dibandingkan dengan bentuk amorfnya.

Dilakukan tahapan untuk mendapatkan selulosa murni yang dipisahkan dari zat pengotornya. Pemisahan dilakukan pada kondisi optimum untuk mencegah terjadi degradasi terhadap selulosa. Kesulitan yang dihadapi dalam proses pemisahan ini disebabkan oleh:

a. Berat molekul tinggi

b. Keasaman sifat antar molekul impurities dengan selulosa itu sendiri c. Kristalinitas yang tinggi

d. Ikatan fisik dan kimia yang kuat

Selama proses pembuatan selulosa murni, degradasi terjadi, antara lain karena beberapa hal sebagai berikut:

a. Degradasi oleh hidrolisa asam

Terjadi pada temperatur yang cukup tinggi dan berada pada media asam pada waktu cukup lama. Akibat dari degradasi ini adalah terjadinya reaksi yakni selulosa terhidrolisa menjadi selulosa dengan beratmolekul rendah. Keaktifan asam pekatt untuk mendegradasi selulosa berbeda-beda.

(7)

Senyawa oksidator sangat mudah mendegradasi selulosa menjadi

molekul yang lebih kecil. Hal ni tergantung dari oksidator dan kondisinya. Macam-macam oksidator adalah sebagai berikut:

- Chlorin mengoksidasi gugus karboksil dan aldehid. Oksidasi karboksil menjadi CO2 dan H2O, sedangkan oksidasi aldehid

menjadi karboksil dan jika oksidasi diteruskan akan menjadi CO2 dan H2

- Hipoklorit akan menghasilkan oksidasi selulosa yang mengandung presentase gugus hidroksil tinggi pada kondisi netral/alkali.

O.

- NO2

c. Degradasi oleh panas

mengoksidasi hidroksil primer dari selulosa menjadi karboksil. Oksidasi ini tidak akan memecah rantai selulosa kecuali jika terdapat alkali.

Pengaruh panas lebih besar jika dibandingkan dengan asam dan oksidator. Serat selulosa yang dikeringkan pada temperatur tinggi akan mengakibatkan hilangnya sebagian higroskopisitasnya (swealing ability). Hal ini karena:

- Bertambahnya ikatan hidrogen antara molekul selulosa yang berdekatan

- Terbentuknya ikatan rantai kimia diantara molekul selulosa yanng berdekatan

- Pemanasan serat pada temperatur sekitar 100 oC akan menghilangka

kemampuan menggembung sekitar 50% (Putera, 2012).

2.4Lignin

Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun

atas unit-unit fenilpropan. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karena suatu lignin yang pasti di dalam kayu tidak menentu.

(8)

dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk

memberikan ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu dan juga dikatakan bahwa lignin mempertinggi sifat racun kayu yang membuat kayu tahan terhadap serangan cendawan dan serangga. Ketegaran yang diberikan oleh lignin

merupakan faktor penentu sifat-sifat kayu.

Lignin dapat diisolasi dari tanaman sebagai sisa yang tak larut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara alternatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi ataupun diubah menjadi turunan yang larut. Adanya lignin menyebabkan warna menjadi kecoklatan sehingga perlu adanya pemisahan melalui pemutihan. Banyaknya lignin juga berpengaruh terhadap konsumsi bahan kimia dalam pemasakan dan pemutihan (Wibisono, 2002).

Struktur kimia lignin mengalami perubahan dibawah kondisi suhu yang tinggi dan asam. Pada reaksi dengan temperatur tinggi mengakibatkan lignin terpecah menjadi pertikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa (Taherzadeh, 2007). Pada suasana asam, lignin cenderung melakukan kondensasi, yakni fraksi lignin yang sudah terlepas dari selulosa dan larut pada larutan pemasak. Dimana peristiwa ini cenderung menyebabkan bobot molekul lignin bertambah, dan lignin yang terkondensasi akan mengendap (Achmadi, 1990).

Disamping terjadinya reaksi kondensasi lignin yang mengendap, proses pemasakan yang berlangsung pada suasana asam dapat pula menurunkan derajat kerusaka pulp sehingga mengurangi degradasi selulosa dan hemiselulosa.

Suhu, tekanan, dan konsentrasi larutan pemasak selama proses pilping merupakannnn faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi pelarutan lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Selulosa tak akan rusak saat proses pelarutan lignin jika konsentrasi larutan pemasak yang digunakan rendah dan suhu yang

digunakan sesuai. Pemakaian suhu diatas 180 oC menyebabkan degradasi selulosa lebih tinggi, dimana pada suhu ini lignin telah habis larut (Casey, 1980).

2.5Hemiselulosa

(9)

hemiselulosa berbentuk tidak lurus tetapi merupakan polimer-polimer bercabang

dan strukturnya tidak terbentuk kristal. Hal ini yang menjadikan hemiselulosa lebih mudah dimasuki pelarut dan bereaksi dengan larutan dibandingkan selulosa selama pembuatan pulp. Hemiselulosa bersifat hidrofibil (mudah menyerap air) yang mengakibatkan strukturnya yan kurang teratur. Kadar hemiselulosa pada

pulp jauh lebih kecil dibandingkan dengan serat asal, karena selama proses pemasakan hemiselulosa bereaksi dengan bahan pemasak dan lebih mudah terlarut dari pada selulosa.

Secara struktural, hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula. Namun berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun atas glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa dari monomer gula berkarbon lima (pentosa/C-5), gula berkarbon enam (heksosa/C-6), asam heksuronat da deoksi heksosa. Hemiselulosa akan mengalami reaksi oksidasi dan degradasi terlebih dahulu daripada selulosa, karena rantai molekulnya yang lebih pendek dan bercabang.

Hemiselulosa tidak larut dalam air tapi larut dalam larutan alkali encer dan lebih mudah dihidrolisa oleh asam dari pada selulosa. Sifat hemiselulosa yang hidrofilik banyak mempengaruhi sifat dari pulp itu sendiri. Hemiselulosa berfungsi sebagai perekat dan mempercepat pembentukan serat. Hilangnya hemiselulosa akan mengakibatkan adaya lubang antar fibril dan berkurangnya ikatan antar serat (Putera, 2012).

2.6Selulosa Asetat

Selulosa asetat merupakan ester yang paling penting yang berasal dari asam organik, digunakan untuk pabrik cat laker, plastik, film dan benang. Bila dibandingkan dengan selulosa nitrat, selulosa asetat tidak mudah terbakar.

(10)

Selulosa dapat secara kimia dimodifikasi menghasilkan turunan yang secara

luas dipergunakan pada berbagai sektor industri termasuk aplikasi konvensional. Seperti salah satu contohnya, pada tahun 2003, 3,2 juta ton bahan ini digunakan sebagai material mentah untuk produksi serat dan film regenerasi termasuk turunannya (Klemm, 2005).

Pada tahun 1996, Yang dan Wang mengklaim bahwa hanya asam karboksilat yang membentuk siklik intermediet anhidrida ester selulosa. Pendapat lain menyatakan bahwa kelompok karboksil dapat diesterifikasi selulosa tanpa intermediet anhidrat (Gagliardi, et.al., 1963).

Bahan mentah selulosa asetat (CA) adalah selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang tersusun atas satuan glukosa yang dihubungkan dengan ikatan

glikosida β-1,4 antar molekul glukosa penyusunnya. Selulosa membentuk

komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai, atau mikrofibril dari D glukosa sampai 14.000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali, yang terikat satu sama lain oleh hidrogen (Fessenden, 1989). Berat molekulnya bervariasi antara 500.000-1.500.000 yang tiap unitnya mempunyai berat molekul 3000-9000. Setiap unit glukosa mengandung 3 gugus hidroksil yang sangat tidak reaktif. Selulosa mempunyai sifat seperti kristalin dan tidak mudah larut dalam air walaupun polimer ini sangat hidrofilik. Hal ini disebabkan oleh sifat kristalinitas dan ikatan hidrogen intermolekuler antara gugus hidroksil (Mulder, 1996).

Selulosa asetat berwujud padat (serbuk), mempunyai rumus molekul

(C6H7O2(CH3COO)3)x dengan titik lebur: 533,15K. Sedangkan sifat kimia selulosa asetat: larut dalam acetone, dimetilformamida (DMF), dioksan tetrahidrofuran (THF), asam asetat, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilasetamida (DMAc).

Selulosa asetat berwarna putih, berbau menyengat, hambar dan tidak beracun. Selulosa asetat diproduksi dengan kandungan asetil 38%-40,5%. Selulosa asetat sangat berguna karena mudah larut dalam aseton, termoplastik, warna yang bagus dan stabil (Mark et al., 1968).

(11)

cepat dengan adanya katalisator asam kuat (H2SO4). Selain asam sulfat, asam

perklorat juga bisa digunakan sebagai katalisator karena keduanya merupakan asam kuat yang dapat terdisosiasi sempurna dalam air sehingga reaksi berlangsung lebih cepat (Fengel dan Wegener, 1995).

Faktor-faktor yang berkaitan dengan reaksi esterifikasi:

a. Suhu

Suhu tinggi dapat menyebabkan selulosa dan selulosa asetat dapat terdegradasi sehingga menyebabkan yield produk turun

b. Waktu esterifikasi

Waktu esterifikasi yang panjang dapat menyebabkan selulosa dan selulosa asetat terdegradasi sehingga yield produk menjadi kecil

c. Kecepatan pengadukan

Kecepatan pengadukan yang tinggi akan memperbesar perpindahan massa sehingga semakin memperbesar kecepatan reaksi sehingga yield yang dihasilkan akan meningkat.

d. Jumlah asam asetat

Jumlah reaktan yang besar akan memperbesar kemungkinan tumbukan antar reaktan sehingga mempengaruhi kecepatan reaksi esterifikasi. e. Jumlah pelarut

Jumlah pelarut akan mempengaruhi homogenitas dari larutan tetapi jika jumlahnya terlalu besar akan mengurangi kemungkinan tumbukan antar reaktan (memperkecil konsentrasi reaktan) sehingga akan memperkecil

yield dari produk (Savitri, 2004).

Rayon dan serat asetat secara khusus digunakan dalam tekstil, dan campuran dengan serat lainnya. Juga dapat digunakan dalam pabrik tenun dan rajutan, kaus kaki, dan benang untuk rajutan dan tenunan. Industri menggunakan rayon dan

(12)

2.7Karakterisasi Polimer

2.7.1Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran inframerah umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak

di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 μm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri (Hartomo, 1986).

Spektroskopi FT-IR (Fourier Transform Infrared) merupakan salah satu teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi FT-IR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode spektroskopi yang lain.

Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik (Wirjosentono, 1987). Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom

terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Contohnya liukan (twisting), goyangan (rocking) dan getaran puntir yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan

perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah (Hartomo, 1986).

(13)

adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Memang daerah ini sering

dinyatakan sebagai daerah gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang dianggap penting oleh para kimiawan organik mempunyai serapan khas dan nisbi tetap pada panjang gelombang tersebut (Pine, 1988).

Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah

spektrum inframerah hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah biasnya berarti bahwa gugus tersebut yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1980). Asam karboksilat mempunyai dua karakteristik absorbsi IR yang membuat senyawa -CO2H dapat diidentifikasi sengan mudah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorbsi pada daerah 2500 sampai 3300 cm-1, dan ikatan C=O yang ditunjukkan diabsorbsi di antara 1710 sampai 1750 cm-1 (McMurry, 2007).

2.7.2Derajat Substitusi

Derajatsubstitusi adalah nilai rata-rata persubstitusi per anhidroglukosa (UAG). Selulosa mempunyai 3 gugus hidroksil pada setiap UAG yang dapatdisubstitusi, oleh karena itu DS mempunyai kisaran nilai 0-3. jumlah substitusiester asetat sangat mempengaruhi kelarutan dan sifat-sifat polimer (Anwar, K, 2006).

2.7.3Derajat Kristalinitas

Material polimer dapat dijumpai dalam keadaan kristalin. Namun, karena polimer tergolong molekul, bukan atom atau ion seperti halnya pada logam dan keramik, maka susunann atomnya lebih kompleks. Kita berasumsi kristalinitas polimer sebagai susunan rantai molekul yang membentuk geometri atom yang teratur.

(14)

(melintir, berkelok-kelok, memilin) dari rantai untuk menjaga susunan setiap

segmen tetap teratur pada rantai molekul. Pengaruh struktural lain terhadap luas kristalinitas pada molekul polimer akan dibahas singkat.

Tingkat kristalinitas merupakan perbandingan antara struktur kristalin dan struktur amorf. Densitas polimer kristalin lebih besar daripada densitas polimer

amorf meskipun material dan berat molekulnya sama. Hal ini dikarenakan rantai molekul pada struktur kristalin lebih padat tersusun bersama. Derajat kristalinitas ditentukan melalui perhitungan densitasnya dengan akurat sesuai dengan persamaan berikut.

Perhitungan derajat kristainitas polimer:

Dimana ps adalah densitas spesimen saat persentasi kristalinitasnya diketahui, pa adalah densitas ketika polimer seluruhnya amorf, dan pc adalah densitas ketika polimer seluruhnya kristalin. Nilai pa dan pc

Derajat kristalinitas dari polimer bergantung pada laju pendinginan selama solidifikasi (proses dimana konfigurasi rantai terbentuk). Selama kristalisasi ketika pendinginan melewati temperatur melting, rantai yang sangat acak dalam keadaan liquid harus diasumsikan sebagai susunan yang teratur. Dalam proses ini, waktu yang cukup harus diberikan agar rantai dapat bergerak dan menyusun dirinya hingga teratur.

harus diketahui secara eksperimental.

Secara kimia, konfigurasi rantai dapat mempengaruhi kemampuan polimer terkristalisasi. Kristalisasi tidak mudah terbentuk pada polimer yang memiliki repeat unit yang kompleks seperti polyisoprene. Kristalisasi juga tidak mudah

dilakukan pada polimer yang sederhana meskipun dengan pendinginan cepat. Untuk polimer linier, kristalisasi mudah diselsaikan karena hanya terdapat sedikit halangan untuk mencegah proses penyusunan rantai. Adanya cabang akan menggangu kristalisasi, sehingga polimer cabang biasanya tidak pernah memiliki

(15)

polimer yang lebih mudah dikristalisasi karena keteraturan geometrinya

menfasilitasi proses fitting (penyesuaian) bersama membentuk rantai yang berdekatan. Pun, gugus atom yang besar cenderung sulit dikristalisasi.

Sedangkan untuk kopolimer, susunan atom yang acak akan memiliki kecenderungan membentuk nonkristalin. Sehingga random dan graft kopolimer

berstruktur amorf. Sedangkan alternating dan block kopolimer cenderung mudah terkristalisasi.

Sifat fisik material polimer juga seringkali dipengaruhi oleh derajat kristalinitas ini. Polimer kristalin biasanya lebih kuat dan lebih tahann terhadap dissolution dan pelunakan akibat panas (Callister, 2010).

2.7.4Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Prinsip DSC tidak jauh berbeda dengan prinsip kalorimeter biasa, hanya dalam hal ini digunakan sampel dari polimer yang agak jauh lebih kecil ( maksimum 50 mg, misalnya 10 mg ) dan peralatan kalor lebih teliti (David I. Bower,2002). Hasil pengujian DSC merupakan kurva termogram yang dapat digunakan untuk menentukan suhu transisi gelass dan suhu leleh (Cheremissinoff, N.P, 1996). Suhu sampel dan pembanding selalu dipertahankan sama dengan menggunakan panas. Bila terjadi perubahan kapasitas kalor sampel selama kenaikan suhu, pemanasan sampel berusaha mengatur banyaknya kalor yang diberikan.

Dalam polimer kristal, rantai polimer yang diberikan ada di atau melewati beberapa zona kristal dan amorf. Zona kristal terdiri dari keselarasan antarmolekul

dan intramolekul atau susunan yang teratur dan karenanya erat dikemas molekul atau segmen rantai, dan kurangnya hasil dalam pembentukan zona amorf.

Atas dasar berikut perubahan parameter sifat mekanik seperti modulus geser dengan perubahan (kenaikan) dalam suhu pengamatan untuk sistem bahan

polimer, dapat diamati berturut-turut yaitu transisi gelas dan fenomena transisi leleh, lebibh mudah dari plot grafis, dan juga mungkin memiliki ukuran suhu transisi gelas (Tg) dan suhu leleh (Tm).

Respon suhu poplimer linear dapat dilihat menjadi tiga segmen yang terpisah dan berbeda:

(16)

Disegmen ini, polimer tetap sebagai lelehan atau cairan yang viskositas

akan tergantung pada berat molekul dan pada suhu pengamatan. b. Antara Tm dan Tg

Domain ini bisa berkisar anatar hampir 100% rantai amorf klaster molekul tergantung pada keteraturan struktur polimer dan pada kondisi

eksperimental. Bagian amorf berperilaku seperti super didinginkan cair disegmen ini. Perilaku fisik keseluruhan dari polimer disegmen menengah ini jauh seperti karet.

c. Di bawah Tg

Gambar

Gambar 2.1. Penampang melintang KKS
Gambar 2.2 Struktur selulosa (Lehninger, 1990)

Referensi

Dokumen terkait

teknologi yang paling populer sekarang ini adalah internet karena dengan adanya internet banyak informasi berharga yang dapat kita ambil dengan mudah, internet merupakan salah

peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan karena dengan adanya.. internet bisa menambah ilmu pengetahuan kita dan dapat

Setelah pengetahuan dan sikap keluarga menjadi lebih baik, diharapkan mereka akan bersikap kooperatif dalam melakukan perilaku perawatan pada penderita hipertensi

Berdasarkan hasil regresi berganda motivasi belajar dan kedisiplinan belajar terhadap kemandirian belajar siswa kelas X IPS pada mata pelajaran ekonomi di

mengetahui proporsi pemberian kompos yang tepat pada tanah Entisol dalam. upaya memperbaiki sifat fisik tanahnya dan sesuai bagi

motivasi belajar yang tinggi dalam diri siswa karena bertujuan agar dapat.. meningkatkan kemandirian belajar sehingga para siswa dapat belajar

Kemandirian Belajar Siswa Kelas X IPS pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2016/2017”.

Hasil Analisis Uji Validitas.. Uji Validitas