• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keadilan Organisasi dan Modal Psikologis Terhadap Kesiapan Berubah Karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Kantor Pusat Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Keadilan Organisasi dan Modal Psikologis Terhadap Kesiapan Berubah Karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Kantor Pusat Medan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional masing-masing variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, rancangan penelitian, alat ukur atau instrumen yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur penelitian, dan metode analisa data.

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan penjelasan mengenai variabel kesiapan berubah, keadilan organisasi dan modal psikologis yang akan dipakai sebagai landasan dalam penelitian ini.

A. Kesiapan Berubah

1. Definisi Kesiapan Berubah

(2)

perubahan diimplementasikan), konteks (lingkungan dimana perubahan terjadi), dan individu (karakteristik individu yang diminta untuk berubah) yang terlibat di dalam suatu perubahan. Kesiapan individu untuk berubah merefleksikan sejauh mana individu atau sekelompok individu cenderung untuk menyetujui, menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini.

Holt (2007)juga menyatakan bahwa kesiapan untuk berubahmerupakan keyakinan karyawan bahwa mereka mampu melaksanakan perubahan yang diusulkan (self efficacy)danperubahan yang diusulkan tersebut tepat untuk dilakukan organisasi (appropiateness), dimana pemimpin berkomitmen dalam perubahan yang diusulkan (management support) serta perubahan yang diusulkan akan memberikan keuntungan bagi

anggota organisasi (pesonal benefit). SedangkanBerneth (2004) menyatakan bahwa kesiapan lebih dari sekedar memahami perubahandan meyakini perubahan, kesiapan merupakan kumpulan dari pikiran dan intensi menuju usaha perubahan yang spesifik.

(3)

Karyawan yang siap untuk berubah percaya bahwa organisasi akan mengalami kemajuan apabila melakukan perubahan, selain itu mereka memiliki sikap positif terhadap perubahan organisasi dan memiliki keinginan untuk terlibat dalam pelaksanaan perubahan organisasi.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan untuk berubah adalah sikap komprehensif yang secara simultan dipengaruhi oleh isi, proses, konteks dan karakteristik individu yang terlibat di dalam suatu perubahan, yang merefleksikan sejauh mana kecenderungan individu untuk menyetujui, menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini.

2. Dimensi Kesiapan Berubah

Holt et.al (2007) mengemukakan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan suatu konstruk multidimensional dan terdiri dari 4 dimensi yaitu : a. Appropriateness ( Ketepatan untuk melakukan perubahan )

(4)

b. Change specific efficacy (Rasa percaya terhadap kemampuan diri untuk berubah )

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuannya untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana ia merasa mempunyai ketrampilan serta sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan perubahan. Dimensi ini juga menjelaskan tentang tingkat kepercayaan diri individu dan kelompok untuk dapat mensukseskan perubahan yang direncanakan.

c. Management support ( Dukungan manajemen)

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para pemimpin atau manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap perubahan yang diusulkan.

d. Personal benefit ( Manfaat bagi individu)

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan mengenai keuntungan yang dirasakan secara personal apabila perubahan tersebutdiimplementasikan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Berubah

Armenakis & Harris (2009) menyebutkan ada lima faktor utama yang dapat mengubah keyakinan diri karyawan untuk mendukung perubahan dalam organisasi yaitu:

(5)

b. Appropriateness :yaitu adanya keyakinan bahwa perubahan spesifik yang dilakukan merupakan cara yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

c. Efficacy :yaitu rasa percaya bahwa karyawan dan organisasi mampu mengimplementasikan perubahan tersebut.

d. Principal support :yaitu persepsi bahwa organisasi memberikan dukungan dan berkomitmen dalam pelaksanaan perubahan dan mensukseskan perubahan organisasi.

e. Personal valance :yaitu keyakinan bahwa perubahan akan memberikan keuntungan personal bagi karyawan.

Selanjutnya menurut Holt et.al (2007) mengemukakan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah secara simultan dapat dipengaruhi oleh tiga hal utama yaitu:

a. Change content

Hal ini merujuk pada apa yang akan diubah oleh organisasi (misalnya perubahan sistem administrasi, prosedur kerja, teknologi, atau struktur). Individu yang terlibat pada pekerjaan tersebut memiliki kebutuhan pertumbuhan yang kuat dan berpartisipasi secara aktif dalam pekerjaanya. Individu tersebut akan lebih siap untuk berubah karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus tumbuh dan berkembang dalam melakukan prosedur pekerjaaannya.

(6)

Hal ini meliputi bagaimana proses pelaksanaan perubahan yang telah direncanakan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Cunningham, Woodward, Shannon, MacIntosh, Lendrum, Rosenbloom, & Brown(2002) menunjukkan bahwa terdapat kaitan adanya kebutuhan untuk berubah dengan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan perubahan dengan sukses.

c. Organizational context

Hal initerkait dengan kondisi atau lingkungan kerja saat perubahan terjadi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kesiapan individu untuk berubah diawali oleh persepsi terhadap manfaat perubahan dan adanya tuntutan dari luar organisasi untuk melakukan perubahan (Pettigrew, 2002).

(7)

karyawan untuk berubah (Krause, 2008). Hanpachern, Morgan, & Griego (1998) juga menemukan bahwa pengetahuan dan skill karyawan, budaya organisasi, hubungan interpersonal di tempat kerja mempengaruhi kesiapan berubah karyawan. Selain itu, penelitian mengenai antesenden kesiapan berubah juga dilakukan oleh Fachruddin & Mangundjaya (2012), ia menyatakan bahwa modal psikologis merupakan bagian dari aspek positif individu yang juga mempengaruhi kesiapan berubah karyawan.

B. Keadilan Organisasi

1. Defenisi Keadilan Organisasi

(8)

dan promosi. Aturan organisasi yang tidak konsisten dan bias terhadap individu adalah suatu tindakan diskriminasi, sehingga muncul rasa diskriminasi (perceived discrimination) oleh individu. Colquitt (2001) menggunakan definisi Greenberg dalam menjelaskan mengenai keadilan organisasi, Greenberg (1990) menyatakan bahwa keadilan organisasi ialah persepsi karyawan tentang keadilan dalam organisasi, yang terkait dengan cara-cara yang tepat untuk mendistribusikan hasil dan tentang memperlakukan orang lain dengan baik.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Keadilan Organisasi merupakan persepsi karyawan tentangkesimbangan hasil kerja (gaji, bonus, perlakuan, persebaran informasi atau adanya promosi jabatan) dengan kontribusi yang karyawan berikan kepada organisasi, dan tentunya demi kepentingan organisasi.

2. Dimensi keadilan organisasi

Menurut Colcuitt(2001)dimensi keadilan organisasi yaitu : 1. Keadilan Distributif

(9)

2. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural adalah persepsi karyawanterhadap keadilan yang digunakan untuk menentukan berbagai hasil. Misalnya, kinerja karyawan dievaluasi oleh seseorang sangat akrab dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Ketika pekerja menganggap keadilan prosedural tinggi, mereka akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan, mengikuti aturan, dan menganggap hasil yang relevan adalah adil. Tetapi jika para pekerja merasa ketidakadilan prosedural, mereka cenderung menarik diri dari kesempatan untuk berpartisipasi, untuk kurang memperhatikan aturan dan kebijakan, dan menganggap hasil yang relevan adalah tidak adil.

3. Keadilan interpersonal

(10)

karyawan mengalami keadilan interpersonal, karyawan cenderung untuk membalas dengan memperlakukan orang lain dengan hormat dan keterbukaan. Tetapi jika karyawan mengalami ketidakadilan interpersonal, karyawan mungkin akan berlaku kurang hormat, dan cenderung kurang mengikuti arahan dari pemimpin.

4. Keadilan informasional

Keadilan informasional mengacu pada keadilan yang dirasakan dari informasi yang digunakan untuk sampai pada keputusan. Jika seseorang merasa bahwa manajer membuat keputusan berdasarkan informasi yang relatif lengkap dan akurat, dan informasi itu tepat diproses dan dipertimbangkan, orang tersebut kemungkinan akan mengalami keadilan informasi. Tetapi jika orang merasa bahwa keputusan itu didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan tidak akurat dan/atau informasi penting diabaikan, individu akan mengalami kurangnya keadilan informasi.

3. Dampak keadilan organisasi

Persepsi keadilan di dalam organisasi mempunyai dampak bagi organisasimaupun pegawai. Dampak tersebut antara lain adalah:

(11)

Menurut Henny (2005), menyatakan bahwa persepsi tentang keadilan organisasimempunyai hubungan dengan tingkat aggresivitas di tempat kerja. Semakinrendah persepsi tentang keadilan organisasi, semakin tinggi tingkat aggresivitaspegawai, seperti: mencemooh organisasi/atasan, berkata kasar, merusak bendabendadi sekitar. 2) Kesiapan untuk berubah

Menurut Krause (2008), persepsi keadilan di organisasi mempunyai pengaruhterhadap kesiapan pegawai menghadapi perubahan. Pegawai yangmempersepsikan adanya keadilan di organisasi cenderung lebih siap menghadapiperubahan.

3) Kepuasan kerja

Menurut Samad (2006), bahwa keadilan organisasi memiliki hubungan positifdan signifikan terhadap kepuasan kerja. Semakin tinggi persepsi keadilanorganisasi, maka semakin tinggi kepuasan kerja.Persepsi tentang keadilanmembuat pegawai merasa puas dengan rekan kerja, gaji, atasan, dan tugas yangdiberikan kepadanya.

4) Komitmen organisasi

(12)

C. Modal psikologis

1. Definisi Modal psikologis

Menurut Luthans et al. (2007), modal psikologis atau yang sering dikenal dengan psychological capitalmerupakan kondisi perkembangan positif seseorang yang dikarakteristikan dengan adanya: self efficacy yaitu keyakinan atau kepercayaan diri untuk menghadapi tugas-tugas yang menantang dan memberikan usaha yang cukup untuk berhasil dalam tugas tersebut; optimism yaitu membuat atribusi yang positif tentang kesuksesan di masa kini dan masa depan; hope yang ditandai dengan tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan bila perlu mencari alternatif lain untuk mencapai tujuan; dan resiliency yaitu kemampuan untuk bertahan dan bangkit kembali ketika dihadapkan pada permasalahan dan hambatan.

(13)

menggerakkan motivasi, sumber daya kognitif dan latihan tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Self efficacy membantu individu dalam menghadapi hambatan dan coping terhadap stres. Optimism adalah orientasi mencapai tujuan ketika hasil yang diinginkan mempunyai nilai yang dianggap tinggi. Optimism sebagai suatu gaya atribusi yang menjelaskan tentang suatu keadaan positif dan negatif yang berkaitan dengan titik pandang seseorang secara umum. Orang yang optimis menganggap situasi negatif sebagai faktor eksternal, temporal, sebaliknya orang yang pesimis menganggap situasi negatif sebagai faktor internal, konstan dan umum. Hope adalah suatu keadaan motivasional termasuk di dalamnya keyakinan untuk dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Hope merupakan suatu kondisi motivasi positif yang didasarkan pada pencapaian tujuan. Hal ini melibatkan proses mengidentifikasi tujuan secara personal, mencari berbagai macam cara untuk mencapainya dan menyediakan sumber daya untuk mencapai tujuan. Resiliency didefenisikan sebagai suatu kemampuan psikologis untuk membalikkan keadaan dari konflik dan kegagalan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa modal psikologisadalah sumber daya psikologis positif dalam diri individu yang berperan dalam upaya mencapai kesuksesan pada tugas yang menantang, optimis untuk sukses, tekun karena adanya harapan untuk sukses dan tetap bertahan meski menghadapi kesulitan.

(14)

Luthans (2002) menjelaskan bahwa konsep modal psikologisberawal dari pembahasan tentangPositive Organizational Behavior (POB), yaitu studi dan aplikasi mengenai kekuatan sumber daya positif dan kapasitas psikologis yang dapat diukur, dikembangkan, dan diatur demi perkembangan perfomansi individu di tempat kerja. Kapasitas psikologis yang dimaksud berbeda dengan traits yang sering dianggap bersifat genetik dan menetap namun cenderung lebih elastis sehingga dapat mengalami perubahan sepanjang masa hidup seseorang tergantung pada faktor situasional, seperti pengaruh perubahan-perubahan tertentu dalam hidup atau pengalaman menjalani psikoterapi yang ekstensif (Avolio & Luthans, 2006; Linley & Joseph, 2004).Oleh karena itu, sumber daya positif maupun kapasitas psikologis individu dapat ditingkatkan melalui program-program pelatihan yang relatif singkat, seperti on-the-job activities, microinterventions (Luthans, Avey, et al., 2006).

Positive Organizational Behavior muncul sebagai salah satu

(15)

cukup untuk mempertahankan performansi rata-rata selama jangka waktu tertentu.Sedangkan pada masa sekarang performansi yang hanya di ambang rata-rata tidak lagi memadai untuk berada di lingkungan yang sangat kompetitif (Avolio & Luthans, 2006).Berdasarkan alasan tersebut maka muncullah pendekatan bersifat positivistik yang berusaha menggali dan meningkatkan sumber daya positif yang dimiliki individu, yang kemudian dikenal dengan modal psikologis.

3. DimensiModal psikologis

Menurut Luthans, Youssef & Avolio (2007), modal psikologis terdiri dari empat dimensi yaitu hope, optimism, self efficacy dan resiliency.

(16)

untuk memenuhi harapannya, dan cenderung memiliki cara alternatif ketika hambatan muncul, sehingga menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.

Optimism digambarkan Luthans et al (2007) sebagai suatu ekspektasi positif ke depan yang terbuka terhadap pengembangan. Yungsiana et al (2013) menyatakan bahwa individu yang optimis memiliki harapan bahwa hal-hal baik akan terjadi pada dirinya, tidak mudah menyerah dan biasanya cenderung memiliki rencana tindakan dalam kondisi sesulit apapun. Mereka berusaha menggapai harapan dengan pemikiran yang positif, bekerja keras dalam menghadapi stres dan tantangan sehari-hari secara efektif, memiliki impian untuk mencapai tujuan, berjuang sekuat tenaga, tidak ingin duduk berdiam diri menanti keberhasilan yang akan diberikan oleh orang lain, ingin melakukan sendiri segala sesuatunya dan tidak ingin memikirkan ketidakberhasilan sebelum mencoba, dan berpikir yang terbaik.

Self Efficacy digambarkan Luthans et al (2007) sebagai keyakinan

(17)

meningkatkan usaha pada saat menghadapi kegagalan, fokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa dirinya mampu mengontrolnya.

Resiliency digambarkan Luthans et al (2007) sebagai kapasitas untuk

mengatasi atau bangkit kembali dari kesulitan, konflik, kegagalan atau tanggung jawab yang meningkat.Yungsiana et al (2013) menyatakan individu yang memiliki resiliency yang tinggi biasanya cepat memulihkan rasa mampu setelah mengalami kegagalan.

(18)

organisasi, salah satunya ialah keadilan organisasi (Krause, 2008). Keadilan organisasi meliputi persepsi anggota organisasi terhadap kondisi keadilan yang mereka alami di organisasi, secara khusus tentang rasa keadilan yang terkait dengan alokasi penghargaan organisasi seperti gaji dan promosi (Parker & Kohlmeyer, 2005). Dengan perlakuan adil tersebut, membuat karyawan merasa dihargai hak-haknya. Hal tersebut akan membuat karyawan memandang positif dan menghormati organisasi tempatnya bekerja. Ketika karyawan hormat dengan organisasinya, karyawan akan ikut menyukseskan program yang ada di organisasi. Begitu juga halnya dengan perubahan yang akan terjadi di organisasi, karyawan akan menerima dan siap untuk mengikuti perubahan tersebut (Krause, 2008).

(19)

Penelitian tentang keadilan organisasi ini memang telah lama dilakukan.Keadilan organisasi dianggap sebagai determinan penting bagi perilaku dan sikap kerja (Cohen-Charash &Spector, 2001; Colquitt et al., 2001). Berbagai macam kasus yang berkaitan dengan keadilan organisasi juga sudah banyak muncul sebagai akibat ketidakpuasan atas keputusan yang telah dihasilkan oleh pihak manajemen yang dirasakan tidak adil oleh karyawan. Tidak heran jika kemudian bermunculan aksi demonstrasi buruh atau karyawan perusahaan yang menuntut keadilan, seperti tuntutan kualitas hidup layak (22%), peningkatan jaminan sosial (25%) dan kenaikan upah (56%) dan lain sebagainya (Effendi, 2015).

E. Pengaruh modal psikologis terhadap kesiapan berubah karyawan

Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam setiap proses perubahan. kesiapan individu inilah yang mampu menjembatani strategi manajemen perubahan dengan keluaran yang diharapkan, yaitu kesuksesan implementasi strategi (Palmer et al., 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan berubah karyawan ialah modal psikologis (Fachruddin & Mangundjaya, 2012).

(20)

baru, inisiatif dan mengambil aktivitas-aktivitas pengembangan diri (Hornung & Rousseau, 2007). Penelitan Shafirine (2015) tentang kesiapan berubah juga menemukan bahwa hope (harapan) sebagai bagian dari dimensi modal psikologis memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kesiapan karyawan untuk berubah karena karyawan yang memiliki hope tinggi mampu membuat strategi baru untuk tetap mencapai tujuan organisasi. Wenberg & Banas (2000) juga menyatakan bahwa resiliensi personal (self esteem, optimism, perceived control) dan self efficacy memiliki hubungan yang signifikan dengan kesiapan berubah. Ia juga menyebutkan bahwa karyawan yang optimis, memiliki self esteem dan self control yang lebih tinggi akan lebih siap dalam menghadapi perubahan.

Penelitian mengenai kesiapan berubah juga dilakukan oleh Avey, Wernshing & Luthans (2008) yangmenyatakan bahwa karyawan dengan tingkatmodal psikologis yang tinggi akan menunjukkan emosi yang positif yang pada gilirannya akan berkaitan dengan keterlibatan yang lebih tinggi selama proses perubahan organisasi dilakukan dan mengurangi pandangan negatif mereka terhadap perubahan tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa modal psikologis memiliki pengaruh positif terhadap kesiapan berubah karyawan, semakin tinggi tingkat modal psikologis karyawan, maka semakin tinggi pula kesiapan karyawan untuk berubah.

(21)

Adanya perubahan lingkungan yang terus menerus, membuat organisasi harus terus berusaha beradaptasi dengan baik untuk bisa bertahan.Lizar, Mangundjaya & Rachmawan (2015) menyatakan bahwa kegagalan yang sering dialami organisasi dalam menghadapi perubahan dikarenakan banyak perusahaan yang hanya berfokus padastrategi implemantasi perubahan, tetapi sering mengabaikan level individu.Sejalan dengan pendapat tersebut, Smith (2005) juga menyatakan bahwa dalam mengelola perubahan organisasi, aspek manusia merupakan yang terpenting untuk di diperhatikan.Pentingnya faktor individu membuat organisasi harus terus berusahamempersiapkan dan memotivasi karyawannya dalam menghadapi perubahan(Periantalo & Mansoer, 2008).Madsen, Miller, & John (2005) menambahkan bahwa perubahan organisasi tidak akan berjalan efektif tanpa persiapan dari para karyawannya. Kesiapanberubah karyawan adalahfaktor penting bagi kesuksesan perubahan organisasi (Berneth, 2004).Kesiapan karyawan sebagai pendorong tercapainya efektivitas dalam perubahan organisasi. Jika karyawan tidak percaya bahwa perubahan tersebut diperlukan atau karyawan melihat bahwa perusahaan tidak mampu melakukan perubahan tersebut, maka proses perubahan akan mengalami kegagalan (Armenakis et.al,1993).

(22)

(2005) juga menambahkan bahwa karyawan akan memberikan apa yang ada dalam dirinya kepada organisasi, dan sebaliknya ia juga akan menuntut supaya organisasi memberikan apa yang menjadi keinginannya. Furhman (2002) menyatakan bahwa keadilan didalam organisasi harus menjadi akar dan budaya organisasi.Keadilan di organisasi ini ditandai dengan pengalokasian gaji yang adil, karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan, perlakuan sopan atasan dan bawahan serta terdapat kejelasan informasi didalam organisasi (Rego & Cunha, 2006).Dengan perlakuan adil tersebut, membuat karyawan merasa dihargai hak-haknya. Hal tersebut akan membuat karyawan memandang positif dan menghormati organisasi tempatnya bekerja. Ketika karyawan hormat dengan organisasinya, karyawan akan ikut menyukseskan program yang ada di organisasi. Begitu juga halnya dengan perubahan yang akan terjadi di organisasi, karyawan akan menerima dan siap untuk mengikuti perubahan tersebut (Krause, 2008). Banyak penelitian lain yang menunjukkan ketika persepsi karyawan akan keadilan tinggi, maka sikap dan prilaku positif karyawan juga semakin meningkat(Azhariman, 2014). Keadilan organisasi menjadi sangat penting karena memiliki hubungan dengan proses organisasi seperti komitmen, motivasi, kepuasan kerja dan kinerja (Eberlin & Tatum, 2005 ; Elanain, 2010).

(23)

berkembang. Ciri psikologis tersebut kemudian dikenal dengan nama psychological capital atau modal psikologis yang terdiri dari self-efficacy, optimism, hopedan resilience (Luthan et.al 2007).Beberapa penelitian yang dilakukan terkait dengan modal psikologis menunjukkan pengaruh yang positif terhadap kesejahteraan hidup karyawan (Avey et al., 2009).Lazarus (2003) juga menyatakan bahwa modal psikologis merupakan salah satu sumber kritikal yang diperlukan oleh para pekerja untuk menangani peristiwa yang mendatangkan stres di tempat kerja serta dapat meminimumkan simptom-simptom stres.Ia juga menyatakan bahwa modal psikologis memainkan peranan penting terkait dengan penilaian subjektif karyawan terhadap kondisi kerjanya. Penelitian lainjugadilakukan oleh Fachruddin & Mangundjaya (2012). Ia menyatakan bahwa modal psikologis dan workplace wellbeing memiliki hubungan yang positif dengan kesiapan berubah individu, namun modal psikologis memiliki hubungan yang lebih kuat dibandingkan workplace wellbeing.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh positif antara keadilan organisasi dan modal psikologisterhadap kesiapan berubah karyawan.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan diatas, peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dengan adanya ekstrakurikuler di sekolah serta budaya sekolah yang baik memiliki dampak besar bagi siswa di sekolah, maka ekstrakurikuler dan budaya

Pedoman wawancara dibuat sebagai panduan untuk melakukan wawancara agar dalam pelaksanaannya tidak ada informasi yang terlewatkan dan wawancara menjadi

Teori relasi objek memandang kepribadian manusia sebagai produk dari hubungan awal antara ibu dan anaknya yang berusia empat hingga enam bulan pertama yang merupakan masa paling

o Menurut pandangan Islam : ekonomi ialah satu ilmu yang mengakji kegiatan manusia yang selaras dengan tuntutan sejarah Islam sama ada di peringkata perolehan, penggunaan

Packet-packet dalam harus diatur agar penggunaan bandwidth disesuaikan dengan payment client, packet bisa di setup untuk alokasi sharing dan dedicated. Alokasi sharing disini

Kondisi manajemen pengetahuan yang merupakan pendekatan sistematik yang dilakukan perguruan tinggi untuk mengelola informasi dan knowledge yang digunakan untuk menciptakan atau

15 tahun 2014 tentang Statuta Universitas Pendidikan Indonesia sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Peraturan Majelis Wali Amanat Nomor Nomor

4 Dewasa Perempuan Odinofagia >1 minggu Sfingter esofagus atas Gigi palsu Esofagoskopi. 5 Balita Laki-laki Disfagia >1 jam Sfingter esofagus