BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas
permukaan laut, yang di mulai dari bulan Agustus 2015 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai hasil
radiasi sinar gamma Anjasmoro yang merupakan benih generasi ke-3 , dengan
taraf 100 Gy, 200 Gy dan 300 Gy sebagai objek yang diamati, kapur dolomit
sebagai bahan tambahan untuk menggemburkan dan menetralkan pH tanah, pupuk
kandang sebagai tambahan bahan organik, pupuk anorganik (Urea, KCl, TSP),
insektisida untuk mengendalikan hama, fungisida untuk mengendalikan jamur,
dan bahan-bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan adalah cangkul, parang, pacak sampel, handsprayer
sebagai alat aplikasi insektisida dan fungisida, timbangan analitik, gembor,
meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, tali plastik, alat tulis,
kalkulator, kertas label dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan benih M3 Anjasmoro hasil dari perlakuan
iradiasi sinar gamma (I) dengan 3 taraf, yaitu :
P0 = Benih A0(Anjasmorodengan perlakuan kontrol)
P1 = Benih M3A100(Anjasmoro hasil dari perlakuan dosis radiasi 100 Gray)
P2=Benih M3A200(Anjasmoro hasil dari perlakuan dosis radiasi 200 Gray)
Jarak Tanam : 40 cm x 20 cm
Jumlah plot : 16 plot
Ukuran plot : 100 cm x 100 cm
Jarak antar plot : 50 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yij = µ + ρi + αj + Σij
Yij = Hasil pengamatan blok ke-i akibat perbedaan aksesi tanaman jenis ke-j
µ = Nilai tengah
ρi = Efek dari blok ke-i
αj = Efek perbedaan aksesi tanaman dari jenis ke-j
Σij = Galat percobaan dari blok ke-i dan aksesi tanaman jenis ke-j
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam, perlakuan yang nyata
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf α=5% (Steel dan Torrie, 1995).
Heritabilitas σ² G
h² = ---
σ ² P
σ ² G = varians Genotipe
σ ² P = varians Fenotipe
Kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut :
h2 > 0,5 : tinggi
h2 0,2 – 0,5 : sedang
h2< 0,2 : rendah
Koefisien Keragaman Genotipe (KKG)
σ²G = akar kuadrat varians genotipe
X = nilai contoh suatu sifat
Kriteria pembagian koefisiensi keragaman genotipe menurut Murdaningsih (1988
dalam Masnenah, 1997) sebagai berikut :
1. Rendah (KKG = 0 %-6.8%)
2. Agak Rendah (KKG= 6.9 %- 13.6 %)
3. Agak tinggi (KKG = 13.7 %- 22%)
4. tinggi (KKG > 22 %)
Koefisien Keragaman Fenotipe (KKF)
σf = akar kuadrat varians fenotipe
X = nilai contoh suatu sifat
Sedangkan kriteria pembagian koefisiensi keragaman fenotipe sebagai berikut:
1. Rendah (KKF = 0 % -5.4%)
2. Agak Rendah (KKF= 5.5 % - 10.84 %)
3. Agak tinggi (KKF = 10.85 % - 16%)
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan vegetasi gulma,
sampah/kotoran, bebatuan, dan bongkahan kayu. Tempat penelitian dekat dengan
sumber air, bebas mendapat cahaya matahari dan areal tanam tidak tergenang air.
Kemudian dibuat bedengan atau plot dengan ukuran 80 cm x 200 cm, kemudian
dibuat saluran drainase antar plot atau bedengan dengan lebar 50 cm. Bedengan
diolah menggunakan cangkul dan digemburkan pada tahap ke-2 dicampur dengan
kompos .
Penanaman
Benih kedelai M3 dengan 4 taraf, yaitu 0 Gy (Kontrol), 100 Gy, 200 Gy
dan 300 Gy di rendam dalam air selama + 15 Menit. Lubang tanam dibuat dengan
menggunakan tugal sedalam ± 3cm, dengan jarak tanam 40cm x 20cm. Dimana
setiap lubang tanam dimasukkan 1 biji per lubang tanam kemudian ditutupi
dengan kompos atau top soil.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat awal penanaman sesuai dengan dosis
anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 100 kg Urea/ha (0,625 g/lubang tanam),
200 kg TSP/ha (1,25 g/lubang tanam) dan 100 kg KCl/ha (0,625 g/lubang tanam).
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari,
Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membebaskantanaman dari tanaman
pengganggu (gulma).Penyiangan dapat dilakukan dua kali tergantung kondisi,
yaitu padasaat tanaman berumur 2-3 minggu dan 5-6minggu setelah tanam,
tergantung pada keadaangulma.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan jika terjadi serangan, dengan
menyemprotkan insektisida dengan konsentrasi 2 cc/liter air. Sedangkan
pengendalian penyakit dengan menggunakan fungisida dengan dosis 2 cc/liter.
Pengendalian disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Panen
Panen dilakukan dengan cara memetik polong satu persatu dengan
menggunakan tangan. Panen dilakukan pada tanaman yang berumur 76 – 85 hari.
Kriteria panen kedelai ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning
kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran tetapi bukan karena adanya
serangan hama dan penyakit.
Parameter Pengamatan Kehijauan Daun
Pengukuran tingkat Kehijauan daun dilakukan pada saat V5 (masa
vegetatif tertinggi sebelum memasuki fase generatif) dan R6 (masa pementukan
biji penuh dalam polong) dengan menggunakan alat yaitu, klorofil meter.
Umur Tanaman Berbunga (hari)
Pengamatan umurtanaman berbunga diamati tiap tanaman dilakukan
Umur Panen (hari)
Pengamatan umur panen dihitung ketika polong kedelai telah mencapai
warna polong matang 90 % yang ditandai dengan warna kecoklatan pada
polong.
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman kedelai dilakukan hingga titik tumbuh batang
utama pada akhir penelitian dengan menggunakan meteran.
Jumlah Cabang Produktif per Tanaman (cabang)
Cabang yang dihitung adalah cabang yang keluar dari batang utama dan
dilakukan pada saat panen.
Jumlah Polong Berisi per tanaman (polong)
Polong berisi diamati saat panen, dengan cara menghitung polong yang
berisi sempurna pada tiap tanaman.
Jumlah Biji per Polong (biji)
Jumlah biji dihitung dengan cara menghitung banyaknya biji yang terdapat
dalam satu polong, dan biji yang dihitung adalah biji yang berisi sempurna.
Caranya polong dibuka dan biji didalamnya dihitung tiap polong per tanaman.
Bobot 100 Biji (g)
Pengamatan dilakukan setelah panen, bobot dari 100 butir biji kering
ditimbang dari setiap tanaman.
Bobot Biji per Tanaman (g)
Penimbangan dilakukan dengan menimbang seluruh biji per tanaman dari
masing-masing perlakuan pada tanaman sampel dengan menggunakan timbangan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Kehijauan Daun
Hasil pengamatan kehijauan daun beserta analisis sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 6 dan Lampiran 7 diketahui bahwa pada tanaman kedelai
anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi sinar gamma tidak berbeda
nyata terhadap peubah amatan tingkat kehijauan daun pada pengamatan masa
vegetatif (V5), tetapi berbeda nyata pada pengamatan masa gen eratif (R6).
Tabel 1. Rataan pengamatan tingkat kehijauan daun pada masa vegetative
(V5) dan masa generatif (R6) dengan perlakuan
tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5%
Berdasarkan Tabel 1 pengamatan tingkat kehijauan daun pada masa
generatif (R6) dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada A0
(49,36) yang berbeda nyata dengan M3A200 (45,90) yang berbeda nyata
denganM3A100 (44,29) dan M3A300 (43,86) .
Umur Berbunga Tanaman (HST) dan Umur Panen (HST)
Hasil pengamatan umur berbunga tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 8 dan hasil pengamatan umur panen tanaman beserta
analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil sidik ragam
dosis iradiasi sinar gamma berbeda nyata terhadap parameter umur berbunga dan
umur panen tanaman.
Tabel 2. Rataan pengamatan umur berbunga tanaman (HST) dan umur panen tanaman (HST) dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan Umur berbunga (HST) Umur panen (HST)
A0 35,20b 89,25b
M3A100 36,50a 89,95b
M3A200 36,60a 89,80b
M3A300 36,75a 100,05a
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5%
Berdasarkan Tabel 2 pengamatan umur berbunga tanaman dapat dilihat
bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A300 (36,75 HST), M3A200
(36,60 HST), dan M3A100 (36,50 HST) yang berbeda nyata terhadap A0 (35,20).
Sedangkan untuk umur panen tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan
tertinggi terdapat pada M3A300 (100,05 HST) yang berbeda nyata terhadap M3A100
(89,95 HST), M3A200 (89,80 HST) dan M3A0 (35,20 HST).
Tinggi Tanaman (cm) dan Jumlah Cabang Produktif per Tanaman
Hasil pengamatan tinggi tanaman beserta analisis sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 10. Sedangkan hasil pengamatan jumlah cabang tanaman beserta
analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil sidik
ragam diketahui bahwa pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil
perlakuan dosis iradiasi sinar gamma tidak nyata terhadap parameter tinggi
Tabel 3. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang
A0 54,22 4,3c
M3A100 56,63 7,9b
M3A200 54,18 9,7a
M3A300 49,39 6,7b
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5%
Berdasarkan Tabel 3 pengamatan tinggi tanaman dapat dilihat bahwa
perlakuan iradiasi sinar gamma dengan taraf yang berbeda tidak nyata terhadap
tinggi tanaman kedelai anjasmoro. Sedangkan pada pengamatan jumlah cabang
tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (9,7)
yang berbeda nyata terhadap M3A100 (7,9), M3A300 (6,7) dan A0 (4,3) tetapi pada
perlakuan M3A100 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A300.
Jumlah Polong
Hasil pengamatan polong berisi 1 tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui pada
generasi M3 jumlah polong berisi 1, 2, 3,dan 4 berbeda nyata. Rataan jumlah
polong berisi 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan polong berisi tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan polong isi 1 polong isi 2 polong isi 3 polong isi 4
A0 7,6b 36,6c 27,35b 0b
M3A100 9,25b 61,75b 38,9a 0,25ab
M3A200 16,3a 85,65a 42,75a 0,65a
M3A300 8,9b 53,2b 28,2b 0,35ab
Berdasarkan Tabel 4 pengamatan polong berisi 1 tanaman dapat dilihat
bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (16,3) yang berbeda nyata
terhadap M3A100 (9,25), M3A300 (8,9) dan A0 (7,6) tetapi pada perlakuan M3A100
berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A300 dan A0. Pada polong berisi 2
tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200
(85,65) yang berbeda nyata terhadap M3A100 (61,75) dan A0 (36,6) tetapi pada
perlakuan M3A0 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A300. Pada polong
berisi 3 tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada
M3A200 (42,75) yang berbeda nyata terhadap M3A300 (28,2) dan A0 (27,35) tetapi
pada perlakuan M3A200berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A100. Serta
polong berisi 4 tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat
pada M3A200 (0,65) yang berbeda nyata terhadap M3A300 (0,35), M3A100 (0,25),
dan A0 (0) tetapi pada perlakuan M3A300 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
M3A100.
Jumlah Polong Per Tanaman
Hasil pengamatan jumlah polong per tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 16. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa
pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi
sinar gamma berbeda sangat nyata terhadap parameter jumlah polong per
Tabel 5. Rataan jumlah polong per tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan Rataan jumlah polong per tanaman
A0 71,55c
M3A100 110,15b
M3A200 145,4a
M3A300 90,65c
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5%
Berdasarkan Tabel 5 pengamatan bobot biji tanaman dapat dilihat bahwa
rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (145,4) yang berbeda nyata
terhadap M3A100 (110,15), M3A300 (90,65), dan A0 (75,55) tetapi pada perlakuan
M3A300 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A0.
Jumlah Biji per Polong (biji)
Hasil pengamatan biji polong berisi 1 tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui pada
generasi M3 jumlah biji 1, 2, 3,dan 4 berbeda nyata. Rataan jumlah biji 1, 2, 3 dan
4 dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 6. Rataan biji polong berisi tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan jumlah biji
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5%
Berdasarkan Tabel 6 pengamatan biji polong berisi 1tanaman dapat dilihat
terhadap M3A100 (8,8), M3A300 (8,2), dan A0 (7,6) tetapi pada perlakuan M3A300
berbeda tidak nyata terhadap perlakuan M3A100 dan A0. Pada biji polong berisi 2
tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200
(148,95) yang berbeda nyata terhadap M3A100 (108,65), M3A300 (81,35), dan A0
(60,55) tetapi pada perlakuan M3A100 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
M3A300. Padabiji polong berisi 3 tanaman dapat dilihat bahwa rataan perlakuan
tertinggi terdapat pada M3A200 (101,6) yang berbeda nyata terhadap A0 (68,95)
dan M3A300 (56) tetapi pada perlakuan M3A200 berbeda tidak nyata terhadap
perlakuan M3A100 dan perlakuan A0 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
M3A300. Dan padabiji polong berisi 4 tanaman dapat dilihat bahwa rataan
perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (1,7) yang berbeda nyata terhadap
M3A300 (0,8), M3A100 (0,65), dan A0 (0) tetapi pada perlakuan M3A300 berbeda
tidak nyata terhadap perlakuan M3A100.
Jumlah Biji Per Tanaman
Hasil pengamatan jumlah biji per tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 21. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa
pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi
sinar gamma berbeda sangat nyata terhadap parameter jumlah biji per tanaman.
Tabel 7. Rataan jumlah biji per tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan Rataan jumlah biji per tanaman
A0 137,1c
M3A100 214,1b
M3A200 268,05a
M3A300 146,35c
Berdasarkan Tabel 7 pengamatan bobot biji tanaman dapat dilihat bahwa
rataan perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (268,05) yang berbeda nyata
terhadap M3A100 (214,1), M3A300 (146,35), dan A0 (137,1) tetapi pada perlakuan
M3A300 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A0.
Bobot Biji per Tanaman
Hasil pengamatan bobot biji tanaman beserta analisis sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 22. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pada
tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi sinar
gamma berbeda sangat nyata terhadap parameter bobot biji.
Tabel 8. Rataan bobot biji per tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan Rataan bobot biji / tanaman
A0 24,5c
M3A100 35,01b
M3A200 43,76a
M3A300 27,275c
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5%
Dari Tabel 8 pengamatan bobot biji tanaman dapat dilihat bahwa rataan
perlakuan tertinggi terdapat pada M3A200 (43,7) yang berbeda nyata terhadap
M3A100 (35,01), M3A300 (27,275), dan A0 (24,5) tetapi pada perlakuan M3A300
berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A0.
Bobot 100 Biji
Hasil pengamatan bobot 100 biji tanaman beserta analisis sidik ragam
dapat dilihat pada Lampiran 23. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa
pada tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil perlakuan dosis iradiasi
Tabel 9. Rataan bobot 100 biji tanaman dengan perlakuan tanaman kedelai anjasmoro turunan ketiga hasil iradiasi sinar gamma.
Perlakuan Rataan bobot 100 biji tanaman
A0 14,1055
M3A100 16,6
M3A200 16,185
M3A300 15,27
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5%
Berdasarkan Tabel 9 pengamatan bobot 100 biji tanaman dapat dilihat
bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma dengan taraf yang berbeda tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai anjasmoro.
Parameter Genetik
Tabel 10. Variabilitas genetik (σ²g), variabilitas fenotipe (σ²p), koefisien variabilitas genetik (KKG), koefisien variabilitas fenotipe (KKF), dan nilai duga heritabilitas arti luas kehijauan daun (R6) 39,858 41,592 13,769at 14,065at 0,958t Umur Berbunga 3,195 3,415 4,929r 5,096ar 0,936t Umur Panen 178,501 180,293 14,481at 14,553at 0,990t Tinggi Tanaman 34,251 61,390 10,917ar 14,615at 0,558t Jumlah Cabang 32,315 34,200 79,505t 81,791t 0,945t Jumlah polong Berisi 1 88,246 103,894 89,253t 96,844t 0,849t Jumlah polong Berisi 2 2627,436 2784,056 86,439t 88,978t 0,944t Jumlah polong Berisi 3 360,522 395,722 55,357t 57,996t 0,911t Jumlah polong Berisi 4 0,311 0,482 178,356t 222,151t 0,645t Jumlah Polong per
Tanaman 6318,184 6627,204 76,110t 77,949t 0,953t Jumlah biji polong 1 82,911 97,867 90,154t 97,948t 0,847t Jumlah Biji polong 2 9240,590 9722,194 96,248t 98,725t 0,950t Jumlah Biji polong 3 2848,217 3153,415 66,183t 69,639t 0,903t Jumlah Biji polong 4 2,286 3,271 192,007t 229,656t 0,699t Jumlah Biji per
Tanaman 24011,967 25263,344 80,960t 83,043t 0,950t Bobot Biji per Tanaman 466,725 498,476 66,196t 68,410t 0,936t Bobot 100 Biji per
Pembahasan
Berdasarkaan hasil penelitian menunjukkan bahwa kehijauan daun pada fase
V5 tertinggi terdapat pada perlakuan 200 Gy (39,67) berbeda nyata dengan
perlakuan 300 Gy (37,61). Sedangkan kehijauan daun pada fase R6 tertinggi
terdapat pada perlakuan 0 Gy (49,36) berbeda nyata dengan perlakuan 300 Gy
(43,86). Terjadi penurunan tingkat kehijauan daun pada tanaman yang di irradiasi
dari fase V5 ke fase R6, sedangkan tanaman tanpa iradiasi mengalami peningkatan.
Muhuria (2006) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara klorofil total
dengan tingkat kehijauan, semakin hijau suatu helaian daun kandungan
klorofilnya akan semakin tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur berbunga tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan 300 Gy (36,75) berbeda nyata dengan perlakuan
0 Gy (35,2). Umur berbunga tanaman dosis 0 Gy lebih cepat dibandingkan dengan
populasi tanaman dosis 100 Gy, 200 Gy dan 300 Gy. Hal ini dikarenakan umur
berbunga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Semakin tinggi dosis
iradiasi sinar gamma yang diberikan menyebabkan umur berbunga tanaman
semakin lama. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Khan dan Tyagi
(2013) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman akan terhambat dan
menurun seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi yang diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa umur panen tertinggi
terdapat pada perlakuan 300 Gy (100,05) berbeda nyata dengan perlakuan 0 Gy
(89,25). Hal ini dikarenakan dosis radiasi yang diberikan pada benih kedelai
menyebabkan terjadinya mutasi dan memperpanjang umur panen sehingga
dipengaruhi oleh sifat genetik dan juga faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan
literatur Iqbal et al. (2007) yang menyatakan karakter umur panen dikendalikan
oleh adanya pengaruh aditif dan keturunan yang diperoleh dari induknya.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan tinggi tanaman
antara perlakuan 0 Gy (54,22cm) dengan perlakuan 300 Gy (49,395cm). Semakin
tinggi dosis irradiasi yang diberikan mengakibatkan penurunan tinggi tanaman
pada tanaman kedelai yang dihasilkan, diduga dosis irradiasi yang berlebihan
menyebabkan jaringan yang berperan pada pertumbuhan tanaman menjadi rusak.
Hal ini sesuai dengan penelitian Wegadara (2008) yang menyatakan bahwa
terhambatannya tinggi tanaman yang dihasilkan terjadi seiring dengan
meningkatnya dosis irradiasi jika dibandingkan dengan tanaman kontrol. Dosis
yang tinggi dapat menghambat tinggi tanaman karena banyak sel atau jaringan
tanaman yang rusak.
Berdasarkan penelitin yang telah dilakukan terdapat jumlah cabang primer
produktif tertinggi terdapat pada perlakuan 200 Gy (9,7) berbeda nyata dengan
perlakuan 0 Gy (4,3). Iradiasi meningkatkan jumlah cabang produktif dengan
dosis optimal pada 200 Gy. Hal ini sejalan dengan Khan dan Tyagi (2013) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan maka
pertumbuhan jumlah cabang akan semakin padat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah polong berisi
total meningkat dengan adanya iradiasi, rataan tertinggi terdapat pada populasi
200 Gy (128,88). Hal ini dikarenakan benih yang diberikan iradiasi sinar gamma
dengan dosis tertentu dapat membuat produktivitas tanaman meningkat
(2010) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan produksi jumlah polong
akibat iradiasi sinar gamma yang mencapai 15 - 23% dari populasi kontrol.
Pemberian dosis terlalu tinggi juga akan menyebabkan produksi polong per
tanaman semakin menurun.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah biji total per
tanaman yang diberikan iradiasi sinar gamma menunjukkan hasil yang positif,
dimana ada beberapa tanaman yang mengalami peningkatan produksi. Rataan
tertinggi terdapat pada dosis iradiasi 200 Gy (236,76) berbeda sangat nyata
dengantanpa iradiasi. Seperti yang dikemukakan oleh Suryowinoto (1987) yang
mengatakan bahwa penggunaan energi seperti sinar gamma pada tanaman akan
memberikan pengaruh yang baik di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis
radiasi sinar gamma dengan dosis yang tepat diperoleh tanaman yang mempunyai
sifat-sifat yang seperti hasil tinggi, umur pendek, tahan terhadap penyakit.
Berdasarkan hasil analisis pada karakter bobot biji per tanaman rataan
tertinggi terdapat pada dosis iradiasi 200 Gy (43,76) dan bobot 100 biji
menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma tidak berbeda nyata dengan tanpa
iradiasi. Hal ini dapat dilihat dari ukuran biji yang dihasilkan pada tanaman
iradiasi lebih besar, sehingga bobot yang dihasilkan akan semakin berat.
Peningkatan yang sama juga terjadi pada tanaman M1 yang diteliti oleh Tah
(2006), dimana peningkatan jumlah polong akibat adanya iradiasi sinar gamma
mencapai 15-23% dan mencapai jumlah maksimum pada dosis iradiasi 30 Krad.
Berdasarkan hasil analisis pada populasi tanaman 100 Gy memiiki nilai
KKG tertinggi terdapat pada parameter tinggi tanaman dan nilai KKF tertinggi
KKG tertinggi terdapat pada parameter jumlah polong berisi empat dan nilai KKF
tertinggi terdapat pada parameter jumlah polong berisi empat. Sedangkan pada
populasi 300 Gy nilai KKG tertinggi terdapat pada parameter berat 100 biji dan
nilai KKF tertinggi terdapat pada parameter jumlah biji polong berisi empat. Ini
menandakan adanya variasi yang timbul pada populasi tanaman mutasi yang
berasal dari genotip individu anggota populasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Mangoendidjojo (2003) yang menyatakan bahwa perbedaan kondisi lingkunga
memberikan kemungkinan mmunculnya variasi yang akan menentukan
penampilan akhir tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada
populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi
tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu
anggota populasi.
Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa nilai heritabilitas kriteria
tinggi (>50%)pada dosis iradiasi 100 Gy pada parameter kehijauan daun fase
R6,pada dosis 200 Gy seluruh parameter kecuali parameter kehijauan daun fase V5
dan bobot 100 biji, sertadosis 300 Gyseluruh parameter kecuali jumlah polong
berisi 1,2,3,dan 4, jumlah biji polong berisi 1,2,3,dan 4. Heritabilitas tinggi
menunjukkan bahwa variabilitas genetik besar dan variabilitas lingkungan kecil.
Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa heritabilitas tinggi dikatakan bila h2
>50% dikatakan sedang bila h2 terletak antara 20%-50% dan dikatakan rendah bila
h2 < 20%. Knight (1979) menyatakan bahwa nilai heritabilitas tinggi menunjukkan
bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai heritabilitas yang beragam
baik positif dan negatif. Terdapat juga nilai heritabilitas yang rendah yaitu negatif.
Ini menandakan bahwa faktor lingkungan lebih besar dibandingan dengan factor
genetik. Populasi tanaman dengan sifat-sifat heritabilitas tinggi memungkinkan
dilakukan seleksi, sebaliknya dengan heritabilitas rendah masih harus dilihat
tingkat rendahnya, yakni bila terlalu rendah (hampir mendekati nol), berarti tidak
akan banyak berguna bagi pekerjaan seleksi tersebut. Menurut Makmur (1985),
besaran nilai heritabilitas dapat digunakan untuk menentukan apakah seleksi yang
dilakukan terhadap suatu sifat dari populasi tanaman pada lingkungan tertentu
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Populasi generasi ke 3 (M3) tanaman kedelai anjasmoro yang diberi
penyinaran 200 gy menunjukkan perbedaan produksi yang nyata terhadap
populasi lainnya.
2. Populasi generasi ke 3 (M3) tanaman kedelai anjasmoro yang diberi
penyinaran 100 gy menunjukkan perbedaan yang nyata pada karakter
kehijauan daun (R6) terhadap populasi lainnya.
3. Seluruh populasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada karakter
kehijauan daun (V5).
4. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa nilai KKG dan KKF tinggi
terdapat pada karakter jumlah cabang produktif, jumlah polong dan jumlah
biji 1, 2, 3, dan 4; jumlah polong dan jumlah biji per tanaman serta bobot biji
per tanaman sedangkan pada karakter bobot 100 biji nilai KKF juga memiliki
kriteria tinggi meskipun kriteria KKG agak rendah.
5. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa nilai duga heritabilitas pada
hampir keseluruhan karakter memiliki kriteria tinggi kecuali pada karakter
bobot 100 biji per tanaman memiliki kriteria rendah serta pada karakter
tingkat kehijauan daun dengan kriteria sedang.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik
individu M4 tanaman kedelai (Glycine max L. (Merrill)) berdasarkan tingkat