• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUKUN RUKUN ISLAM DAN KAITANNYA DENGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RUKUN RUKUN ISLAM DAN KAITANNYA DENGAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RUKUN - RUKUN ISLAM DAN KAITANNYA

DENGAN PENDIDIKAN KEPRIBADIAN

(AKHLAK)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Tasawuf

Penyusun:

Novianti Nur Fauziah (1147040051)

Riza Andriani (1147040066)

Robby’atul Adawiyah Hanifah (1147040067)

Tia Bestiana Nur Azizah (1147040077)

Jurusan/ Kelas :

Kimia V B

Tanggal

: 7 November 2016

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Tasawuf tentang “Rukun – Rukun Islam dan Kaitannya dengan Pendidikan Kepribadian (Akhlak)”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Ilmu Tasawuf tentang “Rukun – Rukun Islam dan Kaitannya dengan Pendidikan Kepribadian (Akhlak)” inidapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Bandung, 7 November 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1. Tujuan Penulisan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 Pengertian Akhlak ... 3

2.2 Prinsip Akhlak dalam Syahadat ... 4

2.3 Prinsip Akhlak dalam Sholat ... 6

2.4 Prinsip Akhlak dalam Puasa ... 9

2.5 Prinsip Akhlak dalam Zakat ... 10

2.6 Prinsip Akhlak dalam Haji ... 11

BAB III PENUTUP ... 13

3.1 Kesimpulan ... 13

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai seorang muslim tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan rukun Islam. Rukun artinya: tiang atau bagian yang pokok. Sesuatu tidak akan menjadi atau berdiri tegak, bila bagian-bagian yang pokok atau rukunnya tidak cukup. Rukun Islam terdiri dari syahadat, sholat, puasa di bulan ramadhan, zakat dan haji bagi yang mampu. Kelima rukun Islam tersebut ternyata memiliki kaitan yang sangat erat dengan akhlak, bahkan rukun Islam adalah pedoman bagaimana seorang muslim seharusnya berakhlak.

Begitu pentingnya akhlak dalam Islam seakan tidak ada ajaran agama kecuali akhlak. Oleh karena itu akhlak menjadi landasan hidup dan pijakan dalam berbicara, bersikap dan berprilaku, sebagaimana firman Allah SWT:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Q.S. Al-Qalam, 68: 4)

Tujuan akhir dan utama dari diutusnya Rasulullah SAW kepada kita, sebagaimana beliau katakan sendiri adalah untuk meluruskan dan menyempurnakan akhlak. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR.Malik)

Begitu pentingnya akhlak dalam Islam sehingga akhlak menjadi landasan hidup dan pijakan dalam berbicara, bersikap dan berprilaku. Rukun Islam tersebut sangat erat kaitannya dengan akhlak. Setiap rukun harus berdampak positif pada perubahan perilaku dan gaya hidup seorang muslim.

1.2. Rumusan Masalah

- Apakah pengertian dari akhlak ?

- Bagaimanakah prinsip antara dalam syahadat ?

- Bagaimanakah prinsip antara dalam shalat ?

(5)

- Bagaimanakah prinsip antara dalam zakat ?

- Bagaimanakah prinsip antara dalam Ibadah Haji ?

1.3. Tujuan Penulisan

- Menjelaskan pengertian dari akhlak ?

- Menjelaskan prinsip antara dalam syahadat ?

- Menjelaskan prinsip antara dalam shalat ?

- Menjelaskan prinsip antara dalam puasa?

- Menjelaskan prinsip antara dalam zakat ?

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akhlak

Akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Arab

ق لخا

bentuk jamak dari

kata

قلخ

yang secara etimologis berarti budi pekerti, watak, perangai, tingkah laku atau tabi’at.

Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat menimbulkan perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik dan buruk, untuk kemudian memilih melakukan ataupun meninggalkannya. Menurut Ahmad Amin, akhlak adalah membiasakan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu apabila dibiasakan terhadap sesuatu akan dapat membentuk akhlak. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak ialah perilaku jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan (sebelumnya).

Islam mempunyai dua sumber pokok yaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi pegangan dalam menentukan segala urusan dunia dan akhirat. Kedua sumber inilah juga yang menjadi sumber akhlak Islamiyyah. Prinsip-prinsip dan kaedah ilmu akhlak Islam semuanya didasarkan kepada wahyu yang bersifat mutlak dan tepat neraca timbangannya.

Apabila melihat pembahasan bidang akhlak Islamiyyah sebagai satu ilmu berdasarkan kepada dua sumber yang mutlak ini, dapatlah dirumuskan definisinya sebagai satu ilmu yang membahaskan tatanilai, hukum-hukum dan prinsip-prinsip tertentu untuk mengenal pasti sifat-sifat keutamaan agar dihayati dan diamalkan serta mengenal pasti sifat-sifat tercela untuk dijauhi guna mencapai keridhaan Allah.

(7)

2.2. Prinsip Akhlak dalam Syahadat

Syahadat terbagi menjadi dua yaitu syahadat Allah (tauhid) dan syahadat rasul. Syahadat tauhid yaitu beri’tikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah SWT, menta’ati hal tersebut dan mengamalkannya. Sedangkan syahadat rosul yaitu mengakui secara lahir batin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba Allah dan Rasul-Nya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan konsekuensinya, seperti menta’ati perintah-Nya, membenarkan ucapannya dan menjauhi larangannya.

Mengucapkan syahadat bukan hanya sekedar formalitas untuk menjadi muslim, akan tetapi lebih dalam lagi adalah sebagai bukti keyakinan yang kuat dan kejujuran yang sempurna serta keikhlasan yang dalam untuk menerima islam sebagai sistem hidup. Bila seorang muslim jujur dalam menerima syahadat ini, tidak akan terjadi penolakan-penolakan terhadap hukum-hukum yang Allah sudah tetapkan.

Dalam bersyahadat kita juga diharuskan memenuhi syarat-syaratnya. Syarat-syarat syahadat tauhid diantaranya:

1. Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan). Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut. Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.

2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan). Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan syahadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik, dan siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga.

3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan). Menerima kandungan dan

(8)

“Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” [Ash-Shaffat: 35-36]

4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan). Maksudnya, tunduk dan patuh dengan kandungan makna syahadat.

5. Ikhlas, yang menafikan syirik.

6. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta). Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan maka ia adalah munafik dan pendusta.

7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian). Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.

Sedangkan syarat-syarat syahadat rosul yaitu sebagai berikut: 1. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati.

2. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.

3. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya.

4. Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang ghaib, baik yang sudah lewat maupun yang akan datang.

5. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak, orangtua serta seluruh umat manusia.

6. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta mengamalkan sunnahnya.

Inilah bukti bahwa kemurnian syahadat bagi seorang muslim akan terealisasi dari akhlaknya dan baginya pahala surga yg telah dijanjikan.

(9)

Shalat sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam Islam sebagaimana bangunan ibadah yang lain juga memiliki banyak keistimewaan. Ia tidak hanya memiliki hikmah spesifik dalam setiap gerakan dan rukunnya, namun secara umum shalat juga memiliki pengaruh drastis terhadap perkembangan kepribadian seorang muslim. Tentu saja hal itu tidak serta merta dan langsung kita dapatkan dengan instan dalam pelaksanaan shalat. Manfaatnya tanpa terasa dan secara gradual akan masuk dalam diri muslim yang taat melaksanakannya.

Shalat merupakan media komunikasi antara sang Khlalik dan seorang hamba. Media komunikasi ini sekaligus sebagai media untuk senantiasa mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat. Selain itu, shalat bisa menjadi media untuk mengungkapkan apapun yang dirasakan seorang hamba. Dalam psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana berarti mencurahkan segala apa yang terpendam dalam diri, positif maupun negatif. Maka, shalat bisa menjadi media katarsis yang akan membuat seseorang menjadi tentram hatinya.

Ibadah Shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam adalah bangunan megah indah yang memiliki sejuta ruang yang menampung semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seseorang untuk berperilaku baik, karena perbuatan dan perkataan yang terkandung dalam shalat banyak mengandung hikmah, yang diantaranya menuntut kepada mushalli untuk meninggalkan perbuatan keji dan mungkar.

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-ankabut: 45).

Rasulullah SAW bersabda:

Kami hanyalah menerima shalat dari orang yang menjalankannya dengan tawadhu’ semata-mata untuk mengagungkanKu, tidak memperlama atas hambaKu, tidak selalu melakukan maksiat kepadaKu di malam hari, memotong siang hari dalam mendzikiri Aku, mengasihi orang miskin, Ibnu Sabil dan janda-janda dan menyayangi orang yang kena musibah.” (HR.Bukhari)

(10)

mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada Allah Swt di dunia dan taqarrub dengan-Nya di akhirat.

Sayangnya shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual, mulai dari takbir, ruku’, sujud, dan salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang terkait dengan tatanan fikih, tanpa ada temuan yang mendalam atau keinginan untuk memahami hakikat yang menghargai waktu. Dengan senantiasa menjaga keteraturan ibadah dengan sunguh-sungguh, manusia akan terlatih untuk berdisiplin terhadap waktu. Dari segi banyaknya aturan dalam shalat seperti syarat sahnya, tata cara pelaksanaannya maupun hal-hal yang dilarang ketika shalat, batasan-batasan ini juga melatih kedisiplinan manusia untuk taat pada peraturan, tidak seenaknya ataupun menuruti keinginan pribadi semata.

2. Latihan Kebersihan

Sebelum shalat, seseorang disyaratkan untuk mensyucikan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan berwudlu atau bertayammum. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat hanya boleh dikerjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan kotoran sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci. Di sini, kebersihan yang dituntut bukanlah secara fisik semata, akan tetapi meliputi aspek nonfisik sehingga diharapkan orang yang terbiasa melakukan shalat akan bersih secara lahir maupun batin.

3. Latihan Konsentrasi

(11)

4. Latihan Sugesti Kebaikan

Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya mengakui kelemahan kita sebagai manusia, sehingga melatih kita untuk senantiasa menjadi orang yang rendah hati, dan tidak sombong. Berdoa, selain bermakna nilai kerendahan hati, sekaligus juga dapat menumbuhkan sikap optimis dalam kehidupan. Ditinjau dari teori hypnosis yang menjadi landasan dari salah satu teknik terapi kejiwaan, pengucapan kata-kata (bacaan shalat) merupakan suatu proses auto sugesti, yang membuat si pelaku selalu berusaha mewujudkan apa yang telah diucapkannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

5. Latihan Kebersamaan

Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, berdasarkan hadits nabi SAW jauh lebih besar bila dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri. Dari sisi psikologis, shalat berjamaah bisa memberikan aspek terapi yang sangat hebat manfaatnya, baik bersifat preventif maupun kuratif. Dengan shalat berjamaah, seseorang dapat menghindarkan diri dari gangguan kejiwaan seperti gejala keterasingan diri. Dengan shalat berjamaah, seseorang merasa adanya kebersamaan dalam hal nasib, kedudukan, rasa derita dan senang. Tidak ada lagi perbedaan antar individu berdasarkan pangkat, kedudukan, jabatan, dan lain-lain di dalam pelaksanaan shalat berjamaah.

Bacaan sholat yang berkaitan dengan akhlak, diantaranya:

1. Bacaan takbirotul ihrom terdapat ajaran pendidikan yang mengandung moralitas kepada sang kholik maupun sesama ciptaan-Nya, yakni dalam bacaan tersebut memaknai kepada manusia ketika mendapat pujian dari orang lain janganlah terlalu membanggakan diri karena pujian itu hanya milik Allah, hal yang sama dalam bacan ini mengandung edukasi dan doktrin pada manusia agar selalu berendah hati, jangan takabbur dan sebagainya, manusia tak pantas untuk sombong karena manusia tak punya apa-apa. Tak perlu mengagungkan segala yang kita punya karena itu semua hanya milik Allah. Hanya Allah yang maha segalanya penguasa alam semesta dan pencipta alam semesta beserta isinya.

2. Dalam do’a yang di baca ketika duduk diantara dua sujud dapat kita ambil adalah bagaimana etika seorang seorang hamba di hadapan penciptanya. Dan juga disini mengajarkan pada kita bahwa kita memohon perlindungan dan meminta hanya kepada Allah SWT.

(12)

Allah dan perbuatan buruk itu adalah perbuatan diri kita sendiri, ketika kita melakukan perbuatan baik kita jangan diungkapkan kepada orang lain dan jangan terlalu membanggakan diri, karena belum tentu perbuatan itu diterima, sebab semua itu hanya pemberian dari Allah, dan lebih spesipikasinya bahwa bacan tersebut mengandung edukasi agar kita menjadi orang yang selalu berbuat baik karena itu tandanya kita dekat dengan Allah SWT.

2.4. Prinsip Akhlak dalam Puasa

Ibadah puasa ini tidak dipandang hanya sebatas larangan makan dan minum dalam rentang waktu tertentu, tapi merupakan tahapan larangan bagi jiwa manusia mengendalikan syahwatnya yang cenderung negatif. Rasulullah SAW bersabda:

Bukanlah puasa itu hanya sekedar tidak makan dan minum. Akan tetapi puasa itu adalah meninggalkan ucapan yang sia-sia dan kata-kata yang jorok. Jika seseorang mencacimu atau berbuat jahil kepadamu katakan saja,”Aku sedang puasa”. (HR. Ibnu Khuzaimah).

Kita bisa melihat bersama, bahwa Allah menempa kita dengan ibadah puasa ini agar menjadi sosok yang memiliki empati dan kepedulian kepada sesama. Kita bisa merasakan kepedihan yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang kekurangan dan kesusahan. Haus, lapar, dan berkurangnya tenaga untuk beraktifitas sehari-hari. Oleh sebab itu puasa adalah sarana untuk membina kesabaran kita. Sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menanggung hal-hal yang tidak menyenangkan berupa musibah dan kesempitan.

Di samping itu, dengan ibadah puasa, kita dilatih untuk mempertajam keikhlasan. Karena seorang yang berpuasa hanya mengharap pahala dan balasan dari sisi Allah, bukan dari manusia. Seorang yang puasa tidak mengharapkan pujian dan sanjungan mereka atas ibadah yang dilakukannya. Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya. Sehingga, dikatakan oleh para ulama bahwa puasa itu tidak bisa/sulit untuk disusupi oleh riya’, sebagaimana diterangkan Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam salah satu ceramahnya.

(13)

berapakah kelipatan dan besar pahalanya. Karena puasa adalah kesabaran, dan kesabaran itu akan disempurnakan balasannya oleh Allah tanpa hitungan.

2.5. Prinsip Akhlak dalam Zakat

Mengeluarkan zakat dapat menghilangkan penyakit pelit dan mengembangkan semangat solidaritas. Zakat merupakan bentuk penanaman perasaan kasih dan sayang. Fungsi zakat adalah penguat hubungan antar orang-orang yang saling mengenal, serta penyatuan lintas strata masyarakat.

Tujuan zakat tercantum dalam Al-Qur’an Al Kariim :

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu mereka membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar dalgi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah: 103).

Berikut ini nilai – nilai akhlak yang terkandung dalam melaksanakan zakat:

a. Menolong, membantu, membina, dan membangun kaum duafa, dan lemah papa, untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup mereka. Dengan kondisi tersebut, mereka akan mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah swt.

b. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci, dan dengki dari diri manusia yang biasa timbul di kala ia melihat orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tidak punya apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.

c. Dapat menyucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlak mulia, menjadi murah hati, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi) dan mengikis sifat-sifat kikir dan serakah yang menjadi tabiat manusia. Sehingga dapat merasakan ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan Allah dan tuntutan kewajiban kemasyarakatan.

(14)

e. Dapat mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera sehingga hubungan seorang dengan lainnya menjadi rukun, damai, harmonis dan dapat menciptakan situasi yang tenteram, aman lahir dan batin.

2.6. Prinsip Akhlak dalam Haji

Ini adalah klimaks dari pelaksanaan rukun Islam lainnya. Bagaimana totalitas kita berserah diri untuk ibadah kepada Allah SWT. Haji adalah jihad harta – jihad fisik. Seorang muslim yang sedang menjalankan ibadah haji, pada hakikatnya sedang menjalani penggemblengan akhlak, sehingga bila ia benar-benar menjalani ibadah ini dengan baik, niscaya akan ada perubahan pada kepribadian dan perilakunya. Semenjak pertama kali seseorang memasuki ibadah haji, yaitu dengan berihram, maka ia tidak dibenarkan untuk berkata-kata jelek, atau melakukan kezaliman terhadap orang lain. Bukan hanya perbuatan kezaliman, bahkan hal yang akan mendatangkan kata-kata jelek, dan perbuatan zalim niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan didalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah:197).

Bila kita renungkan dan kita pelajari apa yang terjadi di sekitar kita, dari kejahatan dan perbuatan yang tidak terpuji, niscaya kita akan berkesimpulan, bahwa yang menyebabkan mereka melakukan perbuatan tersebut adalah dua hal yaitu hawa nafsu yang tidak dikendalikan dan kebodohan.

(15)

Semenjak seseorang memulai ihramnya, yaitu dengan berniat menjalankan ibadah haji, dan telah mengenakan pakaian ihram, maka ia diharamkan melakukan beberapa hal, yang sebelumnya diperbolehkan. Ia tidak boleh berjima’ atau melakukan hal yang membangkitkan syahwat, memakai wewangian, mengenakan pakaian yang berjahit, memotong kuku, rambut dll. Para ulama menyebutkan alasan dilarangnya memotong rambut, kuku, menggunakan wewangian, adalah untuk meninggalkan perbuatan taraffuh (berfoya-foya), sebagaimana dibahas dalam kitab-kitab fikih. Ini semua adalah merupakan latihan, yang dijalani oleh jamaah haji, untuk mendidik jiwa dan nafsunya, sehingga ia bisa mengendalikan hawa nafsunya, dan mengarahkannya kepada yang dihalalkan dalam syariat.

Ketikka wukuf di Arafah semua jamaah haji memanjatkan doa dan hajatnya langsung kepada Allah tanpa ada perantara atau penerjemah, demikian pulalah halnya yang akan terjadi kelak pada hari kiamat. Kita akan menghadap kepada Allah dan mempertanggung jawabkan seluruh amalan kita selama di dunia, tanpa ada penerjemah atau perantara. Penghayatan yang demikian ini, akan menimbulkan rasa tawadhu’, dan mengikis habis kesombongan dari hati manusia.

Salah satu amalan dalam ibadah haji yang penuh dengan hikmah adalah amalan melempar jumrah, dikarenakan ini adalah salah satu simbol permusuhan antara manusia dan syaitan. Saat menunaikan ibadah haji (di saat berihram), kita dilarang berburu, mengganggu atau menghalau binatang liar yang kita jumpai, ini adalah salah satu wujud nyata dari kerahmatan yang Allah turunkan kepada alam semesta, termasuk binatang buruan, Dan termasuk akhlak yang diajarkan kepada kita, agar tidak membunuh, atau mengganggu binatang, kecuali kalau ada alasan yang dibenarkan.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat menimbulkan perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

(16)

sempurna serta keikhlasan yang dalam untuk menerima Islam sebagai sistem hidup. Bila seorang muslim jujur dalam menerima syahadat ini, tidak akan terjadi penolakan-penolakan terhadap hukum-hukum yang Allah sudah tetapkan.

3. Nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam proses menjalankan ibadah shalat yaitu latihan kedisiplinan, kebersihan, konsentrasi, sugesti kebaikan dan kebersamaan.

4. Ibadah puasa tidak hanya dipandang sebatas larangan makan dan minum dalam rentang waktu tertentu, tapi merupakan tahapan larangan bagi jiwa manusia mengendalikan syahwatnya yang cenderung negatif.

5. Mengeluarkan zakat dapat menghilangkan penyakit pelit dan mengembangkan semangat solidaritas.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shidieky, Hasbi. 1951. “Buku Pedoman Sholat”. Jakarta: Penerbit Bulan bintang.

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut

Otorisasi dan pengesahan oleh manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, atau, jika relevan, pemegang saham atas transaksi signifikan pihak berelasi di luar

Schutz menyebut sebagai tipe personal pada seseorang yang mendapatkan kepuasan dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi untuk afeksinya. Orang dengan tipe ini

Teori ini sering digunakan untuk kota-kota yang termasuk sebagai kota metropolitan atau semi metropolitan dengan permasalahan yang cukup kompleks dalam kawasan

Salah satu metode yang digunakan untuk memprediksi waktu kelulusan mahasiswa ini adalah dengan menggunakan metode K-Means Clustering, yaitu dengan mengelompokan ‗n‘

Industri tempe dari bapak Masdur dan bapak Afthon ini menjadi satu tempat produksi, dimana setiap proses pembuatan tempe dilakukan secara bergantian termasuk dalam

yang terlihat dari rasa bersalah dan berdosa yang berlebihan. Neurosis timbul pada diri seseorang bila: a) terjadi konflik antara dorongan dan kekuatan yang menghalangi