PENGARUH PEMBERIAN MICRONUTRIENT SPRINKLE TERHADAP STATUS
ANTROPOMETRI BB/U, TB/U DAN BB/TB ANAK STUNTING USIA 12-36 BULAN
Nadia Hapsari Oktarina, Martha Irene Kartasurya*)
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Jl.Dr.Sutomo No.14, Semarang, Telp (024) 8453708, Email : gizifk@undip.ac.id
ABSTRACT
Background : Micronutrient inadequacy is one of child nutritional problems in Indonesia, therefore micronutrient
supplementation can be used to improve child nutritional status. In developing countries, micronutrient sprinkle has been used for supplementation program. This study aimed to analyze the effect of micronutrient sprinkle supplementation on WAZ, HAZ and WHZ scores of stunting children aged 12-36 months.
Methods : Experimental design with pre post test and control group was used in this study. The study population
was children aged 12-36 months in Rowosari village, Tembalang, Semarang. Fifty subjects from posyandu were divided randomly into treatment and control groups. The treatment group received 30 sachets of micronutrient sprinkle for 60 days. Both groups received nutrition education every 2 weeks. Nutrient intake was measured by 3x24 hour recall. Weight and height were measured at baseline, one and two months after intervention started. Data were analyzed by Anova and independent t-tests.
Results : Nine subjects were dropped out of this study due to their low compliance and moving. The mean body
weight of the treatment group increased from 9.3 ± 1.3 kg to 9.8 ± 1.2 kg after 2 months, while in the control group change from 9.3 ± 1.5 kg to 9.4 ± 1.4 kg. The mean height of the treatment group increased from 76.2 ± 6.2 cm to 79.3 ± 5.5 cm, while in the control group increased from 76.5 ± 5.9 cm to 78.4 ± 5.8 cm. The mean increase in height in treatment group were higher than the control group. HAZ scores in the treatment group increased from -3.1 ± 0.7 to -2.5 ± 0.6, while in the control group increased from -3.0 ± 0.8 to -2.9 ± 0.9. The mean HAZ score increase in the treatment group were higher than the control group.
Conclusions : Micronutrient sprinkle supplementation for 2 months increased HAZ scores of stunting children aged
12-36 months.
Keywords : micronutrient sprinkle; stunting children aged 12-36 months
ABSTRAK
Latar Belakang : Asupan mikronutrien yang kurang merupakan salah satu penyebab masalah gizi di Indonesia,
sehingga suplementasi mikronutrien dapat digunakan untuk meningkatkan status gizi balita. Di negara berkembang, suplementasi micronutrient sprinkle telah dilakukan untuk program suplementasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian micronutrient sprinkle terhadap status antropometri indeks BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak stunting usia 12-36 bulan.
Metode : Desain penelitian adalah eksperimental dengan pre dan post test dengan control group. Populasi
penelitian adalah anak usia 12-36 bulan di Kelurahan Rowosari, Tembalang, Semarang. Lima puluh subjek dari posyandu dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kontrol secara acak. Kelompok perlakuan berupa pemberian 30 bungkus micronutrient sprinkle selama 60 hari. Kedua kelompok diberi penyuluhan gizi, 2 minggu sekali. Asupan zat gizi diperoleh melalui 3x24 jam recall. Pengukuran BB dan TB dilakukan pada sebelum, 1 bulan dan 2 bulan setelah perlakuan. Analisis data menggunakan Anova and independent t-test.
Hasil : Sembilan subjek drop out dalam penelitian dikarenakan tidak mengikuti prosedur penelitian dan pindah.
Rerata BB kelompok perlakuan meningkat dari 9,3 ± 1,3 kg menjadi 9,8 ± 1,2 kg setelah 2 bulan sementara di kelompok kontrol berubah dari 9,3 ± 1,5 kg menjadi 9,4 ± 1,4 kg. Rerata TB kelompok perlakuan dari 76,2 ± 6,2 cm menjadi 79,3 ± 5,5 cm, sedangkan kelompok kontrol dari 76,5 ± 5,9 cm menjadi 78,4 ± 5,8 cm. Rerata peningkatan TB kelompok perlakuan lebih tinggi dari kelompok kontrol. Skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan meningkat dari -3,1 ± 0,7 menjadi -2,5 ± 0,6 dan dari -3,0 ± 0,8 menjadi -2,9 ± 0,9 untuk kelompok kontrol. Rerata peningkatan skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Kesimpulan : Suplementasi micronutrient sprinkle selama 2 bulan meningkatkan skor z indeks TB/U pada anak
stunting usia 12-36 bulan.
Kata kunci : micronutrient sprinkle; anak stunting usia 12-36 bulan
PENDAHULUAN
Stunting merupakan kondisi kronis yang
menggambarkan
grafik
pertumbuhan
yang
terhambat terjadi selama periode sebelum dan
sesudah kehamilan karena kekurangan zat gizi
dalam jangka panjang.
1Sekitar 43% anak-anak di
seluruh dunia menderita stunting. Prevalensi
stunting di Indonesia berdasarkan Nutrition and
Heath Surveillance Survey (NSS) tahun 2001 yaitu
46,6%.
2Jawa Tengah (2010) memiliki prevalensi
balita pendek 17% dan prevalensi untuk balita
sangat pendek 16,9%.
3Kota Semarang (2011)
memiliki prevalensi anak pendek 13,57% dan anak
sangat pendek 7,09% sedangkan prevalensi anak
stunting di kecamatan Tembalang untuk anak
pendek 20,08% dan sangat pendek 20,08%.
Faktor penyebab stunting terdiri dari faktor
langsung dan tidak langsung. Faktor langsung
disebabkan karena defisiensi makronutrien serta
mikronutrien dan penyakit infeksi yang sering
terjadi pada balita, seperti ISPA dan diare. Faktor
tidak langsung seperti pendidikan, demografis,
ketersediaan pangan dan pelayanan kesehatan.
4Kekurangan asupan zat gizi individu merupakan
salah satu penyebab masalah zat gizi dan
menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan
pada anak. Defisiensi zat gizi makro memberi
dampak terhadap penurunan status gizi dalam
kurun waktu yang singkat tetapi defisiensi zat gizi
mikro (vitamin dan mineral) memberi dampak
terhadap penurunan status gizi dalam kurun waktu
yang lebih lama.
5,6Studi
efikasi
menunjukkan
bahwa
micronutrient sprinkle mampu menurunkan anemia
secara bermakna.
7,8Penelitian di Skotlandia
menunjukkan bahwa suplementasi micronutrient
sprinkle selama 3 minggu meningkatkan indeks
skor z indeks TB/U sebesar 1 SD pada anak usia
6-59 bulan dan mencapai tumbuh kejar sepenuhnya
sekitar
2
bulan.
9Penelitian
di
Pangkep
menunjukkan bahwa pemberian micronutrient
sprinkle dengan dosis satu kali sehari selama 4
bulan meningkatkan status gizi 6 balita (20,7%)
dari 29 balita gizi kurang.
10Kecamatan Tembalang merupakan daerah
terpilih untuk penelitian micronutrient sprinkle
karena tingginya prevalensi anak stunting di
wilayah tersebut. Subjek penelitian adalah balita
berusia 12-36 bulan karena prevalensi stunting
paling banyak pada usia balita dan pada usia 12
bulan sudah bisa diberi makanan pendamping ASI
(MP ASI).
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah
true experiment dengan rancangan pre dan post
test with control group. Penelitian dilakukan pada
bulan Juli-Agustus 2012 di Kelurahan Rowosari,
Kecamatan Tembalang Semarang.
Jumlah subjek yang diambil berdasarkan
rumus beda rerata 2 populasi:
n
1= n
2= 2[
, , ,]
2n
1= n
2= 20
drop out 25% = 25
Anak usia 12-36 bulan yang menderita
stunting
di
posyandu
Kelurahan
Rowosari
diikutsertakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, 50
subjek dibagi menjadi kelompok perlakuan dan
kontrol secara acak, di akhir penelitian hanya
terdapat 20 subjek kelompok perlakuan dan 21
subjek kelompok kontrol, tetapi jumlah tersebut
telah memenuhi sampel minimal penelitian.
Terdapat 8 subjek drop out dalam penelitian
dikarenakan tidak mengikuti prosedur penelitian
dan 1 subjek drop out karena subjek pindah tempat
tinggal.
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu
pemberian taburia. Taburia mengandung 16
vitamin dan mineral (vit A 417mcg, vit B1 0,5mg,
vit B2 0,5mg, vit B3 0,5mg, vit B6 5mg, vit B12
1mcg, vit D3 5mcg, vit E 6mg, vit K 20mcg, vit C
30mg, asam folat 150mcg, asam pantotenat 3mg,
yodium 50mcg, zat besi 10mg, seng 6mg dan
selenium 20mcg). Dosis pemberiannya yaitu 2 hari
sekali selama 2 bulan (dihitung manggunakan form
daya terima). Variabel terikat adalah status
antropometri berupa skor z indeks BB/U, TB/U
dan BB/TB. TB subjek diukur menggunakan
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm sedangkan BB
diukur menggunakan tumbangan digital dengan
ketelitian 0,1 kg. Variabel perancu adalah asupan
makan balita (dihitung menggunakan form food
recall). Food recall 3x24 jam dilakukan sebelum,
pada saat dan setelah perlakuan. Data penyakit
diare dan ISPA diperoleh melalui wawancara
menggunakan formulir morbiditas. Kelompok
perlakuan dan kontrol diberikan edukasi gizi setiap
2 minggu sekali selama penelitan.
Normalitas diuji menggunakan
Saphiro-Wilk. Perbedaan skor z indeks sebelum, 1 bulan
dan 2 bulan setelah intervensi pada masing-masing
kelompok diuji dengan Anova. Perbedaan skor z
indeks antara kedua kelompok diuji dengan
independent t-test. Pengujian dilakukan dengan
tingkat kepercayaan 95% dan dikatakan signifikan
HASIL PENELITIAN
Karakterisitik subjek penelitian pada kedua
kelompok disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Variabel
Perlakuan (n=20)
Kontrol (n=21)
p
Mean ± SD
Mean ± SD
Usia (bulan)
23,4 ± 8,7
24,5 ± 6,5
0,38
sTKE sebelum
96,1 ± 21,9
98,6 ± 32,7
0,776
iTKP sebelum
111,8 ± 37,8
110,6 ± 46,6
0,929
iJenis Kelamin
n
%
n
%
p
13
7
65
35
8
13
38,1
61,9
0,885
sKeterangan:
s= uji Chi-square, i= independent t-test
Rerata
usia
subjek
pada
kelompok
perlakuan 23,4 bulan dan tidak berbeda dengan
kelompok kontrol 24,5 bulan. Tidak adanya
perbedaan tingkat kecukupan energi dan protein
pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum
dilakukan penelitian. Tidak ada perbedaan jenis
kelamin antara kedua kelompok.
Status Antropometri Sebelum dan Setelah
Intervensi
BB dan TB subjek pada kelompok
perlakuan dan kontrol mengalami peningkatan
setelah 1 dan 2 bulan perlakuan tetapi peningkatan
ini tidak signifikan secara statistik (p>0,05). Pada
kelompok perlakuan, ada perbedaan skor z indeks
TB/U antara sebelum, 1 bulan dan 2 bulan setelah
perlakuan (p=0,03) dari -3,1 ± 0,7 menjadi -2,5 ±
0,6 selanjutnya uji Post Hoc dengan LSD
menunjukkan bahwa antara sebelum dan 2 bulan
ada perbedaan signifikan dengan skor z indeks
TB/U (p=0,010), sedangkan pada kelompok
kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan. Tidak
ada perbedaan skor z indeks BB/U dan BB/TB
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.
Uji perbedaan BB, TB, skor z indeks BB/U, TB/U
dan BB/TB sebelum dan setelah intervensi pada
kedua kelompok dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh intervensi dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Status Antropometri Sebelum dan Setelah Intervensi
Variabel
Perlakuan (n=20)
Kontrol (n=21)
Mean ± SD
p
Mean ± SD
p
BB (kg)
Sebelum
1 bulan
2 bulan
9,3 ± 1,1
9,6 ± 1,2
9,8 ± 1,2
0,352
A9,3 ± 1,5
9,4 ± 1,3
9,4 ± 1,4
0,901
ATB (cm)
Sebelum
1 bulan
2 bulan
76,2 ± 6,2
78,6 ± 5,7
79,3 ± 5,5
0,259
A76,5 ± 5,9
77,9 ± 5,8
78,4 ± 5,8
0,554
ASkor z BB/U
Sebelum
1 bulan
2 bulan
-1,9 ± 0,9
-1,8 ± 0,5
-1,8 ± 0,8
0,806
K-2,1 ± 1,3
-2,0 ± 1,2
-2,2 ± 1,1
0,899
ASkor z TB/U
Sebelum
1 bulan
2 bulan
-3,1 ± 0,7
-2,7 ± 0,7
-2,5 ± 0,6
0,030
A-3,0 ± 0,8
-2,8 ± 0,9
-2,9 ± 0,9
0,693
ASkor z BB/TB
Sebelum
1 bulan
2 bulan
-0,1 ± 1,3
-0,6 ± 0,9
-0,7 ± 1,0
0,565
K-0,7 ± 1,7
-0,8 ± 1,7
-0,9 ± 1,5
0,903
APerubahan
Status
Antropometri
Antara
Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Adanya peningkatan TB dan skor z indeks
TB/U yang bermakna antara kelompok perlakuan
dan kontrol setelah 1 bulan dan 2 bulan intervensi.
Tidak ada perbedaan peningkatan skor z indeks
BB/U dan BB/TB yang bermakna (p>0,05).
Perbedaan perubahan BB, TB, skor z indeks BB/U,
TB/U dan BB/TB antara kelompok perlakuan dan
kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.
Tingkat Kecukupan Energi
dan Protein
Sebelum dan Setelah Intervensi
Pada kelompok perlakuan, ada perbedaan
tingkat kecukupan energi antara sebelum, 1 bulan
dan 2 bulan (p=0,024) selanjutnya uji Post Hoc
dengan LSD menunjukkan bahwa ada perbedaan
signifikan antara sebelum dan 1 bulan (p=0,036)
serta sebelum dan 2 bulan intervensi (p=0,010),
sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada
perbedaan. Tidak ada perbedaan tingkat kecukupan
protein pada kelompok perlakuan maupun kontrol.
Perbedaan tingkat kecukupan energi dan protein
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Perbedaan Skor Z Sebelum dan Setelah Intervensi Antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Variabel
Perlakuan (n=20)
Kontrol (n=21)
p
Mean/Median ± SD
Mean/Median ±
SD
∆ BB (kg)
sebelum - 1 bulan
1 - 2 bulan
sebelum - 2 bulan
0,5 ± 0,5
0,2 ± 0,2
0,5 ± 0,7
0,1 ± 0,9
-0,1 ± 0,8
0,2 ± 0,6
0,290
w0,061
w0,76
i∆ TB (cm)
Sebelum - 1 bulan
1 - 2 bulan
sebelum - 2 bulan
1,8 ± 1,1
1,3 ± 0,7
3,0 ± 1,2
1,4 ± 1,1
0,3 ± 0,5
1,9 ± 1,2
0,297
i0,000
w0,004
i∆ Skor z indeks BB/U
Sebelum - 1 bulan
1 - 2 bulan
sebelum - 2 bulan
0,3 ± 0,5
-0,1 ± 0,3
0,1 ± 0.5
0,0 ± 0,8
-0,2 ± 0,7
-0,1 ± 0,6
0,246
w0,175
w0,171
i∆ Skor z indeks TB/U
Sebelum - 1 bulan
1 - 2 bulan
Sebelum - 2 bulan
0,4 ± 0,4
0,2 ± 0,2
0,5 ± 0,4
0,2 ± 0,4
-0,1 ± 0,2
0,2 ± 0,4
0,190
i0,000
w0,003
i∆ Skor z indeks BB/TB
Sebelum - 1 bulan
1 - 2 bulan
sebelum - 2 bulan
0,0 ± 0,8
-0,1 ± 0,6
-0,3 ± 0,9
-0,1 ± 1,2
-0,2 ± 1,0
-0,3 ± 0,8
0,836
i0,557
w0.548
wKeterangan: i= independent t-test, w= Mann-Whitney
Tabel 4.Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Sebelum dan Setelah Intervensi
Variabel
Perlakuan (n=20)
Kontrol (n=21)
Mean ± SD
p
Mean ± SD
p
Tingkat Kecukupan
Energi
Sebelum
1 bulan
2 bulan
96,1 ± 21,9
110,9 ± 22,1
114,5 ± 21,2
0,024
A98,6 ± 32,7
103,8 ± 43,1
105,9 ± 37,8
0,815
ATingkat Kecukupan
Protein
Sebelum
1 bulan
2 bulan
111,8 ± 37,8
132,6 ± 22.34
133,4 ± 34,8
0,129
A110,6 ± 46,6
118,4 ± 59,2
119,9 ± 58,2
0,841
AKeterangan: A
= ANOVA
Perubahan Tingkat Kecukupan Energi dan
Protein Sebelum dan Setelah Intervensi Antara
Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Tabel 5 menunjukkan tidak ada perbedaan
peningkatan tingkat kecukupan energi dan protein
sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan
kontrol (p>0,05). Perbedaan peningkatan tingkat
kecukupan energi dan protein sebelum dan setelah
intervensi pada kedua kelompok dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Setelah Intervensi Antara Kelompok
Perlakuan dan Kontrol
Variabel
Perlakuan (n=20)
Kontrol (n=21)
p
Mean ± SD
Mean ± SD
∆ Peningkatan TKE
Sebelum - 1 bulan
1 - 2 bulan
sebelum - 2 bulan
9,5 ± 1,9
3,5 ± 7,8
12,8 ± 1,9
-0,6 ± 3,3
2,2 ± 2,7
6,5 ± 2,7
0,090
w0,825
i0,144
w∆ Peningkatan TKP
Sebelum - 1 bulan
1 - 2 bulan
sebelum - 2 bulan
20,8 ± 2,7
0,9 ± 2,2
21,6 ± 2,6
7,8 ± 5,5
1,5 ± 1,4
9,3 ± 4,4
0,345
i0,946
i0,287
iKeterangan: p
i= independent t-test,
w= Mann-Whitney
Tidak
ada
korelasi
antara
tingkat
kecukupan energi dan protein dengan skor z indeks
BB/U (p=0,565;0,236), TB/U (p=0,835;0,397)
dan BB/TB (p=0,416;0,138) dalam 2 bulan
intervensi. Dapat dinyatakan tingkat kecukupan
energi dan protein bukan merupakan variabel
pengganggu dalam penelitian ini.
Kejadian Diare dan ISPA pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol
Data morbiditas pada penelitian ini adalah
ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) serta diare.
Kejadian diare hanya dialami oleh 2 orang anak
pada kelompok perlakuan dan kontrol selama 1
hari, sehingga data diare tidak dianalisis. Data
morbiditas ISPA dihitung berdasarkan persentase
jumlah hari sakit dibandingkan jumlah hari
pengamatan (60hari).
Tabel 6. Kejadian ISPA
Variabel
Perlakuan (n=20)
Kontrol (n=21)
p
Mean ± SD
Mean ± SD
Persentase hari sakit ISPA
10,0 ± 6,8
10,4 ± 6,4
0,837
iKeterangan: i = independent t-test
Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
kejadian ISPA antara kedua kelompok sehingga
variabel
ISPA
bukan
merupakan
variabel
pengganggu dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN
Rerata TB kelompok perlakuan mengalami
peningkatan lebih besar dibandingkan kelompok
kontrol dari 76,2 cm menjadi 78,6 dalam 1 bulan
dan 79,3 dalam 2 bulan perlakuan, sedangkan
kelompok kontrol mengalami peningkatan dari
76,5 cm menjadi 77,9 cm dalam 1 bulan dan 78,4
dalam 2 bulan. Hal ini sejalan dengan peningkatan
rerata skor z indeks TB/U pada kelompok
perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Rerata
skor z indeks TB/U meningkat dari -3,1 ± 0,7
menjadi -2,5 ± 0,6 (p=0,03) untuk kelompok
perlakuan sedangkan -3,0 ± 0,8 menjadi -2,9 ± 0,9
untuk kelompok kontrol selama 2 bulan perlakuan.
Skor z indeks BB/U meningkat dari -1,9 ± 0,9
menjadi -1,8 ± 0,8 pada kelompok perlakuan
namun skor z indeks BB/U dan BB/TB tidak
mengalami
peningkatan
yang
signifikan.
Perubahan skor z indeks BB/TB yang tidak
signifikan dapat disebabkan karena peningkatan
BB dan TB namun tidak sesuai dengan umur.
Berdasarkan WHO Anthro (2005) anak usia 12-36
bulan memiliki berat badan rata-rata 12 kg dan
tinggi rata-rata 85-90 cm. Rerata berat badan dan
tinggi badan subjek dalam penelitian ini masih
dibawah standar WHO.
Suplementasi
micronutrient
sprinkle
mempunyai efek langsung terhadap peningkatan
skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan. Hal
ini dibuktikan dengan data skor z indeks TB/U
selama 2 bulan intervensi dengan tingkat
kecukupan energi dan protein tidak ada korelasi
yang signifikan (p>0,05). Hal ini juga sesuai
dengan penelitian Chhagan et all (2010) yang
meneliti bahwa suplementasi dengan berbagai
mikronutrien pada anak usia 6-24 bulan selama 6
bulan dengan kategori stunting mengalami
peningkatan skor z indeks TB/U sebanyak 0,7 pada
anak yang berusia lebih dari 18 bulan namun untuk
perubahan skor z indeks BB/U tidak mengalami
perubahan yang signifikan.
14Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
peningkatan rerata berat badan walaupun tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dari 9,3 kg
menjadi 9,8 kg dengan dosis 2 hari sekali selama 2
bulan (60 hari) intervensi pada kelompok
perlakuan, lebih tinggi daripada kelompok kontrol
dari 9,3 kg menjadi 9,4 kg. Peningkatan berat
badan ini dapat disebabkan karena terjadinya
peningkatan nafsu makan sebagai efek dari
pemberian micronutrient sprinkle. Salah satu zat
gizi mikro yang terkandung dalam micronutrient
sprinkle yaitu seng. Asupan seng yang diberikan
melalui
taburia
pada
kelompok
perlakuan
meningkat sehingga terjadi penurunan absorbsi dan
peningkatan ekskresi melalui usus, membuat anak
menjadi lebih cepat lapar sehingga asupan makan
anak juga dapat meningkat.
25Berat badan
merupakan
indikator
energi
yang
adekuat/inadekuat. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian bahwa terdapat peningkatan yang
signifikan terhadap tingkat kecukupan energi pada
kelompok perlakuan dari 96,1% menjadi 114,5%
dalam 2 bulan perlakuan.
Komposisi taburia sudah disesuaikan
dengan
rekomendasi
perhari
dari
WHO.
Micronutrient sprinkle mengandung mikronutrien
yang terdiri dari 16 vitamin dan mineral yang
mendukung proses pertumbuhan balita. Dalam
berbagai penelitian, kejadian defisiensi zat gizi
yang terjadi pada balita di negara berkembang
dengan satu jenis suplementasi mikronutrien
mempunyai efek terbatas terhadap pertumbuhan.
Padahal di berbagai penelitian defisiensi zinc,
vitamin A, besi dan mikronutrien lain sering
ditemukan
bersamaan.
Penelitian
terbaru
menemukan bahwa mineral berperan terhadap
hampir semua enzim dan sisi aktif enzim sebagai
kofaktor sedangkan vitamin sebagai koenzim.
Micronutrient sprinkle mengandung berbagai
macam vitamin dan mineral yang mempengaruhi
metabolisme
antara
lain
vitamin
A
yang
berpengaruh
terhadap
sintesis
protein
dan
pertumbuhan sel sedangkan vitamin B1, B2, B3,
B6, B12 dimanfaatkan dalam metabolisme lemak,
protein dan karbohidrat.
10,16Seng
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan terhadap pertumbuhan anak apabila
indikator status antropometrinya di bawah
rata-rata.
11Seng mempengaruhi hormon pertumbuhan
dan sistem insulin-like growth factor yang
berpengaruh terhadap metabolisme tulang.
17Besi
sangat esensial untuk mengikat dan transpor
oksigen,
sangat
baik
untuk
regulasi
dan
diferensiasi sel pertumbuhan. Intake yodium yang
adekuat mempengaruhi perkembangan intelektual
serta pertumbuhan fisik.
20Vitamin D berperan
dalam tumbuh kembang tulang. Status vitamin D
yang adekuat diperlukan untuk absorbsi kalsium
dan mengatur kadar kalsium dan fosfat yang
dibutuhkan dalam darah untuk mineralisasi
tulang.
23Vitamin K meningkatkan fungsi dari
vitamin D yang penting untuk kesehatan tulang.
24Berdasarkan observasi, sebelum intervensi
terdapat
subjek
yang
semula
hanya
mau
mengonsumsi ASI, namun setelah 2 bulan
perlakuan subjek mulai mengonsumsi nasi.
Berdasarkan wawancara dengan orang tua subjek
pada kelompok perlakuan, sejak mengikuti
intervensi micronutrient sprinkle, subjek menjadi
lebih cepat lapar sehingga mempengaruhi nafsu
makan yang semakin meningkat pula serta subjek
menjadi anak yang lebih aktif. Berdasarkan hasil
recall, asupan energi dan protein pada kelompok
perlakuan dan kontrol sebagian besar berasal dari
jajanan
sehingga
sumber
makanan
yang
mengandung mikronutrien sangat kurang. Hal ini
dibuktikan dengan rerata asupan besi pada
kelompok perlakuan 3,6 mg dan kelompok kontrol
3,1 mg serta asupan seng kelompok perlakuan 2,5
mg dan kelompok kontrol 2,4 mg. Rerata asupan
besi dan seng pada kedua kelompok masih
dibawah standar AKG yaitu 8 mg besi dan 8,2 mg
seng. Meskipun asupan makanannya adekuat
namun bioavailabilitas zat gizi seperti besi,
kalsium, seng, vitamin A, dll kurang. Suplementasi
dengan micronutrient sprinkle sangat tepat karena
dapat memberikan dampak terhadap status
antropometri terutama skor z indeks TB/U dan
peningkatan nafsu makan.
Hal
ini
sesuai
dengan
penelitian
Kounnavong S, et all (2011) yang meneliti bahwa
suplementasi mikronutrien pada anak usia 6-53
bulan selama 24 minggu dengan dosis 2 kali
seminggu atau 1 kali perhari mempunyai efek yang
positif terhadap pertambahan tinggi badan. Tidak
maksimalnya
efek
suplementasi
dikarenakan
kualitas asupan makanannya kurang dibanding
dengan kuantitasnya.
22Faktor makanan yang
kurang memenuhi kebutuhan zat gizi, mungkin
anak cukup kenyang, tetapi makanannya tidak
cukup kandungan gizinya sehingga anak tersebut
mengalami
gangguan
pertumbuhan
dan
kekurangan zat gizi tertentu.
Edukasi gizi selama 2 bulan yang diadakan
dalam penelitian ini bertujuan untuk menyamakan
persepsi orang tua subjek terhadap gizi seimbang.
Hal ini memberikan dampak, dibuktikan dengan
meningkatnya tingkat kecukupan energi dan
protein selama 2 bulan penelitian pada kelompok
perlakuan dan kontrol, walaupun pada kelompok
kontrol tidak terjadi peningkatan yang signifikan.
Efektivitas intervensi micronutrient sprinkle dalam
memperbaiki status gizi dapat dirasakan setelah
satu bulan intervensi. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan adanya perubahan rerata BB, TB dan skor
z indeks TB/U mengalami perubahan yang
signifikan setelah 1 bulan intervensi (Tabel 3).
SIMPULAN
Suplementasi
micronutrient
sprinkle
selama 2 bulan meningkatkan skor z indeks TB/U
pada anak stunting usia 12-36 bulan tetapi tidak
meningkatkan skor z indeks BB/U dan BB/TB
pada anak stunting usia 12-36 bulan.
SARAN
Anjuran pemberian makanan dengan gizi
seimbang disertai dengan pemberian micronutrient
sprinkle dapat dilakukan pada anak stunting untuk
membantu peningkatan pertumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sedgh G, M. Guillermo H, Penelope N, Alawia el
A, Wafaie WF. Dietary vitamin A intake and nondietary factors are associated with reversal of stunting in children. American Society for Nutritional Science . 2000 Jun 14.
2. Lapriore C, Tamina G, Andre B, Fransesco B. Spread fortified with vitamins and minerals induces catch-up growth and eradicates severe anemia in stunted refugee children aged 3-6 y. Am
J Clin Nutr. 2004;80:973-81.
3. RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2010.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Republik Indonesia; 2010.
4. Taguri AE, Ibrahim B, Salah MM, Abdel MA,
Oliver G, Pilar G, Serge H. Risk factors for stunting among under-fives in Libya. Public
Healtth Nutrition. 2008 Sept 15: 12(8). 1411-1149.
5. Mandal G C, Kaushik B, Samiran B, Sanjib G.
Undernutrition among Integrated Child
Development Services (ICDS) Scheme Children aged 2-6 years of Arambag, Hooghly District, WestBengal, India: A serious public health problem. IJPH. 2008.
6. Astari LD, Amini N, Cesilia MD. Hubungan
konsumsi ASI dan MP-ASI serta kejadian stunting anak usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. Media Gizi dan Keluarga. 2006 Jul.
7. Helmi AF, A. Razak T, Ridwan M. Thaha.
Kepatuhan ibu dalam pemberian TABURIA pada anak umur 6-24 Bulan di Kabupaten Pangkep Tahun 2011.
8. Zlotkin SH, Claudia S, Anna C, et al.
Micronutrient sprinkles to control childhood anemia. PloS Medicine. 2005 Jan. Available from http:// www.plosmedicine.org
9. Golden M H. Proposed recommended nutrient
densities for moderately malnourished children.
Food and Nutrition Bulletin, vol 30, no 3. 2009.
10. Rauf S, Faramitha. Pengaruh pemberian taburia terhadap perubahan status gizi anak gizi kurang umur 12-24 bulan di Kecamatan Pangkep tahun 2010. Makassar: Gizi Poltekkes Kemenkes. Vol XIII, Edisi 1, 2012.
11. Bui DT, Werner S, Drupadi D, Rainer G, Nelly DL, Ha HK. Effect of daily and weekly micronutrient supplementation on micronutrient deficiencies and growth in young Vietnamese children. Am J Clin Nutr. 1999; 69:80-6
12. Malina R. Normal weight gain in growing
children. Healthy Weight Journal. 1999 June. Vol 13.
13. WHO: Global Database on Child Growth and
Malnutrition.
14. Chhagan MK, Jan VB, Kany AL, Nontobeko M, Andrew T, Michael LB. Effect on longitudinal growth and anemia of zinc or multiple micronutrients added to vitamin A: a randomized controlled trial in children aged 6-24 months. BMC
Public Health. 2010,10:145.
15. Lipoeto NI, Novi M, Andani EP. Malnutrisi dan asupan kalori pada pasien rawat inap di rumah sakit. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2006. Vol 56 no 11.
16. Shenkin A, The key role of micronutrients.
Elsevier Clinical Nutrition Journal. 2006.
17. Eckhardt CL. Miicronutrient malnutrition, obesity and chronic disease in countries undergoing the
nutrition transition: potential links and
program/policy implications. International Food
Policy Research Institute. 2006 Nov.
18. Erna KW. Hubungan episode infeksi saluran
umur 3 sampai 6 bulan. Semarang: Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro. 2005 Des.
19. Bhandari N, Rajiv B, Sunita T. Effect of
micronutrient supplementation on linear growth of children. British Journal of Nutrition. 2001; p. 131-137
20. Caulfield LE, Stephanie AR, Juan AR, Philip M, Robert B. Stunting, wasting and micronutrient disorders. ch. 28.
21. Measuring change in nutritional status: Guidelines
for assessing the nutritional impact of
supplementary feeding programmes for vulnerable groups. Geneva: WHO. 1983.
22. Kounnavong S, et all. Effect of daily versus
weekly home fortification with multiple
micronutrient powder on haemoglobin
concentration of young children in a rural area, Lao People’s Democratic Republic: a randomised trial. Nutrition Journal. 2011,10:129.
23. European food safety authority. Vitamin D and bone growth. The EFSA Journal. 2008;827, 1-10. 24. Bonjour JP, Leon G, Cristina P, Martin JS, Connie
MW. Mineral and vitamins in bone helath: the potential value of dietary enhancement. British
Journal of Nutrition. 2009, 101, 1581-1596.
25. Sjarif DR, Endang DL, Maria M, Sri SN. Nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Jakarta: IDAI. 2011.
26. Castillo L. Macronutrient requirement for growth: protein and amino acids. London: Nutrition in