• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks CO2 dari Permukaan Tanah Pada Masing-masing Tipe Kerapatan Kanopi

Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan, serta analisis contoh udara dari permukaan tanah pada masing-masing tipe

kerapatan kanopi yang berbeda

kerapatannya, diperoleh rata-rata fluks CO2 yang dilepaskan tanah hutan Babahaleka sebesar 299.15 mgCO2m-2h-1 atau 7.14 tonC ha-1yr-1. Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan emisi CO2

yang dilepaskan permukaan tanah pada masing-masing kerapatan kanopi (Tabel 4).

Pada kerapatan kanopi terbuka emisi CO2 dari permukaan tanah lebih tinggi (329.33-375.77 mgCO2m-2h-1) jika dibandingkan dengan kanopi menengah (213.30-403.08 mgCO2m

-2

h-1) dan kanopi tertutup (209.24-304.18 mgCO2m-2h-1). Perbedaan emisi CO2 yang dilepaskan ini dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro dan bahan organik tanah pada masing-masing tipe kerapatan kanopinya.

Tabel 4. Rata-rata fluks CO2 hasil pengukuran

Tipe Pengukuran Tipe kerapatan Fluks CO2

(mgCO2m-2h-1)

Kanopi tertutup 1, high altitude 285.48

Kanopi tertutup 2, low altitude 304.18

Kanopi menengah 403.08 Multy position Kanopi terbuka 447.55 Kanopi tertutup 348.62 12 jam Kanopi terbuka 381.84 Kanopi tertutup 1 209.24 Kanopi menengah 235.80 24 jam (1) Kanopi terbuka 329.33 Kanopi tertutup 2 214.66 Kanopi menengah 213.30 24 jam (2) Kanopi terbuka 375.77

Rata-rata hasil pengukuran 299.15

Besarnya rata-rata fluks CO2 dari permukaan tanah yang terukur ini lebih kecil jika dibandingkan fluks CO2 dari tanah hutan primer Peninsula Malaysia sebesar 328.98 - 769.38 mgCO2m-2h-1 (Adachi et al. 2005) dan hutan sekunder Taman Nasional Lore Lindu 305.12 mgCO2m

-2

h-1 (Taufik M 2003), serta berada pada kisaran yang sama dengan hasil pengukuran fluks CO2 pada

tanah hutan primer Kuamang Kuning Jambi sebesar 232.31-343.88 mgCO2m-2h-1 (Tsuruta et al. 2002), hutan subtropis di Skotlandia (Chapman & Thurlow 1996 diacu dalam Taufik M 2003), hutan subtropis di Ottawa, kanada (Lessard et al. 1994 diacu dalam Taufik M 2003), hutan hujan tropis di Kenya dan hutan primer di barat daya China (Werner et al. 2006). Tabel 5. Fluks CO2 pada beberapa lahan hutan

Tipe Lahan Lokasi Fluks CO2

(mgCO2m-2h-1)

Sumber Pustaka

Hutan subtropis Skotlandia 24.94 - 686.29 Chapman dan Thurlow (1996)

Hutan subtropis Ottawa, Kanada 94.69 -618.06 Lessard et al. (1994)

Hutan primer Peninsula, Malaysia 328.98 -769.38 Adachi et al. (2005)

Hutan primer Kuamang kuning, Jambi, Indonesia 232.31 -343.88 Tsuruta et al. (2002)

Hutan hujan tropis Kenya 215.43 -323.33 Werner et al. (2006)

Hutan primer Barat Daya China 66.43 -482.97 Werner et al. (2006)

(2)

4.1. Pola Fluks CO2 dari Permukaan

Tanah Pada Masing-masing Tipe

Kerapatan Kanopi

Pengukuran 12 jam dan 24 jam dilakukan untuk melihat profil diurnal fluks CO2 dari permukaan tanah (Gambar 7 dan

Gambar 8). Hasil pengukuran dan

pengamatan diurnal menunjukkan profil fluks CO2 akan naik pada siang hari dan turun pada saat malam dan pagi hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang Dugas (1993) diacu dalam Taufik M (2003) yang menyatakan laju emisi CO2 cenderung turun pada saat pagi hari dan setelah matahari

terbenam, serta tinggi pada saat siang hari pada saat suhu maksimum yang dicapai oleh tanah atau 1-2 jam setelah puncak radiasi maksimum dicapai (Tjasyono B 2006).

Pada pengamatan 12 jam fluks CO2 dari permukaan tanah terendah tercatat sebesar 184.59 mgCO2m-2h-1 (pk. 16.00) dan tertinggi sebesar 603.07 mgCO2m-2h-1 (pk.13.50). Sedangkan pada pengamatan 24 jam, fluks CO2 dari permukaan tanah terendah sebesar 152.08 mgCO2m-2h-1 (pk. 03.30) dan tertinggi sebesar 553.60 mgCO2m-2h-1 (pk. 13.30).

.

Gambar 7. Profil diurnal fluks CO2, pengukuran 12 jam Gambar 8. Profil diurnal fluks CO2, pengukuran 24 jam

4.2. Kondisi Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah Hasil Pengukuran

4.2.1. Suhu Tanah dan Suhu Permukaan tanah

Variasi suhu tanah harian menurut kedalaman ditentukan oleh kondisi cuaca dan variasi penerimaan radiasi surya. Panas yang diterima oleh permukaan tanah akan diteruskan pada lapisan tanah yang lebih dalam melalui proses konduksi. Panas yang

dijalarkan akan memerlukan waktu,

akibatnya suhu maksimum dan minimum di dalam tanah akan mengalami keterlambatan (Tjasyono B 2006).

Suhu rata-rata tanah selama

pengukuran diurnal 12 jam sebesar 18.9 oC, dengan suhu tanah tertinggi 19.7 oC (pk. 16.20) dan terendah 18.1 oC (pk. 07.45). Suhu rata-rata permukaan tanah selama pengukuran diurnal 12 jam sebesar 20.7 oC, dengan suhu permukaan tanah tertinggi 23.1 oC (pk. 14.18) dan terendah 17.6 oC (pk. 06.50). Suhu rata-rata tanah hasil pengukuran diurnal 24 jam sebesar 18.8 oC, dengan suhu tanah tertinggi 20.7 oC (pk. 18.30) dan terendah 17.8 oC (pk. 10.30).

Fluktuasi suhu tanah hasil

pengukuran pada kedalaman 10 cm

(Gambar 9 dan Gambar 10) terlihat kecil. Hal ini terlihat dari perubahan suhu terhadap waktu pada masing-masing kerapatan kanopi tidak berubah jauh, berkisar antara 1-1.5 oC.

Pada kanopi tertutup suhu rata-rata tanah dan suhu rata-rata permukaan tanah yang terukur lebih kecil dibandingkan kanopi menengah dan kanopi terbuka. Hal ini disebabkan pada kanopi tertutup energi panas yang dipancarkan matahari terlebih dahulu diserap oleh tanaman untuk kegiatan transpirasi, sehingga panas yang diterima oleh permukaan tanah akan berkurang. Sebaliknya, pada kanopi sedang dan kanopi terbuka, energi panas dari matahari dapat langsung diserap oleh permukaan tanah. 4.2.2. Suhu Udara

Suhu udara berfluktuasi pada setiap

perubahan waktu pada masing-masing

kerapatan kanopi (Gambar 11). Perubahan suhu ini terlihat sangat jelas dimana suhu udara cenderung naik pada siang hari dan turun menjelang malam sampai pagi hari. Suhu udara rata-rata selama pengamatan sebesar 19.8 oC dengan suhu udara terendah

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 06.2 0-06 .40 07.1 2-07 .30 08.2 5-08 .35 10.1 5-10 .30 11.0 5-11 .15 11.4 0-11 .55 13.3 0-13 .45 14.2 0-14 .35 15.0 0-15 .15 16.0 0- 1 6.15 16.3 5-16 .45 17.1 0-17 .20 waktu F lu k s C O 2 t a n a h ( m g C O 2 /m 2 /h ) kanopi tertutup kanopi terbuka

pagi siang sore

100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 550.00 600.00 09:3 0 - 1 0:30 10:3 0 - 1 1:30 11:3 0 - 1 2:30 12:3 0 - 1 3:30 13:3 0 - 1 4:30 14:3 0 - 1 5:30 15:3 0 - 1 6:30 16:3 0 - 1 7:30 17:3 0 - 1 8:30 18:3 0 - 1 9:30 19:3 0 - 2 0:30 20:3 0 - 2 1:30 21:3 0 - 2 2:30 22:3 0 - 2 3:30 23:3 0 - 0 0:30 00:3 0 - 1 :30 1:30 - 2: 30 2:30 - 3: 30 3:30 - 4: 30 4:30 - 5: 30 5:30 - 6: 30 6:30 - 7: 30 7:30 - 8: 30 8:30 - 09 :30 waktu F lu k s C O 2 t a n a h ( m g C O 2 /m 2 /h ) kanopi tertutup kanopi menengah kanopi terbuka kanopi tertutup 2 kanopi menengah 2 kanopi terbuka 2 siang malam Hujan

(3)

tercatat pada pk. 05.30 sebesar 15.3 oC dan tertinggi pada pk. 12.00 sebesar 27.2 oC. 4.2.3. Kelembaban Tanah

Kelembaban tanah berfluktuasi

sangat kecil dan cenderung konstan terhadap

perubahan waktu pada masing-masing

kerapatan kanopi (Gambar 12). Kelembaban tanah pada kanopi tertutup lebih tinggi

dibandingkan kelembaban tanah pada kanopi menengah dan terbuka. Hal ini disebabkan kondisi tanah pada kanopi tertutup lebih lembab dibandingkan kanopi menengah dan kanopi terbuka. Pada saat pengukuran,

terjadi hujan yang mengakibatkan

kelembaban tanah meningkat pada kanopi terbuka dan kanopi menengah.

Gambar 9. Profil diurnal suhu tanah kedalaman 10 cm, Gambar 10. Profil diurnal suhu tanah kedalaman 10 cm,

dan suhu permukaan tanah, pengukuran 12 jam pengukuran 24 jam

Gambar 11. Profil diurnal suhu udara, Gambar 12. Profil diurnal kelembaban tanah,

pengukuran 24 jam pengukuran 24 jam

4.2.4. Bahan Organik Tanah

Kandungan rata-rata bahan organik dan C-organik pada tanah mineral hutan Babahaleka (Tabel 6) sebesar 3.90 % dan 1.06 %. Rendahnya kandungan rata-rata bahan organik ini sesuai dengan Soedarsono et al. (2006) yang menyatakan bahwa pada tanah mineral kandungan bahan organiknya < 5%. Kandungan bahan organik yang

rendah ini dapat dipengaruhi oleh

karakteristik iklim, vegetasi, topografi, dan bahan induk pada hutan.

Hasil pengukuran dan pengujian bahan organik pada contoh tanah masing-masing tipe kerapatan kanopi dan tipe pengukuran menunjukkan bahwa kandungan rata-rata bahan organik tanah kanopi tertutup lebih besar dibandingkan kanopi menengah dan kanopi terbuka.

Tabel 6. Kandungan bahan organik dan C-Organik hasil pengukuran Tipe

Pengukuran Tipe Kerapatan

Bahan organik (%) C-Organik (%) Kanopi tertutup high altitude 4.39* 2.5* Kanopi tertutup low altitude 2.73* 1.6* Multy position Kanopi menengah 3.59* 2.1* 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0 22.0 23.0 24.0 06.0 5-06 .22 06.3 5-06 .48 06.5 0-07 .05 07.1 0-07 .25 07.3 0-07 .42 07.4 5-08 .00 09.5 5-10 .10 10.3 5-10 .50 11.4 0-12 .00 11.0 2-11 .12 12.2 5-12 .40 12.4 5-12 .55 13.2 0-13 .35 13.4 5-13 .55 14.0 0-14 .15 14.1 8-14 .30 14.4 0-14 .52 14.5 5-15 .10 16.2 0-16 .32 15.4 5-16 .00 16.0 5-16 .15 16.4 2- 1 6.50 17.0 0-17 08 17.1 5-17 .30 waktu su h u t a n a h (o C ) 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0 22.0 23.0 24.0 su h u p e rm u k a a n t a n a h ( o C ) Tss kanopi tertutup Tss kanopi terbuka Ts kanopi tertutup Ts kanopi terbuka

pagi siang sore

17.5 18.0 18.5 19.0 19.5 20.0 20.5 21.0 09:3 0 - 1 0:30 10:3 0 - 1 1:30 11:3 0 - 1 2:30 12:3 0 - 1 3:30 13:3 0 - 1 4:30 14:3 0 - 1 5:30 15:3 0 - 1 6:30 16:3 0 - 1 7:30 17:3 0 - 1 8:30 18:3 0 - 1 9:30 19:3 0 - 2 0:30 20:3 0 - 2 1:30 21:3 0 - 2 2:30 22:3 0 - 2 3:30 23:3 0 - 0 0:30 00:3 0 - 1:30 1:30 - 2: 30 2:30 - 3: 30 3:30 - 4: 30 4:30 - 5: 30 5:30 - 6: 30 6:30 - 7: 30 7:30 - 8: 30 8:30 - 09 :30 waktu su h u t a n a h ( o C ) kanopi tertutup kanopi menengah kanopi terbuka t siang malam Hujan 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 09:3 0 - 10:3 0 10:3 0 - 11:3 0 11:3 0 - 12:3 0 12:3 0 - 13:3 0 13:3 0 - 14:3 0 14:3 0 - 15:3 0 15:3 0 - 16:3 0 16:3 0 - 17:3 0 17:3 0 - 18:3 0 18:3 0 - 19:3 0 19:3 0 - 20:3 0 20:3 0 - 21:3 0 21:3 0 - 22:3 0 22:3 0 - 23:3 0 23:3 0 - 00:3 0 00:3 0 - 1:30 1:30 - 2:30 2:30 - 3:30 3:30 - 4:30 4:30 - 5:30 5:30 - 6:30 6:30 - 7:30 7:30 - 8:30 8:30 - 09 :30 waktu K e le m b a b a n t a n a h ( % ) kanopi tetutup kanopi menengah kanopi terbuka t siang malam Hujan 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 09:3 0 - 1 0:30 10:3 0 - 1 1:30 11:3 0 - 1 2:30 12:3 0 - 1 3:30 13:3 0 - 1 4:30 14:3 0 - 1 5:30 15:3 0 - 1 6:30 16:3 0 - 1 7:30 17:3 0 - 1 8:30 18:3 0 - 1 9:30 19:3 0 - 2 0:30 20:3 0 - 2 1:30 21:3 0 - 2 2:30 22:3 0 - 2 3:30 23:3 0 - 0 0:30 00:3 0 - 1 :30 1:30 - 2: 30 2:30 - 3: 30 3:30 - 4: 30 4:30 - 5: 30 5:30 - 6: 30 6:30 - 7: 30 7:30 - 8: 30 8:30 - 09 :30 waktu su h u u d a ra ( o C ) kanopi tertutup kanopi menengah kanopi terbuka siang malam Hujan

(4)

Kanopi terbuka 4.20* 2.4* Kanopi tertutup 4.39* 2.5* 12 jam Kanopi terbuka 4.20* 2.4* Kanopi tertutup 4.21 2.44 Kanopi menengah 3.91 2.27 24 jam Kanopi terbuka 2.79 1.62

Rata-rata hasil pengukuran 3.90 1.06

Ket : * = rata-rata

4.2. Hubungan Emisi CO2 dengan Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah

Emisi CO2 dari tanah dipengaruhi oleh proses produksi dan transpor CO2 (Moren dan Lindroth 2000). Produksi CO2 ini dipengaruhi oleh proses dan laju dekomposisi bahan organik, kelembaban dan suhu tanah (Lessard et al. 1994).

4.2.1. Emisi CO2, Suhu Tanah dan Suhu Permukaan Tanah

Lessard et al. (1994) menyatakan suhu tanah dan suhu permukaan tanah berhubungan secara exponensial dengan laju emisi CO2 dari tanah. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi eksponensial, hubungan laju emisi CO2 dari tanah dengan suhu tanah pengukuran tipe multy positions (Gambar 13) dihasilkan (r2=0.09, p=0.43) pada kanopi tertutup high altitude, (r2=0.12,

0.08) kanopi tertutup low altitude, (r2=0.64,

p=0.05) kanopi menengah, dan (r2=0.41,

p=0.17) pada kanopi terbuka, dengan nilai korelasi positif masing-masing (0.40; 0.75; 0.81; 0.64). Hasil analisis laju emisi CO2 dari tanah dengan suhu permukaan tanah pengukuran multy positions (Gambar 14) menghasilkan (r2=0.73, p<0.05) pada kanopi tertutup high altitude, (r2 =0.49, p=0.12) kanopi tertutup low altitude, (r2=0.56,

p=0.09) kanopi menengah, (r2=0.54, p=0.08) kanopi terbuka, dengan nilai korelasi positif masing-masing (0.84; 0.70; 0.74; 0.75).

Koefisien determinasi (r2) hasil

analisis regresi menunjukkan adanya

pengaruh yang diberikan suhu tanah dan suhu permukaan tanah terhadap laju emisi CO2 dari permukaan tanah. Pada tutupan kanopi menengah dan kanopi terbuka, terlihat jelas pengaruh suhu tanah dan suhu permukaan tanah yang mengikuti laju

peningkatan CO2 yang dilepaskan

permukaan tanah. Korelasi positif hasil analisis pada semua kerapatan kanopi menunjukkan bahwa laju emisi CO2 dari permukaan tanah berbanding lurus terhadap suhu tanah, dan suhu permukaan tanah.

Semakin tinggi suhu tanah dan suhu permukaan tanah semakin besar emisi CO2 yang dilepaskan oleh permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan (Lessard et al. 1994; Nakadai et al. 1996 diacu dalam Taufik M 2003; dan Raich & Schlesinger 1992) yang menyatakan emisi CO2 dalam tanah berkorelasi positif terhadap suhu tanah dan suhu permukaan tanah.

Nilai korelasi dan regresi hasil analisis pada kanopi tertutup high altitude menghasilkan analisis yang lebih baik jika dibandingkan pada kanopi tertutup low altitude. Hal ini mengindikasikan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi besarnya emisi CO2 yang dilepaskan oleh permukaan tanah. Raich & Schlesinger (1992) menyatakan respirasi pada tanah bervariasi terhadap garis lintang, dari 80 gCm-2y-1 pada gurun pasir sampai 800– 2000 gCm-2y-1 pada hutan tropis.

Hubungan laju emisi CO2 dari tanah dengan suhu tanah pada pengukuran multy positions menghasilkan nilai r2 yang lebih besar dan korelasi yang lebih positif jika dibandingkan pada pengukuran diurnal 24 jam (Gambar 15). Hal ini disebabkan karena pengambilan contoh udara dan pengukuran emisi CO2 dari permukaan tanah pada pengukuran multy position dilakukan siang hari pk.10.00-14.00, dimana profil suhu udara dan suhu tanah pada siang hari meningkat mengikuti energi panas yang dipancarkan matahari.

Pada hubungan laju emisi CO2 dari tanah dengan suhu tanah pengukuran diurnal 24 jam didapatkan nilai r2 yang kecil dan korelasi negatif. Suhu tanah yang tidak berkorelasi terhadap besarnya laju emisi CO2 dari tanah ini disebabkan fluktuasi diurnal suhu tanah yang kecil dimana perubahannya berkisar 1-1.5 0C. Akibatnya, peningkatan laju emisi CO2 dari tanah tidak mengikuti peningkatan suhu tanah.

Fluktuasi suhu tanah yang kecil ini

dapat berpengaharuh terhadap proses

(5)

mikroorganisme tanah dalam memproduksi

CO2. Laju optimum aktivitas

mikroorganisme tanah yang menguntungkan

terjadi pada suhu 18-30 0C (Hanafiah KA 2004).

Gambar 13. Hubungan fluks CO2 dari tanah dengan Gambar 14. Hubungan fluks CO2 dari tanah dengan

suhu tanah, pengukuran multy position suhu permukaan tanah, pengukuran multy position

Gambar 15. Hubungan fluks CO2 dari tanah Gambar 16. Hubungan fluks CO2 dari tanah

dengan suhu tanah diurnal 24 jam dengan suhu udara diurnal 24 jam

Gambar 17. Hubungan fluks CO2 dari tanah Gambar 18. Hubungan fluks CO2 dari tanah

dengan kelembaban tanah diurnal 24 jam dengan bahan organik tanah

y = 1.8547e0 .2683 x R2 = 0.12 y = 49.045e0.1007x R2 = 0.09 y = 12.034e0.1837x R2 = 0.64 y = 9.6631e0.204 x R2 = 0.41 180.00 230.00 280.00 330.00 380.00 430.00 480.00 530.00 17.00 17.50 18.00 18.50 19.00 19.50 20.00

suhu tanah (oC)

F lu k s C O 2 t a n a h ( m g C O 2 /m 2 /h )

Expon. (Kanopi tertutup high altitude) Expon. (kanopi t ertutup low altitude) Expon. (kanopi menengah) Expon. (kanopi t erbuka)

y = 33.324e0.1016x R2 = 0.73 y = 43.175e0.0973x R2 = 0.49 y = 80.814e0.0723x R2 = 0.56 y = 54.936e0.0984x R2 = 0.54 180.00 230.00 280.00 330.00 380.00 430.00 480.00 530.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 25.00

suhu permukaan tanah (oC)

F lu k s C O 2 t a n a h ( m g C O 2 /m 2 /h )

Expon. (kanopi tertutup high altitude) Expon. (kanopi tetutup low altitude) Expon. (kanopi menengah) Expon. (kanopi terbuka)

y = 55.99e0.0953x R2 = 0.05 y = 760.27e-0.0658x R2 = 0.004 y = 0.0678e0.4446x R2 = 0.39 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 17.50 18.00 18.50 19.00 19.50 20.00 20.50 21.00

suhu tanah (oC)

F lu k s C O 2 t a n a h ( m g C O 2 /m 2 /h )

Expon. (kanopi terbuka) Expon. (kanopi menengah)

Expon. (kanopi tertutup) y = 17.145x + 7.3273

R2 = 0.50 y = 3.2977x + 159.41 R2 = 0.07 y = 5.0207x + 113.1 R2 = 0.22 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00

suhu udara (oC)

F lu k s C O 2 (m g C O 2 /m 2 /h )

Linear (kanopi terbuka) Linear (kanopi menengah) Linear (kanopi tertutup)

y = -3.2171x + 302.6 R2 = 0.15 y = -1.0557x + 251.16 R2 = 0.02 y = -8.6072x + 543.74 R2 = 0.18 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 14.00 19.00 24.00 29.00 34.00 39.00 44.00 kelembaban tanah (%) F lu k s C O 2 ( m g C O 2 /m 2 /h )

Linear (kanopi tertutup) Linear (kanopi menengah) Linear (kanopi terbuka)

y = -3.2171x + 302.6 R2 = 0.15 y = -1.0557x + 251.16 R2 = 0.02 y = -8.6072x + 543.74 R2 = 0.18 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 550.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Bahan Organik (%) F lu k s C O 2 ( m g C O 2 /m 2 /h )

Linear (kanopi tertutup) Linear (kanopi menengah) Linear (kanopi terbuka)

(6)

4.2.2. Emisi CO2 dan Suhu Udara

Gambar 16 menunjukkan hubungan laju emisi CO2 dari tanah dengan suhu udara pada berbagai tipe kerapatan kanopi. Hasil analisis menunjukkan suhu udara berkorelasi positif terhadap laju emisi CO2 dari permukaan tanah pada setiap tipe kerapatan kanopi.

Pada tipe kerapatan kanopi terbuka terlihat korelasi yang cukup kuat (r2=0.50, p<0.05), kanopi menengah (r2=0.07, p=0.08), dan kanopi tertutup (r2=0.22, p<0.05) dengan nilai korelasi positif masing-masing (0.71; 0.26; 0.47). Korelasi positif ini menunjukkan peningkatan laju emisi CO2 dari permukaan tanah dapat mengikuti peningkatan suhu udara.

4.2.3. Emisi CO2 dan Kelembaban Tanah Kelembaban tanah dan suhu tanah

merupakan unsur iklim mikro yang

berpengaruh terhadap aktifitas

mikroorganisme tanah dalam proses

dekomposisi bahan organik menjadi CO2 melalui proses oksidasi melalui respirasi akar tanaman (Hanafiah KA 2004).

Menurut Werner et al. (2006)

kelembaban udara berhubungan linier

dengan besarnya fluks CO2 yang dilepaskan dari tanah. Hasil analisis regresi dihasilkan (r2=0.18, p=0.01; r2=0.02, p=0.27; dan r2=0.15, p<0.05) dengan nilai korelasi negatif masing-masing (-0.39; -0.17; -0.43) untuk kanopi tertutup, kanopi menengah dan kanopi terbuka. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan (Nakadai et al. 1996 diacu dalam Taufik M 2003) yang menyatakan respirasi dalam tanah berkorelasi negatif dengan kelembaban dan kadar air tanah.

Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa peningkatan emisi CO2 mengikuti penurunan kelembaban tanah. Bunnell et al. (1977); Xu & Qi (2001) diacu dalam Ma Siyan et al. (2004) menyatakan hubungan antara respirasi dalam tanah sangat kecil dan negatif pada saaat kondisi kelembaban tanah yang sangat tinggi.

4.2.4. Emisi CO2 dan Bahan Organik Tanah

Bahan organik merupakan sumber energi karbon bagi mikroorganisme dalam

memproduksi CO2, dan berpengaruh

langsung terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah (Hanafiah KA 2004). Hasil analisis menunjukkan kandungan bahan organik tidak terlihat berpengaruh terhadap besarnya emisi CO2 dari permukaan tanah

(Gambar 18). Hal ini terlihat dari koefisien determinasi (r2) yang kecil dan nilai korelasi yang negatif pada masing-masing kerapatan kanopinya.

Gambar 19. Hubungan fluks CO2 dari tanah/bahan

organik tanah dengan suhu tanah

Korelasi negatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah berbanding terbalik dengan besarnya emisi CO2 dari tanah mineral hutan alam Babahaleka. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan hasil pengamatan (Kaur K, Jalouta KR, Midmore D 2007; Rochette et al. 2000; Tufekciogul A & Kucuk M 2004) yang menyatakan emisi CO2 dalam tanah berkorelasi positif dengan kandungan bahan organik tanah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Rata-rata fluks CO2 yang

dilepaskan permukaan tanah hutan

Babahaleka sebesar 299.15 mgCO2m-2h-1 atau 7.14 tonC ha-1yr-1. Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan emisi CO2 yang dilepaskan permukaan tanah pada masing-masing kerapatan kanopi. Hasil analisis menunjukkan faktor lingkungan iklim mikro: suhu tanah, suhu permukaan tanah, kelembaban tanah dan suhu udara berpengaruh terhadap laju emisi CO2 dari permukaan tanah pada masing-masing kerapatan kanopinya. Faktor kandungan

bahan organik tanah tidak terlalu

berpengaruh terhadap laju emisi CO2, hal ini terlihat dari rendahnya koefisien determinasi (r2) dan nilai korelasinya.

5.2 Saran

Untuk penelitian lebih lanjut akan sangat baik apabila pengukuran emisi CO2

y = -135.34x + 2599.8 R2 = 0.7259 y = -83.241x + 1724.3 R2 = 0.958 y = -46.296x + 969.48 R2 = 0.3264 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 17.00 17.50 18.00 18.50 19.00 19.50 20.00 suhu tanah (%) F lu k s C O 2 /B a h a n O r g a n ik ( m g C O 2 /m 2 /h )

Linear (kanopi tertutup) Linear (kanopi menengah) Linear (kanopi terbuka)

(7)

dari permukaan tanah dilakukan pada plot pengamatan yang lebih banyak dengan intensitas waktu pengamatan yang panjang, sehingga dapat diketahui laju dan pola emisi CO2 dari permukaan tanah pada kondisi musim kemarau dan musim hujan.

Pengukuran iklim mikro tanah dengan intensitas kedalaman yang berbeda-beda dapat dilakukan untuk melihat profil tanah setiap kedalamannya. Pengukuran kondisi tanah lebih lanjut meliputi: bulk density, C:N, aktifitas mikroorganisme dan kondisi fisik serta kimia tanah lainnya perlu

dilakukan untuk melihat korelasinya

terhadap laju emisi CO2 pada permukaan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Adachi M et al. 2005. Required Contoh Size for estimating Soil respiration Rates in Large Areas of Two Tropical Forest and of Two Types of Plantation in Malaysia [abstrak]. Di dalam : forest Ecology and Management. Volume 210, Issues 1-3, 16 May 2005, Pages 455-459.

Adachi M et al. 2006. Differences in Soil respiration between Different Tropical Ecosystems. [abstrak]. Di dalam : Applied Soil Ecology . Volume 34, Issues 2-3, December 2006, Pages 258-265.

Hanafiah K A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

http://www.indonesia.go.id/id/index.php?opt ion=com_content&task=view&id=3629 &Itemid=1504 (4 mei 2008). http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN% 20INDOENGLISH/tn_lorelindu.htm (4 mei 2008).

Ibrom A et al. 2007. Large Net CO2 Uptake by a Tropical Upland Rain Forest in

Central Sulawesi, Indonesia.

http://www.springerlink.com/content/k1

2507x534871518/ (4 mei 2008).

Ishizuka S, Murdiarso M, Tsurata H. 2002. An Intensive Study on CO2, CH4, and NO2 Emissions from Soils at Four Land-Use in Sumatra, Indonesia. Global Biogeochemical cycles, Vol. 16, No. 3, 1049,doi:10.1029/2001GB001614,2002

Jyasjono B. 2006. Klimatologi. Bandung: ITB Press.

Kaur K, Jalouta KR, Midmore David. 2007. Impact of temperature and defoliation (simulated grazing) on soil respiration of pasture grass (Cenchrus ciliaris L.) in a

controlled experiment. Journal of

Agricultural, food, and environment sciences, Volume 1, Issue 1, 2007

Lessard R et al. 1994. Methane and carbon dioxide fluxes from poorly drained adjacent cultivated and forest sites. Canadian Journal of Soil Science [CAN. J. SOIL SCI./REV. CAN. SCI. SOL]. Vol. 74, no. 2, pp. 139-146.

http://md1.csa.com/partners/viewrecord .php?requester=gs&collection=ENV&r ecid=3630508&q=lessard+R.+1994.+ca nadian+journal+of+soil+science+74%3 A+139146&uid=1016796&setcookie=y es (4 mei 2008).

Ma Siyan et al. 2004. Soil Respiration and Carbon Sequestration of an Oak-grass Savanna in California: Roles of temperature, soil moisture, rain events

and photosynthesis.

http://kearney.ucdavis.edu/OLD%20MI SSION/2002%20Final%20Reports/200

2022Baldocchi_FINALkms.pdf (4mei

2008).

Moren A.S dan Lindroth A. 2000. Carbon Dioxide Exchange at The Forest Floor in a Boreal Black Spruce Ecosystem. Agricultural and Forest meteorology.

http://www.sciencedirect.com/science?_ ob=ArticleURL&_udi=B6V8W43495G S1&_user=10&_coverDate=06%2F25 %2F2001&_alid=721251299&_rdoc=1 &_fmt=summary&_orig=search&_cdi= 5881&_sort=d&_docanchor=&view=c &_ct=2&_acct=C000050221&_version =1&_urlVersion=0&_userid=10&md5= 5b0ed9cba1c05edb95ab4227c397a182 (4 mei 2008).

Raich J.W dan Schlesinger. 1992. The global carbon dioxide flux in soil respiration and its relationship to vegetation and climate. Tellus 44b:

81-99.http://adsabs.harvard.edu/abs/1992T

Gambar

Tabel 4.  Rata-rata fluks CO 2  hasil pengukuran
Gambar 7. Profil diurnal fluks CO 2 , pengukuran 12 jam                 Gambar 8. Profil diurnal fluks CO 2 , pengukuran 24 jam 4.2
Gambar  9. Profil diurnal suhu tanah kedalaman 10 cm,                   Gambar 10. Profil diurnal suhu tanah kedalaman 10 cm,     dan suhu permukaan tanah, pengukuran 12 jam            pengukuran 24 jam
Gambar 16 menunjukkan hubungan  laju emisi CO 2  dari tanah dengan suhu udara  pada  berbagai  tipe  kerapatan  kanopi

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ekstraksi kontur dilakukan analisis objek-objek dengan menggunakan rata-rata nilai keabuan objek dan warna pada tepi objek. Menurut Wang api memiliki panjang

Tingginya kadar air pada sponge yang memiliki perbandingan kitosan lebih besar daripada alginat disebabkan karena adanya ikatan hidrogen yang terjadi antara kitosan

Menurut Zainal dkk (2015:164) Pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampiran di luar sistem pendidikan

Materi yang disajikan sesuai dengan RPP yang ada. Guru menyampaikan materi dengan sangat komunikatif dan di sisipi dengan lelucon sehingga membuat siswa tidak terlalu kaku

Sumber data primer yaitu sumber data pokok yang dijadikan bahan penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, maka yang menjadi sumber data utama adalah

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),

Buruh angkut yang berada di lokasi diatas bernaung di ba- wah organisasi Serikat Pekerja Transport Indonesia-Serikat Pekerja Seluruh Indo- nesia (SPTI-SPSI) unit A. Buruh angkut

7) Bila hasil pemeriksaan dengan EIA/CLIA dari laboratorium rujukan reaktif, maka pasien dirujuk ke rumah sakit yang mampu melaksanakan tatalaksana hepatitis B dan atau