• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN MICRONUTRIENT SPRINKLE TERHADAP STATUS ANTROPOMETRI BB/U, TB/U DAN BB/TB ANAK STUNTING USIA BULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN MICRONUTRIENT SPRINKLE TERHADAP STATUS ANTROPOMETRI BB/U, TB/U DAN BB/TB ANAK STUNTING USIA BULAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN MICRONUTRIENT SPRINKLE TERHADAP STATUS

ANTROPOMETRI BB/U, TB/U DAN BB/TB ANAK STUNTING USIA 12-36 BULAN

Nadia Hapsari Oktarina, Martha Irene Kartasurya*)

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Jl.Dr.Sutomo No.14, Semarang, Telp (024) 8453708, Email : gizifk@undip.ac.id

ABSTRACT

Background : Micronutrient inadequacy is one of child nutritional problems in Indonesia, therefore micronutrient

supplementation can be used to improve child nutritional status. In developing countries, micronutrient sprinkle has been used for supplementation program. This study aimed to analyze the effect of micronutrient sprinkle supplementation on WAZ, HAZ and WHZ scores of stunting children aged 12-36 months.

Methods : Experimental design with pre post test and control group was used in this study. The study population

was children aged 12-36 months in Rowosari village, Tembalang, Semarang. Fifty subjects from posyandu were divided randomly into treatment and control groups. The treatment group received 30 sachets of micronutrient sprinkle for 60 days. Both groups received nutrition education every 2 weeks. Nutrient intake was measured by 3x24 hour recall. Weight and height were measured at baseline, one and two months after intervention started. Data were analyzed by Anova and independent t-tests.

Results : Nine subjects were dropped out of this study due to their low compliance and moving. The mean body

weight of the treatment group increased from 9.3 ± 1.3 kg to 9.8 ± 1.2 kg after 2 months, while in the control group change from 9.3 ± 1.5 kg to 9.4 ± 1.4 kg. The mean height of the treatment group increased from 76.2 ± 6.2 cm to 79.3 ± 5.5 cm, while in the control group increased from 76.5 ± 5.9 cm to 78.4 ± 5.8 cm. The mean increase in height in treatment group were higher than the control group. HAZ scores in the treatment group increased from -3.1 ± 0.7 to -2.5 ± 0.6, while in the control group increased from -3.0 ± 0.8 to -2.9 ± 0.9. The mean HAZ score increase in the treatment group were higher than the control group.

Conclusions : Micronutrient sprinkle supplementation for 2 months increased HAZ scores of stunting children aged

12-36 months.

Keywords : micronutrient sprinkle; stunting children aged 12-36 months

ABSTRAK

Latar Belakang : Asupan mikronutrien yang kurang merupakan salah satu penyebab masalah gizi di Indonesia,

sehingga suplementasi mikronutrien dapat digunakan untuk meningkatkan status gizi balita. Di negara berkembang, suplementasi micronutrient sprinkle telah dilakukan untuk program suplementasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian micronutrient sprinkle terhadap status antropometri indeks BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak stunting usia 12-36 bulan.

Metode : Desain penelitian adalah eksperimental dengan pre dan post test dengan control group. Populasi

penelitian adalah anak usia 12-36 bulan di Kelurahan Rowosari, Tembalang, Semarang. Lima puluh subjek dari posyandu dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kontrol secara acak. Kelompok perlakuan berupa pemberian 30 bungkus micronutrient sprinkle selama 60 hari. Kedua kelompok diberi penyuluhan gizi, 2 minggu sekali. Asupan zat gizi diperoleh melalui 3x24 jam recall. Pengukuran BB dan TB dilakukan pada sebelum, 1 bulan dan 2 bulan setelah perlakuan. Analisis data menggunakan Anova and independent t-test.

Hasil : Sembilan subjek drop out dalam penelitian dikarenakan tidak mengikuti prosedur penelitian dan pindah.

Rerata BB kelompok perlakuan meningkat dari 9,3 ± 1,3 kg menjadi 9,8 ± 1,2 kg setelah 2 bulan sementara di kelompok kontrol berubah dari 9,3 ± 1,5 kg menjadi 9,4 ± 1,4 kg. Rerata TB kelompok perlakuan dari 76,2 ± 6,2 cm menjadi 79,3 ± 5,5 cm, sedangkan kelompok kontrol dari 76,5 ± 5,9 cm menjadi 78,4 ± 5,8 cm. Rerata peningkatan TB kelompok perlakuan lebih tinggi dari kelompok kontrol. Skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan meningkat dari -3,1 ± 0,7 menjadi -2,5 ± 0,6 dan dari -3,0 ± 0,8 menjadi -2,9 ± 0,9 untuk kelompok kontrol. Rerata peningkatan skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol.

Kesimpulan : Suplementasi micronutrient sprinkle selama 2 bulan meningkatkan skor z indeks TB/U pada anak

stunting usia 12-36 bulan.

Kata kunci : micronutrient sprinkle; anak stunting usia 12-36 bulan

(2)

PENDAHULUAN

Stunting merupakan kondisi kronis yang

menggambarkan

grafik

pertumbuhan

yang

terhambat terjadi selama periode sebelum dan

sesudah kehamilan karena kekurangan zat gizi

dalam jangka panjang.

1

Sekitar 43% anak-anak di

seluruh dunia menderita stunting. Prevalensi

stunting di Indonesia berdasarkan Nutrition and

Heath Surveillance Survey (NSS) tahun 2001 yaitu

46,6%.

2

Jawa Tengah (2010) memiliki prevalensi

balita pendek 17% dan prevalensi untuk balita

sangat pendek 16,9%.

3

Kota Semarang (2011)

memiliki prevalensi anak pendek 13,57% dan anak

sangat pendek 7,09% sedangkan prevalensi anak

stunting di kecamatan Tembalang untuk anak

pendek 20,08% dan sangat pendek 20,08%.

Faktor penyebab stunting terdiri dari faktor

langsung dan tidak langsung. Faktor langsung

disebabkan karena defisiensi makronutrien serta

mikronutrien dan penyakit infeksi yang sering

terjadi pada balita, seperti ISPA dan diare. Faktor

tidak langsung seperti pendidikan, demografis,

ketersediaan pangan dan pelayanan kesehatan.

4

Kekurangan asupan zat gizi individu merupakan

salah satu penyebab masalah zat gizi dan

menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan

pada anak. Defisiensi zat gizi makro memberi

dampak terhadap penurunan status gizi dalam

kurun waktu yang singkat tetapi defisiensi zat gizi

mikro (vitamin dan mineral) memberi dampak

terhadap penurunan status gizi dalam kurun waktu

yang lebih lama.

5,6

Studi

efikasi

menunjukkan

bahwa

micronutrient sprinkle mampu menurunkan anemia

secara bermakna.

7,8

Penelitian di Skotlandia

menunjukkan bahwa suplementasi micronutrient

sprinkle selama 3 minggu meningkatkan indeks

skor z indeks TB/U sebesar 1 SD pada anak usia

6-59 bulan dan mencapai tumbuh kejar sepenuhnya

sekitar

2

bulan.

9

Penelitian

di

Pangkep

menunjukkan bahwa pemberian micronutrient

sprinkle dengan dosis satu kali sehari selama 4

bulan meningkatkan status gizi 6 balita (20,7%)

dari 29 balita gizi kurang.

10

Kecamatan Tembalang merupakan daerah

terpilih untuk penelitian micronutrient sprinkle

karena tingginya prevalensi anak stunting di

wilayah tersebut. Subjek penelitian adalah balita

berusia 12-36 bulan karena prevalensi stunting

paling banyak pada usia balita dan pada usia 12

bulan sudah bisa diberi makanan pendamping ASI

(MP ASI).

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah

true experiment dengan rancangan pre dan post

test with control group. Penelitian dilakukan pada

bulan Juli-Agustus 2012 di Kelurahan Rowosari,

Kecamatan Tembalang Semarang.

Jumlah subjek yang diambil berdasarkan

rumus beda rerata 2 populasi:

n

1

= n

2

= 2[

, , ,

]

2

n

1

= n

2

= 20

drop out 25% = 25

Anak usia 12-36 bulan yang menderita

stunting

di

posyandu

Kelurahan

Rowosari

diikutsertakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, 50

subjek dibagi menjadi kelompok perlakuan dan

kontrol secara acak, di akhir penelitian hanya

terdapat 20 subjek kelompok perlakuan dan 21

subjek kelompok kontrol, tetapi jumlah tersebut

telah memenuhi sampel minimal penelitian.

Terdapat 8 subjek drop out dalam penelitian

dikarenakan tidak mengikuti prosedur penelitian

dan 1 subjek drop out karena subjek pindah tempat

tinggal.

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu

pemberian taburia. Taburia mengandung 16

vitamin dan mineral (vit A 417mcg, vit B1 0,5mg,

vit B2 0,5mg, vit B3 0,5mg, vit B6 5mg, vit B12

1mcg, vit D3 5mcg, vit E 6mg, vit K 20mcg, vit C

30mg, asam folat 150mcg, asam pantotenat 3mg,

yodium 50mcg, zat besi 10mg, seng 6mg dan

selenium 20mcg). Dosis pemberiannya yaitu 2 hari

sekali selama 2 bulan (dihitung manggunakan form

daya terima). Variabel terikat adalah status

antropometri berupa skor z indeks BB/U, TB/U

dan BB/TB. TB subjek diukur menggunakan

microtoise dengan ketelitian 0,1 cm sedangkan BB

diukur menggunakan tumbangan digital dengan

ketelitian 0,1 kg. Variabel perancu adalah asupan

makan balita (dihitung menggunakan form food

recall). Food recall 3x24 jam dilakukan sebelum,

pada saat dan setelah perlakuan. Data penyakit

diare dan ISPA diperoleh melalui wawancara

menggunakan formulir morbiditas. Kelompok

perlakuan dan kontrol diberikan edukasi gizi setiap

2 minggu sekali selama penelitan.

Normalitas diuji menggunakan

Saphiro-Wilk. Perbedaan skor z indeks sebelum, 1 bulan

dan 2 bulan setelah intervensi pada masing-masing

kelompok diuji dengan Anova. Perbedaan skor z

indeks antara kedua kelompok diuji dengan

independent t-test. Pengujian dilakukan dengan

tingkat kepercayaan 95% dan dikatakan signifikan

(3)

HASIL PENELITIAN

Karakterisitik subjek penelitian pada kedua

kelompok disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel

Perlakuan (n=20)

Kontrol (n=21)

p

Mean ± SD

Mean ± SD

Usia (bulan)

23,4 ± 8,7

24,5 ± 6,5

0,38

s

TKE sebelum

96,1 ± 21,9

98,6 ± 32,7

0,776

i

TKP sebelum

111,8 ± 37,8

110,6 ± 46,6

0,929

i

Jenis Kelamin

n

%

n

%

p

13

7

65

35

8

13

38,1

61,9

0,885

s

Keterangan:

s= uji Chi-square, i= independent t-test

Rerata

usia

subjek

pada

kelompok

perlakuan 23,4 bulan dan tidak berbeda dengan

kelompok kontrol 24,5 bulan. Tidak adanya

perbedaan tingkat kecukupan energi dan protein

pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum

dilakukan penelitian. Tidak ada perbedaan jenis

kelamin antara kedua kelompok.

Status Antropometri Sebelum dan Setelah

Intervensi

BB dan TB subjek pada kelompok

perlakuan dan kontrol mengalami peningkatan

setelah 1 dan 2 bulan perlakuan tetapi peningkatan

ini tidak signifikan secara statistik (p>0,05). Pada

kelompok perlakuan, ada perbedaan skor z indeks

TB/U antara sebelum, 1 bulan dan 2 bulan setelah

perlakuan (p=0,03) dari -3,1 ± 0,7 menjadi -2,5 ±

0,6 selanjutnya uji Post Hoc dengan LSD

menunjukkan bahwa antara sebelum dan 2 bulan

ada perbedaan signifikan dengan skor z indeks

TB/U (p=0,010), sedangkan pada kelompok

kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan. Tidak

ada perbedaan skor z indeks BB/U dan BB/TB

kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.

Uji perbedaan BB, TB, skor z indeks BB/U, TB/U

dan BB/TB sebelum dan setelah intervensi pada

kedua kelompok dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh intervensi dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Status Antropometri Sebelum dan Setelah Intervensi

Variabel

Perlakuan (n=20)

Kontrol (n=21)

Mean ± SD

p

Mean ± SD

p

BB (kg)

Sebelum

1 bulan

2 bulan

9,3 ± 1,1

9,6 ± 1,2

9,8 ± 1,2

0,352

A

9,3 ± 1,5

9,4 ± 1,3

9,4 ± 1,4

0,901

A

TB (cm)

Sebelum

1 bulan

2 bulan

76,2 ± 6,2

78,6 ± 5,7

79,3 ± 5,5

0,259

A

76,5 ± 5,9

77,9 ± 5,8

78,4 ± 5,8

0,554

A

Skor z BB/U

Sebelum

1 bulan

2 bulan

-1,9 ± 0,9

-1,8 ± 0,5

-1,8 ± 0,8

0,806

K

-2,1 ± 1,3

-2,0 ± 1,2

-2,2 ± 1,1

0,899

A

Skor z TB/U

Sebelum

1 bulan

2 bulan

-3,1 ± 0,7

-2,7 ± 0,7

-2,5 ± 0,6

0,030

A

-3,0 ± 0,8

-2,8 ± 0,9

-2,9 ± 0,9

0,693

A

Skor z BB/TB

Sebelum

1 bulan

2 bulan

-0,1 ± 1,3

-0,6 ± 0,9

-0,7 ± 1,0

0,565

K

-0,7 ± 1,7

-0,8 ± 1,7

-0,9 ± 1,5

0,903

A

(4)

Perubahan

Status

Antropometri

Antara

Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Adanya peningkatan TB dan skor z indeks

TB/U yang bermakna antara kelompok perlakuan

dan kontrol setelah 1 bulan dan 2 bulan intervensi.

Tidak ada perbedaan peningkatan skor z indeks

BB/U dan BB/TB yang bermakna (p>0,05).

Perbedaan perubahan BB, TB, skor z indeks BB/U,

TB/U dan BB/TB antara kelompok perlakuan dan

kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tingkat Kecukupan Energi

dan Protein

Sebelum dan Setelah Intervensi

Pada kelompok perlakuan, ada perbedaan

tingkat kecukupan energi antara sebelum, 1 bulan

dan 2 bulan (p=0,024) selanjutnya uji Post Hoc

dengan LSD menunjukkan bahwa ada perbedaan

signifikan antara sebelum dan 1 bulan (p=0,036)

serta sebelum dan 2 bulan intervensi (p=0,010),

sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada

perbedaan. Tidak ada perbedaan tingkat kecukupan

protein pada kelompok perlakuan maupun kontrol.

Perbedaan tingkat kecukupan energi dan protein

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Perbedaan Skor Z Sebelum dan Setelah Intervensi Antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Variabel

Perlakuan (n=20)

Kontrol (n=21)

p

Mean/Median ± SD

Mean/Median ±

SD

∆ BB (kg)

sebelum - 1 bulan

1 - 2 bulan

sebelum - 2 bulan

0,5 ± 0,5

0,2 ± 0,2

0,5 ± 0,7

0,1 ± 0,9

-0,1 ± 0,8

0,2 ± 0,6

0,290

w

0,061

w

0,76

i

∆ TB (cm)

Sebelum - 1 bulan

1 - 2 bulan

sebelum - 2 bulan

1,8 ± 1,1

1,3 ± 0,7

3,0 ± 1,2

1,4 ± 1,1

0,3 ± 0,5

1,9 ± 1,2

0,297

i

0,000

w

0,004

i

∆ Skor z indeks BB/U

Sebelum - 1 bulan

1 - 2 bulan

sebelum - 2 bulan

0,3 ± 0,5

-0,1 ± 0,3

0,1 ± 0.5

0,0 ± 0,8

-0,2 ± 0,7

-0,1 ± 0,6

0,246

w

0,175

w

0,171

i

∆ Skor z indeks TB/U

Sebelum - 1 bulan

1 - 2 bulan

Sebelum - 2 bulan

0,4 ± 0,4

0,2 ± 0,2

0,5 ± 0,4

0,2 ± 0,4

-0,1 ± 0,2

0,2 ± 0,4

0,190

i

0,000

w

0,003

i

∆ Skor z indeks BB/TB

Sebelum - 1 bulan

1 - 2 bulan

sebelum - 2 bulan

0,0 ± 0,8

-0,1 ± 0,6

-0,3 ± 0,9

-0,1 ± 1,2

-0,2 ± 1,0

-0,3 ± 0,8

0,836

i

0,557

w

0.548

w

Keterangan: i= independent t-test, w= Mann-Whitney

Tabel 4.Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Sebelum dan Setelah Intervensi

Variabel

Perlakuan (n=20)

Kontrol (n=21)

Mean ± SD

p

Mean ± SD

p

Tingkat Kecukupan

Energi

Sebelum

1 bulan

2 bulan

96,1 ± 21,9

110,9 ± 22,1

114,5 ± 21,2

0,024

A

98,6 ± 32,7

103,8 ± 43,1

105,9 ± 37,8

0,815

A

Tingkat Kecukupan

Protein

Sebelum

1 bulan

2 bulan

111,8 ± 37,8

132,6 ± 22.34

133,4 ± 34,8

0,129

A

110,6 ± 46,6

118,4 ± 59,2

119,9 ± 58,2

0,841

A

Keterangan: A

= ANOVA

(5)

Perubahan Tingkat Kecukupan Energi dan

Protein Sebelum dan Setelah Intervensi Antara

Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Tabel 5 menunjukkan tidak ada perbedaan

peningkatan tingkat kecukupan energi dan protein

sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan

kontrol (p>0,05). Perbedaan peningkatan tingkat

kecukupan energi dan protein sebelum dan setelah

intervensi pada kedua kelompok dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Setelah Intervensi Antara Kelompok

Perlakuan dan Kontrol

Variabel

Perlakuan (n=20)

Kontrol (n=21)

p

Mean ± SD

Mean ± SD

∆ Peningkatan TKE

Sebelum - 1 bulan

1 - 2 bulan

sebelum - 2 bulan

9,5 ± 1,9

3,5 ± 7,8

12,8 ± 1,9

-0,6 ± 3,3

2,2 ± 2,7

6,5 ± 2,7

0,090

w

0,825

i

0,144

w

∆ Peningkatan TKP

Sebelum - 1 bulan

1 - 2 bulan

sebelum - 2 bulan

20,8 ± 2,7

0,9 ± 2,2

21,6 ± 2,6

7,8 ± 5,5

1,5 ± 1,4

9,3 ± 4,4

0,345

i

0,946

i

0,287

i

Keterangan: p

i

= independent t-test,

w

= Mann-Whitney

Tidak

ada

korelasi

antara

tingkat

kecukupan energi dan protein dengan skor z indeks

BB/U (p=0,565;0,236), TB/U (p=0,835;0,397)

dan BB/TB (p=0,416;0,138) dalam 2 bulan

intervensi. Dapat dinyatakan tingkat kecukupan

energi dan protein bukan merupakan variabel

pengganggu dalam penelitian ini.

Kejadian Diare dan ISPA pada Kelompok

Perlakuan dan Kontrol

Data morbiditas pada penelitian ini adalah

ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) serta diare.

Kejadian diare hanya dialami oleh 2 orang anak

pada kelompok perlakuan dan kontrol selama 1

hari, sehingga data diare tidak dianalisis. Data

morbiditas ISPA dihitung berdasarkan persentase

jumlah hari sakit dibandingkan jumlah hari

pengamatan (60hari).

Tabel 6. Kejadian ISPA

Variabel

Perlakuan (n=20)

Kontrol (n=21)

p

Mean ± SD

Mean ± SD

Persentase hari sakit ISPA

10,0 ± 6,8

10,4 ± 6,4

0,837

i

Keterangan: i = independent t-test

Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

kejadian ISPA antara kedua kelompok sehingga

variabel

ISPA

bukan

merupakan

variabel

pengganggu dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

Rerata TB kelompok perlakuan mengalami

peningkatan lebih besar dibandingkan kelompok

kontrol dari 76,2 cm menjadi 78,6 dalam 1 bulan

dan 79,3 dalam 2 bulan perlakuan, sedangkan

kelompok kontrol mengalami peningkatan dari

76,5 cm menjadi 77,9 cm dalam 1 bulan dan 78,4

dalam 2 bulan. Hal ini sejalan dengan peningkatan

rerata skor z indeks TB/U pada kelompok

perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Rerata

skor z indeks TB/U meningkat dari -3,1 ± 0,7

menjadi -2,5 ± 0,6 (p=0,03) untuk kelompok

perlakuan sedangkan -3,0 ± 0,8 menjadi -2,9 ± 0,9

untuk kelompok kontrol selama 2 bulan perlakuan.

Skor z indeks BB/U meningkat dari -1,9 ± 0,9

menjadi -1,8 ± 0,8 pada kelompok perlakuan

namun skor z indeks BB/U dan BB/TB tidak

mengalami

peningkatan

yang

signifikan.

Perubahan skor z indeks BB/TB yang tidak

signifikan dapat disebabkan karena peningkatan

BB dan TB namun tidak sesuai dengan umur.

Berdasarkan WHO Anthro (2005) anak usia 12-36

bulan memiliki berat badan rata-rata 12 kg dan

tinggi rata-rata 85-90 cm. Rerata berat badan dan

(6)

tinggi badan subjek dalam penelitian ini masih

dibawah standar WHO.

Suplementasi

micronutrient

sprinkle

mempunyai efek langsung terhadap peningkatan

skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan. Hal

ini dibuktikan dengan data skor z indeks TB/U

selama 2 bulan intervensi dengan tingkat

kecukupan energi dan protein tidak ada korelasi

yang signifikan (p>0,05). Hal ini juga sesuai

dengan penelitian Chhagan et all (2010) yang

meneliti bahwa suplementasi dengan berbagai

mikronutrien pada anak usia 6-24 bulan selama 6

bulan dengan kategori stunting mengalami

peningkatan skor z indeks TB/U sebanyak 0,7 pada

anak yang berusia lebih dari 18 bulan namun untuk

perubahan skor z indeks BB/U tidak mengalami

perubahan yang signifikan.

14

Hasil

penelitian

ini

menunjukkan

peningkatan rerata berat badan walaupun tidak

terdapat perbedaan yang signifikan dari 9,3 kg

menjadi 9,8 kg dengan dosis 2 hari sekali selama 2

bulan (60 hari) intervensi pada kelompok

perlakuan, lebih tinggi daripada kelompok kontrol

dari 9,3 kg menjadi 9,4 kg. Peningkatan berat

badan ini dapat disebabkan karena terjadinya

peningkatan nafsu makan sebagai efek dari

pemberian micronutrient sprinkle. Salah satu zat

gizi mikro yang terkandung dalam micronutrient

sprinkle yaitu seng. Asupan seng yang diberikan

melalui

taburia

pada

kelompok

perlakuan

meningkat sehingga terjadi penurunan absorbsi dan

peningkatan ekskresi melalui usus, membuat anak

menjadi lebih cepat lapar sehingga asupan makan

anak juga dapat meningkat.

25

Berat badan

merupakan

indikator

energi

yang

adekuat/inadekuat. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian bahwa terdapat peningkatan yang

signifikan terhadap tingkat kecukupan energi pada

kelompok perlakuan dari 96,1% menjadi 114,5%

dalam 2 bulan perlakuan.

Komposisi taburia sudah disesuaikan

dengan

rekomendasi

perhari

dari

WHO.

Micronutrient sprinkle mengandung mikronutrien

yang terdiri dari 16 vitamin dan mineral yang

mendukung proses pertumbuhan balita. Dalam

berbagai penelitian, kejadian defisiensi zat gizi

yang terjadi pada balita di negara berkembang

dengan satu jenis suplementasi mikronutrien

mempunyai efek terbatas terhadap pertumbuhan.

Padahal di berbagai penelitian defisiensi zinc,

vitamin A, besi dan mikronutrien lain sering

ditemukan

bersamaan.

Penelitian

terbaru

menemukan bahwa mineral berperan terhadap

hampir semua enzim dan sisi aktif enzim sebagai

kofaktor sedangkan vitamin sebagai koenzim.

Micronutrient sprinkle mengandung berbagai

macam vitamin dan mineral yang mempengaruhi

metabolisme

antara

lain

vitamin

A

yang

berpengaruh

terhadap

sintesis

protein

dan

pertumbuhan sel sedangkan vitamin B1, B2, B3,

B6, B12 dimanfaatkan dalam metabolisme lemak,

protein dan karbohidrat.

10,16

Seng

mempunyai

pengaruh

yang

signifikan terhadap pertumbuhan anak apabila

indikator status antropometrinya di bawah

rata-rata.

11

Seng mempengaruhi hormon pertumbuhan

dan sistem insulin-like growth factor yang

berpengaruh terhadap metabolisme tulang.

17

Besi

sangat esensial untuk mengikat dan transpor

oksigen,

sangat

baik

untuk

regulasi

dan

diferensiasi sel pertumbuhan. Intake yodium yang

adekuat mempengaruhi perkembangan intelektual

serta pertumbuhan fisik.

20

Vitamin D berperan

dalam tumbuh kembang tulang. Status vitamin D

yang adekuat diperlukan untuk absorbsi kalsium

dan mengatur kadar kalsium dan fosfat yang

dibutuhkan dalam darah untuk mineralisasi

tulang.

23

Vitamin K meningkatkan fungsi dari

vitamin D yang penting untuk kesehatan tulang.

24

Berdasarkan observasi, sebelum intervensi

terdapat

subjek

yang

semula

hanya

mau

mengonsumsi ASI, namun setelah 2 bulan

perlakuan subjek mulai mengonsumsi nasi.

Berdasarkan wawancara dengan orang tua subjek

pada kelompok perlakuan, sejak mengikuti

intervensi micronutrient sprinkle, subjek menjadi

lebih cepat lapar sehingga mempengaruhi nafsu

makan yang semakin meningkat pula serta subjek

menjadi anak yang lebih aktif. Berdasarkan hasil

recall, asupan energi dan protein pada kelompok

perlakuan dan kontrol sebagian besar berasal dari

jajanan

sehingga

sumber

makanan

yang

mengandung mikronutrien sangat kurang. Hal ini

dibuktikan dengan rerata asupan besi pada

kelompok perlakuan 3,6 mg dan kelompok kontrol

3,1 mg serta asupan seng kelompok perlakuan 2,5

mg dan kelompok kontrol 2,4 mg. Rerata asupan

besi dan seng pada kedua kelompok masih

dibawah standar AKG yaitu 8 mg besi dan 8,2 mg

seng. Meskipun asupan makanannya adekuat

namun bioavailabilitas zat gizi seperti besi,

kalsium, seng, vitamin A, dll kurang. Suplementasi

dengan micronutrient sprinkle sangat tepat karena

dapat memberikan dampak terhadap status

antropometri terutama skor z indeks TB/U dan

peningkatan nafsu makan.

Hal

ini

sesuai

dengan

penelitian

Kounnavong S, et all (2011) yang meneliti bahwa

(7)

suplementasi mikronutrien pada anak usia 6-53

bulan selama 24 minggu dengan dosis 2 kali

seminggu atau 1 kali perhari mempunyai efek yang

positif terhadap pertambahan tinggi badan. Tidak

maksimalnya

efek

suplementasi

dikarenakan

kualitas asupan makanannya kurang dibanding

dengan kuantitasnya.

22

Faktor makanan yang

kurang memenuhi kebutuhan zat gizi, mungkin

anak cukup kenyang, tetapi makanannya tidak

cukup kandungan gizinya sehingga anak tersebut

mengalami

gangguan

pertumbuhan

dan

kekurangan zat gizi tertentu.

Edukasi gizi selama 2 bulan yang diadakan

dalam penelitian ini bertujuan untuk menyamakan

persepsi orang tua subjek terhadap gizi seimbang.

Hal ini memberikan dampak, dibuktikan dengan

meningkatnya tingkat kecukupan energi dan

protein selama 2 bulan penelitian pada kelompok

perlakuan dan kontrol, walaupun pada kelompok

kontrol tidak terjadi peningkatan yang signifikan.

Efektivitas intervensi micronutrient sprinkle dalam

memperbaiki status gizi dapat dirasakan setelah

satu bulan intervensi. Hal ini dapat ditunjukkan

dengan adanya perubahan rerata BB, TB dan skor

z indeks TB/U mengalami perubahan yang

signifikan setelah 1 bulan intervensi (Tabel 3).

SIMPULAN

Suplementasi

micronutrient

sprinkle

selama 2 bulan meningkatkan skor z indeks TB/U

pada anak stunting usia 12-36 bulan tetapi tidak

meningkatkan skor z indeks BB/U dan BB/TB

pada anak stunting usia 12-36 bulan.

SARAN

Anjuran pemberian makanan dengan gizi

seimbang disertai dengan pemberian micronutrient

sprinkle dapat dilakukan pada anak stunting untuk

membantu peningkatan pertumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sedgh G, M. Guillermo H, Penelope N, Alawia el

A, Wafaie WF. Dietary vitamin A intake and nondietary factors are associated with reversal of stunting in children. American Society for Nutritional Science . 2000 Jun 14.

2. Lapriore C, Tamina G, Andre B, Fransesco B. Spread fortified with vitamins and minerals induces catch-up growth and eradicates severe anemia in stunted refugee children aged 3-6 y. Am

J Clin Nutr. 2004;80:973-81.

3. RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2010.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Republik Indonesia; 2010.

4. Taguri AE, Ibrahim B, Salah MM, Abdel MA,

Oliver G, Pilar G, Serge H. Risk factors for stunting among under-fives in Libya. Public

Healtth Nutrition. 2008 Sept 15: 12(8). 1411-1149.

5. Mandal G C, Kaushik B, Samiran B, Sanjib G.

Undernutrition among Integrated Child

Development Services (ICDS) Scheme Children aged 2-6 years of Arambag, Hooghly District, WestBengal, India: A serious public health problem. IJPH. 2008.

6. Astari LD, Amini N, Cesilia MD. Hubungan

konsumsi ASI dan MP-ASI serta kejadian stunting anak usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. Media Gizi dan Keluarga. 2006 Jul.

7. Helmi AF, A. Razak T, Ridwan M. Thaha.

Kepatuhan ibu dalam pemberian TABURIA pada anak umur 6-24 Bulan di Kabupaten Pangkep Tahun 2011.

8. Zlotkin SH, Claudia S, Anna C, et al.

Micronutrient sprinkles to control childhood anemia. PloS Medicine. 2005 Jan. Available from http:// www.plosmedicine.org

9. Golden M H. Proposed recommended nutrient

densities for moderately malnourished children.

Food and Nutrition Bulletin, vol 30, no 3. 2009.

10. Rauf S, Faramitha. Pengaruh pemberian taburia terhadap perubahan status gizi anak gizi kurang umur 12-24 bulan di Kecamatan Pangkep tahun 2010. Makassar: Gizi Poltekkes Kemenkes. Vol XIII, Edisi 1, 2012.

11. Bui DT, Werner S, Drupadi D, Rainer G, Nelly DL, Ha HK. Effect of daily and weekly micronutrient supplementation on micronutrient deficiencies and growth in young Vietnamese children. Am J Clin Nutr. 1999; 69:80-6

12. Malina R. Normal weight gain in growing

children. Healthy Weight Journal. 1999 June. Vol 13.

13. WHO: Global Database on Child Growth and

Malnutrition.

14. Chhagan MK, Jan VB, Kany AL, Nontobeko M, Andrew T, Michael LB. Effect on longitudinal growth and anemia of zinc or multiple micronutrients added to vitamin A: a randomized controlled trial in children aged 6-24 months. BMC

Public Health. 2010,10:145.

15. Lipoeto NI, Novi M, Andani EP. Malnutrisi dan asupan kalori pada pasien rawat inap di rumah sakit. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2006. Vol 56 no 11.

16. Shenkin A, The key role of micronutrients.

Elsevier Clinical Nutrition Journal. 2006.

17. Eckhardt CL. Miicronutrient malnutrition, obesity and chronic disease in countries undergoing the

nutrition transition: potential links and

program/policy implications. International Food

Policy Research Institute. 2006 Nov.

18. Erna KW. Hubungan episode infeksi saluran

(8)

umur 3 sampai 6 bulan. Semarang: Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro. 2005 Des.

19. Bhandari N, Rajiv B, Sunita T. Effect of

micronutrient supplementation on linear growth of children. British Journal of Nutrition. 2001; p. 131-137

20. Caulfield LE, Stephanie AR, Juan AR, Philip M, Robert B. Stunting, wasting and micronutrient disorders. ch. 28.

21. Measuring change in nutritional status: Guidelines

for assessing the nutritional impact of

supplementary feeding programmes for vulnerable groups. Geneva: WHO. 1983.

22. Kounnavong S, et all. Effect of daily versus

weekly home fortification with multiple

micronutrient powder on haemoglobin

concentration of young children in a rural area, Lao People’s Democratic Republic: a randomised trial. Nutrition Journal. 2011,10:129.

23. European food safety authority. Vitamin D and bone growth. The EFSA Journal. 2008;827, 1-10. 24. Bonjour JP, Leon G, Cristina P, Martin JS, Connie

MW. Mineral and vitamins in bone helath: the potential value of dietary enhancement. British

Journal of Nutrition. 2009, 101, 1581-1596.

25. Sjarif DR, Endang DL, Maria M, Sri SN. Nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Jakarta: IDAI. 2011.

26. Castillo L. Macronutrient requirement for growth: protein and amino acids. London: Nutrition in

Gambar

Tabel 3. Perbedaan Skor Z Sebelum dan Setelah Intervensi Antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol  Variabel  Perlakuan (n=20)  Kontrol (n=21)

Referensi

Dokumen terkait

pengaruh pemberian daun gedi terhadap gambaran histopatologi jaringan hati mencit dan tidak terdapat perbedaan nilai AST/ALT secara signifikan terhadap kelompok

Aspek kompetensi lain inilah yang mencabar para mahasiswa untuk lebih proaktif dalam pelbagai program dan aktiviti tambahan di luar dewan kuliah yang bernilai tambah

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan media software interaktif pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan guna perolehan belajar penguasaan

menyelesaikan tugas tepat waktu dengan kwalitas baik Nilai 90 Jika 4 soal dijawab siswa dengan benar Nilai 90 Jika siswa menemukan 4 informasi dari bacaan Nilai

Guru membagikan tugas kepada setiap kelompok untuk mencari informasi berdasarkan gambar dan teks yang telah dibagikan.. Setiap kelompok memiliki topik yang berbeda

IHSG diperkirakan bergerak mixed dengan peluang menguat pada perdagangan hari ini, Rabu (19/05), ditengah bauran dari katalis baik dari faktor eksternal maupun internal bagi

Hal ini menunjukkan adanya nilai feminisme profetik berkaitan dengan nilai liberasi yang menyatakan bahwa sebagai perempuan harus berusaha keluar dari penindasan dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut ini analisis faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) Kain Tenun Ikat