• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Tindakan Penerimaan dan Penolakan terhadap Penyandang Stutter sebagai Pasangan Hidup: Analisis Semiotika Pada Film Thapki T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Tindakan Penerimaan dan Penolakan terhadap Penyandang Stutter sebagai Pasangan Hidup: Analisis Semiotika Pada Film Thapki T1 BAB I"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Televisi merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa. Media massa pada

umumnya merupakan media komunikasi yang menyebarkan informasi apapun pada

masyarakat luas secara serempak. Seorang dapat memperoleh berbagai bentuk informasi

bahkan pengetahuan dan pengalaman baru dari media massa (Vivian Jhon, 2008). Dari sekian

bentuk media massa yang ada, televisi merupakan salah satu produk teknologi komunikasi

massa yang masih diminati oleh masyarakat. Televisi secara utuh mampu menampilkan

gambar dan suara yang original dari suatu kejadian atau fenomena yang terekam oleh kamera,

sehingga dapat dikatakan bahwa televisi mampu memberikan pengaruh yang besar bagi

masyarakat melalui tayangannya. Para ahli menyatakan bahwa 75 % pengetahuan diserap

oleh manusia kedalam otaknya melalui mata dan pendengarannya. Hal ini menunjukan

bahwa sebagian hal yang diserap oleh manusia kedalam otaknya merupakan hal – hal yang diserap melalui tayangan atau sajian program televisi (Hutapea, 2010).

Sebagai media dengan ciri khas audio visual, televisi mampu merebut 94 % saluran

masuknya pesan atau informasi kedalam persepsi manusia melalui mata dan telinga. Televisi

membuat seseorang pada umumnya mengingat 50 % apa yang mereka lihat dan dengar

walaupun hanya sekali ditayangkan, atau secara umum orang akan mengingat 85 % dari apa

yang mereka serap melalui televisi dalam kurun waktu tiga jam, dan kemudian 65 % setelah

tiga hari kemudian (Hutapea,2010).

Televisi sendiri memiliki beragam program acara, namun dari sekian banyak program

acara yang ada, sinetron/film menjadi program yang paling banyak dinikmati oleh

masyarakat. Sinetron/film memiliki nilai seni tersendiri. Sinetron/film tercipta sebagai sebuah

karya dari tenaga-tenaga kreatif yang profesional di bidangnya. Sinetron maupun film sebagai

benda seni sebaiknya dinilai dengan secara artistik bukan rasional. Dalam film terdapat

unsurnya dalam usaha manusia untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu, karena film

tampak hidup dan memikat, hal-hal seperti inilah yang menjadikan film menjadi program

acara televisi yang disukai masyarakat (Irwanto,1999). Hal ini merupakan sasaran utama bagi

pembuatan sinetron/film untuk dapat menghasilkan produksi yang dikemas dalam

cerita-cerita yang menarik, dan memasukkan nilai-nilai yang dapat memperkaya batin untuk

disuguhkan kepada masyarakat sebagai cerminan kepada hal-hal di dunia ini dengan

(2)

gambaran tentang kehidupan sehari hari, dengan demikian jika ditinjau dari segi

perkembangan fenomenalnya, akan terbukti bahwa peran yang dimainkan oleh sinetron

dalam memenuhi kebutuhan tersembunyi memang sangat besar (Mudjiono, 2011).

Sebagai salah satu program acara televisi yang diminati masyarakat, sinetron/film

tentunya memberikan dampak yang spesifik bagi masyarakat, terutama dalam pola pikir dan

perilaku. Sebagai media, sinetron mampu menghipnotis serta mengubah pola pikir dan

perilaku masyarakat dalam keadaan apapun (Kurniasih, 2006). Sinetron sebagai salah satu

media massa yang menjadi saluran berbagai macam gagasan, konsep, serta dapat

memunculkan dampak dari penayangannya. Ketika seseorang melihat sebuah sinetron, maka

pesan yang disampaikan oleh sinetron tersebut secara tidak langsung akan berperan dalam

pembentukan persepsi seseorang terhadap maksud pesan dalam sinetron. Seorang pembuat

sinetron maupun film merepresentasikan ide-ide yang kemudian dikonversikan dalam sistem

tanda dan lambang untuk mencapai efek yang diharapkan. Sinetron tidak hanya sekedar

refleksi dari realitas. Sebaliknya, sinetron merupakan representasi atau gambaran dari

realitas, sinetron membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya (Sobur, 2009).

Ada begitu banyak gambaran dari realitas sosial yang direpresentasikan melalui

sinetron. Realitas mengenai kekerasan, kelas sosial, penindasan antar kelompok, pelecehan

seksual, kesetaraan gender, kemiskinan, peperangan dan masih banyak contoh realitas

lainnya yang direpresentasikan melalui sebuah sinetron maupun film. Dewasa ini stasiun

televisi di Indonesia tidak hanya menyajikan sinetron produksi dalam negeri, namun banyak

juga stasiun televisi yang menayangkan sinetron dari negara lain dan salah satunya adalah sinetron yang berjudul “Thapki”. Sinetron ini masuk dalam kategori drama yang berasal dari India yang disiarkan oleh stasiun televisi swasta di Indonesia (ANTV). Sejak disiarkan pada

tanggal 15 September 2016 menjadi salah satu sinetron yang digemari oleh masyarakat

Indonesia. 1Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan Thapki sebagai sinetron dari luar

Indonesia dengan kategori drama yang menduduki rating tertinggi dengan 4,3 poin

dibandingkan dengan sinetron Ranfer” dan “Ishani” yang juga berasal dari luar Indonesia. Selain itu film ini juga pernah memakan 3 slot penanyangan dalam sehari, namun akhirnya

pihak ANTV memutuskan untuk memangkasnya menjadi 1 slot saja dengan alasan bahwa

tiga slot penayangan tersebut dikhawatirkan dapat membuat perhatian khalayak beralih pada

program acara lainnya terutama pada sinetron lainnya yang menjadi bagian dari program

(3)

acara di ANTV.

Sinetron ini bercerita tentang seorang gadis cantik bernama Thapki. Ia adalah seorang

gadis yang baik hati dan selalu menghargai serta menghormati dan mentaati apapun yang

diinginkan oleh orang tua untuk dirinya, termasuk untuk dijodohkan. Perjodohan demi

perjodohan yang dilakukan selalu menuai kegagalan. Banyak pria dan juga orang tua mereka

menolak dan membatalkan perjodohan karena mengetahui kondisi Thapki yang ternyata

memiliki kekurangan dalam berbicara (gagap). Namun dengan kesabaran yang dimiliki oleh

Thapki dan orang tuanya, akhirnya ada seorang Pria yang dapat menerima Thapki dengan

tulus hati tanpa memandang kekurangan yang dimilikinya.

Melalui sinopsis singkat sinetron ini, penulis melihat adanya tindakan-tindakan

sebagai bentuk penolakan dan juga penerimaan terhadap seseorang untuk menjadi bagian

dalam lingkup kehidupan sosial dari individu maupun kelompok lainnya, terkhususnya yang

memiliki kekurangan sebagaimana Thapki. Dikarenakan tayangan televisi memiliki pengaruh

terhadap masyarakat, tentunya apa yang diserap masyarakat ketika terus menerus menonton

sinetron ini akan berpengaruh terhadap pola pikir, khususnya membentuk opini mereka untuk

menerima atau menolak seseorang atau kelompok lain yang memiliki kekurangan terutama

secara fisik agar bisa menjadi bagian dalam hidup mereka, terlebih lagi menjadi pasangan

hidup sebagaimana yang dikisahkan lewat sinetron ini.

Apabila di dalam sinetron lebih banyak menampilkan adegan yang mengandung

penolakan, maka akan berdampak negatif bagi penontonnya, karena bukan tidak mungkin

bagi mereka untuk meniru apa yang dilihatnya dalam sinetron. Perfilman di Indonesia

memiliki tendensi memproduksi serta menghadirkan sinetron maupun film populer yang

bersifat komersial, sehingga banyak sinetron ataupun film yang mengesampingkan estetika

dan pesan moral yang hendak disampaikan. Penolakan dan penerimaan sering terjadi karena

faktor senang atau tidaknya, cocok atau tidak cocoknya seseorang atau kelompok terhadap

orang lain maupun kelompok lain, serta dipicu oleh keadaan lingkungan sekitar, namun

melalui perkembangan teknologi yang semakin maju, penolakan dan penerimaan bisa timbul

di tengah masyarakat tidak hanya didorong oleh lingkungan sekitar, tapi juga oleh media

yang saat ini banyak menampilkan hal–hal yang memicu terciptanya suatu tindakan dalam masyarakat (Liliweri, 2011). Hal ini mengartikan bahwa tindakan penolakan maupun

penerimaan terhadap seseorang ataupun kelompok lain dalam masyarakat juga dipicu oleh

(4)

Berdasarkan latar belakang ini, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

representasi tindakan penerimaan dan penolakan terhadap penyandang stutter (gagap) sebagai

pasangan hidup dalam konteks budaya India pada sinetron ini. Sekalipun sinetron ini

merupakan produk India dan ditayangkan di Indonesia, tentunya sinetron ini tidak terlepas

bungkusan budaya yang dikemas melalui simbol-simbol dalam sinetron ini, yang tentunya

kelak dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia yang menonton.

Untuk itu peneliti menggunakan metode analisis semiotik sebagai alat analisis tentang

tanda dan lambang. Penggunaan metode ini didasarkan atas kenyataan bahwa sinetron adalah

suatu bentuk pesan komunikasi. Komunikasi sendiri adalah suatu proses simbolik, yakni

penggunaan lambang-lambang yang diberi makna. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang

digunakan untuk menunjuk atau mewakili sesuatu lainnya berdasar kesepakatan bersama.

Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda

adalah semua hal yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain.

Sesuatu yang lain itu tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat

pada suatu waktu tertentu (Berger 2000).

Sinetron maupun film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu

termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek

yang diharapkan. Hal paling penting dalam sinetron adalah gambar dan suara; kata yang

diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan

musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam sinetron adalah digunakannya

tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Barthes, 2007:53).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tindakan penerimaan dan penolakan sosial terhadap penyandang stutter

sebagai pasangan hidup digambarkan pada film Thapki ?

1.3 Tujuan penelitian

Menjelaskan bagaimana tindakan penerimaan dan penolakan sosial terhadap

penyandang stutter sebagai pasangan hidup digambarkan pada film Thapki.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1.Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah kajian pemikiran bagi

pengembangan ilmu komunikasi terutama berkaitan dengan pengembangan studi

(5)

1.4.2.Manfaat Praktis

Dapat digunakan menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. Selain

itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada khalayak

untuk lebih selektif dalam memilih sinetron/film yang sesuai dengan nilai sosial

budaya yang belaku di tengah masyarakat dan juga bagi dunia perfilman indonesia

Referensi

Dokumen terkait