• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional

Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (Latin), arbitrage (Belanda), arbitration (Inggris), schiedspruch (Jerman), dan arbitrage (Perancis), yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit.23

Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang di mana satu pihak atau lebih menyerahkan sengketannya, ketidaksepahamannya, ketidakkesepakatannya dengan salah satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (Arbiter) atau lebih (arbiter-arbiter majlis)ahli yang profesional, yang akan bertindak sebagai hakim atau peradilan swasta yang akan menerapkantata cara hukum perdamaian yang telah disrpakati bersama oleh para pihak tersebut untuk sampai pada putusan yang final dan mengikat.

Dihubungkannya arbitrase dengan kebijaksanaan tersebut dapat menimbulkan kesan seolah-olah seorang arbiter atau majelis arbiter dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak berdasarkan norma-norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut hanya kepada kebijaksanaan saja. Namun sebenarnya kesan tersebut keliru karena arbiter atau majelis arbiter tersebut juga menerapkan hukum seperti halnya yang dilakukan oleh hakim atau pengadilan

Menurut Priyatna Abdulrrasyid mengatakan

24

Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards yang ditandatangani 10 Juni 1958 di

kota New York. Ketika Konvensi ini lahir, para pakar arbitrase waktu itu mengakui bahwa Konvensi ini merupakan satu langkah perbaikan dalam hal pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri, khususnya di antara negara anggota Konvensi. Konvensi New York mulai berlaku pada 2 Juni 1959. Konvensi ini hanya mensyaratkan tiga

23

Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, Grasindo, Jakarta, 2002, hal 1

24

(2)

ratifikasi agar berlaku. Selanjutnya Konvensi akan berlaku tiga bulan sejak jumlah ratifikasi ketiga terpenuhi.25

1. Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai dengan ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia;

Pada waktu meratifikasi atau mengikatkan diri (aksesi) terhadap konvensi, negara-negara dapat mengajukan persyaratan (reservasi) terhadap isi ketentuan Konvensi New York (Pasal 1). Terdapat dua persyaratan yang diperkenankan, yang pertama adalah persyaratan resiprositas. Yang kedua adalah persyaratan komersial.

Konsekuensi dari diajukannya persyaratan pertama, yaitu bahwa negara yang bersangkutan baru akan menerapkan ketentuan Konvensi apabila keputusan arbitrase tersebut dibuat di negara yang juga adalah anggota Konvensi New York. Apabila keputusan tersebut ternyata dibuat di negara yang bukan anggota, maka negara tersebut tidak akan menerapkan ketentuan konvensi.

Prosedur permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional :

2. Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, naskah terjemahan resminya dalam bahasa yang bersangkutan

3. Keterangan dari perawkilan diplomatik suatu negara di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yan menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan suatu negara perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.26

Asas –asas umum pelaksanaan putusan arbitrase asing/internasional: a. Asas final and binding

25

Desember 2016.

26

(3)

Pasal 3 Konvensi New York 1958 menyatakan setiap Negara anggota konvensi harus mengakui putusan arbitrase asing sebagai putusan yang mengikat dan mempunyai eksekusi terhadap para pihak.

b. Asas resiprositas

Asas ini tercermin pada Pasal 66 (a) UU No.30 tahun 1999 yang menyatakn bahwa putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia jika memenuhi syarat, yaitu: putusan itu dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase disuatu wilayah yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian baik bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing.

c. Asas ketertiban umum

Asas ini tercermin pada pasal 66 (c) UU nomor 3 tahun 1999 yang menyatakan bahwa: Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada ketentuan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards yang ditandatangani 10 Juni 1958 di

kota New York. Ketika Konvensi ini lahir, para pakar arbitrase waktu itu mengakui bahwa Konvensi ini merupakan satu langkah perbaikan dalam hal pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri, khususnya di antara negara anggota Konvensi. Konvensi New York mulai berlaku pada 2 Juni 1959. Konvensi ini hanya mensyaratkan tiga ratifikasi agar berlaku. Selanjutnya Konvensi akan berlaku tiga bulan sejak jumlah ratifikasi ketiga terpenuhi.27 Pada waktu meratifikasi atau mengikatkan diri (aksesi) terhadap konvensi, negara-negara dapat mengajukan persyaratan (reservasi) terhadap isi ketentuan Konvensi New York (Pasal 1). Terdapat dua persyaratan yang diperkenankan, yang pertama adalah persyaratan resiprositas (reciprocity-reservation). Yang kedua adalah persyaratan komersial (commercial-reservation).

(4)

Konsekuensi dari diajukannya persyaratan pertama, yaitu bahwa negara yang bersangkutan baru akan menerapkan ketentuan Konvensi apabila keputusan arbitrase tersebut dibuat di negara yang juga adalah anggota Konvensi New York. Apabila keputusan tersebut ternyata dibuat di negara yang bukan anggota, maka negara tersebut tidak akan menerapkan ketentuan Konvensi. Persyaratan komersial berarti bahwa suatu negara yang telah meratifikasi Konvensi New York hanya akan menerapkan ketentuan Konvensi terhadap sengketa-sengketa “komersial” menurut hukum nasionalnya.28

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional

New York Convention 1958, konvensi ini merupakan konvensi internasional yang menyatakan adanya pengakuan dan pelaksanaan dari setiap putusan arbitrase yang diambil di luar wilayah territorial Negara dimana putusan tersebut akan dilaksanakan (Pasal 1 ayat (1) Konvensi) dalam ayat (2) dinyatakan bahwa ternasuk dalam pengertian putusan arbitrase yang diakui ini: 1. Putusan yang berasal dari arbitrase ad-hoc independen

2. Putusan yang diambil oleh suatu lembaga arbitrase.29

Ketentuan ini mempertegas adanya asas resisprositas yang secara umum dikenal dalam hukum perdata internasional. Asas ini secara langsung menunjuk pada berlakunya Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards-New York Convention 1958. 30

Pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sangat terkait dengan pemahaman dan kemampuan hakim serta sikap pengadilan. Pengadilan-pengadilan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan sengketa-sengketa di bidang perbatasan laut, walaupun para pihak telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang bersangkutan melalui lembaga arbitrase. Pengadilan

28

Ibid

29

Desember 2016.

(5)

diminta campur tangan manakala proses arbitrase telah selesai dan salah satu pihak tidak bersedia melaksanakan putusan arbitrase tersebut.31

Pelaksanaan putusan arbitrase internasional mendapat pengaturan dalam perjanjian internasional karena dalam hukum internasional dikenal adanya kedaulatan dan yurisdiksi. Pelaksanaan yurisdiksi kekuasaan negara hanya dapat dilakukan di wilayah teritorialnya. Pelaksanaan yurisdiksi oleh suatu negara di negara lain harus seizin otoritas yang berwenang di negara lain tersebut. Putusan arbitrase internasional yang dibuat di suatu negara dan hendak dilaksanakan di negara lain, maka harus ada pengakuan dan pelaksanaan dari negara dimana pengakuan dan pelaksanaan dimintakan. Oleh karena itu pengaturan tentang pelaksanaan putusan

Proses pelaksanaan putusan arbitrase, lembaga arbitrase tidak dapat memaksakan pelaksanaan putusannya, melainkan lembaga pengadilan yang harus memaksa pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan arbitrase tersebut. Di dalam Konvensi New York 1958, diatur mengenai peran pengadilan dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Peran Pengadilan ini dapat dilihat juga di dalam UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration yang menjadi rekomendasi Majelis Umum PBB kepada para anggota pada tahun 1985

sebagai standar hukum yang modern dalam arbitrase. Dibeberapa negara, campur tangan Pengadilan dimungkinkan pada waktu proses arbitrase sedang berjalan atas permintaan pihak yang merasa dirugikan. Di Singapura, pengadilan dapat mengenyampingkan putusan arbitrase dalam keadaan-keadaan yang amat terbatas, dengan mengangkat ketentuan-ketentuan yang sama dengan Model Law.

Sebagaimana dalam prakteknya, pengadilan dapat sewaktu-waktu campur tangan dalam hal pemeriksaan proses arbitrase sedang berjalan. Campur tangan pengadilan itu bisa berupa menunjuk arbiter ketiga, apabila dua arbiter pertama gagal menunjuk arbiter ketiga. Bentuk campur tangan yang lain misalnya membantu proses arbitrase mendapatkan bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan.

31

(6)

arbitrase internasional dilakukan dalam bentuk perjanjian internasional, yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk perundang-undangan nasional.32

C. Kedudukan Hukum Putusan Arbitrase Internasional

Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, yang dimaksud dengan bersifat final adalah bahwa putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.33

Putusan arbitrase sebagai sumber hukum dalam arbitrase sangatlah lemah. Alasan utamanya adalah sifat dari arbitrase yang persidangannya hingga putusannya yang bersifat konfidensial, tertutup atau rahasia.

Mekanisme penolakan putusan arbitrase, telah diatur dalam Pasal VI Konvensi New York 1958, yang menyatakan: If an application for the setting aside or suspension of the award has been made to a competent authority before which the award is sought to be relied upon may, if it

considers it proper, adjourn the decision on the enforcement of the award nad may also, on the

application of the party claiming enforcement of the award, order the other party to give suitable

security.

Pada intinya, Pasal VI Konvensi New York 1958 menyatakan bahwa penolakan atas pelaksanaan putusan arbitrase disampaikan kepada pejabat yang berwenang (competent authority), di Negara mana permohonan pelaksanaan diajukan.

34

Sifat kerahasiaan ini seolah menjadikan putusan arbitrase jarang atau tidak dimungkinkan menjadi sesuatu sumber hukum yang dapat memperkaya hukum arbitrase. Meski suatu kelemahan dari aspek sumber hukumnya, tetapi sifat kerahasiaan inilah yang justru menjadi salah satu kekuatan dan alasan mengapa pengusaha atau pedagang memilih arbitrase.35

32

Hikmahanto Juwana (a), “Pembatalan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan Nasional”, dalam Jurnal Hukum Bisnis (Vol. 21, Oktober-November 2002), hal. 72.

33

Suyud Margono, Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Gia Indonesia; Jakarta, 2004, hal 132

34

Huala Adolf, Op.Cit, hal, 134.

35

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut ditunjukkan dari percobaannya bahwa varietas Hawarabunar yang toleran terhadap cekaman keracunan Al, menunjukan peningkatan jumlah asam malat yang

Keberadaan BUMDes yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mojokerto Nomor 18 Tahun 2006 Tentang Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha

Selanjutnya berkaitan dengan metode pertanyaan evaluatif, yaitu metode pertanyaan yang digunakan guru untuk membuat siswa memikirkan kembali pemahaman mereka

Ciri – ciri bunga jantan kelapa sawit yang sedang anthesis adalah bunga berwarna kuning, mengeluarkan aroma yang menjadi attractant bagi kumbang Elaeidobius

Adapun kritik sosial yang terdapat dalam novel Surat Cinta untuk Kisha karya Bintang Berkisah yaitu kritik sosial tentang kemiskinan, kritik sosial tentang kejahatan, kritik

Pada penelitian ini 100 pasang serangga dimasukkan kedalam tandan bunga jantan yang telah disungkup dan masih berada pada tanaman kelapa sawit kemudian diambil 3 spikelet

Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama, di mana seorang anak berinteraksi adalah sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulainya suatu proses

[r]