• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

5.1. Program Ketahanan Pangan 5.1.1. Ternak Domba

5.1.1.1. Penyelenggara, Sumber Dana dan Mekanisme Pelaksanaan

Program Ketahanan Pangan merupakan program dari Departemen Pertanian RI dengan pembiayaan dari APBN (Dana Dekonsentrasi) melalui Dinas perekonomian dan Koperasi Pemerintah Kota Cimahi, dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2005 berbentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Bantuan diberikan dalam bentuk tunai sebesar Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah). Dana tersebut digunakan untuk beternak domba, dengan perbandingan penggunaan dana sesuai ketentuan SOP yaitu 60 persen untuk pembelian sarana : hewan ternak domba, pakan serta obat-obatan dan 40 persen untuk penyediaan prasarana : Kandang, ATK dan Pelatihan Beternak.

Sebelum kegiatan dilaksanakan, dilakukan survei oleh Dinas Perekop (sekarang Dinas Kopindagtan) Kota Cimahi dengan tahapan sebagai berikut :

• Identifikasi CPIL (Calon penerima Identifikasi Langsung), yaitu melakukan survei ke beberapa lokasi yang diusulkan untuk menerima program. Adapun calon lokasi yang diusulkan adalah; Kelurahan Citeureup, Kelurahan Cipageran, Kelurahan Padasuka dan Kampung Cireundeu.

• Evaluasi CPIL, setelah evaluasi pada tahap ini ditentukan kelompok penerima program; maka di dapat komunitas adat Cireundeu sebagai penerima program bantuan.

Dalam teknis pelaksanaannya, sebelum program diberikan dibentuk kelompok dimana dalam komunitas adat Cireundeu hanya dibentuk satu kelompok yang terdiri dari 30 orang untuk diusulkan kepada pemerintah Kota Cimahi dan diterbitkan SK sebagai penerima program bantuan oleh Walikota Cimahi. Kemudian dana sejumlah 60 persen sesuai SOP dibelikan ternak domba bibit Garut berupa 60 ekor betina bibit dan enam jantan bibit serta 30 ekor domba jantan untuk penggemukan. Setiap anggota kelompok mengambil domba ternak untuk dipelihara sesuai kebutuhan, antara dua sampai empat ekor domba. Dari dana sejumlah 40 persen digunakan untuk membuat kandang domba masal yang

(2)

menghabiskan dana sebanyak 25 juta rupiah dari anggaran 15 juta rupiah, kekurangan dana sebesar 10 juta rupiah ditanggung secara swadaya oleh anggota kelompok.

5.1.1.2. Keterkaitan Program Ketahanan Pangan dengan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat

Sumarti dan Syaukat (2007) mengemukakan bahwa Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development) merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat disuatu daerah (lokal) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic growth) yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi (economic welfare) dan kualitas hidup (quality of life) seluruh masyarakat di dalam komunitas. Pembangunan Ekonomi Lokal berfokus pada peningkatan daya saing dan pembentukan usaha kecil dan menengah (UKM) serta penciptaan lapangan kerja, meningkatkan jumlah dan variasi kesempatan kerja bagi seluruh warga.

Lebih lanjut Sumarti dan Syaukat (2007) mengemukakan bahwa Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan suatu proses yang menekankan pada pemanfaatan SDM dan SDA secara optimal untuk mengembangkan ketenagakerjaan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat di suatu lokalitas tertentu. Kesempatan kerja menjadi fokus dalam PEL karena dengan kesempatan kerja yang terbuka lebar dan bervariasi pada akhirnya menimbulkan pendapatan; yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kualitas hidup. Pengertian Ekonomi lokal tersebut menunjukkan adanya aktivitas ekonomi yang dilakukan secara bersama-sama oleh komunitas lokal dengan tujuan untuk mencapai perkembangan ekonomi secara berkelanjutan.

Dalam kaitannya dengan teori Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL), program Ketahanan Pangan di komunitas adat Cireundeu masih berpijak pada konsep lama PEL yaitu hanya melihat keuntungan komparatif (dengan melihat wilayah) yang didasarkan pada aset fisik, belum melihat pada keuntungan kompetitif yang didasarkan pada kualitas lingkungan, yang pada akhirnya bermuara pada pengembangan sosial dan networking. Penentuan komunitas adat Cireundeu sebagai penerima program, di antaranya karena komunitas dimaksud

(3)

sebelumnya sudah memiliki ternak domba dan bahan untuk pakan ternak yaitu daun dan kulit singkong.

Komponen-komponen lain dalam PEL seperti ketenagakerjaan yang dapat mengembangkan kesempatan kerja berkualitas, dan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan produk-produk lembaga pendidikan tinggi dan riset terabaikan. Pembangunan kelembagaan ekonomi baru seperti menumbuhkan UKM atau sektor informal lain yang menunjang usaha peternakan domba tidak tercapai. Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya saing tidak ada, karena ternak domba diberikan kepada warga yang sebelumnya memang sudah memiliki domba dan terpola beternak domba dengan cara konvensional. Dalam skala kecil program Ketahanan Pangan ini dapat dirasakan manfaatnya oleh anggota kelompok dan beberapa wilayah di Kota Cimahi, yaitu Kelurahan Padasuka, Kelurahan Citeureup dan intern komunitas adat Cireundeu yang menerima revolving masing-masing sebanyak sepuluh ekor domba, setelah dua tahun program bantuan bergulir berjalan.

5.1.1.3. Pemanfaatan Potensi Ekonomi Lokal

Konsep ekonomi lokal terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi fenomena ekonomi dan dimensi lokal. Fenomena ekonomi menunjuk pada gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya terhadap jasa dan barang langka. Cara yang dimaksud di sini berkait dengan semua aktivitas yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi jasa-jasa dan barang langka. Dimensi lokal menunjuk tidak hanya pada kesatuan wilayah geografis, namun juga kesatuan entitas basis sosial untuk tindakan kolektif. Di tingkat lokal tersebut terdapat tiga entitas basis sosial, yaitu lokalitas, komunitas, dan kelompok (Uphoff, 1986).

Komunitas adat Cireundeu sebagai entitas sosial berbasis komunitas memiliki ciri sosiobudaya serta ekonomi yang sama, relatif mampu memenuhi kebutuhan warganya sendiri terutama untuk bahan pangan. Tetapi tidak seluruh aktivitas ekonomi lokal bisa berlangsung dalam komunitas, mereka masih menggunakan bibit ternak yang berasal dari luar komunitas. Potensi ekonomi lokal berupa wilayah pertanian dengan luas 53 Ha berada di wilayah RW 10

(4)

dimana komunitas adat Cireundeu berada, terdiri dari sawah seluas 10 Ha, kebun palawija yang ditanami singkong, ubi jalar, jagung dan kacang tanah. Bahan pangan utama komunitas Cireundeu adalah singkong, maka limbah kulit dan daun singkong setelah ditambah konsentrat bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak domba. Untuk kandang domba dimanfaatkan bambu yang ada di sekitar lokasi.

Dalam kaitannya dengan hasil Pemetaan Sosial pada PL terdahulu, diketahui bahwa mata pencaharian utama penduduk Kelurahan Leuwigajah adalah sebagai pegawai/buruh pabrik dan PNS/TNI-POLRI, karena banyak industri tekstil - garmen menengah dan besar serta beberapa industri lainnya di wilayah Kecamatan Cimahi Selatan dan perbatasan Kabupaten Bandung dengan Kelurahan Leuwigajah Kota Cimahi.

5.1.1.4. Keterkaitan Program Ekonomi Lokal Dengan Pasar Yang Lebih Luas

Program Ketahanan Pangan belum mampu menumbuhkan UKM–UKM baru dalam komunitas penerima program. Usaha ternak ini hanya berkembang pada anggota yang sebelumnya memang sudah memiliki ternak. Keterkaitannya dengan pasar yang lebih luas, lebih pada kebutuhan komunitas untuk membeli domba bibit. Pemasaran hasil ternak selain untuk kalangan sendiri, bersifat musiman pada saat hari raya keagamaan saja sehingga tidak berkelanjutan.

5.1.1.5. Pengorganisasian Masyarakat

Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat merupakan perencanaan, pengorganisasian atau proyek dan atau pengembangan berbagai aktivitas pembuatan program atau proyek kemasyarakatan yang tujuan utamanya meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial masyarakat. Sebagai suatu kegiatan kolektif, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat melibatkan banyak aktor yang saling bekerja sama mulai dari perancangan, pelaksanaan sampai evaluasi terhadap program atau proyek tersebut (Suharto, 1996).

Dalam pengorganisasian, partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan dapat diarahkan dalam kegiatan-kegiatan sesuai siklus proyek yakni dari tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan,

(5)

monitoring dan evaluasi. Bentuk partisipasi komunitas dalam program ketahanan pangan dimulai dari tahap pelaksanaan, pemilik program memulai kegiatan yang sudah direncanakan, dengan mencari lokasi mana dan siapa yang tepat diikutsertakan dalam program Ketahanan Pangan. Jenis kegiatan sudah ditentukan dari pemerintah daerah, sehingga kebutuhan komunitas tidak teridentifikasi.

5.1.1.6. Pemanfaatan Modal Sosial

Modal Sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas. Putnam(1993) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu mutual trust antar anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial terkadang merupakan sesuatu yang sangat tidak riil. Wujud nyata modal sosial bisa dideskripsikan dalam bentuk hubungan sosial, adat dan nilai budaya lokal, toleransi, kesediaan untuk mendengar, kejujuran, kearifan lokal dan pengetahuan lokal, jaringan sosial dan kepemimpinan sosial, kepercayaan, kebersamaan dan kesetiaan, tanggung jawab sosial, partisipasi masyarakat dan kemandirian.

Pada komunitas adat, seharusnya nilai-nilai tersebut masih memiliki tempat dalam interaksi kehidupan anggotanya; di antaranya kepatuhan dan kepercayaan pada pemimpin adat Cireundeu bisa merupakan suatu modal sosial yang mendasari terbentuknya kelompok peternak sebagai sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama anggota kelompok. Kesamaan kepercayaan dan budaya yang dianut komunitas adat Cireundeu juga bisa membuat jaringan sosial dalam kelompok peternak semakin kuat, sehingga tidak hanya didapatkan desireable outcome ( ternak domba yang berkembang biak) tetapi juga undesireable outcome berupa jaringan yang semakin kuat.

5.1.1.7. Aspek Psikologi Sosial

Aspek psikologi sosial dari pengembangan modal sosial dalam program Ketahanan Pangan bisa dilihat melalui perspektif interactionist, yang menekankan bahwa manusia adalah agen aktif dalam menentukan tingkah lakunya

(6)

sendiri serta menetapkan harapan-harapan sosialnya. Manusia bernegosiasi satu dengan yang lainnya untuk membangun interaksi, harapan-harapan dan interpretasi-interpretasi mereka. GH Mead yang mengembangkan teori ini mengatakan bahwa keanggotaan kita dalam kelompok menghasilkan tingkah laku bersama yang dikenal dengan nama budaya.

Dengan demikian pengembangan modal sosial dalam program Ketahanan Pangan bisa dimaknai bahwa manusia sebagai agen aktif dalam menentukan tingkah lakunya sendiri serta bernegosiasi dengan anggota kelompok lainnya untuk membangun interaksi, harapan serta interpretasi mereka terhadap kegiatan kelompok ternak ini.

Teori Motivasi, menurut Nadler dan Lawler (1983) mengacu pada prinsip hedonism, dengan asumsi utama bahwa perilaku manusia diarahkan kepada hasil yang akan memberikan kesenangan dan menghindari penderitaan. Dalam setiap situasi orang berjuang untuk mencapai tujuan atau hasil-hasil yang menyenangkan. Maka mudah dipahami mengapa modal sosial dalam suatu komunitas, termasuk komunitas adat Cireundeu bisa menjadi suatu penyangga dalam pelaksanaan kegiatan, karena anggota-anggota komunitas berjuang mencapai tujuan bersama, yang menyenangkan bagi mereka.

5.1.2. Bantuan Penanaman Kacang Tanah dan Ubi Kayu

5.1.2.1. Penyelenggara, Sumber Dana dan Mekanisme Pelaksanaan

Program Ketahanan Pangan dengan jenis kegiatan penanaman Kacang Tanah dan Ubikayu di selenggarakan oleh Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian ( Diskopindagtan ) Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat Adapun sumber dana dalam pelaksanaan kegiatan untuk bantuan penanaman kacang tanah dan ubi kayu ini berasal dari dana APBN Tahun 2008.

Mekanisme pelaksanaan program diawali dengan koordinasi Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat kepada Diskopindagtan Kota Cimahi mengenai jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, selanjutnya Dinas Kopindagtan Kota Cimahi menentukan Kelurahan mana yang akan diberi bantuan. Untuk kegiatan ini ditentukan Kelurahan Leuwigajah dengan lokasi RW 10 Kampung Adat Cireundeu. Komunitas ini dipilih karena berdasarkan evaluasi dari

(7)

Diskopindagtan Kota Cimahi, komunitas Adat Cireundeu selalu berhasil dalam melaksanakan program-program yang diberikan kepada komunitas tersebut. Dalam komunitas sudah terbentuk satu kelompok yang solid dan sukses melaksanakan program pembangunan. Pelaksana kegiatan penanaman kacang tanah dan ubi kayu merupakan kelompok yang terdiri dari 30 orang dan merupakan kelompok yang yang sama dengan pelaksana kegiatan ternak domba pada tahun 2005.

5.1.2.2. Uraian Kegiatan Program Berkaitan dengan Pendapatan Ekonomi Masyarakat

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di antaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sementara itu keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pertumbuhan ekonomi melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada. Dalam kaitannya dengan program bantuan penanaman kacang tanah dan ubikayu yang diberikan kepada komunitas kampung adat Cireundeu, pada dasarnya bahwa bantuan ini di maksudkan untuk meningkatkan pendapatan warga dari hasil panen tanaman yang telah diberikan.

(8)

Secara konseptual pemberian bantuan tanaman pangan walaupun tidak diusulkan oleh warga komunitas, pada dasarnya dapat bermanfaat untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Jika dilakukan secara berkelanjutan bisa memberikan nilai ekonomis, baik jika dijual maupun untuk konsumsi keluarga sehari-hari. Namun karena bantuan ini baru pertama kali diberikan maka menurut pihak pemberi bantuan, kegiatan ini belum bisa dievaluasi dan juga belum bisa ditentukan apakah akan dilanjutkan atau tidak. Sehingga secara ekonomis bantuan tersebut tidak berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan keluarga sebagaimana yang diharapkan.

5.1.2.3. Pemanfaatan Potensi Ekonomi Lokal

Dalam penentuan program kegiatan penanaman ubi kayu dan kacang tanah potensi lokal yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini dikarenakan program yang dilaksanakan bersifat top-down, sehingga masyarakat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan sebagai akibatnya progam tersebut tidak sesuai dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang ada.

Pengetahuan dan keterampilan warga dalam pengelolaan sumberdaya alam terbatas, ditambah lagi terbatasnya sumberdaya alamnya sendiri seperti pada umumnya wilayah kota, sementara pembinaan dan pengembangan masyarakat dari pemerintah lokal maupun provinsi serta dari agensi pembangunan lainnya di wilayah ini terbatas. Hal ini pula yang menyebabkan bantuan tanaman yang diberikan pemerintah tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.

5.1.3. Perbaikan Manufakturing Agro

Merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengantisipasi perkembangan industri rumah tangga dan perbaikan mutu makanan keluarga dalam komunitas adat Cireundeu. Pelaksana kegiatan adalah jajaran Dinas Kopindagtan, Dinas Kesehatan beserta Kelurahan dan PKK Kota Cimahi dengan sumber dana dari APBD Provinsi Jawa barat dan APBD Kota Cimahi. Dalam pelaksanaannya dibuat satu kelompok kegiatan yang terdiri dari lima puluh orang.

(9)

Kegiatan ditujukan untuk perbaikan cara pengolahan makanan dan pengolahan kemasan yang baik (Good Manufacturing Agro). Kegiatan ini dilaksanakan secara berkelanjutan setiap tahun, dimulai tahun 2005. Untuk pengolahan makanan keluarga diajarkan cara pembuatan rasi yang baik kemudian mengolah rasi tersebut agar mempunyai tampilan yang berbeda dan mempunyai nilai jual, misal membuat awug yang merupakan makanan khas Jawa Barat yang terbuat dari tepung beras; dalam komunitas Cireundeu awug tersebut berbahan dasar rasi dan dibuat dalam bentuk kecil-kecil seperti kue bolu kukus.

Alat kemasan yang diberikan adalah plastik yang sudah dicetak untuk kemasan kerupuk singkong beserta sealer/perekatnya. Sedangkan untuk sarana produksi diberikan mesin pemarut singkong dan pembuat tepung tapioka.

5.2. Program Padat Karya Perbaikan Lingkungan

Kegiatan Padat Karya Pembangunan lingkungan (PKPL) pertama kali digulirkan pada tahun 2007 oleh Pemerintah Kota Cimahi dengan sumber dana berasal dari APBD Kota Cimahi tahun 2007.

Kegiatan ini diluncurkan dengan pertimbangan :

a. Untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat diperlukan penguatan kelembagaan pembangunan di masyarakat.

b. Bahwa dengan memperhatikan perkembangan aspirasi dan partisipasi masyarakat perlu dilakukan upaya fasilitasi penyelenggaraan pembangunan. Kegiatan dilaksanakan pada setiap RW di Kota Cimahi, dengan jumlah RW sebanyak 307 dari 15 Kelurahan yang ada. Masing-masing RW mendapatkan dana kegiatan kurang lebih Rp. 30.000.000 sampai Rp. 32.000.000,-

Pada tahap awal, unsur-unsur perwakilan warga RW mengadakan beberapa pertemuan untuk membahas program yang ditawarkan pemerintah Kota Cimahi. Masyarakat yang hadir dalam pertemuan terdiri dari sesepuh dan kader-kader masyarakat, pemuda, para ketua RT dan pengurus RW. Kemudian dari perwakilan tersebut dipilih beberapa orang untuk membentuk Pokja yang akan menjadi mediator warga dengan pihak Pemerintah Kota Cimahi, setiap RW membentuk satu Pokja. Setelah pokja dibentuk selanjutnya dibahas kegiatan yang diperlukan oleh masyarakat. Sesuai nama program, maka kegiatan pun dibatasi

(10)

seputar kegiatan pembangunan atau perbaikan fisik lingkungan. Tahap berikutnya Pokja mengajukan proposal kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah proposal tersebut diverifikasi maka Pokja menandatangani MOU dengan Pemerintah Kota Cimahi yang diwakili oleh Bappeda. Dana didistribusikan kedalam rekening setiap Pokja untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber biaya pembangunan atau perbaikan jalan di wilayah masing-masing.

RW 10 komunitas adat Cireundeu membentuk Pokja terdiri dari masing-masing satu ketua, sekretaris, bendahara dan enam orang anggota. Ketua Pokja Bpk YWR seorang tokoh pemuda dan sekretaris RW 10. Pokja RW 10 merencanakan memperbaiki jalan setapak di wilayahnya. Para pengurus pokja ini merupakan gabungan dari unsur komunitas adat dengan komunitas non adat. Golongan partisipan utama dalam kegiatan ini adalah laki-laki kepala rumah tangga, partisipan lainnya adalah pemuda dan ibu rumahtangga yang dengan sukarela mempersiapkan logistik bagi kaum bapak. Pembelian bahan bangunan berupa semen, pasir dan batu dilakukan oleh pokja, sedangkan pelaksanaan perbaikan jalan oleh seluruh warga laki-laki RW 10 selama satu bulan pada Desember 2007.

Dengan dana sebesar Rp. 32.000.000,00 pokja dan anggota komunitas berhasil memperbaiki jalan setapak dengan lebar kurang lebih satu koma lima meter dan panjang tiga kilometer, mengitari wilayah RW 10. Pada tahun 2008 program PKPL masih berlanjut, dana sebesar Rp. 31.500.000,00 dengan plafon Rp. 30.000.000,0 untuk kegiatan dan Rp. 1.500.000,00 untuk biaya administrasi digunakan untuk membangun sarana fisik yaitu pembangunan gedung musyawarah RW 10 yang menghabiskan dana sebesar Rp. 36.000.000,00.

5.3. Program Pemberian Bantuan Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2008) bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin. Di samping itu program dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokoknya, sebagai salah satu hak dasar masyarakat. Hal ini

(11)

merupakan salah satu program pemerintah baik pusat maupun daerah yang penting dalam peningkatan ketahanan pangan nasional. Lebih lanjut disebutkan bahwa Program Raskin merupakan bagian integral dari penanggulangan kemiskinan, yang bersinergi dengan program pembangunan lainnya, seperti program perbaikan gizi, peningkatan kesehatan, pendidikan dan produktifitas masyarakat. Sinergi antar berbagai program ini penting dalam meningkatkan efektivitas masing-masing program dalam pencapaian tujuan.

Sesuai dengan tujuan pemerintah tersebut di atas, maka program bantuan raskin diberikan secara menyeluruh bagi masyarakat Kota Cimahi yang dianggap miskin tidak terkecuali warga komunitas adat Cireundeu. Jumlah kepala keluarga (KK) di RT 02 sebanyak 78 KK, RT 03 sebanyak 68 KK dan RT 05 sebanyak 77 KK terdapat 56 KK anggota Komunitas Adat Cireundeu yang tersebar di tiga RT tersebut. Jumlah Penerima raskin/BLT konstan setiap bulannya sebanyak kurang lebih 100 KK. Dari seluruh jumlah penduduk di tiga RT di kampung Cireundeu yang berjumlah 223 KK terdapat 123 KK yang tidak mendapat jatah raskin, karena mereka tidak termasuk katagori keluarga miskin menurut kriteria keluarga miskin yang telah ditetapkan. Masyarakat penerima bantuan program bantuan langsung tunai (BLT) untuk wilayah Kota Cimahi adalah masyarakat yang juga menerima program bantuan raskin, dengan demikian jumlah penerima program raskin identik dengan penerima BLT.

(12)

PROGRAM YANG SEHARUSNYA NO PROGRAM KEGIATAN THN MEKANISME PERENCANAAN/ PELAKSANAAN PELAKSANA KEBERLANJUTAN PROGRAM MKNSM PERENC PELAKSANA KEBERLANJUTAN PROGRAM 1 Ketahanan Pangan 1. Ternak Domba 2005 Top Down/ oleh masyarakat

Pemerintah Sebagian kecil masih berjalan Bottom Up Masyarakat didukung Pemerintah Masyarakat dapat melanjutkan program tanpa dukungan dana pemerintah 2. Penanaman Kacang Tanah dan Ubi Kayu

2008 Top Down/ oleh masyarakat

Pemerintah Tidak berlanjut Bottom Up

Masyarakat Masyarakat dapat melanjutkan program tanpa dukungan dana pemerintah 3. Manufakturing Agro 2003 -2008 Top Down / oleh Pemerintah

Pemerintah Sebagian masih berjalan Bottom Up Belum saatnya melaksanakan manufacturing agro Program yang berjalan tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kemandirian masyarakat 2 Padat Karya Perbaikan Lingkungan 1. Perbaikan Jalan Setapak 2007 Bottom Up / oleh masyarakat Masyarakat dan LSM Hasil perbaikan jalan yang dilaksanakan melebihi target yang sudah ditentukan Bottom Up Masyarakat dan swasta Masyarakat mempunyai prakarsa untuk melaksanakan kegiatan serupa jika mereka membutuhkan

(13)

2. Pembangunan Gedung Musyawarah RW 10 2008 Bottom Up / oleh masyarakat Masyarakat dan LSM Hasil pembangunan gedung sesuai dengan target yang sudah ditentukan Bottom Up Masyarakat dan swasta Masyarakat dapat melaksanakan swadaya untuk pemeliharaan gedung yang sudah dibangun 3 Bantuan Raskin dan BLT Setiap

Tahun Top Down/ oleh Pemerintah

Pemerintah Masih berjalan Melibatkan masyarakat dalam penentuan jenis bantuan Pemerintah dan swasta Masyarakat bisa swasembada pangan

Referensi

Dokumen terkait

Ada’ Tuho sebagai salah satu bentuk aturan adat yang ada di Kecamatan Ulumanda dalam pelaksanaannya banyak diabaikan oleh sebagian besar masyarakat, namun beberapa aktor

Berdasarkan informasi yang diterima dari Sekretaris Desa yang juga merupakan Sekretaris dari KUBE Saluyu, staf desa dan anggota KUBE lainnya, bahwa bantuan kambing yang

Pengelolaan persampahan di Kota Batam sudah cukup baik, hal ini terlihat dimana beberapa aspek teknis telah memenuhi standar kriteria, misalnya cakupan pelayanan sudah lebih dari

Fakta sederhana namun menjadi salah satu kekuatan bagi komunitas ini dimana dengan bergabungnya mereka yang kesemuanya berdomisili di Krajan sebagai sebuah kesatuan

75 dibuktikan dari bagaimana suasana nyaman dan adanya kepercayaan di dalam kelompok ini membuat setiap anggota dalam komunitas Akar Tuli terbuka satu sama

PNPM-MP merupakan salah satu cara pemberdayaan yang dilakukan pada klaster ini, dimana masyarakat miskin dibentuk menjadi modal sosial atau kelompok masyarakat

Dengan bergabung menjadi bagian dari Islam, maka komunitas Aboge tidak hanya memiliki identitas adat, namun juga memiliki identitas lain yang juga dimiliki oleh masyarakat umum,

Penelitian ini dilakukan di desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai salah satu lokasi Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil