• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF

HUKUM DI INDONESIA

Oleh :

Aditya Hermawan *) Abstraksi

Makalah ini ditujukan untuk membangun sebuah konstruksi tanggung jawab sosial perusahaan yang didasarkan atas perspektif hukum yang berlaku di Indonesia. Diperoleh realita bahwa lemahnya produk hukum di Indonesia terhadap tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadikan perusahaan memanfaatkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai alat untuk memoles citra perusahaan di mata publik. Tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya sebatas pelaporan ‘sosial’-nya saja, namun lebih ditekankan pada tindakan untuk melestarikan lingkungan dan kelangsungan hidup masyarakat. Sebuah kritik yang mendasar, dimana tanggung jawab sosial perusahaan yang seharusnya ditujukan untuk meletarikan lingkungan dan kelangsungan hidup, melainkan untuk memoles citra perusahaan di mata publik.

Kata Kunci:Tanggung Jawab Sosial Perusahaan *) Dosen Akuntansi STIE ASIA Malang

Latar Belakang

Perusahaan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan atas tanggung jawab yang memperhatikan kelangsungan hidup masyarakatl dan kontribusi perusahaan terhadap kelestarian lingkungannya. Jika masyarakat menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial serta tidak merasakan kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif beroperasinya perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat atau gejolak sosial. Perusahaan dituntut untuk tidak hanya memandang laba sebagai satu-satunya tujuan dari perusahaan, namun kepedulian perusahaan terhadap ke-lestarian lingkungan dan kualitas hidup manusia (Gray et al., 1995; Mirfazli dan Nurdiono, 2007).

Menurut Gray et. al., (1995), tumbuhnya kesadaran masyarakat akan peran perusahaan di tengah komunitas masyarakat melahirkan kritik karena entitas bisnis dalam aktivitasnya menciptakan masalah sosial, polusi, sumber daya, limbah, mutu produk, tingkat safety produk, serta hak dan status tenaga kerja. Tekanan dari berbagai pihak memaksa perusahaan untuk menerima tanggung jawab atas dampak aktivitas bisnisnya

(2)

terhadap masyarakat. Perusahaan dihimbau untuk bertanggungjawab terhadap pihak yang lebih luas dari pe-megang saham dan kreditur saja. Freedman (1962) dalam Gray et. al., (1995) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan untuk memaksimalkan laba tidak secara universal lagi diterima. Kesadaran masyarakat yang semakin memikirkan kelestarian alam untuk kelangsungan hidup manusia dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungannya. Fenomena inilah yang kemudian menyulut wacana pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan (Ljungdahl, 2004:8-9; Siregar, 2007:286; Ardana, 2008:33).

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan muncul sebagai akibat adanya kenyataan perusahaan mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholders perusahaan maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat dipahami secara sederhana sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Keterlibatan perusahaan dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi dalam usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan. Dengan menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan diharapkan ikut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan dalam jangka panjang.

Di awal perkembangannya, bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang paling umum adalah pemberian bantuan terhadap organisasi lokal dan masyarakat miskin, kemudian berkembang menjadi kegiatan sosial perusahaan di dalam masyarakat, seperti bantuan bencana alam, mudik bareng, pendampingan UKM, bantuan pendidikan, kesehat-an, community development bagi masyarakat sekitar perusahaan dan masih banyak lagi (Achda, 2008; Ardana, 2008; Daniri, 2008). Pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara mandiri. Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan pada tataran ini hanya sekadar do good to look good, yakni berbuat baik agar terlihat baik. Dengan kata lain, tanggung jawab

(3)

sosial perusahaan hanyalah alat bagi perusahaan untuk membangun citra yang positif di mata publik.

Tidak tepatnya tujuan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, oleh banyak perusahaan dianggap sebagai cara ampuh dan mujarab dalam memoles tanggung jawab sosial dan lingkungannya agar terlihat lebih ‘seksi’ dan nge-top. Kegiatan sosial dan aktivitas lingkungan perusahaan tersebut kemudian dianggap sebagai tanggung jawab sosial mereka, sehingga tidak lain hanya sebatas ‘pelaporan kegiatan sosialnya’. Tidak meng-herankan apabila tanggung jawab sosial perusahaan seringkali hanyalah merupakan rangkaian pernyataan atau prinsip yang bersifat kabur sehingga tidak mampu menjadi panduan dalam situasi konkret serta tidak dapat berfungsi sebagai mekanisme penyelesaian berbagai masalah sosial dan lingkungan yang mencuat sebagai dampak kinerja bisnis. Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai konstruksi sosial selayaknya selaras dengan pemahaman atas tanggung jawab sosial.

Belum adanya standar yang mengatur pelaksanaan dan pelaporan tangung jawab sosialnya, maka pelaksanaan dan pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan saat ini dapat dikatakan sebagai suatu inisiatif dari perusahaan yang bersangkutan. Namun, tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan untuk menanggung segala sesuatunya yang timbul dari aktifitas operasionalnya yang dapat memberikan dampak pada kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup komunitas sosial. Oleh karena itu, diperlukan hukum dan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian atas hak-hak dan kepentingan stakeholder oleh perusahaan yang diimbangi dengan suatu standar yang mengatur mengenai bagaimana tanggung jawab sosial perusaha-an dilaksperusaha-anakperusaha-an dperusaha-an dilaporkperusaha-an. Pemerintah sebagai regulator seharusnya melindungi kepentingan stakeholder melalui peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Yang menjadi pertanyaannya adalah, bagaimanakah konstruksi tanggung jawab sosial perusahaan dalam perspektif hukum yang berlaku di Indonesia?

Fokus Pembahasan

Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya ditujukan kepada tindakan yang harus dilakukan oleh perusahaan sebagai konsekuensi atas tindakan yang telah dilakukan

(4)

sebelumnya. Situasi inilah yang menjadi kritik bahwa tanggung jawab sosial perusahaan tidak lebih merupakan aktifitas pencitraan perusahaan tanpa disertai suatu perubahan yang bersifat substansial. Sebuah kritik yang sangat berdasar, manakala pengadopsian dan pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh sebuah perusahaan ternyata tidak menghentikan malpraktek yang dilakukannya. Pemerintah sebagai pihak yang berwenang penuh atas regulasi yang ada di Indonesia seharusnya Oleh karenanya, makalah ini membahas lebih dalam mengenai konstruksi tanggung jawab sosial perusahaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan definisi yang terdapat di dalam beberapa literatur.

Tujuan Penulisan Makalah

Makalah ini ditujukan untuk memahami tanggung jawab sosial perusahaan melalui suatu konstruksi dalam perspektif hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan interpretif, maka dapat dibangun sebuah konstruksi di dalam memahami tanggung jawab sosial perusahaan dalam perspektif hukum yang berlaku di Indonesia.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Pemahaman Umum

Hingga saat ini telah banyak definisi mengenai tanggung jawab sosial dan ling-kungan yang dinyatakan oleh berbagai pihak (baik secara kelembagaan maupun non-ke-lembagaan). Wikipedia Indonesia (2009) menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap stakeholder, yakni konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Definisi yang diberikan oleh Wikipedia Indonesia ini lebih menekankan kepentingan perusahaan di masa mendatang dengan lebih memperhatikan kepentingan stakeholder.

The International Organization of Employers (IOE) (dalam Burkett W dan Gilbert, 2009) juga memahami bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan tindakan perusahaan yang bersifat sukarela dan melampaui kewajiban hukum terhadap peraturan perundang-undangan negara. Definisi tersebut memandang tanggung jawab sosial perusahaan sebagai aspek inti dari aktifitas bisnis perusahaan dan melihatnya sebagai suatu alat untuk terlibat dengan seluruh stakeholder sebagai pemangku kepentingan. Oleh

(5)

karena-nya, tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai suatu bentuk pemenuhan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Hal yang berbeda didefinisikan oleh Pemerintah Inggris (yaitu United Kingdom Government), yang memahami bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu tindakan sukarela yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan persyaratan legal yang minim, yang ditujukan pada kepentingan daya saing perusahaan yang bersangkutan dan pada kepentingan komunitas sosial yang lebih luas. Dengan kata lain, tidak ada kewajiban secara legalitas di Inggris bagi perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosialnya, karena pada dasarnya tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu tindakan yang bersifat sukarela.

Mathews (1997: 483) mendefinisikan pengungkapan atas tanggung jawab sosial perusahaan suatu pengungkapan atas informasi yang bersifat sukarela, baik secara kualitatif maupun kuantitatif oleh perusahaan untuk menginformasikan aktifitasnya, dimana pengungkapan kuantitatif berupa informasi keuangan maupun non-keuangan. Dapat di-simpulkan bahwa pengungkapan tangung jawab sosial perusahaan dapat diungkapkan se-cara kuanti-tatif maupun sese-cara kuantitatif dengan menyajikan informasi keuangan maupun non-keuangan.

European Commission (2002: 347) juga telah memberikan pengertian bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu konsep yang mengintegrasikan ke-pentingan perusahaan dengan perhatian atas keke-pentingan sosial dan lingkungan dalam aktifitas operasionalnya beserta interaksi perusahaan dengan stakeholdernya atas dasar sukarela. Definisi ini menekankan tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu konsep yang menunjukkan bagaimana perusahaan secara sukarela memberi kontribusi bagi ter-bentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Definisi yang di-berikan European Commission (2002) ini lebih menekankan pada aspek kesukarelaan perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya.

Darwin (2004) dalam Anggraini (2006: 5) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang

(6)

hukum. Oleh karenanya, Darwin (2004) dalam Anggraini (2006: 5) berpendapat bahwa pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan adalah pelaporan me-ngenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dapat dipahami bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk tindakan yang bersifat sukarela yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam aktifitas operasinya serta interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum.

Menurut Firman (2007), tanggung jawab sosial adalah suatu konsep yang ber-materikan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan kepada masyarakat luas. Tanggung jawab sosial dapat berupa program yang memberikan bantuan modal kerja lunak bagi para petani, nelayan, pengusaha kecil, pemberian beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa terutama yang tidak jalan, gedung-gedung sekolah, sarana keagamaan dan olah raga, pendidikan dan pelatihan keperempuanan dan pemuda, serta pemberdayaan masyarakat adat. Dapat dipahami bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan merupakan tanggung jawab perusahaan untuk memelihara lingkungan alam dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan melakukan berbagai kegiatan sosial yang bermanfaat bagi ling-kungan alam dan komunitas sosialnya.

Achda (2007) mengartikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggung jawabkan dampak aktifitas operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta terus-menerus menjaga agar dampak tersebut me-nyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Pemahaman oleh Achda (2007) tidak jauh beda dengan pemahaman yang diberikan oleh Firman (2007), bahwa per-usahaan memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusinya kepada masyarakat sebagai bentuk peran serta di dalam komunitas sosialnya dan menjaga kelestarian lingkungan dengan secara responsif menanggapi segala permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan.

Pemahaman yang lebih luas kemudian diberikan oleh The World Business Council for Sustainable Development / WBCSD (dalam Asongu, 2009) yaitu tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku

(7)

bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat (Asongu, 2009). Dapat dipahami bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan merupakan suatu komitmen perusahaan untuk bertindak secara etis dalam setiap aktifitas bisnisnya dengan memberikan kontribusinya secara ekonomi kepada komunitas sosial masyarakatnya.

Dari uraian pengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu strategi untuk mengelola perusahaan dengan cara mengintegrasikan kepentingan ling-kungan alam dan komunitas sosialnya guna memenuhi hukum yang berlaku serta dilakukan secara sukarela dan terus menerus.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Perspektif Hukum di Indonesia

Di Indonesia sendiri telah ada peraturan perundang-undangan yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan dan melaporkan tanggung jawab sosialnya, yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang-Undang-Undang tersebut disahkan pada tanggal 20 Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Pada pasal 74, menyatakan bahwa perseroaan yang men-jalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya peraturan ini, maka perusahaan khususnya perseroaan terbatas yang ber-gerak dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat.

Akan tetapi, sebelum UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT diberlakukan, telah ada peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur perusahaan agar lebih mem-perhatikan kelestarian lingkungan dan komunitas sosialnya, seperti pada UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 15 ayat b, dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat

(8)

pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. ini artinya, perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Hal tersebut selaras dengan Keputusan Bapepam LK Nomor 134/BL/2006 yang menyatakan tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten dan perusahaan publik, sehingga perusahaan memiliki kewajiban untuk meng-uraikan aktivitas dan biaya yang dikeluarkan perusahaan terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan. Hal ini dapat dipahami mengingat perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek adalah perusahaan yang membutuhkan dana (modal) dari masyarakat luas (investor dan calon investor) sehingga berkewajiban untuk menyampaikan segala informasi mengenai kondisi perusahaan (baik secara ekonomi dan non-ekonomi) terkait dengan aktifitas perusahaan terhadap lingkungan alam dan komunitas sosialnya.

Selain investor dan calon investor, tentunya terdapat pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan sehingga membutuhkan informasi mengenai kondisi perusahaan (baik secara ekonomi dan non-ekonomi) terkait dengan aktifitas perusahaan terhadap lingkungan alam dan komunitas sosialnya, seperti pemerintah, kreditur, calon kreditur, LSM, dan sebagainya. Jika perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek tersebut tidak melaksanakan dan melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungannya, maka terdapat sanksi yang diatur dalam Pasal 34. Pasal 34 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur se-cara terperinci sanksi yang diberikan kepada perusahaan publik yang tidak melaksanakan dan melaporkan tanggung jawab sosialnya mulai dari peringatan tertulis, pembatasan ke-giatan usaha, pembekuan keke-giatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal hingga pada pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal.

Kewajiban perusahaan untuk menyampaikan informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungannya sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Pe-nanaman Modal ini menguatkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 Tahun 2007 yang secara terperinci mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dapat

(9)

dipahami sebagai bentuk usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin kepastian perlindungan terhadap masyarakat lain (yang berkepentingan dengan perusahaan) yang memperoleh dampak dari aktifitas operasionalnya.

Selain UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, terdapat peraturan per-undang-undangan lain yang mengatur kewajiban suatu perusahaan dalam mengelola lingkungan hidup, yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, setiap perusahaan atau per-seorangan diwajibkan untuk mengelola limbah yang dihasilkan dari aktifitasnya Pasal 16 Ayat 1 dan Pasal 17 Ayat 1 dapat dipahami bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk mengelola limbah dan bahan berbahaya dan beracun lainnya yang dihasilkan oleh aktifitas operasionalnya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup komunitas sosialnya. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjaga dan melestarikan ling-kungan alam serta menjaga kelangsungan hidup komunitas sosial.

Selain itu, terdapat peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tanggung jawab perusahaan terhadap konsumennya, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bagaimana perusahaan berkewajiban melindungi konsumennya sebagai pengguna produk yang dihasilkannya. Dalam Pasal 19 dijelaskan tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen jika konsumen merasa dirugikan oleh produk dan atau layanan perusahaan.

Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan tersebut berdasarkan Pasal 19 Ayat 3, harus dilaksanakan dengan tenggat waktu 7 hari setelah transaksi. Namun, jika perusahaan telah memberikan ganti rugi sebagai bentuk tanggung jawabnya, apakah perusahaan tidak dapat digugat secara hukum? Dalam Pasal 19 Ayat 4 dijelaskan bahwa pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Oleh karenanya, Pasal 19 ini telah secara tegas mengatur bentuk, pelaksanaan dan konsekwensi dari tanggung jawab yang harus dipikul oleh perusahaan. Jika perusahaan menolak melaksanakan tanggung

(10)

jawabnya kepada konsumen, maka perusahaan dapat dituntut melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau badan peradilan tempat konsumen berada. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 23, bahwa perusahaan yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini secara tegas mengatur tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen sebagai pengguna produk yang dihasilkannya, berupa kewajiban yang harus dilaksanakan, serta konsekwensi yang harus diterima jika ternyata produk yang dihasilkannya tersebut merugikan konsumen.

Selain konsumen, pihak lain yang menjadi tujuan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan suatu perusahaan adalah tenaga kerja. Tenaga kerja suatu perusahaan merupakan tulang punggung bagi perusahaan dalam melakukan aktifitasnya, sehingga sudah sewajarnya bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan tenaga kerjanya. Peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban perusahaan untuk lebih memper-hatikan kepentingan tenaga kerjanya telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ke-tenagakerjaan, dimana dalam Pasal 4 yang mewajibkan perusahaan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Begitu pula dalam memperlakukan pekerja atau buruhnya, perusahaan diwajibkan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa ada diskriminasi apapun, seperti yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Selain itu, perusahaan memiliki kewajiban untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi tenaga kerjanya sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Ayat 1. Dalam melindungi tenaga kerjanya, perusahaan diwajibkan memberikan perlindungan yang memadai kepada seluruh tenaga kerjanya, terutama bagi perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja yang cacat (diatur dalam Pasal 67 Ayat 1 dan 2), tenaga kerja anak-anak (diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75), serta tenaga kerja perempuan (diatur dalam Pasal 76) serta perusahaan berkewajiban memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan tenaga kerjanya, sebagaimana diatur dalam Pasal 86 dan Pasal

(11)

87. Dalam hal pemberian upah kepada tenaga kerjanya, maka perusahaan memiliki ke-wajiban untuk memberikan upah sesuai dengan kompetensi, jabatan, golongan, masa kerja dan pendidikan dari tenanga kerjanya dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 98. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini mengatur tanggung jawab perusahaan dalam memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama, perlindungan kerja terhadap tenaga kerjanya (utamanya tenaga kerja penyandang cacat, anak-anak dan perempuan), menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, serta memberikan upah yang sesuai guna menjamin kesejahteraan tenaga kerjanya.

Akan tetapi, perundang-undangan yang berlaku sebelum disahkannya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini hanya mengatur tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan secara terbatas, dalam arti hanya tertuju pada satu pokok pertanggung jawaban, seperti dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (mengatur kewajiban perusahaan dalam melaksanakan dan melaporkan tanggung jawab sosialnya), UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (mengatur ke-wajiban perusahaan untuk mengelola dampak dari aktifitas operasionalnya, memperbaiki kerusakan lingkungan sebagai dampak dari aktifitas nya, serta menjaga kelestarian ling-kungan dengan cara mengelola dampak aktifitasnya), UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (mengatur bentuk, pelaksanaan dan konsekwensi dari tanggung jawab perusahaan atas produk yang dihasilkannya yang merugikan konsumen), serta UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (mengatur kewajiban perusahaan untuk memenuhi hak-hak dari tenaga kerjanya).

Dengan adanya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tidak hanya terbatas pada satu pokok tanggung jawab saja, namun lebih luas. Hal ini dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat dalam suatu komitmen. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tidak hanya merupakan suatu komitmen saja, namun juga harus dilaksanakan dan dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Ayat 2

(12)

Huruf c yang menyatakan bahwa Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurangkurangnya: laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial.

Lantas, bagaimana seandainya perusahaan (dalam hal ini Perseroan) tidak melaksanakan dan melaporkan tanggung jawab sosial? Dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur dalam pasal 34 yang meliputi sanksi administratif maupun sanksi lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak diatur secara spesifik melainkan ‘diserahkan’ pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dapat dipahami bahwa sanksi sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bagi perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dapat pula diberlakukan bagi perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sepanjang kriteria perusahaan yang dimaksud adalah sesuai dengan pengaturan dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Begitu juga dengan sanksi-sanksi yang ada dalam UU terkait lainnya seperti UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Adapun subyek yang diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dibatasi hanya pada perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam. Pengaturan ini membatasi jenis perusahaan yang harus melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Akan tetapi, jika kita memahami penjelasan Pasal 74 Ayat 1 lebih dalam, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah yang usahanya adalah perusahaan yang memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam. Sedangkan yang men-jalankan kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam adalah perusahaan yang kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

(13)

Dpat dipahami bahwa Pemerintah melalui peraturan perundang-undangannya, seperti dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah berusaha “memaksa” perusahaan-perusahaan (khususnya perusahaan publik dan atau perusahaan yang berhubungan dengan pemanfaatan hasil alam) untuk lebih memperhatikan kepentingan alam dan komunitas sosialnya dengan melaksanakan dan melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungannya.

Kesimpulan

Dengan adanya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka tanggung jawab sosial perusahaan tidak terbatas pada satu pokok tanggung jawab, namun lebih luas. Dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat dalam suatu komitmen. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya merupakan suatu komitmen saja, namun juga harus dilaksanakan dan dilaporkan oleh perusahaan. Adapun subyek yang diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dibatasi hanya pada perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam. Pengaturan ini membatasi jenis perusahaan yang harus melakukan tanggung jawab sosialnya. Oleh karenanya, terdapat celah hukum bagi perusahaan untuk tidak melaporkan tanggung jawab sosialnya.

Terdapat pemahaman mendasar mengenai tanggung jawab sosial perusahaan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu merupakan kewajiban bagi perusahaan untuk menanggung segala sesuatunya yang timbul dari aktifitasnya yang dapat menimbulkan dampak pada kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup komunitas sosial. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan secara terus menerus atas dasar komitmen untuk memperhatikan kepentingan lingkungan alam dan komunitas sosial dengan cara mengintegrasikan kepentingan perusahaan dengan kepentingan stakeholder. Dengan demikian, tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan secara terus menerus untuk memperhatikan kepentingan lingkungan

(14)

alam dan komunitas sosial dengan cara mengintegrasikan kepentingan perusahaan dengan kepentingan stakeholder dalam aktifitas operasionalnya.

DAFTAR PUSTAKA

---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkngan hidup

---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas

---. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 4Tahun 2007

Achda, B. Tamam. 2008. Konteks Sosiologis Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Implementasinya di Indonesia. http://www.menlh.go.-id/serbaserbi/csr/sosiologi.pdf. (diakses terakhir tanggal 12 Mei 2009)

Anggraini, Fr. Reni Retno, 2006, Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta), Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, p. 1 – 21

Ardana, I Komang. 2008. Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial. Buletin Studi Ekonomi, Volume 13, Nomor 1, p. 32 – 39

Asongu, J.J., 2009. The History of Corporate Social Responsibility. http://www.jbpponline.com/article/view/1104/842 (diakses terakhir tanggal 12 Mei 2009) Daniri, Mas Achmad., 2008. Membumikan Konsep CSR. Harian Umum Republika. Senin, 24

Maret 2008

European Commission, 2002. Corporate Social Responsibility: A business contribution to sustainable development, COM (2002) 347 final, Brussels: Official publication of the European Commission, 2 July.

Firman, Andi. www.kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.php?p=5161,http://id, (diakses terakhir tanggal 12 Mei 2009)

(15)

Gray, Rob., Reza Kohuy, dan Simon Lavers. 1995. Corporate Social And Environmental Reporting A Review Of The Literature And A Longitudinal Study Of UK Disclosure. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 8, No. 2, p. 47-77

Jalal. 2007. Argumentasi Menentang Regulasi Dana CSR, http://www.csrindonesia.com/data/articles/20070529121722-a.pdf (diakses terakhir tanggal 12 Mei 2009)

Ljungdahl, Fredrik. 2004. Factors Influencing Environmental And Social Disclosures. Fourth Asia Pacific Interdisciplinary Research in Accounting Conference. 4 to 6 July 2004. Singapore, p. 1 -19

Mathews, M. Reginald., 1997, Twenty-five years of Social and Environmental Accounting Research. Is there a silver jubilee to celebrate?, Accounting, Auditing, & Accountability Journal Vol. 10 No.4 p. 481- 531

Mirfazli, Edwin dan Nurdiono., 2007. Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Entitas bisnis Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007. p. 1 – 146 Neumann, W.L. 2003. Social Research Method: Qualitative And Quantitative Approaches, 5th

Edition, Allyn And Bacon, Boston, USA

Permana, Adhitya Hadi, 2009. Urgensi CSR ke dalam RUU PT,

http://adhitya82.wordpress.com/2006/06/10/urgensi-csr-kedalam-ruu-perseroan-terbatas/ (diakses terakhir tanggal 12 Mei 2009)

Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka, Jakarta Siregar, Chairil N., 2007. Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate Social

Responsibility Pada Masyarakat Indonesia. Jurnal Sosioteknologi Edisi 12 Tahun 6, Desember, p. 285 – 288

Strauss, Anselim., dan Juliet Corbin. 1990. Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques. Sage Publication, London

Suparlan. P. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Program S-2 Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia, Jakarta

Syafrani, Andi., 1997. Paradoks Regulasi Corporate Social Responsibility, http://www.legalitas.org/?q=Paradoks+Regulasi+Corporate+Social+Responsibility+(CS R) (diakses terakhir tanggal 12 Mei 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini tampak bertentangan dengan pandangan umum yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap kebijakan penentuan tarif BPIH mengingat komponen terbesar

melakukan analisis kebutuhan sistem sebuah enterprise, khususnya dalam melakukan perencanaan strategis sistem informasi pada RSUD Taman Husada Bontang di bagian pelayanan.Dan

Standar ini dialamatkan ke aturan akuntansi yang berhubungan dengan penerimaan dana oleh bank syariah untuk investasi dalam kapasitasnya sebagai mudharib

Sebelum mengantarkan pasien secepatnya ke rumah sakit, jangan sekali-kali sembarang memindahkan pasien, jika ingin memindahkan pasien, tetapkan dulu bagian leher pasien,

This report is writen to fulfill the final report subject at English Department of State Polytechnic of Sriwijaya with the tittle "Making Banana and Avocado Doughnuts

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya pengembangan usaha yang telah dilakukukan Rumah Makan Solok Permai

Merasakan diri pulih sepenuhnya setelah menjalani pemulihan dipusat serenti ini dan bersyukur kerana tidak terlibat dengan dadah yang lebih berat seperti heroin

Program tersebut mendapat dukungan penuh walikota Semarang, dan berdasarkan penelitian yang dilakukan Heru (2010) tentang Pengembangan Pasar Tradisional Menuju Pasar Sehat,