• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak Hiburan Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak Hiburan Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Sejak berlakunya otonomi daerah, maka setiap daerah diberikan kewenangan dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan guna meningkatkan pelayanan, pemberdayaan serta peningkatan daya saing daerah, untuk menjalankan wewenang tersebut, maka daerah memerlukan sumber daya. Sumber daya ekonomi teermasuk sumber pendapatan daerah.

Pasal 285 Ayat (1) UU PD menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah salah satunya adalah pajak dan retribusi daerah. salah satu jenis pajak daerah adalah pajak hiburan yang berkonstribusi besar pada pendapatan pajak daerah.1

Berlakunya Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pajak Hiburan, maka beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan diubah dan dinyatakan tidak berlaku. Salah satu objek pajak hiburan yang dinyatakan tidak berlaku adalah golf

Kota Medan telah mengatur pemungutan pajak hiburan melalui Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan dan telah dirubah dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pajak Hiburan berdasarkan Peraturan Wali Kota Medan Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan, diserahkan kepada Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan.

1

(2)

sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-IX/2011 tanggal 18 Juli 2012 menyatakan golf tidak lagi menjadi objek pajak hiburan.

Data tentang pajak hiburan di kota Medan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2

Target dan Realisasi Pajak Hiburan Pada Dinas Pendapat Kota Medan Tahun Anggaran 2014-2016

Tahun Target Realisasi (Rp) Persentase (%)

2013 95.209.441.389,00 70.485.458.322,22 73,76 2014 113.209.441.000,00 88.82.567.850,86 78,42 2015 113.209.441.000,00 91.590.223.058,75 90,90 2016 113.209.441.000,00 106.429.552.172,14 94,01

Sumber : Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan, 2017

Berdasarkan data di atas, bahwa target dan realisasi pajak hiburan untuk tahun 2013 belum terealisasi sesuai dengan target yaitu targetnya sebesar Rp. 95.209.441.389,00 sedangkan yang terealisasi sebesar Rp. 70.485.458.322,22 atau (73,76%), pada tahun 2014 targetnya adalah sebesar Rp. 113.209.441.000,00 sedangkan terealisasi sebesar Rp. 88.82.567.850,86 atau sebesar (78,42%), tahun 2015 targetnya adalah sebesar Rp. 113.209.441.000,00 sedangkan yang terealisasi sebesar Rp. 91.590.223.058,75 atau sebesar 90,90%, tahun 2016 targetnya adalah 113.209.441.000,00 sedangkan yang terealisasi adalah Rp. 106.429.552.172,14 atau sebesar 94,01%. Berdasarkan data tersebut, maka target dalam pemungutan pajak hiburan di kota Medan belum memenuhi target yang ditetapkan.

(3)

kewenangan dan kewajiban Fiskus. Salah satu hak yang diberikan kepada wajib pajak adalah hak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Hak ini diberikan khusus bagi wajib pajak yang mengalami kesulitan likuiditasatau mengalami keadaan diluar kekuasaannya sehingga wajib pajak tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.2 Hak ini dapat diberikan dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hak wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak diberikan paling lama 12 (dua belas) bulan.3

2

Pasal 1 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Per - 38/Pj/2008 Tentang Tata Cara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak Direktur Jenderal Pajak.

3

Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Menurut Pasal Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP menyebutkan : Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(4)

Tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur sebagai berikut:

1. Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), harus diajukan secara tertulis paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta :

a. Jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran.

b. Jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.

2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampaui dalam hal Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak mampu melunasi utang pajak tepat pada waktunya

3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.4

Angsuran atas utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dapat diberikan untuk :5

1. Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4

Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Per - 38/Pj/2008 Tentang Tata Cara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak Direktur Jenderal Pajak.

5

(5)

6 ayat (4) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan angsuran atas utang pajak berupa pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1).

2. Paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan angsuran atas kekurangan pembayaran utang pajak berupa pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.

Penundaan atas utang pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dapat diberikan untuk :6

1. Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), untuk permohonan penundaan atas utang pajak berupa pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1).

2. Paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan penundaan atas kekurangan utang pajak berupa pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).

Wajib pajak yang mengajukan permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak harus memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak, kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu. Jaminan sebagaimana

6

(6)

dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.

Wajib pajak yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui jangka waktu harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran atau penundaan. Dalam hal permohonan wajib pajak tersebut disetujui, kepala kantor akan menerbitkan surat keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak atau surat keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak.

Dalam hal Kepala Kantor telah menerbitkan surat keputusan persetujuan penundaan atau angsuran pembayaran pajak dan wajib pajak mengajukan keberatan atas suatu surat ketetapan pajak untuk masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak 2008 dan sesudahnya, sebagai konsekuensinya wajib pajak wajib melunasi seluruh pajak yang masih harus dibayar yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum keberatan diajukan. Dengan demikian, apabila wajib mengajukan keberatan surat keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak atau surat keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak menjadi tidak berlaku.7

Sedangkan, dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas suatu surat ketetapan pajak untuk Masa Pajak Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya yang pelunasannya telah memperoleh persetujuan untuk mengangsur atau menunda, Surat Keputusan Persetujuan Angsuran atau

7

(7)

Penundaan Pembayaran Pajak tetap berlaku dan Wajib Pajak wajib melunasi sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan.8

1. Jumlah pokok dan bunga setiap angsuran tidak lebih dari jumlah setiap angsuran yang telah disetujui.

Selanjutnya, apabila terhadap utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak untuk masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak tahun 2007 dan sebelumnya, yang telah mendapat persetujuan untuk diangsurpembayarannya diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menerima sebagian, besarnya angsuran dari sisa utang pajak ditetapkan kembali dengan ketentuan:

2. Masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah disetujui.

Berdasarkan latar belakang di atas, dipilih judul tentang "Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Hiburan Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan".

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pajak hiburan dalam Hukum Administrasi Negara ?

2. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak hiburan di kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan ?

8

(8)

3. Bagaimana pengajuan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak hiburan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui pajak hiburan dalam Hukum Administrasi Negara.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak hiburan di kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan.

3. Untuk mengetahui pengajuan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak hiburan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan.

Manfaat penulisan dalam skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis untuk menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya tentang pengajuan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak hiburan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.

(9)

D. Keaslian Penulisan.

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait dengan Analisis Yuridis Pengajuan Permohonan Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Hiburan Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan belum pernah ditulis sebelumnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan.

1. Pajak Daerah dan Jenis-Jenis Pajak daerah.

(10)

Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, pajak daerah diartikan sebagai kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pajak pada mulanya merupakan upeti (pemberian secara cuma-Cuma tetapi sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat). Ketika itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa dalam bentuk natura, berupa padi, ternak atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan /kepentingan raja atau penguasa setempat.9

Ada banyak pengertian yang diberikan oleh para sarjana mengenai apa sebenarnya pajak itu. Menurut Hadi Poernomo, pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada kas negara karena undang-undang dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk.10

9

Wirawasan B. Ilyas dan Ricahrd Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2010) hlm. 1

10

(11)

Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terdiri atas 5 jenis pajak daerah provinsi dan 11 jenis pajak daerah Hiburan/kota adalah sebagai berikut :11

a. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permuka an

5) Pajak Rokok.

b. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel

2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. 7) Pajak Parkir

8) Pajak Air Tanah;

9) Pajak Sarang Burung Walet

11

(12)

10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 11)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2. Pajak Hiburan dan Manfaatnya bagi Daerah

Menurut Pasal 1 angka 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah bahwa pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

Siti Resmi mengemukakan bahwa pajak hiburan merupakan salah satu penerimaan daerah yang memberikan kontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga diharapkan pajak hiburan tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif pendapatan pemerintah untuk mendukung peningkatan potensi daerah dalam rangka pembangunan daerah.12

Termasuk pajak hiburan sebagaimana dimaksud, antara lain:13 a. Tontonan film

b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana c. Kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya d. Pameran

e. Diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya f. Sirkus, akrobat, dan sulap

g. Permainan bilyar, bowling.

h. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan

12

Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus. (Bandung: Tarsito, 2009), hlm. 28

13

(13)

i. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center). j. Pertandingan olah raga.

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Dengan demikian pajak hiburan itu sendiri dapat diartikan secara singkat adalah pajak atau pungutan daerah atas penyelenggara hiburan di tempat tersedianya hiburan tersebut. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan karena penyelenggaraan daerah otonom sehingga daerah mempunyai kewenangan untuk mengenakan untuk atau tidak mengenakan suatu jenis pajak Kabupaten/Kota. Pembangunan Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia tentu tidak sama, demikian juga dengan penyelenggaraan pajak hiburan, oleh karena itu untuk dapat menerapkan pada suatu daerah Kabupaten/Kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang nantinya akan menjadi landasan atau pedoman hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hiburan di daerah kabupaten/kota tersebut..

(14)

3. Objek Pajak Hiburan dan Wewenang Pengutipan oleh Pemerintah

Daerah.

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.14

a. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atas keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditontotn atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, Pajak Hiburan dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. terminologi tersebut antara lain:

b. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.

Pajak hiburan sebagai pajak daerah adalah bentuk pajak yang dipungut oleh negara yang pelaksanaan pemungutannya diserahkan kepada daerah. Pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, pelaksanaannya tetap diatur dalam peraturan perundangan-undangan.

Pemungutannya secara konstitusional diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 menentukan sebagai berikut: Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan: "Presiden

14

(15)

memegang kekuasaan membentuk Undang Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Pasal 18 yang menyatakan: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kota, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang Undang”. “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang Undang”. Pasal 23 ayat (2) menyatakan: “ Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang undang.

Berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan pembangunan daerah, maka dalam hal ini fungsi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah sebagai berikut:15

a. Fungsi anggaran (fungsi budgeter), Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

15

(16)

b. Fungsi mengatur (fungsi regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

c. Fungsi investasi

Fungsi investasi adalah wajib pajak telah menyisihkan sebagian pengahasilan atau kekayaan untuk kepentingan Negara maupun daerah. Sebenarnya pajak yang dibayar merupakan peran serta wajib pajak menanamkan modal agar dapat mengurangi dan bahkan memberantas kemiskinan.

4. Kedudukan Pajak dalam Hukum Administrasi Negara

Ilmu hukum terdapat pembagian hukum ke dalam dua macam yaitu Hukum Privat dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam Hukum Privat dan Hukum Publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur, hubungan mana bersumber dari kepentingan- kepentingan yang hendak dilindungi. Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan (individu/ privat) tetapi ada pula yang bersifat umum (publik). Hubungan hukum itu memerlukan pembatasan yang jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari dan terhadap siapa orang itu berhubungan.

(17)

dengan warga negara pada umumnya di lain pihak atau setiap hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya, begitu pula hubungan antara alat-alat perlengkapan negara yang satu dengan alat-alat perlengkapan negara yang lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara atau perlengkapannya dengan perseorangan (warga negara) yang satu dengan warganya atau hukum yang mengatur kepentingan umum, seperti Hukum Pidana, Hukum Tata Negara dan lain sebagainya.16

F. Metode Penelitian.

Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain atau mengatur kepentingan individu, seperti Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lain sebagainya. Hukum Administrasi Negara itu merupakan bagian dari Hukum Publik karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah-masalah kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan nasional (bangsa), masyarakat dan negara.

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam mengerjakan skrispsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan

16

(18)

undangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan.17

Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder,18 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum, jurnal-jurnal dan karya tulis lainnya, serta artikel-artikel berita terkait. Sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha menggambarkan secara lengkap19

2. Sumber data

yaitu tentang pengajuan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak hiburan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan melakukan wawacara pada informan untuk melengkapi bahan sekunder.

17

Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Ind-Hillco, 2001), hlm. 13

18

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 14.

19

(19)

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang pajak antara lain :

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

d. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Per - 38/Pj/2008 Tentang Tata Cara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak Direktur Jenderal Pajak

e. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pajak Hiburan tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan

Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

(20)

mengumpulkan data dengan jalan membaca dan mempelajari buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan materi penelitian, kemudian menyusun sebagai sajian data. Metode dokumentasi adalah salah satu cara pengumpulan data yang digunakan penulis dengan cara menelaah dokumen-dokumen pemerintah maupun non pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini. Instrument yang digunakan berupa form dokumentasi, form kepustakaan, dan alat-alat perpustakaan lainnya.

4. Analisis data

Data bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara normative kualitatif tentang pengajuan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak hiburan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, danlain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.

(21)

tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Kualitatif karena data yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Metode analisis datanya adalah sebagai berikut:20

a. Metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran undang menurut arti kata-kata (istilah) yang terdapat pada undang-undang. Hukum wajib menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum.

b. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan apasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan, atau dengan undang-undang lain, serta membaca penjelasan Undang-undang tersebut sehingga kita memahami maksudnya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, yaitu sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan ditutup dengan memberikan sistematikan dari penulisan skripsi ini.

BAB II PAJAK HIBURAN DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Bab ini menguraikan mengenai Pengertian Pajak dan Pajak Hiburan,

20

(22)

Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hiburan, Objek dan Subjek Pajak Hiburan, Tujuan dan Manfaat Pemungutan Pajak Hiburan.

BAB III PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN DI KOTA MEDAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN. Bab ini menguraikan mengenai : Penyelenggaraan Pemungutan Pajak Hiburan, Prosedur Pemungutan Pajak Hiburan, Asas Pemungutan Pajak Hiburan, Pengawasan dan Pengaturan Hukum atas Pemungutan Pajak Hiburan.

BAB IV PENGAJUAN PERMOHONAN PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK HIBURAN PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN . Bab ini menguraikan mengenai: Syarat dan Prosedur Permohonan Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Hiburan Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, Hambatan Pemungutan Pajak Hiburan Oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, Upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Hiburan, Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan di Kota Medan.

BAB IV PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Dari berbagai uraian yang telah disampaikan sebelumnya maka diperlukan penelitian dalam level pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah daerah provinsi untuk

Se- lain itu hal pokok yang diinginkan kelompok ini bukan mengideali- sasi pandangan tentang Islam yang dapat diperbincangkan terpisah dari kehidupan nyata umat manusia, tetapi

Through strategic exercises of digital photography and imaging, students can learn visual literacy in a very dynamic way; not only reading images, but also creating them

Dari perbandingan antara hasil penelitian dengan dua model tersebut maka dapat dikonformasi adanya pengaruh mediasi kepercayaan antar organi- sasi pada hubungan

The diabetic model rats were divided into 5 random- ized treatment groups including diabetes control (DM) ie untreated diabetic model rat, treatment group given green okra

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk Sistem Pendukung Keputusan adalah dengan menggunakan Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM).. Adapun aplikasi yang

Selain itu juga, akan dilihat dimensi ontologisnya apakah elemen-elemen batik tersebut termasuk kategori paham monisme (paham yang mengang- gap bahwa hakikat dari segala

• El administrador de grupo necesita hacer un control final de las auditorías internas para saber si las auditores internos necesitan más capacitación o no. Criterios