• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PRAKTIKUM KONSELING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL PRAKTIKUM KONSELING"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PRAKTIKUM

KONSELING

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KALIMANTAN TIMUR

(2)

ii

VISI, MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN

MASYARAKAT

A. VISI

“Pada Tahun 2037, menjadi Program Studi Kesehatan Masyarakat yang islami berbasis teknologi informasi yang unggul di bidang pemberdayaan masyarakat dan berkonstribusi terhadap penyelesaian masalah sosial dan lingkungan”

B. MISI

1. Menyelenggarakan pendidikan kesehatan masyarakat yang islami berbasis teknologi informasi yang peka terhadap kesehatan di masyarakat.

2. Mengembangkan riset dibidang kesehatan masyarakat untuk berkonstribusi dalam penyelesaian masalah sosial dan lingkungan. 3. Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan masyarakat

dalam bentuk pengabdian dan pemberdayaan masyarakat untuk menjadi solusi masalah sosial khususnya pengangguran, kemiskinan dan lingkungan.

4. Mengembangkan kerjasama dibidang kesehatan masyarakat dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan baik di dalam ataupun luar negeri.

C. TUJUAN

1. Menghasilkan lulusan tenaga kesehatan masyarakat yang berkarakter, berwawasan dan berkemajuan yang berpijak pada nilai – nilai keislaman dan mampu memanfaatkan teknologi informasi yang berkontribusi terhadap pembangunan dan menjadi solusi masalah sosial dan lingkungan.

2. Menghasilkan produk penelitian IPTEKS kesehatan masyarakat yang berbasis teknologi informasi dan ramah lingkungan.

(3)

iii

3. Melaksanakan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat untuk menjadi solusi masalah sosial khususnya pengangguran, kemiskinan dan lingkungan.

4. Menghasilkan kerjasama dalam bidang Catur Dharma Perguruan Tinggi yang produktif dan saling menguntungkan baik dalam dan luar negeri

D. SASARAN

1. Peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan

2. Pengembangan SDM dosen dan tenaga kependidikan 3. Pengembangan wahana pendidikan

4. Pengembangan program studi baru

5. Peningkatan penelitian dan publikasi ilmiah

6. Optimalisasi pengabdian masyarakat yang diprioritaskan pada upaya mengatasi masalah sosial, pengangguran dan lingkungan

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Modul Praktikum Konseling.

Kami berharap dengan adanya modul praktikum ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca khusunya mahasiswa kesehtaan masyarakat. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan modul berikutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Samarinda, Agustus 2019

(5)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

VISI, MISI DAN TUJUAN... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Fase-Fase Konseling ... 3

B. Keterampilan Konseling... 4

C. Pendekatan dan Teknik Konseling ... 14

BAB III PENUTUP ... 24

A. Kesimpulan ... 24

B. Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konseling dalam hal ini merupakan salah satu cara yang baik dalam memantu individu dalam memecahkan dan mencari solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi saat ini dengan memfungsikan dirinya sendiri. Dalam hal ini upaya yang dapat dilakukan dalam konseling untuk membantu individu yang memiliki masalah, serta hambatan-hambatan yang dialami oleh individu serta mampu memandirikan individu agar mampu menjawab pertanyan-pertanyaan yang terjadi pada individu itu sendiri dan agar menciptakan mental yang baik. Sehingga konselor dituntut agar mampu tampil maksimal dalam membantu klien yang menghadapi masalah, baik itu dari segi teknik konseling dan penguasaan berbagai macam keterampilan-keterampilan dalam konseling. Dengan karekter individu yang sangat bermacam ragam, maka konselor dalam membantu lien dapat melakukan membantu penyelesaian masalah yang dihadapi degan berbagai pendekatan-pendekatan yang ada dalam konseling.

Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Pendapat lain mengatakan bahwa konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif prilakunya.

(7)

2

Keterampilan dasar konseling merupakan sebuah keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor dalam melakukan proses konseling. Dalam proses konseling terdapat komunikasi antara konselor dank lien. Agar proses konseling berjalan secara aktif dan efisien maka konselor harus mampu merespon klien dengan keterampilan yang benar, sesuai dengan keadaan klien saat itu. Respon yang benar adalah respon yang mampu mendorong, merangsang dan menyentuh klien sehingga klien dapat terbuka untuk menyatakan dengan bebas perasaan, pikiran dan pengalamannya. Apabila konselor tidak dapat memberikan respon yang tepat, maka proses konseling dapat terhambat.

Dalam proses perjalanan hidup manusia mereka banyak mengalami peristiwa dan situasi yang menimbulkan masalah yang mungkin tidak dapat diatasi. Alternatif yang pada umumnya digunakan untuk menyelesaikan masaalah tersebut adalah dengan membicarakannya dengan keluarga, guru, teman dan ahli agama. Namun tidak semua orang yang yang dijadikan tempat untuk dimintai bantuan tersebut bisa mengatasi masalah tersebut.

Berdasarkan kondisi tersebut konseling merupakan pilihan yang efektif untuk mengatasi masalah individu tersebut. Pada proses konseling, konselor mendengarkan konseli serta bekerja sama dengan konseli untuk menemukan alternatif yang terbaik untuk memahami dan menyelesaikan masalah yang dihadapi konseli. Pada proses tersebutlah konselor harus bisa menggunakan pendekatan, metode dan teknik yang tepat terhadap konseli, sehingga bisa tahu akar permasalahan dan dapat menyelesaikan permasalahan si konseli tersebut dengan cepat dan tepat dan tanpa menemui hambatan yang begitu berarti.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui fase-fase konseling.

2. Untuk mengetahui keterampilan dalam konseling. 3. Untuk mengetahui pendekatan dan teknik konseling.

(8)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fase-Fase Konseling

1. Pengertian Tahapan dan Fase-Fase Konseling

Proses adalah peristiwa yang sedang berlangsung. Sedangkan tahapanadalah langkah-langkah yang berkesinambungan dalam suatu peristiwa/kejadian. Tahapan proses konseling adalah urutan atau fase yangdigunakan dalam proses konseling yang bukan Client-Centered atau konseling yang difokuskan kepada klien saja, tahapan atau proses konseling ini digunakan oleh konseli atau biasa kita sebut klien dan juga konselor sehingga keduanya sama-sama aktif dalam kegiatan konseling. Tidak hanya konselor ataupun sebaliknya.

Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut Brammer (1979) dalam bukunya “konseling individual oleh Sofyan S. Willis, proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (konselor dan klien).

2. Fase-Fase Konseling

Adapun fase-fase dalam melakukan konseling sebagai berikut : a) Pembukaan

Pembukaan merupakan proses konseling yang diawali dengan membangun hubungan antar pribadi, yang memungkinkan pembicaraa terbuka dan terarah dalam wawancara konseling. Konselor akan menyambut kedatangan konseli dengan sikap ramah, seperti berjabat tangan, mempersilahkan duduk. Lalu, konselor akan berusaha membuat konseli dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di ruangan konseling.

(9)

4

b) Penjelasan Masalah

Penjelasan masalah merupakan proses konseling dimana konseli mengemukakan hal-hal yang ingin dibicarakan dengan konselor, sambil mengutarakan sejumlah pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan hal tersebut. Konseli bebas mengungkapkan inisiatifnya sendiri.

c) Penggalian Latar Belakang Masalah

Fase ini disebut juga sebagai analisis kasus, dimana dibutuhkan penjelasan yang lebih mendetail dan mendalam. Dalam hal ini inisiatif akan bergeser ke pihak konselor, yang lebih mengetahui apa yang dibutuhkan supaya konseli dan konselor memperoleh gambaran yang menyeluruh.

d) Penyelesaian Masalah

Fase ini merupakan proses konseling dimana konselor dan konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi. Peran konselor dalam mencari penyelesaian permasalahan lebih besar, meskipun konseli juga ikut berpikir, memandang dan mempertimbangkan masalah yang ada.

e) Penutup

Fase penutup ini dilakukan ketika konseli merasa sudah mantap tentang penyelesaian masalah yang ditemukan, maka proses konseling dapat diakhiri. Namun jika konseli belum menemukan penyelesaian masalah maka dapat dilakukan pertemuan kembali antara konselor dan konseli dengan mengatur jadwal pertemuan selanjutnya.

B. Keterampilan Konseling

Proses konseling memerlukan keterampilan tertentu sehingga konseling bisa berjalan secara effektif dan efisien. Berikut ini akan diuraikan beberapa keterampilan dalam konseling.

(10)

5

1. Perilaku Attending

Attending merupakan upaya konselor menghampiri klien yang diwujudkan dalam bentuk perilaku seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik harus mengombinasikan ketiga aspek di atas sehingga akan memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Perilaku attending yang baik akan dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman dan akrab, serta mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.

Peilaku attending berkenaan dengan teknik penerimaan konselor terhadap klien. Teknik penerimaan menggambarkan cara bagaimana konselor menerima klien dalam proses atau sesi konseling. Teknik ini dalam proses konseling bisa diwujudkan melaui ekspresi wajah misalnya cemberut atau ceria.

2. Keterampilan Structuring

Structuring adalah proses penetapan batasan oleh konselor tentang hakikat, batas-batas dan tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu pada khususnya. Structuring memberikan kerangka kerja atau orientasi terapi kepada klien. Structuring ada yang bersifat inplisit di mana secara umum peranan konselor diketahui oleh klien dan ada yang bersifat formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan membatasi proses konseling. Ada lima macam structuring dalam konseling yaitu:

a) Batas-batas waktu baik secara individu maupun seluruh proses konseling.

b) Batas-batas tindakan baik konselor maupun klien. c) Batas-batas peranan konselor.

d) Batas-batas proses atau prosedur, misalnya menyangkut waktu atau jadwal, berapa lama konseling akan dilakukan dan lain sebagainya.

(11)

6

e) Structuring dalam nilai dan proses, semisal menyangkut tahapan-tahapan yang harus ditempuh, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses konseling berlangsung.

3. Empati

Empati merupakan kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending, karena tanpa attending tidak aka nada empati. Empati ada dua macam yaitu empati primer yang apabila konselor hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien dengan tujuan agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Empati yang kedua yaitu empati tingkat tinggi yang apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, keinginan, dan pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut.

Dalam melakukan empati konselor harus mampu mengosongkan perasaan dan pikiran egoistik, memasuki dunia dalam klien, melakukan empati primer, serta melakukan empati tingkat tinggi.

Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, maka semakin terampil kita membaca perasaan. Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah kita harus mampu membaca pesan nonverbal seperti nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya.

4. Refleksi Perasaan

Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang diperlakukan terhadap klien. Refleksi perasaan bisa berwujud positif, negatif, dan ambivalen.

(12)

7

Refleksi perasaan positif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling melalui pernyataan persetujuan atas apa yang disampaikan oleh klien. Refleksi perasaan negatif ditunjukkan oleh konselor melalui pernyataan ketidak setujuan atau penolakan konselor atas apa yang dinyatakan oleh klien. Sedangkan refleksi ambivalen (masa bodoh) ditunjukkan oleh konselor dengan membiarkan saja (tidak menyatakan setuju dan tidak menolak) atas apa yang dinyatakan oleh klien.

Refleksi perasaan akan mengalami kesulitan apabila: streotipe dari konselor; konselor tidak dapat mengatur sesi konseling; konselor tidak dapat memilih perasaan mana untuk direfleksikan; konselor tidak dapat mengetahui isi perasaan yang direfleksikan; konselor tidak dapat menemukan ke dalam perasaan; konselor menambah arti perasaan; dan konselor menggunakan bahasa yang kuranbg tepat (Surya, 1988).

Selanjutnya menurut Surya (1988), manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah membantu klien untuk merasa dipahami secara mendalam, klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku, memusatkan evaluasi pada klien; memberi kekuatan untuk memilih, memperjelas cara berpikir klien, dan menguji kedalaman motif-motif klien.

Menurut Sofyan S. Willis (2004), refleksi merupakan keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbal. Selnjutnya Sofyan (2004) menyatakan bahwa refleksi terbagi atas tiga jenis yaitu refleksi perasaan, refleksi pengalaman, serta refleksi pikiran.

Refleksi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk dapat memantulkan (merefleksikan) perasaan klien sebagai hasil pengamatan verbal dan non verbal terhadap klien.

(13)

8

Refleksi pengalaman yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan non verbal klien.

Refleksi pikiran yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

5. Keterampilan Eksplorasi

Eksplorasi merupakan keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini dalam konseling sangat penting karena umumnya klien tidak mau terus terang. Eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam. Eksplorasi ada tiga macam yaitu: eksplorasi perasaan, eksplorasi pikiran, dan eksplorasi pengalaman.

Eksplorasi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk menggali perasaan klien yang tersimpan. Eksplorasi pikiran yaitu keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Eksplorasi pengalaman yaitu keterampilan atau kemampuan konselor untuk menggali pengalaman-pengalaman klien yang telah dilaluinya.

6. Keterampilan Paraphrasing (Menangkap Pesan Utama)

Sering klien mengemukakan ide, pikiran, perasaan, serta pengalaman secara berbelit-belit dan tidak terarah sehingga intinya sulit dipahami. Untuk itu maka konselor perlu menangkap pesan untama dari apa yang disampaikan oleh klien dan menyampaikannya kepada klien dengan bahasa konselor sendiri. Tujuan dari paraphrase adalah mengatakan kembali esensi atau inti ungkapan klien. Untuk dapat melakukan paraphrasing yang baik, maka konselor harus:

a) Menggunakan kata-kata yang mudah dan sederhana.

b) Dengan teliti mendengarkan pesan utama pembicaraan klien. c) Nyatakan kembali dengan ringkas.

(14)

9

7. Keterampilan Bertanya

Umumnya konselor mengalami kesulitan untuk membuka percakapan dengan klien, karena sulit menduga apa yang dipikirkan oleh klien. Untuk itu, konselor harus memiliki keterampilan bertanya. Teknik bertanya ada dua macam yaitu bertanya terbuka (open question), dan bertanya tertutup (closed question). Pada pertanyaan terbuka, klien bebas memberikan jawabannya, sedangkan pada pertanyaan tertutup telah menggambarkan alternatif jawabannya misalnya jawaban ya atau tidak, setuju atau tidak setuju, dan lain sebagainya.

8. Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)

Dalam proses konseling, konselor harus mengupayakan agar klien selalu terlibat dalam pembicaraan. Untuk itu, konselor harus mampu memberikan dorongan minimal kepada klien, yaitu suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien.

Teknik ini memungkinkan klien untuk terus berbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan minimal juga dapat meningkatkan eksplorasi diri. Dorongan minimal diberikan secara selektif yaitu ketikan klien menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan atau pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan dan saat konselor ragu terhadap pembicaraan klien.

9. Interpretasi

Interpretasi merupakan usaha konselor mengulas pikiran, perasaan, dan perilaku atau pengalaman klien berdasarkan atas teori-teori tertentu.tujuan utama teknik ini adalah untuk memberikan rujukan, pandangan atau tingkah laku klien, agar klien megerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru.

(15)

10

10. Keterampilan Mengarahkan (Directing)

Seperti telah disebutkan di muka bahwa proses konseling memerlukan partisipasi secara penuh dari klien. Untuk mengajak klien berpartisipasi secara penuh di dalam proses konseling, perlu ada ajakan dan arahan dari konselor. Upaya konselor mengarahkan klien dapat dilakukan dengan menyuruh klien memerankan sesuatu (bermain peran) atau mengkhayalkan sesuatu.

11. Keterampilan Menyimpulkan Sementara (Summarizing)

Agar pembicaraan dalam konseling maju secara bertahap dan arah pembicaraan semakin jelas, maka setiap periode waktu tertentu konselor bersama klien perlu menyimpulkan pembicaraan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan bersama konselor. Selain itu, untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap. Tujuan lainnya yaitu untuk meningkatkan kualitas diskusi serta mempertajam atau memperjelas fokus atau arah wawancara konseling.

12. Keterampilan Memimpin

Agar wawancara konseling tidak menyimpang, maka konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga tujuan konseling bisa tercapai secara efektif dan efisien. Penerapan teknik ini dalam konseling harus memperhatikan:

a) Memimpin hanya sebatas klien dapat memberikan toleransi sesuai dengan kecakapan dan pemahamannya.

b) Memimpin bisa berbeda dari topik ke topik.

c) Memulai proses konseling dengan sedikit memimpin.

Keberhasilan konselor memimpin dalam sesi konseling juga ditentukan oleh tipe-tipe kepemimpinan konselor yang demokratis, otoriter, atau permisif (masa bodoh).

(16)

11

Teknik ini bertujuan agar pembicaraan klien tidak menyimpang dari fokus yang dibicarakan dan agar arah pembicaraan terfokus pada tujuan konseling.

13. Keterampilan Fokus

Konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien. Fokus akan membantu klien untuk memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan. Fokus ada empat macam dalam konseling yaitu: fokus pada diri klien, fokus pada orang lain, fokus pada topik, serta fokus mengenai budaya.

Dalam wawancara konseling selalu ada fokus yang membantu klien untuk menyadari bahwa persoalan pokok yang dihadapinya adalah “A”. Mungkin banyak masalah yang berkembang di dalam wawancara konseling, tetapi konselor harus membantu klien agar ia memfokuskan pada masalah tertentu (misalnya masalah “A” dan lain-lain).

14. Keterampilan Konfrontasi

Keterampilan ini dalam konseling dikenal juga dengan memperhadapkan. Teknik konfrontasi adalah suatu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi (tidak konsisten) antara perkataan dengan perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan. Tujuan teknik ini adalah:

a) Mendorong klien untuk mengadakan penelitian diri secara jujur. b) Meningkatkan potensi klien.

c) Membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi (kondisi pertentangan antara harapan seseorang dengan kondisi nyata dilingkungan) dai klien dengan inkonsistensi, konflik atau kontradiksi dalam dirinya.

(17)

12

15. Menjernihkan (Clarifying)

Dalam konseling, teknik ini dilakukan oleh konselor dengan mengklarifikasi ucapan-ucapan klien yang tidak jelas, samar-samar, atau agak karuan. Tujuan teknik ini ialah untuk menyatakan pesannya secara jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis. Tujuan yang lain adalah klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan pengalamannya.

16. Memudahkan (Facilitating)

Facilitating adalah suatu teknik membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas. Melalui teknik ini, komunikasi dan partisipasi meningkat dan proses konseling berjalan secara efektif.

17. Diam sebagai Suatu Teknik

Diam dalam konseling bisa dijadikan sebagai suatu teknik. Dalam konseling, diam bukan berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada, yaitu melalui perilaku nonverbal. Dalam konseling, diam bisa memiliki beberapa makna yaitu:

a) Penolakan atau kebingungan klien.

b) Klien atau konselor telah mencapai akhir suatu ide dan ragu mengatakan apa selanjutnya.

c) Kebingungan yang didorong oleh kecemasan atau kebencian. d) Klien mengalami perasaan sakit dan tidak siap untuk berbicara. e) Klien mengharapkan sesuatu dari konselor.

f) Klien sedang memikirkan apa yang dikatakan.

g) Klien baru menyadari kembali dari ekspresi emosional sebelumnya.

Tujuan teknik ini adalah pertama menanti klien yang sedang berpikir. Kedua, sebagai protes apabila klien berbicara berbelit-belit. Ketiga, menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara.

(18)

13

18. Mengambil Inisiatif

Pengambilan inisiatif perlu dilakukan oleh konselor ketika klien kurang bersemangat untuk berbicara, lebih sering diam, dan kurang partisipatif. Teknik ini diterapkan apabila untuk mengambil inisiatif apabila klien kurang bersemangat, klien lambat berpikir untuk mengambil keputusan, serta klien kehilangan arah pembicaraan. 19. Memberi Nasihat

Dalam konseling, pemberian nasihat sebaiknya dilakukan apabila klien memintanya. Meskipun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkan-nya, apakah pantas atau tidak memberikan nasihat. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian nasihat adalah aspek kemandirian dalam konseling. Para penganut teori Client Centered menyatakan bahwa apabila klien masih dinasihati berarti belum mandiri. Dengan perkataan lain, pemberian nasihat tidak sesuai dengan hakikat kemandirian dalam konseling.

20. Pemberian Informasi

Apabila konselor tidak mengetahui informasi, sedangkan klien memintanya, maka konselor harus secara jujur mengatakan tidak mengetahuinya. Sebaliknya, apabila konselor mengetahui, sebaiknya diupayakan agar klien tetap mengusahakannya sendiri.

21. Merencanakan

Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus membantu klien untuk dapat membuat rencana suatu program untuk action (melakukan tindakan sesuatu) guna memecahkan masalah yang dihadapinya. Atau rencana perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan klien. Rencana yang baik harus merupakan kerja sama antara konselor dengan klien. 22. Menyimpulkan

Pada akhir sesi konseling, bersama klien konselor membuat suatu kesimpulan. Atau konselor membantu klien membuat kesimpulan yang menyangkut diri klien selama melakukan konseling.

(19)

14

23. Teknik Mengakhiri (Menutup sesi Konseling)

Mengakhiri sesi konseling merupakan suatu teknik dalam proses konseling. Untuk mengakhiri sesi konseling, dapat dilakukan konselor dengan cara:

a) Mengatakanbahwa waktu sudah habis. b) Merangkum isi pembicaraan.

c) Menunjukkan kepada pertemuan yang akan datang. d) Mengajak klien berdiri dengan isyarat gerak tangan.

e) Menunjukkan catatan-catatan singkat hasil pembicaraan konseling.

f) Memberikan tugas-tugas tertentu kepada klien yang relevan dengan pokok pembicaraan apabila diperlukan.

C. Pendekatan dan Teknik Konseling

Terdapat berbagai pendekatan dan teknik konseling yang dapat digunakan konselor dalam memberikan layanan konseling individual dan kelompok kepada konseli. Pendekatan tersebut antara lain psikoanalisis, konseling berpusat pribadi, konseling behavior, konseling rasional-emotif behavior, konseling realitas, konseling ringkas berfokus solusi, dan konseling trait & factor.

1. Psikoanalisis

Pendekatan psikoanalisis ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga unsur yaitu id, ego dan super ego. Teknik-teknik dalam pendekatan psikoanalisis antara lain : a) Asosiasi Bebas

Asosiasi bebas adalah mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya.

(20)

15

b) Analisis Mimpi

Analisis mimpi adalah klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan.

c) Interpretasi

Interpretasi adalah mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien.

d) Analisis Resistensi

Resistensi berati penolakan, analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi.

e) Analisis Transferensi

Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor.

2. Konseling Berpusat Pribadi

Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasart dari psikoanalisis. Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya. Teknik-teknik dalam konseling berpusat pribadi antara lain :

a) Acceptance (penerimaan) b) Respect (rasa hormat)

(21)

16

d) Reassurance (menentramkan hati)

e) Encouragementlimited questioning (pertanyaan terbatas) f) Reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan) 3. Konseling Behavior

Karakteristik konseling behavioral adalah berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling. Teknik-teknik dalam konseling behavior antara lain :

a) Latihan Asertif

Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya.

b) Desentisisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

c) Pengkondisian Aversi

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.

(22)

17

d) Pembentukan Tingkah Laku Model

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh.

4. Konseling Rasional-Emotif Behavior

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Teknik-teknik dalam konseling rasional emotif behavior adalah :

a) Teknik-Teknik Emotif (Afektif) 1) Assertive Adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

2) Bermain Peran

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

3) Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

(23)

18

b) Teknik-Teknik Behavioristik 1) Reinforcement

Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.

2) Sosial Modeling

Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor. c) Teknik-Teknik Kognitif

1) Home Work Assigments

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.

2) Latihan Assertive

Maksud utama teknik latihan asertif adalah mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya, membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain, mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri dan meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

(24)

19

5. Konseling Realitas

Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang latherapyin. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental.

Pelaksanaan Konseling realita, menurut Corey (1982) ada beberapa teknik yang dapat dilaksanakan yaitu :

a) Melakukan main peran dengan klien. b) Menggunakan humor

c) Mengkonfrontasi klien dengan tidak memberikan ampunan / tidak menerima dalih.

d) Membantu klien merumuskan rencana perubahan. e) Melayani klien sebagai model peranan dan guru.

f) Menentukan batas-batas dan struktur konseling yang tepat dan jelas.

g) Menggunakan verbal shock atau sarkasme yang tepat untuk menentang klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis. h) Terlibat dengan klien dalam mencari hidup yang lebih efektif. 6. Konseling Ringkas Berfokus Solusi

Pendekatan SFBT (Solution Focused Brief Counseling) didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolut namun realitas dan kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan pada suatu fenomen tertentu. Teknik-teknik konseling ringas berfokus solusi antara lain :

(25)

20

a) Pertanyaan Pengecualian (Exception Question)

Terapi SFBT menanyakan pertanyaan-pertanyaan exception untuk mengarahkan konseli pada waktu ketika masalah tersebut tidak ada atau ketika masalah tidak begitu intens. Exception merupakan pengalaman-pengalaman masa lalu dalam kehidupan konseli ketika pantas mempunyai beberapa harapan masalah tersebut terjadi, tetapi bagaimanapun juga tetap tidak terjadi (de Shazer dalam Corey 2009).

b) Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question)

Miracle question merupakan teknik utama SFBT. Konselor meminta konseli untuk mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban membuka berbagai kemungkinan masa depan. Konseli didorong untuk membiarkan dirinya bermimpi sebagai cara untuk mengidentifikasi jenis perubahan yang paling mereka inginkan. Pertanyaan ini memiliki fokus masa depan di mana konseli dapat mulai untuk mempertimbangkan kehidupan yang berbeda yang tidak didominasi oleh masalah-masalah masa lalu.

c) Pertanyaan Berskala (Scalling Question)

Terapis berfokus solusi juga menggunakan scalling question ketika perubahan dalam pengalaman manusia tidak mudah diamati, seperti perasaan, suasana hati (mood), atau komunikasi (de Shazer & Berg dalam Corey 2009). Scalling question memungkinkan konseli untuk lebih memperhatikan apa yang mereka telah lakukan dan bagaimana meraka dapat mengambil langkah yang akan mengarahkan pada perubahan-perubahan yang mereka inginkan. d) Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula Fist Session Task/FFST)

FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh terapis kepada konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua. Konselor dapat berkata antara sekarang dan pertemuan kita selanjutnya, saya ingin Anda dapat mengamati sehingga Anda dapat menjelaskan kepada saya pada pertemuan

(26)

21

yang akan datang, tentang apa yang terjadi pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda yang diharapkan terus terjadi (de Shazeer, 1985 dalam Corey 2009). Pada sesi kedua, konseli dapat ditanya tentang apa yang telah mereka amati dan apa yang mereka inginkan dapat terjadi di masa mendatang.

e) Umpan Balik (Feedback)

Para praktisi SFBT pada umumnya mengambil istirahat 5 sampai 10 menit menjelang akhir setiap sesi untuk menyusun suatu ringkasan pesan untuk konseli. Selama waktu ini terapis memformulasikan umpan balik yang akan diberikan pada konseli setelah istirahat.

7.

Konseling Trait dan Factor

Manusia merupakan sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Perkembangan individu mulai dari masa bayi sampai dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan faktor. Telah banyak dilakukan usaha untuk menyusun kategori individu atas dasar dimensi sifat dan faktor. Studi ilmiah yang telah dilakukan adalah mengukur dan menilai ciri ciri-ciri seseorang dengan tes psikologis, mendefinisikan atau menggambarkan keadaan individu, membantu individu untuk memahami diri dan lingkungannya, serta memprediksi keberhasilan yang mungkin dicapai pada masa mendatang. Teknik-teknik konseling trait dan factor antara lain :

a) Attending

Attending dapat dipahami sebagai usaha pembinaan untuk menghadirkan klien dalam proses konseling. Penciptaan dan pengembangan Attending dimulai dari upaya konselor menunjukkan sikap empati, menghargai, wajar, dan mampu mengetahui atau paling tidak mengantisipasi kebutuhan yang dirasakan oleh klien.

(27)

22

b) Mengundang Pembicaraan Terbuka

Ajakan terbuka untuk berbicara memberi kesempatan klien agar mengeksplorasi dirinya sendiri dengan dukungan pewawancara. Pertanyaan terbuka memberi peluang klien untuk mengemukakan ide perasaan dan arahnya dalam wawancara. Responnya terhadap pertanyaan terbuka ialah untuk menunjukkan kesadarannya bahwa dia diminta untuk menceritakan sejarahnya atau lebih menjabarkan apa yang telah dikatakan.

c) Paraprase

Esensinya adalah mengulangi kata-kata atau pemikiran-pemikiran kunci dari klien dalam rumusan-rumusan yang menggunakan kata-kata konselor sendiri. Memberi tahu klien bahwa ia sedang mendengarkan apan yang dikatakan dan konselor ingin mendengarkan leih banyak lagi. Klien akan merasa dimengerti dan dipersiapkan untuk mengolah lebih dalam lagi masalah-masalah yang diajukannya.

d) Refeksi perasaan

Refleksi perasaan merupakan keterampilan konselor untuk merespons keadaan perasaan klien terhadap situasi yang sedang dihadapi. Tindakan tersebut akan mendorong dan merangsang klien untuk mengemukakan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapinya.

(28)

23

e) Meringkas

Meringkas adalah suatu proses untuk memadu berbagai ide dan perasaan dalam satu pernyataan pada akhir suatu unit wawancara konseling. Meringkas upaya merekapituasi, memadatkan, dan mengkristalisasi esensi apa yang telah dikatakan klien. Dengan menggunakan ringkasan secara periodik, konselor dapat memeriksa kecermatannya dalam mendengarkan. Ringkasan juga membantu untuk mengakiri wawancara dengan suatu cartatan yang wajar, dan dapat menjadi panduan wawancara.

(29)

24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Fase-Fase Konseling

Fase-fase dalam melakukan konseling terdapat 5 tahapan antara lain pembukaan, penjelasan masalah, penggalian latar belakang, penyelesaian masalah dan penutup.

2. Keterampilan Koseling

Keterampilan dalam melakukan konseling yaitu diantaranya Rapport, Attending, Structuring, Empati, Refleksi Perasaan, Eksplorasi, Paraphrasing, Bertanya, Dorongan Minimal, Interpretasi, Directing, Summarizing, Memimpin, Fokus, Konfrontasi, Clarifying, Fasilitating, Silent, Mengambil Inisiatif, memberi Nasihat, memberi Informasi, Merencanakan, menyimpulkan dan Mengakhiri.

3. Pendekatan dan Teknik Konseling

Terdapat berbagai pendekatan dan teknik konseling yang dapat digunakan antara lain psikoanalisis, konseling berpusat pribadi, konseling behavior, konseling rasional-emotif behavior, konseling realitas, konseling ringkas berfokus solusi, dan konseling trait & factor.

B. Saran

Sebaiknya didalam pelaksanaan praktikum ini waktu yang digunakan dengan baik agar praktikum berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Dan juga praktikan harus teliti pada dalam saat pelaksanaan praktikum, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

(30)

25

DAFTAR PUSTAKA

Corey,Gerald. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont,CA:Brooks/Cole.

Dahlan, Tina Hayati. (2010). Model Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution-Focused Brief Counseling) Untuk Meningkatkan Daya Psikologis Mahasiswa. Jurnal. Bandung: UPI.

Fauzan, Lutfi. (1994). Pendekatan-pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang Mas.

Feist, Jess dan Gregory J. Feist. (2008). Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka belajar.

Hariastuti dan Darminto. (2007). Keterampilan-Keterampilan Dasar dalam Konseling : UNESA Press.

Hurlock, Elizabeth B. (2009). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Komalasari, Gantina dan Eka wahyudi, (2011). Teori Dan Teknik Konseling, Jakarta: PT Indeks.

Rosjidan. (1998). Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta :Depdikbud Dirjen PT Proyek P2LPTK.

Sudarjat, Akhmad. (2008). Pendekatan Konseling Psikoanalisis. https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pendekatan

konseling-psikoanalisis/

Winkel, W.S. & M.M. Sri Hastuti (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. (2014). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

(31)

26 Formulir Penilaian Praktik Mandiri Konseling

No. Aspek yang Dinilai Bobot

Nilai

YA TIDAK

1. Praktik Fase- fase Konseling 40 2. Praktik Keterampilan Konseling 30 3. Praktik Pendekatan dan Teknik Konseling 30

Referensi

Dokumen terkait

Kesukarelaan terus menerus dibina melalui upaya pemimpin kelompok (guru BK/Konselor) mengembangkan syarat-syarat kelompok yang efektif dan penstrukturan tentang

Guru BK atau Konselor juga harus terus menerus melakukan profesionalisasi diri dalam upaya mewujudkan dirinya menjadi tenaga profesional yang kompeten, sehingga

Berdasarkan kajian tersebut diharapkan para konselor gizi dalam memberikan konseling hendaknya memperhatikan kesiapan klien dalam mengubah perilaku makan maupun perilaku

Dalam banyak hal, konseling rasional-emotif banyak menggunakan teknik terapi behavioral terutama dalam upaya memodifikasi perilaku-perilaku negatif dari klien dengan

Konselor profesional adalah figur yang dapat menampilkan dirinya sebagai teladan bagi klien dan masyarakat. Perilaku yang didasarkan pada prinsip-prinsip etis tidak terbatas pada

2) Memastikan kebutuhan spiritual klien... 3) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan serta partisipasi yang diharapkan pada klien dengan bahasa yang mudah

Arah riset yang akan dilakukan lebih menekankan pada topik tentang penggunaan bahasa oleh konselor dan respon bahasa dari konseli sebagai upaya mengkaji lebih

Bimbingan Konseling terhadap tiga siswa X, Y, dan Z yang bermasalah tidak berhenti pada siklus III, tetapi masih berkelanjutan melalui upaya attending konselor