• Tidak ada hasil yang ditemukan

Razif Buruh Kereta Manggarai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Razif Buruh Kereta Manggarai"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Buruh Kereta-api dan Komunitas Buruh Manggarai Razif

Abstrak:Sejak 1904 Buruh kereta api adalah fenomena modern yang dilengkapi dengan organisasi modern, seperti adanya serikat buruh, iuran anggota dan mempunyai medium bacaan. Akan tetapi, setelah pemberontakan 1926 terjadi pemutusan dalam organisasi buruh. Serikat buruh kereta-api tidak lagi menuntut politik. Politik dianggap identik dengan komunisme. Pada tahun 1930- an perkembangan buruh kereta-api tidak lagi seperti tahun 1920- an. Intelektual-in telektual yang sebelumnya terlibat dalam serikat buruh, pada tahun 1930- an menjauh dari massa buruh. Keadaan itu berakibat pada pergerakan buruh, terutama buruh kereta-api menjauh dari partai politik dan keterlibatan negara. Situasi itu berlanjut hingga paska revolusi, buruh-buruh kereta-api melakukan perebutan-perebutan stasiun kereta-api tanpa dukungan partai politik atau negara. Pergerakan buruh kereta-api pada masa paska revolusi di Jakarta bergerak di stasiun Maggarai mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok pemuda, seperti Menteng 31, Jalan Guntur, Prapatan 10 dan Kebon Sirih. Kelompok-kelompok ini membutuhkan kereta-api sebagai kendaraan untuk

menggerakakan revolusi. Pada tahun 1950- an dan 1960- an, buruh-buruh kereta-api tidak hanya menjadi anggota serikat buruh kereta-api (SBKA) tetapi juga menjadi anggota Persatuan Buruh Kereta-api (PBKA) dan Serikat Buruh Kereta-api dibawah naungan NU. PBKA yang cenderung mempunyai hubungan dekat dengan Belanda dan SBKA yang

mempunyai kecenderungan dengan nasionalis bertikai secara ideologis hingga tragedi 1965. Paska peristiwa 1965, buruh-buruh kereta-api yang menjadi anggota SBKA dipecat dari pekerjaannya atau dipaksa untuk mengundurkan diri. Keadaan itu mengakibatkan banyak jalur-jalur kereta-api di Jawa ditutup, karena kekurangan tenaga kerja untuk

mengoperasikan jalan kereta-api.

Catatan. Tulisan ini terselenggara atas kerjasama dengan NIOD dan tulisan ini belum pernah dimuat dimedia manapun. Perlu juga dipertimbangkan tulisan ini masih belum rampung, baik argumentasi maupun sistematisasi perlu dilakukan perbaikan.

Pengantar

Kemunculan serikat buruh di Indonesia pada masa kolonial dan Orde Baru senantiasa dikaitkan oleh peran negara dan partai politik.1 Keyakinan ini pun nampaknya begitu kokoh dipegang oleh M.H. Lukman sebagai Wakil Ketua dua Partai Komunis Indonesia (PKI), bahwa serikat buruh yang muncul di luar negara dan partai mempunyai kecenderungan anarkis.2 Dalam tulisan in i saya mencoba berpandangan lain, munculnya ser ikat buruh dan gerakan buruh berkaitan dengan, pekerjaan, komposisi kaum buruh dan komunitas serta pengalaman kaum buruh. Pergerakan buruh kereta-api baik pada era kolonial (VSTP) maupun setelah diihancurkan pada tahun 1926 dan muncul kembali tahun 1931 sebagai PBST (Perhimpoenan Beambte Spoor dan Tram), atau Angkatan Muda Kereta- Api (AMKA) pada pendudukan Jepang serta Serikat Buruh Kereta-Api (SBKA) masa tahun-tahun revolusi samasekali tidak berkaitan dengan peran negara dan partai politik. Malah sebaliknya mereka muncul dari lingkungan kerja dan kampung buruh kereta-api menjelang kekalahan Jepang dan tahun-tahun revolusi bercampur dengan pemuda-pemuda yang mempunyai latar belakang pendidikan teknik pada masa pendudukan Jepang. 1

John Ingleson. “ The Legacy of Colonial Labour Unions in In donesia” Australia Journal of Politics and

History: Volume 47, Number 1, 2001, pp. 85-100.

2

Perny ataan ini dikemukak an oleh Lukman, ketika ia berdebat den gan Bojoeng Saleh di majalah Bintang

▸ Baca selengkapnya: sebelum peluit kereta pagi terjaga bermakna

(2)

Pemerintah kolonial Belanda menggunakan kereta-api sebagai kendaraan penghubung antara wilayah perkebunan dengan pelabuhan, yang seterusnya komoditi perkebunan diekspor ke Eropa. Awal abad ke 20 jumlah perusahaan kereta-api di Hindia Belanda telah mencapai 12 perusahaan, satu perusahaan Staat Spoorweg (SS) milik pemerintah Belanda dan 11 perusahaan lainnya adalah milik swasta yang beroperasi di Jawa dan Sumatra.3 Perusahaan-perusahaan kereta-api ini yang juga melakukan perluasan jaringan jalan kereta-api untuk dapat melayani perusahaan perkebunan dipelosok-pelosok Jawa. Pada awal abad ke 20 dibentuk tiga eksploitasi yang mengatur lalulintas kereta-api di wilayah Barat (jangkauannya hanya wilayah Jawa-Barat), kemudian eksploitasi wilayah Tengah (meliputi Jawa Tengah) dan terakhir eksploitasi wilayah Timur (menjangkau Jawa Timur). Untuk mengatur lalu-lintas (traksi) kereta-api yang memasuki wilayah Barat, atau Jawa-Tengah dan Jawa Timur perlu sebuah stasiun yang mengatur

perlintasan tersebut.

Manggarai selain sebagai stasiun kereta-api, juga sebagai tempat mengatur lalu lintas kereta-api wilayah Barat4 yang dilalui oleh berbagai kereta-api baik yang datang dan pergi ke wilayah Timur dan Tengah. Alasan pemerintah kolonial membangun stasiun kereta-api di Manggarai selain sebagai tempat mengontrol lalulintas wilayah Barat nampaknya Manggarai juga strategis untuk tempat depo (pembersihan gerbong, perbaikan lokomotif dan interior gerbong). Wilayah Manggarai juga berfungsi sebagai tempat pembuat onderdil-onderdil dan interior kereta-api Pemerintah kolonial membangun stasiun, depo dan bengkel di Manggarai tahun 1928 sebagai konsekuensi dari perluasan jaringan kereta-api di wilayah Jawa. Sebelum pembangunan ini, pemerintah kolonial bersama Staat Spoor telah memp ersiapkan pembangunan rumah-rumah untuk para pegawai kereta-api di wilayah Bukit Duri yang terletak di seberang stasiun kereta-api. Tulisan ini berupaya untuk menelusuri perjalanan buruh kereta-api mulai tahun 1930-an dan berakhir tahun 1965, serta kaitannya dengan komunitas buruh kereta-api Manggarai. Masa 1930-an buruh kereta-api sulit untuk melakuk1930-an pergerak1930-an, kemungkin1930-an besar pemerintah kolonial Belanda melancarkan pengawasan politik serta terjadi pemecatan besar-besar an buruh kereta-api karena dampak resesi ekonomi yang terus berlanjut.5 Lantas apa hubungannya dengan

komunitas buruh kereta-api Manggarai? Tahun-tahun awal revolusi Manggarai mempunyai kaitan erat dengan para pemuda dan laskar, yang kemudian turut terlibat dalam serikat buruh kereta-api. Pemuda-pemuda ini yang kemudian menyebarkan pamflet tentang perlawanan terhadap kedatanganan kembali pasukan ten tara Belanda dan melakukan sabotase terhadap kendaraan militer sekutu. Lagi pula pemuda-pemuda itu, berkumpul tidak jauh dari Manggarai. Mereka berkumpul di Menteng 31, Jalan Guntur, Prapatan 10 dan Kebon Sirih, dan diantara mereka pun belum terdapat garis ideologi, tetapi hubungan pertemanan yang menjadi pengikatnya. Dalam memb ah as periode 1930- an, penulis lebih banyak menggunakan bahan bacaan sezaman dan beberapa wawancara dengan man tan pimpinan dan buruh kereta-api. Ingleson dalam membahas perkembangan serikat buruh tahun 1930-an hingga setelah revolusi sangat erat hubungannya dengan partai politik. Pembentukan dana sosial untuk membantu buruh-buruh yang dipecat oleh perusahaan senantiasa atas inisiatif partai politik.6 Penjelasan ini perlu diuji 3

Untuk wilayah Sumatera perusahaan keret a-api yang mengan gkut dari perkebunan bes ar Sumatra Timur hingga ke pelabuhan Medan dimonopoli oleh perusah aan Deli Spoorweg Maatschappij.

4

Eksploitasi wilayah Barat terdiri dari Jakarta, Bekasi, Kerawan g, Bandung, Tasikmalaya, Cical engka dan Garut. Selain itu eksploitasi wilayah barat mencakup 230 stasiun besar dan kecil. Pada m asa revolusi kantor eksploitasi Barat mengungsi ke Purwokerto. In formasi ini berdas arkan wawan cara dengan Sosromoeljono 23 Febu ari 2005. Sosromoeljono, seorang buruh k ereta-api Manggarai yang ikut mempersiapk an

pengang kutan peralat an bengkel keret a-api di Jawa Barat ke Purwokerto. 5

Untuk masalah depresi ekonomi dan politik, lihat Bob Hering. Moehammad Hoesni Thamrin Membang un

Nasionalisme Indonesia. Jak arta. Hast a Mistra 2003. Terutama pada ch apter 6 dan 7, hal 147- 1196.

6

(3)

kembali, karena partai politik tahun 1930- an sangat dibatasi pergerakannya di organisasi massa oleh pemerintah kolonial. Mereka hanya bisa mengajukan usulan perbaikan-perbaikan ditingkat Volksrad.

Pada periode ini dibahas proses buruh-buruh kereta-api dalam membentuk perkumpulan sosial seperti dana untuk kematian, dan dana untuk membantu buruh-buruh yang dipecat. Selain itu, partai politik maupun organisasi massa masuk dalam perangkap pemerintah kolonial untuk beraktifitas ditingkat Volksraad.7 Kemudian pada 1940 terbentuk lembaga tripartit yang dikenal sebagai Ordonantie Regeling Arbeidsverhouding. Ordonantie ini berperan sebagai pendamai perselisihan antara buruh dan majikan, jika keduanya tidak mempunyai kesepakatan maka akan diputuskan oleh Directeur Van Justitie.8

Periode pendudukan Jepang 1942-1945, akan dibahas apakah ada perlawanan dari buruh-buruh kereta-api terhadap fasisme Jepang? Lan tas bagaiman a ingatan pengalaman buruh kereta-api dan pemuda pada masa Jepang? Pertanyaan yang juga cukup penting adalah apa yang menyebabkan kekuatan buruh kereta-api begitu luar biasa setelah pendudukan balatentara Jepang berakhir? Apakah ini ada hubungannya dengan Jepang membangun sekolah teknik bagi pemuda untuk memahami seluk-beluk kereta-api? Contohnya pada bulan Juli 1945 sekolah-sekolah teknik perkereta-apian menghasilkan 80.000 teknisi buruh kereta-api. Kemudian para pemuda dan buruh teknisi ini membentuk Angkatan Muda Kereta-Api (AMKA) yang kemudian setelah revolusi ikut membaur dengan Serikat Buruh Kereta-Api (SBKA). Dalam membahas periode 1945 hingga 1950 saya mempergunakan sumber interview dan beberapa bahan ter tulis pada masa tersebut.

Periode 1950-1960 adalah periode turun naiknya perjuangan buruh-buruh kereta-api, baik dalam tingkat serikat buruh maupun komunitas buruh di Manggarai. Buruh kereta-api awal tahun 1951 membantu pemogokan buruh-buruh rokok BAT dengan cara menolak mengangkut produksi rokok tersebut. Nampak telah terbentuk solidaritas horizontal dikalangan kaum buruh, tetapi pertanyaannya kemudian adalah seberapa jauh SBKA mendukung tuntutan kepentingan buruh? Lantas apakah SBKA juga membantu buruh perempuan dalam memenuhi hak-hak dasarnya? Periode 1950-an buruh kereta-api juga menghadapi nasionalisasi perusahaan, jawatan kereta-api berubah menjadi perusahaan dan seberapa jauh berpengaruh pada komunitas buruh? Bahan-bahan informasi untuk periode ini seb agian besar diperoleh dari wawancara dengan bekas buruh kereta-api di Manggarai, di samping sumber-sumber tertulis

Bagian terakhir akan dibahas akibat dari peristiwa 65 terhadap perjalanan buruh kereta-api dan juga penutupan jalur-jalur kereta-api, karena banyak buruh yang bernaung dalam SBKA, dipecat, dibuang atau bahkan dibunuh. Pada bagian ini akan dilihat pula pola penangkapan dan

pergantian buruh ser ta pejabat kereta-api. Posisi penting dalam kereta-api diduduki oleh militer. Melalui pembentukan lemb aga diluar hukum seperti Komando Ketertiban dan Keaman an (Kopkamtib) melakukan pembersihan terhadap buruh-buruh kereta-api. Pembersihan dan screening berjalan berbulan-bulan yang membuat buruh kereta-api tidak pasti dan tid ak

menentu. Selanjutnya juga diperinci dampak perisitiw a G 30 S terhadap buruh-buruh kereta-api di Manggarai dan bagaimana kisah mereka yang bekerja di bengkel dan Depo. Untuk periode ini saya hampir keseluruhan mempergunakan data-data wawancara.

Depresi Ekonomi dan Kehidupan Buruh Kereta-Api

7

Susan Abeyas ekere. “ Koperator dan Non-Kop erator. Kegiat an Politik Nasionalis di tahun 1930-an.” Dalam, Gelora Api Revolusi Sebuah Antologi Sejarah, ed Colin Wild dan Peter Carey. Jakart a. Gramedia 1986.

8

(4)

Setelah gagalnya pemberontakan Komunis di Jawa pada November 1926 dan di Sumatra Barat pada Januari 1927 menjadi titik yang menentukan dalam sejarah pergerakan.9 Peristiwa ini mengakibatkan riburan aktifis pergerakan dan kaum buruh dibuang ke Digul. Kemudian disusul dengan gerakan PID (Politieke Inlandche Dienst) semakin intensif mengawasi pertemuan, dan melakukan campurtangan dalam pidato-pidato. Polisi juga melakukan penggeledahan rumah dan tahanan rumah, menahan, mengintrograsi orang-orang dicurigai, melakukan sensor, menyita koran harian, mingguan dan bulanan, serta menyita buku-buku. Namun yang lebih penting polisi PID yang mendapatkan julukan sebagai polisi rahasia tidak lagi bekerja secara rahasia, mereka bisa muncul dimana saja, dalam rapat-rapat, duduk ditempat-tempat yang mencolok dan mudah dikenali. Mereka disebar untuk mengintai partai-partai politik, serikat buruh, para penjual koran, sekolah-sekolah yang dikelola oleh orang-orang bumiputera dan perkumpulan-perkumpulan dan tempat-tempat yang sering disinggahi para aktifis pergerakan. Mereka berada diluar ruang rapat-rapat tertutup dilakukan. Mereka juga mengandalkan mata- mata dan kode sandi intelejen. Polisi PID juga mempunyai dana rahasia untuk menjalankan tugas rahasia mereka. Dana rahasia mereka misalnya untuk tahun 1932 sebesar 750.000 gulden, dan merosot pada tahun 1936 mencapai 522.000 gulden karena masalah depresi yang mengakibatkan anggaran belanja pemerintah perlu dipangkas.10

Orang-orang pergerakan mulai menyadari kehadiran polisi- polisi PID. Mereka mulai menyadari bahwa mereka sedang diawasi, tid ak saja oleh PID juga oleh teman sesama aktivis sendiri bahkan oleh sesama aktivis. Mereka juga menyadari resiko dari pengawasan, yang bisa berakibat mengantarkan mereka ke Digoel.11 Satu-satunya cara untuk menghindari ancaman pembuangan ke Digoel adalah dengan menjauhi politik agar tidak diawasi oleh PID. Suasana demikian dirasakan sec ar a umum disemua tempat diantara orang-orang bumiputra. Keadaan ini dengan baik digambarkan Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya yang berjudul Cerita Dari Blora , ketika ibunya menceritakan bahwa kakaknya telah bergabung dalam partai politik:

Buka main kagetnya aku mendengar dia campur-tangan dalam politik. Menurut

pengertianku politik adalah polisi. Dan seisi rumah kami jijik dengan pada apa saja yang berhubungan dengan polisi. “Tidak marahkah bapak karena dia masuk polisi”? Tanyaku. Ibu tersenyum manis mendengar pertanyaanku itu. Kemudian dengan kata-kata

sederhana menjelaskan apa artinya politik dan bahwa: “Mereka yang masuk politik adalah musuh polisi”. Dan aku mengerti sedikit.12

Dialog tersebut dirancang secara hati-hati, seperti dinyatakan oleh Pramoedya, untuk

menceritakan sejarah mengenai bagaimana suatu gerakan tahun 1930-an. Dengan demikian, tujuan kita yang paling penting adalah meninjau anak-anak kecil yang cerdas dan polos, sebagai metafor dari kelompok yang tak berpendidikan, tidak tahu apa-apa, namun dialah rakyat yang pandai, yang barangkali menganggap bahwa politik adalah polisi. Ini merupakan dampak

sebagian besar orang-orang bumiputera menjauhi politik sama dengan polisi, suatu kondisi yang penting bagi pembentukan Hindia di masa tahun 30-an. Selain itu yang menjadi petugas polisi reserse kebanyakan adalah orang-orang bumiputera sendiri.

9

Dengan dibantainya Partai Komunis Indonesi a beserta massa pengikutnya, unsur yang paling akti f dan paling b erkomitmen dalam pergerak an tersingkir dalam aren a politik. Lihat, Takashi Shiraishi. An Age in

Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926. New York, Cornell University Press 1990.

10

“ Over Geh eim Politie Fondsen,” dalam De Nederlands ch-Indisch e Poli etigids. September 1936. No 9 hal. 168-170.

11

Bahkan beb erapa surat kabar yang t erbit pada t ahun 1930an masih memb eritakan perlunya hati-hati dengan politik pengawasan kolonial sekaran g. Misalkan suratkab ar yang dipimpin ol eh Sosrokardo no menegaskan dalam halaman muka Awas Digoel. Lihat Suratkabar Pemimpin 1 January 1930. 12

Pramoed ya Ananta Toer. “ Kemudian Lahirlah Dia” Cerita Dari Blora. Jakarta:Balai Poest aka 1963 hal. 96.

(5)

“Waktu aku masih jadi man tr i polisi—dulu seb elum perang—aku mendapat perintah dari Hindia Belanda untuk mengawasi orang. Dia tercantum di lis orang mer ah—di garis yang pertama sekali. Kukirim tiga orang reserse untuk bergantian mengikuti dan menyelidiki orang tersebut. Kemudian orang itu tau diikuti oleh polisis reserse, dan dia menghilang tanpa diketahui.13

Dialog ini memperlih atkan bahwa pengamanan politik semakin ketat dilakukan pada masa-masa akhir pemerintah kolonial Belanda sebelum masuknya pendudukan Jepang. Pada pertengahan tahun 1930- an, pemerintah kolonial Belanda telah mulai mencium kegiatan-kegiatan politik dari beberapa partai politik, serikat buruh dan aktifis-aktifis yang baru kembali dari luar negeri. Mereka semua dimasukkan kedalam kategori kelompok ekstrem kiri.

Pengamanan politik dengan cara mengawasi secara khusus penduduk membentuk cara pemerintah menemp atkan aktifitas penduduk pribumi pada umumnya. Untuk melihat situasi tahun 30-an perlu melihat hasil survei Algemeene Recherche Dienst (ARD). Hasil survey ini kemudian dipergunakan oleh pemerintah kolonial untuk melakukan pengintaian terhadap aktivitas politik penduduk pribumi. Survei tersebut terdiri dari lima bagian; gerakan ekstremis, gerakan Islam dan nasional, gerakan orang-orang Cina dan gerakan serikat buruh dan luar negeri. 14

Tahun 30-an hingga masuknya balatentara Jepang ke Hindia Belanda, orang-orang pergerakan mengalami kesulitan untuk beraktifitas politik, terutama aktifis gerakan buruh untuk menembus politik pengamanan pemerintah kolonial. Seringkali serikat-serikat buruh ditafsirkan oleh ARD sebagai gerakan “komunis” yang senantiasa mengganggu rust en orde. Misalnya serikat buruh kereta-api diduga mempunyai kedekatan langsung dengan partai komunis. Di ilain pihak, buruh kereta-api merupakan tulang punggung perekonomian pemerintah kolonial, terutama untuk transportasi produk perkebunan. Untuk mengamankan tran sportasi kereta-api, agar tidak melakukan pemogokan, atau bahkan pemberontakan, pemerintah kolonial membangun kembali proses hubungan kerja yakni dengan cara memindahkan pusat kantor kereta-api dari Semarang ke Bandung. Selain itu, didirikan pusat pendidikan teknik kereta-api di Bandung yang

bersebelahan dengan kompleks militer Belanda. Di setiap stasiun-stasiun penting wilayah Jawa dan Sumatra ditempatkan polisi-polisi rahasia dan ARD, agar dapat meman tau rapat-rapat yang mereka lakukan.15

Perekrutan buruh-buruh kereta-api dibuka kembali sebelum Depresi ekonomi dan mereka mu lai diberikan mess untuk tempat penginapan dan sekaligus untuk mengawasi kegiatan mereka. Buruh kereta-api yang berhasil direkrut tidak bisa ditempatkan sebagai posisi masinis, kalaupun ada sebagai masin is klas dua. Kepala stasiun pun diduduki oleh orang-orang Belanda,

kebanyakan orang-orang bumiputera menempati stoker (juru-api), pemer iksa tiket (kondektur), tukang rem, pembersih kereta-api, dan bekerja di bengkel-bengkel kereta-api. Sementara itu, pihak pemerintah Hindia Belanda tidak melakukan perubahan mendasar dalam pendidikan buruh-buruh kereta-api, mereka tetap melakukan cara lama, yakni mendidik buruh-buruh-buruh-buruh tidak

terampil. Selain itu, pimpinan buruh kereta-api seperti stoker atau masinis klas dua, dan wakil kepala stasiun dipindahkan ke tempat-tempat lain. Keadaan ini agar tidak terjadi pembentukan organisasi buruh yang permanent.

Setelah ditumpasnya pemberontakan nasional tahun 1927, pemerintah kolonial memusatkan sekolah kereta-api di Bandung bersama dengan sekolah teknik tinggi. Tetapi yang menjadi prioritas untuk menduduki pucuk pimpinan dan masinis kelas satu berasal dari orang Belanda 13

Pramodey a Ananta Toer. Bukan Pasar Mala m. Jakart a:Lentera 2004, hal. 97. 14

Harry A. Poeze, “ Voorwoord ”, dalam Poeze, ed. Politiek-Politioneel e Overzicht en van Ned

erlandch-Indie, Deel 1, 1927-1928. The Haq ue: Martinus Nijhoff, 1982, hal. Vii-Viii

15

(6)

atau Indo16. Sekolah tinggi teknik kereta-api, terbagi menjadi administrasi perusahaan, lalu-lintas kereta-api dan masinis kereta-api. Untuk orang-orang pribumi hanya untuk wakil kepala stasiun, juru api dan yang paling banyak adalah para remers (tukang rem). Selain itu, masing-masing perusahaan kereta-api membuka sekolah-sekolah untuk juru-api, pemindahan jalur dan remmers, dan sekolah-sekolah ini hanya dapat bertahan selama dua tahun, karena kesulitan keuangan akibat depresi ekonomi. Sementara itu, untuk perbaikan kereta-api tersedia di stasiun-stasiun kereta-api besar seperti. Bandung, Manggarai, Madiun, Lempuyangan, Poncol (Semarang), Kertosono dan Madiun. Sekolah teknik kereta-api hanya dibuka sesuai dengan kebutuhan memperoleh tenaga kerja, bukan dengan tugas untuk menjalankan kereta-api. Demikian pula, dalam perluasan pemasangan jaringan jalan kereta-api di pulau Jawa lebih diarahkan kepada tujuan menyempurnakan ad ministrasi pemerintahan dalam rangka menjamin keamanan dalam negeri dan pertahanan.17 Meskipun masing-masing perusahaan kereta-api baik swasta maupun negara mempunyai peraturan hubungan perburuhan sendiri, namun dalam bidang penggunaan tenaga kerja, pada dasarnya ditempuh garis kebijaksanaan yang sama. Tenaga pribumi hanya merupakan tenaga cadangan dan pembantu pelaksana. Sedangkan, tenaga pengawas dan pimpinan didatangkan dari negeri Belanda. Garis kebijaksanaan dalam bidang perburuhan untuk tenaga pribumi dilandaskan pada adanya penyediaan tenaga kerja yang cukup keahliannya untuk tugas pelaksana dan pembantu pelaksana dengan upah yang rendah.

Depresi ekonomi, pendapatan perusahaan kereta-api swasta dan negara mengalami kemerosotan. Penurunan pada pengangkutan komoditi perkebunan serta pengangkutan penumpang. Jumlah penumpang yang diangkut oleh State Spoor (SS) pada tahun 1929 mencapai 70.000, tetapi tahun 1936, jumlahnya menurun 40.000 orang. Perusahaan-perusahaan swasta tahun 1929 berhasil mengangkut penumpang hingga 50.000 orang, dan mengalami penurunan drastis menjadi 30.000 orang dalam tahun 1936. Sedangkan, barang dan hasil perkebunan yang diangkut oleh perusahaan kereta-api negara atau (SS) tahun 1929 mencapai 10.000 ton, dan tahun 1936 turun menjadi 6.000 ton. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan swasta tahun 1929 mengangkut barang dan hasil perkebunan sebanyak 9000 ton dan tahun 1936 mengalami kemerosotan mencapai 5000 ton.18

Pemasukan dari pengangkutan penumpang, barang dan hasil perkebunan perusahaan kereta-api negara tahun 1929 sebesar 90 juta gulden, sedangkan perusahaan swasta mendapatkan keuntungan 50 juta gulden. Tetapi memasuki tahun Depresi hingga tahun 1936, perusahaan kereta api SS mendapatkan pemasukan kotor hanya 50 juta gulden, dan perusahaan-perusahan swasta tahun yang sama hanya memperoleh pemasukan 35 juta gulden. Sedangkan ongkos produksi eksploitasi yang dikeluarkan tahun 1929 oleh perusahaan kereta-api SS mencapai 50 juta gulden, dan mengalami kemerosotan hingga tahun 1936 hanya mengeluarkan 38 juta gulden. Lain halnya dengan perusahaan-perusahaan swasta pada tahun 1929 yang

mengeluarkan ongkos produksi 30 juta gulden dan tahun 1936 menurun hingga 20 juta gulden. Merosotnya keuntungan perusahaan-perusahaan kereta-api mengakibatkan perusahaan untuk memotong upah dan memecat buruh-buruh. Keputusan perusahaan ini nampaknya tidak membawa protes-protes yang cukup berarti dari kalangan buruh. Keadaan ini juga disebabkan kurangnya orang atau buruh kereta-api yang terlibat dalam politik. Jumlah anggota PBST tidak lebih dari 1000 buruh kereta-api.19 dan kebanyakan dari mereka hanya menjadi anggota dana pertolongan kesulitan ekonomi, atau memb antu buruh-buruh yang kehilangan pekerjaan. Dalam 16

Dal am jab atan perusah aan kereta-api orang Belanda dan Indo tidak mempunyai perbedaan yang besar. Misalkan keturunan Indo sebag ai m asinis dan Belanda totok sebagai kep ala stasiun sama-sama bisa menempati kompleks perumahan kereta-api di Bukitduri. Sejarah Perkereta-Apian Indonesia Jilid 1. Bandung. Angkasa 1997, hal. 43.

17

Pemasang an jaringan kereta-api di Aceh, diselenggarakan oleh Dep artemen Pep erangan (Departement

Van Oorlog dan pada 1917 penguasaannya beralih dari militer kepada negara, untuk mengamankan hasil

dari usaha-usaha Pasifikasi Belanda. 18

(7)

sebuah wawancara dengan Moenadi, bahwa pada tahun 1934 buruh-buruh sudah mulai

mendapatkan pendidikan dasar perkereta-apian. Lebih jauh ia bercerita bahwa ia ser ing pulang-pergi Bandung-Manggarai untuk memb antu kursus mesin disel, dan ia mengungkapkan

pengalamannya sebagai berikut: “wah dimasa kesulitan ekonomi sebetulnya buruh kereta-api bengkel di Manggarai semakin bertambah penderitaan, dan mereka pasrah saja, mereka tid ak sanggup lagi terlibat dalam kegiatan politik.”20 Pada awal revolusi, Moenadi membentuk Persatoean Serikat Boeroeh Kereta-api, dan pernah menjadi asisten menteri perburuhan untuk masalah pengupahan. Peristiw a tragedi 1965, Moenadi dipenjara hingga tahun 1978 di penjara Salemba. Ia kemudian menuturkan pengalamannya pada perkereta-apian menjelang

pemerintahan Belanda berakhir:

“ kegiatan sosial dan ekonomi kami dalam membantu buruh yang kesulitan ekonomi juga diawasi oleh polisi, karena kegiatan ini termasuk berkumpul dan melakukan rapat. Kami tidak mempunyai hak untuk berkumpul, seh ingga seringkali kegiatan sosial dan ekonomi di Manggarai berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah buruh kereta-api lain. Tapi, lama- lama kita menjadi terbiasa dengan kelakuan polisi itu, seperti mereka menanyakan surat izin dari Residen”.21

Periode 1935-1942, hanya organisasi-organisasi non-politik dan partai-partai yang bersedia bekerja sama dan setuju mempunyai wakil dalam dewan perwakilan ciptaan Belanda yang terjamin sedikit mendapatkan sedikit kekebalan dari gangguan polisi. Dan satu-satu forum yang secara relatif bebas untuk menyatakan pendapat politik adalah dewan perwakilan itu. Dengan demikian satu-satunya cara bagi gerakan nasionalis untuk mengusahakan perubahan ialah dengan jalan memp engaruhi Belanda secara langsung, tidak dengan mengatur dukungan massa. Masa Depresi ekonomi buruh-buruh kereta-api mempunyai karakter dan cara kerja berbeda dengan periode tahun 1920- an. Pada masa Depresi ekonomi buruh kereta-api belum mempunyai perlawanan strategis terhadap pemerintah kolonial Belanda. Hal ini disebabkan oleh kesulitan ekonomi dan pemotongan upah yang luar biasa dari perusahaan kereta-api. Keadaan ini merupakan politik penghematan kolonial dan bertambah ketat pada Depresi ekonomi. Politik penghematan memecat buruh dan tidak memberikan tunjangan kemahalan. Pemecatan juga berakibat semakin berat pekerjaan buruh yang tetap dipertahankan perusahaan, jam kerja mereka semakin tinggi.22

Mereka yang kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja, biasanya pindah bekerja ke stasiun lain apakah menjadi tukang bersih, mencuci gerbong kereta-api dan perbaikan rel kereta-api. Meskipun kesulitan ekonomi yang begitu sulit, buruh-buruh kereta-api tetap melakukan aktivitas politik, walaupun tidak sekuat pada zaman Vereeniging voor Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) 1920 yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa tahun 30-an muncul Perhimpoenan Beambte Spoor dan Tram di Hindia Belanda (PBST) yang sama sekali tidak bersekutu dengan partai politik manapun. PBST mempunyai terbitan bernama Kareta Api dan dari salah satu berita dipaparkan PBST mempunyai hubungan erat dengan bekas anggota VSTP dan kemungkinan berdirinya PBST atas inisiatif mantan anggota VSTP berusaha menghubungkan buruh kereta-api dan buruh tram kelas dua. Jalin an pekerjaan ini bisa membangun kantong-kantong dana bagi keperluan buruh kereta-api dan tram.23 Dari sin i mulai terbangun fonds untuk membantu buruh-buruh kereta-api, seperti fond kesehatan, fond 19

Jumlah buruh k ereta-api untuk wilayah ek sploitasi barat untuk kuru n 1930-1942 diperkirakan 5400 buruh, dan jumlah t erbesar bekerja pada buruh angkut di stasiun. Lih at, Sejarah Perkeretaapian Indonesi a Jilid I. Bandung. Angkas a 1997, hal. 102.

20

Wawan cara dengan Moen adi 23 September 2005. 21

Wawan cara d engan Moenadi 23 September 2005. 22

Pemetjatan pegawei Kereta-api dalam Kareta Api 1 Juni 1931. 23

Inisiatif ini merupak an semangat buruh keret a-api tahun 20an yang berus aha untuk tetap menyatukan seluruh buruh baik y ang bekerja di kereta-api dan tram. Kareta Api, 10 Juni 1932

(8)

untuk membantu anggota yang kesulitan dan fond untuk menyebarkan berita-berita penting bagi buruh-buruh api. Misalnya pada Depresi tahun 1930- an, dikalangan kaum buruh kereta-api dilancarkan solid aritas untuk menampung buruh-buruh yang dipecat. Sebagaimana

ditegaskan dalam Kareta- Api24 :

“Kita soedah mengetahoei dan merasakan sendiri, bahwa kita, sekarang ini di dalam djaman jang soesah, jaitoe zaman “meleset” djaman jang ta’ mengenali kemanoesiaan lagi, djaman oentoek berlombaan dengan sekeras-kerasnja bagi kehidoepannja masing-masing. Banjak pedagang-pedagang jang besar-besar mengeloeh, lantaran keroegiaan jang boekan ketjil, berpoeloeh-poloeh riboe kaoem boroeh kehilangan pentjahariaannja, berpoeloeh-poeloeh riboe roemah tangga djadi terbalik kendilnja, akan tetapi misih banjak sekali diantara soedara-soedara kita jang beloem maoe mengerti dan memikirkan bahwa nasib djelek tadi besoek atau loesa bisa menimpa mareka djoega”.25

Muncul fenomena persaingan diantara anggota serikat buruh untuk mendapatkan pekerjaan. Perusahaan-perusahaan kereta-api baik Staat Spoor dan NIS saling berlomba untuk melepaskan buruh-buruh dari perusahaan agar ongkos produksi perusahaan dapat ditekan ser endah

mungkin. Cara perusahaan kereta-api menekan biaya produksi dengan mengurangi buruh-buruh yang dianggap tidak produktif atau menurunkan pangkat mereka untuk mengisi pekerjaan yang lebih rendah. Sedangkan buruh-buruh kereta-api yang menduduki pekerjaan rendah dikeluarkan dari pekerjaannya. Perusahaan mengeluarkan alasan bermacam-macam untuk memecat buruh salah satunya dengan memberikan pensiun bagi yang sudah bertugas selama bertahun-tahun, tidak ada batasan lama pekerjaan yang jelas. Misalkan saja 78 buruh kereta-api yang bekerja di Manggarai dan Bandung terkena pemecatan padahal hampir 10 tahun bekerja mereka ini terdiri dari seperti Stokers dan Conducteurs.26

Buruh stokers (pengapian kereta-api dan merangkap asisten masinis) serta conducteurs (pemeriksa karcis) tidak langsung dipecat, tetapi dipindahkan ke tempat pekerjaan yang lebih rendah dan otomatis mendapatkan upah yang lebih rendah. Mereka juga dipaksa untuk menyingkirkan buruh-buruh yang ada dibawah mereka, ini berlaku pada buruh juru api yang turun pangkat berfungsi sebagai tukang rem dan mendapatkan upah separuh dari upahnya sebelumnya, kemudian para tukang rem gerbong dikeluarkan dari perusahaan kereta api.27 Buruh kereta-api Manggarai yang dipaksa keluar dari perusahaan kereta-api, terutama untuk jenis pekerjaan remmers dan poetsers terus bertahan bekerja di SS maupun NIS, dengan persyaratan mereka mesti bekerja lebih panjang daripada sebelumnya. Keadaan seperti in i dituturkan oleh Suyitno bekas anggota Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) dan ia pun mengalami situasi krisis ekonomi dan pada saat itu, ia bertugas sebagai juru-api di lokomotif:

Kalau masa 30-an, tid ak hanya pada krisis ekonomi, tetapi penindasan semakin tajam pada buruh kereta-api gitu. Sebab bayarnya pada waktu seb elum itu 24

Majal ah Kareta-Api terbit untuk memberikan in formasi tentang situasi depresi ekonomi kepad a buruh-buruh keret a-api. Ditambah pula majal ah ini terbit deng an latar belakan g untuk menjelaskan peny ebab buruh-buruh k ereta-api dipecat dan upahny a dipotong pada deperesi ekonomi. Majalah ini juga menyuarakan pentingnya pergerakan buruh-buruh kereta-api untuk memb angun fond-fo nd untuk

membantu buruh y ang meng alami pem ecatan, kecelakaan dan kematian. Majalah ini berkantor di Bandung dan sebagai hoo fd redacteu r Sastroamidjojo orang yang sehari-harinya bekerj a sebagai peg awai

pembangun an jalan k ereta-api untuk wilayah Barat. 25

Sw Djliteng, “ Malaise”, dalam Kareta Api, Mei 1932 26

Kareta Api, Juli 1932. 27

(9)

antara kaum buruh kereta-api itu sudah bagus. Karena adanya matschappij itu jadi dia memproyeki buruh. Tetapi tidak langsung kesejahteraan buruh itu langsung baik tidak, tetapi karena ditindas oleh maatschappij-maatschappij kereta-api termasuk JOS, NIS dan SS. Jadi kesejahteraan buruh agak lumayan bayarannya. Karena disitu ada kilometer, (setiap kilometer tukang rem

mendapatkan uang tamb ahan) portasi (buruh angkut mendapatkan uang tambahan) dan sebagainya. Tetapi tidak tujuh jam kerja, kerjanya non stop sampai 13 jam, 15 jam buruh tidak merasakan.28

Sementara itu pemerintah kolonial berpegang teguh pada mata uang gulden yang kuat, berarti kebijakan penyesuian harus diamb il di negeri jajahan Hindia Belanda. Sejak awal Depresi, para pejabat di Den Haag mendesak pemerintah di Batavia untuk menghemat pengeluaran umum agar dapat mencapai anggaran berimbang. Pengeluaran dan pendapatan nyata untuk tahun 1930 memberikan gambaran semakin suram, menyimpang dari perkiraan tingkat pendapatan, sehingga memaksa pemerintah untuk mengakui bahwa bagian terbesar pendapatan pemerintah Hindia Belanda berasal dari pajak pendapatan, konsumsi dan perdagangan yang diambil dari perusahaan dan monopoli pemerintah. Ini membuat pendapatan tersebut sangat goyah terhadap fluktuasi dalam perekonomian in ternasional.

Tekanan untuk melakukan pemotongan anggaran yang lebih ketat dilakukan oleh Menteri Urusan Tanah Jajahan, De Graff, dan terutama oleh penggantinya Colijn. Namun, di Hindia Belanda ada kesan bahwa sebanyak apa pun yang dilakukan tetap mungkin, dan pemotongan anggaran lebih lanjut akan menjadi bencana politik, ekonomi dan sosial. Pengeluaran bersih dalam pelayanan biasa menunjukkan betapa banyak jumlah pemotongan tersebut: pengeluaran umum total mencapai 512,2 juta gulden pada 1929, namun dipotong kembali hingga 378,2 juta pada 1933 dan 291,6 juta pada 1935. 29

Berdasarkan angka dari departemen perekonomian, perdagangan Hindia mengalami peningkatan pesat selama 1925-1929, kemudian terus merosot dan hanya tinggal seperempat pada 1936.30 Bagi negeri yang tergantung pada permintaan luar negeri akan barang dagangan utamanya berupa bahan mentah dan produk eksotis, krisis ini berdampak berat bagi kaum kromo. Sebagai negeri tergantung dan pengutang yang sangat sensitif terhadap gejolak pasar dunia maka hal itu membuat Indonesia lebih mudah berguncang oleh depresi dibanding dengan negeri yang

kondisinya berbeda. Kenyataan itu ditunjukan dengan mencolok pada anjloknya permintaan gula dan karet. Sementara tembakau, teh, kopi, kapuk dan beras menderita dampak yang enteng walaupun tetap serius.31 Satu contoh produksi gula di Jawa sebanyak 2.935.317 ton dihasilkan oleh 178 pabrik, pada 1935 merosot menjadi 513.544 ton oleh 38 pabrik. 32 Sedangkan upah buruh yang dibayar oleh perusahaan pada 1929 sebesar 102.000.000 gulden, pada 1934 merosot menjadi 9.721.000 gulden dengan upah rata-rata 12 sen. Keadaan ini membuat simpanan emas kelas buruh yang cuma sedikit berikut perhiasan lain digadaikan sampai mereka tak memiliki 28

Wawan cara dengan Suyitno 6 Febu ari 2004. Untuk sektor perkebunan terjadi pengurangan tenaga kerja pada masa depresi ekonomi, tetapi untuk buruh transportasi kereta-api yang mesti melay ani p erusahaan-perusahaan p erkebunan. Meskipun masa depresi jumlah erusahaan-perusahaan perkeb unan untuk Jawa masih mencap ai 157 perusahaan. Ditambah pula perusahaan besar seperti the big fi ve masih memberikan subsidi kepad a perusah aan kereta-api milik neg ara (st ate spoor). Perusahaan-perus ahaan kereta-api tidak begitu drastis melakukan pemecatan, dan cara yang paling efek tif adalah meninggikan jam kerja mereka. Lih at. Sejarah Perkereta-apian Indonesia Jilid I. Angkas a. Bandung 1999, hal. 234.

29

Cruetzberg, Ekonomisch beleid , III hal, 143-144-147. 30

Vriesman Verslag I 1941:5 31

Tentang g ambaran umum lihat Burger II 1975 dan Rutgers 1947: 194-196. Perincian grafis dal am Creutzberg (ed.,) jilid 5 1979.

32

GFE. Gonggrijp. Sch et en er Economische Geschied enis van Nederlandsch-Indie. Erven F. De Bohn: Haarlem 1949, hal. 219.

(10)

barang berharga apapun.33 Dengan demikian kehidupan orang-orang pribumi kebanyakan menjadi tanpa modal maupun cadangan berupa perhiasan dan segala barang berharga, dan mereka mejadi korban yang paling berat. Sedang pihak administratur kolonial Belanda dan majikan Cina tidaklah terlalu terimbas. Berdasarkan catatan pendeta Protestan Belanda “ kepentingan kaum pribumi diabdikan untuk mendukung para pengusaha asing raksasa. Karena itu tidak begitu aneh jika kelas buruh harus mengais kehidupannya dari hari ke hari hanya dengan 2,5 sen, dan mereka sedikit pun tidak tersentuh undang-undang kesejahteraan sosial”. 34 Hal yang juga cukup mengherankan pemerintah Belanda begitu keras kepala [paling tidak sampai 1936] dengan mengaitkan uang gulden dengan standar emas. Ini merupakan kesalahan besar dan langkah yang bertentangan. Karena politik moneter yang keliru inilah maka cengkeraman Depresi di Hindia Belanda tiga tahun lebih panjang daripada semestinya. Sebaliknya banjir ekspor barang keperluan sehari-hari dan tekstil murah dari Jepang merupakan berkah bagi penduduk. 35 Cengkeraman depresi ekonomi berakibat hilangnya pekerjaan bagi buruh kereta-api yang tinggal diperkampungan Manggarai. Mereka yang mengalami pemecatan atas politik penghematan pemerintah berusaha membangun perekonomian subsisten si, seperti membuka usaha

pemasangan instalasi listrik listr ik, menjadi tukang pipa air dirumah-rumah pembesar perusahaan kereta-api. Pekerjaan-pekerjaan seperti ini paling tidak bisa menggantikan upah harian buruh kereta-api, tetapi tidak setiap hari mereka mendapat panggilan dari tuan-tuan Eropa. Dalam konteks ini beberapa afdelling memb angun fonds (dana) penghematan sebagai reaksi terhadap politik penghematan pemerintah. Fonds penghematan berhasil dibangun dibeberapa afdeling seperti Bandung, Manggarai dan Surabaya. Fonds penghematan ini kurang berhasil untuk di afdeling lain, karena secara ekonomi mereka sulit secara terus-menerus memberikan iuran. Sedangkan mereka secara politik mendapatkan tekanan dari pemerintah kolonial untuk tidak mengembangkan fonds kearah yang lebih terorganisir.36

33

T.M. Loemban Tobing & T. Joesoef Moedadalam “ Economisch Ov erzich t Indon esie” dalam M. Ford van Lennep & Fore. W.J. Indonesiers Spreiken. Den Haag: Van Hoeve 1947, hal. 183-185.

34

H. v an den Brink. Een Eish van Recht, de koloniale verhouding als vraagstuk getoetst. Amsterdam, 1946, hal. 25.

35

Ibid., Gonggrip 1949, hal 214-15. 36

(11)

Partai dan organisasi politik telah mengambil jalan parlemen berhasil mengeluarkan Ordonansi “Regerling Arbeidsverhoudingen dan diterima oleh Volksraad dan mendapatkan pengesahan dari Gubernur Jenderal pada Mei 1940. Ordonansi ini mengatur tuntutan buruh terhadap perusahaan dengan jalan organisasi buruh membuat kolektif yang kemudian akan disebut sebagai komisi. Seandainya terjadi perselisihan antara buruh dan pihak perusahaan, maka beberapa wakil buruh perusahaan membentuk komisi dan akan berhadapan dengan perusahaan. Seandaianya terjadi jalan buntu antara perusahaan dan pihak komisi, maka Directeur Justitie yang akan memutuskan, dan keputusannya tidak dapat ditawar lagi oleh masing-masing pihak. Ordonansi ini berlaku bagi perusahaan-perusahaan besar baik milik sw asta maupun pemerintah. Tetapi, perusahaan-perusahaan besar seperti Staat Spoor atau Koninklijke Paakevart Maatchappij (KPM), banyak mempekerjakan buruh tidak tetap, akibatnya Ordonantie ini tidak berlaku bagi buruh-buruh tidak tetap.37 Ordonansi itu,

biasanya untuk masalah pemecatan buruh, menurunkan upah buruh dan penutupan perusahaan secara sepihak oleh pengusaha senantiasa mendapatkan pembelaan dari Directeur van Justitie. Sehingga kecenderungan untuk membela kepentingan-kepentingan pihak perusahaan menjadi lebih besar. Selain itu, Ordonasi itu berlaku surut bagi

perselisihan-perselisihan yang berlangsung sebelum Ordonansi mendapatkan pengesahan dari Gubernur Jenderal.

Pendudukan Jepang: Munculnya SBKA, Angkatan Muda Kereta Api dan Bengkel Manggarai

Saat balatentara Jepang masuk dan menduduki Jawa dipimpin oleh oleh Komandan Panglima Angkatan Darat Jenderal Imamura Histoshi tanpa mengalami perlawanan berarti dari pasukan tentara Belanda. Bahkan ketika tentara Jepang masuk ke Jakarta dan selanjutnya diganti dengan nama Jakarta Shu penduduk menyambut balatentara Jepang dengan harapan tinggi untuk membebaskan mereka dari pengawasan polisi Belanda.38 Suyitno seorang buruh kereta-api di Manggarai dan kemudian hari ter libat dalam keanggotaan SBKA menceritakan gegap gempitanya penerimaan penduduk Manggarai dan sekitarnya pada saat Jepang masuk:

Banyak warga disini [Manggarai, Bukit duri, dan Jatinegara] berkumpul menyambut tentara Jepang berbaris baru turun dari kereta-api. Warga

membawakan kelapa, papaya dan Mangga untuk tentara Jepang. Warga riang gembira mengangkat tangan dan mengajungkan jempol. Lantas keadaan ini dibalas oleh beberapa perwira Jepang dengan mengambil kamus kantong percakapan Indonesia-Jepang… dan mulai bicara dengan orang dewasa dan anak-anak dengan bantuan gerak tubuhnya.39

Awalnya pemerintahan pendudukan Jepang akan melanjutkan struktur pemerintahan kolonial yakni menekankan orientasi ekonomi ekspor dan ketergantungan pada iimpor industri. Konsekuensi-konsekuensi perang menjungkirkan harapan ini. Pertengahan tahun 1943 kekurangan kapal begitu akut, sehingga Tokyo memerintahkan men iadakan kebijakan awal. Seluruh tekanan ditempatkan pada ekonomi self-suffiecien tly untuk setiap pemerintahan lokal.40 Produksi makanan terus-menerus berkurang untuk setiap pemerintahan lokal, dan pemerintahan swapraja diarahkan untuk membuat pakaian dan membuka pabrik. Penduduk sulit untuk

melakukan perlawanan terhadap balatentara Jepang, karena pemerintah pendudukan Jepang melakukan mobilisasi dan kontrol yang begitu ketat.

37

Mr. Hind romartono. “ Ordonansi Regeling Arbeidverho uding”, dalam Kemadjoean Juni 1940, hal. 4 -8. 38

Anthony Reid. Indonesia: “From Briefcase To Sword Samurai” in Al fred W. M cCoy (ed) Southeast Asia Under Japanese Occupation. Yale University Southeast Asia Studies. Monograph Series Number 22. 1980. 39

Wawan cara dengan Suyitno 3 Maret 2004. 40

(12)

Selain itu, hampir seluruh gerakan politik pada tahun 39-40 tidak diberi ruang oleh pemerintah kolonial dan jika ingin tampil dalam wilayah politik harus melalui volksraad. Pemerintah kolonial melalui tentara KNIL dan pegawai dinas intelejen mengintai penduduk kampung dan mengawasi gerak gerik perlawanan orang-orang bumiputra. Suatu harga yang besar dibayar oleh Hindia Belanda untuk politik pertahanan semacam ini. Tidaklah berlebihan ketika Jepang masuk, penduduk bumiputera menyambutnya bagaikan tentara pembebasan. Mereka tidak mengetahui bahwa balaten tara Jepang kemudian melakukan mobilisasi terhadap penduduk, entah kerja paksa sebagai romusha di negeri sendiri maupun di negeri orang lain. Untuk wilayah Manggarai dan sekitarnya masalah mobilisasi tenaga kerja romusha oleh Jepang menjadi pembicaraan buruh kereta-api. Informasi ini cukup penting untuk mengetahui apakah ada sanak keluarga dan sahabat yang dijadikan romusha. Selain itu, pada masa pendudukan Jepang sulit untuk

mendapatkan beras, tentara Jepang akan menghukum penduduk mendapatkan beras tanpa proses penjatah an . Berkumpul lebih dari tiga orang merupakan tindakan yang dicurigai. Rapat-rapat di kalangan buruh dilakukan secara sembunyi dan tertutup, sebagaiman diceritakan oleh Suyitno, bekas anggota SBKA dan selama pendudukan Jepang mendapatkan pelatihan teknisi diesel dibengkel Manggarai:

Pada masa Jepang berkuasa kami melakukan perlawanan secara diam-diam, terutama bagaimana caranya mendapatkan beras. Pada masa itu beras susah didapatkan, kalau kita ketahuan Jepang mencuri beras bisa mati…. Sekitar tahun 1943 bulan Oktober saya berkeliling Manggarai dan Bukitduri untuk mengawasi keadaan aman dari tentara Jepang , karena teman-teman lainnya sedang melakukan rapat di bengkel…. Kami membicarakan masalah-masalah penting seperti keadaan peperangan atau bagaimana kesiapan kita kalau ingin melakukan perlawanan. Dan juga membagi informasi soal teman-teman kita yang dijadikan Romusha di Rangon dan Birma. 41

Berdasarkan penuturan Suyitno sejumlah buruh kereta-api yang dibawa secara paksa oleh Jepang ke wilayah Asia Tenggara, terutama Birma (sekarang Myanmar) untuk membangun jembatan dan pemasangan rel kereta-api bagi kepentingan peperangan Jep ang. Saat memberlakukan kerja paksa, tentara Jepang mempergunakan sistem tanggung renteng. Maksudnya jika seorang calon romusha tidak bisa bekerja, ia akan digantikan oleh saudaranya. Jika saudaranya berhalangan, akan digantikan oleh kawannya. Dalam keadaan seperti ini buruh-buruh kereta-api berupaya melindungi teman-temannya dari sergapan Jepang, caranya dengan bekerja di bengkel perawatan kereta-api, sebagaimana dituturkan oleh Tardjo bekas masinis yang memilih masuk menjadi anggota SBKA dan kemudian pada peristiwa 65 ditangkap oleh pasukan screening bentukan Pangkopkamtib:

Buruh-buruh kereta-api yang biasanya bekerja diperbaikan rel dan bagian remmers secara diam-diam dimasukan kedalam bengkel, untuk membuat perkakas-perkakas lokomotif atau perbaikan gerbong. Sebab kalau mereka ada Depo dengan pekerjaan mencuci dan membersihkan kereta-api maka mereka akan disergap oleh tentara Jepang. Untuk memasukan buruh ke bengkel perlu mendapatkan izin dari wakil kepala bengkel yang waktu itu dikepalai oleh Singgih, tetapi kepala bengkel mesti melapor kepada Zinnusho-tyo (Kepala bengkel bangsa Jepang yang mengawasi Kereta-api). Nah di sini pintar-pintarnja kepala bengkel untuk berbicara perlunya tenaga di bengkel. 42

41

Wawan cara dengan Suyitno. 7 Febuari 2004. Bandingkan dengan Shigero Sato, “Labour Relations in Japanese Occu pied Indonesia” Clara Working Pap er No. 8. Amsterdam 2000, hal. 1-24. Sato

mendapatkan informasi seorang buruh diketahui mencuri beras satu mangkok saja terkena hukuman berdiri diterik mata h ari selama tiga hari, atau hukuman gantung d engan kaki di atas dan kepala dibawah. 42

(13)

Untuk memb erikan kepercayaan kepada Zinnusho (kepala bengkel) tidaklah begitu sulit karena peranan buruh di bengkel cukup penting untuk memproduksi peralatan yang dibutuhkan kereta-api. Tanpa kereta-api, pasukan balaten tara Jepang tidak dapat bergerak sec ara lancar. Pada akhir pendudukan balatentara Jepang, penduduk yang menolak romusha harus membayar sebesar sepuluh rupiah, sulit bagi penduduk untuk membayar uang sebesar itu. Untuk upah masinis saja hanya mencapai lima rupiah per-bulannya. Buruh-buruh kereta-api yang tinggal di sekitar stasiun dan bengkel kereta-api juga melakukan kerja paksa, bongkar muat selama lima jam per-hari dan mereka bekerja jika ada kereta api yang masuk stasiun. Jika menolak akan siap menerima hukuman dijemur ditengah terik matah ar i.43

Seluruh perusahaan kereta-api disatukan dalam satu pimpinan. Di Jawa berada di bawah Angkatan Darat ke 16 (Rikuyuu) dan di Sumatera dibawah komando Angkatan Darat ke 25 yang berkantor pusat di Bukit Tinggi. Masing-masing daerah dibagi ke dalam inspeksi-inspeksi

(Zinnusho) yang masing-masing dikepalai oleh kepala inspeksi (Zinnusho-tyo). Secara resmi seluruh pimpinan puncak langsung dipegang oleh pejabat sipil/militer Jepang.4 4 Pada

kenyataannya orang-orang bumiputera yang bekerja sebagai pelaksana. Ketika kekalahan Jepang semakin mendekat kedudukan kepala inspeksi secara resmi dipegang oleh orang bumiputera yang didampingi oleh pejabat sipi/militer Jepang, misalkan wakil kepala stasiun dijabat oleh orang bumiputera, sedangkan kepala stasiun dijabat oleh orang militer Jepang. Demikian pula untuk kepala bengkel dan wakil kepala bengkel Manggarai. Kemudian juga terjadi penyatuan dalam peraturan kepegawaian kereta-api yang dipaksakan melalui peraturan gaji bagi pegawai negeri (Kanpo). Peraturan ini merupakan suatu peraturan baru dalam pengupahan personil pegawai kereta-api, yang menyamaratakan pegawai kereta-api dalam tiga hirarkhi, yakni pegawai rendah, pegawai menengah dan pegawai tinggi, disamping masih adanya golongan pegawai rendahan.45

Satu hal yang menguntungkan bagi perkembangan pergerakan revolusi, pada masa Jepang dibuka sekolah teknisi kereta-api bagi bagi pemuda dan hampir 80.000 orang yang dilatih oleh Jepang untuk masalah mesin dan teknisi diakhir Juli 1945. Awalnya bulan September 1943, Balai Pusat Kereta-api membuka lowongan bagi para pemuda untuk memp elajari masalah teknisi dan mesin, dan lowongan ini dapat menyerap sebesar 7000 teknisi. Kemudian, tiga bulan selanjutnya direkrut 20.000 orang yang rata-rata berumur 16-17 tahun dan mempunyai latar-belakang beragam, ada yang orang tuanya sudah menjadi wakil masinis pada masa Belanda, namun juga ada berasal dari lingkungan stasiun dan ada pula yang juga ingin mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai negeri. Selanjutnya, tiga bulan kemudian direkrut kembali 20.000 pemuda untuk menguasai masalah traksi atau lalu lintas perkereta-apian, sebab pada masa Jepang lalu lintas kereta-api berbeda dengan masa kolonial Belanda, beberapa jalur Jawa Barat dibongkat, terutama wilayah Banten.46 Ditambah pula, buruh-buruh bengkel Manggarai mendapatkan kursus pendidikan menengah teknisi (Tyuo-Kyushuzyo), pelatih an kemiliteran dari Seinendan, Keibodan dan Hatohan. Latihan militer ini memb awa pengaruh besar pada tahun-tahun revolusi. Februari 43

Wawan cara dengan Tardjo 25 Febuari 2004 44

Anonim. Partisipasi Perkereta-apian Dalam Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta 1975, tanpa penerbit, hal 1-14.

45

Wakil kepala eksploitasi Barat, Tengah dan Timur termasuk pegawai Tinggi, sed angkan wakil insp ektur seperti wakil kepala stasiun dan wakil ben gkel t ermasuk pegawai m enengah dan pegawai rendah berlaku untuk masinis, stoker dan pekerja bengkel. Pembagian seperti ini untuk menyiasati agar seluruh pegawai keret a-api mau bekerja untuk kep entingan mesin perang Jepang. Info rmasi ini diperoleh dari Wawancara dengan Moen adi 23 September 2005.

46

Gerbong-gerbong rampas an yang baru tiba dari Filipina, dan Thailand memerlukan teknisi untuk pemasan gannya. Oleh karen a itu penguas a militer Jepang memerluk an tenaga teknisi dal am jumlah besar. Pada masa revolusi para teknisi ini melakukan sabotase-sabotase terhadap kendaraan -k endaraan militer NICA. In formasi ini saya perol eh dari wawan cara dengan Soemadi 10 Juni 2005.

(14)

1945 buruh-buruh kereta-api mulai melakukan inisiatif perlawanan terhadap Jepang. Misalnya buruh kereta-api dari wilayah eksploitasi Barat dan Timur menyebarkan berita situ asi peperangan di Eropa dan Asia dan merencanakan sabotase api. Peristiwa Krengseng, sabotase kereta-api yang dilakukan buruh:

…Peristiwa Krengseng (daerah disekitar Jawa Tengah) tabrakan itu memuat fasisme Jepang, tentara Jepang banyak yang korban itu, nah pada waktu itu masinisnya bernama Ngadiman yang tinggal diperumahan bedeng kereta-api Manggarai47

Peristiwa Krengseng ini terjadi saat pasukan Jepang bergerak dari Semarang ke Surabaya, namun sekitar 30 km dari Semarang terdapat lokomotif tanpa gerbong yang dikendalikan oleh masinis Ngadiman. Suyitno melanjutkan ceritanya “ Ngadiman melompat keluar, sebelum tabrakan hebat terjadi. Sabotase dalam bentuk lain dilakukan oleh para penjaga pintu kereta-api dengan cara menggeser rel kereta-kereta-api atau memindahkan rel secara tiba-tiba, sehingga kereta-api terbalik. Peristiwa sabotase seperti ini terjadi di Lasem, Pemalang dan Pekalongan”.48 Perlawanan buruh kereta-api terhadap fasisme Jep ang semakin intensif dan terorganisir secara baik. Hal in i disebabkan pimpinan buruh kereta-api telah menerima informasi mengenai sejumlah kekalahan peperangan fasisme di Eropa dan Asia. Selain itu, perlawanan ini masih sebatas spontanitas, terutama dilakukan terhadap penguasa-penguasa lokal (bupati dan pangreh praja) yang bekerjasama dengan penguasa militer Jepang untuk mendapatkan tenaga kerja paksa. Perlawanan ini dengan membentuk Angkatan Muda Kereta-api (AMK)49 yang terdiri dari pemuda dan buruh. Perlawanan in i bertujuan untuk mengusir Jepang dari Indonesia dengan menguasai perusahaan dan stasiun kereta-api. AMK ini rata-rata lulusan calon masinis dan masinis kepala yang bersekolah di Bandung atau para pemuda yang tinggal di Manggarai. Pada awal 1945 AMK dibentuk atas inisiatif para pemuda yang mengikuti sekolah perkereta-apian di Bandung dan Manggarai. Kemudian disahkan pada 1 Oktober 1945 untuk merebut stasiun kereta-api dan depo-depo di seluruh wilayah eksploitasi Barat.50 Aktifitas perlawanan AMK dituturkan oleh Moenadi sebagai berikut:

…Calon-calon masinis ini banyak yang menjadi angkatan muda kereta-api, jadi sudah timbul satu untuk melaw an tentara Jepang dan berjuang untuk republik ini yang mulai hangat-hangat gitu ya. Angkatan Muda Kereta-api mulainya pada waktu Jepang hampir kalah itu tahun-tahun awal 1945. Pada waktu itu pada umumnya buruh kereta-api sudah tidak mau bekerjasama dengan Jepang, tetapi karena terpaksa ikut saja. Kebanyakan mereka itu semangatnya republiken… Ketika Jepang sudah mau kalah eksploitasi Barat itu kantornya di Jakarta-Kota 47

Wawan cara dengan Suyitno 7 Febu ari 2004 48

Bandingkan p eristiwa p erlawan an buruh kereta-api terhad ap balatentara Jepang Anton Lucas (ed) Local

Opposition and Underground Resistan ce to The Japanese In Java 1942-945 . Merlbourne. Monash

University 1986, hal. 27-39. 49

Angkat an Muda menunjuk pada golongan pemuda yang tidak mau bek erjasama baik dengan Balatentara Jepang yang sudah kalah maupun berhubung an kembali deng an kekuasaan kolonial Belanda. Ketika, Jepang menyerah perwira-perwi ra inlander KNIL yang dipenjarak an dibebaskan, dan mereka membangun kerjas ama dengan Beland a kembali. Angkatan muda juga merujuk b ahwa mereka berb eda deng an angkatan tua yang lebih kompromistis dengan penjajah asing. Istilah angkatan muda juga menunjukkan bahwa pemuda mempunyai pemikiran dan gagasan y ang b aru, tidak seperti angkatan tua sebel umnya. Gambaran yang cukup baik tentang p eranan pemuda pada masa pendu dukan Jepang di Jakarta, lihat Dokumentasi Pemuda Sekitar Proklamasi Indonesia Merdeka. Jogyakart a. Juni 1948.

50

In form asi yang cukup m em adai tentang latarbelakang berdiriny a Angkatan Muda Kereta-api diperoleh dari wawancara d engan Moenadi 25 Febu ari 2004 dan juga periksa Sejarah Perkeret aapian In donesia Jilid 2, hal 59.

(15)

itu ada kantor besarnya sekaligus juga stasiun. Di atas ada kantor, nah itu kantor Eksploitasi Barat… Pada suatu ketika eksploitasi Barat pemuda-pemudanya itu mendorong supaya segera menyatakan bahwa DKA(Djawatan Kereta Api) itu adalah milik Indonesia. Kita ini ingin mengusir Jepang yang ada dikantor. Dan oleh karena Jepang sendiri sudah kehabisan akal ya, mer eka tidak

memasalahkan masalah itu, tetapi yang penting bagaimana perang ini, menang atau tidak dan bagaimana mempertah ankan dan sebagainya. Nah Jepang yang ada disana itu diusir ya mau saja. Nah, terus dari eksploitasi barat itu

diproklamirkan mulai hari ini kereta-api itu adalah milik Indonesia. Balai Besar di Bandung sendiri belum berbuat apa-apa. Jadi di Jakarta ini didorong oleh Angkatan Muda Kereta Api untuk melancarkan proklamasi itu.51

Menjelang kekalahan Jepang oleh sekutu, buruh kereta api dan pemuda yang tergabung dalam Angkatan muda kereta-api mengambil inisiatif untuk mengambil alih stasiun dan memperoleh cetakan batu bara (briket). Mereka tidak hanya menegaskan bahwa sekarang kereta-api adalah milik Republik, tetapi juga mu lai merampas senjata-senjata Jepang, merampas alat-alat mekanik dan menyembunyikannya di bengkel Manggarai, Jatinegara serta Bekasi. Status balatentara Jepang sebagai polisi ketertiban dan keamanan umum setelah kalah dalam peperangan Perang Dunia II. Pihak Gunseikanbu mengumumkan bahwa pemerintah balatentara Dai Nippon masih berkuasa hingga datangnya sekutu. Tetapi pihak AMK dan pemuda mulai melakukan pengambil-alihan kereta-api dan peranannya tidak hanya pada saat Jepang akan mengalami kekalahan, tetapi awal pecahnya Revolusi Agustus dan Hijrah ke Jogyakarta juga berperan besar hingga AMKA meleburkan diri pada tahun 1947 kedalam tubuh SBKA. AMKA terdiri dari pemuda-pemuda yang datang dari pelosok-pelosok daerah seperti Yogjakarta, Semarang, Lasem, Blitar, Surabaya, Pemalang dan Langsa. Mereka datang ke Jakarta untuk memb antu perjuangan buruh-buruh kereta-api. Sekitar 700 anggota AMKA Jakarta tinggal diwilayah Manggarai Utara.52

Revolusi: Perebutan Stasiun dan SBKA Sebagai Laskar Kereta-Api

Perebutan stasiun-stasiun kereta-api berlangsung sepanjang bulan Agustus hingga September 1945. Perebutan kereta-api ini tidak hanya dilakukan oleh Angkatan Muda Kereta- api, tetapi juga oleh buruh Jawatan Pos dan Telekomunikasi. AMKA mendapat bantuan dan dukungan

sepenuhnya dari gerakan pemuda, baik kelompok mahasiswa maupun kelompok pejuang lainnya. Sesungguhnya kelompok inti dari AMKA antara lain Legiman, Haryono, Sutjipto dan Gurdali mulai mengadakan pertemuan-pertemuan di Depo dan Bengkel Manggarai. Mulai Juli 1945 mereka bergaul dengan kelompok Menteng 31.53 Dapat dimengerti kelompok Menteng 31 mendorong dan menyokong AMKA, karena vitalnya peran kereta api pada waktu itu sebagai sarana transportasi darat yang handal, dan mempunyai jaringan telekomunikasi sendiri untuk

memudahkan hubungan ke daerah-daerah. Selain itu, pengambil alihan stasiun kereta-api pada masa awal revolusi adalah merupakan hal yang lazim, hampir seluruh pemuda dari pelosok-51

Wawan cara dengan Moen adi 25 Febuari 2004. 52

Wawan cara dengan Sosromoeljono 4 Juli 2004 53

Kelompok p emuda Menteng 31 adalah Asrama Angk atan Baru Indonesia di Jalan Ment eng Ray a 31 yang didirikan pada awal pend udukan Jepang dengan bantu an Departemen Propaganda, Sendenbu. Di antara tokoh yang terk enal di asrama ini adal ah Chaerul Saleh d an Sukarni, keduanya mempunyai kedudukan di Sedenbu sampai bulan Juni 1945. Asrama ini dibawah pengawasan pejab at Sendenbu, Hitoshi Shimizu dengan tujuan untuk menciptak an inti d ari aktivis pemuda. Kebanyak an dari latihan yang diberikan di asram a berisi t ent ang n asionalisme. Pengajar yang diundang untuk memberik an ceram ah adalah politisi nasionalis terkemuka tahun 1930-an seperti Sukarno, Hatta, Yamin, Sunario S.H. dan Amir Sjarifu ddin (paling sedikit sampai penahanannya). Masa latihan di as rama ters ebut tel ah berakhir pada bul an April 1943, tetapi asrama itu sendiri tetap merup akan tempat berkumpulnya pemuda yang dilatih di s ana,

bersama-sama dengan sahab at-sah abat terus berkumpul dan membahas politik. Lihat Dokumentasi pemud a: Sekitar proklamasi Indonesia Merd eka. Yogyakart a. Badan Penerangan Pusat SBPI, 1948, hal 14 -15.

(16)

pelosok daerah Jakarta melakukan penyerobotan milik bekas Belanda dan Jepang. Setiap pemuda memiliki senjata api dari rampasan balatentara Jepang. Sebagian senjata itu dirampas oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan sebagian lagi dimiliki oleh badan-badan perjuangan seperti AMKA serta pemuda-pemuda lasykar yang muncul di pelbagai tempat. Pada September 1945 di Jakarta semua orang membawa senjata api, entah tukang becak, tukang rokok, tukang catut, masinis dan tukang rem semuanya membawa senjata api. Awalnya kelompok pemuda bersenjata itu melakukan perampokan terhadap rumah-rumah Belanda yang mereka anggap sudah sewajarnya barang-barang milik Belanda perlu diambil-alih. Maka tak pelak lagi, sejumlah pemuda sebelumnya tinggal di perkampungan Manggarai pindah ke perumahan pejabat-pejabat kereta-api Bukit Duri yang pada hari sebelumnya penghuninya dipaksa keluar dari rumah tersebut. Setiap orang Belanda atau Indo akan mengalami nasib yang sama. Para pemuda ini mempunyai prinsip kehidupan harus diisi dengan keberanian. Pasukan pejuang ini tidak

mempunyai hubungan dengan kesatuan yang lebih besar, akan tetapi bergerak atas inisiatifnya sendiri.54

Gagasan untuk merebut stasiun-stasiun kereta-api berawal dari AMKA Manggarai, menurut Moenadi adalah sebagai berikut:

…”Saya pada waktu itu termasuk didalamnya (Angkatan Muda Kereta-Api). Walaupun saya masih menjadi calon masinis kepala, pada waktu itu sudah diangkat menjadi masinis kepala. Saya seolah-olah tidak menghentikan pekerjaan saya di lokomotif Bandung, tapi saya sering mundar-mandir ke Jakarta tertarik oleh anak-anak AMKA di Manggarai.”55

Sebagaimana pemuda, Moenadi juga turut serta dalam badan perjuangan atau lasykar kereta-api yang mendorong pegawai kereta-api untuk merebut stasiun dan kereta-api sebelum sekutu datang ke Jakarta. Para pemuda yang bergabung dalam badan-badan perjuangan,

berpenampilan seperti para gerombolan bersenjata yang menduduki rumah, tempat usaha, dan perusahaan.

Saat pengambilan stasiun, seluruh pemuda dari pelbagai badan perjuangan tumpah ruah di Manggarai untuk menyatakan kebebasan dan pengambilalihan milik Belanda melalui aksi-aksi corat-coret mereka. Kereta-api menjadi sasar an corat-coret para pemuda, sebagaimana dituturkan oleh Suromo salah seorang anggota Persatuan Juru Gambar Indonesia (Persagi)

“…pada jaman Revolusi 17 Agustus 1945 itu, saya nih yang coret-coret kereta api di stasiun Manggarai habis dioret-oret seluruhnya. Yang ikut coret-coret bukan saya saja, wah banyak pemuda. Semuanya. Saya ikut mencoret dalam bahasa Inggris itu apa ‘freedom’, apalagi terus itu ‘Hands off’, yah macam-macam setahu saya. Seluruh kereta-api yang ada di stasiun Manggarai kita coret-coret. Kereta- kereta-api baik gerbong dan lokomotifnya menjadi kanvas berjalan baik dalam bentuk lukisan burung merpati ala Pablo Picasso, atau rantai-rantai terlepas dari tangan manusia merdeka. ”56

Aksi corat-coret kereta-api di stasiun Manggarai merupakan manifestasi dari kesadaran para pemuda sebagai ekspresi bahwa kemerdekaan merupakan kebebasan dan mengambil alihan kereta-api menjadi milik republik. Buruh-buruh kereta-api yang tergabung dalam badan

perjuangan seperti AMKA dan lasykar melakukan perjalanan kereta-api berdasarkan kepentingan kelompoknya saja. Umpamanya ketika dimulai pengambilan suku cadang kereta-api pihak laskar yang berkedudukan di Manggarai mengambil suku cadang bagi kepentingan stasiun dan bengkel Manggarai. Situasi seperti ini yang membuat menteri perhubungan Abikusno Tjokrosujoso mengambil keputusan: “untuk kepentingan dan kelantjaran pelutjutan tentara “Djepang” dan bahwa pengoperan DKA (Djawatan Kereta Api) ketangan republik kembali bisa dilakukan dalam 54

Harian Merdeka 3 M aret 1946, Wawancara dengan Moenadi 25 Januari 2003. 55

Wawan cara dengan Moen adi, Jakart a 25 Januari 2003. 56

(17)

perundingan kemudian.57 Keputusan ini menjadi perdebatan dikalangan badan perjuangan dan pemuda meminta perlu dipertimbangkan kembali keputusan tersebut.

Pada 2 September dilaksanakan pembicaraan persiap an di Menteng 31 antara lain oleh Legiman Harjono dari kelompok AMKA dengan Wikana sebagai ketua Pimpinan Pusat Angkatan Pemuda Indonesia (API). Pada pertemuan ini Legiman mengajukan usul untuk melakukan perebutan kekuasaan dilingkungan DKA. Sebelumnya sudah dilakukan beberapa kali perundingan dengan beberapa pegawai tinggi DKA yang akan siap membantu perebutan tersebut. “Pada malam harinya jam 23.00 diadakan perundingan persiapan yang terakhir dirumah kepala stasiun Manggarai di jalan Manggarai 4. Berkat persiapan yang mendalam dari grup DKA yang didukung oleh AMKA, pemuda dan kaum buruh, maka pada keesokan harinya secara serentak dilakukan perebutan kekuasaan dan pengambil-alihan pada 3 September secara serentak dilakukan gerakan pengambil-alihan Djawatan Kereta-Api di seluruh Djakarta dan diser ahkan kepada republik. Antara Jam 9.30 sampai Jam 12.00 aksi itu mulai dilakukan dengan berhasil dikantor DKA Jawa Barat, di bengkel Manggarai, depo Djatinegara, Tanah Abang, Bukit Duri serta juga stasiun besar Gambir, Jakarta Kota, Tandjung Priok, Senen ,Manggarai dan tempat lain.58 Aksi pengambilan stasiun kereta-api oleh AMKA dan kaum buruh kereta-api segera mendapat sambutan dari kaum buruh perusahaan-perusahaan lainnya. Secara berturut-turut dilakukan perebutan dan pengambilalihan kekuasaan Tram Kota, perusahaan Listrik dan gas, Jawatan radio, percetakan Kolf, Droogdok Matschappij dan perusahaan lainnya. Terakhir pengambil alihan Balai Kereta-api pusat DKA di Bandung pada tanggal 28 September yang meliputi seluruh stasiun kereta-api. Tanggal 28 September ini dijadikan hari kereta-api sebagai hari kemenangan seluruh klas buruh dan pemuda. Satu hari kemudian 29 September 1945, tentara sekutu mendarat di Tanjung Priok mereka tergabung dalam South East Asia Command (SEAC) yang diberi nama Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) dibawah piminan Letnan Jendral Philip Christison. Tugas AFNEI adalah:

1. Menerima penyerahan dari pihak Jepang

2. Membebaskan tawanan perang dan interniran serikat.

3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang, kemudian dipulangkan ke negerinya.

4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai kemudian menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.

5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mer eka di depan pengadilan serikat.59

Ternyata pasukan sekutu baik yang mendarat di Batavia, Palembang maupun Medan diboncengi oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Situasi ini telah membuat pasukan sekutu juga menyimpang dari tugas awalnya, keamanan dengan cepat berubah menjadi gawat,

terutama sejak NICA mempersenjatai kembali anggota KNIL yang telah dibebaskan dari tawanan Jepang. Di Jakarta, Bandung dan beberapa kota lainnya, mereka melakukan kontak senjata dan juga provokasi bersenjata. Dengan bantuan sekutu, pasukan Belanda berhasil menguasai

Jakarta. Di stasiun Kranji mereka membuat pos penjagaan. Di sana setiap kereta-api yang masuk stasiun digeledah, termasuk kendaraan lain. Pendudukan Belanda itu mengakibatkan perjalanan kereta api antara Jakarta-Cikampek hanya berlangsung dua kali sehari dengan melewati

pemeriksaan di dua stasiun, yaitu di Kranji oleh tentar a Belanda dan di Bekasi oleh pihak

Republik. Setiap hari kereta api dari Jakarta penuh oleh penduduk Jakarta yang akan mengungsi ke luar kota, terutama ke Jawa Tengah.60 Pada clash pertama komunitas buruh kereta-api Manggarai agaknya mempunyai peran yang cukup penting, mereka membantu para pengungsi baik itu sanak saudara atau kerabat menuju Jogyakarta. Mereka membangun hubungan erat 57

Sidik Kertapati. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Jajasan Pembaruan. Jakarta 1961, hal. 113. 58

Wawan cara dengan Suyitno 7 Febu ari 2004. 59

Pramoed ya Ananta Toer, Koesal ah Soebagyo Toer dan Ediati Kamil. Kronik Revolusi Indon esia Jilid 1. Kepustak aan Populer Gramed ia. Jakarta 1999, hal. 63-64.

60

(18)

dengan komunitas buruh kereta-api yang ada di Lempuyangan untuk menampung para pengungsi dari Jakarta dan Jawa Barat.

Penggunaan kereta api mengangkut kebutuhan badan perjuangan dan laskar seperti

pengangkutan beras ser ta kebutuhan pokok lainnya. Tetapi sering pula kereta-api dipergunakan untuk transasksi penjualan hasil pertanian seperti teh, kopi dan beras untuk kepentingan badan perjuangan. Misalkan awal tahun 1946 pengusaha kopi akan menjual 20 ton kopi ke salah satu pembeli di Jember (Jawa Timur) selain pengusaha membayar biaya pengangkutan kereta-api, juga membayar sewa penjaga barang bawaan yang terdiri dari para laskar. Namun sepanjang perjalanan dan perhentian di stasiun kopi berkurang karena diambil oleh beberapa laskar yang menjaga stasiun, seh ingga tiba di Jember kopi berkurang 800 kilogram. Ini merupakan salah satu contoh kereta api dipergunakan untuk transasksi bisnis hasil pertanian dan juga menjadi

instrument bagi pemasukan badan perjuangan dan laskar. Tepat didepan bengkel kereta-api Manggarai berdiri gudang hasil pertanian, bongkar dan muat dikontrol oleh laskar dan pemuda pada awal kemerdekaan, sebagai pemasukan keuangan bagi mereka. 61

Keadaan ini ditambah pula oleh situ asi buruh-buruh kereta-api di Manggarai dan Jakarta yang kekurangan beras. Untuk mendapatkan beras buruh-buruh kereta-api mencari beras sendiri ke wilayah-wilayah pedalaman seperti Bekasi, Karawang dan Purwakarta. Tetapi pencariaan beras ini bisa mencurigakan, karena penduduk Jakarta dianggap sebagai wilayah kantong NICA. Selain itu, pedagang-pedagang beras dipedalaman leb ih menyukai menerima uang NICA ketimb ang uang ORI (Oeang Repoeblik Indonesia). Ini disebabkan dua minggu setelah ORI disahkan sebagai alat tukar resmi mengalami kemerosotan nilai tukar Rp 55,-setara dengan Rp 100,- , sehingga untuk belanja beras dalam jumlah besar perlu mengeluarkan dana yang besar pula. Sedangkan upah seorang buruh kereta-api hanya Rp. 150,- per-bulan untuk beras saja per kg Rp 2,5,- sedangkan untuk jatah satu keluarga sekitar 30 kilogram per bulan. Jumlah buruh kereta-api di Manggarai pada tahun 1947 telah mencapai 2000 orang. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dibentuk Panitia Pembagian Makanan untuk wilayah Manggarai diserahkan kepada Badan Sosial DKARI Manggarai. Tetapi Badan Sosial DKARI berusaha sendiri dalam mencari beras tidak bekerja sama dengan badan perjuangan lainnya, sehingga untuk mendapatkan beras yang murah dan baik mendapatkan kesulitan. Kemudian Panitia Pembagian Makanan diambil alih oleh Barisan Buruh Indonesia, cabang Jakarta yang dalam pencarian beras bekerjasama dengan lasykar dan AMKA. Kerjasama ini membuahkan hasil dengan lancarnya pemasokan beras dari daerah pedalaman. 62

Keadaan ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan bahan makanan, buruh kereta-api perlu mendapatkan bantuan dari badan perjuangan, tidak hanya bahan makanan pokok untuk keluar-masuk Jakarta, perlu mendapatkan bantuan baik dari serikat buruh maupun badan perjuangan. Soemardi, bekas pemuda kelompok jalan Guntur, kemudian beliau menjadi Wakil Pimpinan Universitas Ra’jat (UNRA) bercerita keadaan pada saat itu:

SB-SB sudah hidup sekali, suasana di Jakarta saling mencurigai antara Republik dengan Belanda-NICA. Serikat-serikat buruh kita pimpin pengaruhnya luarbiasa dengan

sentiment nasional republic. Pada saat itu ada suasana orang masuk SB kami itu adalah republiken yang nggak masuk dianggap NICA. Pengaruhnya rakyat umum minta masuk SB, dengan lencana SB. Pedagang-pedagang, pencari bahan makanan disekitar Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Karawang masuk ke kampung-kampung dengan lencana SB. Kami di jalan Guntur Nomer 27 berkumpul disitu. Orang-orang dari daerah membawa barang-barang makanan dan buah-buahan. Akhirnya jalan Guntur bukan hanya pusat gerakan buruh, tetapi yang an ti Belanda berkumpul disitu, laskar-laskar, pemuda kumpul dan minta lencana SB. Lantas kami buat sektor-sektor, ada sector Gambir, Manggarai, 61

Wawan cara dengan Moen adi Jak arta 25 Januari 2003. 62

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian hasilnya kita simpan dalam dua file .wav dan .ses, Perbedaan dari kedua file tersebut untuk .wav, vocal dan gitar akan bergabung jadi satu, sehingga untuk

Memang tak dapat dipungkiri, bahwa dengan ditetapkannya Sertifikat Standar Lingkungan Intemasional mempunyai dampak yang sangat luas terhadap tingkat pertumbuhana dan

Proses pembelajaran sejarahnya kerap terlihat pada pembelajaran pengamatan (observational learning), yakni para siswa kelas X IIS 1 dan XI IIS 1 menjadikan guru sejarah

Data diperoleh dan dikumpulkan kemudian dianalisis berdasarkan criteria atau metode yang telah diterapkan yang bertujuan untuk mengetahui pengukuran kinerja dalam

Peranan notaris dalam pembuatan akta pembagian harta suarang di Minangkabau terbilang masih sedikit dikarenakan adanya kedudukan lain yang lebih tinggi dari Notaris yaitu

saling mendukung dalam upaya pencapaian prestasi di masa yang akan datang. Selain identifikasi keberbakatan, penyusunan sebuah program latihan yang.. tepat sangat penting

Laporan skripsi yang telah penulis buat berjudul “ Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Wisudawan Berprestasi oleh Ikatan Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah

Hubungan antara riwayat penyakit selama kehamilandan berat lahir diperoleh bahwa proporsi BBLR sebanyak 26 orang (49,1%)dilahirkan dari ibu yang mempunyai riwayat