• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI

Disusun dan diusulkan oleh : SEPTIAN CAHYONO

Nomor Induk Mahasiswa: 105640178113

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan diusulkan oleh : SEPTIAN CAHYONO

Nomor Induk Mahasiswa: 105640178113

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(3)
(4)
(5)

Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama Mahasiswa : Septian Cahyono Nomor Stambuk : 105640178113 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Makkassar

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah di tulis dan dipublikasikan oleh orang lain atau plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar - benarnya apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Makassar, 23 juli 2020 Yang menyatakan Septian Cahyono iv

(6)

Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai” (dibimbing oleh Amir Muhiddin dan Rudi Hardi)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Collaborative Governance dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai dan untuk mengetahui kendala – kendala yang di hadapi dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai. Metode penelitian ini adalah kualitatif, teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun data Informan terdiri dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai, Kepala Sub Seksi Pelayanan Tahanan Lembaga Pemasyarakatan, Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai dan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai.

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa: Pelaksanaan Collaborative governace dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemsyarakatan kelas II B sinjai yaitu terdapat tiga aktor yang berpengaruh dalam proses governance. tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah disini yang ikut serta dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu, Badan Narkotika Nasional (BNN) yang di pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui koordinasi kepala kepolisian negara republik indonesia dan bentuk kollaborasinya yaitu dengan mengelola tempat rehabilitasi khusus untuk membina narapidana narkotika, Pihak – pihak swasta yang ikut serta yaitu antara lain balai latihan kerja (BLK). Bentuk kolaborasinya yaitu memberikan bimbingan dan binaan dalam penegetahuan agama, moral, pendidikan, dan latihan kerja yang sesuai skill masing – masing, Masyarakat yang di maksud disini yaitu program integrasi yang di lakuakan di luar lapas oleh balai pemasyarakatan (BAPAS) dan narapidana menjadi klien yang di bimbing oleh pembimbing klien pemasyarakatan. Bentuk kolaborasinya yaitu bimbingan peningkatan ketakwaan agama masing – masing, intelektual, sikap dan perilaku serta kesehatan mental dan fisik, kemudian kendala yang di hadapi yaitu dari faktor usia dan pendidikan, sarana dan prasarana, kurangnya tenaga pengajar pembinaan.

Kata kunci: Collaborative Governance, Pembinaan Narapidana Narkotika

(7)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan Rahmat dan Karunia-Nya skripsi yang berjudul “Collaborative Governance Dalam Pembinaan Narapidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai” dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan suatu nikmat yang tiada ternilai dalam pelaksanaan penelitian skripsi yang telah dilakukan oleh penulis, walau sedikit mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat kerja keras penulis dan adanya bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Ahmad jufri dan Sitti Hawani selaku orang tua penulis yang senantiasa memberi harapan, semangat, perhatian, kasih sayang dan doa tulus tanpa pamrih. Dan saudara-saudarku tercinta yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat hingga akhir studi ini. Dan seluruh keluarga besar atas segala pengorbanan, dukungan dan doa restu yang telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah

(8)

mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada :

1. Bapak Dr. Amir Muhiddin, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar dan tak kenal lelah dalam membimbing penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Rudi Hardi, S.sos. M.si selaku pembimbing II yang tak kenal lelah membimbing dan mendorong penulis untuk menyelesaiakn skripsi ini.

3. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE.,MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ibu Dr.Nuryanti Mustari, S.Ip.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan 6. Bapak Ahmad Harakan, S.IP., M.H.I selaku sekertaris Jurusan Ilmu

Pemerintahan

7. Bapak/ibu dan asisten Dosen Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti kuliah.

8. Seluruh civitas akademik Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar

(9)

9. Keluarga besar Himpunan Jurusan Ilmu Pemerintahan yang senantiasa mendukung membrikan seangat dan suport dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Keluarga besar Kepmi Bone, Komisariat Taro Ada Taro Gau, DPC

Patimpeng yang senantiasa mendukung membrikan semangat dan suport dalam penyelesaian skripsi ini.

Terlalu banyak orang yang berjasa dan mempunyai andil kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar, sehingga tidak akan muat bila dicantumkan dan dituturkan semuanya dalam ruang yang terbatas ini, kepada mereka semua tanpa terkecuali penulis ucapkan terima kasih yang teramat dalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 23 juli 2020 Yang menyatakan

Septian Cahyono

(10)

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Table ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 4 D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Penelitian Terdahulu ... 6

B. Collaborative Governance ... 6

C. Konsep Tentang Pembinaan Penelitian ... 16

D. Konsep Tentang Narapidana ... 19

E. Penyalahgunaan Narkotika ... 20

F. Konsep Tentang Lembaga pemasyrakatan ... 22

G. Kerangka Fikir ... 26

H. Fokus Penelitian ... 27

I. Deskripsi Fokus Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 29

B. Jenis dan Sumber Data ... 29

C. Teknik Pengumpulan Data ... 30

D. Informan Penelitian ... 31

E. Teknik Analisis Data... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

A. Gambaran umum lokasi penelitian ... 32

B. Collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika ... 34

(11)

C. Kendala-kendala yang di hadapi ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(12)

Tabel 4.1 ... Tabel 4.2 ... Tabel 4.3 ... Tabel 4.4 ... Tabel 4.5 ... Tabel 4.6 ... xii

(13)

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat yang akan terjadinya sesuatu tindak kejahatan yang di lakukan oleh individu atau kelompok sebagai akibat dari adanya gesekan kepentingan. suatu tindak kejahatan pada akhirnya akan menimbulkan pelanggaran hak - hak individu maupun kolektif dan apabila tidak ditanggulangi justru berpotensi timbulkan kejahatan kejahatan kejahatan-kejahatan lainnya. istilah narkotika bukan lagi Istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyak berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberikan tentang penggunaan narkotika dan bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat penggunaannya.

Maraknya penyalahgunaan narkotika tidak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap narkotika. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Lembaga Pemasyarakatan atau rutan kelas II B Sinjai sebagai salah satu tempat pembinaan narapidana, kegiatan di dalam lembaga pemasyarakatan bukan sekedar menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan dan mendidik agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Fungsi pembinaan tidak

(14)

lagi sekedar Penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi warga binaan yang ada di dalam rutan kelas II B Sinjai.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No.M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang pola pembinaan narapidana atau tahanan, menyatakan pengertian pembinaan meliputi tahananPola pembinaan narapidana dan bimbingan klien.ruang lingkup pembinaannya dapat dibagi dalam dua bidang yaitu, pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Rumah tahanan kelas II B sebagai salah satu unit pelaksanaan teknis dari Kementerian Hukum dan hak asasi manusia Yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan perawatan tahanan dan pembinaan terhadap tahanan dan narapidana. Rumah tahanan kelas II B Sinjai kapasitas 100 orang, 2018 tercatat jumlah penghuni rumah tahanan kelas II B Sinjai mencapai 142 orang warga binaan. dimana dari Warga tersebut 99 orang merupakan narapidana, 43 orang merupakan tekanan. karena telah melebihi kapasitas yang seharusnya saat ini rumah tahanan kelas II B telah dinyatakan over kapasitas.

Saat ini jumlah narapidana kasus narkotika yang dibina sebanyak 68 orang dengan spesifikasi jumlah tahanan sebanyak 13 orang dan jumlah narapidana sebanyak 55 orang. Dan dari hasil yang diperoleh bahwa tahanan dan narapidana yang menempati rutan kelas 12 menjahit dengan kasus yang paling tinggi adalah penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun jumlah narapidana maupun tahanan Rutan kelas II B untuk kasus penyalahgunaan narkotika terus mengalami peningkatan. karena semakin bertambahnya jumlah kasus penyalahgunaan narkotika tersebut maka Pemerintah perlu melakukan tindakan pembinaan bagi

(15)

para tahanan dan narapidana agar supaya Apabila mereka telah bebas tidak terjerumus lagi dengan kasus yang sama.

Pelaksanaan pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan adalah sebagai jalan keluar untuk Membina dan juga untuk mengembalikan narapidana ke jalan yang benar. Setiap kegiatan pembinaan, tentu petugas penggunaan memiliki dampak dalam mengajarkan, mengawasi serta menentukan pembinaan paling tepat untuk narapidana yang bersangkutan serta perkembangan tingkah lakunya sasaran pembinaan terpidana perkara narkotika sebetulnya lebih ditujukan kepada kelompok pemakai atau pecandu yang menjadi korban kejahatan dari para pemasok atau pengedar narkotika tersebut. oleh karena itu lah para terpidana setelah diketahui segala sesuatunya tentang proses pengadilan, maka pola pembinaan nya diserahkan kepada Lembaga Pemasyarakatan Dimana mereka menjalani masa hukuman. jadi dalam hal ini, penanganan masalah pembinaan para korban penyalahgunaan narkotika tersebut adalah merupakan kewajiban pemerintah juga.

Walau demikian sesuai dengan asas kebersamaan maka kewajiban untuk mengembalikan kondisi para korban tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat pada umumnya. Dari uraian di atas Maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Collaboratife Governance Dalam Pembinaan Terhadap Narapidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai “

(16)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Collaboratife Governance dalam pembinaan Terhadap narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai? 2. Apakah kendala-kendala yang di hadapi Collaborative Governance

dengan pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Sinjai?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini berdasarkan perumusan masalah yang ada yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan agar dapat melihat dan mengetahui bagaimana kolaborasi yang terjalin antara pemerintah dan nonpemerintah (collaborative governance) dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Collaborative Governance dalam pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Sinjai.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuka dan menambah wawasan serta memperbanyak informasi mengenai Collaborative Governance dalam pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai

(17)

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya untuk di jadikan bahan masukan bagi Collaborative Governance dalam pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai

b. Dapat di jadikan dasar penelitian yang lebih mendalam terhadap Collaborative Governance dalam pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai

(18)

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini di dasari dari sebuah penelitian terdahulu, baik dari jenis penelitian maupun teori yang digunakan , dsn teknik metode penelitian yang digunakan penjelasannya dibawah ini sebagai berikut:

Collaborative Governance antara badan narkotika nasional dengan Lapas Kelas 1 Makassar dalam mengelola rehablitas social untuk korban penyalahgunaan NAPZAH di lembaga pemasyarakatan kelas 1 makassar, silawesi selatan. Penelitian ini dilakukan agar dapat melihat dan mengetahui bagaimana kolaborasi yang terjalin dipihak pemerintah yaitu Lapas Kelas 1 Makassar dalam melaksanakan proses pengelolaan rehabilitasi social untuk korban penyalahgunaan NAPZA di kota Makassar.

Collaboratve Governance dalam penegendalian narkoba antara badan narkotika nasional provinsi Sulawesi selatan dengan lembaga kelas 1A Kab. Maros. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan tehnik penentuan informan secara purposive dan snow ball. B. Collaborative Governance

1. Defenisi Governance

Governance berasal dari kata “govern” yang berarti mengambil peran yang lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan dan lembaga yang memungkinkan pengelolaan dan pengendalian masalah-masalah kolektif

(19)

masyarakat. Menurut Chema dalam Keban (2008:38), governance merupakan suatu system nilai, kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi, sosial, politik dikelola melalui interaksi masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Oleh karena itu, in2wstitusi dari governance meliputi tiga domain yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha) dan society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing (Sedarmayanti, 2003:5). Sementara Ulum dan Ngindana (2017:6) menyebutkan bahwa governance mengindikasikan „disesiminasi otoritas‟ dari single actor menjadi multi-aktor.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam konsep governance, beberapa urusan-urusan publik yang sebelumnya dikelola oleh actor tunggal yakni pemerintah menjadi dikelola bersama dengan aktor-aktor lain seperti sektor swasta dan masyarakat. dengan adanya governance menjadikan pemerintah tidak lagi dominan dan menciptakan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahaan dan urusan-urusan publik. Abidin dkk (2013:10) memetakan bahwa terdapat 3 aktor yang berpengaruh dalam proses governance. Tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. ketiga aktor tersebut saling berkolaborasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal yang memonopoli penyelenggaraan pemerintah. melainkan memerlukan aktor lain karena karena keterbatasan kemampuan pemerintah. Swasta dengan dukungan finansialnya harus mampu membantu pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan swasta

(20)

dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk mengurusi kepentingannya sendiri yakni hanya semata-mata mencari keuntungan pribadi.

Sehubungan dengan keterlibatan multi aktor dalam governance, Stoker dalam (Ulum dan Ngindana, 2017:6) merumuskan parameter penerapan konsep governance yang dirangkumnya ke dalam 5 aspek sebagai berikut:

a. Governance mengacu pada seperangkat institusi dan aktor yang diambil dari pemerintah maupun pihak di luar pemerintah

b. Governance mengidentifikasi kaburnya batas-batas dan tanggung jawab untuk mengatsi masalah sosial dan ekonomi

c. Governance mengidentifikasi keterkaitan kekuatan dalam hubungan antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam aksi kolektif

d. Governance adalah mengenai jaringan aktor pemerintahan yang otonom e. Governance mengakui kapasitas untuk menyelesaikan sesuatu yang tidak

hanya bertumpu pada kekuatan atau menggunakan otoritas pemerintah. Parameter diatas menjelaskan bahwa governace harus mampu mengandalkan pihak lain selain pemerintah. Governance mengharuskan adanya kinerja secara kolektif antar aktor. Sehingga jejaring anatar aktor tersebut diupayakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terdapat di masyarakat, seperti permasalahan sosial dan ekonomi.

2. Defenisi Collaboratife governance

Salah satu bentuk dalam konsep penyelenggaraan pemerintahan atau governance yakni disebut konsep collaborative governance atau penyelenggaraan pemerintahan yang kolaboratif. Menurut pendapat Ansell dan Grash

(21)

“Collaborative governance is therefore a type of governance in which public and private actor work collectively in distinctive way, using particular processes, to establish laws and rules for the provision of public goods”(Ansell dan Gash, 2007:545). Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai salah satu dari tipe governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu kondisi dimana aktor publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan proses terentu yang nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan kebijakan yang tepat untuk public atau,masyarakat.

Konsep ini menunujukkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktor publik yaitu pemerintah dan aktor privat yaitu organisasi bisnis atau perusahaan bukanlah suatau yang terpisah dan bekerja secara sendiri-sendiri melainkan bekerja bersama demi kepentingan masyarakat. Kolaborasi dipahami sebagai kerjasama antar aktor, antar organisasi atau antar institusi dalam rangka pencapain tujuan yang tidak bisa dicapai atau dilakukan secara independent. Dalam bahasa Indonesia, istilah kerjasama dan kolaborasi masih digunakan secara bergantian dan belum ada upaya untuk menunjukkan perbedaan dan kedalaman makna dari istilah tersebut.Secara definisi, para ahli mendefinisikan collaborative governance dalam beberpa makna yang ide utamanya sama, yakni adanya kolaborasi antara sektor publik dan non publik atau privat dalam penyelenggaraan pemerintahan atau governance. Ansell dan Gash (2007:546) mendefinisikan collaborative governance sebagai berikut ini: Collaborative governance adalah serangkain pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik yang melibatkan secara langsung stakeholder non-state di dalam proses pembuatan kebijakan yang

(22)

bersifat formal, berorientasi consensus dan deliberative yang bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur program atau aset.

Disamping pendapat tersebut, pendapat lain mengenai collaborative governance dikemukakan Agranoff dan McGuire dalam Chang (2009:76 77) yang menyatakan sebagai berikut: Secara khusus, collaborative gvernance telah menempatkan banyak penekanan pada kolaborasi horisontal sukarela dan hubungan horizontal anatara partisipan multi sektoral, karena tuntutan dari klien sering melampaui kapasitas dan peran organisasi publik tunggal, dan membutuhkan interaksi di antara berbagai organisasi yang terkait dan terlibat dalam kegiatan publik. kolaborasi diperlukan untuk memungkinkan governance menjadi terstruktur sehingga efektif memenuhi meningkatnya permintaan yang timbul dari pengelolaan lintas pemerintah, organisasi, dan batas sektoral.

Berdasarkan pada pendefinisian oleh dua ahli tersebut, sebenarnya telah mendefinisakan collaborative governance dalam gagasan yang sama. Akan tetapi pada penjelasan Ansell dan Gash dapat dlihat bahwa aspek kolaborasi penyelenggaraan pemerintah lebih pada aspek perumusan dan impletasi kebijakan publik atau program dari lembaga publik, dalam hal ini yakni pemerintah. Selain itu, dalam praktiknya kolaboasi penyelenggaraan pemerintah haruslah menjunjung tinggi nilai deliberative atau musyawarah dan konsensus antar tiap aktor atau stakeholder ya terlbat dalam kolaborasi tersebut. Sedangkan pada gagasan Agranoff dan McGuire menunjukkan bahwa collaborative governance atau kolaborasi penyeggaran pemerintahan dalam lingkup yang lebih general yakni

(23)

penyelenggraan pemerintahan secara keseluruhan. Collaborative governance dalam hal ini lebih menitik beratkan pada aspek sukarela dalam praktik kolaborasi. Aspek kesukarelaan tersebut diharapkan setiap aktor yang terlibat dalam kolaborasi bekerja secara optimal untuk tercapainya tujuan dalam kolaborasi. Sehingga program atau kebijakan yang yang dilaksanakan akan terksana lebih efektif karna melibatkan relasi oganisasi atau institusi.

3. Tujuan Melaksanakan Collaborative Governance

Kolaborasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam praktik pemerintahan sekarang ini. Ada berbagai alasan yang melatar belakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau institusi. Junaidi (2015:8) menyebutkan bahwa Collaborative governance tidak muncul secara tiba-tiba karena hal tersebut ada disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang mendorong untuk dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh publik. Collaborative Governance atau kolaborasi penyelenggaraan pemerintahan muncul sebagai respon atas kegagalan implementasi dan tingginya biaya dan adanya politisasi terhadap regulasi (Ansell dan Gash, 2007:54). Lebih positif lagi bahwa orang mungkin berpendapat bahwa kecenderungan ke arah kolaborasi muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kapasitas institusi atau lembaga Pendapat di atas menyatakan bahwa collaborative governance muncul tidak begitu saja melainkan dilatarbelakangi berbagai aspek. munculnya collaborative governance dapat dilihat dari aspek kebutuhan dari institusi untuk melakukan kerjasama antarlembaga, karena keterbatasan kemampuan tiap lembaga untuk melakukan program/kegiatannya

(24)

sendiri. Selain itu, kolaborasi juga muncul lantaran keterbatasan dana anggaran dari suatu lembaga, sehingga dengan adanya kolaborasi anggaran tidak hanya berasal dari satu lembaga saja, tetapi lembaga lain yang terlibat dalam kolaborasi. Kolaborasi pun juga bisa dikatakan sebagai aspek perkembangan dari ilmu pemerintahan, terutama dengan munculnya konsep governance yang menekankan keterlibatan beberapa aktor seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah. Kolaborasi juga dapat sebagai alternatif dalam mengembangkan keterlibatan kelompok kepentingan dan adanya kegagalan dalam manajerialisme salah satu institusi atau organisasi. Kompleksitas yang muncul pada peekembangannya berakibat pada kondisi saling ketergantungan antar institusi dan berakibat pada meningkatnya permintaan akan kolaborasi. Selanjutnya penjelasan lainnya yang lebih spesifik dikemukan oleh Ansell dan Grash dalam Sudarmo bahwa collaborative governance muncul secara adaptif atau dengan sengaja diciptakan secara sadar karena alasan-alasan dan pentingnya konsep ini dilakukan sebagai berikut ini:

a. Kompleksitas dan saling ketergantungan antar institusi

b. Konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam c. Upaya mencarai cara-cara baru untuk mencapai legitimasi politik.

d. Kegagalan implementasi kebijakan di tataran lapangan.

e. Ketidakmampuan kelompokkelompok, terutama karena pemisahan rezim-rezim kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya untuk menghambat keputusan

(25)

g. Tingginya biaya dan politisasi regulasi (Junaedi, 2015:10)

Pendapat diatas menyatakan bahwa kolaborasi dikakukan karena kompleksitas adanya saling ketergantungan dari tiap institusi. Kolaborasi juga dianggap munucul akibat beragamnya kepentingan antar tiap kelompok sehingga memunculkan adanya suatu kolaborasi. Sehingga dengan dilakukannya kolaborasi dapat memobilisasi kelompok-kelompok kepentingan. Kolaborasi dianggap menjadi solusi untuk buruknya suatu implementasi program atau kegiatan yang dilakukan oleh satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga tersebut. Selain ini kolaborasi juga dianggap sebagai solusi untuk mengatasi tingginya biaya dari suatu program atau kegiatan.

4. Proses kolaborasi

Proses dari suatu kolaborasi dil lakukan dalam beberapa tahapan. Suatu tahapan model kolaborasi menjadi penting untuk diperhatikan sebagai strategi dalam aspek pengelolaan suatu urusan publik. Meskipun proses kolaboratif sulit untuk dilaksanakan karena karakterr-karakter dari tiap stakeholder yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ansell dan Grash (2007:558 - 561) sebagai berikut:

a. Face to face dialoge

Semua bentuk collaborative governance dibangun dari dialog tatap muka secara langsung dari tiap stakeholder yang terlibat. Sebagaimana collaborative governance yang berorientasikan proses, dialog secara langsung sangat penting dalam rangka mengidentifikasi peluang dan keuntungan bersama. Dialog secara tatap muka langsung bukanlah semata-mata merupakan negoisasi yang ala kadarnya. Dialog secara langsung ini

(26)

terlibat. Sehingga, stakeholder dapat bekerjasama sesuai dengan tujuan dan kebermanfaatan bersama.

b. Trust building

Buruknya rasa percaya antar stakeholder memang merupakan hal yang lumrah di awal proses kolaborasi. Kolaborasi memang bukan semata tentang negosiasi antar stakeholder, namun lebih dari itu merupakan upaya untuk saling membangun kepercayaan satu dengan yang lainnya. Membangun kepercayaan perlu dilakukan sesegera mungkin ketika proses kolaborasi pertama dilakukan. Hal ini diupayakan agar para stakeholder tidak mengalami egosentrisme antar institusi. Oleh karenanya, dalam membangunan kepercayaan ini, diperlukan pemimpin yang mampu menyadari akan pentingnya kolaborasi.

c. Commitment to process

Komitmen tentunya memiliki relasi yang kuat dalam proses kolaborasi. Komitmen merupakan motivasi untuk terlibat atau berpartisipasi dalam collaborative governance. Komitmen yang kuat dari setiap stakeholder diperlukan untuk mencegah resiko dari proses kolaborasi. Meskipun komitmen memang merupakan hal yang rumit dalam kolaborasi. Komitmen merupakan tanggung jawab dari stakeholder supaya memandang relasi yang dilakukan sebagai hal yang baru dan tanggungjawab tersebut perlu dikembangkan

(27)

d. Share Understanding

Pada poin yang sama dalam proses kolaborasi, stakeholder yang terlibat harus saling berbagi pemahaman mengenai apa yang dapat mereka (stakeholder) capai melalui kolaborasi yang dilakukan. Saling berbagai pemahaman ini dapat digambarkan sebagai misi bersama, tujuan bersama, obketivitas umum, visi bersama, ideologi yang sama, dan lain-lain. Saling berbagi pemahaman dapat berimplikasi terhadat kesepakatan bersama untuk memaknai dan mengartikan suatu masalah.

e. Intermediate outcomes

Hasil lanjutan dari proses kolaborasi terwujud dalam bentuk output atau keluaran yang nyata. Hal ini merupakan hasil proses yang kritis dan esensial dalam mengembangkan momentum yang dapat membimbing demi keberhasilan suatu kolaborasi. Intermediate outcomes ini muncul apabila tujuan yang mungkin dan memberikan keuntungan dari kolaborasi yang mana secara relative konkrit dan ketika “small wins” dari suatu kolaborasi dapat dimungkinkan terjadi

5. Collaborative Governance Dalam Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasyarakatan sebagai wujud pelembagaan respons masyarakat terhadap perlakuan pelanggar hukum pada

(28)

hakekatnya merupakan pola pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang berorientasi pada masyarakat, yaitu pembinaan yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat. Peran serta masyarakat harus dipandang sebagai suatu aspek integral dari kegiatan pembinaan, sehingga sangat diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu Pasal 9 ayat (1) memberikan peluang bagi Menteri untuk mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau perorangan dalam rangka penyelenggaraan sistem pemasyarakatan. Kerja sama yang dimaksud perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini memberikan peluang kepada instansi pemerintah, badan-badan kemasyarakatan dan perorangan untuk ikut berperan serta membina dan membimbing Warga Binaan Pemasyarakatan dalam bentuk hubungan kerjasama baik yang bersifat fungsional maupun kemitraan guna melaksanakan program pembinaan dan pembimbingan tertentu. Pembinaan dilaksanakan dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), sedangkan pembimbingan diadakan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat.

C. Konsep Tentang Pembinaan

Menurut kamus bahasa Indonesia (2008:1046), Bahwa wa arti kata pola adalah model ( contoh, acuan, ragam, bentuk dan sebagainya) atau sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. ditinjau dari segi bahasa pembinaan Diartikan proses cara perbuatan membina kegiatan dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2003:152)

(29)

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang pembinaan pembinaan warga binaan Pemasyarakatan yang dimaksud dengan pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, Profesional. kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik Pemasyarakatan berdasarkan pasal 2 dan pasal 3 PP No. 31 tahun 1999 pelaksanaan pembinaan meliputi kepribadian dan kemandirian.

Pembinaan narapidana tidak hanya pembinaan terhadap mental spiritual pembinaan kemandirian, tapi juga pemberian pekerjaan selama berada di lembaga pemasyarakatan pembinaan keterampilan dan olahraga. Upaya pembinaan atau bimbingan menjadi inti dari kegiatan sistem Pemasyarakatan, merupakan sarana perlakuan cara baru Terhadap narapidana untuk mendukung pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara mengeluarkan kembali menjadi anggota masyarakat.

Menurut ketentuan keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana atau tahanan, dapat dibagi dalam dua bidang yaitu:

1. Pembinaan kepribadian meliputi: a. pembinaan kesadaran agama

b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara c. pembinaan kemampuan intelektual dan kecerdasan d. pembinaan mentegrasikan diri dengan masyarakat

(30)

2. Pembinaan kemandirian

a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha Mandiri b. keterampilan untuk mendukung usaha usaha industri kecil

c. keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan Bakat masing-masing Fungsi pembinaan dalam pasal 3 undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa fungsi pembinaan adalah untuk menyiapkan warga binaan Pemasyarakatan yang dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. tujuan dari pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan adalah agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatan dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap pribadi dari narapidana itu sendiri tujuannya agar narapidana mampu mengenal dirinya sendiri dan kemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pencernaan dalam tata Peradilan Pidana yang dikenal sebagai bagian integral dari tata cara peradilan terpadu.

Menurut Andi Hamzah (1983:17) tujuan pembinaan adalah Pemasyarakatan, dapat dibagi dalam tiga hal yaitu:

1. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana

2. Menjadi manusia yang berguna berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negaranya

(31)

3. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan dunia maupun akhirat

Sedangkan menurut Harsono ( 1995: 48) tujuan pembinaan adalah kesadaran. dalam diri seseorang maka seseorang harus mengenal dirinya sendiri. ada 4 komponen penting dalam pembinaan narapidana yaitu:

1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri

2. Keluarga, ada anggota keluarga inti atau keluarga dekat

3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana saat masih di luar Lembaga Pemasyarakatan, masyarakat biasa atau pejabat setempat

4. Petugas, Dapat berupa Kepolisian, pengacara. petugas keamanan, petugas sosial, Petugas Lembaga Pemasyarakatan, rutan, Hakim dan lain-lain. D. Konsep tentang Narapidana

Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana), terhukum. (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut Harsono (1995:19) dalam sistem baru pembinaan narapidana, perlakuan narapidana diterapkan sebagai subjek sekaligus objek. Sebagai keamanan kesejajaran sama-sama sebagai manusia sama-sama sebagai makhluk Tuhan sama-sama sebagai makhluk yang spesifik. yang mampu berpikir dan mampu membuat keputusan. sebagai objek Karena pada dasarnya ada perbedaan dalam pembinaan dan bukan sebagai manusianya. Perbedaan dalam pembinaan salah satu contohnya adalah dengan penggolongan narapidana.penggolongan narapidana mempermudah proses pencernaan karena seringkali pembinaan bukan

(32)

dari Pembina tetapi ada pegangan sendiri atau sekelompok narapidana. pasal 12 undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menentukan bahwa dalam rangka pembinaan Terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar:

1. Umur

2. jenis kelamin

3. Lama pidana yang dijatuhkan 4. jenis jenis kejahatan

5. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan E. Penyalahgunaan narkotika

Menurut Taufik (2003:16) Secara umum, yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh. tindak pidana narkotika diatur dalam undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan antara lain, bahwa narkotika bisa posisi merupakan Obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.

Menurut supramono (2001:39) kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan maka Apabila ada perubahan di luar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan besarnya akibat

(33)

yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.

Menurut Bambang Gunawan (Rodliyah dan Salim. (2017:86) Iya mengemukakan pengertian narkotika.narkotika merupakan: obat-obatan yang dapat di dalam ilmu kesehatan tetapi apabila disalahgunakan maka akan menimbulkan dapat mematikan bagi penggunanya dan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

Ada dua unsur yang tercantum dalam Definisi yang dikemukakan oleh Bambang Gunawan, yaitu Obat-obatan dan penggunaannya.

1. Penggunaan obat atau narkotika:

Kesehatan, dan atau dapat disalah gunakan akibat obat yang disalahgunakan akan menimbulkan penyakit yang sangat mematikan bagi 2. Penggunaannya menimbulkan kerugian yang sangat besar

Menurut Soerjono dan Boy (2011:7) ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya Penyalahgunaan narkotika diantaranya sebagai berikut:

1. faktor individu, terdiri dari aspek kepribadian, dan kecemasan atau depresi.

2. Faktor sosial budaya, terdiri dari kondisi keluarga dan pengaruh teman 3. faktor lingkungan, lingkungan yang tidak baik maupun tidak mendukung

dan menampung segala sesuatu yang menyangkut perkembangan psikologis anak dan kurangnya perhatian terhadap anak, juga bisa mengarahkan seorang anak untuk menjadi user atau pemakai narkotika.

(34)

Penyalahgunaan narkotika menurut Departemen Pendidikan dan kebudayaan adalah penggunaan zat narkotika secara tidak wajar diluar pengawasan dokter.penggunaan biasanya terjadi secara terus-menerus atau sesekali dan berlebihan sehingga menimbulkan gangguan-gangguan pada prinsip dan fungsi jiwa seseorang akibat sosial yang tidak diinginkan serta merugikan masyarakat. akan mengakibatkan perubahan pada Pikiran, Perasaan, tingkah laku fungsi motorik. dampak yang timbul dari penyalahgunaan zat berbahaya tersebut antara lain, keracunan, ketergantungan dan kematian (Dirjen Dikdasmen, 1985). Menurut AW WidJajak (1985:18) Tindakan hukum perlu dijatuhkan secara berat dan maksimum, sehingga menjadi cerah dan tidak mengulangi lagi atau contoh Bagi lainnya untuk tidak berbuat penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika dapat dilakukan dengan cara preventif, moralitik, abolisionistik dan juga kerjasama internasional penanggulangan secara preventif Maksudnya usaha sebelum terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya dan dalam keluarga, orang tua, sekolah, guru dengan memberikan penjelasan tentang bahaya narkotika selain itu, juga dapat dengan cara mengobati korban, mengasingkan korban narkotika dalam masa pengobatan dan mengadakan pengawasan terhadap pecandu narkotika.

F. Konsep tentang lembaga pemasyarakatan

Menurut undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang lembaga pemasyarakatan, pengertian lembaga pemasyarakat Diatur pada pasal 1 ayat 3 yaitu:

(35)

“Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik Pemasyarakatan.lembaga Pemasyarakatan kemasyarakatan merupakan unit di Rektorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan hak asasi manusia“

Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Rhoma narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan.Pada prinsipnya, semua terpidana Yang menjalani pidana, Hilang kemerdekaannya setelah diputuskan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap selanjutnya terpidana ditempatkan di lembaga pemasyarakatan sebagai narapidana untuk di sana kembali diproses sesuai dengan hukum yang berlaku agar nantinya dapat kembali hidup bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan dari hukum pidana itu sendiri yaitu, Untuk memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat dengan cara melaksanakan dan menegakkan aturan hukum pidana dan terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. (Zainal dan Edy, 2013)

Menurut yosias dan Simon (2010:1) untuk melaksanakan proses pembinaan, maka dikenal 10 prinsip pokok Pemasyarakatan yaitu:

1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara. 3. Rasa Tobat tidak lagi dicapai Dengan menyiksa, mulai melainkan

bimbingan.

4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada iya sebelum masuk Lembaga Pemasyarakatan

(36)

5. Selama Kehilangan kemerdekaan bergerak, Narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat Mengisi waktu semata hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. pekerjaan yang diberikan harus ditunjukkan untuk pembangunan Negara

7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana harus berdasarkan Pancasila

8. Setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat

9. Narapidana itu Dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

10. Sarana fisik Lembaga ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem Pemasyarakatan

Menurut Dwidja prianto (2009:103)Sistem kemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana.Suharjo pada tanggal 5 Juli 1963 mengemukakan suatu gagasan (sistem Pemasyarakatan), sebagai tujuan Dari pidana penjara. Sehubungan Dengan ini maka sistem kepenjaraan telah ditinggalkan dan memakai sistem kemasyarakatan yang mengedepankan hak hak narapidana. (Widyaada, 1988:56). Hak Narapidana tersebut antara lain terdapat pada pasal 114 ayat 1 undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu:

1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya 2. Mendapat perawatan baik Perawatan asmani maupun rohani

(37)

3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak Menyampaikan keluhan

5. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang

6. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

7. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya

8. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

9. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga

10. Mendapatkan pembebasan bersyarat 11. Mendapat cuti menjelang bebas

12. Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terpenuhinya hak-hak bagi narapidana memberikan dampak positif terhadap kehidupan Di lembaga pemasyarakatan.terwujudnya tata kehidupan yang aman tertib dan mampu mewujudkan narapidana yang telah siap kembali ke masyarakat sebagai manusia yang bertaubat tiap menjalankan perannya sebagai masyarakat dan berbakti pada bangsa dan negara. Sesuai dengan tujuan utama dirikannya Lembaga Kemasyarakatan yang disebut dalam pasal 2 undang-undang Pemasyarakatan yaitu membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya yang menyadari kesalahannya nya Memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat Serta

(38)

menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Hal ini bertujuan supaya fungsi Lembaga Pemasyarakatan untuk menyiapkan warga binaan bermasyarakat agar dapat berintegritas secara sehat dan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 undang-undang Pemasyarakatan dapat terwujud.Tak lepas juga pola pembinaan karakter, Pembinaan mental Dan pembinaan iman Dalam lembaga pemasyarakatan harus benar-benar dijalankan. G. Kerangka Pikir

Collaborative Governance dalam Lembaga Pemasyarakatan yaitu Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dengan Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan narapidana narkotika. Hal tersebut disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang mendorong untuk dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan kendala - kendala yang sedang dihadapi. Bagan kerangka fikir sebagai berikut:

Pembinaan Narapidana

1. Pembinaan kepribadian 2. Pembinaan kemandirian

Kendala dalam pembinaan

1. Faktor usia dan pendidikan

2. Sarana dan prasarana 3. Tenaga pengajar dan

pemenuhan kesehatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai Collaborative Governance 1. Pemerintah 2. Swasta 3. Masyarakat

(39)

H. Fokus penelitian

Collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai dengan beberapa indicator yaitu kolaborasi pemerintah, swasta, masyarakat dan pembinaan narapidana narkotika. I. Deskripsi Fokus penelitian

Adapun definisi fokus penelitian dari proposal ini adalah:

1. Collaborative governance (kolaborasi pemerintah, swasta, masyarakat) adalah serangkain pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik yang melibatkan secara langsung stakeholder non-state di dalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat formal, berorientasi consensus dan deliberative yang bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur program atau aset.

2. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, Profesional. kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik Pemasyarakatan berdasarkan pasal 2 dan pasal 3 PP No. 31 tahun 1999 pelaksanaan pembinaan meliputi kepribadian dan kemandirian.

Ruang lingkup pembinaan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tahun 1990 no. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana atau tahanan, dapat dibagi dalam dua bidang yaitu:

1. Pembinaan kepribadian meliputi: a. Pembinaan kesadaran agama

(40)

b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara c. pembinaan kemampuan intelektual atau kecerdasan d. pembinaan kesadaran hukum

e. pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat 2. Pembinaan kemandirian

a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha Mandiri b. keterampilan untuk mendukung usaha-usaha yang terkecil

c. keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing

3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam membina narapidana yaitu: a. Faktor manusia dan pendidikan

Bilamana warga binaan yang sudah tua atau lanjut usia mencerna pengetahuan yang diberikan oleh petugas Rutan kelas II B dan faktor pendidikan seperti orang yang buta aksara.

b. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana merupakan Suatu hal yang menunjang berhasilnya pembinaan yang dilakukan seperti fasilitas olahraga dan jaminan kesehatanSsemua itu bertujuan untuk mendukung jalannya pembinaan.

c. Kurangnya tenaga pengajar pembinaan

Hal ini berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia atau SDM yang ada di lembaga pemasyarakatan atau Rutan kelas II B Sinjai.

(41)

A. lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu di rumah tahanan kelas II B Sinjai dan waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan setelah seminar proposal. Peneliti memilih tembat tersebut karena lokasi tersebut menjadi tempat pembinaan yang cocok untuk mengetahui lebih dalam bagaimana peran collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai B. jenis dan sumber data

1. Jenis penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam membahas tentang pola pembinaan Terhadap narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Menurut moleong (2010), Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan.pertama penyelesaian masalah akan lebih mudah apabila Ganda. Kedua, Metode ini Menggunakan secara langsung hakikat hubungan antara penelitian dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak zaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi.

2. Sumber data

Untuk Membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam penelitian, sumber yaitu yaitu:

(42)

a) Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan akan mengadakan Wawancara langsung pada pengguna data sebagai objek atau sasaran untuk diteliti mengenai pola pembinaan terhadap narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai. b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk membandingkan dengan

beberapa hal terkait penelitian seperti jumlah pengguna, buku Di perpustakaan.

C. Teknik pengumpulan data

Adapun Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu ini merupakan suatu proses tanya jawab lisan di mana dua orang atau lebih berhadapan hadapan secara fisik. (Kartono Oma 1980: 171) 2. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara sistematis.( Arikunto, 2002:143)

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik yang digunakan untuk melengkapi data-data yang diperoleh melalui wawancara dengan cara mencatat data-data secara langsung yang berkaitan dengan pola pembinaan Terhadap narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai

(43)

D. Informan Penelitian

Adapun informan Dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan kelas II B Sinjai

2. Kepala sub seksi pelayanan tahanan Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan kelas II B di Sinjai

3. Kepala subseksi kesatuan pengamanan Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan kelas II B

4. narapidana Lembaga Kemasyarakatan atau Rutan kelas II B Sinjai E. Teknik analisis data

Analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan informasikan kepada orang lain. Teknik Analisis data yang digunakan di dalam penelitian kualitatif adalah teknis analisis interaktif yang dijalankan dengan cara sebagai berikut:

1. Reduksi data yang meliputi proses merangkum dan memilah data yang berkaitan dengan hal-hal pokok serta memfokuskan pada hal-hal penting 2. Penyajian data dan dapat diartikan sebagai pengorganisasian data yang

telah direduksi. dalam Penyajian data ini peneliti melakukan upaya untuk menyusun pola hubungan dari seluruh data yang ada sehingga data lebih mudah.

(44)

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai

Rumah tahanan Negara Kelas II B sinjai merupakan salah satu unit pelaksana Teknis (UPT) di bidang pemasyarakatan pada wilayah kerja kantor kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia sulawesi Selatan. Dalam sejarah berdirinya Rumah tahanan negara kelas II B sinjai telah di bangun sejak jaman penjajahan belanda tepatnya pada tahun 1940-an dan di kenal dengan nama penjara dalam bahasa bugis Tarungku dengan sistem kepenjaraan. Bangunan rumah tahanan Negara kelas II B sinjai sekarang di jalan Teuku umar No.03 Sinjai,kode pos 92661, Telepon: (0482) 22188, faximile (0482) 21289, termasuk bangunan baru dan di pindahkan dari lokasi lama di gojeng sekitar tahun 1960-an.

Berdasarkan Surat keputusan menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor: M.02-PK.04.10Tahun 1990 rumah tahanan negara adalah pelaksana teknis tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan rumah tahanan negara klas 2B Sinjai mempunyai tugas dan fungsi pokok yaitu melaksanakan perawatan terhadap tersangka atau terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. dan juga melaksanakan pembinaan Terhadap narapidana yang ditempatkan di rumah tahanan kelas 2B Sinjai. isi badan hukum ini adalah menjadikan institusi sebagai tempat akhir eksekusi di mana masyarakat dapat memperoleh kepastian hukum misinya adalah melaksanakan pelayanan

(45)

tahanan dalam melindungi hak asasi manusia. salah satu fungsi utama rumah tahanan adalah memberikan pelayanan kepada tahanan di dalamnya mencakup pula perawatan dan kesehatan tahanan pembinaan, bantuan hukum, penyuluhan jasmani dan rohani serta pembinaan bimbingan kegiatan untuk tahanan sesuai dengan apa yang menjadi tupoksi dalam rumah tahanan. untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai memiliki sumber daya manusia antara lain.

a. Data Kepegawaian Menurut tugas dan jabatan:

1) Kepala rumah tahanan negara kelas II B sinjai oleh bapak ince Muh. Rizal,SH. M.Si.

2) Kepala kesatuan pengamanan rumah tahanan negara kelas II B sinjai oleh Bapak H. Wajidi Hasbi,SH., MH

3) Kepala sub seksi pengelolaan Rumah tahanan negara kelas II B sinjai oleh bapak Adam Malik, S.sos.

4) Kepala sub seksi pelayanan tahanan rumah tahanan negara kelas II B sinjai oleh Bapak Mappiar,S.Sos.

b. Petugas staf terdiri dari atas bagian keamanan, pengelolaan, dan pelayanan tahanan

c. Petugas keamanan: Semua pegawai pada bagian keamanan yang bertugas sebagai penjaga tahanan/narapidana.

(46)

d. Menurut jenis kelamin

Jumlah pegawai rumah tahanan negara kelas II B sinjai sebanyak 48 orang.

Tabel 4.1 jumlah pegawai Rutan kelas II B sinjai.

NO Jenis Kelamin Jumlah

1. 2. Laki – laki Perempuan 43 Orang 5 Orang

Jumlah Total 48 Orang

Berdasarkan Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa jumlah keseluruhan pegawai rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai adalah 48 Orang. di mana komposisi pegawai yang berjenis kelamin laki-laki mendominasi yaitu sebanyak 43 orang, sebaliknya pegawai perempuan hanya 5 orang. Sehingga laki-laki lebih diperlukan daripada pegawai perempuan.

e. Menurut pangkat atau golongan

Tabel 4.2 jumlah pegawai berdasarkan pangkat atau golongan.

NO Jenis Kelamin Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. Golongan III/d Golongan III/c Golongan III/b Golongan III/a Golongan II/c 6 orang 7 orang 16 orang 3 orang 2 orang Jumlah 48 orang

Berdasarkan tabel di atas, golongan III/d (penata tingkat 1) jumlah 6 orang, golongan III/c (penata)Berjumlah 7 orang, golongan III/b (penata muda

(47)

tingkat 1) sebanyak 16 orang, golongan III/a (penata muda) sebanyak 3 orang, golongan II/c (pengatur) berjumlah 2 orang, golongan II/b (pengatur muda tingkat 1) berjumlah 4 orang dan golongan II/a berjumlah 10 orang.

f. Menurut tingkat pendidikan

Tabel 4.3 jumlah pegawai berdasar tingkat pendidikan

NO Tingkat Pendidikan Jumlah

1. 2 3. 4. Strata 2 (S2) Strata 1 (S1) Sarjana Muda SMA/Sederajat 4 Orang 15 Orang 1 orang 28 0rang

Jumlah Total 48 Orang

Berdasarkan tabel di atas, pendidikan terakhir paling banyak di bidang tingkat pendidikan SMA sederajat sebanyak 28 orang. Strata 1 (S1) sebanyak 15 orang, strata 2 (S2) sebanyak 4 orang dan diikuti Sarjana Muda 1 orang.

2. Sejarah Kepemimpinan Rumah Tahan Kelas II B Sinjai

Rumah tahanan negara klas 2B Sinjai sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Adapun nama-nama yang pernah memimpin :

a. Abdul Gani

b. Gatot Sudrajat, Bc.IP c. Kaltubi Drais, Bc.IP d. Yang Dg. pasau

e. Teguh Basuki, Bc, IP, S.sos f. Bowo Leksono, Bc, IP. SH., MH

(48)

g. Drs. H. E. Hidayat Bc, IP. SH., MH. h. Hari Winarca, Bc IP.SH

i. IP nusantara,Bc.IP.,S.sos,MH. j. Imam Siswoyo,Bc.IP.SH

k. Akbar Amnur,A.Md. IP. SH., M.Si l. Ince Muh.Rizal, SH., M.Si

3. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai

(49)

Berdasarkan struktur rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai yang diperoleh dari bapak Adam Malik selaku kepala subseksi pengelolaan berikut adalah tugas dari masing-masing kepala subseksi rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai

1. Kepala Rutan

a. Mengkoordinir pembuatan rencana kerja, program kerja dan kalender kerja rumah tahanan negara klas 2B Sinjai

b. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan oleh pimpinan

c. Mengkoordinir pelaksanaan penyusunan dan penelaahan data register tahanan, data register para titipan, data pelanggaran disiplin, data sarana dan prasarana rumah tahanan, data jumlah hari tinggal data keadaan tahanan dan data kepegawaian

d. Mengkoordinir pelaksanaan administrasi dan teknis perawatan makanan kesehatan serta mental dan rohani tahanan

e. Koordinasi dengan unit kerja atau instansi terkait

f. Koordinasi penyusunan pemberitahuan habisnya masa tahanan 10 hari dan 3 hari.

g. Mengkoordinir pengelolaan keamanan dan ketertiban Rutan kelas 2B Sinjai

(50)

h. Mengkoordinir pelaksanaan fasilitasi pendampingan dan penyuluhan hukum, bimbingan dan kegiatan kerja bagi tahanan serta fasilitasi TPP (tim pengamat masyarakat)

i. Mengkoordinir pengelolaan administrasi kepegawaian, ketatausahaan, kerumahtanggaan dan perlengkapan, serta keuangan Rutan kelas 2B Sinjai

j. Menyelia dan memberikan hasil penilaian kerja bawahan di lingkungan Rutan kelas 2B Sinjai sesuai target indikator sasaran k. Mengevaluasi laporan pelaksanaan tugas di lingkungan Rutan kelas

2B Sinjai sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas

l. Mengkoordinir layanan informasi laporan pengaduan dan layanan kunjungan

m.Mengkoordinir peningkatan peran serta (partisipasi masyarakat) atau kerjasama dengan pihak lain yang terkait

n. Melaksanakan waskat di lingkungan Rutan kelas 2B Sinjai 2. Kepala subseksi pengamanan rutan

a. Menyusun rencana kerja kesatuan pengamanan rutan berdasarkan tugas dan fungsi sebagai pedoman melaksanakan tugas.

b. Membuat laporan pelaksanaan pekerjaan kesatuan pengamanan rutan secara berkala sebagai bahan masukan bagi pimpinan

(51)

c. Memberikan petunjuk dan arahan dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai tugas dan tanggung jawab untuk memperoleh hasil yang maksimal dan meminimalisir kesalahan dalam melaksanakan tugas

d. Melakukan pengawasan melekat terhadap bawahan berdasarkan tugas masing-masing agar sasaran tercapai

e. Mengawasi pelaksanaan penerimaan penempatan dan pengeluaran warga binaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar dalam pelaksanaan tidak terjadi kesalahan

f. Melakukan pengamanan dalam proses pemeriksaan WBP di rutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan oleh kepolisian atau Kejaksaan agar terciptanya ketertiban dan keamanan

g. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kamtib secara berkala sesuai protab agar kondisinya selalu terjaga dan siap digunakan dalam pelaksanaan tugas

h. Melaksanakan penggeledahan kamar hunian WBP secara berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar terciptanya suasana kondusif.

3. Kepala sub seksi pengelolaan rutan

a. Membuat rencana kerja sub seksi pengelolaan rutan\ b. Melakukan urusan keuangan rutan

(52)

d. Melakukan urusan kepegawaian rutan

e. Melakukan urusan pencairan SPM dan pembayaran tagihan beban anggaran belanja rutin rutan

f. Menyelia dan memberikan penilaian hasil kerja bawahan di lingkungan sub seksi pengelolaan sesuai target indikator sasaran g. Melakukan urusan laporan kinerja rumah tahanan negara kelas 2B

Sinjai

h. Melakukan pengawasan di lingkungan sub seksi pengelolaan rutan 4. Kepala sub seksi pelayanan tahanan rutan

a. Membuat rencana kerja sub seksi pelayanan tahanan b. Mengevaluasi laporan pelaksanaan tugas pegawai

c. Menyelenggarakan pemberian remisi umum dan remisi khusus d. Menilai hasil kerja pegawai bawahannya

e. Menyelenggarakan bimbingan pembinaan dan kemandirian WBP f. Menyiapkan penyusunan buku buku registrasi napi atau tahanan g. Mengawasi pembuatan jurnal harian

h. Menyelenggarakan perawatan dan kesehatan WBP

i. Menyiapkan WBP untuk asimilasi PB. CB. CMB. dan CMK j. Menyiapkan penyelenggaraan sidang TPP

(53)

4. Keadaan Tahanan Narapidana

Saat ini jumlah total tahanan dan narapidana yang menghuni Rutan kelas 2B Sinjai sebanyak 142 orang, 99 orang diantaranya adalah narapidana dan 43 orang yang adalah tahanan dengan kapasitas 100 orang. hal ini telah menyatakan bahwa Rutan kelas 2B Sinjai telah over kapasitas. Antara pengertian narapidana dan tahanan memiliki perbedaan yaitu tahanan merupakan orang yang ditahan di rutan selama proses penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri, Pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung sedangkan narapidana adalah orang yang dibina di lembaga pemasyarakatan setelah dijatuhi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.

Jumlah tahanan dan narapidana rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai Jika dilihat dari tingkat pendidikan terdiri dari tingkat pendidikan seperti yang terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.4 jumlah narapidana/tahanan berdasarkan tingkat pendidikan

NO Tingkat Pendidikan Jumlah

1. 2 3. 4. 5. 6. 7. Buta Huruf Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat D III Tamat S I 11 orang 26 orang 29 orang 18 orang 49 orang 2 orang 7 orang

(54)

Berdasarkan tabel diatas tingkat pendidikan tahanan dan narapidana di rumah tahanan klas 2B Sinjai yang paling banyak adalah tingkat pendidikan tamat SMA sebanyak 49 orang, kemudian tamat SD sebanyak 29 orang, yang tidak tamat SD sebanyak 26 orang, yang tamat SMP sebanyak 18 orang, kemudian buta huruf sebanyak 11 orang, tamat D III sebanyak 2 orang dan Tamat S1 sebanyak 8 orang. Tabel Berikut ini merupakan jumlah tahanan dan narapidana rutan kelas 2B Sinjai dilihat dari kasusnya sehingga mereka menjadi warga binaan Rutan kelas 2B Sinjai. untuk lebih rincinya dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel 4.6 jumlah narapidana/tahanan berdasarkan jenis kasusnya.

NO Nama Kasus Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Terhadap Ketertiban Kesusilaan Pembunuhan Penganiayaan Pencurian Penipuan Narkotika Korupsi Lain – lain 3 orang 13 orang 7 orang 14 orang 16 orang 7 orang 68 orang 3 orang 11 orang

Jumlah Total 142 Orang

Berdasarkan tabel di atas menerangkan bahwa tahanan dan narapidana yang menempati rutan kelas 2B Sinjai dengan kasus yang yang paling tinggi adalah narkotika sebanyak 68 orang, kemudian disusul oleh kasus pencurian sebanyak 16 orang, kasus penganiayaan sebanyak 14 orang, kesusilaan sebanyak 13 orang, kasus penipuan sebanyak 7 orang, pembunuhan sebanyak 7

(55)

orang, kasus terhadap ketertiban sebanyak 3 orang, dan lain-lain sebanyak 11 orang. Tabel Berikut ini merupakan jumlah tahanan dan narapidana rumah tahanan kelas 2B Sinjai terkait kasus narkotika.

Tabel 4.6 jumlah narapidana dan tahanan terkait kasus narkotika

NO Tingkat Pendidikan Jumlah

1. 2 3. 4. 5. 2014 2015 2016 2017 2018 (Januari – Juli) 16 orang 20 orang 34 orang 43 orang 68 orang

Berdasarkan tabel di atas, menerangkan bahwa ada peningkatan yang yang terjadi pada jumlah tahanan dan narapidana yang menjadi warga binaan di rumah tahanan klas 2B Sinjai selama 5 tahun terakhir, Misalnya saja pada tahun 2016 sebanyak 16 orang menjadi tahanan dan narapidana di rutan kelas 2B Sinjai kemudian di tahun 2018 sebanyak 43 orang Namun di 2019 belum dipastikan hingga akhir tahun dan terhitung mulai dari Januari sampai Juli sebanyak 68 orang. ini membuktikan bahwa dari tahun ketahun jumlah tahanan dan narapidana dengan kasus narkotika semakin meningkat.

Adapun tabel berikut ini yang menerangkan jumlah tahanan dan narapidana kelas 2B Sinjai ya sudah di nyatakan bebas terkait kasus narkotika itu sendiri dalam kurun waktu 5 tahun

(56)

Tabel 4.7 jumlah narapidana tahanan terkait kasus narkotika yang sudah bebas

NO Tingkat Pendidikan Jumlah

1. 2 3. 4. 5. 2014 2015 2016 2017 2018 (Januari – Juli) - 7 18 21 10

Berdasarkan tabel diatas jumlah tahanan dan narapidana Rutan kelas 2B Sinjai pada tahun 2016 tidak ada yang bebas dalam kasus narkotika tahun 2017 sebanyak 7 orang dan di tahun 2018 sebanyak 18 orang, pada tahun 2019 sebanyak 21 orang dan pada tahun 2020 belum dipastikan hingga akhir tahun dan yang terhitung mulai bulan Januari sampai Juli sebanyak 10 orang.

B. Collaborative Governance Dalam Pembinaan Narapidana Narkotika Di Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai

Collaborative Governance dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai terdapat tiga aktor yang berpengaruh dalam proses governance. tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. ketiga aktor tersebut saling berkolaborasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal yang memonopoli penyelenggaraan pemerintah. melainkan memerlukan aktor lain karena keterbatasan kemampuan pemerintah. Swasta dengan dukungan finansialnya harus mampu membantu pemerintah dalam penyelenggaraan

(57)

pemerintahan. Swasta dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk mengurusi kepentingannya sendiri yakni hanya semata-mata mencari keuntungan pribadi.

Adapun tiga aktor Collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika kelas II B sinjai sebagai berikut:

1. Pemerintah

Pemerintah disini yang ikut serta dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu, Badan Narkotika Nasional (BNN) yang di pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui koordinasi kepala kepolisian negara republik indonesia dan bentuk kollaborasinya yaitu dengan mengelola tempat rehabilitasi khusus untuk membina narapidana narkotika.

Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Ince Muh. Rizal, SH., M.Si. Selaku kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai bahwa:

“Pemerintah ikut serta berperan dalam pembinaan narapidana yakni melalui BNN dengan membuat tempat Rehabilitasi khusus untuk pelaku korban narkotika di kabupaten sinjai dan membagi beberapa tahap dalam membina narapidana narkotika. (wawancara 12 juli 2020)

Rehabilitasi dibedakan menjadi 4 tahap yaitu: a) Tahap Rehabilitasi medis

Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi Medis pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh pemerintah, maupun

Gambar

Tabel 4.1 ........................................................................................................
Tabel 4.1 jumlah pegawai Rutan kelas II B sinjai.
Tabel 4.3 jumlah pegawai berdasar tingkat pendidikan
Gambar 4.4 Struktur Organisasi Rutan Kelas II B Sinjai
+5

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga pemasyarakatan yang secara khusus merupakan institusi menampung pelanggar hukum tidak terlepas dari konflik-konflik, baik di antara para narapidana dan petugas, maupun

(2) Implementasi model pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Sungguminasa sudah berjalan seperti pembinaan kepribadian dan pembinaan

Pembinaan narapidana didasarkan pada sistem pemasyarakatan, dan telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Menurut Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995,

1) Pelaksanaan pembinaan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tabanan masih berpedoman pada peraturan Perundang-undangan yang ada dan tidak

Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam dalam menyelenggarakan pelayanan pemasyarakatan di bidang pembinaan narapidana dan

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah Kantor Wilayah Nusa Tenggara Timur telah melakukan

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa setiap Narapidana dan

Maksudnya teori pencegahan sesuai dengan pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Merauke karena penjatuhan hukuman bagi para narapidana sebagai upaya membuat