• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN SISTEM AKUISISI DATA PADA MINI MARITIME WEATHER STATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN SISTEM AKUISISI DATA PADA MINI MARITIME WEATHER STATION"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Perlu adanya tambahan weather station yang bisa dimanfaatkan pada transportasi laut untuk mengatasi minimnya jumlah weather station di Indonesia. Satu unit weather station harganya sangat mahal, sehingga penelitian tugas akhir ini merancang mini weather station dan sistem akuisisi datanya yang dilengkapi dengan data logger dengan harga murah dan nantinya bisa dimanfaatkan untuk trasnportasi laut. Weather station yang dirancang mengukur variabel cuaca suhu (LM 35), kelembaban (HSM 20G), kelajuan angin (rotary encoder), dan arah angin (optocoupler). Setelah sistem dirancang dilakukan pengujian dengan memberikan masukan tetap dan berubah terhadap sistem dan dilihat keluarannya. Sistem akuisisi data yang telah dirancang memiliki rentang suhu 26.2 oC sampai 80oC, span 53.8 oC, ketidakpastian pengukuran 0.30 oC, error presisi 0.83 oC, error akurasi 0.84 oC, settling time dengan perubahan mendadak 1.73 menit, dan perubahan perlahan 5.140 menit. Variabel kelembaban memiliki rentang 33.6% sampai 97.82%, span 64.22%, ketidakpastian pengukuran 4.26%, error presisi 0.46%, error akurasi 1.24%, dan settling time dengan perubahan perlahan 6.10 menit. Variabel kelajuan angin memiliki rentang 0 ms-1 sampai 5.6 ms-1, span 5.6 ms-1, ketidakpastian pengukuran 0.03 ms-1, error presisi 0.21 ms-1, dan error akurasi 0.37 ms-1, settling time perubahan mendadak 2.48 detik, dan perubahan perlahan 6.68 detik. Terakhir arah angin memiliki ketidakpastian pengukuran 2.90o.

Index Terms— sistem akuisisi data, weather station, suhu, kelembaban, kelajuan angin, arah angin

I. PENDAHULUAN

emanasan global telah memberikan dampak meningkatnya suhu permukaan bumi. Kenaikan suhu udara memicu topan di kawasan Asia, sedangkan di wilayah Indonesia terjadi kondisi cuaca yang berbeda – beda akibat variabilitas suhu yang tidak menentu. Pola cuaca dan iklim yang tidak beraturan akan mengganggu sarana transportasi laut. 38 % kejadian kecelakaan transportasi laut disebabkan oleh bencana alam (badai, anging kencang, ombak besar, dll). Jumlah

weather station di Indonesia sekitar 198 dari wilayah Banda

Aceh sampai dengan Timika, hal ini tidak sebanding dengan luas wilayah Indonesia. Perlu adanya weather station tambahan untuk menunjang penyedian informasi dan prakiraan cuaca yang bisa dimanfaatkan pada transportasi laut, hanya saja harga satu unit weather station sangatlah mahal, padahal penjadwalan transportasi laut bertumpu pada informasi dan prakiraan cuaca tersebut. Pada penelitian tugas akhir ini dirancang mini weather station dan sistem akuisisi datanya yang dilengkapi dengan data logger. Tujuannya adalah mampu menghasilkan weather station dengan harga murah yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk trasnportasi laut.

Variabel cuaca yang diukur pada sistem akuisisi data ini adalah suhu, kelembaban, kelajuan angin, dan arah angin. Sistem akuisisi data dengan empat variabel yang diukur tersebut dibangun menjadi weather station. Sensor yang digunakan untuk mengukur keempat variabel tersebut dipilih berdasarkan keeffektifan dan keeffisienan untuk mendukung jumlah produksi weather station secara massal. Komunikasi pada sistem akuisisi data ini menggunakan komunikasi serial dengan media transmisi kabel sepanjang 25 meter. Pada sistem akusisi data yang dirancang dilengkapi dengan data

logger yang berguna untuk menyimpan data hasil pengukuran

sehingga nantinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti penelitian, dsb.

II. DASAR TEORI

A. Weather station

Untuk mengetahui kondisi cuaca dan iklim diperlukan adanya weather station (stasiun cuaca). Weather station adalah sebuah fasilitas dengan instrumen dan peralatan yang digunakan untuk mengamati kondisi atmosfer untuk memberikan informasi prakiraan cuaca atau penelitian tentang cuaca dan iklim. Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Berbeda halnya dengan cuaca, iklim adalah keadaan cuaca rata – rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas.

Variabel yang diamati oleh setiap stasiun pengamatan cuaca diantaranya adalah suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, arah dan kelajuan angin, curah hujan, penguapan, dan lamanya penyinaran oleh matahari. Variabel – variabel tersebut memiliki pengertian masing – masing yang bisa dijadikan prinsip dasar pengukurannya, sebagai contoh suhu adalah ukuran kuantitatif terhadap panas dan dinginnya badan atau hawa. Kelembaban udara terbagi dua macam, yaitu kelembaban udara absolut dan kelembaban udara relatif. Kelambaban udara absolut adalah banyaknya uap air yang terdapat di udara pada suatu tempat, dinyatakan dengan banyaknya gram uap air dalam 1 m3 udara. Sedangkan kelambaban udara relatif adalah perbandingan jumlah uap air dalam (kelembaban udara absolut) dengan jumlah uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara tersebut dalam suhu yang sama, dinyatakan dalam persen (%).

PERANCANGAN SISTEM AKUISISI DATA PADA MINI MARITIME

WEATHER STATION

Edi Yulianto

1)

; Ir. Syamsul Arifin, MT.; Imam Abadi, ST. MT.

1) Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email: die_tf07@ep.its.ac.id

(2)

B. Sistem Akuisisi Data

Sistem akuisisi data pada dasarnya adalah suatu sistem pengukuran hanya saja variabel yang diukur banyak. Prinsip dasar dari sistem akusisi data adalah “time shared” diantara variabel yang akan diukur, teknik yang digunakan adalah time

division multiplexing. Selain itu, sistem akusisi data juga

memerlukan sistem komunikasi untuk mengirimkan data hasil pengukuran ke suatu tempat penyimpanan data, misalkan dari ke field instrument ke control room jika sistem akusisi datanya digunakan di industri. Pada time division multiplexing penyeleksian data masukan bergantian berdasarkan selang waktu tertentu. Teknik ini bisa dilakukan mneggunakan multiplekser dan demultiplekser atau penyeleksian data bisa berbasis program yang mengadopsi prinsip kerja dari multiplekser dan demultiplekser. Tipe seperti ini biasa digunakan pada sistem akusisi data yang menggunakan mikrokomputer atau mikrokontroler (1).

Sistem akusisi data terdiri dari beberapa elemen penyusun, yaitu sensor dan pengkondisian sinyal, multiplekser, ADC (analogue to digital converter), display, dan software untuk menyimpan data. Dewasa ini, elemen multiplekser dan ADC bisa langsung digantikan oleh mikrokontroler contohnya ATMEGA 8535. Mikrokontroller adalah piranti elektronik berupa IC (Integrated Circuit) yang memiliki kemampuan manipulasi data (informasi) berdasarkan suatu urutan instruksi (program) yang dibuat oleh programmer (2). Pada sistem akusisi data mikrokontroler memiliki peranan yang penting karena bisa merupakan komponen utama, mikrokontroler bisa diperankan sebagai ADC, multiplekser, interfacing dengan komponen lain, dll.

Gbr 1. Skema ATMEGA 8535 (2)

ATMEGA 8535 memiliki banyak fitur atau fasilitas yang bisa dimanfaatkan untuk membuat sebuah sistem atau melakukan pemograman. Telah dijelaskan bahwa setiap pin yang ada di mikrokontroler memiliki fungsi masing – masing. Fungsi – fungsi tersebut dapat dijabarkan dalam fitur – fitur, yaitu input/output (I/O), Timer/Counter, External Interupt, USART, ADC, analog comparator, SPI, I2C, LCD, dll. Fitur yang dimanfaatkan pada penelitian ini adalah I/O untuk arah angin, Timer dan External Interrupt untuk kelajuan angin, ADC untuk suhu dan kelembaban, dan USART untuk komunikasi serial.

Sinyal digital serial atau komunikasi serial dapat digunakan untuk mengirimkan data dengan jarak yang lebih jauh (sekitar sampai 1 km) dan biasanya digunakan dalam sistem telemetri. Pada komunikasi serial, semua bits data dikirimkan setiap satu bit pada rentang waktu tertentu dalam satu jalur. Kecepatan pengiriman data pada komunikasi serial ditentukan dengan bit

rate, ini adalah banyaknya bit yang dikirim dalam satuan

waktu, biasanya dinyatakan dalam bits per second. Bagian terpenting dari komunikasi serial adalah konektor DB9 dan RS232. DB9 adalah konektor yang digunakan untuk mengubungkan hardware dengan komputer. Kegunaan RS232 adalah sebagai driver yang akan mengubah tegangan dari

hardware agar sesuai dengan tegangan pada computer

sehingga dapat dibaca. Rangkaian interface menerjemahkan

level tegangan RS232 ke level tegangan TTL dan sebaliknya.

Pada RS232 tegangan high (1) adalah 15V sampai dengan -3V sedangkan tegangan low (0) adalah +-3V sampai dengan +15V. Pada TTL tegangan high (1) adalah +2V sampai dengan +5V sedangkan tegangan low (0) adalah +0V sampai dengan +0,8V. Untuk menghubungkan antara mikrokontroler ke PC atau PC ke PC biasanya digunakan format null mode, pin TxD dihubungkan dengan RxD pasangannya, pin sinyal

ground dihubungkan dengan sinyal ground pasangannya.

Gbr 2. Port DB9 (3) III. METODE

Langkah – langkah penelitian untuk mencapai tujuan yang diharapkan bisa digambarkan dalam diagram alir seperti pada Gbr 3.

A. Pra Eksperimen

Pra eksperimen meliputi pemilihan sensor untuk setiap variabel yang diukur. Pemilihan sensor ini berdasarkan keefektifan dan keefisienan sensor, hal ini berarti sensor yang dipilih memiliki performa (akurasi, presisi, dll) bagus dengan harga yang relatif murah. Selain itu, pertimbangan lain adalah ketersediaan sensor dipasaran, hal ini untuk mempermudah pencarian sensor jika akan dilakukan produksi massal dikemudian hari. Mulai Pra Eksperimen Perancangan Sistem Performansi bagus?

Analisa Data dan Pembahasan Penyusunan Laporan Selesai Pengujian Sistem Ya Tidak

(3)

Sensor yang dipilih untuk mengukur suhu adalah LM 35. LM 35 memiliki tegangan keluaran yang linear terhadap perubahan suhu dan harganya relative murah. Selain itu, LM 35 memiliki rentang pengukuran -55 oC sampai 150 oC sehingga bisa digunakan untuk mengukur suhu udara. HSM 20G merupakan sensor yang dipilih untuk mengukur kelembaban. Tegangan keluaran HSM 20G linear terhadap masukan kelembabannya. HSM 20G memiliki rentang

pengukuran 0% sampai 99%, oleh karena itu bisa digunakan

untuk mengukur kelembaban udara. Berbeda halnya dengan suhu dan kelembaban, kelajuan dan arah angin menggunakan sensor yang dibuat sendiri dengan menambahkan komponen elektrik. Kelajuan angin diukur menggunakan wind cup yang digabung dengan rotary encoder memanfaatkan

photointerrupter (optocoupler tipe U) dan piringan kisi. Rotary encoder mengeluarkan sinyal pulsa yang frekuensinya

sebanding dengan kelajuan angin.

Gbr 4. Wind cup

Seperti kelajuan angin, arah angin juga memanfaatkan

optocupler untuk melakukan pengukuran. Optocoupler

digabung dengan sensor arah angin seperti Gbr 5. Perbadaan antara kelajuan angin dan arah angin adalah penggunaan piringan kisinya, jika piringan kisi pada kelajuan angin memiliki bagian lubang dan hitam sebanyak 22 buah (Gbr 6) yang menyebabkan optocupler bisa mengeluarkan sinyal pulsa, arah angin hanya satu bagian hitam saja namun

optocupler yang digunakan banyak.

Gbr 5. Sensor arah angin

Optocoupler merupakan alat yang terdiri dari transmitter

infra merah dan receiver cahaya atau fotodetektor yaitu fototransistor. Jika cahaya dari transmitter yang menuju receiver tidak terhalang (mengenai lubang pada piringan kisi) maka keluarannya adalah low, sedangkan jika terhalang (mengenai bagian hitam piringan kisi) maka keluarannya adalah high. Pada Gbr 7, sinyal input dihubungkan ke tegangan Vcc sehingga transmitter selalu mengirimkan cahaya ke fotodetektor. Kaki keluaran optocoupler dimasukkan ke mikrokontroller

Gbr 6. Piringan kisi

B. Perancangan sistem

Perancangan sistem meliputi pengukuran variabel dan

interfacing termacuk data logger. Pengukuran variabel yang

dirancang memanfaatkan sensor – sensor yang telah dipilih pada tahap pra eksperimen. Sensor tersebut akan diproses sehingga diperoleh nilai variabel terukurnya. Pengukuran

setiap variabel membutuhkan pemrosesan yang berbeda – beda satu dengan yang lainnya. Berikut akan dijelaskan pemrosesan untuk masing – masing variabel.

Gbr 7. Rangkaian optocupler (4)

1) Suhu : Tegangan keluaran dari LM 35 langsung dimasukkan ke ADC mikrokontroler (PORTA) 10 bit. Nilai biner hasil konversi dikirim ke PC dengan komunikasi serial yang selanjutnya akan diproses sehingga diperoleh nilai suhu terukur. Untuk memperoleh nilai suhu terukur terlebih dahulu harus didapatkan hubungan antara ADC dan suhu (tahap pengujian). Diagram blok sistem akuisisi data suhu dapat dilihat pada Gbr 8.

Gbr 8. Diagram blok sistem akuisisi data suhu

2) Kelembaban : Seperti halnya LM 35, tegangan keluaran HSM 20G langsung dimasukkan ke ADC mikrokontroler (PORTA) 10 bit. Untuk memperoleh tegangan keluaran HSM 20G, maka sensor dirangkai seperti Gbr 9. Nilai biner hasil konversi dikirim ke PC dengan komunikasi serial yang selanjutnya akan diproses sehingga diperoleh nilai kelembaban terukur. Diagram blok sistem akuisisi data suhu dapat dilihat pada Gbr 10.

Gbr 9. Rangkaian HSM 20G (5)

(4)

3) Kelajuan Angin : Sinyal pulsa yang dihasilkan oleh

optocoupler sebagai informasi kelajuan angin

dimasukkan ke external interrupt mikrokontroler, INT0 (PORTD.2), hal ini bertujuan untuk menghitung jumlah pulsa yang masuk dalam satu detik (counter). Selain INT0, counter juga memanfaatkan fasilitas Timer0 mikrokontroler untuk mewaktu selama satu detik sehingga akan diperoleh banyak pulsa per detik yang nantinya akan diproses sehingga diperoleh nilai kelajuan angin terukur. Diagram blok sistem akuisisi data kelajuan angin dapat dilihat pada Gbr 11.

Gbr 11. Diagram blok sistem akuisisi data kelajuan angin 4) Arah Angin : Delapan buah optocoupler yang

digunakan sebagai sensor arah angin mewakili satu arah mata angin. Jika keluaran optocoupler adalah high, maka arah anginnya adalah yang diwakili oleh

optocoupler tersebut. Keluaran dari optocoupler

menjadi masukan pada mikrokontroler (PINC). Algoritma pemograman pada mikrokontroler yang digunakan untuk memperoleh arah angin berdasarkan sinyal informasi yang diperoleh dari optocoupler bisa dilihat pada Gbr 14. Diagram blok sistem akuisisi data arah angin bisa dilihat pada Gbr 12.

Gbr 12. Diagram blok sistem akuisisi data arah angin Seluruh sensor yang telah djelaskan di atas selanjutnya diintegrasikan menjadi suatu sistem akusisi data. Sistem ini terpusat pada satu mikrokontroler yang dihubungkan dengan PC sebagai tampilan pengguna atau user interface – nya. Sensor – sensor yang digunakan ditempatkan pada sebuah tower dengan ketinggian 1.5 meter sehingga membentuk seperti weather station (stasiun cuaca) dalam skala kecil atau mini. Pada tower tersebut, ditempatkan pula mikrokontroler sebagai pusat sistem pada sebuah kotak yang didalamnya juga terdapat rangkaian catu daya sebagai sumber tegangan sistem. Mikrokontroler bisa bekerja jika diberi catu daya sebesar 5 volt DC, selain itu mikrokontroler memerlukan beberapa komponen tambahan supaya bisa bekerja yang dirangkai dalam rangkaian minimum system (minsys).

Gbr 13. Menara weather station

Gbr 14. Diagram alir pemograman sensor arah angin

Pada mikrokontroler, pemrosesan kebanyakan hanya pengubahan sinyal analog keluaran sensor menjadi digital, seperti pada pengukuran suhu, kelembaban, dan pengubahan menjadi besaran yang mewakili variabel yang diukur seperti pada pengukuran kelajuan dan arah angin. Sinyal – sinyal informasi yang diterima oleh mikrokontroler dari sensor selanjutnya akan diolah di PC sehingga diperoleh nilai hasil pengukuran. Pengiriman data dari mikrokontroler ke PC menggunakan fasilitas komunikasi serial USART (Universal

Synchronous Asynchronous Receiver/Transmitter) untuk

mikrokontroler dan Microsoft Comm Control (MSCOmm) pada Visual Basic (VB) untuk PC. Untuk menghubungkan

(5)

mikrokontroler dan PC diperlukan rangkaian untuk mengubah tegangan keluaran mikrokontroler menjadi tegangan TTL.

Gbr 15. Rangkaian catu daya

Interfacing antara mikrokontroler dan PC menggunakan komunikasi serial dua arah, artinya mikrokontroler akan mengirimkan data jika ada permintaan dari PC untuk mengirimkan data tersebut. PC akan meminta mikrokontroler untuk mengirimkan semua data hasil pengukuran secara bergantian dengan mengumpankan perintah, dalam penelitian ini perintah dari PC berupa pengiriman karakter a, b, c, dan d yang masing – masing mewakili satu variabel yang diukur. Teknik komunikasi seperti ini meniru prinsip kerja dari multiplekser dengan selektornya adalah karakter yang dikirimkan.

Gbr 16. Rangkaian minsys

Setelah data – data hasil pengukuran diolah di PC sehinga diperoleh nilai hasil pengukuran, selanjutnya dilakukan penyimpanan data – data (data logging) hasil pengukuran tersebut menggunakan fasilitas Microsoft ADO Data Control (ADODC) pada VB yang dihubungkan dengan Microsoft Office Access (Access).

Gbr 17. Jendela utama DAQ

User interface DAQ yang telah dibuat menggunakan VB

terdiri dari empat jendela (window), yaitu jendela log in, DAQ, control panel, dan graph. Jendela log in digunakan sebagai pengaman supaya tidak semua orang bisa menggunakan program ini. Jendela kedua adalah jendela utama (Gbr 17), yaitu jendela yang menampilkan data hasil pengukuran, grafik salah satu variabel pengukuran yang ingin ditinjau (pengaturan ada pada jendela graph), dan review data yang disimpan di Access. Jendela control untuk mengatur port serial yang digunakan, memulai dan menghentikan pengukuran atau penyimpanan data pengukuran. Jendela terakhir adalah jendela graph yang digunakan untuk mengatur variabel apa yang grafiknya akan ditampilkan (diamati) pada jendela utama.

C. Pengujian Sistem

Pengujian sistem bertujuan untuk mengetahui performa sistem. Pengujian tersebut diantaranya adalah,

1) Pengujian ADC : bertujuan untuk melihat apakah nilai ADC yang terbaca oleh mikrokontroler sudah sesuai dengan nilai seharusnya. Pengujian dilakukan dengan memberikan variasi tegangan ke ADC mikrokontroler dan melihat nilai ADC yang terbaca. Tegangan yang diberikan mulai dari 0 volt sampai 5 volt dengan 10 variasi.

2) Pengujian Komunikasi Serial : bertujuan untuk mengetahui error yang disebabkan oleh media transmisi (kabel 25 meter). Karena kabel yang dipakai untuk komunikasi serial ada tiga, receiver (rx),

transmitter (tx), dan ground (gnd), sehingga pengujian

dilakukan dua kali, yaitu pengujian rx – gnd dan tx – gnd. Pengujian dilakukan dengan memberikan variasi tegangan masukan disatu sisi kabel dan mengukur tegangan keluaran di sisi lainnya. Tegangan yang diberikan mulai 0 volt sampai5 volt dengan variasi sebanyak 5.

3) Pengujian Sistem Akuisisi Data Suhu : terdiri dari dua pengujian yaitu pengujian dengan memberikan suhu masukan tetap dan pengujian dengan memberikan suhu masukan yang berubah. Nilai suhu yang terukur oleh sistem dibandingkan dengan nilai suhu yang terukur oleh kalibrator (termometer digital). Pengujian suhu tetap dilakukan dengan memberikan masukan suhu 27.2oC sedangkan pengujian dengan suhu berubah dilakukan dengan memberikan suhu mulai 34.6oC sampai 80 oC.

4) Pengujian Sistem Akuisisi Data Kelembaban : terdiri dari dua pengujian yaitu pengujian dengan mengukur kelembaban ruangan (kelembaban tetap) dan pengujian dengan kelembaban berubah. Nilai kelembaban yang terukur oleh sistem dibandingkan dengan nilai kelembaban yang terukur oleh kalibrator (hygrometer). Kelembaban ruangan pada saat pengujian yang digunakan sebagai sumber kelembaban tetap adalah 72.62% sedangkan sumber kelembaban berubah yangdiberikan adalah 418.99% samapai 81.95%. 5) Pengujian Sistem Akuisisi Data Kelajuan Angin :

terdiri dari pra – pengujian hardware dan software, pengujian dengan memberikan sumber angin tetap, dan pengujian dengan memberikan sumber angin bebas (alam). Pra – pengujian hardware dilakukan dengan memberikan variasi angin ke sensor dan melihat sinyal pulsa keluaran rotary encoder. Pra – pengujian

software dilakukan dengan memberikan sinyal pulsa

dengan berbagai frekuensi dan dilihat berapa frekuensi yang terukur. Nilai kelajuan angin yang terukur oleh sistem pada saat pengujian dibandingkan dengan nilai kelajuan angin yang terukur oleh kalibrator (anemometer). Pengujian angin dengan sumber tetap dilakukan dengan memberikan 3 variasi kelajuan angin, yaitu 2.7 ms-1, 3.7 ms-1, dan 4.7 ms-1 sedangkan untuk sumber angin dari alam pada saat pengujian adalah 0 ms-1 sampai 3 ms-1.

6) Pengujian Sistem Akuisisi Data Arah Angin : dilakukan dengan mengarahkan baling – baling pada sudut tertentu kemudian diukur tegangan masing – masing

optocoupler dan melihat arah angin terukurnya.

(6)

dilakukan pra – pengujian dengan memberikan tegangan masukan pada PINC mikrokontroler sebagai representasi keluaran optocoupler dan dilihat arah angin yang ditampilkan.

IV. HASIL PENELITIAN

Setelah pengujian dilakukan diperoleh data – data yang nantinya diolah sebagai bahan analisa. Berikut ini akan ditampilkan hasil dari pengujian.

1) Pengujian ADC : setelah dilakukan pengujian diperoleh rata – rata error konversi sebesar -4 atau setara dengan rata – rata presentase error sebesar 2%. Nilai ADC yang terbaca dibandingkan dengan nilai konversi secara teoritis dengan menggunakan persamaan 1.

  

1023 (1)

Data hasil pengujian dapat dilihat pada Gbr 18, garis merah adalah ADC terukur dan garis hitam adalah ADC teori. Garis hitam cuma terlihat sedikit karena berimpit dengan garis merah, hal ini mengindikasikan bahwa error antara ADC terukur dengan teori kecil.

Gbr 18. Grafik perbandingan ADC terukur dengan ADC teori 2) Pengujian Komunikasi Serial : dari pengujian ini

diperoleh rata – rata error untuk pengujian rx – gnd -0.005 volt atau setara dengan rata – rata presentase

error -0.145%. Sedangkan pengujian tx – gnd

diperoleh rata – rata error -0.004 volt atau setara dengan rata – rata presentase error -0.124%. Dari data tersebut bisa terlihat bahwa media transmisi komuniasi serial yang dipakai memiliki error yang kecil sehingga informasi yang dikirim tidak hilang.

Gbr 19. Grafik perbandingan tegangan masukan dengan keluaran pengujian rx – gnd

Data – data hasil pengujian tx – gnd dapat dilihat pada Gbr 19 sedangkan rx – gnd pada Gbr 20. Kedua gambar tersebut menunjukkan perbandingan antara tegangan masukan dan tegangan keluaran sehingga bisa terlihat bahwa errornya.

Gbr 20. Grafik perbandingan tegangan masukan dengan keluaran pengujian tx - gnd

3) Pengujian Sistem Akuisisi Data Suhu : sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dicari hubungan antara ADC dan suhu terukur dengan memberikan variasi suhu ke sensor dan melihat ADC keluarannya. Hubungan antara ADC dan suhu digambarkan pada Gbr 21.

Gbr 21. Grafik hubungan ADC keluaran LM 35 dengan suhu Pengujian sistem akusisi data suhu dengan suhu tetap menghasilkan rata – rata koreksi (selisih pembacaan standar dengan pembacaan alat) 0.07 oC dan presentase

error pembacannya adalah 0.27%. Pengujian dengan

suhu berubah memperoleh nilai D (selisih koreksi dengan rata – rata koreksi), d (selisih nilai terukur dengan rata – rata nilai terukur), dan error (selisih pembacaan alat dengan pembacaan standar). Nilai yang diperoleh adalah ∑D2 sebesar 5.11, ∑d2 sebesar 3.85, ∑Error2 sebesar 4.00. ∑D2 digunakan untuk mencari ketidakastian pengukuran, ∑d2 digunakan untuk mencari error presisi, dan ∑Error2 digunakan untuk mencari error akurasi.

Gbr 22. Grafik perbandingan pembacaan alat dan standar pengujian suhu

Gbr 22 menunjukkan perbandingan pembacaan alat dan standar berdasarkan data pengujian keseluruhan. Pada gambar tersebut kita bisa melihat errornya dengan memperhatikan garis merah (pembacaan alat) dan garis hitam (pembacaan standar). Error dari data seluruh pengujian rata – rata adalah -0.30 oC atau -0.70%.

(7)

4) Pengujian Sistem Akuisisi Data Kelembaban : Hubungan antara nilai ADC dengan kelembaban terukur digambarkan pada Gbr 23 Pengujian dengan kelembaban tetap (kelembaban lingkungan) memperoleh rata – rata error 0.56 atau setara dengan rata – rata presentase error 0.77%. Nilai lain yang diperoleh dari pengujian ini adalah ∑D2 sebesar 5.11, ∑d2 sebesar 2.20, ∑Error2 sebesar 15.90. Pengujian lainnya adalah memberikan kelembaban yang berubah. Dari pengujian tersebut diperoleh rata – rata koreksi sebesar 1.60% dan ∑D2 sebesar 1541.24.

Gbr 23. Grafik hubungan ADC keluaran HSM 20G dengan kelembaban

Seluruh data hasil pengujian, baik pengujian dengan kelembaban tetap atau berubah, bisa digambarkan pada Gbr 24. Berdasarkan gambar tersebut kita dapat mengamati errornya. Secara kuantitatif error yang terjadi rata – rata -0.84%.

Gbr 24. Grafik perbandingan pembacaan alat dan standar pengujian kelembaban

5) Pengujian Sistem Akuisisi Data Kelajuan Angin : Hasil pra – pengujian hardware menunjukkan bahwa frekuensi sinyal pulsa keluaran rotary encoder sebanding dengan kelajuan angin yang diberikan. Dari pra – pengujian software diperoleh rata – rata error pembacaan frekuensi sebsar 3.51 pulsa dan rata – rata presentase error 1.13%. Berdasarkan pra – pengujian

hardware dan software yang telah dilakukan diketahui

bahwa sistem dapat bekerja dan bisa digunakan untuk mengukur kelajuan angin.

Gbr 25. Grafik hubungan kecepatan sudut dengan kelajuan angin

Hubungan antara banyak pulsa per detik dengan kelajuan angin terukur bisa dilihat pada Gbr 25. Pengujian dengan sumber tetap dilakukan sebanyak lima kali, mulai kelajuan 2.7 ms-1 sampai 4.7 ms-1 dan kembali lagi ke 2.7 ms-1. Dari pengujian ini diperoleh rata – rata error -0.04 ms-1 atau setara dengan rata – rata presentase error -1.36 %. Pengujian lainnya adalah dengan memberikan sumber angin bebas, dari pengujian ini diperoleh rata – rata koreksi -0.20 ms-1 dan ∑D2 sebesar 11.17.

Gbr 26. Grafik perbandingan pembacaan alat dan standar pengujian kelajuan angin

Pada Gbr 26, garis merah (pembacaan alat) tidak banyak yang berimpit dengan garis hitam (pembacaan standar). Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak

error namun errornya kecil (terlihat dari simpangan

garis merah tidak terlalu jauh dari garis hitam). Rata – rata error dari seluruh pengujian adalah 0.13 ms-1. 6) Pengujian Sistem Akuisisi Data Arah Angin : Dari

pengujian awal diketahui bahwa dengan memberikan tegangan ke mikrokontroler sebagai representasi keluaran optocoupler sistem bisa bekerja. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh rata – rata koreksi 11.25o dan ∑D2 2025.

Selain pengujian – pengujian yang telah dijelaskan tadi, telah dilakkan juga pengujian untuk mengetahui settling time sistem dengan memberikan perubahan secara mendadak dan perlahan. Dari hasil pengujian ini diperoleh rata – rata settling

time untuk sistem akuisisi data suhu untuk perubahan secara

mendadak adalah 1.73 menit, sedangkan untuk perubahan secara perlahan adalah 5.140 menit. Rata – rata settling time untuk sistem akuisisi data kelembaban dengan perubahan perlahan adalah 6.10 menit. Rata – rata settling time sistem akuisisi data kelajuan angin untuk perubahan mendadak adalah 2.48 detik, sedangkan untuk perubahan perlahan adalah 6.68 detik.

Setelah dilakukan pengujian terhadap sistem akuisisi data yang telah dirancang, langkah selanjutnya adalah melakukan analisa terhadap data – data yang diperoleh dari pengujian. Pada saat pengujian diperoleh data error, koreksi, d, D yang akan digunakan untuk analisa. Analisa yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan data tersebut diantaranya adalah mengetahui ketidakpastian pengukuran, error akurasi, dan

error presisi. Ketidakpastian pengukuran bisa dicari dengan

menggunakan persamaan 2, yaitu  

√ (2) (6)

Ua adalah ketidakpastian pengukuran, n adalah jumlah data,

dan σu adalah standar deviasi koreksi maksimum. Standar

deviasi koreksi maksimum bisa dicari dengan menggunakan persamaan di bawah ini,

(8)

 ∑ (3) (6)

Error akurasi dan error presisi pada dasarnya sama, hanya

saja error akurasi bergantung pada nilai standar sedangkan

error presisi bergantung pada rata – rata pembacaan alat. Error akurasi bisa dicari dengan menggunakan persamaan –

persamaan di bawah ini,

 1.96# $ (4) (6)

 ∑%&&'& (5) (6)

$(

√ (6) (6)

Ea adalah error akurasi, σa adalah standar deviasi akurasi,

dan αa adalah error standar akurasi. Persamaan untuk mencari error presisi sama dengan error akurasi hanya saja yang

membedakan adalah nilai standar deviasinya. Pada error akurasi nilai standar deviasi bergantung pada nilai error sedangkan error presisi bergantung pada nilai d, d adalah selisih antara pembacaan alat dengan rata – rata pembacaan alat. Oleh karena itu, persamaan untuk mencari error presisi menjadi seperti di bawah ini,

) 1.96)# $) (7) (6)

) ∑* (8) (6)

$)+

√ (9) (6)

Ep adalah error presisi, σp adalah standar deviasi presisi,

dan αp adalah error standar presisi. Perhitungan error akurasi

dan error presisi pada penelitian tugas akhir ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% sehingga pada persamaan 4.9 dan 4.12 yang digunakan hanya σ bukan 2σ ataupun 3σ. Error akurasi dan error presisi menunjukkan kesalahan maksimum yang mungkin terjadi dengan acuan nilai standar untuk akurasi dan rata – rata pembacaan untuk presisi.

Sistem akuisisi data suhu diperoleh rentang pengukuran 26.2 oC sampai 80 oC, sehingga span pengukurannya adalah 53.8 oC. Ketidakpastian pengukuran sistem akuisisi data suhu berdasarkan pengujian adalah 0.30 oC dengan standar deviasi koreksi maksimumnya (σu) sebesar 0.85 oC dan jumlah data

koreksi yang diperoleh dari pengujian berulang adalah delapan. Berdasarkan pengujian dengan suhu tetap diperoleh σp sebesar 0.38 oC dan αp sebesar 0.07, sehingga diperoleh Ep

sebesar 0.83 oC. selain itu, diperoleh σa sebesar 0.39 oC dan αa

sebesar 0.08, sehingga diperoleh juga Ea sebesar 0.84 oC.

Sistem akuisisi data kelembaban mempunyai rentang pengukuran 33.6% sampai 97.82% dan span pengukuran 64.22%. Ep sistem akuisisi data kelemababan adalah 0.46%

berdasarkan nilai σp sebesar 0.22% dan αp sebesar 0.03. Ea

sistem akuisisi data kelembaban adalah 1.24% berdasarkan nilai σa sebesar 0.59% dan αa sebesar 0.09. Jumlah data

pengujian yang digunakan untuk memperoleh Ep dan Ea

sistem akuisisi kelambaban adalah 47 data.

Nilai rata – rata Ea sistem akuisisi data kelajuan angin

sebesar 0.37 ms-1 dan rata – rata Ep sistem akuisisi data

kelajuan angin sebesar 0.21 ms-1. Nilai tersebut diperoleh dari pengujian dengan sumber tetap. Berdasarkan pengujian dengan sumber bebas, diperoleh nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0.03 ms-1 dengan σu sebesar 0.30 ms-1.

Dari data – data hasil pengujian dapat diketahui rentang pengukuran sistem akuisisi data kelajuan angin adalah 0 ms-1 sampai 5.6 ms-1 dan span pengukurannya adalah 5.6 ms-1.

Nilai ketidakpastian pengukuran (Ua) sistem akuisisi data

arah angin adalah 2.90o. Nilai ini diperoleh berdasarkan nilai standar deviasi koreksi maksimum (σu) sebesar 11.62

o

. Karena sistem akuisisi data arah angin hanya mampu membaca delapan arah angin sehingga resolusinya adalah 45o.

V. KESIMPULAN

Telah dirancang sistem akuisisi data untuk mini weather

station dengan variabel yang diukur adalah suhu, kelembaban,

kelajuan angin, dan arah angin. Spesifikasi sistem yang telah dirancang adalah sebagai berikut,

1. Sistem akuisisi data suhu memiliki rentang 26.2 oC sampai 80oC, span 53.8 oC, ketidakpastian pengukuran 0.30 oC,

error presisi 0.83 oC, dan error akurasi 0.84 oC. Settling

time sistem akuisisi data suhu dengan perubahan

mendadak adalah 1.73 menit dan untuk perubahan perlahan adalah 5.140 menit.

2. Sistem akuisisi data kelembaban memiliki rentang 33.6% sampai 97.82%, span 64.22%, ketidakpastian pengukuran 4.26%, error presisi 0.46%, dan error akurasi 1.24%.

Settling time sistem akuisisi data kelembaban dengan

perubahan perlahan adalah 6.10 menit.

3. Sistem akuisisi data kelajuan angin memiliki rentang 0 ms

-1

sampai 5.6 ms-1, span 5.6 ms-1, ketidakpastian pengukuran 0.03 ms-1, error presisi 0.21 ms-1, dan error akurasi 0.37 ms-1. Settling time sistem akuisisi data kelajuan angin dengan perubahan mendadak adalah 2.48 detik dan untuk perubahan perlahan adalah 6.68 detik. 4. Sistem akuisisi data arah angin memiliki ketidakpastian

pengukuran 2.90o.

Saran untuk pengembangan dari penelitian ini diantaranya adalah,

a. Prinsip quadrature encoder yang biasa dipakai untuk mengukur sudut perubahan motor bisa dicoba diimplementasikan sebagai prinsip pengukuran arah angin karena prinsip yang digunakan pada penelitian ini memiliki banyak kelemahan. Prinsip yang dipakai pada penelitian ini memerlukan banyak optocoupler karena satu

optocoupler mewakili satu arah angin. Banyaknya optocoupler membuat sistem rentan akan kerusakan dan

sulit untuk melakukan perbaikan, hal ini terlihat dari data yang diperoleh sedikit dikarenakan sering tidak berfungsinya sistem tersebut.

b. Penambahan variabel yang diukur seperti tekanan udara, radiasi sinar matahari, curah hujan, dll sehingga memberikan banyak data cuaca yang bisa dimanfaatkan untuk penelitian lainnya seperti peramalan cuaca maritime secara real time.

c. Desain mekanik dibuat lebih melindungi komponen – komponen elektrik. Pada penelitian ini komponen elektrik sudah terlindungi hanya saja belum maksimal karena pernah mengalami masalah karena terganggu oleh hujan.

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. Bentley, John P. Principles of Measurement System. Third. Singapore : Longman Singapore Publisher (Pte) Ltd., 1995. 2. Arifianto, B. Modul Training Mikrokontroler for Begginer.

(9)

3. [Online] January 11, 2011. http://www.aggsoft.com/rs232-pinout-cable/images/9-pinout.gif. 4. [Online] November 2008, 2010. http://jaenal91.files.wordpress.com/2009/02/bb.jpg. 5. [Online] September 15, 2010. http://www.justmystage.com/home/bellseki/HSM-20G.pdf. 6. Mories, S Alan. Measurement and Instrumentation

Principle. 3rd. Great Britain : Butterworth Heinemann,

2001.

7. Rancang Bangun Sistem Akuisisi Data Cuaca untuk

Telemetri. Maulana, Yudi Yulius and Wahyu, Yuyu. 1,

2003, Vol. III. ISSN 1411-8289.

8. Aplikasi Sistem Logika Fuzzy pada Peramalan Cuaca di

Indonesia untuk Mendeteksi Kejadian Anomali Tinggi Gelombang Laut Surabaya. Arifin, Syamsul. 2009.

9. Kresnawan, Andre. Penerapan Model Jaringan Syaraf

Tiruan untuk Memprediksi Gangguan Cuaca Maritim di Wilayah Tanjung Perak Surabaya. Surabaya : Teknik

Fisika - ITS, 2008.

10. Barret, Steven F. and Pack, Daniel J. Atmel AVR

Microcontroller Primer: Programming and Interfacing.

2008.

11. Andrianto, Heri. Pemograman Mikrokontroler AVR

ATMEGA16 Menggunakan Bahasa C (CodeVision AVR).

Bandung : Informatika, 2008. BIODATA

Nama : Edi Yulianto

TTL : Sukoharjo, 16 Juli 1989

Alamat : Kp Kaum Kidul Rt 01/02 Rajapolah Tasikmalaya 46155

Email : die_tf07@ep.its.ac.id die_eagles@yahoo.com

Riwayat Pendidikan : TK PGRI Fajar Kasih (1994 – 1995) SDN 1 Rajapolah (1995 – 2001) SMP Islam Cipasung (2001 – 2004) SMAN 2 Tasikmalaya (2004 – 2007)

Teknik Fisika FTI – ITS (2007 – sekarang)

Referensi

Dokumen terkait

Ketika suatu reaksi kimia berlangsung, maka akan terjadi perubahan komposisi dan terbentuk zat baru yang mungkin memiliki warna yang berbeda.. Contoh reaksi kimia

Suri Anita dan buah hati kami Zikri Akbarri Edrian yang sangat kusayangi, tiada kata yang lebih indah yang dapat bunda sampaikan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas

/persyaratan sistem menentukan apa yang seharusnya dikerjakan oleh sistem informasi atau kontrol serta kualitas apa yang harus dimiliki oleh sistem.. Persyaratan sistem

Kedua, Sekolah Jenis Kebangsaan yang umumnya terdiri daripada pelajar Cina dan India, menggunakan bahasa Inggeris atau bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar,

Setiap warga masyarakat yang menetap / berdomisili di Kelurahan Dasan Cermen yang tidak mematuhi/melanggar Pasal 1 ayat 1,4,5 dan 6 akan diberikan peringatan

Kemajuan teknologi telah memungkinkan peranti pengkomputeran mudah alih (mobile computing devices) digunakan oleh semua orang. Penggunaan meluas peranti pengkomputeran mudah alih

Ketiga faktor yang terbentuk menyimpulkan bahwa kepuasan dan loyalitas karyawan PT Golden Kirrin Internasional semata-mata tidak disebabkan besarnya gaji/upah dan

Adapun Saran dari penelitian ini adalah mengingat pengaruh pengetahuan dan sikap yang cukup erat terhadap kunjungan pemeriksaan kesehatan lansia ke Posyandu