STEMI ANTEROSEPTAL ONSET <12 JAM AUTOLISIS STEMI ANTEROSEPTAL ONSET <12 JAM AUTOLISIS
Laporan Kasus Portofolio Laporan Kasus Portofolio untuk memenuhi
untuk memenuhi persyaratapersyaratann Program Internsip Dokter Indonesia Program Internsip Dokter Indonesia
Penulis Penulis
dr. Achmad Jauhar Firdaus dr. Achmad Jauhar Firdaus
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG KABUPATEN MALANGKABUPATEN MALANG KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2017
LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PERSETUJUAN
Nama Peserta: Nama Peserta:
dr. Achmad Jauhar Firdaus dr. Achmad Jauhar Firdaus
Wahana: Wahana:
RSUD Lawang, Kabupaten Malang RSUD Lawang, Kabupaten Malang
Topik: Topik:
STEMI Anteroseptal (Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah) STEMI Anteroseptal (Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah)
Tanggal Kasus: Tanggal Kasus: 19 Agustus 2017 19 Agustus 2017 No. RM: No. RM: 006263 006263 Tanggal
Tanggal PresentaPresentasi:si: 11 September 2017 11 September 2017 Nama Pembimbing Kasus: Nama Pembimbing Kasus:
dr. Ira Setya Wati, SpJP dr. Ira Setya Wati, SpJP
Deskripsi: Deskripsi: STEMI Anteroseptal STEMI Anteroseptal Tujuan: Tujuan: Memahami lebih dalam kegawatan dan tatalaksana
Memahami lebih dalam kegawatan dan tatalaksana pada kasus Sindrom Koroner Akut (ACS)pada kasus Sindrom Koroner Akut (ACS)
Telah disetujui Telah disetujui
Pendamping Pendamping
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Maha Pencipta, Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan kasus portofolio tentang “STEMI Anteroseptal” dengan sebaik - baiknya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Ira Setya Wati, SpJP, selaku dokter penanggung jawab pasien bidang Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah RSUD Lawang yang selalu membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan laporan kasus portofolio ini.
2. dr. Sylvia Medyawati dan dr. Yunita Eka Wati, SpP selaku pendamping Program Internsip Dokter Indonesia di RSUD Lawang.
3. drg. Mahendrajaya, MM, SpKG selaku Direktur RSUD Lawang.
4. dr. Nur Rochmah, MMRS, selaku Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Lawang.
5. Staf medis fungsional UGD RSUD Lawang.
6. Pasien RSUD Lawang selaku subyek kasus portofolio, dan
7. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas pertolongannya dalam pengerjaan laporan kasus portofolio ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus portofolio ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penyusunannya. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan karya selanjutnya. Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Malang, September 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/ UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI).
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit jantung iskemia bertanggung jawab terhadap sekitar 7,4 juta kematian diseluruh dunia. Berdasarkan data American Heart Association (AHA) pada tahun 2003 dilaporkan sekitar 71,3 juta penduduk Amerika menderita penyakit jantung dan menyebabkan sebanyak 1 juta kematian. Studi oleh Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) yang melibatkan populasi pasien di Amerika Serikat (AS) menemukan 38% penderita SKA mengalami STEMI.
Sindrom koroner akut adalah kondisi darurat medis. Jika tidak segera mendapat pertolongan, risiko kematian akan meningkat. Penderita kondisi ini perlu segera mendapat perawatan di rumah sakit dan evaluasi ketat di unit perawatan jantung intensif (ICCU).
Beberapa dasar diatas membuat penulis akan membahas dan memapaparkan tentang kasus STEMI Anteroseptal. Penyakit ini dapat tertangani dengan baik jika tingkat kegawatan pada pasien dapat diidentifikasi sedini mungkin dan dapat dilakukan tindakan terapi definitif sesuai kondisi pasien.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Laporan portofolio ini memiliki tujuan umum untuk memaparkan kasus pasien dengan STEMI Anteroseptal
1.2.2 Tujuan Khusus
BAB II KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kauman, Lawang Pekerjaan : Pensiunan
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
No. RM : 006263
Ruang perawatan : R. ICU / R. Anthurium Tanggal masuk : 19/08/2017
2.2 Anamnesis 2.2.1 Keluhan Utama
Nyeri dada
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri dan tengah sejak 1 jam SMRS (jam 01.00). Nyeri dirasakan seperti ditindih benda berat, tembus ke pundak kiri dan leher. Pasien juga mengeluh badan lemas dan mudah capek sejak 5 hari, memberat sejak 1 hari terakhir.
Demam (-) Mual (+) Muntah (-) Nyeri kepala (-) Pingsan (-). BAK dan BAB normal. 2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak sekitar 4 tahun, rutin kontrol di RSUD Lawang. Pasien juga mengatakan terkena penyakit kolesterol dan jantung koroner sejak 2016 dan rutin kontrol di RSUD Lawang. Pasien sebelumnya beberapa kali mengalami nyeri dada ringan dan mereda dengan obat-obatan dan istirahat. Riwayat DM (-)
2.2.4 Riwayat Sosial
Pasien perokok berat >10 batang per hari selama > 20 tahun. Konsumsi alkohol disangkal.
2.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis
Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, GCS 456
Vital Signs Tekanan Darah: 100/60 mmHg HR: 64 kali / menit RR: 24 kali / menit SpO2: 95% tanpa O2 Suhu: 36,0 0C Kepala/Leher
Pupil bulat isokor 2mm/2mm
Anemia (-), ikterus (-), cyanosis (-) Pembesaran KGB –
JVP 5 + 3cm H2O
Thorax
Cor:
Ictus invisible
Ictus teraba di ICS V MCL sinistra S1-S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara nafas vesikuler/vesikuler, ronchi wheezing
Abdomen
Flat, supel, bising usus (+) normal, traube space tympani, nyeri tekan (-)
Extremitas
Akral hangat, CRT < 2”, edema (-), diaforesis
-|-2.4 Pemeriksaan Penunjang 2.4.1 EKG
Gambar 2.1 EKG 19 Agustus 2017 jam 02.00. Kesimpulan: Sinus Rhythm, HR 64bpm, ST elevasi V1-V5
2.4.2 Laboratorium
(19/08/2017 jam 03.00)
Lab Value Lab Value
WBC 11,25 4,8 – 10,8 CKMB 36,05 < 25
RBC 4,61 4,7 – 6,1 SGOT 26,01 5 – 35
Hb 14,8 14,0 – 18,0 SGPT 16,05 5 – 40
HCT 42,7 42,0 – 52,0 Natrium 137,9 135 – 145
PLT 296.000 150.000 - 450.000 Kalium 4,64 3,5 – 5,2 Diff. Count 4,4 / 0,3 / 38,5 / 47,9 / 8,9 Chlorida 109,1 95 – 110 Ureum 39,63 19 – 49
Kreatinin 1,64 0,68 – 1,24
2.5 Diagnosis
2.6 Planning 2.6.1 Diagnosis
EKG, Cardiac enzyme, DL, SGOT/SGPT, Ureum/Creatinin, Serum elektrolit, Chest X-Ray 2.6.2 Terapi • O2 nc 4 lpm • IVFD NaCl 0,9% 7 tpm • Loading Aspilet 320mg • Loading CPG 350mg • ISDN 3x5mg • Inj. Pragesol 1g iv • Inj. Ranitidin 50mg iv 2.6.3 Monitoring
Subjective, nyeri dada, vital sign, kesadaran 2.6.4 Edukasi
Menjelaskan bahwa penyakit yang dialami pasien merupakan suatu kondisi
kegawatan yang mengancam nyawa
Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita pasien diakibatkan adanya sumbatan
pada pembuluh darah jantung
2.7 Prognosis
Sindrom koroner akut dengan peningkatan segmen ST pada kasus ini merupakan kasus yang memiliki prognosis baik apabila cepat terdeteksi dan tertangani dengan tepat. Namun jika tidak cepat terdeteksi maka sangat mungkin menyebabkan kematian penderita.
2.8 Follow-Up
2.8.1 Hari 1 (19/07/2017)
S O A P
Nyeri dada berkurang sesak berkurang GCS 456 TD: 100/60 N: 56x/m RR: 19 Tax: 36,3 Tho: c/ S1 S2 single, murmur (-), gallop (-) p/ ves/ves Ronkhi Wheezing
-/-Abd: flat, soefl, BU (+) Normal
Ext: Akral hangat, edema –
EKG jam 05.30: Sinus bradikardi 56bpm, T inverted V4-V6, evolusi EKG (+) CKMB (07.00): 88,00 STEMI Anteroseptal onset <12 jam Autolisis
• IVFD NaCl 0,9% 1000cc/24 jam
• Inj. Furosemide 40-40-20 mg
• Inj. Lovenox 6000 IU iv dilanjutkan 15 menit kemudian 6000 IU SC, dilanjutkan 2 x 0,6cc (6000 IU) SC • Inj. Ranitidin 2 x 150 mg k/p • ASA 1 x 80 mg • CPG 1 x 75 mg • Atorvastatin 0-0-40 mg • ISDN 3 x 5 mg • Diazepam 5-0-5 mg • Vblok 2 x ½ tab
• ISDN 5 mg SL sebelum BAB
• CKMB ke-2 hari ini
• LP, UA, EKG besok pagi
• Pro MRS R. ICU
Gambar 2.3Chest X-ray 19 Agustus 2017. Kesimpulan Foto thoraks normal
2.8.2 Hari 3 (21/08/2017)
S O A P
Nyeri dada (-) Kedua kaki linu
GCS 456 TD: 103/70 N: 88x/m RR: 19 Tax: 36,3 Tho: c/ S1 S2 single, murmur (-), gallop (-) p/ ves/ves Ronkhi Wheezing
-/-Abd: flat, soefl, BU (+) Normal
Ext: Akral hangat, edema
• STEMI Anteroseptal onset <12 jam Autolisis • Dislipidemia • Hiperuricemia
• IVFD NaCl 0,9% 1000cc/24 jam
• Inj. Furosemide 20-20-0 mg
• Inj. Lovenox 2 x 6000 IU SC hari ke 2-3 (sampai hari ke-5)
• Inj. Ranitidin 2 x 150 mg k/p • ASA 1 x 80 mg • CPG 1 x 75 mg • Captopril 2 x 6,25 mg • Atorvastatin 0-0-40 mg • ISDN 3 x 5 mg • Diazepam 5-0-5 mg • Vblok 2 x ½ tab
• ISDN 5 mg SL sebelum BAB
• Acc pindah Ruang Perawatan Biasa
Gambar 2.4 EKG 20 Agustus 2017
Gambar 2.4 EKG 21 Agustus 2017
Pemeriksaan Laboratorium (20 Agustus 2017)
Lab Value GDP 105,72 70 – 100 Trigliserida 104,61 <150,00 Kolesterol LDL 146,21 <100 Asam urat 7,8 3,6 – 7,0 2.8.3 Hari 4 (22/08/2017) S O A P Nyeri dada (-) Sesak (-)
Jempol kaki nyeri
GCS 456 TD: 100/60 N: 74x/m RR: 18 Tax: 36,3 Tho: c/ S1 S2 single, murmur (-), gallop (-) • STEMI Anteroseptal onset <12 jam Autolisis • Dislipidemia • Hiperuricemia
• IVFD NaCl 0,9% 1000cc/24 jam
• Inj. Furosemide 20-20-0 mg
• Inj. Lovenox 2 x 6000 IU SC hari ke-4 (sampai hari ke-5)
• Inj. Pragesol 3 x 1 g
• Inj. Ranitidin 2 x 150 mg k/p
• ASA 1 x 80 mg
p/ ves/ves Ronkhi Wheezing
-/-Abd: flat, soefl, BU (+) Normal
Ext: Akral hangat, edema
Echocardiography: Kesimpulan:
• Penurunan fungsi pompa LV (EF 41%) dan RV (TAPSE 1,2 cm) • Hipokinetik segmen anteroseptal s/d anterolateral setinggi basal-mid • PH (-)
~ sesuai gambaran CAD
• Captopril 2 x 6,25 mg
• Atorvastatin 0-0-40 mg
• ISDN 3 x 5 mg
• Diazepam 5-0-5 mg
• Vblok 2 x ½ tab
• ISDN 5 mg SL sebelum BAB
• Echocardiografi hari ini
• EKG Ulang Rabu pagi (23/8/2017)
2.8.4 Hari 5 (23/08/2017)
S O A P
Nyeri dada (-) Sesak (-)
Batuk tidak berdahak, sulit tidur GCS 456 TD: 110/70 N: 86x/m RR: 18 Tax: 36,3 K/L: a/i/c/d -/-/-/-Tho: c/ S1 S2 single, murmur (-), gallop (-) p/ ves/ves Ronkhi Wheezing
-/-Abd: flat, soefl, BU (+) Normal
Ext: Akral hangat, edema
EKG: Sinus Rhythm HR 75bpm, T inverted V2-V6 • STEMI Anteroseptal onset <12 jam Autolisis • Dislipidemia • Hiperuricemia • Acc KRS • Furosemide 20mg - 0 – 0 • ASA 1 x 80mg • CPG 1 x 75mg • Atorvastatin 1 x 40mg • ISDN 3 x 5mg • Vblok 2 x ½ tablet • Micardis 80mg - 0 – 0 • Folavit 1 x 1 • Codein 3 x 15mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction / STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial infarction / NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris / UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis. UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP) dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker kerusakan miokardium dapat diperiksa.
3.2. Epidemiologi
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit jantung iskemia bertanggung jawab terhadap sekitar 7,4 juta kematian diseluruh dunia. Berdasarkan data American Heart Association (AHA) pada tahun 2003 dilaporkan sekitar 71,3 juta penduduk Amerika menderita penyakit jantung dan menyebabkan sebanyak 1 juta kematian. Studi oleh Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) yang melibatkan populasi pasien di Amerika Serikat (AS) menemukan 38% penderita SKA mengalami STEMI.
3.3. Patofisiologi
Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi lapisan fibrotik dari plak arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya agregasi dan adhesi platelet, trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi trombus distal. Keberadaan kandungan lipid yang banyak dan tipisnya lapisan fibrotik, menyebabkan tingginya resiko ruptur plak arteri koronaria. Pembentukan trombus dan terjadinya vasokonstriksi yang disebabkan pelepasan serotonin dan tromboxan A2 oleh
platelet mengakibatkan iskemik miokardium yang disebabkan oleh penurunan aliran darah koroner. Aterosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan pengerasan dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak. Aterosklerosis bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan proses patologi yang dapat mempengaruhi system vaskuler seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam manifestasi klinis dari tingkat keparahan. Hal tersebut merupakan penyebab utama penyakit arteri koroner.
Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada atherogenesis. Inflamasi dengan stress oksidatif dan aktivasi makrofag adalah mekanisme primer. Diabetes mellitus, merokok, dan hipertensi dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar angiotensin II melalui stimulasi reseptor AT-I. Penyebab lain dapat berupa peningkatan C-reactive protein, peningkatan fibrinogen serum, resistensi insulin, stress oksidatif, infeksi dan penyakit periodontal. LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel dan menyebabkan proliferasi sel otot polos, aktivasi respon imun dan inflamasi. LDL teroksidasi masuk ke dalam tunika intima dinding arteri kemudian difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung LDL disebut foam cell berakumulasi dalam jumlah yang signifikan maka akan membentuk fatty streak. Proses tersebut diperantarai berbagai macam sitokin inflamasi termasuk TGF-β.
Plak fibrosa akan menonjol ke lumen pembuluh darah dan menyumbat aliran darah ysng lebih distal, terutama pada saat olahraga, sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudicatio intermitten). Banyak plak yang unstable (cenderung menjadi ruptur) tidak menimbulkan gejala klinis sampai plak tersebut mengalami ruptur. Ruptur plak terjadi akibat aktivasi reaksi inflamasi dari proteinase seperti metalloproteinase matriks dan cathepsin sehingga menyebabkan perdarahan pada lesi. Ketika rupture, terjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajan, inisiasi kaskade pembekuan darah, dan pembentukan thrombus yang sangat cepat. Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemia dan infark.
Gambar 3.1 Perjalanan proses atherosclerosis
3.4. Klasifikasi
Spektrum klinis Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi 3 tipe, yakni Angina Pektoris Tidak Stabil, NSTEMI, dan STEMI.
3.5. Diagnosis
Diagnosis Sindrom Koroner Akut dibagi sesuai ketiga spektrum klinisnya. Angina pektoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tidak ada
kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi atau adanya gelombang T yang negatif.
Karena kenaikan enzim biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.
3.5.1 Angina Pektoris Tidak Stabil
• Anamnesis
Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Penderita yang datang dengan keluhan utama nyeri dada atau nyeri ulu hati yang hebat, bukan disebabkan oleh trauma, yang mengarah pada iskemia miokardium, pada laki-laki terutama berusia > 35 tahun atau wanita terutama berusia > 40 tahun.
Nyeri pada SKA bersifat seperti dihimpit benda berat, tercekik, ditekan, diremas, ditikam, ditinju, dan rasa terbakar.
Nyeri biasanya berlokasi di blakang sternum, dibagian tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak dapat ditunjuk dengan satu jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung, lengan kiri atau kedua lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak hilang setelah 5 menit istirahat atau pemberian nitrat. Keluhan pasien umumnya berupa: Resting angina, terjadi saat istirahat berlangsung > 20 menit; New onset angina, baru pertama kali timbul, saat aktivitas fisik sehari-hari, aktifitas ringan/ istirahat; Increasing angina, sebelumnya pernah terjadi, menjadi lebih lama, sering, nyeri atau dicetuskan aktivitas lebih ringan.
• Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas.
• ECG
Pemeriksaan ECG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0.5mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. Sekitar 5% kasus Angina Pektoris Tidak Stabil memiliki gelombang EKG normal.
• Exercise Test
Bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral insuffisiensi dan abnormalitas gerakan dinding reginal jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stress ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi miokardium
• Pemeriksaan Laboratorium
Pada APTS, pemeriksaan enzim jantung umumnya negatif atau normal atau tidak signifikan.
3.5.2 Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi segmen ST (NSTEMI)
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik umumnya tidak didapatkan perbedaan dengan spektrum Sindroma Koroner Akut lainnya.
• ECG
Adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0.05mV merupakan prediktor khas NSTEMI. Outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T. Sekitar 1-5% kasus NSTEMI memiliki gelombang EKG normal.
• Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik berbanding enzim jantung seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 3-4 minggu.
3.5.3 Infark Miokard Akut Dengan Elevasi segmen ST (STEMI)
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST > 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau > 1mm pada dua sadapan ektremitas.
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.
• Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).
Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 380 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
• ECG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di UGD. Pemeriksaan EKG menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.
Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q.
Gambar 3.2. ST-elevasi pada leads II, III dan aVF; ST depresi pada V1 - V4 gambaran pada infak miokard akut inferior atau inferior AMI .
• Petanda Kerusakan Jantung (Biomarker)
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard)
a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.
b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
a. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
b. Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
c. Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
3.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut
3.7. Manajemen dan Tatalaksana
Tujuan utama terapi pada pasien dengan Sindroma Koroner Akut adalah:
• Mereduksi tingkatan nekrosis miokardium yang terjadi pada pasien dengan Infark
Miokardium Akut (IMA), menjaga fungsi dari ventrikel kiri, mencegah gagal jantung, dan membatasi terjadinya komplikasi kardiovaskular lainnya.
• Mencegah terjadinya proses perburukan mayor pada jantung: kematian, infark
miokardium non-fatal, dan kebutuhan untuk revaskularisasi mendesak.
• Menatalaksanai kondisi akut dan komplikasi mengancam nyawa dari sindroma
korner akut, seperti fibrilasi ventrikel, takikardi ventrikel, takikardia yang tidak stabil, bradikardia simptomatik, edema pulmonar, syok kardiogenik, dan komplikasi mekanikal dari infark miokardium akut.
Prinsip tatalaksana Sindrom Koroner Akut sudah dengan luas dijelaskan dan dikenal melalui algoritma baik yang bersumber dari AHA maupun ECC/ESC. Secara umum prinsip manajemen awal yang diberikan berupa:
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan tepat • Perekaman EKG 12 sadapan
• Pemeriksaan biomarker jantung • X-ray thorax portable <30 menit • Pemasangan akses vena perifer
• Suplementasi oksigen jika saturasi <90% dimulai dari 4 L / menit • Aspirin 160 – 350 mg
• Nitroglycerin sublingual atau spray
Gambar 3.8 Agoritma AHA 2015 pada kasus ACS
3.8. Prognosis
Penilaian Prognosis pada kasus Sindrom Koroner Akut dapat diprediksi melalui sistem skoring dengan menggunakan TIMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction). Penilaian ini dapat dilakukan bersamaan dengan proses diagnosis dari pasien sindroma koroner akut. Kemudian hasil tersebut dapat digunakan untuk memprediksi outcome dan pilihan terapi pada pasien.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Pada pasien ini ditemukan gejala yang mengarah pada spektrum klinis sindrom koroner akut yakni adanya nyeri dada tipikal angina dengan nyeri dirasakan seperti ditindih dan tembus ke pundak dan leher. Kemudian didapatkan pula riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya serta riwayat perokok selama lebih dari 20 tahun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan normal. Dari EKG 12 sadapan didapatkan elevasi segmen ST di V1 sampai V5 yang menandakan adnaya iskemi pada bagian anterior dan septal jantung. Hasil pemeriksaan enzim jantung CKMB juga ditemukan meningkat, sehingga pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis STEMI Anteroseptal. Pada perkembangannya, setelah pemberian terapi awal dengan antiplatelet, terjadi evolusi dari sadapan EKG menjadi inversi gelombang T, sehingga dimungkinkan telah terjadi autolisis pada sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah koroner jantung.
4.2 Manajemen
Pada kasus ini tatalaksana telah diberikan sesuai dengan teori dan guideline yang berlaku. Pada pasien telah diberikan oksigenasi, loading antiplatelet ganda Aspilet 320
mg dan Clopidogrel 300 mg, serta ISDN 5 mg. Kemudian diberikan Pragesol (Metamizole) 1 g sebagai analgetik. Kemudian pasien dirawat di ruang ICU selama 2 hari. Untuk terapi reperfusi pada pasien ini tidak dilakukan Primary PCI karena keterbatasan fasilitas, namun diberikan trombolitik yakni injeksi Lovenox 6000 IU intravena dan dilanjutkan 2 x 6000 IU subkutan selama 5 hari.
Setelah dirawat selama 5 hari pasien dinyatakan pulih dan dapat melanjutkan pengobatan melalui poliklinik. Pada saat pulang pasien diberikan obat-obatan Aspilet 1 x 80 mg, Clopidogrel 1 x 75 mg, Captopril 2 x 6,25 mg, Atorvastatin 1 x 40 mg, ISDN 3 x 5 mg, Furosemide 1 x 20 mg, V blok 2 x ½ tablet, dan Micardis 1 x 80 mg.
4.3 Prognosis
Pada pasien ini memiliki prognosis yang baik karena serangan sindrom koroner akut dapat dideteksi secara dini dalam onset kurang dari 12 jam. Pasien kemudian juga mendapatkan tatalaksana awal di IGD serta lanjutan di ICU serta ryang perawatan yang maksimal sehingga dapat pulih total.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasar pada pemaparan kasus, tinjauan pustaka, dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasien pada kasus portofolio ini merupakan seorang pasien laki-laki dewasa yang mengalami penyakit Infark Miokard Akut STEMI Anteroseptal
2. Diagnosis STEMI Anteroseptal pada pasien ini ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis ditemukan nyeri dada tipikal, sesak nafas, dan keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hipotensi. Kemudian pada perekaman EKG 12 sadapan didapatkan elevasi segmen ST pada lead V1 sampai
V5, dan juga disertai peningkatan enzim jantung CKMB.
3. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah meninggal dunia.
4. Prognosis Sindrom Koroner Akut dipengaruhi banyak hal, baik dari faktor pasien dan tenaga kesehatan. Apabila dapat terdeteksi dan ditangani secara dini, maka prognosis akan baik. Namun jika terlambat terdeteksi serta penanganan kurang
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi, Idris. 2006. Ilmu penyakit Dalam “Infark Myokard Akut dengan Elevasi ST”. FKUI:Jakarta
2. Alwi, Idris. 2006. Ilmu penyakit Dalam “Infark Myokard Akut Tanpa Elevasi ST”. FKUI:Jakarta.
3. Departemen kesehatan RI, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. Bhakti Husad:Jakarta
4. Kumar, et al. 2007. Buku Ajar Patologi Ed.7 . EGC:Jakarta
5. O’conner, Robert E, et all, 2015. Acute Coronary Syndromes 2015 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. http://circ.ahajournals.org/content/132/18_suppl_2/S483.short Diakses tanggal 1 September 2017.