BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain kuasi eksperimental
(uji sebelum dan sesudah perlakuan). Pada penelitian ini akan diperiksa
ekspresi IL–5 pada polip hidung sebelum dan sesudah pemberian metilprednisolon oral.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen T.H.T.K.L. dan Departemen
Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan periode April
2015-November 2015
3.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Pengambilan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita polip hidung berdasarkan
hasil biopsi histopatologi dari Departeman Patologi Anatomi yang datang
berobat ke Divisi Rinologi Departemen T.H.T.K.L. RSUP H. Adam Malik
Medan dan mendapatkan terapi metilprednisolon oral selama 20 hari.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian pada penelitian ini adalah penderita dengan
diagnosis polip hidung dan mendapatkan terapi metilprednisolon oral
selama 20 hari dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel yaitu
sebanyak 17 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria Inklusi:
1. Penderita yang didiagnosis polip hidung
2. Penderita yang bebas kortikosteroid minimal 10 hari dan bebas
3. Bersedia meminum obat metilprednisolon oral selama 20 hari.
4. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan setelah penjelasan.
Kriteria Eksklusi:
1. Ibu hamil dan menyusui
2. Penderita yang tidak kembali setelah terapi
3. Jaringan rusak
3.3.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling.
3.3.4 Besar sampel
Penentuan jumlah minimal sampel berdasarkan pengamatan
pendahuluan dengan menggunakan rumus:
n ≥ Z2α. P (1 - P)
d2 Keterangan:
n : jumlah sampel
Z : nilai standar distribusi statistik pada kesalahan tertentu α Error 0,05 = 1,96.
P : Proporsi IL-5 pada penderita polip hidung = 90,9% = 0,909 (Rui, et
al., 2002)
d : tingkat akurasi nilai estimasi dengan nIlai sebenarnya = 15 % =
0,15
n ≥ (1, 96)2. 0,909 ( 1 - 0,909 )
( 0,15)2 n ≥ 14,12 =15
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti yaitu : Skor total stadium polip, Ekspresi IL-5.
3.5 Definisi Operasional
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabua-abuan dimana diagnosa
ditegakkan secara histopatologi oleh dokter spesialis patologi anatomi.
Jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis
yaitu:
a. Laki-laki
b. Perempuan
Umur adalah usia yang dihitung dalam tahun dan perhitungannya
berdasarkan kalender masehi.
Stadium polip adalah ukuran polip yang dinilai dengan nasoendoskopi
menurut ketentuan Mackay and Lund, 1995.
Kondisi Polip Stadium Skor
Polip yang massif (memenuhi rongga hidung) 3 3
Penentuan stadium sebelum terapi dilakukan setelah polip di biopsi.
Sementara stadium setelah terapi ditentukan sebelum biopsi kedua
dilakukan.
Skor total stadium polip hidung merupakan hasil penjumlahan skor
polip hidung kanan dan kiri.
Metilprednisolon adalah anti inflamasi yang luas yang digunakan
secara oral atau injeksi. Metilprednisolon yang digunakan adalah
metilprednisolon oral selama 20 hari dengan dosis dimulai dari 64 mg
Hari 1-5 : metilprednisolon 2 x 32 mg.
Hari 6-10 : metilprednisolon 2 x 16 mg.
Hari 11-15 : metilprednisolon 2 x 8 mg.
Hari 16-20 : metilprednisolon 2 x 4 mg.
Penggunaan metilprednisolon menurut literatur, maksimal selama 3
minggu (21 hari) (Fergusson & Orlandi, 2006). Peneliti menggunakan
metilprednisolon selama 20 hari untuk memudahkan pembagian obat
tersebut. Peneliti sebelumnya di RSUP. H. Adam Malik Medan
(Sembiring, 2014) juga menggunakan metilprednisolon selama 20 hari
dan tidak dijumpai adanya efek samping. Penurunan dosis
setengahnya setiap 5 hari sekali mengacu pada penelitian yang
pernah dilakukan oleh Bachert et al (2005) di Belgia.
Interleukin-5 adalah salah satu sitokin yang berperan dalam proses
inflamasi. IL-5 berperan dalam diferensiasi, maturasi dan mencegah
apoptosis eosinofil yang sangat banyak terdapat pada polip hidung.
Ekspresi IL-5 adalah pewarnaan immunohistokimia dengan hasil
pulasan warna coklat pada inti dan sitoplasma sel-sel epitel polip
hidung. Penilaian imunoreaktifitas IL-5 dinilai dengan mengalikan hasil
skor luas dengan skor intensitas, sehingga didapatkan skor
imunoreaktif IL-5.
Skor Intensitas (Intensitas pewarnaan) IL-5 dinilai:
1 : lemah
2 : sedang
3 : kuat.
Skor luas (Tingkat pewarnaan) IL-5 dinilai:
0 : berarti negatif
1 : pewarnaan positif < 10% jumlah sel
2 : pewarnaan positif 10-50% jumlah sel
Menurut persentase area pewarnaan positif dibandingkan dengan
keseluruhan area polip hidung pada 1-3 lapang pandang (LP) yang
dinilai.
Skor intensitas dan skor luas dikalikan untuk memperoleh skor akhir
(skor imunoreaktif)(Tan & Putti, 2005).
- Hasil ukur : 0 – 9
3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa peralatan sebagai berikut:
1. Status penelitian
2. Sistem visualisasi immunohistokimia (Envision kit), mesin
pemotong jaringan (microtome), sIlanized slide, mikroskop cahaya
(Olympus CX-21).
3.6.2 Bahan penelitian
1. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jaringan polip hidung dalam bentuk blok parafin yang dibuat
sebelum dan sesudah mendapat terapi metilprednisolon oral.
Bahan jaringan diperiksa secara imunohistokimia dengan menilai
imunoreaktifitas IL-5.
2. Untuk pemeriksaan hispatologi
Formalin 10%, blok parafin, aqua destIlata, hematoxyllin-eosin.
3. Untuk pemeriksaan immunohistokimia Xylol, alkohol absolut,
alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, H202 0,5% dalam
methanol, Phosphat Buffer Saline (PBS), antibodi IL-5 (The
Envision+Dual link system dariDako®), antibodisekunder, Envision,
Choromogen Diamino Benzidine (DAB). Lathium Carbonat jenuh,
3.6.3 Prosedur kerja pewarnaan imunohistokimia IL-5
1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit
2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alkohol 96%, Alkohol 80%,
Alkohol 70%)
@ 4 menit
3. Cuci dengan air mengalir 5 menit
4. Masukkan slide ke dalam PT Santa cruz Retrieval : set
up Preheat 65°C, Running time 98°C selama 15 menit.
± 1 jam
5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline
(TBS) pH 7,4
5 menit
6. Blocking dengan peroxidase block 5-10 menit
7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit
8. Blocking dengan Normal Horse Serum (NHS)
3%
15 menit
9. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit
10. Inkubasi dengan Antibodi IL-5 dengan pengenceran
1:40
1 jam
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 /Tween
20
5 menit
12. Santacruz Real Envision Rabbit/Mouse 30 menit
13. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS)
pH 7,4 / Tween 20
5-10 menit
14. DAB+Substrat Chromogen solution dengan
pengenceran 20 µL DAB : 1000 µL substrat (tahan 5
hari di suhu 2-8°C setelah dicampur)
5 menit
15. Cuci dengan air mengalir 10 menit
16. Counterstain dengan Hematoxylin 3 menit
17. Cuci dengan air mengalir 5 menit
18. Lithium carbonat (5% dlm aqua) 2 menit
19. Cuci dengan air mengalir 5 menit
20. Dehidrasi (Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol Absolute) @5 menit
21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @5 menit
3.7 Kerangka Kerja
3.8 Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari
pemeriksaan langsung ekspresi IL-5 polip hidung, sebelum dan sesudah
mendapat terapi metIlprednisolon oral dengan pemeriksaan
imunohistokimia.
Massa di rongga hidung
Biopsi
Polip hidung Non Polip hidung
Pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat ekspresi IL-5
Terapi metilprednisolon oral selama 20 hari
Pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat ekspresi IL-5 Eksklusi
Data diproses dengan SPSS Biopsi
Tentukan stadium
3.9 Cara Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh akan diolah dan dianalisis dengan
menggunakan SPSS Statistics. Analisis univariat dilakukan untuk
memperoleh nilai rata-rata hitung dan standar deviasi untuk tiap kelompok
penelitian sehingga dapat diketahui deskripsi masing-masing variabel
dalam penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan
antara variabel independen terhadap variabel dependen, menganalisis
kesetaraan antara masing-masing kelompok dan mengetahui perbedaan
(penurunan) yang terjadi pada masing-masing kelompok setelah diadakan
intervensi. Untuk menganalisis perbedaan atau penurunan pada
masing-masing kelompok penelitian ini digunakan uji t-independent bila data
terdistribusi normal, atau uji Wilcoxon Signed Rank bila data tidak
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik
Medan. Biopsi dilakukan sebelum dan sesudah penderita mendapat terapi
dengan metilprednisolon oral. Ekspresi IL-5 pada polip hidung diperiksa di
laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Medan dengan tehnik pewarnaan imunohistokimia dengan
menggunakan antibodi poliklonal IL-5 untuk menilai pulasan sitoplasma
yang berwarna coklat. Penilaian dilakukan oleh seorang dokter spesialis
Patologi Anatomi dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Dari 20
subjek yang mendapat terapi metilprednisolon oral tersebut semua
memenuhi kriteria untuk subjek penelitian, akan tetapi ada 3 orang tidak
datang kembali untuk biopsi kedua sehingga dinyatakan drop out.
4.1 Hasil Penelitian
Dari tabel 4.1 dapat dilihat penderita laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan, yaitu 11 (64.7%) penderita. Kelompok umur
terbanyak adalah ≥ 40 yaitu 9 (52,9%) penderita. Ukuran polip hidung sesuai dengan pembagian menurut Lund Mackay sebelum terapi
metilprednisolon oral lebih banyak pada derajat 2 kanan (58,8%), kiri
(70,6%), dan setelah terapi metilprednisolon oral ukuran polip hidung lebih
Tabel 4.1 Karakteristik Penderita Polip Hidung
Tabel 4.2 Nilai Rerata Skor Total Stadium Polip Hidung Sebelum dan
Setelah Terapi Metilprednisolon Oral.
Variabel Sebelum Setelah
p Rerata SD Rerata SD
Skor total stadium
polip hidung
3,88 1,054 2,47 1,375 0,001*
* Uji Wilcoxon Signed Rank
Berdasarkan tabel di atas dijumpai perbedaan yang bermakna
(p<0,05) dari nilai rata-rata skor total stadium polip hidung pada penderita
polip hidung, sebelum (3,88+1,054) dan setelah terapi metilprednisolon
oral (2,47+1,375).
Gambar 4.2 Ekspresi IL-5 Sebelum dan Setelah Terapi Metilprednisolon
Tabel 4.3 Nilai Rerata Ekspresi IL-5 pada Polip Hidung Sebelum dan
Setelah Terapi Metilprednisolon Oral.
Variabel Sebelum Setelah
p Rerata SD Rerata SD
Ekspresi IL-5 4,59 2,181 3,00 1,369 0,021*
*Uji Wilcoxon Signed Rank
Berdasarkan tabel di atas dijumpai perbedaan yang bermakna
(p<0,05) dari nilai rerata ekspresi IL-5 pada penderita polip hidung,
sebelum (4,59+2,181) dan setelah terapi metilprednisolon oral (3,00
+1,369). Hal ini menunjukkan metilprednisolon oral berpengaruh dalam
menurunkan sel-sel radang.
A B
Gambar 4.3 Pewarnaan imunohistokimia IL-5 dengan pembesaran 400x A. Ekspresi IL-5 sebelum terapi, B. Ekspresi IL-5 setelah terapi
Keterangan:
Ekspresi IL-5 dilihat melalui pemeriksaan imunohistokimia (Gambar 4.3). Kelompok
sebelum terapi metilprednisolon (Gambar 4.3 A) tampak pewarnaan coklat pada eosinofil
lebih banyak yang menunjukkan ekspresi IL-5 yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
setelah terapi metilprednisolon (Gambar 4.3 B) yang ditandai berkurangnya pewarnaan
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan perubahan ekspresi IL-5
setelah pemberian metilprednisolon oral selama 20 hari. Penelitian ini
menggunakan sampel penelitian sebanyak 17 penderita polip hidung yang
didapatkan dari biopsi terhadap penderita polip hidung di poliklinik THT-KL
RSUP.H. Adam Malik Medan.
Pada penelitian ini dari 17 sampel yang didapat menunjukkan lebih
banyak laki-laki dibanding perempuan yaitu 2:1. Pada kategori umur
penderita polip hidung diperoleh paling banyak pada kelompok umur ≥ 40 (52,9%). Pengelompokan penderita menjadi dua kelompok didasarkan
atas kecenderungan peningkatan insiden polip hidung menurut penelitian– penelitian yang telah ada sebelumnya. Haro et al (2009) di Brazil
melaporkan penderita polip hidung laki-laki dan perempuan memiliki
proporsi yang hampir sama dengan perbandingan 1,2:1 dengan usia
rata-rata 40,8 tahun. Ahmad dan Ayeh (2012) di Iran melaporkan penderita
polip hidung perempuan lebih banyak dari laki-laki dengan usia rata-rata
39,5 tahun. Syuhada et al (2016) di Malaysia melaporkan penderita polip
hidung, laki-laki dibandingkan perempuan 2:1 dengan usia rata-rata 55,3
tahun. Arif et al (2014) di Makasar melaporkan penderita polip hidung
laki-laki dibanding perempuan 65% dan 35% dimana usia terbanyak 20-40
tahun dan 40-60 tahun. Tikaram dan Prepagerah di Malaysia melaporkan
dari 80 penderita polip hidung dijumpai laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan dengan usia rata-rata 64 tahun. Munir (2005) juga melaporkan
bahwa laki-laki lebih banyak menderita polip hidung (65%) dibandingkan
perempuan (35%). Dewi (2011) di RSUP.H. Adam Malik Medan
melaporkan laki-laki dan perempuan menderita polip hidung pada proporsi
yang hampir sama, masing-masing 51,2% dan 48,8%. Menurut penelitian
Farrukh et al (2014) penderita polip hidung dijumpai penderita laki- laki
Ferguson dan Orlandi (2006) mengatakan bahwa kejadian polip hidung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan terbanyak pada usia 50
tahun ke atas. Polip hidung jarang dijumpai pada usia kurang dari 20
tahun. Berdasarkan jenis kelamin frekuensi laki-laki lebih banyak daripada
perempuan (Bachert & Robillard, 2005). Hal ini dikarenakan laki - laki lebih
sering terpapar polusi atau oleh zat- zat yang berisiko dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas, seperti rokok,
lingkungan kerja. Faktor ini yang mungkin berhubungan dengan kejadian
lebih banyaknya penderita polip laki – laki dibandingkan perempuan (Mudassir, 2012).
Pada penelitian yang kami lakukan dijumpai laki-laki lebih banyak
daripada perempuan karena pada saat penelitian ini dilakukan terbanyak
penderita yang datang adalah jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Dimana pekerjaannya bekerja di luar rumah sehingga lebih
banyak terpapar debu dan polusi.
Pada penelitian ini ukuran polip hidung sesuai dengan pembagian
menurut Mackay and Lund sebelum terapi metilprednisolon lebih banyak
pada derajat 2 dan setelah terapi metilprednisolon derajat 1 pada kedua
hidung. Nilai rerata skor total stadium polip hidung sebelum dan setelah
terapi metilprednisolon oral dijumpai penurunan yang bermakna dari sebelum
(3,88 + 1,054) dan setelah terapi metilprednisolon oral (2,47 + 1,375). Hal ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya. Hisaria et al (2006) melaporkan
pemberian 50 mg/hari prednison selama 14 hari tanpa tappering off
menunjukkan perbaikan yang signifikan dibandingkan placebo. Perbaikan
yang dinilai antara lain MRI, skor endoskopi dan ukuran polip. Sanchez et
al (2006) melaporkan pemberian 16 mg metilprednisolon oral selama 7
hari tanpa tappering off. Dijumpai penurunan yang signifikan dari ukuran
polip hidung, perbaikan gejala hidung dan anosmia dibandingkan plasebo.
Mahmud et al (2011) melaporkan penelitian pada 48 penderita polip
hidung. Penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, dimana kelompok I
dilakukan polipektomi tanpa didahului pemberian kortikosteroid oral
sebelum operasi dan diikuti dengan kortikosteroid semprot hidung setelah
operasi selama 3 bulan. Dijumpai kekambuhan pada penderita polip pada
kelompok I lebih tinggi dibanding kelompok II. Pemberian kortikosteroid
oral sebelum operasi yang diikuti kortikosteroid topikal setelah operasi
menurunkan angka kekambuhan penderita polip hidung.
Kirstesakul et al (2012) melaporkan pemberian 50 mg/hari prednisolon
oral selama 14 hari. Penelitian ini menunjukkan efek positif dari terapi
jangka pendek kortikosteroid dalam memperbaiki gejala di hidung, ukuran
polip, aliran udara hidung. Namun penderita dengan ukuran polip yang
besar dengan sekret mukopurulen dari meatus media atau superior lebih
cenderung memberi hasil yang jelek. Pada penelitian ini di laporkan
pemberian steroid topikal selama 10 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk
menyelidiki apakah terapi inisial dengan prednisolon oral jangka pendek
akan lebih mudah untuk meningkatkan efikasi terapi steroid topikal dalam
penatalaksanaan polip hidung.
Al-Husban et al (2010) melaporkan penelitian pada 60 penderita polip
hidung. Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I 30
penderita polip hidung diterapi dengan polipektomi endoskopi tanpa terapi
oral steroid sebelum operasi dan tanpa terapi lokal steroid setelah operasi.
Kelompok II 30 penderita polip hidung yang diterapi dengan polipektomi
endoskopi ditambah terapi steroid oral sebelum operasi dengan 60 mg
prednisolon perhari yang dibagi menjadi 4 dosis. Dan setelah operasi
diterapi dengan steroid semprot Mometason furoat 100 microgram pada
masing-masing hidung dua kali sehari selama satu bulan. Semua pasien
diikuti selama setahun dan dinilai secara endoskopi pada bulan ke 3,6 dan
12 bulan. Dijumpai penurunan angka kekambuhan pada kelompok yang
diterapi steroid oral jangka pendek yang diikuti pemberian steroid
semprot. Kortikosteroid jangka pendek yang diberikan sebelum operasi
sangat memudahkan tindakan bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF)
dengan menurunkan ukuran polip hidung. Angka kekambuhan pada
penderita polip setelah BSEF mungkin dikarenakan reaksi inflamasi yang
topikal setelah operasi menekan reaksi ini dan memperbaiki keadaan
epitel normal pada mukosa hidung. Epitel normal ini merupakan
pertahanan lokal dari mukosa hidung.
Benitez et al (2006) melaporkan pemberian prednison 30mg/hari yang
di tappering off selama 2 minggu dan diikuti budesonid selama 12 minggu.
Setelah 2 minggu dijumpai pengurangan yang signifikan dari gejala,
ukuran polip hidung, dan rinomanometri dibandingkan kontrol. Setelah 12
minggu terapi kortikosteroid topikal dijumpai perbaikan dari hasil CT-Scan
pada kelompok yang diterapi kortikosteroid. Kowalski (2011) melaporkan
pemberian 25mg/hari prednisolon selama 2 minggu menunjukkan
penurunan ukuran polip hidung secara bermakna dibanding plasebo.
Sieskiewiez et al (2006) melaporkan pemberian 30 mg/hari prednison
selama 5 hari dibandingkan dengan yang tidak diterapi. Dijumpai
perbaikan yang signifikan pada lapangan operasi dan pengurangan waktu
operasi pada kelompok yang menerima terapi steroid sebelum operasi.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dari kehilangan darah pada kedua
kelompok. Giordano et al (2009) melaporkan eveluasi pada 40 penderita
rinosinusitis dengan polip yang akan menjalani bedah sinus endoskopi
fungsional yang diterapi steroid oral dibandingkan dengan penderita yang
tidak mendapat terapi sebelum oprerasi. Penderita diterapi dengan 1
mg/kgbb/hari selama 7 hari sebelum operasi. Penderita yang menerima
steroid oral mengalami pengurangan waktu operasi yang signifikan.
Terapi polip masih dalam perdebatan. Terapi polip hidung merupakan
kombinasi terapi medikamentosa dan operasi tergantung keadaan
penderita. Umumnya penderita diterapi medikamentosa sebagai terapi
awal sebelum dilakukan prosedur pembedahan. Tujuan dari terapi
medikamentosa adalah untuk mengurangi ukuran polip sehingga
memperbaiki sumbatan hidung, memperbaiki drainage, memperbaiki
fungsi penciuman dan perasa. Meskipun polip hidung merupakan penyakit
kronis dan sering dibutuhkan prosedur pembedahan pada follow up
jangka panjang. Ditemukan 85% pasien mengalami polip persisten
terapi medikamentosa untuk polip hidung. Kortikosteroid sistemik
dipertimbangkan sebagai terapi yang efektif untuk menurunkan inflamasi
mukosa dan menekan respon imun melawan iritan dan bakteri dari
lingkungan. Kortikosteroid dapat mencapai daerah hidung dan sinus
sehingga lebih baik dalam memperbaiki penciuman (Sanchez, et al.,
2006). Metilprednisolon oral sebelum operasi memfasilitasi tindakan
bedah sinus endoskopi fungsional dengan cara mengurangi ukuran polip.
Hal ini merupakan efek dari antiinflamasi yang mengakibatkan
berkurangnya sel-sel radang.
Pada penelitian ini dijumpai penurunan yang bermakna dari nilai
rata-rata ekspresi IL-5 pada penderita polip hidung sebelum (4,59 + 2,181) dan
setelah terapi metilprednisolon oral (3,00 + 1,369).
Beberapa penelitian menunjukkan persamaan dengan hasil penelitian
ini. Zele et al (2010) melaporkan penurunan konsentrasi eosinofil dan IL-5
pada penderita polip hidung setelah mendapat terapi metilprednisolon oral
selama 20 hari. Kortikosteroid oral mempunyai efek yang ampuh pada
konsentrasi eosinofil di pembuluh darah perifer, dimana levelnya menurun
drastis pada minggu awal terapi (Zele, et al., 2010). Woodworth et al
(2015) mengevaluasi gejala klinis pada penderita polip yang diterapi
dengan prednisolon dengan dosis terbagi yaitu 60mg/hari selama 3 hari,
40mg/hari selama 3 hari, 30mg/hari selama 3 hari, dan 20 mg selama 12
hari. Setelah diterapi dilakukan biopsi dan dinilai secara endoskopi.
Dijumpai penurunan level IL-5 yang signifikan pada penderita polip hidung
yang diterapi prednisolon 60 mg yang di tappering off selama 21 hari
dibandingkan dengan penderita polip hidung yang tidak diterapi steroid.
Rudack et al (1999) melaporkan pemberian prednisolon pada jaringan
polip hidung dengan konsentrasi yang berbeda-beda 10-6-10-2mol/L
selama 24 jam. Dari hasil menunjukkan bahwa prednisolon pada
konsentrasi 10-6 mol/L signifikan menghambat sintesis sitokin IL-5 dan GM-CSF pada jaringan polip hidung sekitar 50% dari surfaktan
dibandingkan kontrol. Jumlah eosinofil dan total sel pada surfaktan
antara 10-6-10-2 mol/L. Mereka menyimpulkan bahwa efek dari prednisolon berhubungan dengan penekanan eosinofil sehingga mempengaruhi
produksi sitokin.
Disamping BSEF, kortikosteroid merupakan terapi yang terbukti efektif
untuk polip bilateral. Meskipun mekanisme efek kortikosteroid pada polip
hidung masih belum jelas. Didapatkan kejadian bahwa reaksi inflamasi
pada polip hidung digerakkan oleh limfosit T dan sitokin-sitokinnya. Sel T
merupakan produsen sitokin yang memiliki kesensitifan yang tinggi
terhadap steroid sehingga menjadi bagian penting dari terapi dalam
mengurangi efek sel T. Kortikosteroid juga memiliki kemampuan
menghambat produksi dan pengeluaran berbagai sitokin terutama yang
berhubungan dengan eosinofil seperti GM-CSF, IL-5, dan IL-3. Apoptosis
merupakan proses penting dalam menurunkan jumlah sel-sel radang.
Kortikosteroid merupakan obat yang memberi efek nyata pada gejala
dan tanda polip hidung. Kortikosteroid menurunkan inflamasi dengan cara
menurunkan sel-sel radang terutama sel mast dan eosinofil. Kortikosteroid
juga mengurangi hipereaktifitas dan permeabilitas vaskuler dari mukosa
hidung dan menurunkan mediator reaktif dari sel mast (Al-Husban,
Nawasreh & Al-Raggad, 2010). Kortikosteroid mengurangi gejala dengan
mengatur penurunan ekspresi dan produksi sitokin seperti IL-5 yang
merupakan sitokin yang efektif menurunkan eosinofil. Efek kortikosteroid
pada proses ini dipertinggi dengan meningkatkan mekanisme hemapoetik
di sumsum tulang. Terapi ini disebut juga sebagai polipektomi
medikamentosa dan digunakan secara singkat untuk mengurangi resiko
efek samping (Mygind, 2000). Metilprednisolon oral efektif dalam
menurunkan ekspresi IL-5. Menurunnya ekspresi IL-5 akan menurunkan
peradangan oleh eosinofil dan meningkatkan apoptosis eosinofil yang
berdampak pada berkurangnya jumlah eosinofil pada polip hidung dan
berkurangnya ukuran polip hidung.
Efek anti inflamasi ini tidak hanya berdampak pada sel-sel inflamasi
seperti limfosit dan eosinofil tetapi juga sel-sel epitel dan fibroblas.
sitoplasma sel target dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid yang
banyak terdapat di mukosa saluran nafas. Sifat lipofilik berhubungan
dengan besarnya deposit kortikosteroid di jaringan jalan nafas, besarnya
afinitas ikatan, lamanya masa kerja kortikosteroid dan rendahnya kadar
obat bebas yang berpotensi berikatan dengan reseptor kortikosteroid
sistemik yang dapat menimbulkan efek samping. Kortikosteroid dapat
menekan banyak fase proses inflamasi. Hal inilah yang menjelaskan
bagaimana kortikosteroid mempunyai efek yang sangat kuat terhadap
inflamasi. Kortikosteroid menghambat pelepasan mediator vasoaktif
sehingga mengurangi vasodilatasi, ekstravasasi cairan dan deposit
mediator. Kortikosteroid mengurangi amplifikasi reaksi inflamasi dengan
mengurangi rekruitmen sel-sel inflamasi dan juga menghambat proliferasi
fibroblast dan sintesa matrix protein ekstraselular. Hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya sitokin dan sel-sel inflamasi. Sel T sangat
sensitif terhadap kortikosteroid. Jumlah sel T yang berkurang sangat
tergantung pada dosis kortikosteroid. Hal ini akan mempengaruhi
rekruitmen, lokalisasi, aktifasi, sistesa protein dan daya tahan sel-sel
inflamasi seperti eosinofil. Kortikosteroid dapat juga mengurangi
pelepasan mediator seperti histamin, prostanoids dan leukotrien. Hal ini
menyebabkan berkurangnya jumlah sel-sel inflamasi di mukosa (Gevaert,
Cauwenberge & Bachert, 2004; Bachert, et al., 2005; Ferguson & Orlandi
2006; Sastre & Mosges, 2012).
Penggunaan kortikosteroid oral di indikasikan untuk memulai atau
mempercepat efek terapi lokal. Penggunaan kortikosteroid oral juga
diindikasikan menunda kebutuhan untuk operasi dan mengurangi risiko
kambuh setelah operasi (Tuncer, et al., 2003). Bozdemir et al (2012)
melaporkan bahwa penggunaan Metilprednisolon oral selama 17 hari
bermakna mengurangi jumlah neutrofil dan eosinofil dan mengurangi
edema pada stroma. Metilprednisolon oral bekerja dengan mengurangi
inflamasi oleh sel eosinofil, menurunkan kadar ECP dan Eotaxin.
Berkurangnya inflamasi oleh eosinofil akan mengurangi retensi dan
Pada penelitian ini dijumpai penurunan yang bermakna ekspresi IL-5
pada polip hidung sebelum dan setelah terapi metilprednisolon oral
selama 20 hari. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya jumlah sel radang
eosinofil pada pemeriksaan imunohistokimia. Metilprednisolon oral mampu
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini dijumpai penderita polip hidung laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan usia terbanyak ≥ 40 tahun. Stadium Sebelum terapi lebih banyak pada derajat 2 dan setelah
terapi pada derajat 1 pada masing-masing hidung.
2. Metilprednisolon oral dapat menurunkan stadium polip hidung yang
bermakna secara statistik (p<0,05).
3. Metilprednisolon oral dapat menurunkan ekspresi IL-5 polip hidung
yang bermakna secara statistik (p<0,05).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disampaikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Diperlukan follow up yang lebih lama untuk melihat efek terapi dan
efek samping kortikosteroid oral.
2. Adanya efek samping terapi kortikosteroid harus selalu dilaporkan baik
penggunaan jangka pendek dan jangka panjang.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi efikasi kortikosteroid