• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pasien Pneumonia Pada Anak di RSUP Haji Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Pasien Pneumonia Pada Anak di RSUP Haji Adam Malik"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa karena bakteri, virus, mikroplasma dan protozoa. Pneumonia non-infeksi bisa terjadi karena usia tua, merokok, sistem imun yang lemah dan penyakit kronis seperti sakit jantung dan diabetes (Dock dan Boskey, 2012).

Jaringan paru-paru terdiri daripada kantong-kantong kecil yang disebut alveoli, dimana ia terisi dengan udara pada individu yang sehat. Ketika seseorang individu memiliki pneumonia, alveolinya akan terisi dengan pus dan cairan yang mengakibatkan kesakitan saat bernafas dan membatasi asupan oksigen. (WHO, 2014).

Pneumonia juga merupakan penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat. Nafas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan nafas cepat diketahui dengan menghitung tarikan nafas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan nafasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan nafasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan nafasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 2010).

2.2 Epidemologi

(2)

terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai 1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus per tahun. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang. Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus. Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok tahun 1998 sampai 2002 mendapatkan hasil sebagai berikut: kejadian pneumonia pada anak usia kurang dari 2 tahun adalah sebesar 30,433 per 100.000 anak/tahun, kejadian pneumonia Hib adalah 894 per 100.000 anak per tahun, dan kematian anak karena pneumonia Hib adalah 92 per 100 anak per tahun (Depkes, 2010).

2.3 Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma (bentuk peralihan bakteri dan virus) dan protozoa.

2.3.1 Bakteri

(3)

memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Anak yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, nafas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena kekurangan oksigen (Misnadiarly, 2008).

2.3.2Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia ini jenis tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun, bila infeksi terjadi dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh virus sama dengan influenza, seperti demam, batuk kering, sakit kepala, ngilu di seluruh tubuh, sesak nafas, batuk makin berat dan demam tinggi (Misnadiarly, 2008).

2.3.3Mikroplasma

Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly,2008).

2.3.4Protozoa

(4)

(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam perhitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).

Etiologi Pneumonia berdasarkan umur.

Pada bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada bayi, pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus, Chlamydia. Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S. pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus, Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma (Depkes,2010).

2.4 Gejala Klinis

Penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40ºC, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

(5)

i. Batuk nonproduktif ii. Ingus (nasal discharge) iii. Suara nafas lelah

iv. Penggunaan otot bantu nafas v. Demam

vi. Cyanosis

vii.Infiltrate melebar pada foto toraks viii.Sakit kepala

ix. Kekakuan dan nyeri otot x. Sesak nafas

xi. Menggigil xii. Berkeringat xiii.Lelah

xiv. Terkadang kulit menjadi lembab xv. Mual dan muntah

2.5 Faktor Risiko

Sementara kebanyakan anak yang sehat dapat melawan infeksi dengan pertahanan alami mereka, anak- anak dengan sistem imun terganggu berisiko tinggi terkena pneumonia. Sistem imun seorang anak dapat dilemahkan oleh karena malnutrisi atau kekurangan gizi, terutama pada balita yang tidak menerima air susu ibu (ASI) (WHO,2014).

Penyakit sebelumnya seperti gejala infeksi HIV dan campak juga meningkatkan risiko anak tertular pneumonia.

(6)

Faktor dasar yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah (Depkes, 2010):

2.5.1 Kemiskinan yang luas.

Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.

2.5.2 Derajat kesehatan rendah.

Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat memperburuk derajat kesehatan.

2.5.3 Status sosio-ekologi buruk.

Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.

2.5.4 Pembiayaan kesehatan sangat kecil.

(7)

diagnostik dan terapeutik tidak adekwat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang

2.5.5 Proporsi populasi anak lebih besar.

Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.

2.6 Klasifikasi

2.6.1 Berdasarkan Umur

Berdasarkan Pola Tatalaksana penderita ISPA Ditjen PP dan PL (2011) pada anak, klasifikasi pneumonia dibedakan untuk golongan umur < 2 bulan dan umur 2 bulan sampai 5 tahun, yaitu sebagai berikut:

Untuk golongan umur < 2 bulan, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

Pneumonia apabila ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). Bukan pneumonia apabila batuk pilek biasa, bisa tidak ditemukan tarikan kuat dinding dada bagain bawah atau nafas cepat.

(8)

nafas (nafas cepat) dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (commom cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis.

WHO merekomendasikan klasifikasi klinis dan pengobatan yang diberikan pada balita usia 2 bulan sampai 5 tahun yang memiliki batuk atau kesukaran bernafas, dapat dilihat pada table sebagai berikut:

Table 2.1 Kriteria WHO Terhadap Pengobatan Pada Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Yang Memiliki Batuk Atau Kesukaran Bernafas Sesuai Dengan Klasifikasi Klinis Penderita

Kriteria Pneumonia Gejala Klinis dan Pengobatan

Bukan pneumonia Tidak ada sesak nafas, tidak ada tarikan dinding dada, tidak diberikan antibiotik.

Pneumonia Nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Pengobatan di rumah dengan pemberian antibiotik kotrimaxazol atau amoksisilin.

Pneumonia berat Nafas cepat, tarikan dinding dada, tidak ada sianosis, masih mampu makan / minum. Dirujuk ke rumah sakit. Pneumonia sangat

berat

(9)

2.6.2 Berdasarkan etiologi

Table 2.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi

Grup Penyebab Tipe Pneumonia

Bakteri - Streptococcus Pneumonia - Streptococcus Piogenesis - Staphilococcus aureus - Klebsiela pneumonia - Eschereria coli - Yersinia pestis

- Legionnaires bacillus

Pneumoni bacterial

Legionnaires disease Virus - Influenza virus

- Virus respiratory Syncytial

Pneumonia virus

Mikroplasma - Mikroplasma pneumonia Pneumonia mikroplasmal Protozoa - Pneumositis Carinii Pneumonia pneumosistis

(pneumonia plasma sel) Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.

2.7 Diagnosis

(10)

muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu (Depkes, 2010).

Pemeriksaan foto toraks (chest X-ray) merupakan baku emas (gold standard) untuk memastikan kecurigaan akan adanya pneumonia (Baker, 2001).

Indikasi pemeriksaan foto toraks pada pneumonia (Kunnamo, 2005):

- Anak dengan suara nafas berkurang.

- Anak dengan gejala saluran pernafasan bawah seperti takipneu.

- Tanda-tanda infeksi bakteri (demam dan peningkatan konsentrasi serum CRP) walaupun focus infeksi tidak diketahui.

- Aspirasi benda asing (kebanyakan benda asing tidak dapat dilihat pada foto dada tetapi mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda infeksi atau hiperinflasi).

Table 2.3. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak

Gejala Diklasifikasikan

Pneumonia berat Segera dirujuk rumah sakit untuk pemberian suntikan antibiotika dan pemberian oksigen bila diperlukan.

Berikan 1 dosis antibiotika yang tepat.

Nafas cepat (*) Pneumonia tidak berat Berikan antibiotika yang tepat untuk diminum.

Nasihati ibu dan beritahu bila harus kembali untuk kunjungan control.

Tidak ada nafas cepat Bukan pneumonia (penyakit paru lain)

(11)

(*) Disebut nafas cepat, apabila:

Anak usia < 2 bulan bernafas 60 kali atau lebih per menit

Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernafas 50 kali atau lebih per menit Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernafas 40 kali atau lebih per menit

2.8 Pencegahan Pneumonia

Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan seng, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia (Depkes, 2010).

Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu: Pencegahan Non spesifik

Meningkatkan derajat sosio-ekonomi i. Mengurangkan kemiskinan ii. Meningkatkat tingkat pendidikan iii. Mencegah masalah kurang gizi iv. Meningkatkan derajat kesehatan

v. Mengurangkan morbiditas dan mortalitas Lingkungan yang bersih, bebas polusi

Pencegahan Spesifik

(12)

iii. Berikan imunisasi

Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi.

1. Vaksin campak

Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit campak masih menyerang 30 – 40 juta anak.

2. Vaksin pertusis

(13)

difteri dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak pertahun.

3. Vaksin Hib

Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Diduga Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib diberikan kepada semua anak di negara berkembang.

4. Vaksin Pneumococcus

(14)

anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk menurunkan kematian pada anak karena pneumonia.

2.9 Pengobatan Pneumonia

Gambar

Table 2.1 Kriteria WHO Terhadap Pengobatan Pada Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Yang Memiliki Batuk Atau Kesukaran Bernafas Sesuai Dengan Klasifikasi Klinis Penderita
Table 2.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi
Table 2.3. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak

Referensi

Dokumen terkait

Most traditional medicines can be used effectively in the hands of an experienced practitioner and most of the herbs used are intrinsically fairly safe. Unfortunately lack

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA JURUSAN ADMINISTRASI PERKANTORAN DI SMK BINA ESSA PARONGPONG.. Universitas Pendidikan Indonesia

[r]

[r]

[r]

[r]

[r]

Teknik pembangunan WarNet pada penulisan ilmiah ini, menggunakan teknologi LAN (jaringan area lokal) yang berbasis jaringan secara Workgroups di Microsoft Networks, dengan PC