Pengembangan Sistim LEISA Pada Budidaya Kentang Untuk
Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas
,
Yohanes Setiyo1), Ketut Budi Susrusa2) I G.A. Lani Triani 3) , I D.G. Mayun Permana4) 1Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian , 2Jurusan Agribisnis, Fakultas Teknologi Pertanian; 3Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan 4Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung Telp/Fax
: 0361 701801, setiyoyohanes@yahoo.co.id
Abstrak
Tujuan penelitian aplikasi sistem LEISA (Low External Input On Sustainable Agriculture) pada budidaya kentang adalah perbaikan sifat fisik dan kimia tanah untuk peningkatan produktivitas. Percobaan dirancang dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua factor, factor pertama adalah level dosis pemupukan kompos dan factor kedua adalah jenis kompos yang dipergunakan. Dosis pemupukan kompos adalah : 0 kg/ha (kontrol), 10 kg/ha, 15 ton/ha, dan 17.5 ton/ha, 20 ton/ha, 22.5 ton/ha dan 25 ton/ha yang dikombinasikan dengan pupuk NPK dosis 250 kg/ha, komposnya adalah kompos kotoran ayam dan kompos kotoran sapi. Parameter yang diamati adalah : sifat fisik tanah, kesuburan lahan, produktivitas lahan dan kualitas umbi kentang.
Sistim LEISA yang diterapkan mampu meningkatkan produksi kentang menjadi 34.2 ton/ha. Kualitas kentang juga meningkat ditunjukkan dengan jumlah umbi kelas A mencapai 22.2 % dengan kerusakan 3.1 %. Kenaikan produksi dan kualitas produksi kentang konsumsi disebabkan oleh terjadinya perbaikan sifat fisik tanah terutama porositas tanah mencapai ideal dengan ketersediaan air untuk tanaman kentang mencapai 41 – 49.9 % d.b. Penyebab utama kenaikan produksi kentang selain perbaikan sifat fisik tanah adalah terjadinya peningkatan kandungan bahan organic dan kapasitas tukar kation, kandungan unsure hara utama dan kapasitas tukar kation berada pada posisi tinggi sampai sangat tinggi.
Kata kunci: sistim LEISA, umbi kentang, kompos, produktivitas, sifat fisik
1. PENDAHULUAN
Isu-isu strategis nasional : (1) ketahanan dan kemanan pangan; (2) pertanian berwawasan lingkungan dengan praktek baik dalam budidaya atau GAP; (3) penggunaan pestisida yang berdampak pada pencemaran lahan; (4) kandungan bahan organik yang rendah di lahan pertanian yang berdampak pada menurunnya daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit; dan (5) kualitas dan daya saing hortikultura di bawah produk import menjadi landasan pengembangan roadmapp penelitian di atas. Berlandaskan hal tersebut, maka pada tahun 2007 sampai 2008 peneliti melakukan penelitian (1) pengembangan model proses pengomposan dan (2) aplikasi kompos sebagai pupuk untuk peningkatan kesuburan lahan dan perbaikan sifat fisik tanah
Praktek budidaya kentang belum menggunakan sistim penjaminan mutu, sebab penggunaan fungisida dan insektisida masih menjadi andalan petani Candikuning Kec. Baturiti Kab. Tabanan. Berdasarkan hasil penelitian Setiyo et al., 2009, pemberian kompos pada demplot budidaya kentang sangat efektif mendukung proses bioremediasi residu fungisida. Jenis dan dosis kompos yang diaplikasikan sebagai pupuk organik yang mendukung proses bioremediasi pada budidaya kentang varietas granola sangat penting untuk dikaji lebi lanjut untuk optimasi proses bioremediasi itu sediri.
Selain itu, mikroba pada kompos juga memiliki kemampuannya mendegradasi bahan organik menjadi unsure hara yang tersedia bagi tanaman. sehingga dapat
meningkatkan kandungan unsure hara makro dan mikro di lahan. Penambahan pupuk kompos kotoran ayam dan kotoran sapi dengan dosis 10 ton/ha, 15 ton/ha, 20 ton/ha dan 25 ton/ha menyebabkan lahan semakin subur, karena pada semua plot percobaan terjadi peningkatan kandungan bahan organic. Kandungan hara utama (karbon, nitrogen, phospat, kalium) dari plot-plot percobaan setelah kentang di panen tetap pada level tinggi sampai sangat tinggi (Setiyo, et al., 2014).
Penggunaan kompos sebagai pupuk organik merupakan upaya implementasi sistem LEISA, penerapan sistem ini dapat (1) meningkatkan proses perbaikan kesehatan lahan dengan proses bioremediasi secara in-situ, (2) peningkatan kesuburan lahan dengan proses biodegradasi kompos oleh mikroba menjadi unsure hara yang tersedia bagi tanaman, dan (3) perbaikan sifat fisik tanah. Secara umum sistem LEISA akan secara tidak langsung mendukung program swasembada dan ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah RI terutama peningkatan produktifitas dan kualitas hasil budidaya tanaman pangan. Optimalisasi sitem LEISA dan bioremediasi secara in-situ di lahan budidaya kentang konsumsi perlu suatu kajian secara mendalam.
Pemupukan menggunakan kompos adalah salah satu praktek budidaya yang baik (Good Agriculture Practices atau GAP, praktek ini juga sesuai sistem low external input
on sustainable agriculture atau LEISA. Pada penelitian Strasnas 2013 dan 2014, mikroba
yang pada kompos memiliki kemampuan meningkatkan ketersediaan unsure hara makro sampai pada tingkatan tinggi s/d sangat tinggi (Setiyo et al., 2014). Rasio karbon-nitrogen (C/N) di lahan budidaya kentang granola menurun dari 10,5 – 12,6 (awal tanam kentang) menjadi 8,5 – 9,4 (saat panen), hal ini menunjukan bahwa mikroba pada kompos selama budidaya masih melakukan perombakan unsure hara untuk penyusunan selnya.
Tujuan khusus penelitian adalah optimasi penerapan sistem LEISA dan optimasi proses bioremidiasi in-situ pada budidaya kentang varietas granola, sehingga hasil per satuan luas optimal dan berkualitas. Tujuan dan manfaat lain dari penelitian adalah :
1. Peningkatan ketersediaan unsure hara makro bagi tanaman kentang dengan tingkat ketersediaan pada status tinggi sampai sangat tinggi atau lahan memiliki nilai kapasitas tukar kation di atas 25 me/ 100 g.
2. Optimalisasi sistem LEISA pada budidaya untuk menghasilkan kentang konsumsi berkualitas (kentang ukuran super di atas 20 % dan yang rusak di lahan kurang dari 5 %) dengan produksi persatuan luas lebih dari 30 ton/ha sesuai dengan standar Bapenas.
3. Secara ekonomi sistem LEISA lebih menguntungkan untuk diterapkan di budidaya kentang.
2. BAHAN DAN METODE
Tempat percobaan budidaya kentang di lahan milik Bpk Nengah Mesir, Bpk Ngurah, dan Bpk Made Yasa yang berlokasi di Kec. Baturiti Kab Tabanan. Kentang varietas granola G4 hasil pengembangan petani pembibit di Bali dipergunakan sebagai bibit. Penelitian budidaya, dan analisis laboratorium dilakukan pada bulan Juni sampai September 2015 dengan pendanaan dari Hibah Invensi Udayana 2015.
Kentang varietas granola G4, kompos kotoran ayam, pupuk NPK majemuk, mulsa plastic dan atracol, dithane M45 dipergunakan sebagai bahan budidaya. Zat kimia yang digunakan untuk analisis tanah adalah K2Cr2O7, Fe2SO4, H2SO4, CuSO4, Na2SO4, NaOH, HCl, NH4OH, Na2SO5, BaCl2, alkohol 80%, aquades, dan NH4-asetat.
Budidaya kentang dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAK) perlakukan 5 level dosis pemupukan mempergunakan kompos. Dosis pemupukan mempergunakan kompos adalah : 15 ton/ha, 17,5 ton/ha, dan 20 ton/ha, dan 22,5 ton/ha dan 25 ton/ha yang
dikombinasikan dengan pupuk NPK majemuk dosis 250 kg/ha Setiap perlakuan di ulang 3 kali di lahan yang berbeda, sehingga secara keseluruhan didapatkan 15 unit percobaan.
Petak percobaan merupakan satu guludan dengan dua alur penanaman yang memiliki lebar guludan 80 cm dengan panjang guludan 10 m. Populasi tanaman pada setiap guludan adalah 82 tanaman, karena jarak tanam pada satu alur adalah 25 cm. Parameter yang diamati adalah : sifat fisik tanah (struktur dan porositas tanah; ketersediaan air bagi tanaman (kadar air kapasitas lapang dan kadar air titik layu permanen)), kesuburan lahan, produktivitas lahan dan kualitas umbi kentang.
Sampel tanah untuk pengamatan sifat fisik dan kesuburan lahan diambil di zone perakaran atau kedalaman 5 – 20 cm. Pada masing-masing unit percobaan diambil 3 sampel yang posisinya ditentukan secara acak. Pengambilan sampel tanah untuk pengamatan sifat fisik dan kesuburan lahan dilakukan di saat tanaman kentang berumur 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan.
Parameter produktivitas adalah : (1) total berat umbi per pohon dan total berat per satuan luas, (2) distribusi berat umbi kentang per pohon berdasarkan kelas, dan (3) jumlah umbi kentang yang rusak atau busuk. Jumlah pohon yang dijadikan sampel untuk pengamatan produktivitas adalah 10 tanaman, penetuan tanaman yang dijadikan sampel ditentukan secara acak.
Porositas tanah, berat jenis, kadar air kapasitas lapang dan kadar air titik layu permanen diukur dengan metode gravimeteri. Penetapan kandungan karbon organik, K2O, dan P2O5
dari sampel tanah menggunakan metode AOAC 1995, sedangkan penentuan N-organik dari sampel tanah dengan metode Kjdal.
Sampel produktivitas dilakukan dengan metode : (1) mengukur distribusi berat umbi kentang berdasarkan kelas (kelas super dengan berat umbi lebih dari 200 g, kelas A dengan berat umbi antara 100 – 200 g, kelas A/B dengan berat umbi antara 60 - 99 g, kelas B dengan berat umbi antara 30 – 59 g, dan berat umbi kurang dari 30 g) dari tiap sampel pohon yang ditentukan secara acak ; (2) mengukur total produksi tiap plot percobaan (jumlah total berat umbi kentang dan distribusinya menurut kelas).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sifat Fisik Tanah
Penerapan sistem LEISA pada budidaya kentang tahun 2015 di lahan milik tiga petani kentang di Kec. Baturiiti dengan mempergunakan pupuk kompos kotoran ayam dosis 15 - 25 ton/ha mampu memberikan dampak terjadinya peningkatan kesuburan lahan. Namun, mineral-mineral organic pendukung kesuburan lahan ini tidak mampu menyatukan partikel-partikel tanah jenis andosol, sehingga struktur tanah di lahan percobaan tetap tidak berstruktur, partikel-partikel tanah saling lepas dan tidak membentuk sebuah agregat tanah (Utomo, 1985).
Porositas tanah, kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen untuk tanaman kentang, kapasitas penahanan air, serta berat jenis tanah di zone perakaran yanaman kentang disajikan pada Tebel 1. Secara umum dosis penggunaan kompos sebagai pupuk organic jika penggunaannya semakin banyak maka parameter-parameter sifat fisik tanah akan semakin membaik, hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Arsa et al., 2013, Setiyo et al. 2013, Setiyo et al., 2014). Sekam pada kompos kotoran ayam agak sulit terdekomposisi menajadi mineral-mineral penyusun fraksi debu, hal ini mengakibatkan jumlah pori-pori makro meningkat dan diikuti dengan penurunan berat jenis tanah. Sedangkan mineral-mineral seperti K+, Ca+, Fe+2, Al+ dan kation lainnya sebagai penyusun fraksi debu meningkatkan jumlah pori mikro yang diikuti dengan peningkatan kadar air kapasitas lapang dan kapasitas penahanan air oleh tanah.
Tabel 1 Sifat fisik tanah lahan budidaya kentang Parameter Sifat Fisik Tanah
Dosis Kompos, ton/ha
15 17.5 20 22.5 25
Number macro pore , %
before potatoes
planting 14.14 14.69 15.96 17.2 18.15 after potatoes
harvesting 13.59 13.91 15.31 16.46 17.34
Number micro pore , %
before potatoes planting 34.53 35.66 37.05 37.64 40.69 after potatoes havesting 33.57 34.5 36.15 36.77 39.47 Total pore before potatoes planting 48.67 50.35 53.01 54.85 58.84 after potatoes harvesting 47.41 48.65 51.73 53.52 57.12 Swpesific gravity, g/cc before potatoes planting 1.254 1.233 1.207 1.182 1.101 after potatoes harvesting 1.246 1.225 1.2 1.172 1.094
Field Capasity Moisture Content, % w.b
before potatoes
planting 34.53 35.66 37.05 37.64 40.69 after potatoes
harvesting 34.88 36.02 37.42 38.02 41.1
Permanent wilting point moisture content, % w.b
before potatoes
planting 8.933 8.933 8.8 9.4 9.267
after potatoes
havesting 8.933 8.933 8.8 9.4 9.267
Water holding capasity, % w.b
before potatoes
planting 25.6 26.73 28.25 28.24 31.42 after potatoes
harvesting 25.94 27.09 28.62 28.62 31.83 Jumlah porositas tanah untuk lahan yang dipupuk menggunakan kompos kotoran ayam pada tahun 2015 mencapai di atas 50 %, hal ini disebabkan karena petani sudah sekitar 3 tahun menggunakan kompos kotoran ayam sebagai pupuk dalam budidaya hortikultura. Jumlah porositas tanah mendekati 50 % adalah porositas yang ideal untuk budidaya hortikultura termasuk kentang. Selain itu, keseimbangan jumlah pori makro dan pori mikro di zone perakaran menyebabkan keseimbangan ketersediaan air dan oksigen bagi tanamanan hortikulture. Jumlah pori mikro yang ideal untuk budidaya hortikultura adalah 60 % dari total porositas tanah.
Jumlah air kapasitas lapang yang diserap oleh partikel tanah pada pori mikro sebesar 34,53 – 40,69% w.b, peningkatan ketersediaan air setelah tanah dipupuk dengan kompos dosis 15 - 25 ton / ha sebesar rata-rata 1,5 % untuk penambahan dosis pupuk kompos 2,5 ton/ha, hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian Sutedjo, 2002; Setiyo, et al, 2009;. Arsa, et al, 2013;.. Setiyo et al, 2013; Setiyo et al, 2014;. Rosen et al, 1993 dan Giusquiani et al.. , 1995. Menurut Sutedjo (2002), jika tanah-tanah berat dipupuk mempergunakan kompos berat jenisnya akan meningkat dan kapasitas menahan air akan meningkat, tetapi pemupukan pada tanah ringan mempergunakan kompos menyebabkan struktur tanah menjadi lebih baik. Tanaman kentang yang diairi setiap 13-17 hari dengan 200 cc / tanaman budidaya iklim kering, karena rata-rata evaporasi dan transpirasi tingkat tanaman kentang adalah 0,5-0,7 cm / hari.
Kesuburan Lahan Percobaan
Kandungan unsure hara pada tanah untuk lahan milik tiga petani yang digunakan untuk budidaya kentang diekspresikan pada Tabel 2. Kandungan C-organik, K2O, Fe, Ca, Al dan Mg dalam tanah sebelum
ditanami kentang dan setelah pane nada peningkatan, sehingga unsure hara hasil dekomposisi kompos sebagian tidak dipergunakan tanaman kentang. Namun, kandungan unsure N-organik dan P2O5 kondisinya
sebaliknya atau mengalami penurunan, sehingga input unsur-unsur ini dari kompos dan pupuk NPK majemuk tidak cukup untuk pertumbuhan tanaman.
Ketersediaan air sebesar 34,53 – 40,69 % w.b , kecukupan oksigen, suhu tanah 26 – 29 oC dan pH tanah 6,8 – 6,9 adalah faktor pendukung optimalnya proses dekomposisi kompos di lahan. Asam organic di kompos pada pH netral mempercepat proses dekomposisi (Sutanto, 2002).
Dengan jumlah unsure-unsur hara tersebut dan kapasitas tukar kation 24,53 – 28,05 me/100 g, maka tanah di lahan percobaan diklasifikasikan dalam kategori tanah yang subur. Tanah yang subur memiliki kandungan bahan organic lebih dari 5 % dengan kapasitas tukar kation lebih dari 25 me/100 g.
Table 2. Kandungan unsure hara pada lahan percobaan Parametrs soil fertility at potatoes root
zone
Dosis Pemupukan dengan kompos, ton/ha
15 17.5 20 22.5 25 Content of C-organic, % before planting 4.41 4.41 4.6 4.55 4.965 after harvesting 4.05 4.545 4.665 4.965 5.265 Content of N-organic, % before planting 0.38 0.395 0.405 0.425 0.43 after harvesting 0.24 0.29 0.305 0.31 0.33 Content of P2O5, ppm before planting 813.2 813.2 751.7 797 828 after harvesting 429.6 449.3 481.2 524.2 542.9 Content of K2O, ppm before planting 464.6 464.6 564.7 571.5 528.4 after harvesting 152 154.4 158.8 721.3 804.2 Content of Ca mg/kg before planting 1096 1421 1521 1587 3048 after harvesting 2035 5658 6240 7845 11084 Content of Mg, mg/kg before planting 125 163.6 188.1 245 725 after harvesting 107.9 1020 2239 3957 4313 Content of Fe, mg/kg before planting 632.8 662 1040 1663 2231 after harvesting 4482 7552 8327 16657 41442 Content of Al, mg/kg before planting 6627 9864 11457 16282 19916 after harvesting 436.3 1282 1494 2496 5173 Soil pH before planting 6.715 6.755 6.82 6.905 6.895 after harvesting 6.8 6.815 6.855 6.905 6.91 Cation Exchange Capasity, me/100g before planting 24.63 24.65 24.49 26.7 28.05 after harvesting 18.96 20.96 20.68 21.9 25.62 Produktivitas Lahan Percobaan
Hubungan antara dosis pemupukan kompos kotoran ayam untuk budidaya di lahan yang ditutup mulsa plastic hitam dengan total berat umbi kentang per pohon dan per ha adalah seperti Tabel 3. Adanya kecenderungan total produksi umbi kentang meningkat dengan meningkatnya dosis pemupukan dengan kompos kotoran ayam, namun pada dosis pemupukan kompos 20 ton/ha total produksi mulai tetap pada 29.1 ton/ha
Sistim LEISA yang diterapkan oleh petani kentang Desa Candikuning mampu memperbaiki total produksi kentang persatuan luas dari rerata 17 ton/ha (th 2010, Supartha et al., 2012) menjadi 23,22 – 27.8 ton/ha. Peningkatan kesuburan lahan dan perbaikan sifat fisik tanah sangat relevan dengan kenaikan jumlah umbi kentang per pohon dan persatuan luas.
Tabel 3 Total produksi umbi kentang per pohon dan per ha Parameter produktivitas dan
kualitas produksi
Dosis pemupukan dengan kompos, ton/ha
15 17,5 20 22,5 25
Total production each plant, g 1006±20 1052±32 1006±26 1059±35 1035±31 Total production, ton/ha 23.22 25.9 26.57 27.93 27.28 Number potatoes, tuber/plant 9.65 11.2 9.533 9.667 11.1 Super (Weight > 200 g), % 16.43 23.47 24.43 21.63 30.44 A (Weight 100 – 200 g), % 50.41 47.1 45.47 45.33 32.63 A/B (Weight 61 – 100 g), % 23.28 18.77 17.57 17.77 19.13 B (Weight 30 – 60 g), % 8.794 7.133 7.833 10.5 12.39 Small Class (Weight < 30 g), % 2.053 3.567 3.667 3.567 6.679
Pada pemupukan dengan kompos kotoran ayam dengan dosis 15 – 25 ton/ha dengan budidaya di guludan yang ditutup mulsa plastic HPDE warna hitam dihasilkan kecenderungan peningkatan produksi dan kualitas umbi kentang, hasil pengamatan seperti Tabel 3. Peningkatan produksi juga diikuti dengan pergeserran kelas umbi kentang konsumsi yang dihasilkan, jumlah umbi kentang konsumsi hasil penelitian 2015 adalah sebesar 16,43 – 30,44 %. Peningkatan kualitas produksi akibat terjadinya peningkatan kualitas lahan akibat budidaya dengan sistim LEISA. Hasil penelitian Setiyo et al., 2014, pemupukan dengan kompos juga berakibat terjadinya proses penyehatan lahan dengan proses bioremediasi secara in-situ oleh mikroba-mikroba yang ada pada kompos.
Namun karena budidaya menggunakan bibit kelompok G4, maka produktivitas lahan masih di bawah produktivitas jika mempergunakan bibit kelompok G3. Produktivitas lahan untuk penggunaan bibit kelompok G3 adalah antara 28,7 – 34,3 ton/ha untuk dosis pemupukan dengan kompos kotoran ayam 15 – 25 ton/ha (Setiyo et al., 2015).
KESIMPULAN
Sistim LEISA yang diterapkan pada budidaya kentang varietas granola kelas G4 dengan teknik pemupukan menggunakan kompos kotoran ayam mampu meningkatkan produksi kentang konsumsi varietas granola dari 17 ton/ha menjadi 23,22 – 27.8 ton/ha. Peningkatan produksi juga diikuti dengan pergeserran kelas umbi kentang konsumsi yang dihasilkan, jumlah umbi kentang konsumsi hasil penelitian 2015 adalah sebesar 16,43 – 30,44 %. Penyebab utama kenaikan produksi kentang selain perbaikan sifat fisik tanah adalah terjadinya peningkatan kandungan bahan organic dan kapasitas tukar kation, kandungan unsure hara utama dan kapasitas tukar kation berada pada posisi tinggi sampai sangat tinggi.
SARAN
Sistim LEISA dengan teknik pemupukkan menggunakan kompos sangat diperlukan petani, karena produktivitas dan kualitas kentang yang dihasilkan meningkat. Selain itu kualitas lahan untuk budidaya juga dapat diperbaiki, hal ini sudah ditunjukan dengan perbaikan sifat fisik tanah dan kesuburan lahan di zone perakaran.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih saya sampaikan kepada pimpinan lembaga Universitas Udayana atas kepercayaan pemberian kesempatan melakukan penelitian dengan Hibah Invensi tahun 2015 dan melakukan sosialisasi hasil penelitian melalui SENASTEK.
DAFTAR PUSTAKA
Arsa, W., Y. Setiyo dan I Made Nada. (2013). Kajian Relevansi Sifat Psikokimia Tanah Pada Kualitas dan Produktifitas Kentang. Skripsi FTP Universitas Udayana. Badung-Bali.
Setiyo, Y., Suparta U., Tika W., dan Gunadya, IBP. (2009). Pengembangan Model Bioremidiasi Menggunakan Kompos Pada Lahan Tercemar Untuk Meningkatkan Kualitas Produk Hortikultura (Studi Kasus : Kawasan Agrowisata Bedugul-Bali). Laporan Penelitian, 2009.
Setiyo, Y., I BW Gunam, Sumiyati, dan Manuntun Manurung. (2013). Optimalisasi
Produktivitas Kentang Bibit Varietas Granola G3 Dengan Manipulasi Dosis Pemupukan. KARYA UNUD UNTUK ANAK BANGSA 2013 ISBN :
578-602-7774-76-0. Universitas Udayana
Setiyo I BW Gunam, Sumiyati, dan Manuntun Manurung. (2014). Kajian Populasi Mikroba Pada Proses Bioremediasi Secara In-Situ Di Lahan Budidaya Kentang. Prosiding SENASTEK 2014.
Supartha U., Y. Setiyo, I Ketut Budi Sususra, IB Gunadnya, Ida Ayu Astarini. (2012). Pengembangan Usaha Pertanian Hortikultura Dataran Tinggi Untuk Mendukung Daya Saing Produk di Era pasar Global Melalui Kemitraan Perguruan Tinggi, Pengusaha dan Pemerintah Daerah. Laporan Hi-Link 2010-2012, Universitas Udayana. Denpasar