BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Hal ini berarti manusia memiliki hal yang istimewa dari ciptaan lain, yaitu
manusia mampu berpikir dan memiliki akal budi. Melalui berpikir dan akal budinya, manusia dapat survive dalam sistem kehidupan seluruh ciptaan
Tuhan. Dalam proses survive, setiap tindakan dan keputusan manusia akan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan nilai dari aspek-aspek kehidupannya.
Kehidupan manusia terdiri dari empat aspek, yaitu biologis,
psikologis, sosial kultural dan spiritual. Keempat aspek tersebut saling berkaitan dan berperan dalam membangun kualitas hidup manusia, sehingga
manusia dituntut untuk menyeimbangkan setiap aspek kehidupannya. Manusia sebagai makhluk biologis, senantiasa akan menjaga dan mempertahankan kehidupannya mulai dari lahir, tumbuh kembang hingga
meninggal.
Dalam menjaga dan mempertahankan kehidupannya, manusia
berupaya menjaga tubuhnya supaya tidak mengalami penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular dengan berperilaku sehat. Perilaku sehat mencakup mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang sesuai kebutuhan
tubuh, melakukan kegiatan fisik secara teratur dan cukup, istirahat yang cukup, dapat memanajemen stres, memiliki gaya hidup yang positif, menjauhi
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013, perokok aktif setiap hari secara nasional dalam angka 33,4%, proporsi
aktivitas fisik kurang aktif ada 26,1% dan mencakup 22 provinsi di Indonesia, perilaku konsumsi kurang sayur dan atau buah ada 93,5%, konsumsi makanan beresiko seperti bumbu penyedap (77,3%), makanan dan minuman manis
(53,1%), makanan berlemak (40,7%), satu dari sepuluh penduduk Indonesia mengkonsumsi mi instan ≥ 1 kali per hari, serta proporsi keluarga yang baik
dalam berperilaku hidup bersih dan sehat hanya 32,3%. Hal ini sedikit menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia masih belum baik dalam berperilaku sehat dan kurang memprioritaskan peningkatan derajat kesehatan
melalui perilaku sehat.
Perilaku sehat akan berdampak baik dengan peningkatan derajat
kesehatan individu atau masyarakat, namun jika tidak berperilaku sehat maka akan berdampak negatif dalam penurunan kualitas kesehatan individu atau masyarakat dan sangat mudah terserang penyakit. Bila mengalami suatu
penyakit, maka manusia akan melakukan upaya penyembuhan untuk meningkatkan produktifitas dan derajat kesehatannya kembali dengan
mencari dan memilih pelayanan kesehatan.
Menurut Anderson (1974, dalam Notoatmodjo 2012), perilaku mencari pelayanan kesehatan terhadap suatu penyakit yang diderita akan
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor. Faktor pertama yaitu karakter predisposisi (predisposing characteristics) yang menggambarkan fakta bahwa
kesehatan yang berbeda-beda karena adanya ciri-ciri individu dalam hal demografi (jenis kelamin, umur), struktur sosial (pendidikan, suku atau ras,
pekerjaan, dan lain-lain), dan manfaat kesehatan (keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit), faktor kedua yaitu karakteristik pendukung (enabling characteristics) yang mencerminkan
kemampuan seseorang dalam mencari dan menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu berupa sumber daya keluarga dan komunitasnya, serta faktor
ketiga yaitu karakteristik kebutuhan (need characteristics) yang merupakan suatu stimulus dalam mencari pelayanan kesehatan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan, yang terdiri dari kategori perceived (subject assessment)
dan evaluated (clinical diagnosis).
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencari
pelayanan kesehatan, Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa keputusan atau respon individu apabila sakit adalah tidak melakukan tindakan apa-apa (no
action), melakukan pengobatan sendiri (self medication or self threatment)
baik menggunakan cara dan obat tradisional maupun modern, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy)
dan mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern. Pola pencarian pelayanan kesehatan ini juga dikemukakan bahwa kemungkinan ada terjadi kombinasi, artinya seseorang bisa saja dalam waktu sakit mencari
Melalui respon yang diambil oleh individu apabila sakit akan memiliki dampak secara langsung kepada kesehatannya. Dampak yang sering
terjadi adalah salah mengkonsumsi obat, dosis yang tidak sesuai dengan penyakit sehingga membahayakan kesehatan, malpraktek dari oknum medis yang hanya mencari keuntungan finansial, tidak efektif karena diagnosa yang
salah dan tindakan pengobatan yang tidak tepat.
Laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013 yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menggambarkan bahwa secara nasional proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaan rumah sakit pemerintah sebanyak 69,6%, rumah sakit swasta sebanyak 53,9%
dan posyandu sebanyak 65,2%. Untuk persentase rumah tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (Swamedikasi) yaitu 35,2%
(terdiri dari obat bebas 82%, obat tradisional 15,7%, obat tidak teridentifikasi 6,4%, antibiotika 27,8% dan obat keras 35,7%, dimana 81,9% obat keras dan 86,1% antibiotik diperoleh tanpa resep dokter). Untuk persentase sumber
mendapatkan obat yang tertinggi yaitu apotek 41,1%, toko obat atau warung 37,2%, dan tenaga kesehatan 23,4%. Gambaran ini menunjukkan bahwa
pengetahuan masyarakat tentang fasilitas pelayanan kesehatan sangat terkait dengan akses rumah tangga dengan fasilitas pelayanan kesehatan, untuk penggunaan obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi sangat tidak
rasional dan pengadaannya tanpa resep dokter, serta toko obat atau warung menjadi sumber utama obat-obatan daripada tempat pelayanan kesehatan atau
Laporan riset kesehatan dasar ini juga menggambarkan bahwa masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri dengan membeli obat ke toko
obat atau warung tanpa resep dokter sebanyak 26,4%, untuk pemanfaatan rawat jalan sebanyak 10,4% dan untuk pemanfaatan rawat inap sebanyak 2,3%. Untuk persentase rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan tradisional (Yankestrad) sebanyak 30,4%. Jenis pelayanan kesehatan tradisional yang dimanfaatkan yaitu keterampilan tanpa alat
(77,8%), ramuan (49%), keterampilan dengan alat (7,1%) dan keterampilan dengan pikiran (2,6%).
Menurut riset kesehatan dasar Sumatera Utara tahun 2013, gambaran
proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaan rumah sakit pemerintah sebanyak 56,6%, rumah sakit swasta sebanyak 53,1% dan posyandu sebanyak
50,2%. Untuk persentase rumah tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (Swamedikasi) yaitu 33,5% (terdiri dari obat bebas 81,1%, obat tradisional 14,4%, obat tidak teridentifikasi 5,1%, antibiotika
30,1% dan obat keras 35,%, dimana 85,4% obat keras dan 87% antibiotik diperoleh tanpa resep dokter). Untuk persentase sumber mendapatkan obat
yang tertinggi yaitu apotek 44,4%, toko obat atau warung 30,2% dan tenaga kesehatan 24,9%. Dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri dengan membeli obat ke toko obat atau
warung tanpa resep dokter sebanyak 18,1%, untuk pemanfaatan rawat jalan sebanyak 6,8%, untuk pemanfaatan rawat inap sebanyak 1,3% dan untuk
(Yankestrad) sebanyak 73,7%. Jenis pelayanan kesehatan tradisional yang dimanfaatkan yaitu keterampilan tanpa alat (79,5%), ramuan (38,8%),
keterampilan dengan alat (6%) dan keterampilan dengan pikiran (2%).
Demikian pula dengan suku Nias yang tinggal di kepulauan Nias, dalam mencari pelayanan kesehatan masih memanfaatkan pelayanan medis,
tradisional dan mengobati sendiri. Dari pengamatan sementara peneliti yang juga merupakan suku Nias, masyarakat suku Nias masih sangat kental dengan
budaya pengobatan tradisional yang diwarisi turun temurun oleh tetua suku Nias, sehingga sedikit sulit dalam mengubah paradigma masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas. Masyarakat masih mempercayai
hal-hal berbau mistis yang menjadi penyebab sakit dan cenderung percaya serta mengutamakan dukun daripada tenaga medis untuk mengobati diri sendiri
dan keluarga yang sakit.
Hal diatas didukung oleh data riset kesehatan dasar Sumatera Utara tahun 2013 yang menggambarkan kondisi kesehatan dasar di kepulauan Nias
dalam 5 kabupetan/kota dengan persentase dalam mengetahui pelayanan rumah sakit pemerintah yang paling terendah adalah Kabupaten Nias Barat
(14,1%), dalam mengetahui posyandu yang paling terendah adalah Kabupaten Nias (7,3%), yang paling tertinggi sediaan obat keras dan antibiotika tanpa resep dokter adalah Kabupaten Nias (masing-masing 99,5% dan 98,5%), yang
paling tertinggi dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional adalah Kabupaten Nias Barat (64,6%) dan yang paling tertinggi dalam hal mengobati
Berikut data secara detail kondisi pelayanan kesehatan berdasarkan kabupaten/kota di kepulauan Nias. Persentase dalam menyimpan obat untuk
pengobatan sendiri yaitu Kabupaten Nias 22,9% (tanpa resep: obat keras 99,5%, antibiotika 98,5%), Kabupaten Nias Barat 22,7% (tanpa resep: obat keras 97,1%, antibiotika 93,4%), Kabupaten Nias Utara 16% (tanpa resep:
obat keras 94,6%, antibiotika 94,1%), Kabupaten Nias Selatan 9,8% (tanpa resep: obat keras 89,7%, antibiotika 86,8%) dan Kota Gunungsitoli 19,5%
(tanpa resep: obat keras 91,3% , antibiotika 95%). Persentase dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional yaitu Kabupaten Nias 4,7%, Kabupaten Nias Barat 64,6%, Kabupaten Nias Utara 20,5%, Kabupaten Nias
Selatan 6,2% dan Kota Gunungsitoli 44,6%. Persentase dalam hal pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan mengobati sendiri (Kabupaten Nias
22%, Kabupaten Nias Barat 21,1%, Kabupaten Nias Utara 9,7%, Kabupaten Nias Selatan 16,8% dan Kota Gunungsitoli 33,9%), dalam pemanfaatan pelayanan rawat jalan (Kabupaten Nias 4,7%, Kabupaten Nias Barat 3,6%,
Kabupaten Nias Utara 4,8%, Kabupaten Nias Selatan 20,2% dan Kota Gunungsitoli 8,9%) dan dalam pemanfaatan pelayanan rawat inap (Kabupaten
Nias 0,4%, Kabupaten Nias Barat 0,5%, Kabupaten Nias Utara 0,3%, Kabupaten Nias Selatan 0,7%, Kota Gunungsitoli 1,8%).
Gambaran diatas menunjukkan bahwa untuk penggunaan obat keras
dan antibiotika untuk swamedikasi sangat tidak rasional dan pengadaannya tanpa resep dokter, toko obat atau warung menjadi sumber utama obat-obatan
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah masih kurang baik.
Berdasarkan data-data yang mendukung diatas dan mengingat perilaku sehat sangat berkontribusi dalam peningkatan derajat kesehatan individu atau masyarakat, perilaku sakit sangat mempengaruhi proses
penyembuhan, pemulihan kesehatan sangat dipengaruhi oleh pemilihan pelayanan kesehatan dan dalam memilih pelayanan kesehatan tanpa dibarengi
dengan pengetahuan yang baik, sikap yang benar dan tindakan yang tepat malah beresiko salah tindakan pelayanan serta akan memperburuk kondisi dari suatu penyakit, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap perilaku sehat sakit dan pemilihan pelayanan kesehatan masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
Bagaimana gambaran perilaku sehat sakit dan pemilihan pelayanan kesehatan
masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat.
1.3.Pertanyaan Penelitian
1.3.2. Bagaimana perilaku pemilihan pelayanan kesehatan masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat?
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1. Untuk mengetahui dan menggambarkan perilaku sehat sakit
masyakarat Nias di Kecamatan Mendrehe Kabupaten Nias Barat. 1.4.2. Untuk mengetahui dan menggambarkan perilaku pemilihan pelayanan
kesehatan masyakarat Nias di Kecamatan Mendrehe Kabupaten Nias Barat.
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan bagi civitas akademik, khususnya di bagian keperawatan.
1.5.2. Pelayanan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
kepada perawat dalam memahami perilaku sehat sakit dan perilaku memilih pelayanan kesehatan masyarakat Nias untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai kebiasaan masyarakat setempat
1.5.3. Penelitian Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai