• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Individu, Praktik Higiene, dan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Karakteristik Individu, Praktik Higiene, dan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Penyakit Tuberkulosis

2.1.1 Definisi Penyakit Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang

yang telah terinfeksi basil tuberkulosis (Kemenkes RI, 2013).

Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang

tinggi (Tabrani, 2010).

2.1.2 Penyebab Tuberkulosis Paru

Penyakit TB Paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri

berbentuk batang dan bersifat tahan terhadap asam sehingga terkenal juga sebagai

Batang Tahan Asam (BTA) jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh

seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882 (Syafrudin,

2011).

BTA positif artinya setelah diberi warna kemerahan yang sangat asam,

bakteri tersebut masih bertahan dan tampak sebagai batang-batang yang

berkelompok berwarna kemerahan. Bila dijumpai BTA pada dahak orang yang

sering batuk-batuk, maka orang tersebut didiagnosis sebagai penderita

(2)

luar biasa (Achmadi, 2011). Bakteri ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet,

karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari (Tabrani, 2010).

2.1.3 Cara Penularan

Penularan penyakit TB paru adalah melalui udara yang tercemar oleh

mycobacterium tuberculosis yang dikeluarkan/dilepaskan oleh sipenderita saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang

dewasa yang menderita TBC (syafrudin, 2011). Penularan dapat terjadi dimana

saja, dirumah, dikeramaian, ruang tertutup dan lembab,tempat umum dan

sebagainya (Achmadi, 2011).

Penderita TB paru positif dapat menyebarkan bakteri ke udara dalam

bentuk percikan dahak, yang dalam istilah kedokteran disebut droplet nuclei.

Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak. Melalui udara yang

tercemar oleh mikobakterium tuberkulosis yang dilepaskan/dikeluarkan oleh

penderita TB paru saat batuk. Jadi jika seorang penderita TB paru positif

membuang dahak di sembarang tempat, maka kuman TB dalam jumlah besar

berada di udara (Achmadi, 2011).

Bakteri akan masuk ke dalam paru-paru dan berkumpul hingga

berkembang menjadi banyak terutama pada orang yang memiliki daya tahan

tubuh rendah. Sementara, bagi yang mempunyai daya tahan tubuh baik, maka

penyakit TB paru tidak akan terjadi. Tetapi bakteri akan tetap ada di dalam paru

dalam keadaan ”tidur”, namun jika setelah bertahun-tahun daya tahan tubuh

(3)

Bakteri mycobacterium tuberculosis sangat sensitif terhadap cahaya

matahari. Kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil karena

bahaya penularan terbesar terdapat pada perumahan-perumahan yang padat

penghuni dengan ventilasi yang kurang baik serta cahaya matahari tidak dapat

masuk kedalam rumah. Jadi penularan TB paru tidak terjadi melalui perlengkapan

makan, baju, dan perlengkapan tidur (Achmadi, 2008).

2.1.4 Gejala Tuberkulosis Paru

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal berupa

gejala respiratorik (PDPI, 2011).

1. Gejala respiratorik

Gejala respiratorik sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai

gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari:

(PDPI, 2011)

a. Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan.

Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang

berlangsung > 2 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.

b. Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis,

bercak-bercak atau atau bahkan dalam jumlah banyak.

c. Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat

kerusakan paru yang cukup luas.

d. Nyeri dada : Timbul apabila sistem pernapasan yang terdapat di pleura

(4)

2. Gejala sistemi,

Gejala sistemik yang dapat timbul berupa:

a. Demam

b. Keringat malam

c. Anoreksia : yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan.

2.1.5 Penemuan Penderita Tuberkulosis

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan

langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB paru. Penemuan

dan penyembuhan penderita TB paru menular, secara bermakna akan dapat

menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB paru, penularan TB paru di

masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB paru

yang paling efektif di masyarakat (Depkes RI, 2005).

1. Penemuan TB paru pada orang dewasa

Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum

atau dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila

sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen

yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS

diulang. Jika hasil rontgen mendukung TB paru, maka penderita di diagnosis

sebagai penderita TB paru BTA positif. Dan jika hasil rontgen tidak mendukung

(5)

2. Penemuan TB paru pada anak

Diagnosis Tuberkulosis pada anak sulit sehingga sering terjadi

misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk

bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit,

maka diagnosis Tuberkulosis anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem

skor yang dilakukan dokter dengan parameter : kontak Tuberkulosis, uji

tuberkulin, berat badan/keadaan gizi, demam tanpa sebab jelas, batuk, pembesaran

kelenjar limpe, koli, aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut,

falang, foto thoraks. (Depkes RI, 2008).

2.1.6 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Tuberkulosis

1. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak

menurut Depkes RI (2008), dibagi dalam :

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman

Tuberkulosis positif.

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

(6)

2) Tuberkulosis paru BTA negatif.

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif.

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis.

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2. Tipe Pasien Tuberkulosis Paru

Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

a. Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Pengobatan setelah putus berobat (Default)adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

d. Gagal (Failure)adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

e. Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Lain-lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.

Kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

(7)

2.1.7 Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis Paru

1. Pencegahan Tuberkulosis Paru

Cara pencegahan penularan TB menurut Depkes RI (2007) sebagai berikut:

a. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh.

b. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena

pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui

percikan dahak.

c. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat

khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah tertutup

yangsudah diberi karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah dengan

tanah.

d. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain:

1) Menjemur peralatan tidur.

2) Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari

masuk.

3) Ventilasi yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di

udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman.

4) Makan makanan bergizi.

5) Tidak merokok dan minum minuman keras.

6) Lakukan aktifitas fisik/olahraga secara teratur.

7) Mencuci peralatan makan dan minum dengan air bersih mengalir

memakai sabun.

(8)

Dalam program pencegahan penyakit tuberkulosis paru dilakukan secara

berjenjang, mulai dari pencegahan primer, kemudian pencegahan sekunder, dan

pencegahan tertier, sebagai berikut:

a. Pencegahan Primer

Konsep pencegahan primer penyakit tuberkulosis paru adalah mencegah

orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan

rekomendasi WHO dengan pemberian vaksinasi Bacille Calmette-Guérin

(BCG) segera setelah bayi lahir (Depkes RI, 2007).

b. Pencegahan Sekunder

Upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium terhadap penderita tuberkulosis paru. Laboratorium tuberkulosis

paru merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan mempunyai

peran penting dalam penanggulangan tuberkulosis paru berkaitan dengan

kegiatan deteksi pasien tuberkulosis paru, pemantauan keberhasilan

pengobatan serta menetapkan hasil akhir pengobatan (Depkes RI, 2007).

c. Pencegahan Tertier

Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah parah,

misalnya penderita tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah

beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya

tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk

(9)

2. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Fokus utama DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah penemuan dan penyembuhan penderita, prioritas diberikan kepada penderita TB

tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian

menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan

penderita merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO

telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan

TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu

intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan

dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya (Depkes RI, 2007).

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen yaitu:

a. Komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana.

b. Penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

c. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

d. Jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan tepat

waktu dengan mutu terjamin.

e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara keseluruhan.

Menurut Hudoyo (2008), mengobati penderita dengan TB paru cukup

mudah, karena penyebab TB paru sudah jelas yaitu, bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Bakteri ini dapat di matikan dengan kombinasi beberapa obat yang

(10)

untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai

adalah :

a. Obat harus di berikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat

(Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol) dalam

jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua bakteri

(termasuk bakteri persisten) dapat di bunuh. Hal ini untuk mencegah

timbulnya kekebalan terhadap OAT.

b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan

dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

2.2 Karakteristik Individu 2.2.1 Umur

Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif (15 – 50) tahun. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis

seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk

penyakit TB paru (Albert, 2006).

Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada

kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44

tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar

19,39%.Kasus baru BTA+ pada kelompok umur 0-14 tahun merupakan proporsi

(11)

2.2.2 Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita

TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan

mengkonsumsi alkohol dan rokok. (Depkes RI, 2005).

Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.

Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara

laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali

lipat dari kasus pada perempuan (Kemenkes RI, 2013).

2.2.3 Pekerjaan

Penyakit tuberkulosis dapat di hubungkan dengan beberapa penyakit paru

akibat kerja, mengingat penyakit ini adalah penyakit yang ditularkan melalui

udara, maka juga dapat ditemukan penyebaran penyakit pada lingkungan kerja

disekitar penderita. Telah dilaporakan dari sebuah kapal Amerika Serikat yang

mempunyai sirkulasi udara yang tertutup, seorang penderita tuberkulosis BTA

positif yang amat simtomatik telah menyebabkan konversi tuberkulin dari negatif

menjadi positif pada 53 dari 60 orang (>80%) yang berada satu ruangan, dimana

enam diantaranya kemudian menderita tuberkulosis. Sedangkan pada ruangan

lain disebelah ruangan kasus awal, ditemukan perubahan test tuberkulin pada 43

dari 81 orang (53%) dimana seorang diantaranya memang menderita tuberkulosis

(12)

angkatan kerja Indonesia termasuk petani adalah tuberkulosis (TBC).

2.2.4 Penghasilan

Secara ekonomi, penyebab utama berkembangnya bakteri Mycobacterium

tuberculosis di Indonesia disebabkan karena masih rendahnya pendapatan per

kapita. Sejalan dengan kenyataan bahwa pada umumnya yang terserang penyakit

TB paru adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah

(Tjiptoherijanto, 2008).

Banyaknya penderita tuberkulosis paru terjadi pada masyarakat kelas

ekonomi rendah dengan tingkat pendidikan rendah dan pekerjaan yang tidak tetap

sehingga pengetahuan tentang penyakit menular juga rendah. WHO (2003)

menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang pada

kelompok dengan sosial ekonomi yang lemah atau miskin (Achmadi , 2008)

Menurut (WHO, 2003 dalam Suarni, 2009) juga menyebutkan 90%

penderita TB paru di dunia menyerang kelompok dengan ekonomi lemah atau

miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB paru bersifat timbal balik, TB

paru merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka mereka menderita

TB paru. Kondisi ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya berhubungan secara

langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya

kondisi gizi memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap

pelayanan kesehatan juga menurun.

(13)

secara total mencapai 20% - 30% dari pendapatan rumah tangga, kinerja dan

produktivitas rendah, pilihan kerja terbatas,dan akan membebani keluarga.

Dibidang pendidikan dan pekerjaan juga kehilangan peluang (Achmadi, 2011).

2.2.5 Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih

dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau

masyarakat (Notoatmodjo, 2011).

Sebagian besar penderita TB paru berasal dari kelompok usia produktif

dengan tingkat pendidikan relatif rendah. Dengan rendahnya tingkat pendidikan,

pengetahuan tentang penyakit TB paru yang kurang, kesadaran untuk menjalani

pengobatan secara teratur dan lengkap juga relatif rendah. Pengaruh lain dari

tingkat pendidikan yang rendah tercermin dalam hal menjaga kesehatan dan

kebersihan lingkungan yaitu perilaku dalam membuang dahak dan meludah di

sembarang tempat (Suarni, 2009).

Pendidikan merupakan salah satu faktor terjadinya penularan penyakit TB

paru. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pegetahuan seseorang di

antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan

tentang penyakit TB paru. Dengan pengetahuan yang cukup seseorang akan

(14)

2.3 Praktik Higiene

Tindakan atau praktik terdiri dari 4 tingkatan yaitu : persepsi (perception), respon terpimpin(guided respons), mekanisme(mecanism), adaptasi(adaptation). Tindakan kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

serta lingkungan kesehatan. Tindakan kesehatan terhadap lingkungan seperti

hindari kerumunan orang banyak (yang sekaligus dapat mengurangi penyakit

saluran pernapasan yang menular), terhadap ventilasi rumah dengan cara menutup

dan membuka jendela di pagi dan siang hari, serta ajakan agar setiap orang tidak

meludah disembarang tempat (Notoatmodjo, 2011).

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh

kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya

penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi

lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Depkes

RI, 2007). Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tuberkulosis

adalah buang ludah sembarangan, dan tidak menutup mulut saat batuk (Ditjen

Pemas, 2007).

Higiene dan sanitasi mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat

dipisahkan antara satu dengan yang lain. Higiene dan sanitasi merupakan usaha

kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit pada

(15)

lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit

karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi

lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan

lingkungan disebut higiene (Depkes RI, 2009).

Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena

pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui

percikan dahak. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang

pada tempat khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah tertutup

yang sudah diberi karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah dengan tanah

(Depkes RI, 2007).

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk

atau bersin, penderita mengeluarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak). TB Paru dapat ditularkan melalui percikan ludah pada waktu

berbicara, batuk, dan bersin. Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan di

udara pada suhu kamar selama beberapa jam (Achmadi, 2011).

Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran

pernafasan. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya

bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Pada anak-anak sumber infeksi umumnya

berasal dari penderita TB dewasa yang tinggal satu rumah. Meningkatnya

penularan infeksi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, antara lain kondisi sosial

ekonomi yang buruk, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai

tempat tinggal, dan adanya epidemi dari infeksi HIV(Nur, 2007).

(16)

penularan penyakit sebagai upaya agar penderita tidak menularkan kepada orang

lain dan meningkatkan derajat kesehatan pribadi dengan cara:

a. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissu.

b. Tidak batuk di hadapan anggota keluarga atau orang lain.

c. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama pengobatan.

d. Tidak meludah disembarang tempat, tetapi dalam wadah yang diberi lysol,

dan dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah.

e. Menjemur alat tidur secara teratur pada siang hari karena bakteri

mycobacterium tuberculosisakan mati bila terkena sinar matahari.

f. Membuka jendela pada pagi hari dan mengusahakan sinar matahari masuk

keruang tidur dan ruangan lainnya agar rumah mendapat udara bersih dan

cahaya matahari yang cukup sehingga bakteri mycobacterium tuberculosis

dapat mati.

g. Tidak merokok dan minum minuman keras.

h. Minum obat secara teratur sampai selesai dan sembuh bagi penderita TB

paru.

2.4 Sanitasi Lingkungan Rumah

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang

mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan

sebagainya. Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia

(17)

Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana

orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur

tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang

berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk

keluarga dan individu, oleh karena itu lingkungan rumah merupakan suatu hal

yang sangat penting bagi kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2011).

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah.

Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban,

lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni. Rumah yang

ruangan terlalu sempit atau terlalu banyak penghuninya akan kekurangan oksigen

menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang memudahkan terjadinya

penyakit sehingga penularan penyakit saluran pernapasan seperti TB paru akan

mudah terjadi di antara penghuni rumah (Notoatmodjo, 2011).

TBC juga diperburuk dengan kondisi sanitasi perumahan yang buruk,

tidak memenuhi persyaratan kesehatan, dan lingkungan rumah yang kurang baik

merupakan salah satu tempat yang baik dalam menularkan penyakit seperti

penyakit TB paru (Soemirat, 2009).

2.4.1 Persyaratan Rumah Sehat

Rumah sehat adalah rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi

ketetapan atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka

melindungi penghuni rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan, sehingga

memungkinkan penghuni memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Rumah

(18)

rumah lainnya. Genteng kaca dipercaya dapat memasukkan sinar ultraviolet

matahari masuk kedalam kamar dan mengeliminasi kuman-kuman atau bakteri

yang berada di lantai atau tempat tidur (Achmadi, 2011).

Menurut Mukono (2011) Perumahan harus menjamin kesehatan

penghuninya dalam arti luas. Oleh sebab itu diperlukan syarat perumahan sebagai

berikut :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis

Secara fisik kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan pencahayaan yang

optimal, perlindungan terhadap kebisingan, ventilasi yang memenuhi

persyaratan, dan tersedianya ruangan yang optimal untuk bermain anak.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis

Kebutuhan psikologis berfungsi untuk menjamin privacy bagi penghuni

perumahan.

3. Perlindungan terhadap penularan penyakit

Untuk mencegah penularan penyakit diperlukan sarana air bersih, fasilitas

pembuangan air kotor, fasilitas penyimpanan makanan, menghindari intervensi

dari serangga atau hewan lain yang dapat menularkan penyakit.

4. Perlindungan/pencegahan terhadap bahaya kecelakaan dalam rumah.

2.4.2 Kepadatan Hunian

Kepadatan adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah

anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan untuk kepadatan hunian

(19)

per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang

tersedia (Kepmenkes RI, 1999).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

829/Menkes/SK/VII/ 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas kamar

tidur minimal 8 meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang

tidur dalam satu ruangan. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni≥ 2 orang kecuali

untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Jarak antara tempat tidur satu

dengan lainnya adalah 90 cm. Apabila ada anggota keluarga yang menderita.

penyakit TB paru sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh

bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya

akan menyababkan overcrowded. Hal ini tidak sehat karena di samping

menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga

menderita suatu penyakit infeksi terutama TB paru akan mudah menular kepada

anggota keluarga yang lain, karena seorang penderita rata-rata dapat menularkan

kepada dua sampai tiga orang di dalam rumahnya (Notoatmodjo, 2011).

2.4.3 Jenis Lantai Rumah

Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, konstruksi

lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah di bersihkan dari

kotoran dan debu. Selain itu dapat menghindari meningkatnya kelembaban dalam

ruangan. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah

(20)

dibuat dari bahan yang kedap terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab

dan selalu basah seperti tegel, semen dan keramik (Suyono, 2005).

Lantai rumah jenis tanah memiliki peran terhadap proses kejadian

penyakit TB paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung

menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas bakteri Mycobacterium

tuberculosis di lingkungan juga sangat mempengaruhi (Achmadi, 2008).

Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan

perkembang biakan bakteri terutama bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Menjadikan udara dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi

kering sehingga menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya (Suyono,

2005).

2.4.4 Ventilasi

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan

antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan meteran.

Menurut indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan adalah≥10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi

syarat kesehatan adalah <10% luas lantai rumah (Kepmenkes RI, 1999).

Menurut Notoatmodjo (2011), rumah dengan luas ventilasi yang tidak

memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah

satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara dalam rumah tersebut tetap

segar. Fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari

bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara

(21)

Menurut Notoatmodjo (2011), fungsi lainya adalah untuk menjaga agar

ruangan selalu tetap didalam kelembaban (humidity) yang optimum. Salain itu

luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan

terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke

dalam rumah, akibatnya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ada di dalam

rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernapasan.

Perjalanan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang setelah di batukkan

akan terhirup oleh orang disekitarnya sampai ke paru-paru, sehingga dengan

adanya ventilasi yang baik akan menjamin pertukaran udara, sehingga konsentrasi

droplet dapat dikurangi. Konsentrasi droplet bervolume udara dan lamanya waktu

menghirup udara tersebut memungkinkan seseorang akan terinfeksi bakteri

Mycobacterium tuberculosis (Depkes RI, 2005).

Rumah tanpa ventilasi akan menyebabkan kondisi lembab, pengap yang

akan memperpanjang masa daya tahan hidup kuman TBC lingkungan, yang pada

akhirnya akan menyebabkan potensi penularan TBC menjadi lebih besar

(Achmadi, 2011).

2.4.5 Pencahayaan Sinar Matahari

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak

terlalu banyak. kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama

cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat

yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu

banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat

(22)

Menurut Notoadmojo (2011), cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :

a. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena

dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil

mycobacterium tuberculosis. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus

mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya

(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang

terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan dalam membuat jendela

diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak

terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai

ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.

b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,

seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

829/Menkes/SK/ VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan,

pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan

tidak menyilaukan mata.

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep untuk menentukan hubungan antara variabel independen

dan variabel dependen. Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai

(23)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel

independentnya adalah karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pekerjaan,

penghasilan, dan tingkat pendidikan), praktik higiene dan sanitasi lingkungan

rumah (kepadatan hunian, lantai lumah, ventilasi, pencahayaan). Sedangkan yang

menjadi variabel dependen adalah kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja

Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2015. Karakteristik Individu :

1. Pekerjaan 2. Penghasilan

3. Tingkat Pendidikan

Praktik Higiene

Sanitasi Lingkungan Rumah :

1. Kepadatan Hunian 2. Lantai Rumah 3. Ventilasi 4. Pencahayaan

Gambar

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ekspor neto, investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

ini. Ada beberapa agenda yang perlu diselesaikan kaum Muslimin pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, supaya Islam mampu bersaing dengan dunia

Dengan menggunakan software untuk memonitor sebuah network, maka pengontrolan untuk tiap-tiap status dan peralatan network pada sebuah organisasi akan lebih mudah. Pada penulisan

[r]

Aplikasi Interaktif Learning Untuk Prasekolah ini merupakan sebuah aplikasi multimedia yang berisikan pelajaran tentang mengenal huruf, angka, bangun ruang, warna dan dilengkapi

Pengenalan game Counter Strike ini dimulai dari pengenalan peraturan game, skin dalam permainan dan map yang digunakan dalam game, guestbook dimana dapat memberikan bagi para

Piston bekas digunakan untuk mendapatkan unsur Al-Si yang cukup tinggi.. pada piston guna