• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebebasan jurnalis merupakan hal yang sangat mendasar karena tugas jurnalis menjadi pemantau kebijakan dalam masyarakat. Jurnalis menjadi salah satu tonggak demokrasi. Di sisi lain jurnalis juga harus bisa mempertanggungjawabkan pemberitaannya. Untuk itu, perlu adanya penegakkan profesionalisme.

Agar jurnalis dapat bekerja secara professional diperlukan kaidah berupa etika yang merupakan kesepakatan yang diakui oleh jurnalis. Etika merupakan simbol dari interaksi anggota-anggota organisasi untuk mengatur dirinya dalam wadah tersebut. Etika mempersoalkan perilaku baik dan buruk. Bertens (2001:6) mengemukakan dua arti etika. Pertama, etika bisa berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok untuk mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika berarti sekumpulan asas atau nilai moral atau yang disebut kode etik. Kode etik merupakan ilmu yang baik dan buruk.

Menjadi seorang jurnalis dituntut mencari dan menyajikan berita yang sesuai fakta untuk di berikan kepada masyarakat. Berita yang diberikan tentu saja harus ada sisi kebenarannya. Seorang jurnalis mempunyai kewajiban yaitu membuat dan memberikan berita sesuai dengan fakta, seorang jurnalis tidak boleh memihak kepada pihak manapun. Jurnalis harus menjunjung tinggi dengan kebenaran atau fakta yang ada didalam beritanya. Dimana kebenaran yang dijunjung tinggi oleh seorang jurnalis adalah kebenaran mutlak, yaitu kebenaran yang sebenarnya terjadi memiliki fakta dan bukti yang sesungguhnya. Bukan membuat berita yang menguntungkan suatu pihak.

(2)

2

Profesi jurnalis adalah suatu pekerjaan yang cukup melelahkan, dimana jurnalis harus mencari berita setiap harinya untuk diberikan kepada masyarakat. ketika seorang jurnalis menemukan kejadian yang bisa menjadi berita, jurnalis tidak boleh menelan mentah-mentah dengan apa yang didapat. Seorang jurnalis harus mengecek validitas berita tersebut, jurnalis harus memverifikasi semua berita yang didapat. Mengecek ulang fakta dari berita tersebut. Apakah berita ini sesuai fakta yang ada atau tidak, karena jurnalistik harus memberikan berita fakta kepada masyarakat, tidak memanipulasi berita.

Pada setiap kegiatannya, jurnalis tentu saja dituntut untuk mencari fakta di lapangan sebagai upaya menyatakan kebenaran kepada publik. Untuk mencari kebenaran dalam berita tentu saja harus memerlukan metode khusus, yang dikenal dengan jurnalistik investigasi. Hanya saja tidak semua objek berita memerlukan metode investigasi, tetapi banyaknya kasus korupsi, pelanggaran hukum atau peristiwa yang merugikan banyak orang memerlukan metode investigasi. seperti kasus Watergate, skandal politik di Amerika Serikat yang mengakibatkan pengunduran diri presiden Richard Nixon pada saat itu. Kasus tersebut diinvestigasi oleh dua wartawan dari Washington Post , Bob Woodward dan Carl Bernstein.

Investigasi adalah hal yang sangat penting dalam bidang jurnalistik. Jika dilihat jurnalistik investigasi ini berbeda dengan jurnalistik biasa, jurnalistik investigasi mencoba mengungkap fakta baru dibalik suatu peristiwa, sedangkan jurnalistik biasa hanya memberikan fakta yang memang sudah ada. (Septiawan Santana, 2003:235)

Investigasi merupakan suatu teknik memeroleh sebanyak mungkin informasi mengenai sesuatu melalui penyeledikan atau pemeriksaan yang mendalam. Terkadang berkesan melakukan pengutusan suatu perkara lama untuk mencari kebenaran atau menemukan fakta-fakta baru atas peristiwa yang sudah lama terjadinya. Seperti halnya penelitian dan observasi, investigasi juga terdiri atas

(3)

3 investigasi langsung ke lapangan dan kepustakaan. Investigasi juga memanfaatkan metode-metode penelitian, observasi, hasil survey, dan lain lain. Untuk menguji suatu kebenaran atas fakta atau data yang diperoleh. Sementara itu, observasi merupakan kegiatan mengamati, meninjau secara cermat, dan mengamati dengan teliti. Investigasi dan observasi biasanya hanya dilakukan dalam waktu yang lebih pendek dari penelitian. Teknik investigasi merupakan salah satu teknik dalam dunia jurnalistik untuk mencari berita. (Septiawan Santana, 2003:240)

Teknik investigasi sempat tenggelam dan tak menunjukkan geliatnya ketika penguasa Orde Baru berperan sebagai watchdog (anjing penjaga). Penutupan dan pembatasan akses-akses informasi publik menyebabkan laporan investigasi yang membongkar kebobrokan dan ketidakberesan terhadap kepentingan publik kian meredup. Jurnalis investigasi memiliki identitas khusus yaitu tersembunyi. Dirinya tidak pernah terpublikasi dan didominasi oleh sifat ingin tahu yang besar terutama pada kasus yang sengaja disembunyikan dari publik.

Menurut Kusumaningrat menjadi jurnalis investigasi diperlukan rangsangan keingintahuan yang besar tentang bagaimana dunia ini bekerja dan dibarengi dengan skeptisme. Para jurnalis investigasi tidak bekerja berdasarkan agenda peliputan regular, seperti jurnalis regular. Mereka bekerja berdasarkan rasa ketertarikan untuk meliput subjek tersebut demi menjawab rasa ingin tahu yang besar. Jurnalistik investigasi adalah pekerjaan yang berbahaya atau dangerous projects. Para jurnalis berhadapan dengan kesegajaan pihak-pihak yang tidak mau urusannya diselidiki, di nilai, dan dilaporkan kepada masyarakat. Oleh karena itu kewaspadaan dalam karier jurnalis menjadi hal yang penting. (Septiawan Santana, 2003:257).

Pada dasarnya setiap jurnalis yang memiliki komitmen untuk menjalankan pekerjaan sebagai jurnalis dengan baik akan otomatis melakukan investigasi. Ini karena tugas jurnalis pada dasarnya untuk mengungkap dan menyatakan kebenaran kepada masyarakat, hingga pada gilirannya akan diperoleh keadilan. Menurut

(4)

4

William Gaines, pemenang penghargaan Pulitzer kategori Reporting Investigative dalam bukunya “Laporan Investigasi untuk Media Cetak dan Siaran” bahwa jurnalis yang memiliki dedikasi akan melakukan pekerjaannya karena dia percaya pentingnya pekerjaan tersebut.

Metode investigasi ini tidak bisa hanya dinilai sekedar metode, dibalik kegiatan jurnalistik itu berdiri bangunan etika yang patut dijadikan pegangan para jurnalistik biasa maupun investigasi. Dalam menjalankan profesinya para jurnalis sebenarnya telah dihadapkan pilihan etika, terutama pada saat menghadapi kasus yang merugikan kepentingan publik, yakni apakah akan memberitakan atau tidak. Oleh karena itu dalam setiap aktivitasnya, baik jurnalis pada umumnya maupun jurnalis investigasi, wajib menjunjung tinggi profesinya dengan mengikuti kaidah norma dan etika profesi yang mengaturnya. Etika menjadi pegangan pokok oleh jurnalis, maka dari itu etika membantu dalam mencari nilai dan orientasi menyangkut tujuan dan pilihan tindakan agar dapat mengerti setiap keputusan tindakan yang diambil dan mampu bertanggungjawab terhadap keputusan itu.

Penegakan profesionalisme jurnalis didukung oleh kualitas jurnalis dan tegaknya etika jurnalistik. Organisasi profesi jurnalis mengeluarkan standar etika jurnalistik yang merupakan wadah bagi jurnalis dari berbagai media. Salah satu organisasi wartawan Amerika seperti Society of Professional Journalists telah menulis kode etik untuk anggota mereka. Organisasi Society of Professional Journalist adalah sebuah organisasi jurnalis yang berbasis luas di Amerika Serikat. Organisasi ini bertujuan untuk mendorong jurnalis untuk berlatih bebas dan merangsang standar perilaku etika. Society of Professional Journalist sendiri didirikan pada tahun 1909 di DePauw University di Greencastle dan tahun 1988, organisasi resmi berubah nama menjadi Society of Professional Journalists. Menurut Fred Brown sebagai ketua Komite Etik SPJ dan presiden nasional hingga 2013 ini, anggota dari SPJ hingga Oktober 2013 sekitar 9.000 wartawan, dan juga secara

(5)

5 sukarela dianut oleh ribuan penulis, editor dan profesional berita lainnya. Kode etik ini merupakan kode etik yang paling umum dan paling banyak diikuti oleh media-media besar di Amerika Serikat (www.spj.org/aboutspj.asp)

Maka dari itu, kode etik sangatlah penting bagi jurnalis karena membantu dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis. Dari menjadi pedoman untuk mencari berita yang baik, dan menjadi patokan untuk bekerja sesuai dengan norma yang berlaku. Sama halnya dengan membuat sebuah film yang memerlukan sebuah aturan-aturan agar sebuah film itu bisa di buat. Sutradara membuat film sama halnya dengan jurnalis membuat berita, ia harus mengetahui apakah film yang dibuatnya mempunyai nilai atau tidak.

Film itu sendiri merupakan karya cipta seni budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Kehadiran film sebagian merupakan respons terhadap “penemuan” waktu luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga.(Ardianto, 2004: 35).

Di Amerika sendiri lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. Lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya di Amerika (Agee, et.al.,2001: 364). Film Amerika diproduksi di Hollywood. Film yang dibuat di Hollywood ini membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia. Hollywood sudah banyak membuat film, terutama film yang diambil dari kisah nyata

(6)

6

yang bertemakan jurnalistik. Antara lain Shattered Glass pada tahun 2003, Veronica Guerin pada tahun 2003, The Hunting Party pada tahun 2007 dan masih banyak lagi.

Dari berbagai macam film yang diangkat dari kisah nyata mengenai jurnalisme penulis lebih memilih film yang disutradarai oleh Michael Cuesta, yaitu Kill The Messenger. Karena di film ini peneliti melihat bahwa pentingnya investigasi yang dilakukan oleh jurnalis, kegigihan seorang jurnalis dalam melakukan investigasi, banyaknya tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu tidak membuat seorang jurnalis itu menyerah. Film yang diadaptasi dari kisah nyata yang dituliskan dalam buku oleh Nick Shou dengan judul yang sama Kill The Messenger dan buku The Dark Alliance yang ditulis oleh Gary Webb. film yang dirilis pada Oktober 2014 berlatar belakang seorang jurnalis surat kabar di Amerika, San Jose Mercury News, Gary Webb menemukan kejanggalan dan adanya konspirasi pada saat itu dan ingin mengungkapkan kebenarannya pada tahun 1980-an di Amerika. Gary menemukan fakta bahwa salah satu badan inteligen di Amerika serikat yaitu CIA (Central Intelligence Agency) ikut terlibat dalam penjualan cocain di California yang dimana hasil penjualannya itu digunakan untuk mendanai para tentara pemberontak di Nicaragua.

Film Kill The Messenger ini adalah sebuah film mengenai investigasi, menurut Dandhy dalam bukunya “jurnalisme investigasi” terdapat beberapa elemen jurnalisme investigasi seperti mengungkapkan kejahatan terhadap kepentingan publik, atau tindakan yang merugikan orang lain. Film Kill The Messenger di sebut film investigasi karena didalam film ini terdapat unsur kejahatan dan kemudian seorang jurnalis mengungkapkan kejahatan terhadap kepentingan publik. Kejahatan yang di buat oleh badan inteligen Amerika yaitu CIA ( Central Intelligence Agency ).

Fakta-fakta yang didapatkan Gary tentu saja tidak sembarang didapat, Gary mendapat informasi dari bandar-bandar narkoba di Amerika, dan sampai harus pergi langsung ke penjara di Nicaragua dimana tempatnya bos bandar-bandar narkoba.

(7)

7 Untuk itu peneliti memilih film ini karena ingin melihat etika seorang jurnalis yang melakukan investigasi seperti apa, kode etik yang melandasi seorang jurnalis Gary Webb dalam melakukan investigasi. Dalam penelitian ini juga peneliti memilih menggunakan kode etik Society of Professional Journalist karena kode etik ini adalah kode etik yang paling umum dan paling banyak diikuti oleh jurnalis-jurnalis di Amerika, walaupun Gary Webb bukanlah anggota dari SPJ ini tetapi tetap Gary Webb adalah wartawan Amerika.

Selain itu, untuk membantu peneliti mengetahui tanda-tanda etika dalam film tersebut peneliti menganalisis dengan metode analisis semiotika. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk non-verbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk pada semiotika (Sobur, 2009:15-16).

Dari sekian model semiotika yang ada, peneliti memilih menggunakan teori semiotika Roland Barthes untuk menganalisis makna yang terkandung didalam film Kill The Messenger. Teori semiotika Roland Barthes mengembangkan dua sistem penandaan bertingkat, yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem pertandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas penanda atau konsep abstrak di baliknya. Pada sistem konotasi atau sistem penandaan tingkat kedua, rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi. Disamping itu pada teori semiotika Roland

(8)

8

Barthes terdapat peta tanda yang dapat membantu peneliti dalam memaknai sebuah tanda baik denotatif maupun konotatif yang terdapat pada film Kill The Messenger yang kemudian tanda-tanda denotatif maupun konotatif menjadi sebuah mitos yang terdapat pada film tersebut.

Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk menganalisis film Kill The Messenger untuk memaparkan etika-etika jurnalis dalam film Kill The Messenger yang berkaitan dengan penerapan etika jurnalis investigasi dalam kode etika Society of Professional Journalist. dan juga akan melihat denotasi, konotasi, mitos dan ideologi yang terdapat dalam film Kill The Messenger. Dimana mitos dan ideologi dalam sebuah film dapat ditemukan dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang ada dalam film tersebut.

Maka dari itu peneliti memilih judul “Representasi Jurnalistik Investigasi dalam Film (Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film Kill The Messenger dengan Penerapan Kode Etik Society of Professional Journalist).

1.2 Fokus Penelitian

Agar penelitian ini lebih terfokuskan, peneliti membatasi pengambilan adegan-adegan atau scene per scene/ sequence dalam film Kill The Messenger yang dianggap memiliki makna kode etika Society of Professional Journalists.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana denotasi etika jurnalis investigasi dalam film Kill The

Messenger?

2. Bagaimana konotasi etika jurnalis investigasi dalam film Kill The Messenger?

3. Bagaimana gambaran mitos dan ideologi jurnalis investigasi dalam film Kill The Messenger?

(9)

9 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dapat peneliti sebutkan antara lain:

1. Untuk mengetahui denotasi etika jurnalis investigasi dalam film Kill The Messenger.

2. Untuk mengetahui konotasi etika jurnalis investigasi dalam film Kill The Messenger.

3. Untuk mengetahui gambaran mitos dan ideologi jurnalis investigasi dalam film Kill The Messenger.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini dilakukan dengan harapan membangun pengetahuan baru dalam penelitian di bidang ilmu komunikasi terutama kajian semiotik dalam film yang menggunakan analisis Roland Barthes.

1.4.2 Manfaat Praktis

Di harapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat, dan mengetahui pentingnya etika di bidang jurnalistik. Dimana etika adalah sebagai pedoman. Tak itu juga, semoga penelitian ini mampu memberikan deskripsi dalam membaca makna yang terkandung dalam sebuah film.

1.5 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian berguna agar penelitian lebih terfokus dan berjalan sistematis. Shingga peneliti dapat menentukan langkah yang tepat untuk melakukan penelitian. Tahapan penelitian dapat peneliti gambarkan melalui gambar berikut:

(10)

10

Gambar 1.1 Tahapan Penelitian

Sumber : olahan peneliti Pencarian Ide

Pengumpulan Data

Data Sekunder : Literatur Pustaka

Menonton film Kill The Messenger

Hasil Akhir Penelitian Uji Keabsahan Data

Analisis film Pencarian Teori yang

relevan Data premier : Film

(11)

11 1.6 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 2015 sampai bulan Mei 2015. Peneliti sengaja menggunakan analisis semiotika, sebab film merupakan objek yang penuh dengan tanda dan symbol, sehingga penggunaan analisis semiotika ini menjadi lebih tepat digunakan dalam penelitian.

Gambar

Gambar  1.1  Tahapan  Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

bantuan sosial bahwa responden tidak tertarik mengolah limbah karena dianggap tidak menambah pendapatan responden serta tidak terciptanya lapangan pekerjaan baru

Menurut Kirana (1995:25), sektor informal ditandai oleh beberapa karakteristik dimensi – dimensi kemiskinan tersebut saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak

Data (4) diatas merupakan penjelasan sapaan saat telfon satta slamet memliki id e mengajak teman untuk membuat video, berbicara akan membuat video b ersama k awan kawannya dan

Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik meliputi strategi dan model yang digunakan peserta didik untuk melakukan

2) Ditemukannya ayal-ayat yang erti atau terjemahannya dapat diketahui secara umum sesuai dengan gaya dan cara penyusunan ayatnya, tetapi tidak dapat didalami

Observasi tindakan dilakukan selama kegiatan finger painting mengenal warna sekunder berlangsung. Guru melakukan pengamatan dengan mencatat perkembangan yang dialami anak

KIMIA BILL PROF... OTOMOTIF

Pada kelompok hipotesis 3 yang menguji masing-masing dimensi ekuitas merek dalam memediasi hubungan antara citra negara asal dan ekuitas merek menghasilkan simpulan