• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFLEKSI. K ajian TEMATIK PARTISIPASI PEREMPUAN DI PILKADA ACEH PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFLEKSI. K ajian TEMATIK PARTISIPASI PEREMPUAN DI PILKADA ACEH PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

JARINGAN SURVEY INISIATIF

PARTISIPASI PEREMPUAN

DI PILKADA ACEH

REFLEKSI

(2)

r

JARINGAN SURVEY INISIATIF Jln. Tgk. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh, INDONESIA Telp. (0651) 6303 146 Web: www.jsithopi.org Email: js.inisiatif@gmail.com

3

4

9

11

DAFTAR ISI

WRITERS

ARYOS NIVADA

PENELITI JSI

Editor & Layout

Teuku Harist Muzani

SENIOR EXPERT

ANDI AHMAD YANI, AFFAN RAMLI, CAROLINE PASKARINA, ELLY SUFRIADI, CHAIRUL FAHMI,

MONALISA, FAHRUL RIZA YUSUF

PENDAHULUAN

PERJALANAN

PARTISIPASI

PEREMPUAN

HAMBATAN &

TANTANGAN

JALAN KE DEPAN

(3)

PENDAHULUAN

Perempuan dan politik tidak pernah bisa dip-isahkan disetiap pesta demokrasi. Benar ad-anya karena melalui instrumen pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemili-han legislatif (Pileg), dan pemilipemili-han presiden (Pilpres) mereka terlibat langsung. Partisi-pasi perempuan selalu memiliki nilai tertentu dalam dinamika politik dan demokrasi. Ini pu-lalah yang selalu menjadi diskursus yang men-arik untuk menjadi bahan perbincangan para peminat Pilkada, Pileg ataupun Pilpres. Maka tulisan ini menjadi salah satu bagian dari di-kursus itu sebagai bentuk kontribusi bagi urung rembuk perjalanan partisipasi perempuan dalam pesta demokrasi di Aceh, khususnya melalui Pilkada dalam masa 3 periode terakhir.

P

artisipasi perempuan dalam politik lo-kal di Aceh dapat dilihat dari dua aspek besar. Pertama, partisipasi sebagai kandidat Pilkada, terutama sebagai calon bupati/wakil bupati ataupun calon walikota/ wakil walikota (kami tidak menyebut guber-nur/wakil gubernur karena sejauh ini belum pernah ada kandidat perempuan). Kedua, adalah partisipasi sebagai pemilih, karena bagaimanapun suara perempuan selalu strategis dalam menentukan pilihan-pilihan dan menjadi peta sasaran dari target yang diperhitungkan untuk dijangkau oleh kandi-dat Pilkada.

Ini belum termasuk partisipasi perempuan sebagai penyelenggara, baik sebagai Komisi Independen Pemilihan (KIP) ataupun Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih, juga dise-but Panwaslu) beserta turunannya.

Jadi tulisan ini terbatas pada pembahasan partisipasi perempuan sebagai kandidat Pilkada dan partisipasi perempuan sebagai peserta pemilihan saja.

(4)

KAJIAN TEMATIK • TAHUN 2017 JSI www.jsithopi.org 4

PERJALANAN

PARTISIPASI PEREMPUAN

DI PILKADA ACEH

Penyelenggara Pemilu se-bagaimana dimakPilkada Aceh tahun 2006 mencatat bahwa partisipasi perem-puan sebagai kandidat adalah sebesar 1,93 %,

sedangkan di Pilkada 2012 jumlahnya meningkat men-jadi 7,82 % dan tahun 2017 lalu mencapai 6,25 % (Gam-bar 1).

Tahun 2006 misalnya, dari sebanyak 260 orang calon kepala daerah yang mendaftar ke KIP, dengan 130 pasang calon tersebut, secara umum lebih didomi-nasi oleh laki-laki diband-ingkan perempuan.

Pilkada pertama setelah da-mainya Pemerintah Repub-lik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini mungkin masih menjadi pe-nyebab partisipasi

perem-puan belum begitu signifi -kan.

Apalagi mengingat juga

masa-masa kelam konflik

masih menjadi bayang-bayang, sehingga mungkin agak sedikit menyurutkan langkah kaum hawa untuk memberanikan diri maju se-bagai calon kandidat dalam Pilkada Aceh pada tahun 2006 itu.

(5)

Lain lagi pada Pilkada 2012, merujuk dari data yang dilansir Media Center KIP Aceh mengungkapkan bahwa terdapat tujuh orang calon kepala daerah dari kaum perempuan. Dari tujuh calon kepala daerah perempuan tersebut, tiga diantaranya mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Mereka itu adalah, (1) Dra. Yulinar Ahmad sebagai calon Bupati Aceh Utara, (2) Hj. Soraya Hasbi mencalonk-an diri sebagai Walikota Lmencalonk-angsa, dmencalonk-an (3) Sri Wahyuni, S.Hi terdata sebagai calon Bupati Bener Meriah. Tidak sebatas di posisi bupati atau orang nomor satu saja, dilevel wakil ke-pala daerah juga perempuan ikut andil se-cara nyata. Terdapat 4 orang sebagai calon wakil kepala daerah di tingkat kabupaten/ kota. Nama-namanya adalah sebagai beri-kut; (1) Illiza Sa’aduddin Djamal mencalonk-an diri sebagai wakil walikota di Kota Bmencalonk-anda Aceh, (2) Lindawati mencalonkan diri sebagai wakil walikota di Kota Banda Aceh (3) Nuraini Maida sebagai calon wakil bupati Aceh Utara, serta (4) Nurhayati Sahali calon bupati Gayo Lues.

Tak pelak Keempat calon wakil waliko-ta dan wakil bupati itu mewarnai konteswaliko-tasi sehingga menjadikan Pilkada di Aceh sema-kin semarak. Menariknyanya. Ada dua hal yang dapat dilihat dari fenomena kontetasi perempuan di tataran demokrasi lokal Aceh. Pertama, dari 4 orang calon wakil kepala daerah perempuan, hanya satu yang berha-sil memenangkan pertarungan demokrasi itu. Tercatat Illiza Sa’aduddin Djamal sebagai wakil walikota Banda Aceh yang terpilih se-bagai pendamping Mawardi Nurdin sese-bagai walikota Banda Aceh untuk periode 2006-2012. Sementara 3 lainnya belum berhasil dengan sukses. Kedua, pemilih perempuan dibeberapa kabupaten/kota yang memiliki calon perempuan, baik sebagai walikota/ wakil walikota atau bupati/wakil bupati tidak serta merta sepenuhnya pemilih perempuan juga memilih kandidat berdasarkan prefer-ensi kesamaan kelamin. Perempuan ternya-ta tidak otomatis memilih perempuan juga sebagai pemimpinnya.

Jadi memang kompetisi Pilkada Aceh

sepertinya tidak punya pengaruh signifikan

apakah calon dari kalangan perempuan atau kalangan laki-laki yang akan berhasil seb-agai pemenang, tetapi kelihatannya lebih kepada bagaimana merebut hati pemilih se-cara optimal. Jadi semakin baik komunikasi serta jangkuan kandidat terhadap pemilih, acapkali juga berpengaruh besar terhadap peluangnya dalam memenangkan kompetisi Pilkada itu.

Ada yang menarik dalam perjalan-an Pilkada Aceh 2012 tersebut. Pada tahap pendaftaran awal hanya terdapat 7 orang kandidat perempuan, namun berikutnya bertambah menjadi 9 orang. Penambahan 2 orang kandidat perempuan ini karena mer-eka menggantikan posisi suaminya yang ga-gal dalam tahap pencalonan. Kedua kandi-dat perempuan itu adalah calon bupati Aceh Timur yaitu Sukiyawati yang menggantikan posisi suaminya Azman Usmanuddin karena tersangkut masalah hukum. Satu lagi dari Kabupaten Aceh Singkil muncul nama Cut Khairana yang maju menggantikan suamin-ya Ali Hasmi karena gagal dalam uji mampu baca Al Quran. Kemudian peta berubah lagi, dimana dalam perjalanan yang awalnya Yuli-nar Ahmad sebagai calon bupati Aceh Utara

ternyata gagal dikarenakan tidak lolos verifi -kasi.

Jadi memang kompetisi Pilkada Aceh

seperti-nya tidak puseperti-nya pengaruh signifikan apakah

calon dari kalangan perempuan atau ka-langan laki-laki yang akan berhasil sebagai pemenang, tetapi kelihatannya lebih kepada bagaimana merebut hati pemilih secara op-timal. Jadi semakin baik komunikasi serta jangkuan kandidat terhadap pemilih, acap-kali juga berpengaruh besar terhadap pel-uangnya dalam memenangkan kompetisi Pilkada itu.

(6)

KAJIAN TEMATIK • TAHUN 2017

JSI

www.jsithopi.org

6

Ada yang menarik dalam perjalan-an Pilkada Aceh 2012 tersebut. Pada tahap pendaftaran awal hanya terdapat 7 orang kandidat perempuan, namun berikutnya bertambah menjadi 9 orang. Penambahan 2 orang kandidat perempuan ini karena mer-eka menggantikan posisi suaminya yang ga-gal dalam tahap pencalonan. Kedua kandi-dat perempuan itu adalah calon bupati Aceh Timur yaitu Sukiyawati yang menggantikan posisi suaminya Azman Usmanuddin karena tersangkut masalah hukum. Satu lagi dari Kabupaten Aceh Singkil muncul nama Cut Khairana yang maju menggantikan suamin-ya Ali Hasmi karena gagal dalam uji mam-pu baca Al Quran. Kemudian peta berubah lagi, dimana dalam per-jalanan yang awalnya Yulinar Ahmad sebagai calon bupati Aceh Utara ternyata gagal

dik-arenakan tidak lolos verifikasi.

Pilkada Aceh 2012, sepertinya menjadi pertaruhan penting partisipasi perempuan seb-agai calon kandidat Pilkada. Mengingat pertambahan yang

signifikan dari Pilkada Aceh ta -hun 2006 yang hanya sebesar 1,93 % menjadi 7,83 % di Pilkada

Aceh 2012. Artinya secara persentase jum-lah ini meningkat sebesar 5,90 %, sebuah angka yang penting untuk dicermati (Gam-bar 2).

Pertambahan ini merefleksikan be -tapa perempuan sesungguhnya juga memi-liki potensi yang sama dengan laki-laki dalam hal partisipasi politik lewat Pilkada, terutama sebagai calon kandidat. Hal ini selaras den-gan apa yang diupayakan oleh para pegiat demokrasi diberbagai negara, sebagaimana Deklarasi Meksiko 1975 tentang Kesetara-an PerempuKesetara-an (Equality of Women) dalam urusan politik. Deklarasi ini menyebutkan bahwa perempuan adalah aktor vital dalam upaya mempromosikan kedamaian dunia

dalam berbagai sektor, mulai dari keluarga, komunitas masyarakat dan partisipasi dalam politik.

Negara kita Indonesia menjadi salah

satu dari 101 negara yang turut meratifikasi

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang menjadi landasan legal dalam pelaksanaan hak-hak perempuan un-tuk pemenuhan standar hak asasi manusia yang didalamnya termasuk hak perempuan. Pada momentum Pilkada Aceh 2017, rupanya cerita partisipasi perempuan mengalami se-dikit penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2006. Melihat persentase selisihnya sekitar 1,57 % (Gambar 3),

persen-tase yang cukup tipis.

Data membuktikan bahwa ter-dapat 5 orang yang maju seb-agai calon kandidat Pilkada,

baik di posisi nomor satu atau dua. Dimulai pertama dari Afriadawati posisi wakil bupati Simeulue yang diusung oleh PBB, Partai Hanura, Partai Aceh, dan Partai Gerindra. Statusnya menjadi pemenang, walaupun di

posisi wakil. Kedua adalah sosok Hj. Syamsinar yang mencalonkan sebagai wakil bupati Aceh Barat Daya. Partai pengusungnya meli-puti PDIP, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura, dan PBB. Ketiga yaitu Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal yang diusung dari partai politik De-mokrat, Partai Aceh, PKS, PPP, dan Partai Da-mai Aceh.

Selanjutnya keempat di Lhokseumawe ikut serta kandidat perempuan bernama Hj. Mai-syuri, SE., M.Si, diusung oleh Partai Nasional Demokrat dan PKB. Terakhir, kelima adalah sosok anggota DPRA yang maju mencalonk-an diri sebagai walikota Lmencalonk-angsa yaitu Hj. Yu-niar, SP, M.Si yang diusung oleh partai nasi-onal Golkar dan PAN.

(7)
(8)

KAJIAN TEMATIK • TAHUN 2017

JSI

www.jsithopi.org

8

Kalau kita pelajari track record (rekam jejak) dari mereka semua Kalau kita pelajari track record (rekam jejak) dari mereka semua , perempuan yang ikut serta men-calonkan diri sebagai pemimpin daerah memiliki latar belakang politik yang bagus. Mulai sebagai incumbent (petahana), anggota dewan, dan lain-lain. Akan tetapi sekali lagi dapat ditegaskan bah-wa tidak otomatis setiap calon perempuan juga di ikuti dengan dipilih seluruhnya oleh pemilih perempuan. Disinilah salah satu aspek penting untuk dicermati, terutama terkait dengan motif atau faktor-faktor penyebabnya. Bahasan ini akan diuraikan kemu-dian.

Bila kita telusuri data dari Komisi Pemilihan Umum ternyata tingkat partisipasi perempuan yang ikut serta di Pilkada mengalami naik turun. Terlihat pada tabulasi data tingkat partisipasi perempuan

se-bagai calon kandidat Pilkada Aceh dari tahun 2006, 2012 dan 2017. Berbeda halnya dalam partisipasi sebagai pemilih. Ditinjau dari data Komisi Pemilihan Umum ditemu-kan jumlah pemilih perempuan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Untuk tahun 2006. Penulis tidak mendapatkan data valid mengenai persentase pe-milih perempuan dan laki laki. tahun 2012 Pemilih perempuan sebanyak 1.635.874, kemudian pelaksanan Pilkada Aceh 2017 mengalami kenaikan lagi sebesar 1.746.619 orang (Tabel 4). Faktor mendasar kenaikan itu, dikarena-kan kenaidikarena-kan daftar pemilih seir-ing dengan pertambahan jumlah penduduk.

(9)

Kembali menjawab pertan-yaan di paragraf sebelumnya, mengapa jumlah pemilih perempuan yang terlibat di Pilkada Aceh cukup besar, tetapi tidak berkorelasi

sig-nifikan terhadap dukungan

politik bagi perempuan juga?. Agaknya jawaban berikut ini dapat memberikan informasi penting bagi kita.

Pada refleksi Pilkada

Aceh 2017 terhadap ruang partisipasi perempuan, Ba-lai Syura Ureung Inong Aceh bekerjasama dengan Inter-nasional Republican Institute (4 Maret 2017) berhasil men-gungkap suatu fakta bahwa pilihan-pilihan perempuan terutama yang sudah berke-luarga, masih kuatnya penga-ruh suami dan pengapenga-ruh ling-kungan yang membentuknya.

Maka wajarlah saja, pilihan-pilihan politik perempuan cenderung tidak serta merta memberikan pilihan pada ka-umnya juga.

Tentu saja banyak hal lainnya yang membuat minimnya partisipasi politik perempuan. Menurut Sam-sul Bahri (26/10/2016, klikk-abar.com) dalam tulisannya mengatakan, realitas kondisi kehidupan perempuan Aceh menjelang Pilkada sering di-jadikan alat politik para kaum laki-laki. Perempuan sering dijadikan tameng dalam menyusun kekuatan massa menjelang Pilkada berlang-sung. Keterlibatan perem-puan dalam ranah politik hanya sebatas kelengkapan persyaratan semata.

Hambatan dan

Tantangan

Perempuan

di Panggung

Politik

(10)

KAJIAN TEMATIK • TAHUN 2017

JSI

www.jsithopi.org

10

Penyebab lainnya menurut Ratnalia Indriasari (wawancara, 28/05/2017), kurangnya kehadiran partisipasi perempuan di Pilkada Aceh dikarenakan mereka masih kurang percaya diri. Hal ini dise-babkan kapasitas personal mer-eka yang masih kurang, modalitas

sosial, jaringan, dan finansial yang

lemah membuat di Pilkada Aceh 2017 sangat sedikit perempuan yang maju.

Namun jika ditelusuri lebih dalam lagi, Samsidar, ak-tivis perempuan (wawancara, 28/05/2017) menyatakan masih mengakarnya dibenak kalangan perempuan itu sendiri, bahwa standar perempuan yang didu-kung terlalu tinggi. Bisa dibilang harus lebih hebat berkali-kali dari kaum laki-laki. Hal lainnya, masih adanya doktrin kuat perempuan tidak dibenarkan memilih mimpin perempuan, karena pe-mimpin itu harus laki-laki.

Masih menurut Samsi-dar, faktor penyebab berikutnya adalah kekecewaan dari kaum perempuan terhadap kaumnya sendiri, dikarenakan ketika kaum perempuan diberikan kesempa-tan memimpin fakkesempa-tanya tidak memperjuangkan kaumnya send-iri. Mereka lebih nyaman untuk merealisasikan kebutuhan dirinya sendiri daripada kaumnya, itulah kenapa hadir kekecewaan dika-langan mereka. Bahkan muncul bahasa begini ”oh, begitu model pemimpin perempuan, tidak mem-perjuangkan kaumnya sendiri”.

Hal menarik untuk menjadi pe-mimpin perempuan di Aceh, standar kriterianya terlalu tinggi, bahwa untuk menjadi pemimpin perempuan haruslah seperti ula-ma atau negarawan.

Patut di cermati juga, ken-dala lain dihadapi kaum perem-puan yaitu perilaku elit politik dari kalangan kaum laki-laki ketika menerapkan money politic. Maka berefek kepada kaum perem-puan, dikarenakan tidak sanggup mengimbangi praktek itu sebab

keterbatasan finansial. Patut di -catat kaum perempuan cen-derung tidak mengede-pankan praktek money politic, namun lebih menggunakan cara elegan dan non ke-curangan.

M i r i s n y a lagi mesin

par-tai politik tidak serius memper-juangkan kaum perempuan un-tuk menduduki jabatan tertentu sehingga tidak maksimal dalam bekerja yang

beru-jung kekalahan kaum perempuan di Pilkada.

(11)

JALAN KE

DEPAN

Mengakhiri tulisan ini, penulis mencoba memberi-kan beberapa usulan seb-agai solusi untuk memban-gun jalan kedepan bagi kaum perempuan lebih baik di pen-tas politik. Solusi keterlibatan perempuan di arena politik praktis yang paling penting adalah membangun kesada-ran dalam diri perempuan itu sendiri melalui pendidikan politik dan pendampingan yang intensif. Selain itu san-gat dibutuhkan penguatan kapasitas perempuan me-lalui serangkaian kegiatan yang dilakukan partai politik, organisasi masyarakat, dan pemerintah sendiri. Tentu-nya orientasi perencanaan dan penganggaran harus pro kepada pengembangan kapa-sitas perempuan atau kader perempuan, baik di partai politik ataupun melalui or-ganisasi lainnya. Diperlukan juga peran pemerintah yang lebih peduli dengan kebijakan dan kegiatan yang berfokus kepada penguatan kapasitas perempuan Aceh.

Sebenarnya, Aceh punya pengalaman emas bagaimana peran perempuan dalam pentas politik kema-syarakatan. Dari kepemimpi-nan seorang panglima perang di darat, laksamana di laut, sampai kepada kesultanan dibawah kendali ratu

(sulta-nah). Fakta sejarah ini adalah modal bagi Aceh yang dapat dibaca sebagai kesetaraan laki-laki dan perempuan bu-kanlah sesuatu hal yang patut menjadi sumber kegaduhan.

Namun pun demikian, kenyataan hari ini tentu ti-dak serupa dengan apa yang telah berlaku dimasa dulu. Pelajaran kesetaraan inilah mestinya mendapatkan po-sisinya yang berimbang untuk dikemukakan kembali pada zaman kini. Inilah tantangan kita, perempuan dan laki-laki. Perlu kita pahami semua, bahwa keterlibatan perem-puan sangat penting dalam ranah politik dengan tujuan merealisasikan hak-hak kaum perempuan, sekaligus mem-berikan peran yang seimbang dengan kapasitas mereka masing-masing.

Harus dipahami, bah-wa keterlibatan perempuan dalam ranah politik bukan untuk menjatuhkan kaum laki-laki akan tetapi keter-libatan perempuan adalah melahirkan persamaan hak dan kedudukan yang setara dengan kodratnya.

Maksud persamaan hak disini adalah antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan bukan berarti mengubah kodrat, fungsi, peran, dan gendernya seb-agai seorang perempuan. Jadi begitulah harapannya.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “PENGARUH PROFITABILITAS, LIKUDITAS, LEVERAGE, AKTIVITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN (Studi pada

Berdasarkan penjelasan dan perhitungan yang telah diuraikan, maka tipe generator yang cocok atau dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro dengan sistem turbin

Secara umum Panduan ini menjabarkan beberapa pengetahuan dasar dan ketrampilan praktis yang dapat diterapkan oleh berbagai kalangan dalam mengelola program pelatihan secara

kualitas kehidupan masyarakat. Daerah Kepulauan adalah provinsi kepulaun yang memiliki wilayah laut lebih luas dari wilayah darat, yang di dalamnya terdapat pulau-pulau

dinyatakan efektif seperti pada saat perusahaan mengumumkan rencana penerbitan obligasi, pada saat book building, atau pada waktu-waktu lainnya sebelum obligasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa silika tersulfat merupakan padatan amorf dengan keasaman tertinggi pada sampel impregnasi metakaolin yang dicuci dengan asam

-pakah pada pasien kita terdapat per(edaan (ila di(andin denan #an terdapat pada penelitian sehina hasil penelitian terse(ut tidak dapat diterapkan pada pasien