• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Kerja Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Kerja Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN

PASIEN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI MAKASSAR

I. PENDAHULUAN

Salah satu strategi Pembangunan Nasional di bidang perumahsakitan adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.Rumah sakit yang semula adalah wahana pengobatan berubah menjadi wahana pemeliharaan kesehatan bagi seluruh anggota keluarga dan masyarakat. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan perubahan strategi dan pola pelayanan rumah sakit yang ditunjang dengan pembiayaan kesehatan yang prospektif dalam melaksanakan kegiatan promotif, preventif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit dan masyarakat serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat dan professional.

Rumah sakit di Indonesia kini harus berbenah dan mengantisipasi era globalisasi dan pasar bebas yang segera akan berlaku. Selain pemberdayaan organisasi dan sumber daya manusia, tuntutan peningkatan mutu pelayanan juga merupakan hal penting yang harus disikapi. Hal lain yang juga menjadi tuntutan masyarakat saat ini adalah layanan kesehatan yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Hal ini sangat penting karena saat ini ekspektasi masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima dan orientasi layanan kesehatan pada keselamatan jiwa mereka sudah sangat tinggi.

Sebagai rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Rencana Strategi Rumah Sakit Umum Daerah Haji mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Gubernur dalam lima tahunan. Rencana Strategis memuat visi, misi, tujuan dan sasaran, indikator serta program kegiatan yang

(2)

dilaksanakan dalam rangka mewujudkan visi rumah sakit serta mendukung tercapainya visi misi Gubernur di bidang kesehatan. Pada analisis SWOT yang termuat dalam rencana strategis (Renstra) Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar 2013 – 2018 menjelaskan bahwa pengaruh tuntutan mutu pelayanan menjadi salah satu ancaman bagi keberhasilan pelaksananaan pelayanan sehingga dari 8 (delapan) faktor kunci keberhasilan Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya terdapat 2 (dua) faktor yang menjadikan peningkatan mutu sebagai inti keberhasilan. Faktor tersebut adalahMenerapkan standar pelayanan yang bermutu tinggi sesuai dengan kaidah ilmukedokteranklinik dan mengalokasikansumber dayakeuanganyangberorientasipadaperbaikanmutu pelayanan. Hal tersebut di atas sejalan dengan visi dan misi yang diemban ole Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar. Adapun visi tersebut adalah “ Menjadi rumah sakit terbaik dan terpercaya dan pilihan utama di Sulawesi Selatan tahun2018”. Adapun strategi yang dijadikan misi untuk mencapai visi tersebut adalah:

 Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna dan rujukan yang mengutamakan mutu pelayanan.

 Meningkatkan mutu pelayanan manajemen yang ramah dan bersahabat.

 Meningkatkan kualitas pelayanan melalui pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

 Meningkatkan cakupan pelayanan untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit.

 Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan staf sebagai asset yang berharga bagi rumah sakit.

 Mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit.

Di dalam pencapaian visi dan misi tersebut diatas, Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar memiliki falsafat / nilai dasar yang menjadi komitmen bersama seluruh pimpinan dan staf dalam melaksananakan tugas dan fungsi masing-masing dan memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan

(3)

bermartabat dan mengutamakan keselamatan pasien. Falsafah / nilai dasar tersebut adalah:

Mutu Tujuanku

Mutu merupakan elemen penting untuk mewujudkan Good Corporate Governance dan Good Clinical Governance yang dijabarkan dalam Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001-2008, ISO 14001-2008, 18001-2004)

Amanah Tanggungjawab Kerjaku

Setiap karya seseorang atau secara bersama-sama merupakan ibadah, karena itu karya adalah amanah yang harus dilaksanakan secara tulus sesuai ketentuan agar tetap bernilai ibadah yang berbuah amal jariyah melalui sifat Allah, Al Wakil.

Disiplin Spirit Kerjaku

Wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al-Matin yang akan menjadi spirit dalam mengelola waktu, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan untuk mewujudkan Good Corporate Governance&Good Clinical Governance.

Aman Janji Layananku

Patient safety merupakan fokus pelayanan bermutu sebagai upaya mengeleminer medication error melalui upaya sistem manajemen mutu (ISO/Akreditasi).

Nyaman Suasana Kerjaku

Memberikan suasana rumah sakit yang Go green dan ruang kerja terutama dengan prinsip 5S/5R.

Ikhlas Mengawali Baktiku

Agar kerja bernilai ibadah yang berbuah amal jariyah, harus dimulai dengan niat yang ikhlas karena Allah semata.

Semua gambaran tersebut di atas menjelaskan bagaimana program peningkatan mutu dan keselamatan pasien menjadi salah satu prioritas yang harus dilaksanakan guna pencapaian visi misi seperti yang tertuang dalam rencana strategis Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar tahun 2013 – 2018.

(4)

II. LATAR BELAKANG

Upaya untuk meningkatkan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional sangatlah arif karena selain merupakan hak azasi yang fundamental, kesehatan yang merupakan pangkal kecerdasan, produktivitas dan kesejahteraan manusia merupakan penentu kualitas sumberdaya insani. Derajat kesehatan bersama-sama dengan taraf pendidikan dan daya beli masyarakat menjadi penentu index kualitas manusia ( Human Development Index ). Oleh karena itu kesehatan wajib dimiliki dan menjadi hak fundamental setiap individu. Pembangunan kesehatan di Indonesia telah diarahkan guna mencapai kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kehidupan yang optimal. Upaya pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan mutu dan dan kemudahan pelayanan kesehatan serta terjangkaunya pelayanan kesehatan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, rumah sakit sebagai sarana kesehatan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna kepada masyarakat yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai standar yang telah ditetapkan serta berorientasi pada kepuasan masyarakat terhadap layanan kesehatan yang diberikan. Upaya peningkatan mutu dalam pelayanan kesehatan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan secara komprehensif dan integratif untuk memantau dan menilai mutu pelayanan kesehatan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari

(5)

jalan keluar serta mengevaluasi sejauh mana pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada masyarakat dan memperbaiki kekurangan yang masih ada.

Keselamatan pasien telah menjadi isu global termasuk juga untuk

rumah sak

it. Ada lima isu penting terkait dengan keselamatan (safety) rumah sakit yaitu; keselamatan passion (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ‘bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut sangat penting untuk dilaksanakan di rumah sakit. Namun harus diakui bahwa kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu citra perumahsakitan.

Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien, sesuai dengan sumpahyan diucapkan hypocrates kira-kira 2400 yang lalu,yaitu primum non nocere (first, do no ham). Namun diakui dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit maka semakin kompleks dan berpotensi terjadinya kejadian tidak diharapkan –KTD (adverse event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Keberagaman dan kerutinan pelayanan yang apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kejadian tidak diharapkan.

Pada tahun 200 institut of medicine di amerika melaporkan kejadian yang mengagetkan banyak pihak : “The error is human”, bulding a safer health system. Laporan ini mengemukakan penelitian di rumah sakit Utah dan Colorado serta NewYork. Di Colorado dan Utah ditemukan Kejadian Tidak Diharapkan sebanyak 2,9% dan 6,6 % diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di newYork KTD sebesar

(6)

3,7 % dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta pertahun sekitar 44.000-98.000 pertahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angkaangka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian danmengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.Di Indonesia, data tentang kejadian tidak diharapka (KTD) apalagi kejadian nyaris cedera (KNC) masih langkah, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan tentang kejadian ” malpraktek “ yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir.

Berdasarkan hal tersebut diatas, guna pengendalian serta peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar memandang sangat perlu disusun suatu pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang akan menjadi acuan bagi seluruh pimpinan dan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar yang berkomitmen mewujudkan pelayanan kesehatan klinis secara berkesinambungan dengan memperhatikan aspek medico-psikososial secara holistik dan manusiawi yang berorientasi pada peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

Mengingat peningkatan mutu dan keselamatan pasien sudah menjadi kebutuhan sekaligus tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka dipandang sangat perlu dibuat sebuah pedoman yang menjadi acuan bagi manajemen dan seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini merupakan kebijakan Rumah Sakit Umum aerah Haji Makassartidak bersifat statis dan dapat dilakukan revisi kapan saja bila dipandang perlu atau setidaknya ditinjau kembali untuk perbaikan setiap duaatau tiga tahun sekali.

(7)

III. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Sebagai sarana bagi manajemen dan seluruh staf Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar dalam memberikan pelayanan yang bermutu, bermartabat dan berorientasi pada keselamatan dan kepuasan pasien.

2. Tujuan Khusus

1. Terlaksananya sistem pelayanan yang mengutamakan keselamatan pasien dan petugas yang memberi pelayanan. 2. Terbentuknya budaya organisasi serta motivasi yang tinggi untuk peduli terhadap peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara kontinyu.

3. Terlaksananya pencatatan dan pelaporan semua indikator mutu pelayanan dan indikator keselamatan pasien

IV. SASARAN

1. Indikator sasaran klinis

Sasaran klinis adalah obyek yang dijadikan sebagai variabel penilaian yang terukur terhadap suatu jenis pelayanan klinis yang dilakukan.Indikator ini merupakan ukuran obyektif dalam bentuk kuantitatif terhadap proses manajemen atau dampak dari asuhan pasien dan menjadi pertanda akan masalah yang mungkin terjadi dan peluang perbaikan mutu klinik. Indikator ini dapat digunakan untuk membantu menyoroti area masalah dalam kinerja klinis sehingga dapat member informasi atau medorong kegiatan peningkatan mutu. Sasaran klinis tersebut ditentukan berdasarkan area, instalasi atau unit kerja tertentu. Sasaran klinis tersebut ditentukan berdasarkan pengukuran fungsi klinis dan mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang berlaku di rumah sakit. Mengingat sumber dayayang dimiliki rumah sakit terbatas, maka Rumah Sakit Umum Daerah Haii Makassar tidak mampu mengumpulkan data untuk menilai

(8)

semua variabel yang diinginkan. Agar sasaran klinis tersebut dapai diukur dan dinilai dengan efektif baik prosedur, proses maupun hasil maka rumah sakit memilih beberapa sasaran dengan mengacu kepada visi misi yang diemban oleh Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassarserta kebutuhan pasien dan pelayanan. Dalam penentuan sasaran klinis, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan antara lain adalah berimplikasi resiko tinggi, diberikan dalam volume besar (biaya tinggi) dan cenderung menimbulkan masalah. Pemilihan indikator tersebut harus mampu memenuhi empat criteria, yaitu:

1. Sahih atau valid, yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai

2. Dapat dipercaya (reliable), yaitu mampu menunjukkan hasil yang sama pada pengukuran berulang u ntuk waktu sekarang dan yang akan datang

3. Sensitif, yaitu cukup peka untuk mengukur sehingga jumlah sampel pengukuran tidak perlu banyak.

4. Spesifik, yaitu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas supaya tidak tumpang tindih.

Adapun indikator tersebut adalah:

Tabel 1. Indikator Sasaran Klinis berdasarkan area klinik

N o

Area Klinis Indikator sasaran

a. Pelayanan laboratorium

1. Waktu tunggu hasil pemeriksaan

2. Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan 3. Tidak ada kesalahan penyerahan hasil

pemeriksaan b. Penggunaan

antibiotika dan obat lainnya

1. Ketepatan waktu pemberian antibiotika 2. Kejadian nyaris cedera kerena

pemberian obat

3. Pencegahan adverse drug even c. Prosedur bedah 1. Waktu tunggu operasi elektif

2. Kejadian kematian di meja operasi 3. Tidak ada kejadian operasi salah orang 4. Tidak ada kejadian operasi salah sisi 5. Tidak ada kejadian bendah asing

(9)

d. Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cedera

1. Tidak ada kesalahan pemberian obat

e. Pencegahan dan control infeksi,

surveilans dan

pelaporan

1. Kejadian infeksi pasca operasi 2. Angka kejadian infeksi nosokomial

3. Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial

a. Profil indikator sasaran klinik a. Laboratorium

1) Waktu tunggu hasil pemeriksaan Laboratorium

Judul Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium Definisi operasional Pemeriksaan laboratorium yang dimaksud adalah

pelayanan pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium untuk pemeriksaan laboratorium adalah tenggang waktu mulai pasien diambil sample sampai dengan menerima hasil yang sudah diekspertisi.

Frekuensi pengumpulan data 1 bulan Periode analisis 3 bulan

Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium pasien yang disurvey dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium yang

disurvey dalam bulan tersebut. Sumber data Survey

Standar <140 menit (manual)

(10)

2) Pelaksana ekspertasi hasil pemeriksaan laboratorium

Judul Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan laboratorium Dimensi mutu Kompetensi teknis

Tujuan Pembacaan dan verifikasi hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh tenaga ahli untuk memastikan ketepatan diagnosis.

Definisi operasional Pelaksana ekspertisi laboratorium adalah dokter spesialis patologi klinik yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembacaan hasil pemeriksaan laboratorium. Bukti dilakukan ekspertisi adalah adanya tandatangan pada lembar hasil pemeriksaan yang dikirimkan pada dokter yang meminta.

Frekuensi pengumpulan data

1 bulan Periode analisis 3 bulan

Numerator Jumlah hasil lab. yang diverifikasi hasilnya oleh dokter spesialis patologi klinik dalam satu bulan.

Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan laboratorium dalam satu bulan Sumber data Register di instalasi laboratorium

Standar 100%

Penanggung jawab Kepala instalasi laboratorium

3) Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium

Judul Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium

Dimensi mutu Keselamatan

Tujuan Tergambarnya ketelitian pelayanan laboratorium Definisi operasional Kesalahan penyerahan hasil laboratorium adalah

penyerahan hasil laboratorium pada salah orang. Frekuensi pengumpulan

data

1 bulan Periode analisis 3 bulan

Numerator Jumlah seluruh pasien yang diperiksa laboratorium dalam satu bulan dikurangi jumlah penyerahan hasil laboratorium

(11)

salah orang dalam satu bulan

Denominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium dalam bulan tersebut

Sumber data Rekam medis

Standar 100%

Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium

b. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya

1) Ketepatanwaktu pemberian antibiotika

Judul Ketepatan waktu pemberian antibiotika Dimensi Mutu Keselamatan, kenyamanan dan efisiensi biaya

Tujuan Tergambarnya mutu pelayanan dengan pemberian antibiotikan tepat dosis dan tepat waktu

Definisi Operasional Pemberian antibiotika yang dilakukan sesuai dengan waktu paruh dari jenis antibiotika yang dimaksud

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan Periode Analisa 3 bulan

Numerator Jumlah pasien yang diberikan antibiotika sesuai instruksi dokter

Denominator Jumlah seluruh pasien yang mendapat terapi antibiotika Sumber Data Rekam medis

Standar >95 %

Penanggung jawab Kepalainstalasi rawat inap / Kepala instalasi farmasi 2) Kejadian Nyaris Cedera karena pemberian obat

Judul Kejadian Nyaris Cedera karena pemberian obat Dimensi Mutu Keselamatan, kenyamanan dan efisiensi biaya

Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan dalam pemberian obat Definisi Operasional Kejadian nyaris cedera pada pasien yang diakibatkan

(12)

kesalahan pemberian obat yang meliputi: 1. Salah dalam memberikan jenis obat 2. Salah dalam menberikan dosis 3. Salah orang

4. Salah jumlah Frekuensi Pengumpulan

Data

1 bulan Periode Analisa 3 bulan

Numerator Jumlah pasien yang mengalami KNC akibat pemberian obat Denominator Jumlah seluruh pasien yang dilayani oleh Instalasi Farmasi Sumber Data Register Instalasi Farmasi

Standar 0 %

Penanggung jawab Kepala instalasi farmasi 3) Pencegahan adverse drug even

Judul Tidak ada kejadian adverse drug even Dimensi Mutu Keselamatan, kenyamanan dan efisiensi biaya

Tujuan Tergambarnya kesiapan pelayanan dalam mencegah kejadian adverse drug even

Definisi Operasional Timbulnya reaksi obat yang tidak dikehendaki, tidak menyenangkan , membahayakan atau merugikan yang terjadi karena penggunaan obat pada dosis normal dengan tujuan pencegahan, diagnosis dan pengobatan

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan Periode Analisa 3 bulan

Numerator Jumlah pasien yang mengalami kejadian adverse drug even Denominator Jumlah seluruh pasien yang mendapat terapi obat

Sumber Data Rekam medis

Standar 0 %

Penanggung jawab Kepalainstalasi rawat inap / Kepala instalasi farmasi

c. Prosedur bedah

(13)

Judul Waktu tunggu operasi elektif

Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi

Tujuan Tergambarnya kecepatan penanganan antrian pelayanan bedah

Definisi Operasional Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan Periode Analisa 3 bulan

Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu operasi yang terencana dari seluruh pasien yang dioperasi dalam satu bulan

Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan Sumber Data Rekam medis

Standar ≤ 2 hari

Penanggung jawab Ketua instalasi bedah sentral

2) Kejadian kematian di meja operasi

Judul Kejadian kematian dimeja operasi Dimensi Mutu Keselamatan, efektifitas

Tujuan Tergambarnya efektifitas pelayanan bedah sentral dan anestesi dan kepedulian terhadap keselamatan pasien Definisi Operasional Kematian dimeja operasi adalah kematian yang terjadi di

atas meja operasi pada saat operasi berlangsung yang diakibatkan oleh tindakan anastesi maupun tindakan pembedahan

Frekuensi Pengumpulan Data

Tiap bulan dan sentinel event Periode Analisa Tiap bulan dan sentinel event

Numerator Jumlah pasien yang meninggal dimeja operasi dalam satu bulan

Denominator Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam satu bulan

Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien

Standar ≤ 1 %

(14)

3) Tidak adanya kejadian operasi salah sisi

Judul Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Dimensi Mutu Keselamatan pasien

Tujuan Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap keselamatan pasien

Definisi Operasional Kejadian operasi salah sisi adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada sisi yang salah, misalnya yang semestinya dioperasi pada sisi kanan, ternyata yang dilakukan operasi adalah pada sisi kiri atau sebaliknya

Frekuensi

PengumpulanData

1 bulan dan sentinel event Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event

Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang dioperasi salah sisi dalam waktu satu bulan

Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien

Standar ≤ 100 %

Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis

4) Tidak Adanya Kejadian Operasi Salah Orang

Judul Tidak adanya kejadian operasi salah orang Dimensi Mutu Keselamatan pasien

Tujuan Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap keselamatan pasien

Definisi Operasional Kejadian operasi salah orang adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada orang yang salah

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan dan sentinel event Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event

Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah operasi salah orang dalam waktu satu bulan

(15)

Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien

Standar ≤ 100 %

Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis

5) Tidak Adanya Kejadian Salah Tindakan Pada Operasi Judul Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi Dimensi Mutu Keselamatan pasien

Tujuan Tergambarnya ketelitian dalam pelaksanaan operasi dan kesesuaiannya dengan tindakan operasi rencana yang telah ditetapkan

Definisi Operasional Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan dan sentinel event Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event

Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang mengalami salah tindakan operasi dalam waktu satu bulan

Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien

Standar ≤ 100 %

Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis

6) Tidak Adanya Kejadian Tertinggalnya Benda Asing Pada Tubuh Pasien Setelah Operasi

Judul Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien setelah operasi

Dimensi Mutu Keselamatan pasien

Tujuan Kejadian tertinggalnya benda asing adalah kejadian dimana benda asing sepertikapas, gunting, peralatan operasi dalam tubuh pasien akibat tundakan suatu pembedahan

Definisi Operasional Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan

(16)

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan dan sentinel event Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event

Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang mengalami tertinggalnya benda asing dalam tubuh akibat operasi dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan

Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien Standar ≤ 100 %

Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis

d. Kesalahan Medis dan Kejadian Nyaris Cedera 1) Tidak ada kesalahan pemberian obat

Judul Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat Dimensi mutu Keselamatan dan kenyamanan

Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan dalam pemberian obat Definisi operasional Kesalahan pemberian obat meliputi :

1. Salah dalam memberikan jenis obat 2. Salah dalam memberikan dosis 3. Salah orang

4. Salah jumlah Frekuensi pengumpulan

data

1 bulan Periode analisis 3 bulan

Numerator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey dikurangi jumlah pasien yang mengalami kesalahan pemberian obat

Denominator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey Sumber data Survey

Standar 100%

Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi

2) Komplikasi Anastesi Karena Over Dosis, Reaksi Anantesi dan Salah Penempatan Endotracheal Tube

(17)

dan salah penempatan endotracheal tube Dimensi Mutu Keselamatan pasien

Tujuan Tergambarkannya kecermatan tindakan anastesi dan monitoring pasien selama proses penundaan berlangsung Definisi Operasional Komplikasi anastesi adalah kejadian yang tidak diharapkan

sebagai akibat komplikasi anastesi antara lain karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan dan sentinel event Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event

Numerator Jumlah pasien yang mengalami komplikasianastesi dalam satu bulan

Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis

Standar ≤ 6 %

Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis 3) Tidak Adanya Kejadian Pasien Jatuh Yang Berakibat

Kecacatan/Kematian

Judul Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian

Dimensi Mutu Keselamatan pasien

Tujuan Tergambarnya pelayanan keperawatan yang aman bagi pasien

Definisi Operasional Kejadian pasien jatuh adalah kejadian pasien jatuh selama dirawat baik akibat jatuh dari tempat tidur, di kamar mandi, dsb, yang berakibat kecacatan atau kematian

Frekuensi

PengumpulanData

tiap bulan Periode Analisa tiap bulan

Numerator Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut dikurangi jumlah pasien yang jatuh dan berakibat kecacatan atau kematian

Denominator Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien

Standar 100 %

(18)

Pengumpulan data

e. Pencegahan dan control infeksi, surveilans dan pelaporan

1) Kejadian Infeksi Pasca Operasi

Judul Kejadian infeksi pasca operasi Dimensi Mutu Keselamatan, kenyamanan

Tujuan Tergambarnya pelaksanaan operasi dan perawatan pasca operasi yang bersih sesuai standar

Definisi Operasional Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit yang ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam Frekuensi Pengumpulan

Data

tiap bulan Periode Analisa tiap bulan

Numerator Jumlah pasien yang mengalami infeksi pasca operasi dalam satu bulan

Denominator Jumlah seluruh pasien yang dalam satu bulan Sumber Data Rekam medis

Standar ≤ 1,5 % Penanggung jawab

Pengumpulan data

Ketua komite medik/komite mutu/tim mutu

2) Angka Kejadian Infeksi Nosokomial

Judul Angka kejadian infeksi nosokomial Dimensi Mutu Keselamatan pasien

Tujuan Mengetahui hasil pengendalian infeksi nosokomial rumah sakit

Definisi Operasional Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialamioleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit yang meliputi dekubitus, phlebitis, sepsis, dan infeksi luka operasi Frekuensi Pengumpulan

Data

tiap bulan Periode Analisa tiap tiga bulan

(19)

dalam satu bulan

Denominator Jumlah pasien rawat inap dalam satu bulan Sumber Data Survei, laporan infeksi nosokomial

Standar ≤ 1,5 % Penanggung jawab

Pengumpulan data

Kepala instalasi rawat inap/komite medik/panitia mutu

3) Kematian Pasien > 48 Jam

Judul Kematian Pasien > 48 Jam Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas

Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit yang aman dan efektif

Definisi Operasional Kematian pasien > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah periode 48 jam setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit

Frekuensi Pengumpulan Data

1 bulan

Periode Analisa 1 bulan

Numerator Jumlah kejadian kematian pasien rawat inap > 48 jam dalam satu bulan

Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan Sumber Data Rekam Medis

Standar ≤ 0,24 % ≤ 2,4/1000 (internasional) (NDR ≤ 25/1000, Indonesia)

Penanggung jawab Pengumpulan data

Ketua komite mutu/tim mutu

4) Kejadian Pulang Paksa

Judul Kejadian pulang paksa

Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan

(20)

rumah sakit

Definisi Operasional Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter Frekuensi Pengumpulan

Data

1 bulan Periode Analisa 3 bulan

Numerator Jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan Sumber Data Rekam Medis

Standar ≤ 5 % Penanggung jawab

Pengumpulan data

Ketua komite mutu/tim mutu

2. Indikator International Library JCI

Indikator klinis yang digunakan adalah: 1. Gagal jantung

1. Dicharge instruction (Pelaksanaan instruksi) 2. Evaluasi fungsi LVS

3. ACEI atau ARB untuk LVSD 2. Children astma care

1. Penggunaan obat simptomatik pada pasien asma yang di rawat inap

2. Penggunaan kortikosteroid pada pasien asma yang di rawat inap

3. Rencana penanganan home care bagi pasien 3. Nursing sensive care

1. Kepuasan pasien dengan pemberian informasi medis 2. Kepuasan pasien dengan penatalaksanaan nyeri 3. Kepuasan perawat terhadap tugas dan tanggung

jawabnya 4. Perinatal care

1. Kelahiran normal 2. Seksio Caersaria

3. Pemberian steroid pada ante natal

4. Perawatan bayi dengan infeksi aliran darah 5. ASI eksklusif

(21)

5. Surgical care improvement project (proyek perbaikan perawatan bedah)

1. Pemberian antibiotik profilaksis satu jam sebelum incisi bedah 2. Pemilihan antibiotik propilaksis pada pasien bedah

3. Penghentian pemberian antibiotik propilaksis dalam 24 jam telah prosedur bedah selesai

4. Kateter urinal dilepas peralatannya pada hari pertama pasca operasi(H 1) atau hari kedua pasca operasi (H2)dengan hari operasi adalah (H0).

4. Indikator Sasaran Manajerial

Indikator sasaran manajerialadalah varibel yang digunakan untuk mengukur aspek manajerial yang digunakan untuk

mendukung pencapaian sasaran dari indikator klinis yang ditetapkan. Indikator tersebut adalah:

1. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk kebutuhan pasien

Pengadaan obat dan peralatan kesehatan merupakan hal paling mutlak bagi sebuah rumah sakit dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Dalam lingkup rumah sakit, sistem pengadaan dan pengeloaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terkait sehingga dimensi pengelolaan obat akan dimulai dari perencanaan pengadaan yang merupakan dasar pada dimensi pengadaan obat di rumah sakit.

Tujuan dari pengadaan tersebut adalah untuk memperoleh barang (obat dan alat kesehatan) yang dibutuhkan dalam yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut cara dan ketentuan yang berlaku. Sistem pengelolaan obat mempunyai empat fungsi dasar untuk mencapai tujuan, yaitu:

(22)

Perencanaan kebutuhan obat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat. Proses perencanaan tersebut terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Terdapat 2 cara yang dapat digunakan dalam menetapkan kebutuhan obat, yaitu:

1. Data statistik kebutuhan dan penggunaan obat yang dapat diambil dari data statistik berbagai kasus penderitan dengan dasar formularium rumah sakit. 2. Data pengelolaan sistem akuntansi instalasi farmasi

rumah sakit dan berkonsultasi dengan panitia farmasi dan terapi

b. Pengadaan

Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di rumah sakit yang diperoleh melalui pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor atau pedagang besar farmasi. Siklus pengadaan obat mencakup pemilihan kebutuhan dan dana, pemilihanmetode pengadaan, penetapan atau pemilihan pemasok, penetapan masa kontrak, pemantauan status pemesanan, penerimaan dan pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan, pendistribusian dan pengumpulan informasi penggunaan obat.

Proses pengadaan dikatakan baik apabila tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sesuai dengan mutu terjamin serta dapat diperoleh saat dibutuhkan.

c. Distribusi

Sistem distribusi obat di rumah sakit dibagi menjadi dua sistem, yaitu:

1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)

Sistem sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan di satu tempat,

(23)

yaitu di instalasi farmasi. Seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit

2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi) d. Penggunaan

Keempat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang pengelolaan yang terdiri dari:

 Organisasi

 Pembiayaan dan kesinambungan  Pengelolaan informasi

 Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia

2. Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

Beradasarkan Permenkes Nomor 117/MENKES/PER/VI/2011 menyatakan Setiap rumah sakit wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). SIRS merupakan sistem aplikasi pelaporan rumah sakit kepada Kementrian Kesehatan yang meliputi:

 Data identitas rumah sakit

 Data ketenagaan yang bekerja di rumah sakit  Data rekapitulasi kegiatan pelayanan

 Data kompilasi penyakit / morbiditas pasien rawat inap  Data kompilasi penyakit / morbiditas pasien rawat jalan Pengisian dan pengolahan data dalam Sistem Informasi Rumah Sakit yang dilakukan oleh rmah sakit, mulai dari data kegiatan pelayananrumah sakit sampai dengan data morbilitas dan mortalitas dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Pengolahan secara manual

Pengolahan dengan cara manual ini dilakukan dengan cara merekapitulasi data-data yang sudah terkumpul pad aunt pengolahan data untuk dibuatkan tabel atau grafik sesuai kebutuhan

2. Pengolahan secara komputerisasi

Pengolahan ini dilakukan dengan cara menginput / entry data, baik dari data rekam medis yang berisi catatan / diagnose dokter yang dikodifikasi dan diolah komputer

(24)

sesuai programnya masing-masing dan keluar output berupa laporan jumlah kunjungan untuk masing-masing dokter. Demikian pula untuk unit lainnya.Cara pengisian dan pengolahan data yang dilakukan berdasarkan petunjuk teknis dari Permenkes tersebut.

Berdasarkan Permenkes Nomor 117/MENKES/PER/VI/2011 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit, pelaporan yang harus dilakukan oleh rumah sakit terdiri dari:

 Pelaporan yang bersifat terbarukan (update)

Pelaporan ini dibuat berdasarkan kebutuhan informasi untuk pengembangan program dan kebijakan.

 Pelaporan yang bersifat periodik

Pelaporan yang bersifat periodik dilakukan satu kali dalam sebulan dan satu kali dalam setahun.

3. Manajemen resiko

Manajemen resiko adalah proses mengenal, mengevalasi, mengendalikan, meminimalkan resiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh. Manajemen resiko merupakan prilaku dan intervensi proaktif untuk mengurangi kemungkinan cedera serta kehilangan.Dalam perawatan kesehatan, manajemen resiko bertujuan untuk mencegah terjadinya cedera pada pasien dan menghindari tindakan yang merugikan profesi.Mayoritas cedera pada pasien dapat ditelusuri sampai pada ketidaksempurnaan sistem yang dapat menjadi penyebab primer terjadinya cedera.Begitu terjadi cedara, manajemen resiko harus menfokuskan perhatiannya pada upaya mengurangi akibat cedera tersebut untuk memperkecil kemungkinan timbulnya masalah hukum.

Adapun manfaat manajemen resiko dalam pelayanan kesehatan:

 Mengendalikan timbulnya efek yang tidak diinginkan  Meningkatkan peluang perbaikan prilaku perbaikan

sebelum timbulnya masalah

 Meningkatkan perencanaan, kinerja, efektifitas dan efisiensi

(25)

 Mempererat hubungan stakeholder

 Tersedianya informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan

 Memperbaiki citra rumah sakit  Proteksi terhadap tuntutan hokum Lingkup manajemen resiko meliputi:

 Etika, kesehatan dan keselamatan pasien  Alokasi sumberdaya

 Resikodan pertanggungjawaban publik  Studi kelayakan

 Kepatuhan terhadap aturan dan standar pelayanan  Manajemen proyek

 Manajemen pembelian, pengadaan dan kontrak 4. Manajemen penggunaan sumber daya

a. Sumber daya manusia

Industri Rumah Sakit pada dasarnya adalah kumpulan dari berbagai unit pelayanan.Berbagai unit tersebut terdiri dari sekumpulan individu yang berusaha mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.Hal ini tentunya sangat mempengaruhi dinamika dalam menjalankan organisasi.Peluang dan tantangan eksternal juga merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan.Sebab itu naik turunnya kinerja industri Rumah Sakit sangat ditentukan oleh kinerja unit yang terdiri dari kumpulan individu di dalamnya.

Sebagai unsur dalam manajemen, sumber daya manusia kesehatan yang dimiliki oleh rumah sakit akan mempengaruhi diferensiasi dan kualitas pelayanan kesehatan, keterbatasan keanekaragaman jenis tenaga kesehatan akan menghasilkan kinerja rumah sakit dalam pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit. Individu yang berada dalam unit di industri Rumah Sakit pada dasarnya unik dan dinamis.Oleh sebab itu sumber daya manusia dalam industri Rumah Sakit menjadi area kelola yang kompleks dan harus selalu mengikuti perkembangan untuk dapat memuaskan keinginan pelanggan.Sehingga

(26)

pengelolaan organisasi tidak bisa kita lepaskan dari pengelolaan sumber daya manusia di dalamnya.Namun sering kita temui pengelolaan sumber daya manusia dalam industri Rumah Sakit sering terjebak pada sistem dan prosedur yang rumit dan kadang tidak efektif serta tidak efisien dan cenderung membatasi dinamika individu dalam organisasi. Sementara di sisi lain sistem dan prosedur yang diciptakan untuk mengelola sumber daya manusia harus sebaik-baiknya dikelola dan selaras dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama sehingga secara efektif dan efisien mampu berkontribusi positif untuk kemajuan organisasi. SDM di rumah sakit dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: kelompok fungsional dan manajerial. Kedua kelompok tersebut dibagi secara tegas dengan tujuan untuk memastikan tanggungjawab pengelolaan 2 lini besar rumah sakit, yaitu administrasi dan pelayanan klinis.Selanjutnya, kerjasama yang akuntabel antar kedua kelompok besar ini merupakan salah satu kunci keberhasilan pengembangan rumah sakit. Agar dapat bekerja sama, maka diperlukan manajemen SDM, mulai dari tingkat individual sampai dengan tingkat kelompok.Pengelolaan SDM, dengan paradigma SDM sebagai human capital di rumah sakit, menjadi sangat kompleks oleh karena adanya pembagian tersebut dan adanya banyak profesi yang bekerja di dalam organisasi rumah sakit. Masing-masing profesi memiliki norma, nilai, dan filosofi pelayanan yang berlainan, serta memiliki budaya yang berbeda-beda. Situasi ini yang menjadikan manajemen SDM di rumah sakit penuh dengan tantangan.

Banyaknya pemberitaan yang muncul terkait dengan pelayanan yang kurang memuaskan dari tenaga medis dan unit pelayanan lainnya tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu penyebab dari kurang cermatnya manajemen

(27)

Rumah Sakit dalam mengelola unit-unit di dalamnya dengan sistem yang memadai untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.Padahal pelayanan medik khususnya medik spesialistik merupakan salah satu ciri dari Rumah Sakit yang membedakan antara Rumah Sakit dengan fasilitas pelayanan lainnya. Kontribusi pelayanan medik pada pelayanan di Rumah Sakit cukup besar dan menentukan ditinjau dari berbagai aspek, antara lain aspek jenis pelayanan, aspek keuangan, pemasaran, etika dan hukum maupun administrasi dan manajemen Rumah Sakit itu sendiri.

Salah satu hambatan upaya Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan medis yang memuaskan saat ini adalah keterbatasan sumber daya dan fasilitas penunjang terutama teknologi kedokteran yang merupakan poin krusial dalam tindak penanganan medis. Sementara untuk menghasilkan keduanya dibutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga beberapa aspek penting dari sumber daya manusia terabaikan.Masih banyak manajemen Rumah sakit yang kurang memahami pentingnya unsur manajemen kinerja. Ketika sumber daya manusia dianggap sebagai salah satu aset perusahaan, maka biaya yang dikeluarkan untuk proses peningkatan mutu kinerja akan menjadi suatu investasi jangka panjang yang dimiliki. Begitu pula dengan tenaga medis dan keperawatan lainnya akan menjadi satu pilar utama bagi Rumah Sakit yang dapat menunjang keunggulan kompetitif dari rumah sakit apabila sistem manajemen dan pengembangan sumber daya manusia di dalamnya dapat dikelola dengan baik, yang meliputi pemenuhan indikator kompetensi yang terstandarisasi, pengembangan keahlian dengan pelatihan-pelatihan dan asuhan keperawatan, penilaian kinerja yang objektif, pembagian jam kerja yang adil, serta sistem

(28)

kompensasi yang dapat memberikan kepuasan kerja dalam rangka meningkatkan kinerja individu yang berujung pada peningkatan kinerja Rumah Sakit secara keseluruhan.

Pada banyak organisasi dan industri, banyak kritik yang dilayangkan pada bagian sumber daya manusia karena dianggap tidak melakukan upaya yang relevan dengan strategi perusahaan untuk survive dan memenangkan kompetisi. Melihat hal tersebut sangat penting bagi bagian sumber daya manusia, dengan dukungan dari manajemen, untuk menemukan dan mengintegrasikan strategi pengembangan sumber daya manusia dengan strategi perusahaan.Demikian halnya dengan industri Rumah Sakit yang sangat bergantung pada kontribusi sumber daya manusia di dalamnya, terutama tenaga medis dan keperawatan sebagai salah satu faktor pendukung kesuksesan sehingga dapat terus bertahan di tengah persaingan dan penilaian masyarakat yang menuntut pelayanan prima, cepat, dan efektif.Permasalahan yang dimiliki oleh Rumah Sakit saat ini adalah menemukan strategi perusahaan yang tepat mengenai sumber daya manusia yang diselaraskan dengan kebutuhan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan peningkatan kinerja organisasi.

5. Harapan kepuasan pasien dan keluarga

Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang

(29)

diberikan, kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri. Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut. Ada beberapa teori mengenai kepusaan.

Teori yang menjelaskan apakah pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang diharapkan (expectation-performance theory) yang menyatakan bahwa kepusan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang sesuai dengan yang diharap,ia akan merasa tidak puas. Kepuasan atau ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara harapan dan kenyataan performasi pelayanan. Beberapa pasien cenderung memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya . Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Valentine (1997) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan dan perilaku perawat merupakan faktor yang sangatberpengaruh terhadap kepuasan pasien. Menurut Oliver (1998., dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan

(30)

sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang rumah sakit tersebut.

6. Harapan dan kepuasan staf

Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diriseseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifatindividual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orangakan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apayang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannyabekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti yangbersangkutan memiliki suatu harapan dan demikian akan termotivasiuntuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan

tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja

menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan

yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat

dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi (Robbins & Judge,

2009).

Lebih lanjut Robbins dan Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana

dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan

(31)

sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi,

memenuhi standar kinerja.

7. Demografi pasien dan diagnosis klinik

Kondisi demografis Indonesia dalam 3 tahun terakhir yaitu 2005-2007 menunjukkan tidak banyak perubahan. Jumlah Indonesia pada tahun 2007 sekitar 225 juta jiwa tumbuh 3 juta jiwa dari tahun sebelumnya. Kelompok usia lanjut mengalami kenaikan pada tahun 2007 daripada sebelumnya yang dapat menyebabkan peningkatan angka tanggungan dan munculnya berbagai masalah kesehatan usia lanjut. Pola penyakit dalam 3 tahun tersebut tidak banyak berubah dengan penyakit infeksi masih merupakan masalah utama pasien rawat jalan, namun demikian berbagai penyakit non-infeksi seperti hipertensi dan diabetes mellitus juga selalu menempati tempat di 10 penyakit terbanyak pasien rawat jalan dengan jumlah pasien meningkat tiap tahun, hal ini dapat menunjukkan transisi penyakit segera berlangsung dari penyakit dalam beberapa tahun kedepan. Kombinasi berbagai masalah ini bisa menjadi masalah kesehatan yang besar jika tidak ada upaya antisipasi.1 Melihat berbagai masalah kesehatan nasional seperti transisi penyakit penyebab kematian, kekurangan anggaran kesehatan nasional, dan pembiayaan kesehatan sosial yang belum terkoordinasi secara nasional maka sistem kedokteran keluarga layak menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah yang tepat.2 Pembuktian dari pendekatan kedokteran keluarga dalam tingkat komprehensifnya mendalami kondisi pasien dan keluarga, efektivitas layanan kesehatan berlandaskan upaya preventif, dan kemampuannya mengupayakan lingkungan hidup sehat dilakukan melalui sebuah model pasien-dokter. 8. Manajemen keuangan

Rumah sakit adalah salah satu institusi pelayanan kepada masyarakat yang memiliki sifat padat modal, padat

(32)

sumberdaya manusia dan padat teknologi. Agar rumah sakit mampu berkembang dan memberikan pelayanan kesehatan yang berdaya guna dan berhasil guna maka perlu diberikan kemudahan berupa fleksibilitas pengelolaan keuangan.

Rumah sakit selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, sehingga biaya operasionalnya pun semakin berkembang pula. Rumah sakit yang bersifat padat karya, pada umumnya membutuhkan biaya operasional yang besar, antara lain untuk obat dan bahan-bahan. Di pihak lain, rumah sakit tidak mempunyai keleluasaan untuk meningkatkan pendapatan, kalaupun dapat meningkatkan pendapatan, maka hasil tersebut tak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh rumah sakit.

Mengacu kepada hal di atas, yaitu adanya keterbatasan dana, sedangkan dana yang dibutuhkan besar, rumah sakit memerlukan manajemen keuangan yang betul-betul dikelola secara profesional. Hal ini berarti bagaimana merencanakan dan memperoleh dana atau biaya dan kemudian mempergunakan dengan efisien. Pentingnya manajemen keuangan terletak pada usaha untuk mencegah meningkatnya pembiayaan dan kebocoran.

Manajemen rumah sakit sebagai suatu lembaga yang "nirlaba/non profit" harus dikembangkan dengan perencanaan yang sebaik-baiknya untuk menyediakan pelayanan yang bermutu, tetapi dengan biaya yang seoptimal mungkin dan didapatkan suatu sisa hasil usaha (SHU). Proses perencanaan ini terdiri dari dua kegiatan pokok, yaitu penyusunan rencana oleh pimpinan dan penyusunan anggaran oleh pihak yang terkait.

Rumah sakit memiliki kewajiban untuk membuat laporan pengelolaan keuangan.Laporan tersebut meliputi neraca, laporan operasional, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan.Di ssamping itu, rumah sakit juga diwajibkan

(33)

menyusun laporan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ruang lingkup manajemen keuangan meliputi penyusunan anggaran belanja dan pendapatan (penganggaran/budgeting), akuntansi (accounting), pemeriksaan keuangan (auditing) dan pengadaan (purchase and supply).Manajemen keuangan meliputi fungsi-fungsi perencanaan/penganggaran, pengelolaan keuangan (termasuk pengawasan dan pengendalian), pemeriksaan keuangan/auditing serta sistem akuntansi untukmenunjang ketiga fungsi tersebut.

9. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan.

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko,

(34)

identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

Resiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh negatif terdapat pelayanan yang diberikan kepada pasien.Manajemen resiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai, dan menyusun prioritas resiko dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.Manajemen resiko rumahsakit adalah kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi resiko cedera dan kerugian pada pasien, keluarga pasien, staf dan rumahsakit sendiri.

Identifikasi resiko adalah usaha mengidentifikasi situasiyang dapat menyebabkan cedera, tuntutan dan kerugian secara finansial. Identifikasi tersebut dapat membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap resiko tersebut. Adapun instrumen yang digunakan adalah:

 Laporan kejadian (KTD, KNC, sentinel dan lain-lain)

 Review rekam medis (penyaringan kejadian untuk memeriksa dan mencari penyimpanan pada praktek dan prosedur

 Pengaduan pelanggan

 Survey / self-assessment dan lain-lain Pendekatan terhadap identifikasi resiko melputi:

 Brainstorming

 Mapping out proses dan prosedurperawatan, jalan keliling dan menanyakankepada petugas tentang identifikasi resiko padasetiap lokasi

(35)

 Membuatcheck-list resiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik

Penilaian resiko merupakan proses untuk membantu rumah sakit menilai tentang luasnya resiko yang dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi

V. PENGERTIAN

1. Peningkatan mutu dan keselamatan pasienadalah meningkatkan mutu secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik dalam proses asuhan klinis maupun lingkungan fisik.

2. Upaya peningkatan mutuadalah upaya yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis untuk melakukan perbaikan terhadap mutu semua jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya. 3. Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakitadalah

suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

4. Clinical pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dan hasil yang terukur dan jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.

5. Indikator area klinis adalah suatu varibel yang digunakan untuk menilai suatu kegiatan yang bersifat klinis untuk menilai dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang terjadi

6. Indikator manajemen adalah indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan indikator area klinis dari aspek manajerial, logistik dan sumberdaya manusia

(36)

7. Indikator sasaran keselamatan pasienadalah sejumlah variabel yang digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan pelaksananaan pelayanan kesehatan berorientasi pada keselamatan pasien

8. Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak diharapkan atau disengaja yang dapat mengakibatkan atau berpotensi menyebabkan cedera pada pasien

9. Kejadian Sentineladalah suatu kejadian tidak diharapkan yang

mengakibatkan kematian atau cedera serius .

a. Kematian yang tidak diduga dan tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya.

b. Kehilangan fungsi yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya. c. Salah tempat, salah prosedur, salah bedah.

d. Bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada bukan orang tuanya.

10. Kejadian tidak diharapkanadalah suatu kejadian tidak

diharapkanyang mengakibatkan cedera pasien akibat tidak melasanakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah

11. Kejadian nyaris cederaadalah suatu kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena “keberuntungan”. Misalnya kontra indikasi obat tertentu tetapi tidak timbul reaksi obat karena adanya “pencegahan”. Misalnya pemberian obat dosis lethal tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan atau “peringanan” ( pemberian obat dosis lethal tetapi diketahui secara dini dan diberikan antidote-nya.

12. Kejadian tidak cedera (KTC)adalah insiden yang telah

(37)

13. Kejadian potensial cedera(KPC)adalah Kondisi yang sangat

berpotensi untuk menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden

14. Root Cause Analysis ( analisis akar masalah)adalah

suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi faktor penyebab atau faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan kinerja termasuk KTD

15. Risk manajemen ( manajemen resiko) adalah aktivitas

perlindungan diri dan mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktek medis

16. FMEA( Failure Mode and Effect Analysis )adalah salah

satu cara atau metode pembelajaran yang berfungsi mengidentifikasi potensi terjadinya masalah atau error dalam sebuah proses. Di rumah sakit, FMEA fokus pada pencegahan kesalahan atau malpraktek dalam proses pelayanan kesehatan dan penanganan pasien

VI. KEBIJAKAN

Dalam penerapan kebijakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) disetiap unit dan komponen yang ada dalam Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar, dukungan dari direktur sangatlah penting.Sebagai pucuk pimpinan, direktur memiliki wewenang dalam membuat dan mengatur kebijakan yang berhubungan dengan PMKP, mulai dari perencanaan program, penganggaran, pelaksanaan, diseminasi informasi, monitoring dan pelaporan.

Adapun kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar yang berhubungan dengan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah:

1. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program PMKP

 Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar mendukung dan berpartisipasi dalam proses

(38)

perencananaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

 Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar menetapkan mekanisme pengawasan dengan cara sensus harian dan laporan indikator PMKP setiap bulan

2. Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makasar menetapkan sistem baru berupa standarisasi alur proses asuhan klinis atau clinical care pathways. Alur asuhan klinis ini adalah upaya untuk memastikan adanya integrasi dan koordinasi yang efektif dari pelayanan dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. 3. Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar penetapan indikator

area prioritas yang meliputi: 1) Indikator area klinis

a) Pelayanan laboratorium

 Waktu tunggu hasil pemeriksaan  ekspetisi hasil pemeriksaan

 Tidak ada kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan

b) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya  Ketepatan waktu pemberian antibiotika

 Kejadian nyaris cedera kerena pemberian obat  Pencegahan adverse drug even

c) Prosedur bedah

 Waktu tunggu operasi elektif

 Kejadian kematian di meja operasi  Tidak ada kejadian operasi salah orang  Tidak ada kejadian operasi salah sisi

 Tidak ada kejadian bendah asing tertinggal dalam tubuh pasien

d) Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cedera  Tidak ada kesalahan pemberian obat

e) Pencegahan dan kontrol infeksi, surveilens dan pelaporan

 Kejadian infeksi pasca operasi  Angka kejadian infeksi nosocomial

 Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial

(39)

2) Indikator Area Manajemen

a) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi kebutuhan pasien

b) Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

c) Manajemen resiko

d) Manajemen penggunaan sumber daya e) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga f) Harapan dan kepuasan staf

g) Demografi pasien dan diagnosis klinis h) Manajemen keuangan

i) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga dan staf.

3) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien a) Ketepatan identifikasi pasien

b) Peningkatan Komunikasi yang efektif

c) Peningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai d) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien

operasi

e) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan f) Pengurangan risiko jatuh

4. Strategi komunikasi dan sistem informasi yang digunakan

 Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar menetapkan bahwa semua staf dan karyawan wajib mengetahui program dan kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang dilaksanakan di rumah sakit. Dan mekanisme yang digunakan untuk penyebarluasan informasi adalah dengan cara sosialisasi, baik sosialisasi formal maupun informal, sosialisasi massal atapun sosialisasi perorangan.

 Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar wajib melaporkan seluruh program dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh

(40)

rumah sakit kepada Bapak Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan sebagai pemilik.

 Pengumpulan dan analisis data hasil kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilakukan oleh Komite Mutu Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar

 Data hasil pelaksanaan program / kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien dipublikasikan dalam website Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar.

 Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien khususnya data semua indikator yang digunakan dilakukan secara elektronik dengan sistem komputerisasi.

 Instalasi/Ruangan/unit yang berhasil melaksanakan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien dengan baik wajib diberikan penghargaan

5. Perencanaan program dan kegiatan

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar menetapkan dokumen rencana kerja peningkatan mutu dan keselamatan pasien dibuat dan diperbaharui setiap tahun sesuai kondisi internal rumah sakit. Rencana kerja program dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien harusdisetujui oleh Gubernur Sulawesi Selatan selaku pemilik.

VII. PENGORGANISASIAN

Dalam pelaksanaan program dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, direktur Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar bertanggung jawab dalam menyusun, pelenggaraandan pemantauan manajemenmutu, manajemen resiko dan keselamatan pasien.

Pelaksanaan program dan kegiatan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilaksanakan oleh Komite mutu Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar. Komite mutu terdiri atas tim peningkatan mutu, tim patient safety dan tim PPI. Komite mutu juga

(41)

mencakup tim penilaian kinerja dan tim pelaksana evaluasi kontrak. Komite mutu merupakan unit pelaksana non struktural yang bertanggungjawab langsung kepada Direktur. Komite mutu memiliki hubungan kerjadalam bentuk koordinasi dengan komite medis, komite keperawatan dan SPI.

Adapun uraian tugas dan wewenang dari komite PMKP adalah: 1. Ketua Komite

a. Aspek perencanaan:

 Melakukan analisis manajemen resiko, mutu dan keselamatan pasien

 Menyusun perencanaan dan pedoman di bidang peningkatan mutu dan keselamatan pasien

 Melakukan koordinasi dengan unit terkait yang berhubungan dengan peningkatan mutu dan keselamatan pasien

b. Aspek pelaksanaan dan pengawasan

 Memimpin pelaksanaan pengumpulan data indikator mutu dan keselamatan pasien dengan bekerjasama unit terkait

 Melakukan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran seluruh staf rumah sakit akan pentingnya peningkatan mutu dan keselamatan pasien

c. Aspek evaluasi dan tindak lanjut

 Melakukan evaluasi terhadap aktivitas manajemen resiko, mutu dan keselamatan pasien di seluruh unit / instalasi / ruangan

 Mendesain atau me-redesain proses sesuai dengan kaidah kaidah manajemen resiko, mutu dan keselamatan pasien

 Merencanakan pelatihan yang diperlukan guna perbaikan mutu, keselamatan dan pengendalian resiko

2. Sub Komite Peningkatan Mutu

(42)

a. Melakukan monitoring aplikasi standar pelayanan dan memastikan pelayanan yang dilakukan sesuai dengan prosedur/kebijakan yang yang telah ditetapkan oleh direktur b. Melakukan monitoring terhadap jalannya program mutu di

unit/instalasi/ruangan masing-masing

c. Memberikan masukan dalam penyusunan program mutu di unit / instalasi / ruangan

d. Melakukan pendataan indikator klinis, indikator mutu dan indikator kinerja di unit / instalasi / ruangan

e. Melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kepatuhan terhadap standar pelayanan pada setiap personil ruangan di unit / instalasi / ruangan

f. Melaporkan kegiatan dan temuan yang berkaitan dengan ke komite PMKP, SPI dan kepala unit / instalasi / ruangan terkait 3. Sub Komite Keselamatan Pasien

Tugas dan wewenangnya adalah sebagai berikut:

a. Berpartisipasi dan berkontribusi terhadap pengembangan program kesehatan dan keselamatan pasien, keselamatan kerja di rumah sakit

b. Melakukan monitoring terhadap jalannya program kesehatan, keselamatan pasien dan keselamatan kerja di unit/ instalasi / ruangan masing-masing

c. Mencatan dan melaporkan kejadian tidak diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan kejadian sentinel (Sentinel event) kepada komite PMKP

d. Melakukan pembinaan tentang pelaksanaan kepatuhan terhadap standar keselamatan pasien dan kesehatan kerja pada setiap personil ruangan di ruangan masing-masing. 4. Sub Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Tugas dan wewenangnya adalah:

a. Memantau pengisian dan pegumpulan formulir surveilens setiap pasien di unit rawat inap masing-masing ketika pasien pulang

Gambar

Tabel 1. Indikator Sasaran Klinis berdasarkan area klinik

Referensi

Dokumen terkait

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul” Faktor-Faktor Ibu Menyusui Dalam Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir di Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Tahun

Diantara kebijakannya yang berhubungan dengan dimensi keagamaan adalah menghapus pengadilan agama, menghapus kewajiban memakai jilbab bagi wanita, upaya meninggalkan

Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek dari Emiten atau Perusahaan Publik

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara

KITA &amp; HARADA (1962) memban- dingkan komposisi jenis fitoplankton pada padang lamun Zostera dengan mikroalgae pada helai daun kira-kira 70 cm dari dasar pada inang pada

Beberapa contoh sistem dinamik antara lain sistem mekanik, sistem listrik, sistem fluida sistem termal serta kombinasi dari sistem – sistem tersebut.. Beberapa contoh

Hal ini disebabkan karena dengan ukuran biji kara benguk yang semakin kecil, maka luas permukaan kontak antara biji kara benguk dengan pelarut semakin besar

remitan antara migran nonpermanen yang memiliki keluarga inti dengan yang tidak memiliki keluarga inti di daerah asal. Dalam penelitian ini migran nonpermanen yang memiliki