• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Mengenai Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Usaha Pertambangan Tanah Tanpa Izin Usaha Pertambangan Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Mengenai Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Usaha Pertambangan Tanah Tanpa Izin Usaha Pertambangan Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan tata hukum indonesia, tidak terlepas dari sejarah perkembangan

bangsa indonesia dari masa ke masa. Tiap masa perkembangan bangsa indonesia,

menciptakan pula tata hukum sesuai dengan masanya. Perkembangan tata hukum ini

sangat terkait dengan perkembangan antara lain aspek sosial, budaya, politik dan

ekonomi masyarakat pada saat hukum tersebut di buat dan diterapkan oleh suatu

otoritas yang berwenang. Tata hukum indonesia, secara historis dapat di kelompokan

ke dalam berbagai dimensi masa, misalnya masa indonesia sebelum kolonial, masa

indonesia pada masa kolonial, masa indonesia pada orde lama, masa indonesia pada

orde baru dan pada masa indonesia pada era reformasi.

Tata hukum tersebut sangat terkait dengan politik hukum. Pollitik hukum

memilki beragam pengertian dari berbagai literatur ilmiah. Padmo Wahyono

mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah,

bentuk, maupun isi dari hukum yang di bentuk.1 Dalam hal ini kebijakan tersebut

dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum, dan penegakkanya

sendiri. Arah, bentuk, dan isi hukum inilah yang kemudian menjadi kebijakan dasar

bagi penyelenggara negara untuk melaksanakan hukum yang dibentuk.

1

(2)

Di bidang pertambangan, politik hukum pembentukan peraturan

perundang-undangan dapat dilihat dari setiap produk hukum yang dibuat pada saat peraturan

tersebut dibentuk, secara umum, pengaturan di bidang pertambangan terbagi menjadi

beberapa periode pengaturan, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode setelah

kemerdekaan. Pengaturan mengenai pertambangan sudah di mulai pada masa Hindia

Belanda melalui Indische Mijnwet Staatsblad Tahun 1899 Nomor 214. Staatsblad

tersebut mengatur mengenai penggolongan bahan galian dan pengusahaan

pertambangan.2 Setelah Staatsblad tersebut Pemerintah Hindia Belanda selanjutnya

mengeluarkan beberapa peraturan lainnya terkait pertambangan, yaitu

Mijnordonnantie 1907 yang mengatur mengenai pengawasan keselamatan kerja,

Mijnordonnantie 1930 yang mencabut Mijnordonnatie 1907 yang dalam

Mijnordonnatie 1930 pengaturan pengawasan kerja dihapus.3

Setelah kemerdekaan tahun 1945, pemerintah Indonesia memulai membuat

instrumen hukum dan peraturan perundang-undangan sebagai instrumen positivistik.

Sebagai bentuk pembuatan instrumen hukum, pemerintah menerbitkan

Undang-Undang No. 10 Tahun 1959 Tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan digantikan

dengan Undang-Undang No. 37 Prp Tahun 1960 Tentang Pertambangan seelanjutnya

digantikan dengan Undang-Undang N0. 11 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok

2

Ahmad Redi, Hukum Pertambangan Indonesia, (Bekasi : Gramata Publishing, 2014), halaman 40.

3

(3)

Pertambangan dan terakhir undang-undang tentang pertambangan yaitu

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Di dalam Undang-Undang No. Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara terdapat sanksi pidana. Sanksi pidana dalam pertambangan merupakan

hukuman yang dijatuhkan kepada orang dan atau badan usaha yang melanggar

undang-undang di bidang pertambangan. Fungsi hukum pidana berfungsi mengatur

dan menyelengarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya

ketertiban umum. Manusia hidup dipenuhi oleh berbagai kepentingan dan kebutuhan.

Antara satu kebutuhan dengan yang lain tidak saja berlainan, tetapi terkadang saling

bertentangan.

Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam upaya

menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup

berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya didunia telah diakui.4 Dalam

rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya ini, manusia bersikap dan berbuat.

Agar sikap dan perbuatannya tidak merugikan kepentingan dan hak orang lain,

hukum memberikan rambu-rambu berupa batasan-batasan tertentu sehingga manusia

tidak sebebas-bebasnya berbuat dan bertingkah laku dalam rangka mencapai dan

memenuhi kepentingannya itu. Fungsi yang demikian itu terdapat pada setiap jenis

4

(4)

hukum, termasuk di dalamnya hukum pidana. Fungsi hukum pidana melindungi

kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang atau memerkosanya, memberi

dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi

mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi, fungsi mengatur dan

membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara menjalankan fungsi

mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi.

Pada dasarnya pidana dijatuhkan bukan karena seseorang telah berbuat jahat

tetapi agar seseorang yang dianggap telah berbuat jahat (pelaku kejahatan) tidak lagi

berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa. Pemidanaan itu sama

sekali bukan dimaksudkan sebagai upaya balas dendam melainkan sebagai upaya

pembinaan bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap

terjadinya kejahatan serupa.

Hukuman Indonesia mengenal 2 (dua) jenis hukuman pidana yang diatur dalam

Pasal 10 KUHP yakni :

1. Pidana Pokok, terdiri dari :

a. Pidana Mati

b. Pidana Penjara

c. Pidana Kurungan

d. Pidana Denda

(5)

a. Pencabutan Hak-Hak Tertentu

b. Perampasan Barang-Barang Tertentu

c. Penguman Putusan Hakim5

Adapun mengenai kualifikasi urutan-urutan dari jenis-jenis pidana tersebut

adalah didasarkan pada berat ringannya pidana yang diaturnya, yang terberat adalah

yang disebutkan terlebih dahulu. Keberadaan pidana tambahan adalah sebagai

tambahan terhadap pidana-pidana pokok, dan biasanya bersifat fakultatif (artinya

dapat dijatuhkan ataupun tidak).

Didalam undang-undang khusus (lex spesialis) dalam hal ini Undang-Undang

No.4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ketentuan pidana

diatur didalam Bab XXIII Pasal 158 sampai Pasal 165. Ketentuan pidana yang

terdapat didalam undang-undang ini banyak mengatur persoalan izin yaitu Izin Usaha

Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan

Khusus (IUPK).

Didalam Putusan No. 1561/Pid.B/2014/PN.Mdn perihal kegiatan pertambangan

tanah. Kasus di desa Marindal, Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

Provinsi Sumatera Utara, terjadi usaha penambangan tanpa izin sehingga pelaku

dalam kasus ini diputus pidana penjara selama 1 (satu) tahun denda sebesar 1 (satu)

Miliar berdasarkan dakwaan Pasal 158 Undang Undang Republik Indonesia No. 4

Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

5

(6)

Didalam Pasal 158 tersebut dinyatakan bahwa “ setiap orang yang melakukan

usaha penambangan tanpa IUP, IPR,atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1). Pasal 74 ayat (!) atau ayat (5)

dipidana dengan Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling

banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Unsur- unsur yang terdapat didalam pasal 158 :

a. Setiap Orang

Ada dua pengertian orang /person sebagai subyek hukum.

a) Natuurlijk person adalah mens person, yang disebut orang atau manusia

pribadi dan,

b) Rechtperson adalah yang berbentuk badan hukum yang dibagi dalam :

1. Publiek rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum

seperti Negara, daerah Tk. I, Tk. II Desa dan,

2. Privaat rechtspersoon/badan hukum privat, yang mempunyai

sifat/adanya unsur kepentingan individual.6

b. Melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK.

Didalam hal ini unsur-unsur yang terdapat didalam pasal 158 harus dipenuhi

secara komulatif untuk menerapkan ketentuan pidana didalam undang undang ini.

Kronologis yang terjadi didesa marindal terjadinya penangkapan sampai memperoleh

6

(7)

putusan yang berkukatan hukum tetap oleh Pengadilan Negeri Medan memuat

kontroversi atas putusan tersebut. Desa marindal Kecamatan Patumbak termasuk

dalam teritorial kabupaten Deli Serdang. Dalam undang-undang pertambangan,

mineral dan batubara ditentukan bahwa sebelum kabupaten/kota menerbitkan izin

usaha pertambangan terlebih dahulu harus diterbitkan peraturan tentang wilayah

pertambangan di wilayah Kabupaten/Kota tersebut.

Sedangkan Kabupaten Deli Serdang belum menerbitkan peratutan tentang

wilayah Pertambangan di daerah tersebut. Persoalan pertanggungjawaban si pelaku

dalam hal ini menjadi sangat kabur karena unsur unsur yang terdapat didalam Pasal

158 Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara

tidak terpenuhi secara kumulatif.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka dalam rangka

mengetahui bagaimana implementasi hukum pidana pertambangan dalam menangani

kasus yang terdapat di kabupaten deli serdang yang dilakukan oleh orang atau person

dalam kegiatan pertambangan. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang akan dituangkan dalam bentuk Tesis dengan judul : “ANALISIS HUKUM

MENGENAI PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA

PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN (IUP) DI KABUPATEN DELI

(8)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas, maka

yang menjadi permasalahan pokok dalam pembahasan proposal tesis ini yaitu :

1. Bagaimana pengaturan hukum yang mengatur tentang pertambangan tanah

terhadap pelaku yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di

Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana pertimbangan hakim (ratio decidendi) dalam menjatuhkan putusan

terhadap pelaku yang melakukan pertambangan tanah tanpa izin di Kabupaten

Deli Serdang dalam putusan No. 1561/PID.B/2014/PN.MDN?

3. Bagaimana kebijakan Pemda dalam penegakan hukum terhadap pelaku yang

melakukan kegiatan pertambangan tanah tanpa izin di kabupaten deli serdang

dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengkaji dan mengetahui pengaturan hukum yang mengatur tentang

pertambangan tanah terhadap pelaku yang melakukan kegiatan penambangan

tanpa izin di Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengkaji dan mengetahui pertimbangan hakim (ratio decidendi) dalam

(9)

tanpa izin di Kabupaten Deli Serdang dalam putusan

No.1561/PID.B/2014/PN.MDN.

3. Untuk mengkaji dan mengetahui kebijakan Pemda dalam penegakan hukum

terhadap pelaku yang melakukan kegiatan pertambangan tanah tanpa izin di

kabupaten deli serdang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

D. Kegunaan/Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan baik secara teoritis

maupun praktis yaitu:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan untuk penelitian

lebih lanjut terhadap asas-asas penggunaan hukum pidana kepada pelaku usaha

pertambangan tanpa izin (IUP) di Kabupaten Deli Serdang yang belum

memiliki Perda tentang Wilayah Pertambangan (WP). Dan juga penelitian ini

diharapkan membuka wawasan dan paradigm berfikir dalam memenuhi dan

mendalami permasalahan hukum dalam UU pertambangan, Mineral dan

Batubara. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

perbandingan dan referensi bagi peneliti lanjutan serta dapat memperkaya

khazanah ilmu pengetahuan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

masukan bagi penyempurnaan dan harmonisasi berbagai perangkat

perUndang-Undangan yang mengatur tentang pelaku, yang secara khusus mengenai tindak

(10)

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

aparat penegak hukum dari tingkat Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan

Advokat/Pengacara/Penasihat Hukum, serta aparat penegak hukum

lainnyadalam system peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice

System) dalam menangani perkara tindak pidana, yang terkait untuk

menerapkan menerapkan perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan kepada

pelaku khususnya badan hukum yang melakukan tindak pidana Pertambangan,

Mineral dan Batubara berdasarkan asas hukum pidana. Selain itu, penelitian ini

dapat digunakan sebagai referensi dalam mengatasi tindak pidana kejahatan

dibidang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

E. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan pemeriksaan

judul-judul penelitian yang ada baik di perpustakaan Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di Perpustakaan Pusat Universitas

Sumatera Utara dan di Perpustakaan yang berada diluar kampus Universitas

Sumatera Utara serta di Institusi lain mengenai judul ANALISIS HUKUM

MENGENAI PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA

PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN (IUP) DI KABUPATEN DELI

SERDANG, ternyata belum pernah dilakukan oleh peneliti lain dalam topik

(11)

murni, dan belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu sehingga peneliti dapat

mempertanggungjawabkan hasil penelitian ini di siding terbuka untuk umum.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teoritis dalam penulisan ilmiah berfungsi sebagai pemandu untuk

mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dan/atau objek

masalah yang diteliti dengan cara mengkonstruksi keterkaitan antara konsep deduktif

ataupun induktif. Penyusunan kerangka teori menjadi keharusan, agar masalah yang

diteliti dapat dianalisis secara kompreherensif dan objektif. Kerangka teori disusun

untuk menjadi landasan berpikir yang menunjukkan sudut pandang pemecahan

masalah yang telah disusun.7

Sunaryati Hartono berpendapat, “Bahwa hukum itu tidak hanya secara pasif

menerima dan mengalami pengaruh dari nilai-nilai social budaya di dalam

masyarakat, akan tetapi secara aktif harus mempengaruhi pula timbulnya nilai-nilai

sosial budaya baru.8 Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya hukum

dengan baik adalah budaya hukum masyarakat. Budaya hukum masyarakat sangat

berkaitan erat dengan kesadaran hukum masyarakat. Berkaitan dengan hal ini

Sunaryati Hartono mengemukakan bahwa kesadaran hukum merupakan suatu

7

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, halaman 93.

8

(12)

pengertian yang menjadi hasil ciptaan para sarjana hukum yaitu tidak dapat dilihat

secara langsung di dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi dapat disimpulkan ada

tidaknya pengalaman hidup sosial melalui suatu cara penafsiran yang tertentu.

Kelancaran proses pelaksaan penegakan hukum didalam masyarakat sangat

ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut dan berlaku didalam masyarakat yang

bersangkutan.

Penelitian ini lebih menekankan kepada pembahasan mengenai dasar

pertanggungjawaban bagi pelaku usaha pertambangan tanpa izin (IUP) di Kabupaten

Deli Serdang. Hal mana pada prinsipnya, teorihukum yang digunakan akan selalu

dipengaruhi oleh hukum positif yang menuntut agar setiap metodologi yang

dipikirkan untuk menemukan kebenaran hendaklah memperlakukan realitas sebagai

sesuatu yang eksis dan objektif yang harus dilepaskan dari sembarang macam

prokonsepsi metafisis yang subjektif sifatnya, rasionalistik yang ditandai oleh sifat

peraturan yang procedural. Dan dalam upaya mencari keadilan (searching for justice)

bisa gagal karena terbentur dengan pelanggaran prosedural sehingga upaya itu

dianggap lebih penting dari keadilan itu sendiri. Pemikiran di luar peraturan hukum

dianggap sebagai out of legal thougt (illegal). Dasar pemikiran diatas mencerminkan

Teori Hukum Modern dengan prosedural hukum yang berlaku melekat didalamnya

sehingga keadilan dianggap telah diberikan dengan membuat hukum positif itu

(13)

Pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif (Negatif wettelijk Stelsel)9,

adalah suatu teori antara sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif

dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time. Sistem

pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif merupakan keseimbangan antara

kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrem. Keseimbangan tersebut

menjelaskan sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif

“menggabungkan” ke dalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut

keyakinan dengan sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif. Hasil

penggabungan kedua sistem dari yang saling bertolak belakang itu terwujudlah suatu

“sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Rumusannya berbunyi:

salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan

kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.

Perkembangan hukum pidana, sosok terdakwa bukan hanya Person saja, akan

tetapi badan hukum juga dapat diperlakukan hal yang sama, karena badan hukum

telah menjadi subjek hukum, dan hal lain juga karena badan hukum mendapat

keuntungan dari apa yang telah diperbuat/ dilakukan pengurusnya. Badan hukum

merupakan badan hukum yang beranggota, yang mempunyai hak dan kewajiban dari

anggotanya masing masing. Penempatan badan hukum sebagai subjek dalam hukum

pidana tidak lepas dari moderniasi social, dampak dari modernisasi social tersebut

9

(14)

ialah bahwa semakin modern masyarakat maka akan semakin kompleks juga sistem

social, ekonomi dan politik yang terdapat didalamnya, oleh karena itu kebutuhan akan

sistem pengendalian kehidupan yang formal akan menjadi semakin besar juga.10

Teori yang dipergunakan teori pemidaan, pada umumnya dapat dikelompokkan

dalam tiga golongan besar, yaitu:11

a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Teori ini artinya untuk membalas tindak pidana yang dilakukan seseorang. Jadi

pidana menurut teori ini hanya semata-mata untuk pidana itu sendiri.teori

pembalasan ini terbagi 2 (dua) yaitu teori pembalasan subjektif ialah

pembalasan terhadap kesalahan pelaku, pembalasan objektif ialah pembalasan

terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar.12

b. Teori relatif

Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar

pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.

Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban

di dalam masyarakat tidak terganggu. Teori ini dibagi 2 (dua) yaitu prevensi

umum (generale preventive) bertujuan untuk menghindarkan supaya orang

pada umunya tidak melanggar. Prevensi khusus bertujuan menghindarkan agar

10

Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Badan Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, halaman 43.

11

Suwarto, individualisasi pemidanaan, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2013) halaman 23. 12

(15)

pembuat (dader) tidak melanggar.13 Prevensi umum menekankan bahwa tujuan

pidana adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan

penjahat. Memidana pelaku kejahatan, diharapkan anggota masyarakat lainnya

tidak akan melakukan tindak pidana. Teori prevensi khusus menekankan bahwa

tujuan pidana itu dimaksudkan agar narapidana jangan mengulangi

perbuatannya lagi. Berfungsi untuk mendidik dan memperbaiki narapidana agar

menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna. Dari uraian di atas dapat

dikemukakan beberapa karakteristik dari teori relatif atau teori utilitarian, yaitu:

a) Tujuan pidana adalah pencegahan (Prevensi).

b) Pencegahan bukanlah pidana akhir, tapi merupakan sarana untuk

mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

c) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada

si pelaku saja. (missal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat

untuk adanya pidana.

d) Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat pencegahan

kejahatan.

e) Pidana berorientasi ke depan, pidana dapat mengandung unsur pencelaan,

tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat

diterima apabila tidak dapat membantu pencegahan kejahatan untuk

kepentingan kesejahteraan masyarakat.14

13

E.Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta: Universitas Jakarta, 1958), halaman 157. 14

(16)

c. Teori Gabungan

Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan

penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan

ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori diatas (teori absolute dan teori

relatif) sebagai dasar pemidaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori

memiliki kelemahan-kelemahan yaitu:15

1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena dalam

penjatuhan hukuman perlu memprtimbangkan bukti-bukti yang ada dan

pembalasan yang dimaksud tidak harus Negara yang melaksanakan.

2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena

pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukuman berat, kepuasan

masyarakat dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit

dilaksanakan.

Perbedaan pendapat dikalangan sarjana mengenai tujuan pidana itu, namun ada

satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu bahwa pidana itu merupakan salah satu

sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana agar meenjadi

manusia yang berguna di masyarakat.

2. Kerangka Konsepsi

15

(17)

Kerangka konsepsi pada hakikatnya adalah mengenai defenisi operasional

mulai dari judul sampai permasalahan yang diteliti.16 Pentingnya defenisi operasional

adalah untuk menghindari perbedaan pengertian mendua (dubius) dari suatu istilah

yang dipakai. Adanya penegasan kerangka konsepsi, maka akan diperoleh suatu

pandangan dalam menganalisis masalah yang akan diteliti baik dipandang dari aspek

yuridis maupun aspek sosiologis. Penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka

konsepsi atau defenisi operasional sebagai berikut :

a. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh

masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas

perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggung jawabkan perbuatan yang

tercela itu pada si pembuatnya, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah si

pembuatnya tidak dicela. pada hal yang pertama maka si pembuatnya tentu

dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua si pembuatnya tentu tidak

dipidana.17 Pertanggungjawaban atau liability diartikan sebagai suatu kewajiban

untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dan seseorang yang

dirugikan.18

b. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi

16

Prof. Dr. Ediwarman, SH., M.Hum, Monograf Metode Penelitian Hukum (Medan: PT. Soft Media 2015) halaman 92.

17

Roeslan Saleh, Pikiran-Pikiran tentang pertanggungjawaban pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1982, halaman 10.

18

(18)

penyelidikan umum, eksploirasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan, dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan

pascatambang.19

c. Berdasarkan kata perkata Pertambangan, Mineral dan Batubara memisahkan

antara jenis tambang mineral dengan batubara, sebagai berikut:

a) Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki

sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan Kristal teratur atau

gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam lepas atau padu.20

b) Batubara adalah endapan senyawa organic karbon yang terbentuk secara

alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.21

d. Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa

bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air dan

tanah.22

e. Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di

dalam bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.23

f. Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan

undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang

(19)

dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Selain itu

izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari

suatu larangan.24

g. Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan fungsi

pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk perizinan antara

lain: pendaftaran, rekomenadasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk

melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus memiliki atau diperoleh suatu

organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat

melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan. Dengan memberi izin, pengusaha

memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tindakan

tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum

yang mengharuskan adanya pengawasan.25

h. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk

melaksanakan usaha pertambangan.26

i. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan

kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.27

24

http://www.negarahukum.com/hukum/pengertian-perizinan.html diakses pada pukul 23.00 Minggu 14 Februari 2016.

25

(20)

j. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai

pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi

produksi.28

k. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK,

adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan Kusus.29

l. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan

penelitian penyidikan umum, eksploirasi, dan studi kelayakan di wilayah izin

usaha pertambangan khusus.30

m. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai

pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk nelakukan tahapan kegiatan operasi

produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.31

n. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lain.32

o. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu mekanisme oleh hukum pidana untuk

bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan

(21)

tertentu.33 Agar seseorang memiliki aspek pertanggungjawaban pidana, dalam

arti dipidananya pembuat, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi34 :

1. Adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat.

2. Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.

3. Adanya pembuat yang mampu bertanggungjawab.

4. Tidak ada alas an pemaaf.

G. Metode Penelitian

Metodologi adalah paduan antara kata “methodos” (metode, cara, jalur) dan

“logos” (logika, nalar, jalan pikiran, pengetahuan), maka, metodologi berarti

pengetahuan tentang seluk beluk berbagai metode.35

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentudengan cara menganalisisnya.36

Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembanagan ilmu pengetahuan

maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penilitian bertujuan untuk

mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan konsisten. Melalui

33

Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, halaman 64. 34

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cet. Ke 2, Kecana, Jakarta, 2006, halaman 68.

35

Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), halaman 120-121.

36

(22)

proses penelitian tersebut diadakan analisa dan kontruksi data yang telah

dikumpulkan.37

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian dalam tesis ini adalah dengan penelitian yuridis normatif, yaitu

penelitian yang mengkaji penerapan teori-teori pemidanaan dan pertanggungjawaban

hukum, dalam melihat latar belakang (yuridis historis) dan proses keluarnya suatu

putusan hakim dan produk hukum pertambangan, mineral dan batubara.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang akan diterapkan dalam penelitian normative dengan

pendekatan kasus (case approach), yang bertujuan untuk mempelajari penerapan

norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Terutama

mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam

yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi focus penelitian. Jelas

kasus-kasus yang telah menjadi bermakna empiris, namun dalam suatu penelitian

normative, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap

dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktek hukum, serta

menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi

hukum.38

37

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Imdonesia Press, 2005) halaman 5-6.

38

(23)

Menurut Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad, Pendekatan yuridis Normatif

adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bagunan sistem

norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenal asas-asas, norma, kaidah dari

peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin

(ajaran).39

Namun H. Salim HS, berpendapat bahwa penelitian hukum yang dikemukakan

oleh Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad difokuskan pada objek kajiannya. Objek

kajian pendekatan yuridis normative adalah pada hukum yang dikonsepkan sebagai

norma atau kaidah. Norma yang menjadi objek kajiannya, meliputi undang-undang

peraturan pemerintah dan lain-lain.40

Menurut Haryono, suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan

pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan

hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Untuk itu peneliti

harus melihat hukum sebagai system tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut :41

a. Compherensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara yang satu dengan yang lain secara logis

b. All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu menanmpung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak aka nada kekurangan hukum.

39

Mukti Fajar ND, dan Yulianto Ahmad, Op. Cit. halaman. 34

40

H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Gajagrafindo Persada, Jakarta, 2013 , halaman 13

41

(24)

c. Systematic bahwa di samping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hirarkis

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah hukum Pengadilan Negeri medan

(Putusan No.1561/PID.B/2014/PN.MDN). Asumsi penulis, dalam hal ini yang

menjadi tempat penelitian sebenarnya adalah di kabupaten deli serdang, namun

putusan dijatuhkan di wilayah hukum pengadilan negeri medan.

4. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen yang

mana pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventarisasi seluruh data dan

dokumen dengan topic pembahasan, selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data

tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan dan di analisis.

5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah menggunakan data atau informasi yang

diproleh dari hasil penelaahan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tesis ini. Bahan

hukum atau data sekunder terbagi dalam beberapa jenis yaitu42:

a. Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan, putusan

pengadilan negeri, dan dokumen resmi Negara lainnya.

42

(25)

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku

dan jurnal hukum yang berkaitan dengan penelitian, padangan ahli

hukum, kamus hukum, dan komentar atas putusan Hakim.43

c. Bahan hukum tersier adalah bahan penelitian atas buku teks tentang

hukum pertambangan, jurnal hukum pertambangan.

d. Bahan non hukum adalah bahan yang terdiri dari buku-buku

pertambangan, jurnal pertambanagan, dan media massa.

Tehnik pengumpulan data pada pengumpulan ini menggunakan tehnik

penelitian kepustakaan (library research).44 Penelitian kepustakaan secara manual

maupun electrical dengan mengunakan electronical data resources baik mengenai

sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, dan tersier. Data yang diperoleh dari

penelitian buku-buku, jurnal dokumen-dokumen serta sumber teoritis dilakukan guna

membuat deskripsi atau eksplorasi terhadap perumusan masalah yang telah ada,

kemudian keseluruhan dari data tersebut disistematisasikan sehingga menghasilkan

klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.

6. Analisis data

Bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, dengan

memilih dan mengklasifikasikan dengan relevansi kepada objek permasalahan, serta

melengkapi penelitian ini dengan bahan hukum primer dan bahan hukum tersier serta

43

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), halaman 47. 44

(26)

bahan non hukum dianalisis dan disajikan dalam bentuk uraian sistematis sehingga

penelitian ini dapat memberikan gambaran yang terang terhadap proses pemidanaan

yang berkaitan dengan izin usaha pertambangan.

Metode analisis yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif, selain itu

penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis historis berdasarkan ruang

lingkup dan identifikasi masalah yang ada.

Pemetodean penelitian yuridis normatif adalah metode atau cara yang

digunakan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang ada. Salah satu

pendekatan dalam penelitian normatif adalah pendekatan Perundang-undangan

(statute approach). Karena yang akan diteliti adalah bahan aturan hukum yang

menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dan pendekatan yuridis

historis yang merupakan pendekatan yang meneliti suatu sejarah peristiwa hukum

yang telah terjadi dengan tujuan untuk memahami filosofi dari pembentukan suatu

perundang-undangan.45

45

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika

1) Lama Fermentasi / Waktu Fermentasi Faktor – faktor yang mempengaruhi fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi. Pemilihan lama fermentasi sebagai parameter

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Kotler (2011: 63) yang menyatakan harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui besarnya persentase pendapatan Sektor Pariwisata Terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Kabupaten

Pengkaji mendapati kelima-lima prinsip tersebut iaitu (1) bahasa dipelajari dalam konteks yang bermakna (konteks komunikasi), (2) bahasa yang digunakan merupakan sebuah teks atau

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan hijauan leguminosa terhadap bobot lahir pedet dan birahi pertama setelah beranak pada induk dilakukan analisis sidik ragam yang

Tabel 3: Daftar Kode Angka Inventaris UMM (Barang dan Asset). No Nama Aset dan

dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas,