• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar Konsep Dasar Anak Tunagrahita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahan Ajar Konsep Dasar Anak Tunagrahita"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DASAR ANAK TUNAGRAHITA

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui pendidikan anak bisa berkembang dengan lebih baik dan lebih optimal. Varitas progresivitas perkembangan anak sangat individual. Setiap individu berkembang sesuai dengan irama perkembangannya. Pendidikan yang diberikanpun sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-anak pada umumnya, memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka memiliki hambatan intelektual tapi mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu maka layanan pendidikan yang diberikan kepada mereka diupayakan dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal sesuai dengan kebutuhan mereka. Pemahaman terhadap mereka baik secara teori maupun praktis sangat diperlukan supaya para professional dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. B. HAKEKAT ANAK DENGAN HAMBATAN INTELEKTUAL

(TUNAGRAHITA)

Dalam dunia pendidikan ditemukan anak-anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak pada umumnya dan cepat dalam belajar. disamping itu ada juga anak-anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata pada umumnya, Anak-anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata-rata-rata anak pada umumnya disebut anak dengan hambatan intelektual (intellectual disability) , DitPLB (2007) mengististilahkan anak-anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata dengan sebutan Anak Tunagrahita.

(2)

Menurut Astati (2001) Anak tunagraita adalah anak yang secara signifikan memiliki kecerdasan di bawa rata-rata anak pada umumnya dengan disertai hambatan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Mereka mengalami keterlambatan dalam segala bidang, dan itu sifatnya permanen, Rentang memori mereka pendek terutama yang berhubungan dengan akademik, kurang dapat berpikir abstrak dan pelik. Untuk anak-anak tunagrahita tertentu dapat belajar akademik yang sifatnya aplikatif.

Pada dasarnya banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam Bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah mental retardation, mental deficiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995: 20). Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Somantri,2006:103). Istilah lain untuk siswa (anak) tunagrahita dengan sebutan anak dengan hendaya perkembangan. Diambil dari kata Children with developmental impairment. Kata impairment diartika sebagai hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampauan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas (American Heritage Dictionary,1982: 644; Maslim.R.,2000:119 dalam Delphie:2006:113). Istilah lain yang banyak digunakan adalah intellectually handicapped dan intellectually disabled.

Untuk lebih jelasnya mengenai peristilahan tersebut, Endang Rochyadi (1998) menguraikan sebagai berikut.

a. Mental retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai terbelakang mental.

b. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.

c. Mental subnormality digunakan di Inggris, pengertiannya sama dengan mental retardation.

(3)

d. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyerang organ tubuh.

e. Mentally handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.

f. Intellectually handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.

g. Intellectual disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB.

Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan, seperti berikut.

a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967

b. Terbelakang Mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983 c. Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat

dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Beragamnya istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun demikian, semua istilah tersebut tertuju pada pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan.

Pemahaman yang jelas tentang siapa dan bagaimanakah anak tunagrahita itu merupakan hal yang sangat penting untuk menyelenggarakan layanan pendidikan dan pengajaran yang tepat bagi mereka. Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan secara resmi oleh AAIDD (American Association on Intelectual and Developmental Disabilities) sebagai berikut:

“Intellectual disability is a disability characterized by significant limitations both in intellectual functioning and in adaptive behavior, which covers many everyday social and practical skills. This disability originates before the age of 18”

(4)

Dari definisi-definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita diperhatikan adalah berikut ini.

a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata-rata mempunyai IQ (Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70. b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.

c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita. Pada tahun 1970 an, di Amerika Serikat (Kirk & Gallagher, 1986:118) muncul istilah Anak Tunagrahita Enam Jam, istilah itu menggambarkan anak tunagrahita ringan yang tidak dapat menyesuaikan diri selama di sekolah (antara jam 9 pagi sampai jam 3 sore) karena beban tuntutan untuk membaca dan berfikir efektif. tetapi mereka dapat menyesuaikan diri dengan sukses (pada jam-jam yang lain di hari yang sama) di lingkungan keluarga mereka. C. PENYEBAB HAMBATAN INTELEKTUAL (TUNAGRAHITA)

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah membagi faktor-faktor penyebab menjdi beberapa kelompok. Straus mengelompokkan faktor-faktor tersebut menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Suatu faktor

(5)

dimasukkan kedalam gugus endogen apabila letaknya pada sel keturunan, faktor ini diturunkan. Sedangkan yang termasuk ked alam faktor eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya : infeksi dan virus yang menyerang otak, benturan, radiasi dan sebagainya; faktor ini tidak diturunkan. Kalangan lain membagi faktor-faktor penyebab ini atas faktor lingkungan dan faktor individu. Kalangan ini biasanya tidak sama dalam mengelompokkan faktor-faktor tersbut, mereka yang bekerja pada lapangan Sosiologi biasanya memasukkan hal-hal yang terjadi sesudah lahir sebagai faktor lingkunngan; yang terjadi sebelum lahir dimasukkannya sebagai faktor individu. Sedangkan mereka yang bekerja di lapangan Biologi cenderung memasukkan semua hal yang terjadi di kuar sel bibit benih (gene) sebagai faktor lingkungan; adapaun yang mereka masukkan ke dalam faktor individu hanyalah faktor-faktor yang terdapat pada sel benih. Cara lain yang juga sering digunakan dalam pengelompokkan faktor-faktor penyebab ketunagrahitaan dalah membaginya dalam 3 (tiga) gugus, yang jika disusun secara kronologis adalah : (1) faktor-faktor yang tejadi sebelum anak lahir (prenatal), (2) faktor-faktor-faktor-faktor yang terjadi saat dilahirkan (natal atau perinatal), dan (3) faktor-faktor yang terjadi sesudah dilahirkan (postnatal). Perlu diingat bahwa istilah prenatal, natal atau perinatal, dan postnatal, bukanlah penyebab melainkan hanya waktu teradinya penyebab terjadinya ketunagrahitaan. Pada gugus prenatal tercakup hal-hal yang terjadi pada faktor keturunan dan yang tidak terjadi pada faktor keturunan akan tetapi anak masih dalam kandungan. Berikut ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik berasal dari faktor keturunan, maupun yang berasal dari faktor lingkungan.

PENYEBAB TUNAGRAHITA

Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor: 1. Genetik

a. Kerusakan/Kelainan Biokimiawi.

(6)

c. Anak tunagrahita yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50.

2. Pada masa sebelum kelahiran (pre-natal). a. Infeksi Rubella (Cacar)

b. Faktor Rhesus (Rh)

3. Pada saat kelahiran (perinatal)

4. Retardasi mental/tunagraita yang disebabkan olek kejadian yang terjadi pada saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir rematur.

5. Pada saat setelah lahir (post-natal)

Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya: Meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi misalnya: kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan tunagrahita.

6. Faktor sosio-kultural.

Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia.

7. Gangguan Metabolisme/Nutrisi.

a. Phenylketonuria. Gangguan pada metabolisme asam amino, yaitu gangguan pada enzym Phenylketonuria.

b. Gargoylisme. Gangguan metabolisme saccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak.

c. Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena defisiensi yodium.

Secara umum, Grossman(1973), dalam B3PTKSM (p. 24) menyatakan penyebab tunagrahita akibat dari:

a. infeksi dan/atau intoxikasi,

b. rudapaksa dan/atau sebab fisik lain,

c. gangguan metabolisma, pertumbuhan atau gizi (nutrisi), d. penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal),

e. akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak diketahui,

f. akibat kelainan kromosomal,

g. gangguan waktu kehamilan (gestational disorders),

h. gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik disorders),

(7)

i. pengaruh-pengaruh lingkungan, dan

j. kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan.

D. KARAKTERISTIK ANAK DENGAN HAMBATAN INTELEKTUAL Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown (1991) Wolery & Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p.485-486, 1996 menyatakan:

1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.

2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru. 3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat. Cacat

fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak denga tunagrahita berat mempunyai ketebatasab dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu , dan mendongakkan kepala.

4. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak tunagrahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti: berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. 5. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahta ringan

dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tunagrahita berat tidak meakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.

(8)

6. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya: memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dll.

E. KLASIFIKASI HAMBATAN INTELEKTUAL (TUNAGRAHITA) Pengklasifikasian / pengglongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut America Association on Mental Retardation dalam Spesial Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut :

1. Educable

Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemmapuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 sekolah dasar.

2. Trainable

Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuan untuk pendidikan secara akademik

3. Custodial

Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan terus menerus.

Sedangkan penggolongan tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut B3PTKSM (P. 26) sebagai berikut :

1. Taraf perbatasan (border line) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slowlerner) dengan IQ 75 – 90

2. Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded dengan IQ 50 – 75)

3. Tunagrahita mampu latih ( dependent of proudlley retarded dengan IQ 35 – 50)

4. Tunagrahita butuh rawat (dependent of proudlly mentally retarded dengan IQ 20–35.

(9)

Ada 4 taraf tunagrahita berdasarkan kriteria psikometrik menurut skala intelegensi Wechler ( Kirk and gallagher, 1979, dalam BPTKSM, p. 26) yaitu: 1. Retardasi mental ringan (mild mental retardation dengan IQ 55 – 69) 2. Retardasi mental sedang ( moderat e mental reterdation dengan IQ 40 –

54)

3. Retardasi mental berat (sever mental retardation dengan IQ 20 – 39) 4. Retardasi mental sangat berat (profound mental retardation IQ <20)

DitPLB (2007) mengutarakan klasifikasi tunagrahita antaralain sebagai berikut:

1. Tunagrahita ringan memiliki IQ 70-55 2. Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40 3. Tunagrahita berat memiliki IQ 40-25 4. Tunagrahita berat sekali memiliki IQ <25

Hambatan Intelektual seringkali juga terjadi pada individu-individu dengan permasalahan klinis, diantaranya

1. Down Syndrome (Mongoloid). Sindrom ini disebut demikian karena mereka memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.

(http://linda-plb11.blogspot.com/2011/11/tunagrahita-down-syndrome.html) 2. Kretin (Cebol). Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan

(10)

keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.

(http://dymastunggulpanuju.blogspot.com)

3. Hydrocephal. Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.

(http://wlittle.hubpages.com/hub/Lets-talk-about-Hydrocephalus) 4. Microcephal. Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.

(11)

(http://elementsofmorphology.nih.gov/index.cgi?tid=8ae2118220c1308f) 5. Macrocephal. Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.

(sumber : http://www.springerimages.com/Images/Biomedicine/1-10.1007_s00439-009-0653-6-0)

F. DAMPAK HAMBATAN INTELEKTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BELAJAR

Dewi.K (2010) menggambarkan klasifikasi dan dampak hambatan intelektual terhadap kemampuan belajar anak tunagrahita berdasarkan DSM-IV-TR, yaitu :

Klasifikasi IQ Keterangan Ekspektasi

Pendidikan Borderline Sekitar 70 sampai 89 Penyesuaian sosial yang tidak berpola akan berbeda dengan populasinya walaupun pada segmen yang lebih bawah Mampu mengikuti kegiatan sekolah sampai pada jenjang tertentu yang dapat dicapai

(12)

penyesuaiannya akan baik, dalam arti lain perkembangan anak dalam penyesuaian sosial akan berbeda dengan teman-teman seusianya yang normal. tidak sesuai dengan tahapan usia kalender. Memperoleh kepuasan kerja dibidang non-teknis yang disertai dengan dukungan diri yang penuh bila diperlukan Retardasi mental ringan (mild) Sekitar 50-55 sampai 70 Bisa mencapai kemampuan membaca sampai kelas 4-6. Dapat mempelajari kemampuan pendidikan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memerlukan pengawasan dan bimbingan serta pelatihan dan

(13)

pendidikan khusus. Retardasi mental moderat (moderate) Sekitar 35-40 sampai 50-55 Mengalami kelambatan dalam belajar berbicara dan kelambatan dalam mencapai tingkat perkembangan lainnya (misalnya duduk dan berbicara). Dengan latihan dan dukungan dari lingkungannya, mereka dapat hidup dengan tingkat kemandirian tertentu. Dapat mengikuti sekolah sampai kelas dua sampai kelas lima. Dalam hal penyesuaian sosial menampakkan kemandirian dalam komunitas. Dalam hal kemampuan kerja harus didukung secara penuh atau hanya secara parsial. Retardasi mental berat (severe) Sekitar 20-25 sampai 35-40 Dapat dilatih meskipun agak lebih susah dibandingkan dengan anak retardasi mental moderat. Kemampuan belajar hanya pada area bantu diri seperti mandi, buang air, kemampuan

(14)

terbatas dalam bidang akademik. Kemampuan penyesuaian sosial biasanya terbatas hanya pada anggota keluarga atau orang yang dikenal lainnya. Kemampuan kerja biasanya dapat terlihat ketika bekerja dibawah setting workshop atau naungan suatu lembaga tertentu. Retardasi mental berat sekali (profound) dibawah 20 atau 25 Biasanya tidak dapat berjalan, tidak dapat berbicara atau memahami perintah Biasanya tidak mampu belajar walaupun mempunyai kemampuan yang cukup

(15)

untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Keinginan biasanya membutuhkan perhatian yang penuh dan pengawasan untuk waktu seumur hidup.

G. PEMBELAJARAN PADA ANAK DENGAN HAMBATAN INTELEKTUAL (TUNAGRAHITA)

Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:

1. Kelas Transisi.

Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak. 2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1

(16)

3. Pendidikan Terpadu.

Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).

4. Program Sekolah di Rumah.

Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.

5. Pendidikan Inklusif.

Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang bersama-sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.

6. Panti (Griya) Rehabilitasi.

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya

(17)

memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal:

a. Pengenalan diri

b. Sensori motor dan persepsi

c. Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain) d. Kemampuan berbahasa dan komunikasi

e. Bina diri dan kemampuan sosial.

Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah: 1. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)

Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak funsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus).

2. Play therapy (Terapi bermain)

Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain, misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli.

3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri

Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.

4. Life Skill (Keterampilan hidup)

Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.

5. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)

Selain diberikan latihan keterampilan. Anak tunagrahita juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak tunagrahita diharapkan dapat bekerja.

(18)

PEMAHAAN YANG KELIRU TENTANG TUNAGRAHITA No . PANDANGAN YANG SALAH (MITOS)

KENYATAAN YANG ADA (FAKTA) 1. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelektual seumur hidup.

Fungsi intelektual tidak statis. Khususnya bagi anak dengan perkembangan kemampuan yang ringan dan sedang, perintah atau tugas yang terus menerus dapat membuat perubahan yang besar untuk dikemudian hari. 2. Anak tunagrahita hanya dapat mempelajari hal-hal tertentu saja.

Belajar dan berkembang dapat terjadi seumur hidup bagi semua orang. Jadi siapapun dapat mempelajari sesuatu, begitu juga dengan anak tunagrahita.

3.

Anak tunagrahita secara fisik kelihatan berbeda dengan anak-anak lain.

Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari Down syndrom, memiliki kelainan fisik

dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya.

4. Sebagian besar anak dengan

Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi

(19)

keterbelakangan perkembangan sudah teridentifikasi pada saat bayi.

setelah masuk sekolah.

5. Tidak mungkin menggabungkan anak tunagrahita dalam satu lingkungan belajar dengan anak reguler.

Siswa/siswi dengan masalah intelektual selalu belajar lebih keras dan belajar lebih baik jika mereka berintegrasi dengan siswa reguler.

6.

Dari segi tahapan, pekembangan tunagrahita sangat berbeda pada tingkat pemahamannya dibanding dengan “orang normal”.

Mereka berkembang pada jenjang yang sama, tetapi tak jarang lebih lambat.

7

Hasil tes tunagrahita biasanya mempunyai kemampuan paling tidak pada garis batas antara IQ rata-rata dan IQ dibawah rata-rata (borderline), dan tentu kemampuan adaptifnya juga dibawah normal.

Tes IQ mungkin bisa dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak

selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang.

(20)

8

Seseorang anak yang telah ter-diagnosa tunagrahita tingkat tertentu, tidak akan berubah selama hidupnya

Tingkat fungsi mental mungkin saja dapat berubah terutama pada anak tunagrahita yang tergolong ringan.

Referensi

Dokumen terkait

Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang

Anak usia dini ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik

Setelah kalian memahami naskah drama cerita Malin Kundang tersebut akhirnya kita dapat mengetahui gambaran umumnya bahwa cerita itu bertema tentang Anak Durhaka yaitu anak yang

Anak tunagrahita merupakan salah satu peserta didik yang mengalami hambatan dalam intelektual di bawah rata-rata dan masih ada peserta didik yang belum mampu membaca

Anak usia dini ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik

Anak memiliki kecerdasan masing masing. Hal tersebutlah, yang membedakan setiap anak dalam memahami setiap stimulus, bimbingan dan penanaman konsep. Diperlukan strategi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus SQY memiliki kecerdasan dengan IQ 115 (diatas rata- rata), orangtua anak memberikan bimbingan dan motivasi untuk menghafal

Sebagai contoh, anak nomal rata-rata mempunyai IQ (Intelligence Quotient) 100, sedangkkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70. b) Kekurangan dalam tingkah laku