• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILA (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN

PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI SMP

DI KOTA BUKITTINGGI

Ade Saputra

Abstract: Junior high school students doing smoking behaviour is caused by many

factors. One of many factors was self esteem. The design of this research is

quantitative korelasional. Population studies that the male students of SMP

Bukittinggi who smoke. Sampling techniques are used in this research is snowball

sampling. The number of samples in the study as many as 50 people. Data

obtained by the analysis of Product Moment Kendall’s tau-b using the assistance software program. The result analysis of Product Moment Kendall's tau-b

obtained correlation r = -0.13 ( p > 0.05 ). In other words, the zero hypothesis

was accepted and the working hypothesis was rejected. Based on these findings, it

can be concluded that there is no relationship between self-esteem and behavior

of smoking on male students of junior high school in the city of Bukittinggi.

Keywords : self-esteem, smoking behavior, analysis of Product Moment Kendall’s

Abstrak: Siswa SMP melakukan prilaku merokok disebabkan oleh beberapa

faktor. Salah saru faktornya adalah self esteem. Desain penelitian ini adalah kuantitaif-korelasional. Populasi pada penelitian ini siswa SMP laki-laki di Bukittinggi yang merokok. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini adalah snowball sampling. Banyaknya sampel yang digunakan pada study ini adalah 50

orang. Data diperoleh dengan analisis produk moment Kendal tau-b dengan menggunakan bantuan program perangkat lunak. Hasil analisis Product Moment Kendall tau-b diperoleh korelasi r = -0.13 (P > 0.05). dengan kata lain, hipotesis nol diterima dan hipotesis kerja ditolak. Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara harga diri dan perilaku merokok pada siswa laki-laki SMP di kota Bukittinggi.

(2)

PENDAHULUAN

Saat ini banyak manusia yang melakukan kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Hardinge (2001) mengemukakan bahwa salah satu kebiasaan atau pola hidup tidak sehat tersebut adalah merokok. Dalam agama Islam, perilaku merokok dikenal sebagai perbuatan mubazir yang berarti perbuatan yang banyak mendatangkan mudharat atau kerugian. Setiap manusia di seluruh dunia mengetahui bahwa merokok mengganggu kesehatan dan berdampak negatif. Ironisnya, pengetahuan ini tidak membuat manusia meninggalkan perilaku merokok. Selain itu, perilaku merokok sudah menjadi kegiatan yang fenomenal, artinya meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan makin menurun tetapi semakin meningkat (Awi, 2011).

Dampak negatif dari perilaku merokok ini bukannya tidak berdasar. Dalam dunia medis ditemukan bahwa rokok mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Pengaruh bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO2 (karbondioksida) dan tar dapat menyebabkan berbagai penyakit. Bahan kimia ini akan memacu kerja susunan saraf pusat dan susunan saraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan

darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat. Selain itu, bahan kimia tersebut juga menstimuli penyakit kanker dan penyakit lainnya seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung dan paru-paru (Kendal dan Hammen dalam Komasari dan Helmi, 2000).

Langkah nyata larangan merokok ini sudah dimulai oleh pemerintah daerah Padang Panjang Sumatera Barat. Pemerintah daerah Serambi Mekah ini mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2009 yang melarang pemasangan iklan rokok sepanjang jalan di kota Padang Panjang. Walikota Padang Panjang yang juga seorang dokter ini menjelaskan bahwa perda tersebut dibuat untuk melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya merokok, membudayakan hidup sehat dan menekan angka pertumbuhan

perokok pemula

(http://padangpanjang_kotatanpaiklan rokok.com).

(3)

menunjukkan provinsi Sumatera Barat masuk dalam sepuluh besar konsumsi rokok terbanyak dari seluruh provinsi di Indonesia. Jika ditinjau dari jenis kelamin, laki-laki lebih banyak yang merokok daripada perempuan.

Seiring berkembangnya zaman dan bertambahnya merek-merek rokok, usia mulai merokok mengalami penurunan. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2007 dan 2010 terjadi penurunan umur mulai merokok pada usia yang lebih muda. Menurut Riskesda 2007, umur pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,2 %, pada usia 10-14 tahun sebesar 10,3 %, pada 15-19 tahun sebesar 33, 1 %, pada usia 20-24 tahu sebesar 12,1 %, pada usia 25-32 tahun sebesar 3,4 % dan pada usia > 30 tahun sebesar 4 %.

Berdasarkan hasil survey Riskesda 2010, umur pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,7 %, paa usia 10-14 tahun sebesar 17,5 %, pada usia 15-19 tahun sebesar 43,3 %, pada usia 20-24 tahun sebesar 14,6 %, pada usia 25-32 tahun sebesar 4,3 % dan pada usia usia > 30 tahun sebesar 3,9 % (Awi, 2011). Berdasarkan data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan usia merokok terjadi pada masa remaja yang mengarah pada perokok yang lebih muda.

Masa remaja adalah masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Periode remaja merupakan priode yang penting karena pada masa ini terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang pesat (Atkinson dkk, 1993). Masa remaja sering diistilahkan dengan masa strom and stress karena ketidaksesuaian antara perkembangan fisik yang sudah matang yang belum diimbangi perkembangan psikososial. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja sering bertingkah laku yang membuat mereka seperti orang dewasa, seperti merokok, minum minuman keras dan menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999).

(4)

kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis.

Faktor dari luar individu datang dari teman sebaya. Al Bachri (1991) dalam penelitiannya menemukan bahwa 87% remaja mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok. Sahabat yang merokok tersebut mendorong untuk merokok juga sehingga remaja yang tidak pernah merokokpun akhirnya memperoleh tekanan dari teman sebaya tersebut. Mereka yang tidak merokok akan diberi “hukuman psikologis“ sebagai orang yang tidak jantan. Selain itu juga terdapat ungkapan ”hanya perempuanlah yang tidak merokok atau dia tidak merokok karena “ingin naik haji”.

Marjohan (2000) menjelaskan bahwa tekanan dalam bentuk ejekan ini membuat keberhargaan tentang diri seorang remaja mulai menurun dan kondisi ini sangat mujarab utuk membuat remaja segera mencoba merokok sampai akhirnya menjadi perokok pemula dan akhirnya menjadi pencandu rokok. Dalam ilmu Psikologi, penggambaran sejauh mana individu menilai dirinya sendiri sebagai orang yang memiliki kemampuan, berartian, berharga dan berkompeten, dinamakan dengan self esteem atau yang lebih sring dikenal dengan harga diri.

Harga diri merupakan dimensi evaluasi secara umum terhadap diri sendiri. Biasanya mengacu pada self image dan merefleksikan kepercayaan diri serta kepuasan individu terhadap diri mereka (Santrock, 2004). Coopersmith (dalam Burn, 1998) mengatakan bahwa harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan.

Stuart dan Sundeen (1984), mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Sementara itu, menurut Papalia (2002) harga diri merupakan pendapat atau penilaian seseorang yang membuat dirinya menjadi berharga. Secara singkat, harga diri adalah “Personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya”.

METODE

(5)

hubungan antara satu faktor dengan faktor lainya. Penelitian korelasional merupakan suatu tipe penelitian yang melihat hubungan antara satu atau beberapa ubahan dengan satu atau beberapa ubahan yang lain (Muri, 2005:84). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu harga diri sebagai variabel independent dan perilaku merokok sebagai variabel dependent.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok namun jumlah populasi siswa laki-laki SMP yang merokok dikota Bukittinggi tidak terdapat datanya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik snomball sampling. Snowball sampling atau bola salju

merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel pertama diminta untuk mencari sampel yang lainnya (Martono, 2011 :79). Kota Bukittinggi memiliki delapan SMP negeri dan dua SMP swasta. Jumlah seluruh sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 50 orang.

Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Ada dua hal yang dilakukan dalam cara analisis data kuantitatif pada penelitian ini, yaitu 1) Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji linieritas, dan 2) Uji hipotesis penelitian dengan menggunakan

teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson.

HASIL PENELITIAN

1. Kategori Skala Harga Diri

Secara umum skor rerata empiris subjek penelitian lebih besar dari pada rerata hipotetik penelitian. Variabel harga diri ini dapat digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Secara teoritis, skor penilaian skala harga diri bergerak dari 0 sampai 4 dengan respon skala SS, S, N, TS, dan STS, karena jumlah item sebanyak 10 butir, maka skor total bergerak dari 0 (10×0) sampai dengan 40 (10×4), sehingga luas sebarannya, yaitu 40-0 = 40. Dengan demikian setiap satuan deviasi standar bernilai σ = 40/6 = 6,67 (dibulatkan) dan mean hipotetiknya (μ) 10×2 = 20.

(6)

Tabel 13

Kriteria Kategori Skala Harga Diri dan Distribusi Skor Subjek (n= 50)

Standar Deviasi Skor Kategorisasi Subjek

F (∑) Persentase

X < (μ - 1.0 σ) X < 13,33 Rendah 0 0% (μ - 1.0 σ) < X

< (μ + 1.0 σ) 13,33 < X < 26,67 Sedang 18 36% (μ + 1.0 σ) < X 26,67 < X Tinggi 32 64%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan kategorisasi pada tabel 13 menunjukkan bahwa 64% siswa memiliki harga diri tinggi, 36% siswa memiliki harga diri sedang dan tidak ada siswa yang memiliki harga diri rendah. Jadi, secara keseluruhan siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi memiliki harga diri tinggi. Artinya, secara umum siswa SMP laki-laki kota Bukittinggi merasa puas dengan apa yang dimiliki, senantiasa akan

memanfaatkan apa yang dimiliki sesuai kemampuan yang dimiliki, penerimaan dan penghargaan yang positif ini memberikan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau bereaksi dalam stimulus dari lingkungan sosial. Pendekatan seseorang terhadap orang lain menunjukan harapan yang secara positif dapat diterima individu lain (Neumark-Sztainer, 2008).

Tabel 14

Skor Aspek Skala Harga Diri

Aspek Kategori Skor Frekuensi Persentase

Kompetensi Rendah Sedang Tinggi

X < 6.67 6.67 < X < 13.33

13.33 < X

0 30 20

0% 60% 40% Nilai Rendah

Sedang Tinggi

X < 6.67 6.67 < X < 13.33

13.33 < X

0 18 32

(7)

Pada variabel harga diri, subjek dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek harga diri dan masing-masing aspek dibagi dalam pengkategorian rendah, sedang dan tinggi seperti yang terlihat pada tabel 14 berikut ini.

Berdasarkan tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa pada aspek kompetensi, terdapat 20 (40%) siswa memiliki harga diri tinggi, 30 (60%) siswa memiliki harga diri sedang dan tidak ada siswa yang memiliki harga diri rendah. Artinya, secara umum subjek lebih mudah menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan benar. Namun, pada aspek nilai, terdapat 32 (64%) siswa memiliki harga diri tinggi, 18 (36%) siswa memiliki harga diri sedang dan tidak ada siswa yang memiliki harga diri rendah. Artinya secara umum subjek subjek mematuhi prinsip-prinsip etis, moral, dan

agama yang telah diterimanya dan diinternalisasi. Memiliki sikap diri yang positif terhadap keberhasilan untuk memenuhi tujuan dari prinsip-prinsip tersebut (Rosenberg, 1978).

2. Kategori Perilaku Merokok

Berdasarkan teori Aritonang, pengelompokan perilaku merokok dapat dapat dilihat berdasarkan intensitas (jumlah) rokok yang dihisap perhari. Menurut teori tersebut, perilaku merokok digolongkan kategori rendah apabila merokok antara 1-4 batang per hari, kategori sedang apabila merokok 5-14 batang per hari dan kategori berat merokok lebih dari 15 batang perhari. Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 15

Kategori Perilaku Merokok Berdasarkan Intensitas (n=50)

Skor Kategorisasi Subjek

F (∑) Persentase

X < 4 Rendah 10 20%

5 < X < 14 Sedang 33 66%

X > 15 Berat 7 14%

(8)

Berdasarkan tabel di atas, 10 orang atau 20% siswa dikategorikan intensitas merokoknya rendah, 33 orang atau 66% siswa dikategorikan sedang dan 7 orang atau 14% siswa dikategorikan berat. Secara umum, intensitas merokok siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi termasuk kategori sedang.

3. Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Merokok

Berdasarkan hasil analisis korelasi harga diri dengan intensitas perilaku merokok, maka didapatkan koefisien korelasi r = -0.13, dengan p = 0.913 (p > 0.05) menandakan Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat hubungan antara X dan Y. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan antara harga diri dengan intensitas perilaku merokok. Hal ini berarti semakin tinggi harga diri siswa tidak diikuti dengan rendahnya intensitas perilaku merokok dan sebaliknya semakin rendah harga diri siswa tidak diikuti dengan tingginya intensitas perilaku merokok yang dilakukan oleh siswa Laki-laki SMP di kota Bukittinggi tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hipoteris nol (Ho) diterima dan hipotesis kerja (Ha) ditolak.

PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini akan dibahasa berdasarkan pada teori-teori yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan.

1. Kategori Harga Diri

(9)

Jika ditinjau dari per aspek pada harga diri, aspek nilai lebih tinggi daripada aspek kompetensi. Ini berarti bahwa, siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi cenderung melihat diri mereka berharga. Artinya, pada umumnya siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi merasa yakin pada dirinya itu berharga dibandingkan dengan orang lain dan mampu untuk berinteraksi dengan orang lain (Cast&Burke, 2002).

Siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok memiliki personal judgment yang cenderung baik, mereka melihat bahwa kesulitan-kesulitan yang mereka alami secara personal tidak selalu mengartikan ketidakmampuan mereka melainkan menjadi jembatan untuk mereka bisa mengharapkan masukan dan saran dari lingkungan sehingga menjadikan mereka sebagai „diri‟ yang lebih baik (Cast&Burke, 2002).

Sebagian besar Siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok mampu untuk mencapai target keberhasilan yang mereka inginkan, keberhasilan tersebut dapat mereka capai karena kemampuan untuk cukup bisa mengendalikan dan mempengaruhi diri sendiri maupun orang lain, selain itu dalam mewujudkan semua hal atau prestasi yang ingin dicapai, mereka selalu mendapatkan dukungan dan perhatian

dari keluarga, teman dan significant person nya, serta kemampuan untuk cukup mematuhi segala aturan, etika dan norma yang berlaku di masyarakat menambah keyakinan mereka untuk bisa mencapai semua target keberhasilan yang ingin mereka raih.

2. Kategori Perilaku Merokok

Hasil pengkategorisasian intensitas rokok pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi dapat diketahui sebanyak 20% atau 10 siswa termasuk ke dalam kategori intensitas rendah yakni 1-4 batang per hari, 66% atau 33 siswa termasuk ke dalam kategori intensitas sedang yakni 5-14 batang per hari dan 14% atau 7 siswa termasuk ke dalam kategori intensitas tinggi yakni lebih dari 15 batang per hari. Data tersebut menunjukkan bahwa secara umum siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok memiliki intensitas perilaku merokok sedang dengan rata-rata subjek merokok 9 batang per hari.

(10)

di banku SD. Keterangan di atas memperkuat survey Riskesda pada tahun 2010 bahwa terjadinya penurunan usia mulai merokok. Menurut analisis peneliti, angka ini akan terus mengalami penurunan dengan berjalannya waktu jika tidak ditanggapi dengan serius karena saat ini saja untuk mendapatkan rokok bagi pelajar SMP mudah sekali.

Pada masa remaja individu harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang di luar keluarga sehingga remaja akan beralih dari keluarga ke pengelompokkan sosial remaja, dimana salah satu bentuknya adalah teman dekat. Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat atau sahabat karib. Teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain meskipun kadang-kadang juga bertengkar (Hurlock, 2000:215). Hal ini diperkirakan menyebabakan intensitas merokok subjek menjadi sedang bahkan hampir mengarah pada tinggi. Hal di atas diperkuat dengan hasil penelitian bahwa pada umumnya subjek merokok di tempat mereka sering berkumpul seperti warnet dan warung. Tempat-tempat inilah mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, terlebih lagi pada tahapan usia mereka ini, mereka cenderung berkelompok seperi yang dijelaskan di atas.

Ditinjau dari fungsi merokok, terdapat dua fungsi perilaku merokok yaitu meningkatkan perasaan positif dan menghindari perasaan negatif. Berdasarkan hasil analisis data, pada umumnya siswa merokok untuk menghindari perasaan negatif. Aitem pada fungsi menghindari perasaan negatif yang mendapatkan skor tertinggi terdapat pada aitem “saya merokok untuk menghilangkan rasa kesepian pada diri saya”. Kemudian diikuti oleh aitem “saya merokok untuk menghilangkan rasa bosan”. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi merokok untuk menghilangkan rasa kesepiannya. Subjek cenderung merasa sendiri dan sehingga sering merasa bosan.

(11)

konsentrasi tinggi dapat berfungsi sebagai depresan dan jika dosis sangat besar dapat menyebabkan mual (Sarker, 2007).

Selain itu, pengaruh nikotin terhadap susunan saraf pusat atau perilaku antara alin mengurangi ketegangan mental pada waktu stres, meningkatkan daya ingat jangka pendek, dan meningkatkan perhatian. Nikotin meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, aliran darah koroner, isi sekuncup jantung, curah jantung, walaupun sifatnya hanya sesaat. Nikotin dalam jangka panjang mengurangi aliran darah koroner, menurunkan suhu kulit, menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas, laktat, dan gliserol. Nikotin juga meningkatkan aktivitas trombosit, meningkatkan produksi sputum (dahak), menyebakan batuk, napas berbunyi, dan tangan gemetar (Juwana, 2004). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok subjek juga disebabkan oleh pengaruh nikotin yang menyebabkan subjek menjadi adiksi atau ketergantungan terhadap rokok. Faktor ini diperkirakan menjadi penyebab utama perilaku merokok subjek cenderung sedang dan mengarah pada tinggi.

3. Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-Laki SMP di Kota Bukittinggi

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara harga diri dengan intensitas rokok yang dihisap siswa laki-slaki SMP kota Bukittinggi. Artinya, semakin tinggi harga diri siswa tidak diikuti dengan rendahnya intensitas rokok yang dihisap siswa dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri siswa tidak diikuti pula dengan semakin tingginya intensitas rokok yang dihisap siswa oleh siswa.

(12)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis mengenai hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Harga diri pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari 64% atau 32 siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi memiliki tingkat harga diri yang tinggi, 36% atau 18 orang siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi memiliki tingkat harga diri sedang dan tidak terdapat atau 0% siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang memiliki harga diri rendah. Artinya, secara umum siswa laki-laki SMP yang merokok merasa dirinya adalah seseorang yang penting dan berharga serta memiliki pemahaman yang baik tentang dirinya. 2. Perilaku merokok pada siswa laki-laki

SMP kota Bukittinggi berada pada kategori sedang. Hal ini dapat dilihat dari 20% atau 10 siswa memiliki skor perilaku merokok rendah dengan intensitas merokok 1-4 batang sehari, 66% atau 33 siswa memiliki skor

perilaku merokok sedang dengan intensitas merokok 5-14 batang sehari dan 14% atau 7 siswa memiliki skor perilaku merokok berat dengan intensitas merokok di atas 15 batang sehari dengan rata-rata siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi merokok 9 batang perhari dan rata-rata merokok sudah 5 tahun.

3. Harga diri dengan perilaku merokok pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi tidak memiliki hubungan negatif. Hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi r sebesar -0.13 (dengan p > 0.05) yang menandakan hipotesis nol diterima dan hipotesis kerja ditolak.

Saran

Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

(13)

2. Bagi Sekolah

Diharapkan agar pimpinan sekolah membimbing siswa untuk mengurangi perilaku merokok siswa dengan cara melibatkan siswa pada kegiatan positif seperti, olah raga, pramuka, PMR, debat antar siswa, lomba kreatifitas siswa dan kegiatan positif lainnya.

3. Orang Tua

Tingkat perilaku merokok yang sedang ini merupakan hal yang sangat serius sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan perhatian lebih pada anaknya yang merokok agar anak yang merokok tersebut memiliki teman dan tidak merasa kesepian lagi.

DAFTAR RUJUKAN

Ali, Muhammad & Asrori, Muhammad. 2008. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Bumi Aksara.

Amstrong, M. 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Gramedia

Al Bachri. 1991. Ada Apa dengan Rokok. http://sekolah indonesia .com. Diakses Tanggal 04 maret 2012. Al-Qur‟an dan Terjemahan. 2009. Bandung:

Sygma Examedia

Aritonang. 1997. Fenomena Wanita Merokok. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM

Azwar, Syaifuddin. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Awi, W.M. 2011. Data dan Situasi Rokok (Ciggaret) Indonesia Terbaru. http://www.infodokterku.com.situasi

-rokok-cigarette-indonesia-terbaru&catid=40:data&Itemid=54.

Diakses tanggal 31 Maret 2012. Brigham, C.J. 1997. Social Psychology.

Boston : Harper Collins Publisher inc

Burn., R, B. 1998. Konsep Diri: Pengukuran dan Perkembangan Prilaku. Jakarta: Archan.

Cast Alicia D & Burke Peter J. 2002. A Theory of Self Esteem. Social Forces. 8D(3): 1041-1068.

Dumluck, Supattra. 2008. Prevalence of Smoking and factors Influenced to Smoking Behavior Among Secondary School and Vacotional School Student in Phuket Province. Thesis. Chulalongkorn University. Helmi, Avia dan Komalasari. 2004.

Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Kemala, D. 2000. Hubungan antara Lingkungan Keluarga, Lingkungan Teman Sebaya dan Kepuasan Psikologis dengan Perilaku Merokok Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan) . Yogyakarta :Fakultas Psikologi UII

(14)

Levy, M.R. 1984. Life and Health. New York : Random House

Marjohan, 2000. Merokok Sudah Jadi Gaya Hidup di Sekolah. Artikel. http://penulisbatusangkar.blogspot.co m. Diakses tanggal 02 Mei 2012. Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian

Kuantitatif Analisis Isi Dan Analisis Data Sekunder Edisi Revisi. Jakarta : Rajawali Pers

Mu‟tadin, Z. 2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis pada Remaja.

http://www.e-psikologi.com/remaja.050602htm Papalia, Diane. Dkk. 2008. Human

Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta : Kencana. Rika, Mayasari. 2009. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan Lingkungannya dengan Status Penyakit Penedental Remaja di Kota Medan. Tesis. Medan : Sumatera Utara

Riset kesehatan dasar. 2011. Prevalensi perokok umur >15 tahun berdasarkan provinsi di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010. . Diakses tanggal 31 Maret 2012.

Santrock, John W. 2007. Remaja Edisi II Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Sarafino, F.P. 1994. Health Psychology (2-nd Edition). New York : John Willey and Sons

Sarker, S.D., and Nahar, L.,2007. Chemistry for Pharmacy Students General, Organic and Natural Product Chemistry. John Wiley & Sons Ltd, England

Sitepoe, Mangku. 2000. Kekhususan Rokok di Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Stuart, Sudeen. 1984. Applied Social Psychology. New Jersey : Prenticel Hall

Widhiarso W, (2012). Penerapan Model MIMIC untuk Menguji Konsistensi Hasil

Pengukuran melalui Skala, Journal of Education and Learning. Vol.6 Yusuf, A. Muri. 2005. Metodologi

Gambar

Tabel 13
Tabel 15 Kategori Perilaku Merokok Berdasarkan Intensitas (n=50)

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menguasai buku teks siswa ini, peserta didik diharapkan mampu secara tepat mendeskripsikan kriteria fauna yang dilindungi, mengidentifikasi jenis fauna yang

Artinya, pemahaman (kognisi), perasaan (afeksi), dan kecenderungan berperilaku (konasi) pada tiap jenis kelamin (laki-laki atau perempuan) terhadap Plantera adalah sama. Usia

agar memutarkan iklan tersebut pada program siaran yang sudah di pesan oleh pemasang. iklan, dan log sheet yang telah di tulis marketing tadi, diberikan pada

Kisaran jumlah jenis lumut epifit per plot maupun per pohon menunjukkan bahwa hutan primer di Mandalawangi dan Gunung Bunder memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi

Data yang digunakan dalam penelitian berupa kata, frasa, paragraf, dan kalimat yang mengandung aspek religius dalam novel Mahabbah Rindu karya Abidah El Khalieqy. Sumber data

Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Solo”.

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

[r]