• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI DI STMIK INDONESIA: STUDI KASUS IMPLEMENTASI E-LEARNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI DI STMIK INDONESIA: STUDI KASUS IMPLEMENTASI E-LEARNING"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN JUDUL

STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN IMPLEMENTASI

TEKNOLOGI INFORMASI DI STMIK INDONESIA:

STUDI KASUS IMPLEMENTASI E-LEARNING

KARYA AKHIR

SUKMA INDAR KURNIAWAN

1106042372

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI

JAKARTA

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN IMPLEMENTASI

TEKNOLOGI INFORMASI DI STMIK INDONESIA:

STUDI KASUS IMPLEMENTASI E-LEARNING

KARYA AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Informasi

SUKMA INDAR KURNIAWAN

1106042372

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI

JAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya akhir ini adalah hasil karya akhir saya sendiri, dan sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Sukma Indar Kurniawan NPM : 1106042372

Tanda tangan :

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Sukma Indar Kurniawan

NPM : 1106042372

Program Studi : Magister Teknologi Informasi

Judul Karya Akhir : Strategi Manajemen Perubahan Implementasi Teknologi Informasi di STMIK Indonesia: Studi Kasus Implementasi E-learning

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Informasi pada Program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Riri Satria, M. M. (………. )

Penguji : Dana Indra Sensuse, Ph. D. (………. )

Penguji : Yudho Giri Sucahyo, Ph. D. (………. )

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal :

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah yang dengan rahmat-Nya penulis berhasil menyelesaikan karya akhir yang berjudul Strategi Manajemen Perubahan Implementasi Teknologi Informasi di STMIK Indonesia: Studi Kasus Implementasi E-learning tepat pada waktu yang direncanakan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan karya akhir ini. Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Riri Satria, S. Kom., M. M, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama mengerjakan karya akhir ini.

2. Dr. Achmad Nizar Hidayanto, M. Kom., selaku dosen dan Ketua Program Studi Magister Teknologi Informasi.

3. Dana Indra Sensuse, Ph. D. dan Yudho Giri Sucahyo, Ph. D. selaku penguji yang juga memberikan arahan untuk kesempurnaan Karya Akhir ini.

4. Ayah, Ibu, Kakak-kakak dan Rizka Silvani Diansein yang telah mendukung penulis diberbagai aspek agar hasil penulisan karya akhir ini baik dan berguna. 5. Rekan-rekan asisten (Mas Henry, Mas Haris, dan Mas Robbi) yang telah

membantu penulis menyelesaikan karya akhir ini.

6. Rekan – rekan di STMIK Indonesia yang telah membantu di tempat studi kasus karya akhir ini.

7. Teman-teman MTI UI, angkatan 2011F, yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian karya akhir ini.

Akhir kata semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 4 Juli 2013

(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sukma Indar Kurniawan

NPM : 1106042372

Program Studi : Magister Teknologi Informasi Fakultas : Ilmu Komputer

Jenis Karya : Karya Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Strategi Manajemen Perubahan Implementasi Teknologi Informasi di STMIK Indonesia: Studi Kasus Implementasi E-learning

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database). Merawat, dan mempublikasikan karya akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : 4 Juli 2013

Yang menyatakan

(7)

Nama : Sukma Indar Kurniawan Program Studi : Magister Teknologi Informasi

Judul Karya Akhir : Strategi Manajemen Perubahan Implementasi Teknologi Informasi di STMIK Indonesia: Studi Kasus Implementasi E-learning

STMIK Indonesia menyadari akan kebutuhan terhadap implementasi e-learning, namun pengalaman akan kegagalan implementasi e-learning menjadi pertimbangan perlunya suatu strategi manajemen perubahan dalam implementasi

e-learning. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja system thinking dalam

menyusun strategi manajemen perubahan.Langkah selanjutnya strategi manajemen perubahan tersebut dipetakan ke dalam 8 (delapan) langkah Kotter, kemudian dilakukan prioritasi dengan menggunakan analytic hierarchy process. Penelitian ini dilakukan untuk menyusun strategi manajemen perubahan dengan studi kasus STMIK Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah strategi manajemen perubahan yang sudah diprioritaskan, yang dapat dijadikan dasar untuk memastikan implementasi e-learning di STMIK Indonesia berjalan sesuai dengan keinginan.

(8)

Name : Sukma Indar Kurniawan Study Program : Magister Teknologi Informasi

Title : Change Management Strategy Information Technology Implementation for STMIK Indonesia: Case Study E-Learning Implementation

STMIK Indonesia realized the need for the implementation of e-learning, but the experience of the failure of the implementation of e-learning into consideration the need for a change management strategy in the implementation of e-learning. This research uses the framework of system thinking to createthe change management strategy. In the next step, the change management strategy that have been created will be mapped into 8 (eight) steps Kotter, and then will be prioritized by analytic hierarchy process.The purpose of this research is create change management strategy in STMIK Indonesia. The result of this research is change management strategy that have been prioritized, which is it can be reference to make sure implementation of e-learning in STMIK Indonesia work smoothly as the hope.

(9)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 2

1.3. Ruang Lingkup Penelitian... 4

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1. Strategi ... 7

2.2. Manajemen Perubahan ... 11

2.2.1. Definisi Manajemen Perubahan ... 11

2.2.2. Tipe-tipe Perubahan ... 12

2.2.3. Penyebab Perubahan ... 13

2.2.4. Pentingnya Manajemen Perubahan ... 16

2.2.5. Faktor Penentu Kesuksesan Manajemen Perubahan ... 16

2.3. Kerangka Manajemen Perubahan ... 19

2.3.1. System Thinking ... 20

2.3.2. Enterprise Wide Change ... 23

2.3.3. Soft System Methodology ... 23

2.4. Model-model Perubahan ... 25

2.5. Analytic Hierarchy Process ... 29

2.6. Analisis PEST ... 32

2.7. Analisis SWOT ... 33

2.8. Teori E-learning... 36

2.8.1. Definisi E-learning ... 36

2.8.2. Fitur-fitur E-learning ... 36

2.8.3. Aspek-aspek Penting E-learning ... 37

2.8.4. Unsur-unsur E-learning ... 37

2.8.5. Manfaat E-learning ... 38

2.8.6. Keuntungan dan Kelemahan E-learning ... 39

2.9. Teori Perguruan Tinggi ... 40

2.9.1. Pengertian Perguruan Tinggi ... 40

(10)

2.9.3. Peran Teknologi Informasi Terhadap Perguruan Tinggi ... 43

2.10. Penelitian Terdahulu ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50

3.1. Kerangka Penelitian ... 50

3.2. Alur Penelitian ... 52

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 54

BAB IV PROFIL ORGANISASI ... 56

4.1. Sejarah Organisasi ... 56

4.2. Visi dan Misi ... 56

4.3. Struktur Organisasi ... 57

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 59

5.1. Data Wawancara ... 59

5.1.1. Data Responden ... 59

5.1.2. Hasil Wawancara ... 60

5.2. Penentuan Objective dan KPI ... 61

5.3. Analisis CSF ... 62

5.4. Perumusan Strategi Manajemen Perubahan... 63

5.4.1. Analisis Lingkungan InternalTI dan Organisasi ... 63

5.4.2. Analisis Lingkungan Eksternal TI dan Organisasi ... 73

5.5. Formulasi Strategi Manajemen Perubahan ... 77

5.6. Pemetaan Strategi Manajemen Perubahan ... 84

5.7. Penentuan Prioritasi Strategi Manajemen Perubahan ... 90

5.7.1. Penentuan Prioritas untuk Kriteria ... 90

5.7.2. Penentuan Prioritas untuk Strategi pada Langkah Ketiga ... 93

5.7.3. Penentuan Prioritas untuk Strategi pada Langkah Keempat ... 95

5.7.4. Penentuan Prioritas untuk Strategi pada Langkah Kelima ... 98

5.7.5. Penentuan Prioritas untuk Strategi pada Langkah Keenam ... 100

5.7.6. Penentuan Prioritas untuk Strategi pada Langkah Ketujuh ... 103

5.8. Hasil Pemetaan dan Prioritasi Strategi Manajemen Perubahan ... 105

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 108

6.1. Kesimpulan ... 108

6.2. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram Fishbone Permasalahan E-learning STMIK Indonesia ... 3

Gambar 2.1. System Thinking ... 21

Gambar 2.2. The Rollercoaster of Change ... 21

Gambar 2.3. Soft System Methodology (Checkland, P. & J. Scholes, 2001) ... 24

Gambar 2.4. Lewin’s Three Step Model ... 26

Gambar 2.5. Analytic Hierarchy Process ... 30

Gambar 2.6. Kerangka Kerja Analisis PEST ... 33

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian ... 50

Gambar 3.2. Alur Penelitian ... 52

Gambar 5.1. Perhitungan Nilai Eigen untuk Kriteria ... 92

Gambar 5.2. Struktur Hirarki AHP untuk Kriteria ... 92

Gambar 5.3. Struktur Hirarki AHP untuk Strategi pada Langkah Ketiga ... 94

Gambar 5.4. Perhitungan Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Ketiga ... 94

Gambar 5.5. Struktur Hirarki AHP untuk Strategi pada Langkah Keempat ... 96

Gambar 5.6. Perhitungan Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Keempat ... 97

Gambar 5.7. Struktur Hirarki AHP untuk Strategi pada Langkah Kelima ... 99

Gambar 5.8. Perhitungan Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Kelima ... 99

Gambar 5.9. Struktur Hirarki AHP untuk Strategi pada Langkah Keenam ... 101

Gambar 5.10. Perhitungan Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Keenam .. 102

Gambar 5.11. Struktur Hirarki AHP untuk Strategi pada Langkah Ketujuh ... 104

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kumpulan Faktor-faktor Penentu Keberhasilan E-learning ... 17

Tabel 2.2. Skala Perbandingan Saaty ... 31

Tabel 2.3. Matriks SWOT ... 35

Tabel 2.4. Tabel Penelitian Terdahulu ... 46

Tabel 4.1. Struktur Organisasi STMIK Indonesia... 57

Tabel 5.1. Hubungan antara Objective dengan KPI ... 61

Tabel 5.2. Hubungan antara Objective, KPI, dan CSF ... 62

Tabel 5.3. Hasil Analisis Fakta-fakta Internal... 64

Tabel 5.4. Hasil Analisis Fakta-fakta Eksternal ... 74

Tabel 5.5. Matriks SWOT Formulasi Strategi Manajemen Perubahan... 78

Tabel 5.6. Tujuan dari Strategi Implementasi E-learning ... 84

Tabel 5.7. Tujuan dari 8 Langkah Kotter ... 86

Tabel 5.8. Pemetaan Strategi Manajemen Perubahan ... 88

Tabel 5.9. Matriks Pairwise Comparison untuk Kriteria ... 91

Tabel 5.10. Rangking Nilai Eigen untuk Kriteria ... 92

Tabel 5.11. Matriks Pairwise Comparison Strategi pada Langkah Ketiga untuk setiap Kriteria ... 93

Tabel 5.12. Rangking Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Ketiga ... 95

Tabel 5.13. Matriks Pairwise Comparison Strategi pada Langkah Keempat untuk setiap Kriteria ... 96

Tabel 5.14. Rangking Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Keempat ... 97

Tabel 5.15. Matriks Pairwise Comparison Strategi pada Langkah Kelima untuk setiap Kriteria ... 98

Tabel 5.16. Rangking Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Kelima ... 100

Tabel 5.17. Matriks Pairwise Comparison Strategi pada Langkah Keenam untuk setiap Kriteria ... 101

Tabel 5.18. Rangking Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Keenam ... 102

Tabel 5.19. Matriks Pairwise Comparison Strategi pada Langkah Ketujuh untuk setiap Kriteria ... 103

Tabel 5.20. Rangking Nilai Eigen untuk Strategi pada Langkah Ketujuh ... 105

(13)

Lampiran 1. Wawancara kepada Ketua Jurusan Sistem Informasi ... 115

Lampiran 2. Wawancara kepada Kepala LPPM ... 118

Lampiran 3. Wawancara kepada Kepala Subbagian Penelitian ... 121

Lampiran 4. Wawancara kepada Kepala Laboratorium TI ... 123

Lampiran 5. Wawancara kepada Kepala BAUK ... 125

Lampiran 6. Wawancara untuk Pemetaan Langkah Kotter ... 126

Lampiran 7. Kuesioner AHP kepada Ketua Jurusan Sistem Informasi ... 131

Lampiran 8. Kuesioner AHP kepada Kepala Laboratorium TI ... 138

(14)

1. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat menuntut sebuah organisasi untuk merubah sistem konvensionalnya agar mengikuti perkembangan tersebut.Perubahan yang berjalan sangat cepat ini menyebabkan tantangan yang dihadapi organisasi menjadi semakin berat.Bab pendahuluan ini menjelaskan latar belakang, permasalahan, ruang lingkup, serta tujuan dan manfaat penelitian.

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi (TI) yang semakin pesat di dunia pendidikan, kebutuhan akan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar berbasis TI menjadi tidak terelakkan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan e-learning ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi maupun sistemnya.

Saat ini konsep e-learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya implementasi e-learning khususnya di lembaga pendidikan (sekolah, training, dan universitas). Beberapa perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran elektronik sebagai suplemen (tambahan) terhadap materi pelajaran yang disajikan secara regular di kelas, namun beberapa perguruan tinggi lainnya menyelenggarakan e-learning sebagai alternatif bagi mahasiswa yang karena satu dan lain hal berhalangan mengikuti perkuliahan secara tatap muka. Dalam hal ini, e-learning berfungsi sebagai pilihan bagi mahasiswa (Wildavsky, 2001; dan Lewis, 2002 dalam Indrayani, 2007).

STMIK Indonesia sebagai salah satu lembaga perguruantinggi yang bergerak dibidang teknologi komputer juga memiliki inisiatif untukmemanfaatkan produk perkembangan teknologi informasi tersebut (e-learning). Kebutuhan akan implementasi e-learning di lingkungan STMIK Indonesia dinilai sangat penting, hal ini dikarenakan keinginan manajemen untuk membuka kelas pendidikan jarak jauh (PJJ) dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar mahasiswanya

(15)

dengan memanfaatkan e-learning ini. Berdasarkan hasil wawancara denganKetua Jurusan Sistem Informasi STMIK Indonesia yang terdapat pada lampiran 1 (J2), pada tahun 2011 STMIK Indonesia telah mencoba mengimplementasikan

e-learning, namun usaha tersebut gagal karena adanya resistensi dari dosen (e-learning tidak digunakan sama sekali).Tahun 2013 STMIK Indonesia mencoba

untuk implementasi e-learning yang kedua kalinya, namun masih belum sesuai harapan (hanya 5 dosen saja yang menggunakan e-learning dari 35 dosen yang ada).

Resistensi dari dosen ini bisa dikarenakan banyak faktor, antara lain adalah belum adanya training yang mempermudah dosen dalam menggunakan e-learning, kurang stabilnya server pihak hosting selaku penyimpan databasee-learning, dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa STMIK Indonesia belum memiliki strategi manajemen perubahan dalam implementasi e-learning tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara kepada Ketua Jurusan Sistem Informasi STMIK Indonesia pada lampiran 1 (J3) yang mengatakan bahwa dalam implementasi

e-learning ini belum dibuat strategi manajemen perubahannya, padahal menurut

Bolognese (2002) implementasi TI pasti akan membawa perubahan, baik dalam proses bisnis maupun kebutuhan sumber daya manusia. Perubahan organisasi akibat implementasi TI dapat menimbulkan sikap pesimis dan resistensi pada karyawan yang mengakibatkan sulit untuk melakukan perubahan atau bahkan tidak mau melakukan perubahan.

Dalam hal ini STMIK Indonesia membutuhkan adanya strategi manajemen perubahan yang tepat yang mampu mendukungkeberhasilan implementasi

e-learning.Hal ini diperlukan supaya tidak mengalami kegagalan lagi pada

penerapan untuk yang kedua kalinya. 1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Pembahasan di dalam penelitian ini berdasarkan permasalahan yang terdapat pada organisasi yang menjadi studi kasus penelitian.Permasalahan yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti terhadap kondisi nyata di STMIK Indonesia.

(16)

Permasalahan tersebut dapat digambarkan pada gambar 1.1 bahwa kegagalan implementasi e-learning di STMIK Indonesia disebabkan beberapa faktor, yaitu faktor SDM, infrastruktur, dan komunikasi. Pada penelitian ini akan dibahas faktor yang menyebabkan kegagalan implementasi e-learning di STMIK Indonesia berasal dari faktor SDM, yaitu belum adanya strategi manajemen perubahan yang mendukung implementasi e-learning.

Gambar 1.1. Diagram Fishbone Permasalahan E-learning STMIK Indonesia

Berdasarkan analisis masalah tersebut di mana penulis menganggap bahwa adanya strategi manajemen perubahan yang tepat akan mampu mendukung keberhasilan implementasi e-learning di STMIK Indonesia, sehingga ditarik sebuah research

question yaitu: Bagaimanakah strategi manajemen perubahan yang mampu

(17)

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini akan dibatasi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Penelitian difokuskan pada pembuatan strategi manajemen perubahan

untuk mendukung keberhasilan implementasi e-learning di STMIK Indonesia.

2. Dampak dari penggunaan strategi manajemen perubahan serta pengaruhnya terhadap keberhasilan implementasi e-learning tidak diobservasi dan dianalisis lebih lanjut.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai adalah membuat strategi dan langkah-langkah manajemen perubahan untuk mendukung keberhasilan implementasi e-learning di STMIK Indonesia.Strategi dan langkah-langkah tersebut diharapkan menjadi masukkan dan bahan pertimbangan bagi manajemen dalam mengimplementasikan

e-learning.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi organisasi dapat memanfaatkan hasil peneilitan ini sebagai pedoman strategi manajemen perubahan yang harus dijalankan untuk mendukung keberhasilan implementasi e-learning.

2. Bagi akademik yaitu menjadi sumbangan penulisan mengenai penyusunan strategi manajemen perubahan dengan kerangka kerja

system thinking untuk implementasi sistem informasi di lembaga

pendidikan.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari enam bab. Masing-masing bab akan dibagi lagi dalam beberapa subbab, yang akan menguraikan secara lebih rinci masalah yang akan dibahas. Sistematika tersebut adalah sebagai berikut:

(18)

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini dijelaskan latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan dalam penelitian.

Bab 2 Landasan Teori

Bab ini dijelaskan mengenai studi literatur yang dijadikan acuan dalam penelitian.Bab ini membahas mengenai teori-teori strategi, manajemen perubahan,

system thinking, AHP, analisis SWOT, analisis PEST, e-learning, perguruan

tinggi, dan penelitian-penelitian terdahulu.

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab ini dijelaskan mengenai alur penelitian, kerangka penelitian, dan metode pengumpulan data.

Bab 4 Profil Organisasi

Bab ini menjelaskan tentang gambaran organisasi yang dijadikan tempat studi kasus penelitian.

Bab 5 Analisis dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan. Bab ini akan menjelaskan pemetaan strategi manajemen perubahan menggunakan

system thinking, yang terdiri dari 5 fase, yaitu output, feedback, input, throughput,

dan environment,dimana pada fase throughputterdapat penjabaran hasil analisis SWOT SI/TI sebagai bentuk kegiatan-kegiatan nyata dalam manajemen perubahan untuk mencapai tujuan.Setelah didapatkan strategi maka dilakukan pemetaan ke dalam 8 langkah Kotter dan analisis tersebut kemudian disusun skala prioritas dengan menggunakan analytic hierarchy processuntuk memperoleh urutan prioritas dari strategi manajemen perubahan yang telah ditentukan tersebut.

Bab 6 Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan. Bagian kesimpulan memberikan gambaran menyeluruh dari proses dan hasil

(19)

penelitian secara ringkas, kemudian bagian saran memberikan pendapat penulis tentang solusi mengenai strategi manajemen perubahan untuk menduung keberhasilan implementasi e-learning di STMIK Indonesia.

(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Bab landasan teori ini menjelaskan tinjauan literatur yang menjadi landasan teori dalam penelitian. Tinjauan literatur tersebut meliputi konsep strategi, konsep manajemen perubahan, kerangka kerja manajemen perubahan, konsep system

thinking, analytic hierarchy process,analisis PEST, SWOT, teori e-learning, dan

teori perguruan tinggi. 2.1. Strategi

Strategi dibuat untuk membantu mempercepat tercapainya tujuan.Sebuah organisasi pasti memiliki tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.Tujuan jangka panjang biasanya dituangkan dalam rencana strategi organisasi.

Definisi strategi adalah arah dan lingkup organisasi dalam jangka panjang untuk mencapai keuntungan organisasi melalui konfigurasi semua sumber daya yang dimiliki untuk dapat mengatasi tantangan lingkungan sekaligus memenuhi kebutuhan lingkungan bisnis dan harapan pihak-pihak yang berkepentingan (Johnson et al., 2002).Wheels dan David (2006) mendeskripsikan sebuah strategi adalah sebagai bentuk perencanaan menyeluruh yang menyatakan bagaimana organisasi mewujudkan misi dan obyektifnya. Kesimpulannya, strategi merupakan cara suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang juga merupakan kebijakan dalam menentukan arah dan lingkup organisasi.

Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customervalue terbaik. Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam merumuskan strategi yaitu:

1. Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan di masa depan dan menetukan misi perusahaan untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan tersebut.

(21)

2. Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal dalam rangka mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi perusahaan dalam menjalankan misinya.

3. Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan dari strategi-strategi yang dirancang pada analisis sebelumnya.

4. Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada dan kondisi eksternal yang dihadapi.

5. Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. (Hariadi, 2005).

Berdasarkan pandangan Dan Schendel dan Charles Hofer, Higgins (1985) menjelaskan adanya empat tingkatan dari strategi.Semuanya disebut dengan

master strategy, yang terdiri dari enterprise strategy, corporate strategy, business strategy, dan functional strategy.

1. Enterprise Strategy

Strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat.Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Dalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintahdan berbagai kelompok lain seperti kelompok penekan, kelompok politik, dan kelompok sosial lainnya. Jadi dalam strategi

enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh

interaksi itu akan dilakukansehingga dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu juga menampakkan bahwa organisasi benar-benar bekerja dan berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik terhadap tuntutan-tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

2. Corporate Strategy

Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut dengan grand strategy yang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. Pertanyaanapa yang menjadi bisnis atau urusan kita dan bagaimana kita mengendalikan bisnis itu, tidak semata-mata dijawab oleh organisasi bisnis, tetapi juga organisasi pemerintahan dan organisasi nonprofit.

(22)

3. Businsess Strategy

Strategi pada tingkat ini menjelaskan bagaimana merebut pasaran di tengah masyarakat.Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, dan para pemilik modal.Semua itu dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan stratejik yang sekaligus mampu menunjang perkembangan organisasi ke tingkat yang lebih baik.

4. Functional Strategy

Strategi ini merupakan strategi pendukung yang berfungsi untuk menunjang suksesnya strategi lainnya. Ada tiga jenis strategi fungsional, yaitu:

a. Strategi fungsional ekonomi, yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, penelitian, pengembangan, dan sumber daya.

b. Strategi fungsional manajemen, yaitu mencakup fungsi-fungsi manajemen, antara lain planning, organizing, implementating,

controlling, leading, motivating, staffing, communicating, representing, decision making, dan integrating.

c. Strategiisu stratejik, fungsi utamanya adalah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui dan selalu berubah.

Setiap organisasi harus mengembangkan suatu strategi yang sesuai atau cocok dengan kemampuan internal dan situasi yang berkaitan dengan lingkungan eksternal. Porter menyebut strategi ini sebagai generic strategy yang dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu cost leadership, differentiation, dan

focus. Kebanyakan perusahaan menggunakan variasi dalam generic strategy

tersebut baik secara tunggal atau kombinasi, untuk menciptakan posisi di dalam industri mereka. Penjelasan dari masing-masing bagian generic strategy adalah sebagai berikut:

(23)

1. Cost Leadership

Merupakan generic strategy yang pertama.Strategi ini memungkinkan perusahaan untuk memperoleh keuntungan di atas rata-rata meskipun adanya persaingan yang kuat.Strategi ini digambarkan dengan penghematan pengeluaran internal dari organisasi.

2. Differentiation

Strategi ini dapat terlihat dengan adanya usaha dari perusahaan atau organisasi untuk menciptakan produk atau jasa yang dianggap unik di dalam industri mereka.Perusahaan ini mencoba untuk membedakan diri berdasarkan desain produk atau fitur, merk, teknologi, distribusi, layanan pelanggan, dan sebagainya.Ide di balik strategi ini adalah untuk menarik pelanggan dengan menawarkan keunikan sehingga pelanggan bersedia membayar harga premium.Strategi ini dimaksudkan untuk menciptakan loyalitas merk di kalagan pelanggan dan memberikan keuntungan bagi organisasi atau perusahaan.

3. Focus

Strategi ini adalah stratgei di mana perusahaan memberi perhatian khusus untuk melayani pasar tertentu, baik itu kelompok pelanggan tertentu, segmen produk, atau wilayah geografis.Ide di balik strategi ini adalah untuk melayani pasar tertentu yang lebih efektif daripada pesaing berdasarkan diferensiasi produk, biaya murah, atau keduanya.

Masing-masing dari tiga generic strategy di atas mengharuskan perusahaan untuk mengumpulkan ketrampilan dari sumber daya yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang mengejar strategi cost leadership kemungkinan memiliki struktur organisasi yang berbeda dengan perusahaan yang menerapkan strategi

differentiation. Kunci keberhasilan penerapan salah satu strategi ini adalah

komitmen yang kuat.

Setelah mengetahui pentingnya sebuah strategi dalam sebuah organisasi, tak kalah penting juga kebutuhan strategi dalam implementasi TI yang bertujuan mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut, karena untuk menjadi lebih baik tentu

(24)

memerlukan strategi sehingga harapan-harapan yang ingin dicapai dari implementasi TI tersebut dapat tercapai sesuai dengan keinginan.

2.2. Manajemen Perubahan

Perubahan sudah menjadi salah satu bagian yang pasti terjadi dari kehidupan manusia.Manusia dan makhluk hidup lainnya mengalami perubahan dari kecil menjadi besar.Biasanya perubahan dipahami dengan usaha untuk bertahan hidup.Begitu juga dengan perusahaan yang mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan internal atau eksternal agar kelangsungan bisnisnya berjalan dengan baik.Setiap keadaan yang ingin menjadi lebih baik tentu memerlukan adanya suatu perubahan, dan setiap perubahan pasti membutuhkan pengelolaan yang baik untuk mendapatkan hasil sesuai harapan.

2.2.1. Definisi Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan menurut Coffman dan Lutes (2007) adalah sebuah pendekatan terstruktur yang digunakan untuk membantu baik individu maupun organisasi dalam proses transisi dari kondisi sekarang menuju kondisi baru yang lebih baik, sedangkan menurut Lientz (2004) memberikan definisi manajemen perubahan adalah pendekatan untuk merencanakan, membuat desain, menerapkan, mengelola, mengukur, dan mempertahankan perubahan dalam proses bisnis dan pekerjaan. Beberapa kegiatan yang terlibat di dalamnya adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari penyebab dan harapan dari adanya (terjadinya) perubahan.

2. Mengenali bidang-bidang yang berpotensi untuk mengalami perubahan.

3. Memperkenalkan perubahan dan manajemen dari perubahan tersebut.

4. Mendefinisikan tujuan dan ruang lingkup dari perubahan tersebut 5. Menyusun kegiatan-kegiatan dalam perubahan.

6. Mendefnisikan bagaimana pekerjaan mesti dilakukan setelah terjadinya perubahan.

(25)

8. Mengelola dan mengarahkan perubahan.

9. Mengukur pekerjaan sebelum, selama, dan sesudah terjadi perubahan.

10. Memastikan perubahan terus berlangsung. 11. Menjaga momentum perubahan.

Manajemen perubahan itu sendiri merupakan manajemen manusia dalam proyek perubahan berskala besar.Definisi-definisi di atas memperlihatkan bahwa kesiapan dari organisasi dan individu-individu dalam organisasi yang sedang menghadapi perubahan merupakan faktor yang menentukan apakah perubahan berhasil atau tidak.

2.2.2. Tipe-tipe Perubahan

Seiring dengan bertambahnya pengalaman sebuah organisasi, perubahan di dalamnya dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu development change,

transitional change, dan transformational change.Penjelasan lengkap dari

tiga tipe perubahan dalam organisasi dapat dipaparkan sebagai berikut. 1. Development Change

Tipe perubahan ini adalah yang paling sederhana diantara tipe perubahan-perubahan yang lain. Tujuan utama dari perubahan ini adalah untuk melakukan perbaikan, baik dari sisi ketrampilan, metode, kinerja, maupun kondisi. Fokus dari perubahan ini adalah untuk memperkuat atau memperbaiki hal yang sudah terjadi dalam organisasi untuk meningkatkan kinerja guna mencapai target yang lebih tinggi. Perubahan ini umumnya terjadi karena perubahan kecil di dalam lingkungan kompetisi atau dapat juga disebabkan tuntutan organisasi untuk dapat meningkatkan kinerja operasional, oleh karenanya pada perubahan tipe ini hanya akan menimbulkan penolakan yang kecil pula jika dibandingkan dengan 2 tipe perubahan yang lain.

(26)

2. Transitional Change

Perubahan ini umumnya terjadi karena ada tuntutan perubahan yang signifikan dari lingkungan kompetisi. Perubahan ini akanmerubah kondisi yang ada dalam organisasi menjadi sesuatu yang berbeda. Biasanya suatu organisasi melakukan perubahan ini jika pemimpin organisasi tersebut menyadari bahwa ada masalah atau tujuan yang tidak tercapai sehingga organisasi tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pelanggan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka organisasi harus meninggalkan keadaan lama melalui proses transisi menuju keadaan baru. Pada perubahan ini, kebutuhan akan individu (SDM) dapat diprediksi atau dikelola. Perbedaaan transitional change dengantransformational change adalah pada faktor manusia dan budaya.Pada transformational

change, kedua faktor di atas sangat dominan dan merupakan faktor

kunci.

3. Transformational Change

Perubahan ini adalah yang paling radikal, sehingga membutuhkan pergeseran budaya, pola pikir, dan perilaku dari organisasi agar perubahan ini berhasil diimplementasikan dan bertahan lama. Perubahan ini akan dilakukan jika kondisi organisasi sangat genting sehingga harus dilakukan perubahan secara menyeluruh untuk menyelamatkan kondisi organisasi dalam kompetisi.

Berdasarkan penjelasan tiga tipe perubahan dalam organisasi di atas, maka tipe perubahan yang dilakukan di dalam karya akhir in adalah transitional

change. Hal tersebut dikarenakan STMIK Indonesia akan merubah suatu

keadaan lama menjadi keadaan baru dalam hal ini implementasi e-learning. Perubahan ini tidak menuntut adanya perubahan atau pergantian SDM dan budaya organisasi secara menyeluruh.

2.2.3.Penyebab Perubahan

Perubahan biasanya terjadi karena disebabkan oleh berbagai macam faktor pendorong.Faktor-faktor ini bisa merupakan kombinasi dari tekanan internal

(27)

maupun eksternal. Lientz (2004) mengatakan bahwa penyebab perubahan ini akan sangat berpengaruh pada strategi manajemen perubahan, oleh karena itu penyebab perubahan ini harus dipahami sebelum melakukan perencanaan dan penerapan perubahan.

Penyebab perubahan dapat disebutkan dalam daftar berikut ini: 1. Perubahan dari manajemen tingkat atas.

2. Kompetisi. 3. Peraturan.

4. Tuntutan pelanggan (mahasiswa). 5. Teknologi.

Kelima penyebab perubahan ini dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal penyebab perubahan adalah sebagai berikut:

1. Perubahan dari manajemen.

2. Perubahan prioritas dari manajemen. 3. Produk dan jasa baru.

4. Penerapan teknologi baru.

Faktor eksternal penyebab perubahan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan dan penurunan jumlah peminat (mahasiswa).

2. Kompetisi yang sangat ketat, sehingga memerlukan perubahan dalam proses.

3. Teknologi baru muncul dan harus digunakan. 4. Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah.

5. Rekomendasi dari konsultan untuk melakukan perubahan.

Berdasarkan hasil penelitian Biehl (2007), keberhasilan implementasi SI/TI secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Top management support, sejauh mana dukungan dari manajemen level atas terhadap implementasi SI/TI ini.

(28)

2. Business process management, bagaimana manajemen menjalankan proses bisnis untuk mendukung keberhasilan implementasi SI/TI.

3. Communication, bagaimana komunikasi yang dijalankan agar implementasi SI/TI berjalan sesuai keinginan.

4. Understanding of goal, sejauh mana seluruh karyawan dan manajemen (semua pihak dalam organisasi) mengerti akan tujuan dari implementasi SI/TI tersebut.

5. Management expectation, bagaimana harapan yang diinginkan oleh manejemen terkait dengan implementasi SI/TI ini.

6. Training, bagaimana pelatihan-pelatihan yang diadakan terkait dengan adanya implementasi SI/TI ini.

7. Data accuracy, sejauhmana tingkat keakuratan data yang digunakan dalam implementasi SI/TI.

8. User attitude, bagaimana sikap atau karakteristik dari pengguna sistem dari implementasi SI/TI.

9. Staff capability, bagaimana tingkat pengalaman atau kemampuan dari admin (karyawan) yang menangani implementasi SI/TI ini. 10. Sufficient financial resourcess, bagaimana sumber daya keuangan

yang digunakan untuk mendukung implementasi SI/TI ini.

Berdasarkan kondisi pada implementasi e-learning di STMIK Indonesia dan wawancara dengan Ketua Jurusan Sistem Informasi dan Kepala LPPM, maka faktor-faktor di atas yang akan digunakan dalam kriteria untuk penentuan skala prioritas strategi manajemen perubahannya di STMIK Indonesia adalah:Top management support, Understanding of goal, User

attitude.Kriteria ini diambil dari CSF karena untuk menentukan kriteria

diperlukan faktor-faktor yang dapat mendukung keberhasilan implementasi e-learning, oleh karena itu dalam penelitian ini kriteria diambil dari faktor-faktor pendukung keberhasilan implementasi e-learning milik Biehl (2007) kemudian dilakukan wawancara kepada manajemen STMIK Indonesia (lampiran 1, J10 dan lampiran 2, J12) untuk memastikan faktor mana sesuai dengan kondisi organisasi.

(29)

2.2.4.Pentingnya Manajemen Perubahan

Seperti yang telah dijelaskan dalam subbab definisi manajemen Perubahan, manajemen perubahan ini terdiri dari beberapa kegiatan.Lientz (2004) mengatakan bahwa manajemen perubahan sangat penting untuk dibuat, karena apabila kegiatan manajemen perubahan ini tidak dilakukan dengan benar yang bisa terjadi bukan hanya kegagalan penerapan suatu perubahan itu saja, namun dampak yang tidak baik terhadap organisasi.

Dampak yang bisa saja terjadi jika kegiatan manajemen perubahan tidak dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman yang keliru terhadap alasan perubahan. 2. Hilangnya kesempatan melakukan perubahan. 3. Tidak fokus pada tujuan perubahan.

4. Melebarnya ruang lingkup perubahan. 5. Dukungan terhadap perubahan berkurang. 6. Upaya perubahan terancam gagal.

7. Tidak adanya kesamaan visi.

8. Arahan dari perubahan kurang jelas.

9. Masalah yang muncul tidak dapat diselesaikan dengan cepat. 10. Semangat kerja menurun.

11. Hasil dari perubahan tidak diperhatikan (tidak adanya kesinambungan dari hasil perubahan).

2.2.5.Faktor Penentu Kesuksesan Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya. Menurut Sirkin et al. (2005), faktor-faktor tersebut terdiri dari:

1. Soft factor (motivation, communication, dan leadership) yang merupakan faktor-faktor tidak terukur

2. Hard factor (duration, integrity, commitment, dan effort) yang merupakan faktor-faktor terukur.

Berdasarkan penelitian Selim (2005) faktor-faktor penentu keberhasilan

(30)

dan kontrol terhadap teknologi dan cara mengajar), karakteristik mahasiswa (kompentensi TI mahasiswa, interaktif mahasiswa, dan desain dan isi dari kursus), dan teknologi (kemudahan untuk mengakses e-learning dan dukungan infrastruktur), dan dukungan dari manajemen (dukungan dari organisasi atau pihak universitas).

Faktor-faktor penentu keberhasilan implementasi e-learning dipaparkan secara lengkap oleh Puri (2012) yang berhasil mengumpulkan faktor-faktor tersebut dari berbagai sumber. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Kumpulan Faktor-faktor Penentu Keberhasilan E-learning

No Critical Success Factors Literatures

1 Alternatif memberi tugas Khan (2001), Selim (2007), Papp (2000) 2 Manfaat dan biaya Khan (2001), Dillon dan Guawardena

(1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993) 3 Fitur untuk mengulang tugas

yang terlewat

Khan (2001), Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993)

4 Koneksi internet

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993), Khan (2001), Webster dan Hackley (1997)

5 Interaksi dalam kursus

Alexdaner et al. (1998), Khan (2001), Soong et al. (2001), Volery dan Lord (2000), Govindasamy (2002)

6 Dukungan TI

Khan (2001), Volery dan Lord (2000), Webster dan Hackley (1997), Selim (2007)

7 Dukungan bahasa

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993),Khan (2001), Selim (2007)

(31)

No Critical Success Factors Literatures

dan Jarvenpaa (1993),Khan (2001)

9 Metode pembelajaran

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993),Khan (2001), Govindasamy (2002)

10 Riset kebutuhan user Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993), Khan (2001)

11 Mengukur keefektifitasan dalam pengajaran

Alexdaner et al. (1998), Khan (2001), Soong et al. (2001), Papp (2000), Govindasamy (2002)

12 Teknologi

Alexdaner et al. (1998), Khan (2001), Soong et al. (2001), Volery dan Lord (2000), Webster dan Hackley (1997), Selim (2007)

13 Sistem pembayaran online Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993),Khan (2001)

14 Ujian online

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993), Khan (2001), Papp (2000)

15 Feedback dari user Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993), Khan (2001) 16 Desain kursus yang

berkualitas

Khan (2001), Webster dan Hackley (1997), Govindasamy (2002)

17 Skalabilitas sistem Khan (2001), Volery dan Lord (2000)

18 Kecepatan download audio/video

Alexdaner et al. (1998), Khan (2001), Soong et al. (2001), Webster dan Hackley (1997)

19 Keinginan user menggunakan sistem baru

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993),Khan (2001) 20 Komitmen user Dillon dan Guawardena (1995), Leidner

(32)

No Critical Success Factors Literatures

dan Jarvenpaa (1993), Khan (2001)

21 Adanya prosedur back-up

Alexdaner et al. (1998), Khan (2001), Soong et al. (2001), Volery dan Lord (2000), Papp (2000), Selim (2007)

22 Adanya sistem pelacakan

error

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993),Khan (2001), Papp (2000)

23 Sistem yang available dan

reliable

Khan (2001), Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993)

24 Pengajar sebagai fasilitator

Alexdaner et al. (1998), Khan (2001), Webster dan Hackley (1997), Selim (2007), Govindasamy (2002)

25 Training yang sesuai

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993),Alexdaner et al. (1998), Khan (2001), Soong et al. (2001), Govindasamy (2002)

26 Sistem yang sudah dikenal

Dillon dan Guawardena (1995), Leidner dan Jarvenpaa (1993),Khan (2001), Webster dan Hackley (1997), Papp (2000), Selim (2007)

Puri Goldi berhasil merangkum 26 faktor-faktor penentu keberhasilan implementasi e-learning yang didapat dari berbagai sumber.Melalui tabel ini, diharapkan dapat memudahkan peneliti dalam mendapatkan strategi yang tepat dalam upaya mendukung implementasi e-learning di STMIK Indonesia.

2.3. Kerangka Manajemen Perubahan

Pada subbab ini akan dijelaskan berbagai macam kerangka-kerangka manajemen perubahan seperti system thinking, enterprise wide change, dan soft system

(33)

methodology. Penelitian ini tidak menggunakan kerangka kerja enterprise wide change, dan soft system methodology karena perubahan yang terjadi di dalamnya

tergolong perubahan transitional yang tidak sampai menuntut perubahan struktur, SDM, dan budaya organisasi. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja system

thinking karena metodologi ini memiliki fase-fase yang sangat jelas dan sesuai

dengan kondisi di STMIK Indonesia tempat studi kasus penelitian. 2.3.1.System Thinking

Organisasi dalam era abad 21 memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik dalam struktur organisasi maupun kegiatannya, oleh karena itu dalam melihat suatu perubahan organisasi, tidak dapat hanya dilihat dari salah satu komponen saja.

System thinking merupakan suatu pendekatan menyeluruh dalam manajemen

perubahan yang terfokus pada hasil akhir dari suatu perubahan, kemudian ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi langkah-langkah apayang diperlukan untuk mencapai hasil akhir tersebut (Haines, 2000). System

thinking memiliki 5 fase yang harus dilalui, yaitu:

1. Fase A: Output. Fase ini merupakan tahapan pada system thinking yang mendefinisikan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai dengan cara mendefinisikan visi ke depan.

2. Fase B: Feedback. Pada fase ini ditentukan ukuran-ukuran dan mekanisme yang digunakan untuk melihat apakah tujuan telah dicapai.

3. Fase C: Input. Pada fase ini ditentukan gap antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan, sehingga dapat ditentukan langkah-langkah untuk mencapai kondisi yang diinginkan tersebut. 4. Fase D: Throughput. Pada Fase ini ditentukan langkah-langkah apa

saja yang dibutuhkan untuk mengurangi gap dan merealisasikan tujuan yang telah ditentukan di fase A.

5. Fase E: Environment. Pada fase ini akan dilakukan identifikasi eksternal dan internal yang mempengaruhi perubahan. Identifikasi ini dilakukan dengan kerangka kerja identifikasi PEST. Hasil

(34)

identifikasi ini akan memberikan arah dan seberapa besar perubahan yang akan dilakukan.

Gambar 2.1. System Thinking

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa pendekatan ini merupakan siklus dari fase-fase di manaapa yang sudah dihasilkan dalam satu siklus akan menjadi input untuk siklus berikutnya. Pada pendekatan ini reaksi-reaksi yang muncul dari individu-individu yang mengalami perubahan dapat digambarkan pada the rollercoaster of change gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. The Rollercoaster of Change

The rollercoaster of changemenggambarkan 6 tahapan dalam menghadapi

perubahan, yaitu: 2. Shock (denial) 5. Hope (readjustment) 1. Prework 6. Rebuilding 3. Depression (anger) FEEDBACK LOOP D. Troughput C. Input B. Feedback A. Output

THE SYSTEM FUTURE

TODAY E ENVIRONMENT

Kegagalan

Implementas

i E-learning

(35)

1. Prework, tahap ini disebut juga pre-planning atau tahap awal perencanaan perubahan di mana individu-individu bersiap-siap untuk perubahan. Terdapat proses edukasi di dalamnnya.

2. Shock, tahap ini merupakan tahap dimulainya perubahan, ditandai dengan kickoff oleh change leader. Pada tahap ini biasanya reaksi yang muncul adalah keterkejutan (shock) individu-individu. Keterkejutan ini muncul akibat ketidaksiapan mereka dalam menghadapi perubahan.

3. Depression/anger, pada tahap ini perubahan sudah dilakukan dan reaksi-reaksi yang muncul akibat adanya perubahan mulai nampak dengan jelas dalam bentuk depresi, marah, dan perasaan kehilangan dari individu-individu tersebut.

4. Hang In/Persevere, pada tahap ini perubahan mulai diberlakukan dan individu-individu dalam organisasi akan berusaha mempertahankan kondisi yang lama, sehingga pada tahap ini seringkali perubahan mengalami kegagalan.

5. Hope/Readjustment, pada tahap ini dilakukan penyesuaian atau penyelarasan dengan kondisi organisasi yang baru. Individu-individu dalam organisasi sudah lebih memahami perubahan, sehingga pada tahap ini arah dan tujuan perubahan yang ingin dicapai telah mapan.

6. Rebuilding, pada tahap ini kondisi organisasi yang baru telah terbangun secara permanen. Tahap ini ditandai juga dengan terbentuknya tim yang solid dan kegiatan organisasi sudah berjalan dengan baik.

Melihat reaksi yang muncul dari perubahan tersebut, maka strategi manajemen perubahan yang dilakukan harus mampu mengatasi reaksi-reaksi yang muncul, sehingga tujuan perubahan dapat tercapai, oleh karena itu selain mengetahui reaksi yang muncul, harus pula diidentifikasi penyebab dari reaksi tersebut (Bolognese, 2002).

(36)

2.3.2. Enterprise Wide Change

Enterprise adalah suatu entitas yang sistemik dan komplek, yang dapat berbentuk organisasi pribadi maupun publik baik profit maupun non profit.Organisasi sebagai salah satu bentuk enterpriseyang terus berkembang di mana perkembangan tersebut membutuhkan perubahan, oleh karena itu perubahan yang terjadi dalam organisasi adalah suatu kepastian.Enterprise

wide change (EWC) merupakan suatu konsep yang melihat perubahan suatu

organisasi tidak secara parsial saja, namun secara utuh atau sistemik, karena pengaruh EWC berdampak pada seluruh komponen dari organisasi (Haines, 2005). EWC memiliki karakteristik yang membedakan dengan perubahan yang tidak komprehensif, yaitu:

1. Memiliki dampak secara struktural dan mendasar kepada organisasi atau unit di mana perubahan terjadi.

2. Memiliki dampak yang strategis, karena perubahan akan membawa organisasi ke posisi yang lebih baik.

3. Perubahan bersifat komplek, chaos, dan radikal.

4. Berskala besar dan membutuhkan transformasi organisasi. 5. Membutuhkan jangka waktu yang panjang.

6. Berdampak pada perubahan budaya, karena perubahan akan membawa perubahan perilaku, nilai, dan norma.

Dari karakteristik tersebut, maka perubahan yang berdampak pada organisasi bukan merupakan sesuatu yang sederhana.Perubahan memerlukan strategi dan perencanaan yang matang, sehingga dalam manajemen perubahannya seluruh komponen organisasi harus menjadi perhatian.

2.3.3. Soft System Methodology

Soft system methodology(SSM) dipublikasikan oleh Peter Checkland pada

tahun 1981.SSM merupakan suatu metodologi untuk menganalisis dan memodelkan suatu sistem yang mengintegrasikan teknologi (hard) sistem dan human (soft) sistem.Metodologi ini sering digunakan untuk pemodelan manajemen perubahan di mana faktor teknologi dan manusia merupakan bagian dari perubahan itu.Dalam memahami permasalahan dan menemukan

(37)

penyelesaian yang mengkompromosikan situasi saat ini dengan keadaan ideal yang seharusnya, seperti EWC, SSM menekankan pentingnya konteks menyeluruh atau sistemik.Hal ini sejalan dengan konsep EWC.

Gambar 2.3. Soft System Methodology (Checkland, P. & J. Scholes, 2001)

Dalam gambar 2.3 dapat dilihat bahwa SSM memiliki tujuh tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi situasi permasalahan.

2. Menggambarkan situasi permasalahan secara terstruktur. 3. Membuat definisi awal dari sistem yang bersangkutan. 4. Membuat dan menguji model secara konseptual.

5. Membandingkan model yang telah dibuat dengan kenyataan. 6. Mengidentifikasi kemungkinan perubahan.

7. Melakukan tindakan untuk memperbaiki permasalahan.

Tahapan-tahapan di atas dapat diketahui setelah melakukan analisis terhadap keadaan riil (saat ini) kemudian dilanjutkan dengan mendefinisikan sistem atau permasalahan yang dipandang sebagai suatu sistem. Sistem disini dinyatakan sebagai root definition (definisi dasar),

(38)

yaitu merupakan sebuah kalimat yang diekspresikan dalam bahasa alami (natural language) yang mengandung komponen-komponen sebagai berikut:

1. Customers

Pihak-pihak yang memperoleh dampak dari komponen

transformations.

2. Actors

Pihak-pihak yang memfasilitasi atau melakukan transformations. 3. Transformations

Proses perubahan dari awal (start) sampai selesai (finish). 4. Weltanschauung

Pandangan secara menyeluruh yang memberikan arti pada

tranformations.

5. Owner

Pemilik sistem atau pihak yang memiliki otoritas untuk menghentikan transformations.

6. Environment

Elemen-elemen lingkungan yang mempengaruhi sistem.

Definisi dasar yang dibuat harus memenuhi konteks “sebuah sistem untuk melakukan X dengan melakukan kegiatan Y untuk mencapai tujuan Z”, di mana X adalah hal-hal yang harus dilakukan, Y adalah cara untuk melakukan X, dan Z adalah alasan melakukan.

Dari definisi dasar yang dibuat maka langkah selanjutnya adalah membuat model konseptual yang menunjukkan hubungan antar individu yang diperlukan untuk menjalankan transformasi dalam definisi dasar.

2.4. Model-model Perubahan

Dalam memahami perubahan, terdapat model yang dikembangkan oleh seorang ahli fisika serta ilmuwan sosial yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1950-an. Lewin mengembangkan konsep force field analysis atau teori perubahan untuk membantu menganalisa dan mengerti suatu kekuatan terhadap suatu inisiatif perubahan. Force field analysis adalah sebuah teknik untuk melihat gambaran

(39)

utama yang melibatkan semua kekuatan yang berjalan sejalan dengan perubahan (driving forces) dan kekuatan yang merintangi sebuah perubahan (resisting

forces).

Gambar 2.4. Lewin’s Three Step Model

Model Lewin atau sering disebut Lewin’s three step modelmengacu pada tiga konsep atau fase, yaitu unfreezing – movement – refreezing seperti yang digambarkan pada gambar 2.4.Dari gambar 2.4 dapat dilihat tiga tahapan perubahan menurut Lewin dengan perbandingan antara driving forces dengan

restraining forces. Berikut penjelasan untuk masing-masing tahapan dalam Lewin

(Lewin, 1997): 1. Unfreezing

Tahap yang pertama ini dibentuk dengan teori perilaku manusia dan perilaku organisasi, yang terbagi dalam tiga subproses yang mempunyai relevansi terhadap kesiapan perubahan yaitu perlunya kondisi perubahan karena adanya gap yang besar antara tujuan dan kenyataan.

Restraining Forces Driving Forces Desire Status Status Quo Times Refreezing Movement Unfreezing

(40)

2. Movement

Menganalisa gap antara desire status dengan status quo, dan mencermati program-program perubahan yang sesuai untuk dilakukan agar dapat memberi solusi yang optimal untuk mengurangi resistensi terhadap perubahan.

3. Refreezing

Merupakan tahapan di mana perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membantu orang-orang yang terkena dampak perubahan, mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah ke dalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan memberi mereka kesempatan untuk menunjukkan perilaku dan sikap baru. Sikap dan perilaku yang sudah mapan kembali tersebut perlu dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui kebenarannya, atau dengan kata lain membawa kembali organisasi kepada keseimbangan baru.

Dengan menerapkan tiga langkah perubahan Lewin maka dapat membuat kekuatan pendukung semakin banyak dan kekuatan penolak semakin sedikit.Selain Lewin’s three step modeljuga terdapat delapan langkah Kotter. Menurut Kotter (1996), suatu tindakan perubahan yang dilakukan tanpa dukungan koalisi yang cukup bisa jadi sukses namun tidak akan bertahan lama, kemudian akanmuncul perlawanan-perlawanan yang akan membuat usaha dari perubahan menjadi lemah. Kotter mengungkapkan delapan langkah perubahan, yaitu:

1. Membangun rasa urgensi

Untuk perubahan terjadi, diperlukan agar seluruh perusahaan benar-benar menginginkannya.Mengembangkan rasa urgensi sekitar perlunya perubahan dapat membantu meningkatkan motivasi awal untuk mendapatkan sesuatu bergerak.Mempelajari pasar dan realitas kompetitif, identifikasi dan mendiskusikan krisis yang ada, krisis-krisis yang potensial atau peluang-peluang yang utama.

(41)

2. Membangun koalisi atau kelompok kerja untuk perubahan

Dalam meyakinkan orang bahwa perubahan diperlukan kepemimpinan yang kuat dan didukung orang-orang penting dalam organisasi.

3. Membangun visi dan strategi untuk perubahan

Membangun visi untuk membantu kearah perubahan yang lebih baik, mengembangkan strategi-strategi perubahan untuk mendorong visi dari perubahan.

4. Mengkomunikasikan visi perubahan

Menjadikan sarana komunikasi untuk mendukung visi dan strategi perubahan yang baru.Mengajarkan perilaku-perilaku organisasi yang baik kepada koalisi atau kelompok kerja.

5. Memberdayakan tindakan yang menyeluruh (Empowerement)

Membuang rintangan-rintangan yang ada untuk perubahan.Sistem perubahan atau struktur yang membangun visi.Mendorong untuk menghadapi tantangan dan ide-ide pembaharuan, aktifitas-aktifitas dan kegiatan-kegiatan.

6. Menghasilkan kemenangan jangka pendek

Perencanaan untuk meningkatkan kemampuan individu.Menciptakan ide-ide perbaikan untuk perubahan.Pengakuan dan penghargaan karyawan-karyawan yang mau melakukan perubahan.

7. Mengkonsolidasi hasil dan mendorong perubahan yang lebih besar Penggunaan angka kredit untuk sistem perubahan, struktur dan kebijakan, perekrutan, promosi, pengembangan karyawan untuk perubahan.Inovasi terhadap proses-proses perubahan dengan karya-karya baru, tema-tema dan agen-agen perubahan.

8. Menambahkan pendekatan baru dalam budaya

Artikulasi hubungan antara perilaku baru dengan keberhasilan organisasi, peningkatan kualitas kepemimpinan dan kesuksesan.

Dari kedua pemodelan perubahan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan delapan langkah Kotter, karena setiap langkah dalam pemodelannya mudah diikuti dan lebih spesifik.Selain itu, pemodelan Kotter juga tidak hanya berfokus

(42)

pada perubahan itu sendiri, melainkan juga penerimaan dan kesiapan dari perubahan ini, yang membuat transisi jadi lebih mudah.

2.5. Analytic Hierarchy Process

Pengambilan keputusan sering kali bersifat komplek, di mana banyak faktor, obyektif atau kriteria yang harus dipertimbangkan.Idealnya pengambilan keputusan harus mengikut sertakan semua faktor secara simultan dan terintegrasi, serta yang lebih penting lagi mempunyai keterkaitan dengan sasaran yang ingin dicapai.

Analytic hierarchy process(AHP) adalah suatu metode analisis dan sintesis yang

dapat membantu proses pengambilan keputusan. AHP merupakan alat pengambil keputusan yang powerful dan fleksibel, yang dapat membantu dalam menetapkan prioritas-prioritas dan membuat keputusan di mana aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif terlibat dan keduanya harus dipertimbangkan. Mereduksi faktor-faktor yang komplek menjadi bagian-bagian yang lebih terstruktur mulai dari tujuan ke obyektif lalu menjadi alternatif tindakan dan kemudian mensintesa hasil-hasilnya, maka AHP tidak hanya membantu dalam memilih keputusan yang tepat, tetapi juga dapat memberikan pemikiran alasan yang jelas.

Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.Saaty (2001) menyatakan bahwa AHP juga memungkinkan struktur suatu sistem dan lingkungan ke dalam komponen yang saling berinteraksi dan kemudian menyatukan mereka dengan mengukur dampak pada komponen kesalahan sistem.

Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya. AHP pada prinsipnya didasarkan pada 3 hal, yaitu (lihat gambar 2.5):

1. Dekomposisi

Pengambil keputusan harus memecah (to compose) permasalahan ke dalam elemen-elemen dan menyusunnya ke dalam suatu struktur hierarki yang menunjukkan hubungan antara obyektif, kriteria, sub kriteria, dan alternatif-alternatif keputusan.

(43)

2. Komparasi berpasangan (pairwise comparison)

Penilaian secara komparasi berpasangan, dalam hal ini setiap faktor baik berupa kriteria, sub kriteria, dan alternatif keputusan ditentukan bobotnya dengan mengadakan perbandingan sepasang-sepasang.

3. Sintesis

Pembuatan sintesis keputusan yaitu dengan menentukan bobot prioritas menyeluruh dari elemen-elemen pada tingkat terendah, yaitu alternatif-alternatif keputusan dari struktur hierarki yang bersangkutan.

Gambar 2.5. Analytic Hierarchy Process

AHP menyediakan kerangka yang memungkinkan untuk membuat suatu keputusan efektif yang komplek dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pendukung keputusan (Saaty, 2001). Pada dasarnya AHP adalah suatu metode dalam merintis suatu situasi yang komplek, terstruktur ke dalam suatu komponen-komponennya.Artinya menggunakan pendekatan AHP dapat memecahkan masalah dalam pengambilan keputusan.

Terdapat empat ide dasar dan prinsip kerja dari AHP yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Obyektif

Kriteria

Sub kriteria

(44)

1. Penyusunan hierarki.

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Alternatif yang tersedia dalam membuat keputusan terlihat pada level yang paling bawah. Hierarki dari AHP dapat dilihat pada gambar 2.5 di atas.

2. Penilaian kriteria dan alternatif.

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbadingan Saaty dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah.

Tabel 2.2. Skala Perbandingan Saaty

Nilai Keterangan

1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria dengan

kriteria/alternatif B

3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B

7 A sangat jelas lebih penting dari B

9 A mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

Dalam melakukan pengisian pada matriks perbandingan, terdapat satu hal yang harus diperhatikan yaitu konsistensi dalam melakukan perbandingan antar obyek.Hal ini menjadi penting karena untuk mendapatkan prioritas harus berdasarkan pertimbangan yang konsisten.Ukuran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat konsistensi adalah consistency ratio (CR). Semakin kecil nilai CR, maka akan menunjukkan tingkat konsistensi yang lebih baik. Menurut Herjanto (2009) secara umum hasil analisis dianggap konsisten jika CR mempunyai nilai kurang dari atau sama dengan 10% (CR ≤ 10%).

(45)

3. Penentuan prioritas.

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison).Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.Baik kriteria kualitatif maupun kuantitatif dapat diperbandingan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.Bobot dan prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. 4. Konsistensi logis.

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

2.6. Analisis PEST

Analisis PEST yang merupakan singkatan dari political, economic, social, dan

technology. Analisis digunakan untuk menganalisa lingkungan eksternal

bisnis/organisasi melalui analisa terhadap kondisi politik, ekonomi, sosial, dan teknologi yang berpengaruh langsung terhadap strategi bisnis/organisasi, baik untuk kondisi saat ini maupun di masa yang akan datang.

(46)

Gambar 2.6. Kerangka Kerja Analisis PEST

Hasil dari analisis PEST adalah faktor-faktor yang termasuk ke dalam kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) bagi organisasi. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.6. yang menggambarkan aspek-aspek yang tergolong dalam masing-masing faktornya.

2.7. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan singkatan dari strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (kesempatan), dan threat (ancaman).Analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Albert Humphrey yang memimpin proyek riset di Stanford University.Melalui analisis SWOT, kita dapat melakukan identifikasi faktor internal (strength dan weakness) dan faktor eksternal (opportunity dan

threat) dari organisasi secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi.

Analisis SWOT adalah analisis yang berdasarkan pada anggapan bahwa suatu strategi yang efektif berasal dari sumber daya internal (strength dan weakness)dan

(47)

eksternal (opportunity dan threat).Keuntungan dari analisis SWOTadalah menghubungkan faktor internal dan eksternal untuk merangsang strategi baru, oleh karena itu perencanaan yang berdasarkan pada sumber daya dan kompetensi dapat memperkaya analisis SWOT dengan mengembangkan perspektif internal (Dyson, 2002). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidakmendukung dalam mencapai tujuan tersebut pada kondisi yang ada saat ini.

Hasil identifikasi tersebut dibandingkan untuk memaksimalkan strength dan

opportunity (strategi SO) serta meminimalkan weakness dan threat (strategi WT)

guna mencapai strategi yang optimal. Dalam penelitian ini, analisis SWOT digunakan terhadap data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data, sehingga akan diperoleh strategi yang memaksimalkan kekuatan dan peluang dan meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Pemaparanempat komponen SWOT secara terperinci adalah sebagai berikut: 1. Strength (S) merupakan karakteristik dari suatu organisasi atau bisnis

yang merupakan suatu keunggulan.

2. Weakness (W) merupakan karakteristik dari suatu organisasi atau bisnis yang merupakan kelemahan.

3. Opportunity (O) kesempatan yang datang dari luar organisasi atau bisnis. 4. Threat (T) elemen yang datang dari luar yang dapat menjadi ancaman

bagi organisasi atau bisnis.

Gambar

Tabel 2.1. Kumpulan Faktor-faktor Penentu Keberhasilan E-learning
Gambar 2.1. System Thinking
Gambar 2.3. Soft System Methodology (Checkland, P. & J. Scholes, 2001)
Gambar 2.4. Lewin’s Three Step Model
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengusulkan supaya di pondok pesantren Manba’ul Huda setiap santri di bagi pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan pemahaman atau tingkat pengetahuan santri

Pada tahap siklus I, secara terperinci motivasi siswa pada siklus I (setelah ada tindakan) dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan materi Pembelaan Negara

Hasil dari Analisis membuktikan bahwa apabila perusahaan menerapkan metode Economic Order Quantity pada tahun 2018 di dalam pembelian bahan baku timangan yang

Tabel 6 memperlihatkan bahwa perlakuan EM dengan konsentrasi rendah sudah dapat menghasilkan rata-rata ratio C/N daun sengon yang lebih rendah dibandingkan dengan serasah

Lingkungan internal yang menjadi kekuatan KRB adalah (1) pusat konservasi ex-situ , (2) panorama arsitektur lanskap yang bernuansa alami, (3) KRB memiliki aksesbilitas tinggi

Untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar diluar kampus, Jurusan Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, melalui lembaga

Perbedaan peningkatan keterampilan berfikir kritis antara siswa yang diterapkan pembelajaran berbasis sains kebudayaan lokal Mapag Dewi Sri dan siswa yang tidak

Validator Kecelakaan Lalulintas dimana alat ini bekerja pada sepeda motor sebagai perekam data kendaraan, data lampu sein, lampu jarak jauh dan jarak dekat, kecepatan