• Tidak ada hasil yang ditemukan

Executive Summary Drainase Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Executive Summary Drainase Bogor"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Executive Summary| Halaman Executive Summary| Halaman 4-104-10 GAMBAR 4-7 EKIVALENSI LUAS PERMUKAAN SUMUR DAN

(3)
(4)

Executive Summary| Halaman 4-12

(5)

Konsep sumur resapan yang dibahas pada sub-bab ini adalah penurunan debit yang terjadi pada kondisi Wilayah Kota Bogor yang memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 25% dari wilayah kota dan 1% dari RTH dapat digunakan untuk pembuatan sumur resapan. Namun pada kenyataannya akan sulit untuk mengaplikasikan sumur resapan di setiap 1% bagian dari RTH. Cara lain dalam mengatasi tidak bertambahnya limpasan akibat perubahan tataguna lahan adalah dengan mengaplikasikan konsepZero Delta Q Policy seperti yang tercantum dalam PP RI No. 28 tahun 2008 ttg. RTRW Nasional Pasal 106 ayat 1 huruf c.

Zero delta Q adalah keharusan agar tiap bangunan yang terbangun disuatu wilayah tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit dari limpasan air hujan ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai diwilayah tersebut

Berdasarkan prinsip Zero Delta Q maka setiap bangunan yang terbangun di suatu wilayah tidak bolah mengakibatkan pertambahan debit. Konsep ini dihubungkan dengan aplikasi sumur resapan, sehingga dengan pembangunan sebesar 1 Ha berapakah jumlah sumur resapan yang diperlukan agar tidak terjadinya penambahan limpasan ke sistem yang sudah ada.

TABEL 4-2 KEBUTUHAN SUMUR RESAPAN/HA

Parameter Dimensi Sumur Individu Sumur Komunal H (m) 1.5 3

Kebutuhan Sumur Resapan (Sumur/Ha)

Sumur Individu Sumur Komunal

599 17

Dengan besarnya intensitas hujan kota bogor rata-rata sebesar 50 mm/jam, setiap pembangunan bangunan sebesar 1 Ha maka akan menghasilkan limpasan tambahan seperti pada hidrograf disamping. Volume limpasan yang perlu ditampung adalah sebesar 1501.2 m3. 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12    D  e    b    i    t    (  m    3    /  s    )

(6)

Executive Summary| Halaman 4-14 Selain pembuatan sumur resapan individu atau komunal disetiap pembangunan, pembangunan sumur resapan di sepanjang saluran dra inase juga dapat menjadi masukan yang bagus dalam perencanaan drainase Kota Bogor kedepannya. Salah satu aplikasi sumur resapan di sepanjang saluran drainase adalah di Jogja dengan memasang sumur resapan disetiap 10-15 meter dengan diameter sumur 1 – 1.5 m dan kedalaman sumur 2.5.

Jika pembangunan sumur resapan di setiap 10 m dapat diekivalensikan dengan terjadinya perubahan lahan dari jalan beraspal (paved) yang bersifat inpervious berubah menjadi lahan yang pervious maka dengan panjang jalan 5 km dan sumur resapan diaplikasikan di setiap 10 m dengan dimensi luas permukaan 1 m2 dan kedalaman 2.5 m, dengan debit awal sebesar 50 m3/s dapat turun sebesar 6% menjadi 47 m3/s.

GAMBAR 4-10 CONTOH APLIKASI SUMUR RESAPAN PADA DRAINASE PERKOTAAN

Sumur resapan

setiap 10 m Debit awal 50m3/s

Terjadi penurunan 6%

menjadi 47 m3/s

(7)

4.3.3 Perkiraan Biaya Pengerjaan

Perkiraan biaya yang diperlukan untuk konstruksi pengerjaan sumur resapan dapat dilihat pada tabel 4.3.

Galian tanah dengan excavator dan dump truck/m3

Item Faktor 1m3 tanah HS (Rp) Harga (Rp/m3)

Pekerja 0.015   106,000.00 1,540.03 Mandor 0.007   187,000.00 1,362.43 Dump Truck 0.120   596,300.00 71,556.00 Excavator 0.051   207,400.00 10,550.47 Total 85,008.93 Seluruh Zona Total Galian Sumur (m3) 1,126,799

Biaya Sumur (Rp)  95,787,972,451.45 Total

95,787,972,451.45 Sumur

+PPN (Rp) 105,366,769,696.60 +DESAIN (Rp) 110,635,108,181.43 Galian tanah dengan excavator dan dump truck/m3

Item Faktor 1m3 tanah HS (Rp) Harga (Rp/m3)

Pekerja 0.015   106,000.00 1,540.03 Mandor 0.007   187,000.00 1,362.43 Dump Truck 0.120   596,300.00 71,556.00 Excavator 0.051   207,400.00 10,550.47 Total 85,008.93

DAS Ciliwung DAS Cisadane Total Galian Sumur (m3)   90,574 461,207

Total Galian Kolam (m3)   1,244,838   6,404,295 Total

Biaya Sumur (Rp)   7,699,559,960.20 39,206,696,503.61 46,906,256,463.81 Biaya Kolam (Rp) 105,822,352,078.60 544,422,237,197.21 650,244,589,275.81 Sumur +PPN (Rp) 51,596,882,110.19 +DESAIN (Rp) 54,176,726,215.70 Kolam +PPN (Rp) 715,269,048,203.39 +DESAIN ( Rp) 751,032,500,613.56

(8)

REVIEW MASTERPLAN DRAINSE KOTA BOGOR 2016

4.4 Kebijakan

4.4.1 Masalah Sampah

Masalah sampah pada saluran drainase merupakan masalah yang terjadi hampir diseluruh sistem drainase kota di Indonesia. Permasalahan sampah tidak bisa diselesaikan secara sendiri, melainkan harus diseleikan secara komprehensif karena masalah sampah dapat berhubungan dengan banyak hal.

Salah satu cara dalam menyelesaikan permasalahan drainase adalah dengan menegakkan hukum atau kebijakan yang berlaku di Kota Bogor sesuai dengan Perda Kota Bogor No 9 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.

Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah yang disusun oleh pemenrintah daerah sesuai dengan Pasal 5 dalam Perda No 2 Tahun 2014 paling sedikit memuat:

Dimana program yang dimaksud pada poin kedua diatas harus memuat sebagai berikut:

Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah ditetapkan dengan Peraturan Walikota

Pemerintah Daerah dalam melakukan pengurangan dan penanganan sampah wajib membentuk lembaga pengelolaan sampah. Masing-masing lembaga memiliki tugasnya masing-masing.

Kebijakan dan Strategi

Arah kebijakan pengurangan dan penangan sampah

Program pengurangan dan penanganan sampah

Program Pengurangan dan Penanganan Sampah

Target pengurangan timbunan sampah dan prioritas jenis sampah

secara vertahap

Target penanganan sampah untuk setiap kurun waktu tertentu

•Perencanaan •Pelaksanaan •Penanganan •Pemilihan •Pengumpulan •Pengangkutan •Pengolahan

•Pemrosesan Akhir Sampah

•Penyediaan TPS atau TPST dan TPA

Pengelolaan

Sampah

(9)

4.4.2 Tata Guna Lahan

Salah satu penyebab permsalahan banjir di Bogor adalah perubahan tatagguna lahan yang tidak terkendali. Perubahan tataguna lahan dari lahan yang dapat menyerah air menjadi lahan yang tidak dapat menyerap air akan berpengaruh terhadap besarnya debit banjir yang dihasilkan. Oleh

karena itu salah satu solusi untuk mengurangi masalah banjir di Kota bogor yaitu mengatur kebijakan mengenai tataguna lahan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Bogor No 8 Tahun 2011, dalam pasal 47.

(1) RKetentuan syarat minimum RTH dalam berbagai kawasan dijelaskan sebagai berikut:

Kawasan Ketentuan

Perumahan Setiap kawasan perumahan wajib menyediakan RTH minimal 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan perumahan dan tidak bisa dialihkan fungsinya menjadi peruntukan lain;

Lokasi Industri Penyediaan RTH pada lokasi industri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan;

Perdagangan dan Jasa

 Garis sempadan saluran, sungai dan situ disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang sumber daya air;

 Melarang pengembangan kawasan perdagangan dan jasa yang menyebabkan kerusakan kawasan resapan air;

Fasilitas Umum Koefisien dasar hijau minimum 10% (sepuluh persen);

Kawasan Pemerintahan

Koefisien dasar hijau minimum 20% (dua puluh persen);

Kawasan Pertanian

 Ketentuan pelarangan konversi lahan sawah beririgasi teknis yang telah ditetapkan sebagai lahan sawah berkelanjutan; dan

 Ketentuan pengendalian secara ketat konversi lahan sawah beririgasi non teknis, untuk kegiatan budidaya dan keperluan infrastruktur strategis.

Jaringan Jalan Penyediaan jalur hijau di sepanjang jalan.

Jalur Kereta Api Pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap

(10)

Executive Summary| Halaman4-3 4.4.3 Sempadan Saluran

Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Garis sempadan saluran, sungai dan situ disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sumber daya air;

Penataan kawasan tepi sungai harus disesuaikan dengan karakter visual sungai yang bersangkutan, yang dibuat berdasarkan keadaan geografi dan topografi daerah aliran sungai, dimana di dalam klasifikasi karakter visual sungai terdapat perbedaan penanganan antara tepi sungai dan badan sungai.

1. Di tepi sungai pemanfaatan air, lahan dan tanaman masih saling berhubungan.

2. Di badan sungai aliran air tergantung pada debit air, kualitas air dan laju alirannya.

Beberapa aturan dan petunjuk teknis yang dapat dijadikan acuan dalam penataan di Kawasan Tepi Sungai adalah sebagai berikut:

1. Garis Sempadan Sungai

Garis sempadan sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer telah ditetapkan dalam beberapa peraturan.

2. Akses (Dirjen Cipta Karya,2000)

 Akses berupa jalur kendaraan berada diantara batas terluar dari

sempadan tepi air dengan areal terbangun.

 Jarak antara akses masuk menuju ruang publik atau tepi air dari jalan raya sekunder atau tersier minimum 300m

 Jaringan jalan terbebas dari parkir kendaraan roda empat.  Lebar minimum pedestrian way di sepanjang tepi air adalah 3 m

3. Guna Lahan (Dirjen Cipta Karya, 2000)

 Peruntukan bangunan diprioritaskan atas jenjang pertimbangn:

penggunaan lahan yang bergantung dengan air (ater-dependent uses), penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya air )water-related uses), penggunaan lahan yang sama sekali tak berhubungan dengan air (independent and unrelated to water uses).

 Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area publik yaitu antara 0-15%. Sedangkan untuk kemiringan lahan lebih dari 15% perlu penanganan khusus.

 Jarak antara satu areal terbangunan yang dominan diperuntukkan

pengembangan bagi fasilitas umum dengan fasilitas umum lainnya makimum 2 km.

4. Bangunan (Dirjen Cipta Karya, 2000)

 Kepadatan bangunan di kawasan tepi air maksimum 25 %

 Tinggi bangunan ditetapkan maksimum 15 m dihitung dari permukaan

tanah rata-rata pada areal terbangun.

 Orientasi bangunan harus menghadap tepi air dengan mempertimbangkan

posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan angin.

 Bentuk dan desain bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk tepi air serta variable lainnya yang menentukan penerpannya.

(11)

 Warna bangunan dibatasi pada warna-warni alami.

 Ta,mpak bangunan didominasi oleh permainan bidang transparan seperti tampilan elemen teras, jendela dan pintu

 Bangun-bangunan yang dapat dikembangkan pada areal sempadan tepi air berupa taman atau ruang rekreasi adalah fasilitas areal bermain, tempat duduk dan atau sarana olahraga.

 Tidak dilakukan pemagaran pada areal terbangun. Bila pembatasan atau pemagaran diperlukan, maka tinggi pagar yang diijinkan maksimum 1 meter dengan menggunakan pagar transparan atau dengan tanaman hidup.

4.4.4 Alih Fungsi Saluran Irigasi

Tidak dapat dibantah bahwa kota bogor memiliki sejarah sebagai kota agraris. Hal ini dibuktikan dengan ekstensifnya pembangunan infrastruktur irigasi di kota hujan ini. 2 sungai sejajar, yang memberikan nama pajajaran, yakni ciliwung dam cisadane, serta didukung tanah subur membuat lokasi kota bogor menjadi sangat strategis untuk pemenuhan kebutuhan pangan mulai dari zaman penjajahan belanda.

Namun demikiam, seiring dengam berjalannya waktu, bogor telah berubah menjadi kota satelit dki jakarta yg berfokus pada kegiatan komersial dan pembangunan perumahan. Alhasil kini tersisa sangat sedikit wilayah pertanian yang dulu menjadi tonggak perekonomian kota ini.

Salah satu dampak dari transformasi ini ialah terbengkalainya beberapa ruas jaringan irigasi sehingga beralih fungsi menjadi drainase perkotaan tanpa diiiringi dengam desain yg memadai. Hal ini menyebabkam terjadinya genangan di beberapa lokasi di bogor daerah utara.

Mengingat bahwa kewenangan dalam hal managemen jaringam irigasi di kota bogor merupakan milik balai psda jabar hingga pada trase sekunder, maka penanganan secara langsung melalui masterplan sulit utk dilaksanakan. Selain terkendala masalah lingkup pekerjaan, penanganan permasalahan ini juga membutuhkan kajian yg lebih mendalam baik dsri aspek teknis maupu permasalahn legalitas utk bisa didapatkan solusi yg paling optimal.

4.4.5 Pendanaan

Mekanisme pembiayaan program pemerintah daerah

Pada dasarnya pembiayaan program pembangunan pemerintah daerah tidak mesti dibiayai melalui APBD sepenuhnya. Selain dikarenakan sangat terbatasnya APBD, hal ini juga perlu dipertimbangkan mengingat adanya wilayah kerja yang berada di luar kewenangan pemerintah daerah

(12)

Executive Summary| Halaman4-5

contoh, pekerjaan normalisasi sungai Ciliwung merupakan program yang menjadi kewenangan BBWS Ciliwung cisadane, sehingga harus dibiayai oleh APBD Provinsi, sekalipun lokasi normalisasi berada di wilayah administrasi Kota Bogor. Selain itu pembiayaan infrastruktur drainase juga dapat dilakukan dengan menggunakan dana hibah dari pihak lain seperti pemerintah daerah lain, ataupun swasta.

Berbagai macam sumber dana yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah terkait untuk program pembangunan di daerahnya tersebut diatur di dalam UU No. 33 Tahun 2005, yang diantaranya adalah DAU, DBH, PAD, dan DAK. Selain itu pendanaan pembangunan daerah juga dapat dilakukan dengan menggunakan Pinjaman Daerah yang diatur dalam PP 30 pasal 10:

a. Pemerintah

b. Pemerintah daerah lain c. Lembaga Keuangan Bank d. Lembaga Keuangan Non Bank e. Masyarakat

Pinjaman Daerah di atas harus mengikuti syarat yang dituangkan dalam pasal 15 PP No. 54 tahun 2005, yakni

a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintahl

c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.

Di luar PP No 54, persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah ialah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, khususnya pinjaman jangka panjag dari Pemerintah dan khusus pinjaman jangka menengah dan panjang, serta pemerintah daerah wajib mendapatkan surat persetujuan dari DPRD setempat.

(13)

5 RENCANA SISTEM DRAINASE

Rencana sistem drainase ini bukan merupakan perencanaan sistem drainase secara menyeluruh, melainkan usulan-usulan terhadap sistem drainase yang sudah ada untuk mengatasi masalah drainase di Kota Bogor. Diharapan dengan usulan ini, genangan yang terjadi dikota Bogor dapat berkurang atau bahkan hilang. Salah contoh solusi yang diusulkan adalah pada masalah limpasan di Kali Johar.

5.1 Limpasan Kali Johar

GAMBAR 5-1 LIMPASAN PADA KALI JOHAR

Limpasan yang terjadi di kali johar disebabkan karena adanya persimpangan saluran dengan belokan yang cukup tajam, sehingga dengan aliran debit yang besar dan kencang diperlukan bak penampung sementara yang berfungsi sebagai peredam limpasan dari kali johar agar air tidak tumpah ke luar saluran dan melimpas ke jalan. Desain bak penampung diperhitungkan berdasarkan besarnya debit yang dibawa dari kali johar, besar lahan yang tersedia dan juga kapasitas saluran terusan dari kali johar. Selain dibuat sebuah bak penampung sementara direncanakan juga biopori di sepanjang saluran, sebagai salah satu aplikasi eco-drainage.

Dari Gambar 5-1 dapat dilihat bahwa lahan yang tersedia tidak banyak karena sudah terdapat bangunan disekitar saluran, Saluran terusan dari kali johar didesain dengan dimensi baru yang sesuai dengan kapasitas bak tampungan sementara.

TABEL 5-1 PERENCANAAN BAK PENAMPUNG SEMENTARA TABEL 5-2DIMENSI SALURAN RENCANA

Desain Bak Penenang

Tinggi (m) 1.5 Lebar (m) 1.5 Kategori Saluran Rencana Kedalaman (m) 1.50 Lebar (m) 1.50 n 0.03 S 0.00 Q (m3/s) 12.55 Dimensi Sungai Lebar : 3 m Kedalaman : 4 m

(14)

REVIEW MASTERPLAN DRAINSE KOTA BOGOR 2016

5. 2 Perkiraan Pembiayaan

Rencana sistem drainase direncanakan menggunakan dua alternatif, yaitu saluran dengan material batu pecah dan menggunakan sal uran u-ditch. Perkiraan biaya konstruksi untuk perencanaan saluran untuk kedua alternatif dapat dilihat pada tabel 5.1. dan tabel 5.2

TABEL 5-3 PERKIRAAN BIAYA UNTUK PERENCANAAN SALURAN BATU PECAH

No. Nama Kawasan Kondisi

Saluran Panjang Saluran (m) Lebar Saluran [m] Tinggi Saluran [m]

Keterangan Biaya Konstruksi Biaya Konstruksi

(pembulatan) 1 Waduk Taman Sari Persada

Saluran A Eksisting 800 2.5 2

Rencana 800 5 3 perbaikan 14,382,872,899.52 14,380,000,000.00 Saluran B Sudetan 200 2 2 penambahan 980,669,499.97 980,000,000.00 Saluran Output Waduk Eksisting 100 2.2 1.5

Rencana 100 5 3 perbaikan 473,231,784.74 470,000,000.00 Saluran C Rencana 550 5 3 perbaikan 10,113,154,218.42 10,110,000,000.00

2 Kedung Badak Eksisting 324 1.8 0.65

Rencana 324 2 2 perbaikan 1,557,678,726.96 1,550,000,000.00 3 Mekarwangi RW 14 Sudetan 1714 1.5 1.5 penambahan 4,727,439,908.28 4,720,000,000.00 RW 8 Eksisting 846 1.5 0.9 Rencana 846 2.5 2.5 perbaikan 6,388,197,376.31 6,380,000,000.00 4 Kali Johar Eksisting 1.5 1 1.5 Rencana 1.5 1.5 1.5 perbaikan 23,883,266.29 20,000,000.00

(15)

5 Kebon Pedes Rencana 474 0.5 0.5 penambahan 145,261,669.68 140,000,000.00 6 Cibadak Eksisting A 811 4.5 2 Rencana A 811 5 3 perbaikan 4,315,302,856 14,310,000,000 Rencana B1 720 6 3.5 perbaikan 18,534,653,549 18,530,000,000 Rencana B2 800 8 4 perbaikan 31,381,423,999 31,380,000,000 sudetan A 172 2 2 penambahan 843,375,770 840,000,000 sudetan B 165 2.1 1.8 penambahan 764,554,459 760,000,000 7 Sukaresmi Rencana normalisasi 500,000,000 500,000,000 8 Sukadamai Rencana normalisasi 500,000,000 500,000,000 9 Kencana

Sudetan A Sudetan 600 1 1 penambahan 735,502,125 730,000,000

Eksisting 250 1.8 1.2

Rencana 250 2.5 2.5 perbaikan 1,871,202,221 1,870,000,000 Sudetan B Sudetan 400 0.5 0.5 penambahan 122,583,687 120,000,000

Eksisting 700 0.6 0.4 Rencana 700 3.5 4 perbaikan 11,999,460,251 11,990,000,000 Total 120,360,448,269 120,280,000,000 PPN 10 % 12,036,044,827 12,028,000,000 Desain 6,619,824,655 6,615,400,000 Sub Total 139,016,317,750 138,923,400,000

(16)

Executive Summary| Halaman5-3

TABEL 5-4 PERKIRAAN BIAYA UNTUK PERENCANAAN SALURAN U-DITCH

No. Nama Kawasan Kondisi Saluran Panjang Saluran (m) Lebar Saluran [m] Tinggi Saluran [m]

Keterangan Biaya Konstruksi Biaya Konstruksi (pembulatan)

1 Waduk Taman Sari Persada

Saluran A Eksisting 800 2.5 2

Rencana 800 5 3 perbaikan 63,589,422,540.00 63,580,000,000.00

Saluran B Sudetan 200 2 2 penambahan 5,108,542,676.00 5,100,000,000.00

Saluran Output Waduk Eksisting 100 2.2 1.5

Rencana 100 5 3 perbaikan 3,011,901,919.85 3,010,000,000.00

Saluran C Rencana 550 5 3 perbaikan 43,942,657,096.25 43,940,000,000.00

2 Kedung Badak Eksisting 324 1.8 0.65

Rencana 324 2 2 perbaikan 8,244,833,272.13 8,240,000,000.00 3 Mekarwangi RW 14 Sudetan 1714 1.5 1.5 penambahan 27,290,612,279.99 27,290,000,000.00 RW 8 Eksisting 846 1.5 0.9 Rencana 846 2.5 2.5 perbaikan 31,479,153,386.65 31,470,000,000.00 4 Kali Johar Eksisting 1.5 1 1.5 Rencana 1.5 1.5 1.5 perbaikan 23,883,266.29 20,000,000.00 5 Kebon Pedes Rencana 474 0.5 0.5 penambahan 1,493,489,076.38 1,490,000,000.00 6 Cibadak Eksisting A 811 4.5 2

(17)

Rencana A 811 5 3 perbaikan 64,198,442,554 64,190,000,000 Rencana B1 720 6 3.5 perbaikan 78,147,345,776 78,140,000,000 Rencana B2 800 8 4 perbaikan 128,102,101,632 128,100,000,000 sudetan A 172 2 2 penambahan 4,393,346,701 4,390,000,000 sudetan B 165 2.1 1.8 penambahan 3,989,586,949 3,980,000,000 7 Sukaresmi Rencana normalisasi 500,000,000 500,000,000 8 Sukadamai Rencana normalisasi 500,000,000 500,000,000 9 Kencana

Sudetan A Sudetan 600 1 1 penambahan 5,074,928,007 5,070,000,000 Eksisting 250 1.8 1.2

Rencana 250 2.5 2.5 perbaikan 46,750,873,823 46,750,000,000 Sudetan B Sudetan 400 0.5 0.5 penambahan 1,260,328,335 1,260,000,000

Eksisting 700 0.6 0.4 Rencana 700 3.5 4 perbaikan 53,377,668,158 53,370,000,000 Total 570,479,117,449 570,390,000,000 PPN 10 % 57,047,911,745 57,039,000,000 Desain 31,376,351,460 31,371,450,000 Sub Total 658,903,380,654 658,800,450,000

(18)

REVIEW MASTERPLAN DRAINSE KOTA BOGOR 2016

6 PRODUK GIS

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographical Information System (GIS) adalah

suatu kumpulan teknik dan system informasi yang bekerja dengan data yang berdasar pada spasial atau koordinat geografis. GIS dapat berperan dalam menjadi bagian pemecahan masalah system drainase suatu perkotaan, yaitu menemukan solusi atas masalah yang berbasikan geografis, seperti visualisasi kawasan rawan genangan, menentukan area terkena dampak banjir, dan menemukan kawasan yang berpotensi menjadi kolam resisten.

1. Penentuan batas kawasan yang tergenang oleh air

Produk GIS ini berguna untuk mengetahui batasan kawasan yang tergenang oleh lokasi titik banjir setelah diketahui luasan genangan. Sehingga dapat ditentukan kerugian yang dialami dan objek bangunan yang terkena dampak oleh genangan air.

Legenda

9

Lokasi Genangan 50

100 150

(19)

2. Penentuan lokasi yang berpotensi menjadi kolam

Lokasi potensi kolam retensi ditentukan dari kontur kota bogor yang diolah dari data DEM. Selain itu, lokasi potensi kolam juga mengacu pada lokasi titik banjir yang sudah disebutkan di bagian sebelumnya, agar genangan air yang berada lokasi tersebut dapat mengalir ke lokasi potensi kolam.

Gambar 6-3 menunjukan lokasi potensi kolam yang akan dijadikan penampungan air untuk mengatasi genangan yang terjadi di Kota Bogor. Contoh di atas adalah Kolam 1 dan Kolam 2 yang merupakan kolam yang akan dijadikan penampungan air untuk lokasti titik banjir di Kelurahan Mekarwangi dan Kayumanis. Lokasi potensi kolam berada pada ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi titik genangan air, sehingga air berpotensi mengalir ke lokasi kolam tersebut.

3. Pelampiran informasi attribute seperti: Foto dan File Solusi

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu alat yang dapat mempermudah secara analisis dan visualisasi dalam suatu masalah yang berbasiskan spasial, contohnya evaluasi masterplan drainase Kota Bogor. Produk GIS ini berupa pelampiran

Legenda

9

Lokasi Genangan

Lokasi Potensi Kolam

GAMBAR 6-2 KONTUR KOTA BOGOR

(20)

Executive Summary| Halaman 6-3

Untuk membuka file solusi tersebut dapat menggunakan simbolHiperlink

Sehingga file solusi yang sudah masuk dapat ditampilkan dalam perangkat lunak Arcmap menjadi informasi attribute untuk mempermudah visualisasi lokasi genangan seperti pada Gambar . sebagai berikut:

GAMBAR 6-4 SIMBOL

 HIPERLINK UNTUK

MEMBUKA FILE SOLUSI

(21)

7 KESIMPULAN

Dari hasil uraian pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik analisis sementara sebagai berikut :

1. Terjadi peningkatan curah hujan rata-rata harian maksimum dari kurun waktu tahun 1992 – 2007 hingga tahun 2007 – 2015. Peningkatan terjadi sebesar 8.7 % dari rata – rata 120.21 mm menjadi 131.67 mm. Peningkatan curah hujan dan sistem drainase yang buruk menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir, sehingga dengan semakin meningkatnya curah hujan diperlukan perencanaan sistem drainase yang tidak hanya mengandalkan kapasitas saluran sebagai upaya mengalirkan dan membuang secepatnya limpasan air hujan, tetapi dengan mengaplikasikan prinsip drainase lingkungan yang mengutamakan pemanfaatan air sebesar-besarnya

2. Penentuan zona drainase terdahulu dilakukan secara manual dengan garis kontur 5 m, dalam review masterplan kali ini dilakukan pembagian zona drainase kembali berdasarkan sungai-sungai yang ada pada wilayah kota bogor. Pembagian zona didapatkan dari data kontur setiap dua meter yang didapatkan dari hasil survey. Perbaikan zona drainase dilakukan dengan menggunakan kontur yang lebih rapat (2 m) dan delineasi menggunakan bantuan software ArcSWAT.

3. Terjadi perubahan besar koefisien pengaliran dari hasil analisa masterplan 2007 dengan analisa sekarang. Perubahan cenderung meningkat dari nilai sebelumnya. Perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 7-1 PERBANDINGAN KOEFISIEN PENGALIRAN TAHUN 2007 DENGAN SEKARANG

4. Secara garis besar, penyusunan sistem jaringan drainase di Kota Bogor tetap

Zona Drainase Koef. Pengaliran (C) Masterplan 2007 Review Masterplan 1 0.42 0.45 2 0.54 0.56 3 0.59 0.56 4 0.39 0.42 5 0.41 0.42 6 0.42 0.47 7 0.48 0.54 8 0.39 0.46 9 0.51 0.63 10 0.41 0.64 11 0.52 0.59 12 0.54 0.53 13 0.51 0.59 14 0.57 0.57 15 0.45 0.45

(22)

Executive Summary| Halaman7-2

Mayoritas dari drainase yang direncanakan mengikuti jaringan jalan eksisting untuk mempermudah konstruksi serta akses dalam melakukan perawatan dan perbaikan apabila diperlukan. Dari hasil tinjauan ke lapangan, masih terdapat ruas-ruas jalan yang belum dilengkapi dengan saluran drainase yang memadai. Kriteria desain yang harus digunakan dalam perencanaan drainase di atas adalah sebagaimana yang telah dipaparkan di dalam masterplan drainase kota bogor 2007.

5. Paradigma baru penanganan masalah drainase perkotaan tidak terbatas pada upaya mengalirkan dan membuang secepatnya (kelebihan air permukaan / limpasan air hujan) menuju badan – badan air terdekat. Namun lebih dari itu penatagunaan sistem drainase perkotaan bertujuan konservasi sumber daya air dan kehidupan aquatik. Mencakup optimalisasi upaya mengendalikan luapan dan genangan banjir serta meresapkan kelebihan air tersebut untuk imbuhan persediaan air baku (air permukaan maupun air tanah).

6. Selain mengatasi permasalahan drainase kota Bogor dalam bidang infrastruktur, penanganan juga dilakukan dengan menegakkan regulasi-regulasi yang sudah ada.

(23)

Tahun Curah Hujan Wilayah Setiap Zona Drainase (mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1992 112.2 110.27 110.74 98 136.3 145.89 150 150 150 149.9 133.3 114.52 113.95 113.34 112.2 1993 95.3 159.86 149.78 157 147.42 144.74 143.11 140.1 140 140.13 157.73 135.25 127.24 116.07 95.3 1994 100 123.8 113.44 105 124.2 125.61 120.8 85.78 85 85.183 112.2 119.4 115.66 110.18 100 1995 87.6 116.3 108.96 96 135.8 144.14 145.12 128.37 128 128.03 130.8 110.6 105.95 99.537 87.6 1996 157 137.9 137.54 129 150.4 153.68 151.79 130.48 130 130.02 134.36 147.8 149.72 152.26 157 1997 113.5 112.7 112 108.5 102.2 101.76 103.33 114.75 115 115 114.94 114.2 114.05 113.86 113.5 1998 127.1 128.9 127.6 126.5 133.5 134.23 132.9 122.24 122 122 126.33 128.8 128.52 128.02 127.1 1999 149.6 117.2 113.3 89.5 97.97 100.09 101 101 101 101.1 113.15 137.4 139.91 143.3 149.6 2000 93.8 79.626 80.09 74.5 77.814 78.644 79 79 79 79 79.181 86.577 88.046 90.058 93.8 2001 107.5 147.87 134 125 97.748 91.94 91.104 101.8 102 102.2 135.61 138.1 132.08 123.49 107.5 2002 127 144.6 141.4 132 129.79 132.13 137.87 168.3 169 169 162.16 141.22 138.29 134.34 127 2003 123.3 118.18 115.1 99 140.25 148.69 149.24 129.4 129 129 128.3 125.45 125.01 124.41 123.3 2004 141.6 117.91 114.2 93 87.844 88.22 91.099 108.6 109 109.1 117.7 133.95 135.55 137.67 141.6 2005 126.5 144.61 137.3 134 126.6 123.85 121.12 111.2 111 111.1 132.7 140.3 137.61 133.72 126.5 2006 136.4 117.64 110.93 95 100.16 99.201 95.127 71.527 71 71.171 98.502 130.98 132.25 133.7 136.4 2008 105 122.29 128.7 144 114.5 111.65 117.75 164.9 166 165.8 140.1 109.8 108.64 107.37 105 2009 115 127.01 120.84 112 129.68 132.36 130.68 112.41 112 112.09 124.93 126.33 124.1 120.92 115 2010 145 153.6 154.8 166 113 103.39 105.31 144.1 145 145 146.8 146.8 146.46 145.95 145 2011 98 116.53 109.48 101 89.215 87.497 88.769 101.71 102 102.09 115.54 113.44 110.38 106.05 98 2012 123 144.33 140.1 140 103.2 97.287 100.2 135.2 136 136.1 143.7 137.1 134.29 130.34 123 2013 137 146.73 145.63 145 104.49 98.913 103.97 151.93 153 152.99 151.4 143.41 142.1 140.32 137

(24)

Executive Summary| Halaman3-7 70 80 90 100 110 120 130 140 150 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020    C  u   r   a    h    H  u    j  a  n    (  m   m    ) Tahun

Curah Hujan Maksimum Wilayah DAS Total

Terjadi peningkatan curah hujan rata-rata harian maksimum dari kurun waktu tahun 1992 – 2007 hingga tahun 2007 – 2015. Peningkatan terjadi sebesar 8.7 % dari rata – rata 120.21 mm menjadi 131.67 mm. Peningkatan curah hujan dan sistem drainase yang buruk menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir, sehingga dengan semakin meningkatnya curah hujan diperlukan perencanaan sistem drainase yang tidak hanya mengandalkan kapasitas saluran sebagai upaya mengalirkan dan membuang secepatnya limpasan air hujan, tetapi dengan mengaplikasikan prinsip drainase lingkungan yang mengutamakan pemanfaatan air sebesar-besarnya.

Rata-rata 1992 – 2007 : 120.21 mm Rata-rata 2008 – 2015 : 130.67 mm

GAMBAR 3-4 CURAH HUJAN MAKSIMUM WILAYAH DAS TOTAL

(25)

3.1.3 Analisa Curah Hujan Rencana

Analisa curah hujan rencana menggunakan bantuan software Easyfit   5.5, aplikasi ini dapat menentukan distribusi yang cocok untuk setiap curah hujan wilayah dan juga dapat menentukan curah hujan dengan periode ulang tertentu. Analisis curah hujan menggunakan beberapa distribusi yang sudah banyak digunakan, yaitu distribusi Gumbel, Log-Normal, Normal, Log Pearson III, dan Frechet. Pemilihan metode berdasarkan uji kecocokan dengan metode Kolmogorov-Smirnov, Anderson-Darling dan Chi-Kuadrat. Penjelasan lebih jauh mengenai software Easyfit akan dijelaskan pada sub-bab 4.3.1.

3.1.3.1 CURAH HUJAN RENCANA SETIAP ZONA DRAINASE

Curah hujan rencana dicari dengan melakukan analisis frekuensi yang dilakukan dengan bantuan softwareEasyfit  5.5. Curah hujan periode ulang yang akan dicari yaitu periode ulang 5, 10, 25, 50, 100, dan 200 tahun. Curah hujan rencana dihitung berdasarkan curah hujan wilayah yang sudah dihitung sebelumnya untuk setiap zona drainase. Tahap pertama adalah menentukan kesesuaian distribusi untuk setiap sampel data curah hujan wilayah, kemudian dilakukan uji kecocokan dengan metode Kolmogorov-Smirnov, distribusi dengan kecocokan yang paling tinggi berdasarkan metode ini adalah distribusi yang akan dipilih. Setelah distribusi yang cocok telah ditentukan, curah hujan rencana ditentukan dengan bantuan aplikasi StatAssist dari softwareEasyfit . Nilai probabilitas dimasukkan ke dalam pilihan Invers CDF untuk setiap periode ulang. Semua tahap ini dilakukan untuk setiap zona drainase karena memiliki sampel data yang berbeda-beda. Hasil analisis frekuensi dan curah hujan rencana untuk salah satu zona drainase adalah sebagai berikut:

GAMBAR 3-5 CURAH HUJAN UNTUK ZONA DRAINASE 1

Uji kecocokan dilakukan dengan bantuan software Easyfit, dan didapatkan distribusi yang paling sesuai dari beberapa metode:

0 50 100 150 200 250    C  u   r   a    h    H  u    j  a  n    (  m   m    )

Zona Drainase 1

(26)

Executive Summary| Halaman3-2

TABEL 3-4 UJI KECOCOKAN ZONA DRAINASE 1

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa distribusi yang paling cocok berdasarkan uji kecocokan Kolmogorov-Smirnov adalah distribusi Gumbel. Hasil uji kecocokan dapat dilihat pada tabel berikut:

3.1.4 Intensitas Hujan

Durasi dan distribusi hujan penting kaitannya dengan perhitungan hidrograf banjir dan penelusuran (routing)  banjir. Untuk memperkirakan debit tertinggi yang mendekati kenyataan maka perlu adanya curah hujan tiap jam (hasil pengamatan/ pencatatan hujan dari stasiun hujan terkait). Karena tidak adanya pencatatan data pada lokasi pekerjaan, untuk membuat kurva IDF, maka digunakan data yang ada, yaitu intensitas hujan harian 24 jam. Dengan data ini, maka digunakan pendekatan intensitas hujan dengan menggunakan metode Mononobe.

Dimana Rt merupakan Intensitas hujan dan I24 merupakan intensitas hujan harian. Perhitungan intensitas hujan berdasarkan hujan rencana yang sudah ditentukan untuk setiap zona drainase pada sub-bab sebelumnya.

TABEL 3-5 ANALISIS FREKUENSI ZONA DRAINASE 1

TABEL 3-6 KOLMOGOROV-SMIRNOV ZONA DRAINASE 1

Tr (years) P XTr (mm) 2 0.500 122.0 5 0.800 142.1 10 0.900 153.9 25 0.960 167.4 50 0.980 176.8 100 0.990 185.6 200 0.995 194.0

Metode Mononobe mempunyai rumus :

It = I24 (24/t)2/3

(27)

ZONA DRAINASE 1

TABEL 3-7 INTENSITAS HUJAN ZONA DRAINASE 1

t (Menit) I 2thn I 5thn I 10thn I 25thn I 50thn I 100thn I 200thn 5 221.60 258.27 279.62 304.22 321.19 337.20 352.50 10 139.60 162.70 176.15 191.65 202.34 212.42 222.06 20 87.94 102.49 110.97 120.73 127.47 133.82 139.89 30 67.11 78.22 84.68 92.13 97.27 102.12 106.76 40 55.40 64.57 69.90 76.06 80.30 84.30 88.13 50 47.74 55.64 60.24 65.54 69.20 72.65 75.94 60 42.28 49.27 53.35 58.04 61.28 64.33 67.25 70 38.15 44.46 48.14 52.37 55.29 58.05 60.68 80 34.90 40.67 44.04 47.91 50.58 53.11 55.52 90 32.26 37.60 40.71 44.29 46.76 49.10 51.32 100 30.08 35.05 37.95 41.29 43.59 45.77 47.84 110 28.22 32.89 35.61 38.75 40.91 42.95 44.90 120 26.63 31.04 33.61 36.56 38.60 40.53 42.37 130 25.25 29.43 31.86 34.66 36.60 38.42 40.16 140 24.03 28.01 30.32 32.99 34.83 36.57 38.23 150 22.95 26.75 28.96 31.51 33.27 34.93 36.51 160 21.99 25.62 27.74 30.18 31.87 33.45 34.97 170 21.11 24.61 26.64 28.99 30.60 32.13 33.59 180 20.33 23.69 25.65 27.90 29.46 30.93 32.33 190 19.61 22.85 24.74 26.92 28.42 29.83 31.19 200 18.95 22.08 23.91 26.01 27.46 28.83 30.14 210 18.34 21.37 23.14 25.18 26.58 27.91 29.17 220 17.78 20.72 22.44 24.41 25.77 27.06 28.28 230 17.26 20.12 21.78 23.70 25.02 26.27 27.46 240 16.78 19.55 21.17 23.03 24.32 25.53 26.69 300 14.46 16.85 18.24 19.85 20.96 22.00 23.00 360 12.80 14.92 16.16 17.58 18.56 19.48 20.37 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 0 100 200 300    I  n    t  e   n   s    i    t  a   s    (  m   m    /    j  a  m    ) t (menit)

IDF Curve

I 2thn I 5thn I 10thn I 25thn I 50thn I 100thn I 200thn

(28)

Executive Summary| Halaman3-4

3.2 Pembagian Zona Drainase

(29)

40.21 39.37 36.1 0 10 20 30 40 50 0 5 10 15 20    D    e     b   i   t     (   m    3     /     d   e    t     ) Jam

Hidrograf Banjir Debit Q 

25thn

Zona Drainase 1

Nakayashu Snyder SCS

GAMBAR 3-8 DEBIT BANJIR ZONA DRAINASE 1

3.3 Analisis Debit Banjir

3.3.1 Analisis Debit Banjir

Untuk keperluan analisis pekerjaan perencanaan drainase diperlukan debit banjir. Debit banjir ini dihitung secara empiris menggunakan curah hujan rencana. Analisis debit banjir rencana dilakukan dengan metode yang sesuai dengan lokasi daerah studi, tergantung dari ketersediaan data serta kecocokan untuk digunakan pada daerah studi, serta memberikan hidrograf banjir yang sesuai dengan kondisi lapangan. Metoda yang digunakan terdiri dari tiga metode yaitu metode Nakayashu, Snyder dan SCS. Pemilihan metode hidrograf dilakuakn dengan memilih metode yang menghasilkan debit puncak paling besar untuk mendapatkan hasil yang lebih konservatif

Luas Daerah Aliran Sungai 6.58

Parameter Metode Hidrograf Panjang Sungai 5.14 SCS Snyder Nakayashu Kemiringan Sungai 3% Time Lag 0.54 1.29 0.66 Jarak Outlet - Titik Berat DPS 3.08 Time to Peak 3.54 4.23 1.03 Koef. Pengaliran 0.45

Puncak Hidrograf

Satuan 0.39 1.11 0.36 Waktu Hujan Effektif 6.00 4.00 0.462

Koefisien 'ct' - 0.75 -Koefisien 'cp' - 0.90 -Koefisien 'n' - 0.30

-Alpha - - 3

ZONA DRAINASE 1

Debit banjir yang digunakan adalah hasil analisis dengan

menggunakan Metode SCS

karena memiliki nilai debit paling besar diantara metode yang lainnya. Perhitungan debit banjir untuk zona yang lainnya dapat dilihat pada table 4-1.

Periode Metode Metode Metode Ulang SCS Snyder Nakayasu (tahun) (m3/det) (m3/det) (m3/det)

2 26.27 28.68 27.05

5 30.62 33.43 34.44

10 33.15 36.19 37.12

(30)

REVIEW MASTERPLAN DRAINSE KOTA BOGOR 2016

3. 4 Skala Prioritas

(31)

Dengan mengasumsikan waktu pengerjaan zona priortias selama 5 tahun, maka urutan pengerjaan berdasarkan priortias resiko genangan beserta pembiayaannya dapat dilihat pada tabel di ba wah ini:

TABEL 3-9 PRIORITAS IMPLEMENTASI RENCANA PERENCANAAN

Urutan

Prioritas Nama Kawasan 2017 2018 2019 2020 2021 2022 1 Sukaresmi Pembebasan Lahan 0.7 Ha 577,500,000 2 Mekarwangi 12,838,561,064 3 Kali Johar 27,585,173 4 Cibadak RW 14 14,910,667,408.18 28,164,593,993 32,969,142,380 5 Kedung Badak 1,799,118,930 5 Kebon Pedes 167,777,228 6 Sukadamai 577,500,000.000

7 Waduk Taman Sari

Persada 19,981,444,870 9,990,722,435

8 Kencana 5,663,350,000 11,326,700,000 Total

28,354,313,644 28,164,593,993 32,969,142,380 28,189,191,028 21,317,422,435

Berdasarkan kategori resiko setiap lokasi, kita dapat menentukan urutan prioritas penanganan yang akan dilakukan. Implementasi perrencanaan juga dilakukan berdasarkan urutan prioritasnya. Sehingga pada tahun pertama diperlukan pengeluaran sebesar Rp

(32)
(33)

4 REKOMENDASI ALTERNATIF

4.1 Perbaikan Zona Drainase

Wilayah Kota Bogor terdiri atas jaringan drainase yang cukup rumit, diantaranya terdapat jaringan saluran drainase yang secara hidraulik berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran drainase yang berhubungan satu sama lain. Selain jaringan drainase yang rumit, masih terdapat jaringan irigasi yang berfungsi sebagai saluran drainase sehingga kapasitasnya tidak mencukupi untuk menahan beban hujan yang terjadi. Pada hakekatnya setiap daerah genangan memiliki saluran drainase lokal. Untuk mempermudah penanganan sistem drainase dalam perencanaan dan dalam pengelolaannya nanti, maka dalam studi terdahulu beberapa sistem situ dan sistem drainase lokal telah dikelompokkan kedalam beberapa Zona Drainase.

Pengelompokan didasarkan atas kesamaan daerah dipandang dari sudut topografi, saluran atau sungai pembatas yang ada, dan daerah aliran sungai tertentu sebagai saluran makro dari jaringan drainase. Penentuan zona drainase terdahulu dilakukan secara manual dengan garis kontur yang cukup jauh jaraknya, dalam review masterplan kali ini akan dilakukan pembagian zona drainase kembali berdasarkan sungai-sungai yang ada pada wilayah kota bogor. Pembagian zona didapatkan dari data kontur setiap dua meter yang didapatkan dari hasil survey.

Perbaikan zona drainase dilakukan dengan menggunakan kontur yang lebih rapat (2 m) dan delineasi menggunakan bantuan software ArcSWAT.

Dari data kontur tersebut kemudian

diolah menjadi data yang

menggambarkan geo-metri dari

bentuk permukaan bumi sehingga dapat diketahui alur-alur sungai yang ada di kota bogor. Dari alur sungai tersebut lah kita dapat mendefinisikan

zona-zona drainase dengan

menyesuaikan dengan zona drainase pada masterplan sebelumnya.

Zona drainase baru berjumlah sama

dengan masterplan sebelumnya,

namun memiliki batas antar zona yang baru. Perbedaan zona drainase ini akan memperngaruhi besarnya curah hujan wilayah dan juga karakteristik perzona. Pembagian zona dan juga masing-masing karakteristiknya akan

(34)

4-3 REVIEW MASTERPLAN DRAINSE KOTA BOGOR 2016

4. 2 Perubahan Beban Hujan

70 80 90 100 110 120 130 140 150 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020    C  u   r   a    h    H  u    j  a  n    (  m   m    ) Tahun

Curah Hujan Maksimum Wilayah DAS Total

Terjadi peningkatan curah hujan rata-rata harian maksimum dari kurun waktu tahun 1992 – 2007 hingga tahun 2007 – 2015. Peningkatan terjadi sebesar 8.7 % dari rata – rata 120.21 mm menjadi 131.67 mm. Peningkatan curah hujan dan sistem drainase yang buruk menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir, sehingga dengan semakin meningkatnya curah hujan diperlukan perencanaan sistem drainase yang tidak hanya mengandalkan kapasitas saluran sebagai upaya mengalirkan dan membuang secepatnya limpasan air hujan, tetapi dengan mengaplikasikan prinsip drainase lingkungan yang mengutamakan pemanfaatan air sebesar-besarnya.

Rata-rata 1992 – 2007 : 120.21 mm Rata-rata 2008 – 2015 : 130.67 mm Rata-rata 1992 – 2015 : 123.85 mm

(35)

diakibatkan akibat adanya penambahan data hujan, perubahan tataguna lahan dan perubahan zona drainase. Akibat adanya perubahan dari keduanya, terjadi perubahan pada curah hujan wilayah rata-rata, curah hujan rencana, intensitas hujan dan debit limpasan. Penambahan data hujan terdiri dari penambahan data hujan tahun 2008-2015.

TABEL 4-1 PERBANDIGAN NILAI KOEFISIEN PENGALIRAN DAN DEBIT BANJIR

Zona Drainase Koef. Pengaliran (C) Masterplan 2007 Review Masterplan 1 0.42 0.45 2 0.54 0.56 3 0.59 0.56 4 0.39 0.42 5 0.41 0.42 6 0.42 0.47 7 0.48 0.54 8 0.39 0.46 9 0.51 0.63 10 0.41 0.64 11 0.52 0.59 12 0.54 0.53 13 0.51 0.59 14 0.57 0.57 15 0.45 0.45 Zona Drainase Debit Banjir(m3/s) Masterplan 2007 Review Masterplan 1 57.33 40.21 2 34.88 36.71 3 101.59 91.47 4 50.43 56.14 5 90.56 41.20 6 94.94 72.41 7 20.04 25.14 8 85.73 73.10 9 31.26 27.86 10 60.74 54.14 11 39.12 57.57 12 55.67 44.05 13 47.13 58.62 14 68.91 73.70 15 89.42 29.74

Dengan adanya update data dan juga perhitungan pada review masterplan ini, dapat dilihat dampaknya pada berubahnya nilai debit banjir dengan periode ulang 25 tahunan. Terdapat beberapa zona yang debit limpasannya meningkat dan ada juga yang menurun. Perubahan nilai debit banjir ini diakibatkan oleh nilai koefisien tataguna lahan yang sebagian besar meningkat dan juga perubahan karakterisitk das seperti luas, panjang sungai, kemiringan, dan panjang sungai. Terjadi perbedaan yang cukup signifikan pada zona drainase 15 dari debit banjir sebesar 89.42 m3/s turun menjadi

29.74 m3/s, hal ini disebabkan adanya

perubahan karakteristik DAS yang signifikan, luas zona yang pada masterplan sebelumnya sebesar 9.43 km2 berubah menjadi 3.1 km2.

(36)

REVIEW MASTERPLAN DRAINSE KOTA BOGOR 2016

4. 3 Solusi Permasalahan Banjir

4.3.1 Konseptual Sumur Resapan

Sesuai dengan semangat yang dibawa pada Peraturan Mentri (PERMEN) No 12/PRT/M/2014 perencanaan sistem drainase secara komprehensif sudah seharusnya menggantikan perencanaan sistem drainase menggunakan paradigma lama.

Paradigma baru penanganan masalah drainase perkotaan tidak terbatas pada upaya mengalirkan dan membuang secepatnya (kelebihan air permukaan / limpasan air hujan) menuju badan – badan air terdekat. Namun lebih dari itu penatagunaan sistem drainase perkotaan bertujuan konservasi sumber daya air dan kehidupan aquatik. Mencakup optimalisasi upaya mengendalikan luapan dan genangan banjir serta meresapkan kelebihan air tersebut untuk imbuhan persediaan air baku (air permukaan maupun air tanah).

SECARA UMUM, KONSEP INI DIKENAL JUGA DENGAN KONSEPECO-DRAINAGE, ATAU DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN.

Pengelolaan limpasan permukaan Penyimpanan Peresapan On Site Off Site -Retarding Basin - Kolam Regulasi  -Taman -Halaman rumah/Sekolah -Lahan terbuka antar blok rumah

-Lahan Parkir 

-Sumur resapan -Parit resapan -Kolam Resapan -Perkerasan resapan/Permeable

Pavement  GAMBAR 4-3 KONSEP PENGLOLAAN LIMPASAN PERMUKAAN

Daftar dari fasilitas terkait konsep drainase berwawasan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 4-3 disamping ini. Salah satu fasilitas yang akan diaplikasikan pada perencanaan masterplan ini adalah fasilitas sumur resapan dan kolam retensi. Fasilitas ini dipilih karena ketersediaan lahan di lokasi eksisting dan cenderung zero-maintenance terutama untuk fasilitas sumur resapan. Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai aplikasi suur resapan di setiap zona drainase.

(37)
(38)

Executive Summary| Halaman4-7 GAMBAR 4-5 APLIKASI SUMUR RESAPAN PADA ZONA 15

(39)

4.3.2 Ekivalensi Luas Permukaan Serapan dan Volume Tampungan

Ekivalensi luas permukaan serapan dan volume dilakukan untuk membandingkan kedua fasilitas eco-drainage ini dengan beberapa parameter. Ekivalensi luas permukaan serapan adalah membandingkan luas permukaan yang diperlukan untuk kedua fasilitas dengan kapasitas luas permukaan serapan air yang sama. Sedangkan ekivalensi volume adalah membandingkan luas permukaan untuk kedua fasilitas dengan tampungan volume yang sama sesuai dengan besar volume penurunan debit.

(40)
(41)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...II

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR ...IIIIII

DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL ...IVIV

1

1 PENDAHULUANPENDAHULUAN ...1-11-1

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang ... ...1-11-1 1.2

1.2 Maksud dan TujuanMaksud dan Tujuan... ...1-11-1 1.3

1.3 Ruang Lingkup KegiatanRuang Lingkup Kegiatan...1-11-1

2

2 DESKRIPSI DAERAH STUDIDESKRIPSI DAERAH STUDI...2-32-3

2.1

2.1 LokasiLokasi ... ...2-32-3 2.2

2.2 Kondisi Fisik Kota BogorKondisi Fisik Kota Bogor...2-42-4 2.3

2.3 Tata Guna Lahan Kota BogorTata Guna Lahan Kota Bogor...2-52-5 2.3.1

2.3.1 Kondisi Sistem Drainase Yang AdaKondisi Sistem Drainase Yang Ada... ...2-62-6 2.3.2

2.3.2 Identifikasi Permasalahan Spesifik Drainase Kota BogorIdentifikasi Permasalahan Spesifik Drainase Kota Bogor ... ...2-82-8 2.4

2.4 Perkiraan Pengembangan yang Akan DatangPerkiraan Pengembangan yang Akan Datang ... ...2-82-8 2.4.1

2.4.1 Rencana Tata Ruang WilayahRencana Tata Ruang Wilayah... ...2-82-8 2.5

2.5 Skema IrigasiSkema Irigasi... ...2-102-10

3

3 ANALISIS DAN PERENCANAANANALISIS DAN PERENCANAAN ...3-23-2

3.1

3.1 Analisis HidrologiAnalisis Hidrologi...3-23-2 3.1.1

3.1.1 Ketersediaan DataKetersediaan Data... ...3-23-2 3.1.2

3.1.2 Analisa Curah Hujan RegionalAnalisa Curah Hujan Regional ... ...3-33-3 3.1.3

3.1.3 Analisa Curah Hujan RencanaAnalisa Curah Hujan Rencana... ...3-13-1 3.1.4

3.1.4 Intensitas HujanIntensitas Hujan...3-23-2 3.2

3.2 Pembagian Zona DrainasePembagian Zona Drainase... ...3-43-4 3.3

3.3 Analisis Debit BanjirAnalisis Debit Banjir ... ...3-53-5 3.3.1

3.3.1 Analisis Debit BanjirAnalisis Debit Banjir...3-53-5 3.4

3.4 Skala PrioritasSkala Prioritas... ...3-63-6 3.5

3.5 Penyusunan Rencana ImplementasiPenyusunan Rencana Implementasi... ...3-73-7

4

4 REKOMENDASI ALTERNATIFREKOMENDASI ALTERNATIF...4-24-2

4.1

4.1 Perbaikan Zona DrainasePerbaikan Zona Drainase... ...4-24-2 4.2

4.2 Perubahan Beban HujanPerubahan Beban Hujan...4-34-3 4.3

4.3 Solusi Permasalahan BanjirSolusi Permasalahan Banjir... ...4-54-5 4.3.1

4.3.1 Konseptual Sumur ResapanKonseptual Sumur Resapan...4-54-5 4.3.2

4.3.2 Ekivalensi Luas Permukaan Serapan dan Volume TampunganEkivalensi Luas Permukaan Serapan dan Volume Tampungan...4-84-8 4.3.3

4.3.3 Perkiraan Biaya PengerjaanPerkiraan Biaya Pengerjaan... ...4-154-15 4.4

4.4 KebijakanKebijakan... ...4-14-1 4.4.1

4.4.1 Masalah SampahMasalah Sampah... ...4-14-1 4.4.2

4.4.2 Tata Guna LahanTata Guna Lahan... ...4-24-2 4.4.3

(42)

Executive Summary| Halaman

Executive Summary| Halaman iiii 5

5 RENCANA SISTEM DRAINASERENCANA SISTEM DRAINASE...5-15-1

5.1

5.1 Limpasan Kali JoharLimpasan Kali Johar... ...5-15-1 5.2

5.2 Perkiraan PembiayaanPerkiraan Pembiayaan ... ...5-15-1

6

6 PRODUK GISPRODUK GIS ...6-16-1

7

7 KESIMPULANKESIMPULAN ...7-17-1

DAFTAR PUSTAKA

(43)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-3 penggunaan lahan kota bogor...2-5 Gambar 2-2 upaya penyelsaian masalah drainase berdasarkan analisis masterplan 2007 ...2-6 Gambar 2-3 Skema Irigasi Kota Bogor dan Permasalahannya ...2-10 Gambar 3-1 Ketersediaan data curah hujan...3-3 Gambar 3-2 luas pengaruh setiap stasiun... ...3-4 Gambar 3-3 pembagian zona drainase... ...3-4 Gambar 3-4 Curah Hujan Maksimum Wilayah DAS Total ...3-7 Gambar 3-5 Curah Hujan untuk Zona Drainase 1...3-1 Gambar 3-6 Kurva IDF Zona Drainase 1... ...3-3 Gambar 3-7 Pembagian Zona Drainase ...3-4 Gambar 3-8 debit banjir zona drainase 1 ...3-5 GAMBAR 4-1 PETA KONTUR HASIL SURVEY...4-2 Gambar 4-3 Curah Hujan Maksimum wilayah DAS Total ...4-3 Gambar 4-4 Konsep Penglolaan Limpasan Permukaan ...4-5 Gambar 4-5 Konsep Perencanaan Sumur Resapan...4-6 Gambar 4-6 Aplikasi Sumur Resapan Pada Zona 15 ...4-7 Gambar 4-7 Aplikasi Sumur Resapan Pada DAS Cisadane ...4-9 Gambar 4-8 Ekivalensi Luas Permukaan Sumur dan Kolam Retensi DAS Cisadane.4-10 Gambar 4-9 Ekivalensi Luas Sumur Resapan Terhadap Volume Tampungan Pada DAS CISADANE ...4-11 Gambar 4-10 Ekivalensi Luas Biopori Terhadap Volume Tampungan Pada DAS Cisadane ...4-12 Gambar 4-11 Contoh Aplikasi Sumur Resapan pada Drainase Perkotaan...4-14 Gambar 5-1 Limpasan pada Kali Johar... ...5-1 Gambar 6-1 Produk GIS: Kawasan yang tergenang di lokasi titik banjir ...6-1 Gambar 6-2 Kontur Kota Bogor ...6-2 Gambar 6-5 Produk GIS: Lokasi kolam untuk menangani titik genangan ...6-2 Gambar 6-4 Simbol Hiperlink untuk membuka File Solusi ...6-3 Gambar 6-5 Produk GIS: Lampiran File Solusi di setiap lokasi genangan ...6-3

(44)

Executive Summary| Halaman iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1 Kemiringan Lereng... ...2-4 Tabel 2-2 tata guna lahan bogor... ...2-5 Tabel 2-3 tata guna lahan untuk setiap zona drainase ...2-5 Tabel 3-1 Data Stasiun Curah Hujan Daerah Kajian ...3-2 Tabel 3-2 luas pengaruh tiap stasiun hujan di setiap zona drainase (Ha) ...3-5 Tabel 3-3 curah hujan wilayah...3-6 Tabel 3-4 Uji Kecocokan Zona Drainase 1... ...3-2 Tabel 3-5 Analisis Frekuensi Zona Drainase 1 ...3-2 Tabel 3-6 Kolmogorov-Smirnov Zona Drainase 1...3-2 Tabel 3-7 Intensitas Hujan Zona Drainase 1...3-3 Tabel 3-8 Prioritas Penanganan Berdasarkan Kategori Resiko ...3-6 Tabel 3-9 Prioritas Implementasi Rencana perencanaan ...3-7 TABEL 4-1 Perbandigan nilai koefisien pengaliran dan debit banjir ...4-4 Tabel 4-2 Kebutuhan Sumur Resapan/Ha...4-13 Tabel 4-3 Perkiraan Biaya Pengerjaan Sumur Resapan ...4-15 Tabel 5-1 Perencanaan Bak Penampung Sementara Tabel 5-2Dimensi Saluran

Rencana 5-1

Tabel 5-3 Perkiraan Biaya untuk Perencanaan Saluran Batu Pecah ...5-1 Tabel 5-4 Perkiraan Biaya untuk Perencanaan Saluran U-Ditch ...5-3 Tabel 7-1 Perbandingan Koefisien Pengaliran tahun 2007 dengan Sekarang...7-1

(45)
(46)

1-1 REVIEW MASTERPLAN DRAINSE KOTA BOGOR 2016

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan banjir dan genangan air dikawasan perkotaan di Indonesia tidak terlepas dari permasalahan buruknya sistem jaringan drainase. Namun meningkatnya permasalahan banjir, genangan air, dan pencemaran air di kawasan perkotaan serta sedimentasi sampai saat ini belum dapat diatasi dan terus meningkat seiri ng dengan perkembangan kota. Pengendalian permasalahan diatas belum dapat diatasi meskipun telah dilaksanakan berbagai upaya pembangunan infrastruktur drainase. Pemulihan kualitas aliran saluran drainase perkotaan dapat dilakukan jika masyarakat dilibatkan didalam pengelolaan saluran drainase. Sesuai dengan sasaran pembangunan nasional bidang drainase, yaitu terbebasnya saluran-saluran drainase dari sampah sehingga mampu meningkatkan fungsi saluran drainase sebagai pematus air hujan dan berkurangnya wilayah genangan permanen dan temporer hingga 75 % dari kondisi saat ini, maka dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar sasaran pembangunan nasional tersebut dapat terwujud.

Pada tahun 2007 sudah dilakukan kegiatan penyusunan Masterplan Drainase yang berisikan 15 Zona dari sungai dan anak sungai. Lalu pada tahun 2014 dilakukan Review Masterplan Drainase pada Bappeda Kota Bogor dan menghasilkan dokumen hingga laporan pendahuluan, sehingga perlu dilanjutkan dalam review Masterplan Drainase hingga selesai. Untuk mengantisipasi dampak lanjut masalah kependudukan maupun perkembangan tata ruang kota, maka Pemerintah Kota Bogor memandang perlu segera dilakukan upaya penanggulangan menyeluruh permasalahan genangan air hujan akibat belum memadainya infrastruktur jaringan drainase khususnya pada kawasan pemukiman diwilayah perkotaan, yaitu dengan melaksanakan kegiatan ”Penyusunan Review Masterplan Drainase Kota Bogor”.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud kegiatan Penyusunan Masterplan Drainase Kota Bogor adalah untuk mendapatkan rumusan perencanaan pengelolaan sumberdaya air dengan indikator yang jelas, difokuskan dalam perencanaan sistem jaringan drainase saluran induk/primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran lokal, bangunan peresapan, bangunan tampungan beserta sarana pelengkapnya yang berhubungan secara sistemik yang dapat mengakomodir perkembangan pembangunan kota hingga 20 tahun kedepan. Tujuan kegiatan Penyusunan Masterplan Drainase Kota Bogor yaitu guna memperoleh rumusan alternatif solusi kebijakan strategis dibidang optimalisasi penatagunaan sumberdaya air berkelanjutan mewujudkan Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan yang memenuhi persyaratan tertib administrasi, ketentuan teknis, ramah lingkungan dan memenuhi keandalan pelayanan, menciptakan lingkungan permukiman yang sehat dan bebas genangan, meningkatkan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian air.

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

a. Melakukan Revisi Masterplan Drainase Kota Bogor,khususnya diwilayah pelayanan drainase zona 12,13,14 dan 15 (peta terlampir)

(47)

b. Mengevaluasi semua kajian dan menganalisis semua laporan yang berhubungan, peta, informasi baik yang berhubungan dengan kebijakan berskala nasional, regional maupun lokal, strategi dan rencana untuk drainase perkotaan yang termasuk dalam pembangunan perkotaan terintegrasi di Kota Bogor.

c. Pengumpulan data skunder berupa:

 Pengumpulan peta geografi daerah kerja dan sekitarnya yang masih terkait;

 Pengumpulan data lahan ruang terbuka dan daerah lahan kritis;  Pengumpulan data daerah genangan di Kota Bogor;

 Mengumpulkan peta sistem drainase, jaringan sungai, jaringan dan bangunan irigasi dan sistem jaringan jalan yang ada;

 Mengumpulkan peta hasil survey topografi;  Mengumpulkan data hidrologi (curah hujan) ;

 Mengumpulkan data hidrolik (muka air banjir, debit saluran, laju sedimentasi, dsb) ;

 Mengumpulkan laporan, informasi atau catatan yang mengenai banjir atau genangan yang pernah terjadi pada daerah kerja;

 Mengumpulkan data dan informasi tentang rencana umum (masterplan) kota dan atau rencana umum (masterplan) prasarana perkotaan lainnya;

d. Survei Lapangan, secara garis besar meliputi : - Sistem drainase maupun badan penerima. - Identifikasi penyebab genangan, banjir lokal dan sebagainya; e. Mengevaluasi menganalisa dan menyajikan (dilengkapi dengan gambar)

permasalahan drainase dan sumber penyebabnya secara lengkap dan rinci; f. Melakukan analisis peta dasar, survei dan investigasi kondisi lapangan,

penyebab kondisi sungai dan anak sungai, kondisi bantaran sungai dan anak sungai dan banjir/genangan air hujan yang berhubungan dengan drainase; g. Membuat jalur air dan luasan daerah tangkapannya untuk semua DAS yang

melalui kota Bogor;

h. Mengembangkan satu set kriteria hidrologis dan hidrolis yang sesuai untuk drainase kota Bogor dalam periode pengulangan yang bervariasi dan jangka waktu yang didasarkan pada analisis curah hujan;

i. Mengembangkan sistem non teknis drainase perkotaan yang mendukungan terhadap sistem teknis drainase perkotaan terkait dengan pembiayaan, peran masyarakat, peraturan perundang-undangan, institusi, sosial ekonomi dan budaya, dan kesehatan lingkungan permukiman;

j. Rencana pembiayaan dari program yang diusulkan;

k. Biaya operasi dan pemeliharaan tahunan untuk program yang diusulkan; l. Penyusunan indikator program 20 (dua puluh) tahun berikut action plan

pengelolaan drainase kota tahunan untuk setiap 5 (lima) tahun;

m. Menetapkan wilayah kerja yang disesuaikan dengan tupoksi SKPD teknis yang akan menangani baik perencanaan detail, pembangunan fisik, operasi dan pemeliharaan drainase;

n. Menghitung debit dan dimensi arah aliran pada saluran induk/primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran lokal, bangunan peresapan, bangunan

(48)

Executive Summary| Halaman 2-3 o. Melakukan kajian/analisa atas perubahan fungsi saluran irigasi yang berubah

menjadi drainase;

p. Melakukan analisa besaran aliran permukaan (run off) pada saat debit maksimal untuk menentukan dimensi saluran drainase yang optimal;

q. Merencanakan wilayah/area yang efektif untuk menampung air sementara/kolam rentensi sebagai pengurang dampak banjir diarea rawan genangan.

2 DESKRIPSI DAERAH STUDI

2.1 Lokasi

Kota Bogor merupakan daerah yang beriklim sejuk dengan suhu rata-rata tiap bulannya berkisar antara 250 – 260 C serta memiliki kelembaban udara harian

rata-rata sebesar 70 %. Angka curah hujan cukup besar setiap tahunnya berkisar antara 3.500 – 4.000 mm (luas 4.992,30 Ha), 4.000 – 4.500 mm (luas 6.424, 65 Ha), dan 4.500 – 5.000 mm (luas 433,05 Ha). Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Januari.Secara geografis wilayah administratif kota Bogor terdiri dari 6 (enam) Kecamatan, 68 Kelurahan, mencakup areal seluas ± 1.141.336 Ha dengan posisi astronomis terletak antara 106o 43′  30″ – 106 o 51′  00″

Bujur Timur dan 6 o30′ 30″– 6 o41′ 00″ Lintang Selatan, dengan batas wilayah sebagai

berikut:

o Disebelah Utara, berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan

Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja (Kabupaten Bogor).

o Disebelah Barat, berbatasan dengan wilayah Kecamatan Darmaga dan

Kecamatan Ciomas (Kabupaten Bogor).

o Disebelah Timur, berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sukaraja dan

Kecamatan Ciawi (Kabupaten Bogor).

o Disebelah Selatan, berbatasan dengan wilayah Kecamatan Cijeruk dan

Kecamatan Caringin (Kabupaten Bogor).

Bentuk medan dicirikan umumnya merupakan lahan pedataran berlereng landai hingga bergelombang, dengan posisi ketinggian berada antara + 190 meter hingga + 350 meter diatas permukaan laut. Morfologi tanah dibedakan atas areal perbukitan kecil terletak dibagian Selatan dan dominasi areal pedataran terletak dibagian Utara. Wilayah kajian studi penyusunan masterplan drainase kota Bogor mencakup 2 (dua) sub-DAS Ciliwung yang menempati bagian Timur dan sub-DAS Cisadane menempati bagian Barat wilayah administratif kota Bogor. Aliran sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane bersumber dari dataran tinggi kawasan pegunungan di bagian tengah Propinsi Jawa Barat mengalir kearah Utara melewati dataran relatif landai, hingga bermuara di Laut Jawa di sekitar pusat kota Jakarta dan kota Tangerang

DAS Ciliwung - Cisadane mencakup areal seluas ± 1.141.336 Ha atau 11.413,36 km2 secara geografis mencakup kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) yang terletak pada posisi astronomis antara: 06o  00’ Lintang

(49)

2.2 Kondisi Fisik Kota Bogor

Kota Bogor merupakan daerah yang bervariasi atau bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 200 – 350 m diatas permukaan laut. Berdasarkan data topografi tahun 2007 titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut dan titik terendah berada di sebelah Utara dengan ketinggian 190 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan data topografi tahun 2016 titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 450 meter diatas permukaan laut pada daerah Kelurahan Rancamaya dan Kelurahan Kertamaya, titik terendah berada di sebelah Utara dengan ketinggian 150 meter di atas permukaan laut pada Kelurahan Kayumanis dan Kelurahan Kencana. Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 106o43’30’’

-106o51’00’’ Bujur Timur dan 6o30’30’’ - 6o41’00’’ Lintang Selatan. Morfologi tanahnya

terbagi dalam dua hamparan, di sebelah Selatan relatif berbukit-bukit kecil dan di sebelah Utara merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng berkisar antara kelompok 0 – 2 % (datar) dengan luas 1.763,94 Ha, kemiringan lereng 2 – 15 % (landai) dengan luas 8.091,27 Ha, kemiringan lereng 15 – 25 % (agak curam) dengan luas 1.109,89 Ha, kemiringan lereng 25 – 40 % (curam) dengan luas. 746,96 Ha, dan kemiringan lereng > 40 (sangat curam) dengan luas 119,94 Ha. Data kemiringan lereng tahun 2007 dan 2016 tidak mengalami banyak perubahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2-1 dan Gambar 1.1.

TABEL 2-1 KEMIRINGAN LERENG

No Kecamatan

Kemiringan Lereng (Ha)

Jumlah (Ha) 0 – 2 % 2 –  15 % 15 –  25 % 25 –  40 % > 40 %

Datar Landai Agak

Curam Curam Sangat Curam 1 Bogor Utara 137.85 1,565.65 - 68 0.5 1,772.00 Persentase 7.78% 88.35% 3.84% 0.03% 2 Bogor Timur 182.3 722.7 56 44 10 1,015.00 Persentase 17.96% 71.20% 5.52% 4.33% 0.99% 3 Bogor Selatan 169.1 1,418.40 1,053.89 350.37 89.24 3,081.00 Persentase 5.49% 46.04% 34.21% 11.37% 2.90% 4 Bogor Tengah 125.44 560.47 - 117.54 9.55 813 Persentase 15.43% 68.94% 14.46% 1.17% 5 Bogor Barat 618.4 2,502.14 - 153.81 10.65 3,285.00 Persentase 18.82% 76.17% 4.68% 0.32% 6 Tanah Sareal 530.85 1,321.91 - 31.24 - 1,884.00 Persentase 28.18% 70.17% 1.66% Jumlah 1,763.94 8,091.27 1,109.89 764.96 119.94 11,850.00 Persentase 14.89% 68.28% 9.37% 6.46% 1.01%

(50)

Executive Summary| Halaman 2-5

2.3 Tata Guna Lahan Kota Bogor

Secara garis besar di Kota Bogor terdapat jenis penggunaan lahan diantaranya yaitu jenis penggunaan untuk permukiman, industry, bisnis, taman, dan badan air. Penggunaan lahan di Kota Bogor pada tahun 2012 dilihat Tabel 5.1.

TABEL 2-2 TATA GUNA LAHAN BOGOR

Tata Guna Lahan Luas Persen

Business District and Shopping Centre 289.67 2%

Industrial 115.63 1%

Parks 5936.79 51%

Residential 5143.67 44%

Waterbody 221.75 2%

Luas Total 11707.51 100%

Dilihat dari proporsinya, pada tahun 2012 permukiman dan taman mendominasi penggunaan lahan mencapai  40 %, setiap tahunnya sektor permukiman terus mengalami peningkatan karena adanya tuntutan kebutuhan yang tinggi dari masyarakat Kota Bogor. Penggunaan lahan lainnya terdistribusi dengan proporsi rata-rata dibawah  5 %. Analisis tata guna lahan ini juga berfungsi untuk menentukan

koefisien pengaliran yang akan mempengaruhi besarnya debit banjir di setiap zona drainase.

TABEL 2-3 TATA GUNA LAHAN UNTUK SETIAP ZONA DRAINASE Zona Drainase Koef. Pengaliran (C) 1 0.446132 2 0.556487 3 0.558301 4 0.421572 5 0.421197 6 0.471637 7 0.539971 8 0.462618 9 0.629421 10 0.636006 11 0.592172 12 0.53028 13 0.585136 14 0.568091 15 0.445563

(51)

2.3.1 Kondisi Sistem Drainase Yang Ada

2.3.1.1 ANALISA SISTEM DRAINASE DALAM MASTERPLAN DRAINASE KOTA BOGOR 2007

Analisis masterplan drainase kota bogor tahun 2007 menghasilkan beberapa alternatif solusi permasalahan banjir berupa alternative normalisasi, pembuatan saluran drainase baru, penanganan draianse local serta optimalisasi situ dan kolam retensi. Perkembangan pembangunan sarana perkotaan telah menyebabkan, berkurangnya lahan penyerapan air hujan (infiltrasi) karena lahan yang dulunya terbuka menjadi tertutup sehingga menambah lahan kedap air. Akibatnya volume air limpasan meningkat. Demikian juga adanya penambahan aktifitas dalam sarana perkotaan volume air limbah akan meningkat. Sarana drainase yang ada mungkin tidak mampu lagi menampung air limpasan dan air limbah.

Untuk mengurangi dampak lebih lanjut akibat hal-hal tersebut diatas perlu ada upaya sebagai berikut :

Alternatif penanganan banjir di Kota Bogor pada dasarnya terbagi menajdi enam alternatif, yaitu :

1. Normalisasi Saluran Drainase a. Pengerukan Sungai/saluran b. Pelebaran Sungai/saluran

2. Pengamanan dan Pemeliharaan Saluran Drainase 3. Pembuatan Saluran Drainase Baru

4. Pembuatan Sistem Penampungan Air Hujan

5. Rehabilitasi Situ dan Pembangunan Kolam Retensi 6. Kombinasi dari beberapa alternatif

Mempertahankan lahan terbuka

Mengawasi secara ketat

penyimpangan Koefisien Dasar

Bangunan

Meningkatkan kemampuan lahan

menyerap air hujan pada kawasan

terbangun

Mengurangi air limpasan dengan

membangun kolam tandon sementara

Upaya

(52)

Executive Summary| Halaman 2-7

Masing-masing alternatif mempunyai kekurangan dan kelebihan sehingga perlu dipertimbangkan alternatif lain yang mampu menekan dampak dan biaya yang seminim mungkin, serta mampu memberikan manfaat yang optimal. Penanggulangan banjir tidak sepenuhnya menghilangkan bencana, tetapi semaksimal mungkin mengurangi potensi kerugian yang mungkin timbul akibat banjir.

Upaya penanggulangan genangan yang diusulkan adalah kombinasi antara normalisasi sungai (terutama saluran irigasi), pembuatan saluran drainase baru, pengamanan dan pemeliharaan saluran drainase dan pembuatan sistem penampungan air hujan. Pada beberapa saluran drainase permasalahan pada saat banjir adalah terganggunya aliran masuk ke sungai akibat muka air sungai yang lebih tinggi. Penataan sistem drainase dimaksudkan untuk pengaturan sistem saluran yang ada dan peningkatan kapasitas saluran pada beberapa lokasi prioritas.

2.3.1.2 ANALISA SISTEM ECO-DRAINAGE

2.3.1.2.1 Pengertian/definisi

Pengelolaan drainase perkotaan dan perdesaan di Indonesia saat ini dapat dikatan belum efektif. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kejadian – kejadian yang melanda hamper semua kota seperti banjir, genangan, pencemaran air, berkembangnya penyakit yang berasal dari peraira, kerugian ekonomi dan lain-lain. Beranjak dari permasalahan diatas, maka Pemerintah melalui Direktorat Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Ditjem Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum mencoba mengembangkan konsep Eco-Drain, yang sampai saat ini telah diujicobakan di Bali pada DAS Tukad Badung (Denpasar) dan DAS Tukad Mati (Kab. Badung), Kota Surabaya di Bozem Morokembangan dan Kota Bandung.

Maryono (2001), mengusulkan konsep Eco-Drainage, yaitu merupakan konsep pengelolaan saluran drainase secara terpadi berwawasan lingkungan. Eco-Drain juga diartikan suatu usaha membuang atau mengalirkan air kelebihan ke sungai atau badan air yang lain dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir di dataran banjir dan pemendekan waktu mancapai debit puncak. Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam konsep Eco-Drain yakni pendekatan eko-hidraulik, yaitu pengelolaan drainase yang dilakukan dengan memperhatikan fungsi hidraulik dan fungsi ekologi, serta pendekatan kualitas air, yakni upaya meminimalkan dan atau meniadakan pencemaran air yand dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi manusia dan flora-fauna.

(53)

2.3.2 Identifikasi Permasalahan Spesifik Drainase Kota Bogor

Berdasarkan pengamatan lapangan dan referensi laporan & kajian, artikel dan informasi sumber lainnya, diidentifikasikan terdapat beberapa permasalahan dan faktor penyebab yang terkait dengan kondisi sistem drainase di kota Bogor saat ini, yaitu antara lain :

a) Belum terintegrasinya sistem drainase satu wilayah dengan wilayah lain disekitarnya.

b) Meningkatnya intensitas curah hujan

c) Pendangkalan dan penyempitan jaringan drainase makro.

d) Berubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, khususnya di kawasan Bogor Utara.

e) Mix Drain,

2.4 Perkiraan Pengembangan yang Akan Datang

2.4.1 Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana tata ruang wilayah kota bogor terdiri dari perencanaan kawasan strategis, pola ruang, sistem transportasi dan struktur ruang. Perencanaan struktur ruang terdiri dari:

a. pengembangan sistem pusat pelayanan

 Pengembangan 5 wilayah pelayanan (WP)

 Pengembangan Pusat Kota, Sub Pusat Kota dan Pusat Lingkungan b. pengembangan sistem transportasi

 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat

 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Perkeretaapian. c. pengembangan utilitas kota

 Rencana jaringan sumber daya air;

 Rencana pengembangan sistem jaringan air minum;  Rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah;  Rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan;  Rencana pengembangan sistem drainase;

 Rencana pengembangan jaringan energi listrik;  Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi;

(54)

Executive Summary| Halaman 2-9

 Rencana pengembangan angkutan umum,

 Rencana pengembangan prasarana dan sarana pejalan kaki,  Konsep pengembangan koridor untuk pejalan kaki

Rencana pola runag terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya:

Kawasan Lindung Kawasan Budidaya

 Kawasan perlindungan setempat  Kawasan pelestarian alam

 Kawasan perlindungan plasma nutifah

 Kawasan cagar budaya dan iptek  Ruang terbuka hijau (RTH)

 Perumahan  Industri  Perdagangan jasa  Militer  PSU  Pemerintahan  Pariwisata  Pertanian

(55)
(56)

Gambar

GAMBAR 4-7 EKIVALENSI LUAS PERMUKAAN SUMUR DAN
GAMBAR 4-9 EKIVALENSI LUAS BIOPORI TERHADAP VOLUME TAMPUNGAN PADA DAS CISADANE
TABEL 4-2 KEBUTUHAN SUMUR RESAPAN/HA
GAMBAR 4-10 CONTOH APLIKASI SUMUR RESAPAN PADA DRAINASE PERKOTAAN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemakaian pupuk kimia yang berlebihan juga dapat menggurangi unsur hara yang ada di tanah sehingga muncul permasalahan seperti penurunan kualitas (degradasi). Dari

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa pada kelas eksperimen sikap kreatif siswa dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang memiliki peningkatan yang

menunjukkan bahwa motivasi perawat dalam pelaporan Insiden Keselamatan Pasien penting untuk diteliti dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat beberapa

pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi, penyusunan rencana pendapatan asli daerah, bagi hasil dan lain-lain pendapatan daerah yang sah,

Perlindungan tangan : Sarung tangan yang kedap dan tahan kimia dengan kelulusan perlulah dipakai sentiasa semasa pengendalian bahan kimia apabila ditunjukkan dalam

c< Bila tidak tersedia kamar tersendiri tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama.. tetapi bila

Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang selanjutnya disingkat TDUP adalah dokumen resmi Izin yang diterbitkan Bupati dan/atau pejabat yang ditunjuk, sebagai