• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PENGANGKUTAN UDARA. A. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PENGANGKUTAN UDARA. A. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PENGANGKUTAN UDARA

A. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

Kebutuhan-kebutuhan akan reformasi hukum, khususnya hukum ekonomi dalam perkembangan dewasa ini sangatlah mendesak. Apalagi dalam era globalisasi seperti sekarang ini, ditandai dengan saling ketergantungan antara negara satu dengan negara lain. Indonesia dituntut membentuk hukum nasional yang mampu berperan dalam memperlancar lalu lintas hukum di tingkat internasional. Unsur-unsur dari makna perlindungan konsumen ini yaitu unsur tindakan melindungi, unsur adanya pihak-pihak yang melindungi dan unsur cara melindungi. Adalah fakta bahwa terdapat ketentuan-ketentuan yang baik berasal dari legal culture bangsa lain ataupun konvensi-konvensi internasional yang dapat dimanfaatkan dalam rangka modernsasi hukum nasional. Yang perlu diperhatikan dalam pembentukan hukum ekonomi nasional adalah tanggung jawab produk (product liability).

Secara historis, product liability lahir karena adanya ketidakseimbangan tanggung jawab antara produsen dan konsumen, dimana produsen yang pada awalnya menerapkan strategi producy oriented dalam pemasaran produknya, harus merubah strateginya menjadi consumer oriented. Product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk atau dari orang atau badan yang menjual atau

(2)

mendistribusikan produk tersebut. Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability diperluas terhadap badan/orang yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk.

Unsur-unsur dari makna perlindungan konsumen yaitu unsur tindakan melindungi, unsur adanya pihak-pihak yang melindungi dan unsur cara melindungi. Berdasarkan unsur-unsur ini berarti perlindungan mengandung makna suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlindungan konsumen dapat dilakukan melalui berbagai bentuk diantaranya perlindungan ekonomi, sosial, politik dan perlindungan hukum. Tetap dari bentuk-bentuk perlindungan terhadap konsumen tersebut yang terpenting adalah perlindungan yang tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan kalimat untuk kepentingan pihak lain, serta rumusannya hanya terpaku pada orang atau mahluk lain, padahal dalam kenyataan tidak hanya orang saja yang disebut konsumen, tetapi masih ada yang lain yakni badan usaha.19

Beberapa azas atau prinsip dalam hukum perlindungan konsumen adalah :20

1. Let the buyer beware/caveat emtor

Asas ini beramsumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi

19

Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2005), hal 4.

20

https://kuliahade.wordpress.com/2009/11/20/prinsip-prinsip-dalam-hukumperlindungan-konsumen/ diakses tanggal 5 Juli 2012

(3)

konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen tidak dapat akses informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Prinsip ini dalam suatu hubungan jual-beli keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah pembeli. 2. The Due Care Theory

Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati-hati ia tidak dapat dipersalahkan. Jika ditasirkan secara a-contrario, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian. Ditinjau dari pembagian beban pembuktian si penggugat harus memaparkan bukti-bukti sesuai Pasal 1865 KUHPerdata secara tegas menyatakan barangsiapa yang mengendalikan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain secara menunjuk pada suatu peristiwa, maka ia diwajibkan

membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Sehingga pengusaha hanya tinggal menunggu saja, syarat ini terasa berat bagi konsumen untuk

menghadirkan bukti-bukti guna memperkuat gugatannya. Sebaliknya di pelaku usaha dengan berbagai keunggulannya relative lebih mudah berkelit.

3. The privity of contract

Prinsip ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah

(4)

terjalin hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan.

4. Kontrak bukan syarat

Prinsip ini tidak mungkin lagi di pertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.

Bentuk perjanjian yang ada pada pengangkutan udara ini adalah klausula baku yaitu setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Lazimnya klausula baku dicantumkan dalam huruf kecil pada perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli.21

Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tidak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun disisi lain harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan.

Ada beberapa klausula baku yang dilarang dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Artinya selain dari pada itu sah dan mengikat secara hukum.

Klausula baku dilarang mengandung unsur-unsur atau pernyataan:

1. Pengalihan tanggung jawab dari pelaku usaha (atau pengusaha) kepada konsumen

2. Hak pengusaha untuk menolak mengembalikan barang yang dibeli konsumen

21 Ibid.

(5)

3. Hak pengusaha untuk menyerahkan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen

4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan sepihak berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran

5. Mengatur prihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen

6. Hak pengusaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa

7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan yang dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa yang dibeli

8. Pemberian kuasa kepada pengusaha untuk pembebanan hak, tanggungan, gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau dapat jelas dibaca atau yang maksudnya sulit dimengerti. Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku yang dilarang tersebut, maka klausula baku itu batal demi hukum. artinya klausula itu dianggap tidak pernah ada.22

22

(6)

B. Pengertian dan Bentuk Perlindungan Konsumen

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertiannya sendiri itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut.23

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.24

Ada beberapa pengertian yang dapat dikemukan dalam pembahasan tentang pengertian konsumen, yaitu terdapat dalam rumusan peraturan perundang-undangan, dan menurut para pakar. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam rumusan ini ditentukan batasan secara jelas limitatif tentang konsumen, yaitu merupakan orang, memakai atau menggunakan suatu barang dan/jasa, untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain atau makhluk lain, dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

23

Tri Siwi Kristiyanti, Celina. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta : Sinar Grafika,2008)

24

Janus Sidabolok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 9.

(7)

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli, secara tegas dinyatakan bahwa konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri dan atau kepentingan orang lain. kedua pengertian di atas terdapat perbedaan dimana pengertian konsumen yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen lebih luas jika dibandingkan dengan pengertian yang tercantum di dalam Undang-undang Larangan Praktek Monopoli, yaitu konsumen tidak terbatas pada manusia semata melainkan juga kepada makhluk hidup lainnya.25

Menurut Az. Nasution hukum perlindungan konsumen adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaedah-kaedah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum kosumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup.26

Az. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni :

1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;

2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial);

25

N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen, ( Jakarta : Panta Rei,2005), hal.23. 26

AZ. Nasution, Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Penerbit Daya Widya,1999), hal. 13.

(8)

3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga, dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial).

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa. Dengan rumusan itu Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dengan pemakai terakhir.

Keadaan seimbang diantara para pihak yang saling berhubungan, akan lebih menerbitkan keserasian dan keselarasan materiil, tidak sekedar formil, dalam kehidupan manusia Indonesia sebagaimana dikehendaki oleh falsafah bangsa dan negara ini.27

Bentuk perlindungan konsumen di Indonesia dipopulerkan sekitar 25 tahun yang lalu, yakni dengan berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI). Setelah YLKI, kemudian muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri sejak tahun 1988 dan bergabung sebagai anggota Consumers International (CI). Di luar itu, dewasa ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa yang berorientasi pada kepentingan

27

(9)

pelayanan konsumen, seperti Yayasan Lembaga Bina Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI di berbagai provinsi di tanah air.28

Yayasan ini sejak semula tidak ingin berkonfrontasi dengan produsen (pelaku usaha), apabila dengan pemerintah. Hal ini dibuktikan benar oleh YLKI, yakni dengan menyelenggarakan pekan promosi Swakarya II dan III yang benar-benar dimanfaatkan oleh kalangan produsen dalam negeri. YLKI bertujuan melindungi konsumen, menjaga martabat produsen, dan membantu permerintah. Tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk membantu konsumen agar hak-haknya terlindungi. Di samping itu tujuan YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga bisa melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya.29

Gerakan konsumen di Indonesia, termasuk yang diprakarsai YLKI mencatat prestasi yang besar setelah naskah akademik UUPK berhasil dibawa ke DPR. Selanjutnya rancangannya disahkan menjadi undang-undang.30

28

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hal. 49.

Tanpa mengurangi penghargaan terhadap upaya terus menerus yang digalang oleh YLKI, andil terbesar yang memaksa kehadiran UUPK ini adalah juga karena cukup kuatnya tekanan dari dunia internasional. Setelah pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), maka ada kewajiban bagi Indonesia untuk mengikuti

29

Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta : Visimedia, 2008), hal. 10. 30

(10)

standar-standar hukum yang berlaku dan diterima luas oleh negara-negara anggota WTO. Salah satu diantaranya adalah perlunya eksistensi UUPK.31

Dengan munculnya berbagai gerakan perlindungan kosumen di Indonesia tersebut, ada berbagai produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah seperti Undang-Undang yang substansinya berkaitan dengan perlindungan konsumen di tiap bidang. Diantaranya, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan lain sebagainya. Namun ketentuan perlindungan konsumen secara garis besar diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Tidak semua ketentuan perlindungan konsumen diatur dalam UUPK, seperti halnya perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindunga Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang

31

(11)

Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang/jasa yang melanggar tentang HAKI.32

UUPK pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, UUPK ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan kumsumen.33

Bentuk perlindungan konsumen ini dilakukan dan diberikan UUPK yakni dengan adanya penetapan serta pengaturan hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen yang terdapat pada pasal 4-5 UUPK. Dengan adanya ketentuan pengaturan ini, memberikan batasan terhadap kewajiban-kewajiban produsen (Pasal 7 UUPK) dan hak-hak produsen (Pasal 6 UUPK) serta perbuatan apa saja yang tidak dapat dilakukan pelaku usaha terhadap konsumen (Pasal 8-17 UUPK).

Perlindungan konsumen ini juga ditegaskan lagi dengan adanya permberian sanksi administratif ataupun sanksi pidana (Pasal 60 dan 62 UUPK) terhadap pelaku usaha yang tidak memenuhi tanggung jawab sebagaimana ditentukan dalam UUPK, yakni pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan 3, Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26 akan dijatuhkan sanksi administratif oleh BPSK berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

32

Penjelasan Umum Alenia 11-12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

33

Penjelasan Umum Alenia 10-13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(12)

Pasal 8, pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf (a), huruf (b), huruf (c), huruf (e), ayat 2 dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Serta pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat 1 huruf (d) dan huruf (f) dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan lika berat, sakit berat, cacat hingga menyebabkan kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Selain itu, konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum (Pasal 45 ayat 1 UUPK). Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan (dengan menggunakan ketentuan Hukum Acara Perdata) atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa (Pasal 45 ayat 2 UUPK).

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam defenisi di atas, secara jelas terdapat konsensur antara para pihak, yakni persetujuan antara para pihak satu dengan pihak lainnya.34

34

Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Adityabhakti) hal. 7.

(13)

Perjanjian di sini dapat dikatakan sebagai Undang-undang yang merupakan ketentuan di luar UUPK, sebab ketentuan dalam KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai kebebasan berkontrak yang berarti setiap orang bebas membuat perjanjian apapun baik yang diatur secara khusus dalam KUHPerdata maupun yang belum diatur dalam KUHPerdata ataupun peraturan lainnya. Hal ini berarti bahwa masyarakat

selain bebas membuat perjanjian apapun, mereka pada umumnya diperbolehkan untuk mengesampingkan atau tidak mengesampingkan peraturan-peraturan yang terdapat dalam bagian khusus buku III KUHPerdata.35

Sesuai dengan perjanjian yang berisikan ketentuan-ketentuan yang mengatur para pihak inilah, yang mana perjanjian ini juga yang akan memberikan perlindungan bagi para pihak apabila ada salah satu pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan bersangkutan (wanprestasi) dan sebaliknya pihak lain berhak mendapatkan ganti kerugian. Dalam hal ini UUPK sebagai suatu hukum perlindungan konsumen sebagai bagian khusus dari hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan masyarakat.36

35

Ibid hal. 8.

UUPK tidak hanya dalam satu bidang/aspek saja memberikan perlindungan bagi konsumen melainkan secara keseluruhan. Sebab, selain memberikan pengaturan perlindungan konsumen secara keseluruhan, UUPK juga berperan untuk memberikan perlindungan konsumen terhadap

(14)

perjanjian yang bersangkutan. Dengan demikian UUPK sebagai ketentuan umum akan diberlakukan bagi para pihak, apabila ada ketentuan-ketentuan yang belum/tidak diatur dalam perjanjian bersangkutan yang dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak

C. Hak dan Kewajiban Pada Konsumen serta Pelaku Usaha

1. Hak dan Kewajiban Konsumen menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

(15)

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Adapun mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam Pasal 5, yakni :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindugan konsumen secara patut.37

2. Hak dan Kewajiban Konsumen Menurut Ordonasi Pengangkutan Udara Tahun 1939

Hak konsumen/penumpang yang tertuang dalam OPU 1939 adalah Seorang penumpang dalam perjanjian angkutan udara tentunya mempunyai hak untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawat udara yang telah

37

Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4.

(16)

ditunjuk atau dimaksudkan dalam perjanjian angkutan udara yang bersangkutan. Di samping itu juga penumpang atau ahli warisnya berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat adanya kecelakaan penerbangan atas pesawat udara yang bersangkutan. Selain itu hak-hak penumpang lainnya adalah menerima dokumen yang menyatakannya sebagai penumpang, mendapatkan pelayanan yang baik, memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam proses pengangkutan dan lain-lain.

Adapun kewajiban Konsumen/penumpang sebagai salah satu pihak dalam perjanjian angkutan udara maka penumpang memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

a. Membayar uang angkutan, kecuali ditentukan sebaliknya;

b. Mengindahkan petunjuk-petunjuk dari pengangkut udara atau dari pegawai-pegawainya yang berwenang untuk itu;

c. Menunjukan tiketnya kepada pegawai-pegawai pengakut udara setiap saat apabila diminta;

d. Tunduk kepada peraturan-peraturan pengangkut udara mengenai syarat-syarat umum perjanjian angkutan muatan udara yang disetujuinya;

e. Memberitahukan kepada pengangkut udara tentang barang-barang berbahaya atau barang-barang terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi

(17)

tercatat atau sebagai bagasi tangan, termasuk pula barang-barang terlarang yang ada pada dirinya.38

3. Hak dan Kewajiban Penumpang Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

Hak penumpang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, antara lain:

a. Pasal 118 ayat (1) huruf e yaitu melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antargolongan, serta strata ekonomi dan sosial;

b. Pasal 140 ayat (2) yaitu badan usaha angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati

c. Pasal 134 ayat (1), (2), dan (3) yaitu mendapatkan pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus bagi penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak dibawah umur 12 tahun dan/atau orang sakit;

d. Pasal 141 ayat (1) yaitu pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat;

38

(18)

e. Pasal 144 yaitu pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut;

f. Pasal 145 yaitu pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut;

g. Pasal 147 ayat (1) dan (2) yaitu, pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan atau memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

h. Pasal 151 ayat (1) yaitu pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang perseorangan atau penumpang kolektif

i. Pasal 151 ayat (2) yaitu tiket penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :

1) Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan; 2) Nama penumpang dan nama pengangkut;

(19)

4) Nomor penerbangan;

5) Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada;dan

6) Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

j. Pasal 152 ayat (1) yaitu pengangkut harus menyerahkan pas masuk pesawat udara;

k. Pasal 153 ayat (1) yaitu pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi;

l. Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang yang menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Psal 144, Pasal 145 dan Psal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia diatur dalam Pasal 176;

m. Pasal 179 yaitu pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141, Pasal 143 Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.39 Kewajiban Penumpang antara lain yaitu :

a. Tiket yang digunakan adalah benar-benar milik penumpang dan dibuktikan degan dokumen identitas diri yang sah. (diatur dalam

(20)

Pasal 151 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan;

b. Menjaga barang-barang yang dibawah pegawasannya; c. Melaporkan jenis-jenis barang bawaannya;

d. Dilarang membawa barang yang dapat membahayakan pesawat dan/atau orang lain;

e. Dilarang membawa barang pecah belah, berharga seperti perhiasan, uang, dokumen penting, perangkat elektronik dalam bagasi;

f. Bersedia diperikasa oleh sistem keamanan bandara dan otoritas yang berwenang; dan

g. Check in (melaporkan tiket untuk mendapatkan pas masuk pesawat udara) dan boarding dalam batas waktu yang ditentukan maskapai penerbangan.

Apabila penumpang tidak melaksanakan kewajibannya itu, maka sebagai konsekuensinya pengakut udara berhak untuk membatalkan perjanjian angkutan udara itu. Disamping itu juga apabila penumpang yang melalikan kewajibannya itu kemudian menimbulkan kerugian sebagai akibat perbuatannya itu, maka ia sebagai penumpang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

(21)

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

Hak pelaku usaha sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang dipergunakan;

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perudang-undangan. Adapun dalam Pasal 7 diatur kewajiban pelaku usaha sebagai berikut :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasaan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

(22)

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau jasa diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Menurut Ordonasi Pengangkutan Udara Tahun 1939

Hak pelaku usaha/pengangkut secara umum adalah menerima pembayaran ongkos angkutan dari penumpang atau pengirim barang atau jasa angkutan yang telah diberikan. Namun dalam Ordonasi Pengangkutan Udara 1939 hak pengangkut adalah :

a. Pada pasal 7 ayat (1), Setiap pengangkut barang berhak untuk meminta kepada pengirim untuk membuat dan memberikan surat yang dinamakan "surat muatan udara". Setiap pengirim berhak untuk meminta kepada pengangkut agar menerima surat tersebut;

(23)

b. Pasal 9, Bila ada beberapa barang, pengangkut berhak meminta kepada pengirim untuk membuat beberapa surat muatan udara;

c. Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia menolak untuk menerima barang-barang atau untuk membayar apa yang harus dibayarya, atau bila barang-barang tersebut disita, pengangkut wajib menyimpan barang-barang itu di tempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak. Dan pada ayat (2) Pengangkut wajib memberitahukan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya.

Selain hak-hak yang diatur dalam OPU 1939, masih ada hak-hak lain dari pengangkut seperti hak untuk menolak pelaksanaan atau mengangkut penumpang yang tidak jelas identitasnya. Hal tersebut dapat ditemukan dalam tiket peawat yang menyatakan bahwa hak pengangkut untuk menyerahkan penyelenggaraan atau pelaksanaan perjanjian angkutan kepada perusahaan penerbangan lain, serta merubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui.

Adapun Kewajiban Pelaku Usaha menurut OPU 1939 adalah sebagai berikut :

a. Pasal 8 ayat (3), pengangkut harus menandatangani surat muatan udara segera setelah barang-barang diterimanya;

(24)

b. Pasal 16 ayat (2), bila barang telah tiba di pelabuhan udara tujuan, pengangkut berkewajiban untuk memberitahu kepada penerima barang kecuali bila ada perjanjian sebaliknya;

c. Pasal 17 ayat (1), bila penerima tidak datang, bila ia menolak untuk menerima barang-barang atau membayar apa yang harus dibayarnya, atau bila barang-barang tersebut disita, pengangkut wajib menyimpan barang-barang tersebut ditempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak;

d. Pasal 17 ayat (2), pengangkut wajib memberitahukan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya.

6. Hak dan Kewajiban Pengangkut menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Hak Pengangkut menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, antara lain :

a. Pasal 142 ayat (1) yaitu dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali orang tersebut dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara;

(25)

b. Pasal 164 ayat (2) yaitu menjual kargo yang telah melebihi batas waktu dan hasilnya digunakan untuk pembayaran biaya yang timbul akibat kargo yang tidak diambil oleh penerima;

c. Pasal 177 yaitu menolak gugatan kerugian oleh penumpang atau pengirim barang setelah dalam jangka waktu 2 tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba ditempat tujuan; d. Pasal 185 yaitu menuntut pihak ketiga yang mengakibatkan timbulnya

kerugian terhadap penumpang, pengirim, atau penerima kargo yang menjadi tanggung jawab pengangkut.

Kewajiban Pengangkut Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, antara lain :

a. Pasal 118 ayat (1) huruf f yaitu melayani calon penumpang secara adil b. Pasal 140 ayat (2) yaitu badan usaha angkutan udara niaga wajib

memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati c. Pasal 134 ayat (1), (2), dan (3) yaitu mendapatkan pelayanan berupa

perlakuan dan fasilitas khusus bagi penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak dibawah umur 12 tahun dan/atau orang sakit;

d. Pasal 141 ayat (1) yaitu pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat;

(26)

e. Pasal 144 yaitu pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut;

f. Pasal 145 yaitu pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan oloeh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut;

g. Pasal 147 ayat (1) dan (2) yaitu, pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan atau memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan. h. Pasal 151 ayat (1) yaitu pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada

penumpang perseorangan atau penumpang kolektif

i. Pasal 151 ayat (2) yaitu tiket penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :

1. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan; 2. Nama penumpang dan nama pengangkut;

3. Tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan; 4. Nomor penerbangan;

(27)

5. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangktan dan tempat tujuan, apabila ada; dan

6. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

j. Pasal 152 ayat (1) yaitu pengangkut harus menyerahkan pas masuk pesawat udara;

k. Pasal 153 ayat (1) yaitu pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi;

l. Pasal 158 yaitu memberi prioritas pengiriman dokumen penting yang bersifat segera serta kargo yang memuat barang mudah rusak dan/atau cepat busuk (perishable goods).

m. Pasal 162 yaitu pengangkut wajib segera memberi tahu penerima kargo pada kesempatan pertama bahwa kargo telah tiba dan segera diambil.

Adapun Hak dan Kewajiban pengangkut berdasarkan tiket atau syarat dan ketentuan maskapai penerbangan pada umumnya, yaitu:

a. Pengangkut berhak untuk menolak pengembalian uang pada saat permohonan dibuat setelah lebih dari validitas tanggal kadaluarsa dari tiket atau pada pengambilalihan lainnya;

b. Pengangkut tidak akan memberikan ganti rugi atas kehilangan tiket penumpang baik dalam bentuk uang atau penggantian tiket baru;

c. Pengangkut berhak untuk memerikasa apakah tiket benar dipakai oleh orang yang berhak dan menolak mengangkut yang identitasnya tidak sesuai dengan tiket;

(28)

d. Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau keterlambatan pengangkutan ini, termasuk segala keterlambatan dating penumpang dan/atau keterlambatan penyerahan bagasi;

e. Pengangkut dapat meninggalkan penumpang apabila penumpang tidak tepat waktu;

f. Bagasi tercatat hanya akan diserahkan pada penumpang bila teket bagasinya dikembalikan kepada pengangkut;

g. Bila penumpang pada saat penerimaan bagasi tidak mengajukan protes maka dianggap bagasi itu telah diterima dalam keadaan lengkap dan baik;

h. Ganti rugi atas kehilangan dan kerusakan bagasi ditetapkan sejumlah maksimum Rp. 20.000,- per kilogram;

i. Pengangkut tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan barang pecah belah, cepat busuk dan binatang hidup jika diangkut sebagai bagasi; j. Pengangku tidak bertanggung jawab terhadap uang, perhiasan,

dokumen-dokumen serta surat-surat berharga atau sejenisnya jika dimasukkan kedalam bagasi;

k. Penumpang yang namanya tercantum dalam tiket dipertanggungjawabkan pada PT. Kerugian Jasa Raharja;

l. Penumpang dapat membawa 20 kg bagasi tanpa dikenakan biaya tambahan;

(29)

m. Penumpang dapat membawa 1 tas tangan wanita, buku saku, atau dompet uang, satu baju mantel atau selimut, satu alat potret kecil dan/atau alat untuk melihat jauh, perlengkapan bayi, satu payung atau tongkat untuk berjalan, sejumlah buku bacaan, satu kursi roda dan alat bantu lain untuk penumpang yang tidak dapat berjalan sendiri. Semua alat-alat tersebut bebas dari biaya bagasi.

n. Penumpang dilarang membawa barang yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan.40

Adapun beberapa aspek perlindungan konsumen pada transportasi udara adalah :

a. Aspek Keselamatan Penerbangan

Tujuan utama kegiatan penerbangan komersil adalah keselamatan penerbangan. Aspek ini berkaitan erat dengan perlindungan konsumen terhadap pengguna jasa transportasi udara niaga, dalam konteks ini maka semua perusahaan penerbangan wajib untuk mengantisipasi

segala kemungkinan yang dapat mencelakakan penumpangnya, oleh karena itu setiap perusahaan penerbangan komersil dituntut untuk menyediakan armada pesawatnya yang handal dan dalam keadaan layak terbang.

Keselamatan penerbangan berkaitan erat dengan fisik pesawat terbang serta aspek pemeliharaan sehingga terpenuhi persyaratan teknik penerbangan, selain itu aspek keselamatan penerbangan

40

(30)

jugaberkenaan erat dengan faktor sumber daya manusia yang terlibat dalam kegiatan penerbangan. Keselamatan penerbangan merupakan hasil keseluruhan dari kombinasi berbagai faktor, yaitu faktor pesawat udara, personil, sarana penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur penerbangan.41

b. Aspek Keamanan Penerbangan

Keamanan penerbangan maksudnya adalah aman dari berbagai gangguan, baik secara teknis maupun gangguan dari perampokan, perampasan, dan serangan teroris. Dalam aspek keamanan ini perusahaan penerbangan wajib menjamin keamanan selama melakukan penerbangan. c. Aspek Kenyamanan Selama Penerbangan

Dalam aspek kenyamanan dalam penerbangan, terkandung makna bahwa keseimbangan hak dan kewajiban diantara para pihak, baik pengangkut maupun penumpang.

d. Aspek Pengajuan Klaim

Dalam kegiatan penerbangan sering kali terjadi resiko kecelakaan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang, sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perlindungan konsumen bagi penumpang, yaitu adanya prosedur penyelesaian atau pengajuan klaim yang mudah, cepat dan memuaskan. Prosedur yang mudah berarti bahwa penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas haknya, tidak perlu menempuh prosedur yang berbelit dan rumit dalam merealisasikan hak-haknya.

41

(31)

Sedangkan prosedur yang murah berarti para penumpang atau ahli waris yang mengalami kecelakaan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya yang mahal untuk menyelesaikan ganti rugi. Penyelesaian sengketa yang cepat mengandung makna bahwa prosedurnya tidak memakai waktu yang lama, dalam kaitan ini dapat menggunakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan, sebab biasanya penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan memakan waktu yang lama.

e. Aspek Perlindungan melalui Asuransi

Pada umunya perusahaan penerbangan mengasuransikan dirinya terhadap resiko-resiko yang kemungkinan akan timbul dalam penyelenggaraan kegiatan penerbangannya, antara lain mengasuransikan resiko tangung jawab terhadap penumpang. Di samping asuransi yang ditutup oleh perusahaan penerbangan tersebut, di Indonesia dikenal juga Asuransi Wajib Jasa Raharja. Dalam asuransi ini yang membayar adalah penumpang sendiri, sedangkan perusahaan penerbangan hanyalah bertindak sebagai pemungut saja.42

42

Referensi

Dokumen terkait

Jika dalam empat semester berikutnya mahasiswa yang bersangkutan telah mengumpulkan lebih dari 80 sks namun IPK < 2,0, maka untuk keperluan evaluasi dimaksud, diambil 80 sks

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Pada bulan April 2017 kelompok-kelompok komoditi yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,23

Cara pengelolaan tanah dan tanaman, khususnya limbah ternak berupa bahan organik yang tidak tepat serta pembukaan hutan untuk penggunaan lahan non hutan tanpa mengikuti

menggambarkan ciri khas TNGC , namun belum tersedia di lokasi ekowisata. 5) Ekowisatawan berminat untuk menggunakan jasa pemandu, namun informasi tentang keberadaan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan buku ajar berbasis pemaknaan, menganalisis peran buku ajar berbasis pemaknaan

Vygostkty memberi kesimpulan tentang mekanisme terbentuknya pemahaman sibelajar tentang pelajaran yang dalam hal ini belajar fisika,dimana sianak atau sibelajar bisa paham

Pada saat percobaan ketika telapak tangan diberi rangsang panas dan dingin di titik yang sama maka akan terasa kedua-duanya ataupun adanya sensasi bingung itu bisa dikarenakan