• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penggunaan Sakarin dan Sikt Pada Manisan Buah yang Dijajakan di Pasar Rame Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penggunaan Sakarin dan Sikt Pada Manisan Buah yang Dijajakan di Pasar Rame Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manisan Buah

Manisan adalah salah satu proses pengawetan yang menggunakan gula

sebagai pengawetnya (Royaningsih, 1999). Manisan buah adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang

manis bercampur dengan rasa khas buah yang sangat cocok untuk dinikmati berbagai kesempatan. Buah yang dijadikan manisan umumnya adalah buah yang

aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih asam (Sediaoetama, 2008). Meskipun jenis buah-buahan yang umum dipasarkan ada bermacam-macam bentuk dan rasanya. Manisan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4

golongan, yaitu (Kusmiadi, 2008) :

1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (gula

yang dilarutkan, dicampurkan dengan buah jambu, mangga, salak, dan kedondong).

2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah.

Manisan jenis ini adalah pala, lobi-lobi, dan cermai.

3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (gula tidak larut

dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah mangga, kedondong, sirsak, dan pala.

4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan

(2)

2.2 Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Ketika kita minum susu atau jus botolan pada pagi sehari-hari, di dalam produk

tersebut kemungkinan besar ada BTP pewarna atau pengawet. Saat makan siang atau malam, ikan asin atau ayam panggang, tahu goreng, saus sambal, dan soft

drink yang kita konsumsi kemungkinan besar mengandung BTP.

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang

secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi, BTP ditambahkan untuk mempengaruhi karakter pangan agar

memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada

(Syah, dkk, 2005).

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 772/Menkes/Per/IX/1988 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum

adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai

nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya

(3)

2.2.1 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Dalam penggunaan Bahan Tambahan Pangan pada makanan harus

memenuhi persyaratan sesuai dengan Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 yaitu sebagai berikut :

a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.

b. BTP dapat mempunyai nilai gizi atau tidak, yang sengaja ditambahkan ke

dalam pangan pada pembuatan, pengolahan, pengemasan dan penyirmpanan sehingga diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat

pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.

c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

Menurut Cahyadi pada tahun 2012 dan Syah, dkk pada tahun 2005, secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.

2. Membentuk makanan menjadi lebih enak, renyah, dan lebih enak di mulut. 3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah

selera

4. Meningkatkan kualitas pangan

5. Menghemat biaya

(4)

7. Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan 8. Mempermudah preparasi bahan pangan

2.2.2 Jenis Bahan Tambahan Pangan

Secara umum, Bahan Tambahan Pangan dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu (Cahyadi, 2012) :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Dibagi menjadi 3 kategori yaitu :

a. Bahan makanan yang aman atau GRAS (Generally Recognized as Safe)

Zat ini aman dan tidak berefek toksik dengan dosis yang tidak dibatasi misalnya pati (sebagai pengental).

b. Bahan tambahan pangan yang boleh digunakan namun harus

mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan).

Misalnya, zat warna yang sudah dilengkapi sertifikat dari negara asalnya bahwa aman dan boleh digunakan pada makanan (Diluar daftar Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988).

(5)

Permenkes RI No. 722/Menkes/PerIX/1988 (sekarang Permenkes RI No. 033 Tahun 2012).

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan,yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak

sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja

ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi.

Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

2.2.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang diatur oleh Departemen

Kesehatan, golongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticaking agent)

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeteners)

5. Pemutih dan pematang telur (Flour treatment agent)

(6)

7. Pengawet (Preservative) 8. Pengeras (Firming Agent)

9. Pewarna (Colour)

10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, flavour enhancer)

11.Sekuestran (Sequestrant)

2.3 Zat Pemanis

Pemanis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau

mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut (Winarno, 1994). Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta makanan dan minuman kesehatan. Pemanis

berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, serta memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan

sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama.

( Eriawan R. dan Imam P., 2002).

Pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat yang lain

seperti antioksidan, pemutih, pengawet, dan lain sebagainya. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan roma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, dan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan kalori

(7)

Pemanis ditambahkan sebagai penambah rasa. Pemanis selain gula ditambahkan untuk menjaga energi makanan (kalori) rendah, atau karena mereka

memiliki efek baik untuk penderita diabetes, kerusakan gigi, dan diare (Darya, 2011). Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang menanamkan sensasi

manis dengan kandungan nilai gizi diabaikan (pemanis tanpa gizi) dalam kaitannya dengan tingkat kemanisan (Hans, 2009). Pemanis adalah zat dengan rasa manis. Pemanis digunakan sebagai alternative pengganti sukrosa yang sering

disebut dengan pemanis alternatif (Alicja, 2006).

Rasa manis dapat dirasakan pada ujung sebelah luar lidah. Rasa manis

dihasilkan oleh berbagai senyawa organik, termasuk alkohol, glikol, gula, dan turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis pertama yang digunakan secara komersial karena pengusahaannya paling ekonomis. Sekarang telah banyak

diketahui bahwa bahan alami maupun sintetis mempunyai rasa manis. Bahan pemanis tersebut termasuk karbohidrat, protein maupun senyawa sintetis yang

bermolekul sederhana dan tidak mengandung kalori seperti bahan pemanis alami (Cahyadi, 2012).

Berdasarkan sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis

alami dan pemanis buatan (sintetis) yaitu : 1. Pemanis Alami/ Gula Alami

(8)

sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa pemanis alami yang sering digunakan adalah (Cahyadi, 2012) :

1. Sukrosa 2. Laktosa

3. Maltosa 4. Galaktosa 5. D- Glukosa

6. D-Fruktosa 7. Sorbitol

8. Manitol 9. Gliserol 10. Glisina

Berikut contoh pemanis alami yang umum dikonsumsi yaitu sebagai berikut (Partana, 2008):

a. Gula Tebu ( gula pasir )

Gula pasir merupakan pemanis yang sering digunakan terutama di kalangan rumah tangga. Gula pasir berasal dari tanaman tebu yang telah

cukup umur untuk diolah dan selanjutnya diambil sarinya. Sari tebu tersebut kemudian dikristalisasi sehingga menjadi gula pasir. Kadar

sukrosa dalam tebu ± 6-20 % b. Gula Kelapa

(9)

c. Pemanis alami lainnya

Pemanis alami lain yang sering digunakan adalah madu yang berasal

dari lebah, buah bit, fruktosa dan glukosa. Pemanis alami jarang digunakan dalam proses produksi oleh indusri karena menyebabkan biaya

produksi menjadi lebih tinggi dan harga yang relatif lebih mahal (Cahyadi, 2012 ).

2. Pemanis sintetis

Pengertian pemanis buatan (sintetis) menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 tahun 2012 adalah bahan tambahan pemanis yang diproses secara

kimiawi dan tidak terdapat pada alam, yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi (Permenkes no 722/Menkes/Per/IX/88).

Gula sintetis adalah gula yang dibuat dengan bahan-bahan kimia di laboratorium atau dalam suatu industri dengan tujuan memenuhi produksi gula

yang belum cukup dipenuhi oleh gula alami khususnya gula tebu. Contohnya: sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis dan nitro-propoksi-anilin (Yuliarti, 2007).

Di Indonesia, ada beberapa pembatasan dalam peredaran dan produksi siklamat, tetapi belum ada larangan dari pemerintah mengenai penggunaannya.

Karena itu, masyarakat Indonesia setiap hari juga mengonsumsi sakarin, siklamat, atau aspartame dalam jumlah tertentu baik secara terpisah maupun gabungan dari

(10)

kewaspadaan terhadap penggunaan jenis pemanis buatan tersebut perlu dilakukan mengingat tidak semua masyarakat mengerti tentang bahan tambahan pangan,

penggunaan serta pengolahannya (Lestari, 2011).

Berdasarkan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) RI nomor 4 tahun 2014 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pemanis buatan yang diperbolehkan dengan jumlah yang dibatasi dengan ADI (Acceptable Daily Intake) tertentu.

Perhitungan Nilai ADI menggunakan standar Berat Badan berdasarkan dengan kelompok umur sesuai standar FAO - WHO dalam buku Handbook of

Human Nutrition Requirements yaitu

1. Berat Badan standar anak anak (0-9 tahun) adalah 17kg

2. Berat Badan standar remaja laki laki (10-19 tahun) adalah 42kg

3. Berat Badan standar remaja perempuan (10-19 tahun) adalah 41kg 4. Berat Badan standar dewasa laki (20-60 tahun) adalah 55kg

(11)

Tabel 2.1 Daftar Pemanis buatan berdasarkan kategori pangan Jenis BTP Pemanis

Buatan

Nilai Kalori ADI

(Acceptable Daily Intake) Mg/kg BB

Kkal/g KJ/g

1. Alitam 1,4 5,85 0,34

2. Asesulfam – K 0 0 15

3. Aspartam 0,4 1,67 50

4. Isomalt ≥2 ≥8,36 Termasuk GRAS

5. Laktitol 2 8,36 Termasuk GRAS

6. Maltitol 2,1 8,78 Termasuk GRAS 7. Manitol 1,6 6,69 Termasuk GRAS

8. Neotam 0 0 2

9. Sakarin 0 0 5

10. Siklamat 0 0 11

11. Silitol 2,4 10,03 Termasuk GRAS 12. Sorbitol 2,6 10,87 Termasuk GRAS

13. Sukralosa 0 0 15

Sumber : PIPIMM, 2015

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 208/Menkes/PER/IV/

1985, terdapat beberapa jenis gula pemanis buatan yang diizinkan untuk dicampurkan dalam makanan, diantaranya sakarin, siklamat, aspartam, dan

(12)

Tabel 2.2 Daftar Pemanis Sintetis yang Diizinkan Sesuai dengan Peraturan Sumber : Permenkes RI No. 1168/ Menkes/ PER/ X/ 1999

(13)

harus mengontrol kalori makanannya. Seiring perkembangannya, pemanis buatan juga digunakan untuk menguatkan rasa manis dan cita rasa produk yang

mengharuskan rasa manis sedangkan didalamnya sudah tergantung gula. BPOM telah membuat ketentuan terkait pemanis buatan berupa SK Kepala BPOM RI

Nomor HK 00. 05. 5.1 4547 (PIPIMM, 2015).

Batas maksimum penggunaan sakarin dan siklamat diatur dalam SNI 01-6993-2004 dan Keputusan Kepala Badan POM HK 00.05.5.1.4547 tahun 2004

yaitu untuk sakarin 500 mg/kg berat bahan sedangkan siklamat memiliki batas penggunaan maksimum yang sama yaitu 500 mg/kg berat bahan. Bahan yang

digunakan adalah manisan buah.

Pemanis sintetis sering ditambah ke dalam pangan sebagai pengganti gula karena memiliki kelebihan dibanding pemanis alami (Cahyadi, 2012) :

a. Sebagai pangan bagi penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah.

b. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita obesitas c. Sebagai penyalut obat

d. Menghindari kerusakan gigi

e. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintetis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi,

karena pemanis sintetis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan

(14)

2.4 Sakarin

Sakarin adalah senyawa dengan formula C7H4ONHSO2, yang berbentuk kristal, berwarna putih, berasa amat manis, tidak beracun, sedikit larut dalam eter,

air dan kloroform serta larut dalam alkohol, benzena, amil asetat, dan etil asetat. Sakarin dihasilkan dengan mereaksikan campuran asam toluena sulfonat dengan

garam natrium dan banyak digunakan sebagai pemanis buatan dalam pembuatan minuman ringan, sirup, dan makanan-makanan lainnya (Basri, 1996).

Gambar 2.1 Struktur kimia sakarin

Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada

tahun 1897. Ketika pertama ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, tetapi pada tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan

rumus C7H4ONHSO2 dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia dalam garam Natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3-dihidro-3-oksobenzisulfonasol, benzosulfimida, atau o-sulfobenzimida, sedangkan nama

dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin, sykose, hermesetas (Cahyadi, 2012). Pemeriannya berupa serbuk atau hablur putih,

tidak berbau atau berbau aromatik lemah, larutan encer sangat manis, larutan bereaksi asam terhadap lakmus (Anonim, 1995).

(15)

hasil pengujian pada hewan percobaan menunjukkan kecenderungan bahwa sakarin menimbulkan efek karsinogenik, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan

pada manusia. Oleh karena itu, sakarin sampai saat ini masih diizinkan penggunaannya dihampir semua negara (Siagian, 2008)

Berdasarkan kategori pangan pada SNI 01-6993-2004, sakarin memiliki nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kg/ g dan ADI 5 mg/kg Berat Badan. Batas maksimum penggunaan sakarin yaitu 500 mg/kg buah bergula.

Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup tinggi yaitu kira-kira 200-500 kali sukrosa (PIPIMM, 2015). Di samping rasa manis, sakarin juga

mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah dari proses sintesis (Cahyadi, 2012) .

Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain

seperti siklamat atau aspartam. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan untuk memperkuat manisnya. Sebagai contoh , kombinasi

sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran yang paling baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman (Cahyadi, 2012).

Sakarin menimbulkan rasa pahit jika dikonsumsi dalam konsentrasi

tinggi. Alasan digunakannya sakarin karena harga yang murah , nilai kalorinya rendah serta tidak menimbulkan kanker. Biasanya bahan tambahan ini banyak

dicampurkan pada berbagai macam minuman ringan (soft drink), selai, permen, tak terkecuali berbagai jenis jajanan pasar dan berbagai macam produk kesehatan

(16)

Penelitian yang dilakukan pada manisan buah yang dijajakan dipasar petisah tahun 2003, dari analisis kualitatif menunjukkan dari 8 sampel terdapat 2

sampel positif menggunakan sakarin dan analisis kuantitatif didapatkan kadar tertinggi adalah 637,58 mg/kg. Berdasarkan hasil tersebut kadar sakarin tersebut

melebihi batas yang ditetapkan oleh Permenkes No 722/Menkes/IX/1988 yaitu sebesar 300 mg/kg (Setia, 2003) .

Hasil penelitian dilakukan terhadap es krim yang dijajakan di kota

Medan, dari 15 sampel terbukti seluruh sampel menggunakan zat pemanis buatan. Zat pemanis buatan yang digunakan sebagai bahan pemanis adalah sakarin tetapi

kadar sakarin yang digunakan melebihi batas yang ditetapkan. Kadar sakarin tertinggi adalah 8631 mg/kg dan kadar sakarin terendah 6754 mg/kg (Napitupulu, 2005) .

Penelitian sejenis juga dilakukan pada permen karet yang beredar di kota Medan, setelah dilakukan analisis kualitatif, terbukti dari 18 sampel yang

diperiksa, ditemukan 5 sampel mengandung pemanis buatan sakarin. Dari analisis kuantitatif yang dilakukan kadar sakarin tertinggi adalah 25,53 mg/kg, dan kadar sakarin terendah 0,121 mg/kg. Bila dibandingkan dengan Permenkes RI No

1168/Menkes/Per/IX/1999. Kadar pemanis buatan pada permen karet masih memenuhi syarat kesehatan (Silalahi, 2010).

Dari hasil – hasil peneltian yang telah dilakukan menunjukkan masih banyak penggunaan pemanis sintetis berupa sakarin dalam makanan dan minuman.

(17)

Meskipun zat pemanis buatan yang digunakan oleh produsen adalah zat pemanis yang diizinkan, namun dalam penggunaannya masih banyak yang

melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Menteri Kesehatan.

2.5 Siklamat

Siklamat pertama kali ditemukan oleh Michael Svedia pada tahun 1937. Siklamat ditambahkan dalam pangan dan minuman sejak tahun 1950. Siklamat

biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na. Nama lain dari siklamat adalah natrium sikloheksisulfamat atau natrium siklamat. Dalam perdagangan, siklamat dikenal

dengan nama assugrin, sucaryl, atau sucrosa.

Gambar 2.2 Struktur kimia siklamat

Siklamat umumnya dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna,

dan mudah larut dalam air dan etanol, intensitas kemanisannya ± 30 kali kemanisan sukrosa. Kombinasi penggunaan siklamat dengan sakarin bersifat sinergis, dan kompatibel dengan pencita rasa dan sebagai bahan pengawet. Sifat

fisik siklamat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng (Cahyadi, 2012).

(18)

1970-an karena produk degradasinya bersifat karsinogenik. Meskipun demikian, penelitian yang mendasari pelarangan penggunaan siklamat banyak mendapat

kritik karena siklamat digunakan pada tingkat yang sangat tinggi dan tidak mungkin terjadi dalam praktek sehari-hari. Oleh karena itu, FAO/WHO masih

memasukkan siklamat sebagai bahan tambahan pangan yang diperbolehkan (Siagian, 2008).

Berdasarkan kategori pangan pada SNI 01-6993-2004, siklamat memiliki

nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kg/g dan ADI sebesar 11 mg/kg Berat Badan. Batas maksimum penggunaan sakarin yaitu 500 mg/kg buah bergula.

Hasil penelitian pada minuman berenergi yang dijual di Kota Medan pada tahun 2004 menunjukkan dari 15 sampel yang diteliti, diperoleh 6 sampel yang positif mengandung siklamat dengan kadar terendah yaitu 1,77 g/kg dan kadar

tertinggi yaitu 2,91 g/kg. Kadar tertinggi sudah mendekati kadar maksimum penggunaan siklamat yang diizinkan yaitu 3 g/kg berdasarkan Permenkes No 722/

Menkes/ IX/88 (Sinamo, 2004). Penelitian sejenis dilakukan oleh Simatupang (2009) pada sirup produk lokal atau produk nasional di pasar tradisional Medan tahun 2009 menunjukkan bahwa kadar siklamat masih jauh dari ambang batas

yang diizinkan yaitu 500 mg/kg menurut SNI 01-6993-2004 tentang persyaratan penggunaan zat pemanis.

Hasil penelitian lain juga dilakukan pada manisan buah yang dijajakan di Pasar Petisah pada tahun 2003. Dari 8 sampel, diperoleh 6 sampel yang positif

(19)

Kadar penggunaan siklamat pada penelitian diatas masih dibawah batas maksimum penggunaan yaitu 3 g/kg.

Penelitian sejenis juga dilakukan pada saus tahu gejrot yang digunakan di kawasan USU tahun 2015. Hasil analisis yang didapat penjual menambahkan

siklamat pada sebagian saus tahu genjrot yang dijual. Dari 7 sampel saus tahu genjrot semua positif mengandung siklamat. Kadar siklamat terendah yaitu 0,1328 g/ kg dan kadar siklamat tertinggi yaitu 0,2960 g/ kg (Hakiki, 2015) .

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan pada siklamat, penggunaan sakarin masih banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan

dalam makanan dan minuman , tetapi kadar yang digunakan masih dibawah kadar ambang batas yang ditetapkan yaitu 3 g/ kg menurut Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/1988 sedangkan menurut WHO berdasarkan ADI adalah 11

mg/ kg BB.

Ditinjau dari data pengawasan tahun 2006 yang dilakukan Badan POM di

478 Sekolah Dasar yang tersebar di seluruh Indonesia, menunjukkn bahwa dari 2903 contoh PJAS yang dianalisis, 1069 contoh diantaranya adalah produk Es (es sirop, es mambo, es lolipop, dsb), sirup jelly, agar-agar, dan minuman ringan,

dimana 458 (42,84%) contoh diantaranya mengandung siklamat melebihi batas maksimum penggunaan yang diizinkan (BPOM, 2006).

Menurut Depkes RI, sakarin hanya diperbolehkan untuk pasien yang mempunyai penyakit diabetes atau orang yang membutuhkan makanan berkalori

(20)

siklamat yang jauh lebih murah dan menimbulkan rasa manis tanpa meninggalkan rasa pahit serta memiiki tingkat kemanisan 30 kali gula.

2.6 Dampak Sakarin dan Siklamat pada Makanan Terhadap Kesehatan Pemanis buatan (sintetis) banyak menimbulkan penyakit bagi kesehatan manusia bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Dari hasil penelitian National

Academy of Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang

dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya

gangguan kesehatan. Lain hal pada penelitian lain yang menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin

bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin dilarang digunakan di Kanada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek

dengan mencantumkan label peringatan (Cahyadi, 2012).

Penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan tidak boleh melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, batas maksimum konsumsi siklamat harian (Acceptable Daily

Intake) menurut Organisasi Kesehatan Dunia Food and Agriculture

Organization's Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) adalah sebesar 11 mg/kg.

Namun demikian, berdasarkan survey paparan yang dilakukan badan POM

di Malang terhadap total 72 responden murid Sekolah Dasar, menunjukkan asupan harian siklamat sebesar 26,4 mg/kg/BB/hari yang berasal dari produk

(21)

Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak

Indonesia cukup tinggi (Emran, 2007).

Penggunaan siklamat secara berlebih dapat menyebabkan gangguan

kesehatan. Bakteri organik dalam saluran gastrointestinal dapat mengubah siklamat yang dikonsumsi menjadi senyawa cyclohexilamine yang lebih toksik dibanding siklamat itu sendiri (Lu, 1995).

Dalam jangka waktu pendek, hal yang dapat dirasakan setelah mengonsumsi sakarin dan siklamat adalah migrain, sakit kepala, kehilangan daya

ingat, bingung, insomnia, iritasi, asthma, diare, sakit perut, alergi, impotensi, gangguan seksual, dan kebotakan (Endah, 2013).

Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh senyawa sikloheksilamin pada

jangka panjang antara lain : a. Efek testikular

Sejumlah studi toksikologi telah menunjukkan bahwa testis tikus merupakan organ yang paling sensitif terhadap sikloheksilamin, dan efek ini yang digunakan oleh JECFA dan lembaga lainnya sebagai dasar untuk

menentukan Acceptable Daily Intake (ADI) dari siklamat (Nabors, 2001). Senyawa sikloheksilamin dalam tubuh dalam menyebabkan atropi

(penghentian pertumbuhan) testikular (Lu, 1995). b. Efek kardiovaskular

(22)

dalam urin. Sebagian dari senyawa sikloheksilamin akan mengendap di dalam plasma darah dan dapat meningkatkan tekanan darah (Nabors,

2001).

c. Kerusakan Hati dan Ginjal

Menurut New Jersey Department of Health (NJDH) tahun 2010, bahwa hasil dari paparan siklamat dan sikloheksilamin secara berulang-ulang dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal

(NJDH, 2010). d. Kerusakan organ

Berdasarkan hasil uji laboratorium pada hewan uji (tikus), pemberian siklamat dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati, limpa dan menyebabkan kerusakan genetik dan tropi

testikular (BPOM, 2008).

2.7 Pasar Tradisional

Berdasarkan Peraturan Presiden No 112 tahun 2007, Pasar tradisional

adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk

kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/ dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi dengan usaha skala kecil, menengah, modal kecil dan dengan proses jual

beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Ritel Tradisional dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang menjual

(23)

kelontong yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang berada di wilayah perumahan, pedagang kaki lima, pedagang yang berjualan di pasar

tradisional.

Jumlah pasar tradisional yang ada dikota Medan berkisar 53 jenis pasar

yang berskala kecil maupun besar, salah satunya yaitu Pasar Rame. Pasar tradisional terkenal dengan barang jual/ dagang yang memiliki harga jual yang relatif rendah (Carolina, 2013).

2.8 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka dibuat kerangka konsep yaitu

sebagai berikut :

Berdasarkan pada kerangka konsep di atas, pemeriksaan zat pemanis buatan (sakarin dan siklamat) dilakukan melalui uji kualitatif dan uji kuantitatif.

Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya zat pemanis buatan pada manisan buah. Lalu dilanjutkan dengan uji kuantitatif untuk mengetahui kadar dari zat pemanis buatan yang digunakan. Kadar zat pemanis buatan dari

hasil pemeriksaan disesuaikan dengan kadar zat pemanis buatan yang diizinkan, Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Kesesuaian dengan SNI 01-6993-2004

Tentang Bahan Tambahan Pangan

Pemanis Buatan Pemeriksaan Laboratorium

- Sakarin - Sikamat

(24)

Gambar

Tabel 2.1 Daftar Pemanis buatan berdasarkan kategori pangan
Tabel 2.2 Daftar Pemanis Sintetis yang Diizinkan Sesuai dengan Peraturan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan ekstrak daun lima spesies Cucurbitaceae dengan menggunakan dua metode pengujian antioksidan yaitu metode

Bukti-bukti tinggalan budaya paleolitik di Pulau Seram telah memberikan suatu pandangan baru yang sangat signifikan terhadap perkembangan penelitian arkeologi prasejarah di

Demikian pengumuman ini untuk diketahui, selanjutnya kepada peserta Pelelangan Umum yang merasa tidak berkenan atas pengumuman ini, diberi kesempatan untuk

Tuliskan kelemahan atau kekurangan yang dimiliki sekolah/madrasah Saudara ditinjau dari komponen kurikulum dan pembelajaran.. Jenis sarana yang dimiliki

PANITIA PENGADAAN PEMELIHARAAN GEDUNG KANTOR (EKSTERIOR) KOMPLEK KANWIL VII DJKN JAKARTA.. JALAN PRAPATAN NOMOR10,

PERINGKAT AKREDITASI    KESEIMBANGAN ANTARA FOKUS PENILAIAN KE-LAYAKAN DAN KINERJA SEKOLAH/MADRASAH KESEIMBANGAN ANTARA PENILAIAN INTERNAL DAN EKSTERNAL KESEIMBANGAN HASIL

Dalam persyaratan kualifikasi tidak menyebutkan istilah surat dukungan, hanya diharuskan melampiri surat pernyataan keaslian barang dan kesanggupan garansi dari penyedia barang