• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENJAMINAN FIDUSIA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITUR ATAS OBJEK JAMINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PENJAMINAN FIDUSIA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITUR ATAS OBJEK JAMINAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENJAMINAN FIDUSIA DAN PERLINDUNGAN

TERHADAP KREDITUR ATAS OBJEK JAMINAN

THE SYSTEM OF FIDUCIARY GUARANTEE AND PROTECTION TO CREDITORS OF WARRANTIES OBJECT

Afdhika Fayakun Alif Hidayat, M. Khoidin dan Fendi Setyawan

Program Studi Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Jember Jl. Kalimantan No.37 Jember 68121

Email : Afdhika@gmail.com Abstrak

Dilihat dari filosofinya, jaminan fidusia memang memberikan peluang bagi suatu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk memajukan bisnisnya, karena memberikan kesempatan untuk menerima kredit, dengan jaminan benda bergerak yang masih bisa dimanfaatkan oleh perusahaan tersebut. Kekhasan jaminan fidusia tidak dimaksudkan sebagai pemilik, tetapi tujuannya untuk memberikan jaminan kepada kreditor sehingga bentuk ini sebagai penyerahan milik. Maksud memberikan kepada kreditor suatu hak kepemilikan atas suatu benda, tidak lain memberikan kewenangan sebagai seseorang yang berhak atas benda jaminan atau zekerheidsgerechtidge. Dengan demikian, kreditor tidak berhak untuk memindahtangankan atau mengalihkannya kepada pihak lain bila debitur melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian pengakuan utangnya yang telah disepakati antara kreditor dengan debitur.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Jaminan Fidusia, Sistem Penjaminan, Kreditur

Abstract

Judging from his philosophy, fiduciary indeed provide an opportunity for companies to promote their business in Indonesia, because it provides the opportunity to receive credit, with a guarantee of moving objects that can be utilized by the company. The specificity of fiduciary guarantee is not intended as an owner, but the goal is to provide assurance to creditors that have a submission form belongs. Purpose gives creditors a right of ownership over an object, the other does not give authority as someone who is entitled to object guarantees or zekerheidsgerechtidge. Thus, creditors are not entitled to transfer or reassign them to another party if the debtor repay the debt according to the debt recognition agreements agreed between creditor and debtor.

(2)

Pendahuluan

Salah satu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di Indo-nesia adalah lembaga jaminan fidusia. Fidusia yang berarti penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan memberikan kedudukan kepada debitur untuk tetap menguasai barang jaminan, walaupun hanya sebagai peminjam pakai untuk sementara waktu atau tidak lagi sebagai pemilik. Apalagi lembaga fidusia ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1152 Burgerlijk Wetboek (BW) sangat bertentangan karena menurut ketentuan Pasal tersebut mengharuskan barang jaminan diserahkan secara fisik kepada pemberi kredit. Ketentuan Pasal 1152 BW menyatakan bahwa jika barang jaminan tetap dibiarkan dikuasai debitur maka jaminan tersebut akan tidak sah.

Lembaga Jaminan Fidusia telah diakui eksistensinva dengan adanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang telah diundangkan pada tanggal 30 September 1999. Sebagaimana diketahui bahwa jaminan Fidusia adalah hak agunan/jaminan atas benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud atau yang tidak dapat dibebani hak tanggungan menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang dimiliki oleh Penerima Fidusia yang terdaftar di Kan-tor Pendaftaran Fidusia, yaitu sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu dan yang mempunyai hak untuk didahulukan daripada para kreditor lainnya. Sedangkan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda yang dapat difidusiakan tersebut berdasarkan kepercayaan yang penguasaannya tetap berada pada pihak debitur.

Pemberian jaminan fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accessoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6-huruf b Un-dang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan harus dibuat dengan akta notaris yang disebut sebagai akta Jaminan Fidusia. Pasal 11 jo Pasal 13 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menentukan bahwa benda (yang ada di wilayah negara RI atau di luar negara RI) yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang permohonan pendaftarannya diajukan oleh Penerima Fidusia dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dise-butkan dalam Pasal 13 dan atas dikabulkannya permohonan pendaftaran tersebut, maka kepada, penerima fidusia diberikan sertifikat Jaminan Fidusia yang memakai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang tanggalnya sama dengan tanggal diterimanya permohonan pendaftaran fidusia (registration of titles). Penerima fidusia ini dapat seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama (misalnya dalam, pemberian kredit secara konsorsium sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 8),

(3)

akan tetapi jaminan fidusia ulang tidaklah diperkenankan, artinya pemberi fidusia tidak boleh menjaminkan lagi obyek jaminan fidusia untuk jaminan fidusia utang lain (Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).

Arti penting pencantuman irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah bahwa pencantuman tersebut membawa konsekuensi bahwa Sertifi-kat Jaminan Fidusia kekuatan hukumnya disamakan dengan suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang mempunyai kekuatan eksekutorial (titel eksekusi), artinya Sertifikat jaminan Fidusia tersebut dapat dieksekusi, jika terjadi kredit macet. Dalam pendaftaran jaminan fidusia ada suatu ke-harusan untuk mencantumkan benda-benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena benda-benda tersebutlah yang dapat dijual untuk mendapatkan pembayaran utang-utang dari pemberi jaminan fidusia.

Obyek jaminan perlu dipahami karena hak jaminan fidusia merupakan hak kebendaan yang melekat pada obyek fidusia dan akan tetap mengikuti obyeknya di tangan siapapun benda tersebut berada (droit de suite) selama jaminan fidusia tersebut belum dihapuskan/dicoret, bahwa yang harus didaftar adalah benda dan ikatan jaminan sekalian, akan sangat menguntungkan. Dengan demikian, ikatan jaminan dan janji-janji fidusia menjadi terdaftar dan yang bisa menjadi milik penerima fidusia, sedangkan ter-hadap penerima fidusia perlindungan hukum yang diberikan lewat perjanjian jaminan fidusia sesuai mengikat pihak ketiga.

Dalam suatu perjanjian penjaminan, biasanya antara kreditur dan debitur dis-epakati janji-janji tertentu, yang pada umumnya dimaksudkan untuk memberikan suatu posisi yang kuat bagi kreditur dan setelah didaftarkan dimaksudkan untuk mengikat pihak ketiga. Oleh karena itu, pendaftaran tersebut meliputi, baik pendaftaran benda mau pun ikatan jaminannya, maka semua janji yang termuat dalam akta jaminan fidusia (yang dalam Pasal 13 ayat (2) b dicatat dalam buku daftar Kantor Pendaftaran Fidusia) dan mengikat pihak ketiga. Dari deskripsi di atas terlihat bahwa para pihak dalam akta jaminan fidusia, baik penerima fidusia maupun pemberi fidusia menurut undang-undang jaminan fidusia sama-sama diberikan perlindungan hukum. Bagi pemberi perlindungan berupa adanya hak pakai atas benda jaminan, dan apabila pemberi jaminan melakukan wanprestasi maka penerima jaminan fidusia diberikan hak preferent atas piutangnya dengan asas droit de suite atas benda jaminan, bagi pihak ketiga asas publisitas dalam akta jaminan fidusia akan memberikan informasi terhadap benda-benda yang difidusiakan.

(4)

Namun menurut Pasal 11 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 dijelaskan bahwa dengan perjanjian fidusia secara akta notariil tidaklah cukup, tetapi harus didaf-tarkan, akta notariil merupakan akta otentik dan dalam perjanjian fidusia akta notariil tanpa pendaftaran melahirkan hak kebendaan. Demikian juga tidak ada pengaturan yang tegas mengenai siapa yang harus mengeksekusi benda jaminan fidusia, sedangkan benda jaminan fidusia merupakan benda bergerak yang sangat riskan perpindahannya, akibatnya penerima fidusia dalam penerapan di lapangan sulit melaksanakan asas droit de suite. Ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mewajibkan kepada Pemberi Fidusia (debitur) untuk menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Kemudian dalam Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan “Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang”.

Sebagai suatu kredit, maka jaminan pokoknya adalah kepercayaan dari kreditur (perusahaan pembiayaan) kepada debitur (konsumen), bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sasnggup memenuhi kewajibannya. Jadi disini prinsip pemberian kredit yang dikenal dengan prinsip 5C (character, capital, capacity, condition of economic dan collateral) juga berlaku dan diterapkan pada pembiayaan konsumen. Sebagai jaminan pokok terhadap transaksi pembiayaan konsumen adalah barang yang dibeli dengan dana atua pembiayaan dari perusahaan pembiayaan tersebut. Jika dana tersebut diberikan misal-nya untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan pokokmisal-nya. Biasanya jaminan tersebut dibuat dalam bentuk “fiduciary transfer of ownership” (Fidusia).

Dalam dunia perbankan mengenai watak, kemampuan modal, agunan dan prospek usaha dari Nasabah Debitur dikenal dengan istilah the Five C’s, yaitu : character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (agunan) dan condition of economic (kondisi atau prospek usaha).Meskipun bank tidak wajib meminta jaminan dari calon debitur ketika akan memberikan kredit, tapi hal tersebut menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan keamanan kredit yang diberikan, yaitu jika debitur wanprestasi, maka agunan atau jaminan tersebut dapat dieksekusi untuk melunasi utang-utang debitur. Dengan kata lain adanya jaminan tersebut merupakan upaya antisipasi dari pihak bank agar debitur dapat membayar utangnya dengan cara menjual benda yang menjadi jaminan atas utangnya.

(5)

Perjanjian jaminan fidusia, baik penerima fidusia maupun pemberi fidusia menu-rut undang-undang jaminan fidusia sama-sama diberikan perlindungan hukum, bagi pemberi perlindungan berupa adanya hak pakai atas benda jaminan, dan wanprestasi pemberi jaminan tidak akan menyebabkan benda jaminan berubah hak kepemilikan-nya. Dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia maka, diberikannya hak preferen atas piutangnya dan berlakunya asas droit de suite atas benda jaminan, bagi pihak ketiga asas publisitas dalam perjanjian jaminan fidusia akan memberikan informasi terhadap benda-benda yang difidusiakan. Namun menurut Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa :

1. Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

2. Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada diluar Wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, bahwa dengan perjanjian fidusia secara akta notariil tidaklah cukup, tetapi harus didaftarkan, akta notariil merupakan akta otentik. Dalam perjanjian fidusia akta notariil tanpa pendaftaran tidak memberikan hak preferent bagi penerima fidusia, demikian juga tidak ada pengaturan yang tegas dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia mengenai siapa yang harus mengeksekusi benda jaminan fidusia, padahal benda jaminan fidusia merupakan benda bergerak yang sangat riskan per pindahan nya, akibatnya penerima fidusia dalam penerapan di lapangan sulit melak-sanakan asas droit de suite. Praktek yang terjadi, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia, tetapi tidak dibuat dalam akta notarill dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia dibawah tan-gan. Untuk akta yang dilakukan dibawah tangan biasanya harus diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan.

Perjanjian pemberian jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan fidusia (pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris). Sejalan dengan ketentuan mengenai hipotik dan hak tanggungan, maka akta jaminan fidusia wajib dibuat dengan akta otentik (akta notaris). Sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta itu adalah notaris yang ditunjuk undang-undang.

Dilihat dari filosofinya, jaminan fidusia memang memberikan peluang bagi suatu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk memajukan bisnisnya, karena memberikan

(6)

kesempatan untuk menerima kredit, dengan jaminan benda bergerak yang masih bisa dimanfaatkan oleh perusahaan tersebut. Kekhasan jaminan fidusia tidak dimaksudkan sebagai pemilik, tetapi tujuannya untuk memberikan jaminan kepada kreditor sehingga bentuk ini sebagai penyerahan milik. Seandainya kreditor memperoleh suatu hak kebendaan atas benda jaminan, maka secara obligatoir kreditor merupakan pemilik hak atas benda jaminan secara tidak penuh atau uitgehold eigendomsrecht.

Maksud memberikan kepada kreditor suatu hak kepemilikan atas suatu benda, tidak lain memberikan kewenangan sebagai seseorang yang berhak atas benda jaminan atau zekerheidsgerechtidge. Dengan demikian, kreditor tidak berhak untuk memindah tangankan atau mengalihkannya kepada pihak lain bila debitur melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian pengakuan utangnya yang telah disepakati antara kreditor dengan debitur.

Rumusan masalah yang akan dibahas : (1) Apakah keberlakuan sistem penjaminan fidusia dikaitkan dengan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditur ? (2) Apakah keuntungan dan kerugian bagi kreditur dan debitur dalam penerapan sistem penjaminan fidusia ? dan (3) Apa konsep yang dapat ditawarkan dalam pembaruan sistem penjami-nan fidusia yang lebih memberikan perlindungan kepada kreditur dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat ?

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam tesis hukum ini adalah tipe penelitian yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approuch) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) Tesis ini meng-gunakan tiga macam sumber bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Analisis bahan hukum dengan pengumpulan bahan-bahan hukum dan non hukum sekiranya dipandang mempunyai relevansi, melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dalam menjawab isu hukum, dan mem-berikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.

(7)

Pembahasan

1. Keberlakuan Sistem Penjaminan Fidusia Dikaitkan dengan Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Kreditur

Salah satu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di Indo-nesia adalah lembaga jaminan fidusia. Fidusia yang berarti penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan memberikan kedudukan kepada debitur untuk tetap menguasai barang jaminan, walaupun hanya sebagai peminjam pakai untuk sementara waktu atau tidak lagi sebagai pemilik. Apalagi lembaga fidusia ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1152 KUHPerdata memang tampaknya sangat bertentangan karena menurut ketentuan Pasal tersebut mengharuskan barang jaminan diserahkan secara fisik kepada pemberi kredit. Ketentuan Pasal 1152 KUH Perdata menyatakan pula. bahwa jika barang jaminan tetap dibiarkan dikuasai debitur maka jaminan tersebut akan tidak sah.

Lembaga Jaminan Fidusia telah diakui eksistensinva dengan adanya Undang Un-dang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut Undang Undang Fidusia), yang telah diundangkan pada tanggal 30 September 1999. Sebagaimana diketahui bahwa jaminan Fidusia adalah hak agunan/jaminan atas benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, atau yang tidak dapat dibebani hak tanggungan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggun-gan yang dimiliki oleh Penerima Fidusia yang terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu dan yang mempunyai hak untuk didahulu kan daripada para kreditor lainnya. Sedangkan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda yang dapat difidusiakan tersebut berdasarkan kepercayaan yang penguasaannya tetap dilakukan oleh si pemilik benda tersebut. Biasanya hal terjadi karena pemilik benda tersebut (debitor) membutuhkan sejumlah uang dan sebagai jami-nan atas pelunasan utangnya tersebut si debitor menyerahkan secara kepercayaan hak kepemilikan nya atas suatu benda bergerak atau benda yang tidak termasuk dalam lingkup Undang Undang Fidusia kepada kreditomya dan hak tersebut juga dapat dialihkan kepada pihak lain. Pemberian jaminan fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accessoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6-huruf b Undang Undang Fidusia dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai akta Jaminan Fidusia.

Pada ketentuan Pasal 11 jo Pasal 13 jo Pasal 15 Undang Undang Fidusia menentu-kan bahwa benda (yang ada di wilayah negara Republik Indonesia atau di luar negara

(8)

Republik Indonesia) yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang permohonan pendaftarannya diajukan oleh Penerima Fidusia dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 dan atas dikabulkannya permohonan pendaftaran tersebut, maka kepada, penerima fidusia di-berikan sertifikat Jaminan Fidusia yang memakai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang tanggalnya sama dengan tinggal diterimanya permohonan pendaftaran fidusia (registration of titles). Penerima fidusia ini dapat seseorang atau be-berapa orang secara bersama-sama (misalnya dalam, pemberian kredit secara konsorsium sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 8), akan tetapi jaminan fidusia ulang tidaklah diperkenankan, artinya pemberi fidusia tidak boleh menjaminkan lagi obyek jaminan fidusia untuk jaminan fidusia utang lain (Pasal 17 Undang Undang Fidusia).

Arti penting pencantuman irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah bahwa pencantuman tersebut membawa konsekuensi bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia disamakan dengan suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang mempunyai kekuatan eksekutorial (titel eksekusi), artinya Sertifikat jaminan Fidusia tersebut dapat dieksekusi. Dalam pendaftaran jaminan fidusia ada suatu keharusan untuk mencantumkan benda-benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena benda-benda terse-butlah yang dapat dijual untuk mendapatkan pembayaran utang-utang fidusier.

Obyek jaminan perlu dipahami karena hak jaminan fidusia merupakan hak kebendaan yang melekat pada obyek fidusia dan akan tetap mengikuti obyeknya di tangan siapapun benda tersebut berada (droit de suite) selama jaminan fidusia tersebut belum dihapuskan/dicoret. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa yang harus di-daftar adalah benda dan ikatan jaminan sekalian, akan sangat menguntungkan. Dengan demikian, ikatan jaminan dan janji-janji fidusia menjadi terdaftar dan yang demikian bisa menjadi milik penerima fidusia, sedangkan terhadap penerima fidusia perlindungan hukum yang diberikan lewat perjanjian. Jaminan fidusia sesuai mengikat pihak ketiga. Dalam suatu perjanjian penjaminan, biasanya memang antara kreditur dan debitur dis-epakati janji-janji tertentu, yang pada umumnya dimaksudkan untuk memberikan suatu posisi yang kuat bagi kreditur dan nantinya sesudah didaftarkan dimaksudkan untuk juga mengikat pihak ketiga.

Oleh karena itu dapat ditafsirkan disini bahwa pendaftaran meliputi, baik pendaftaran benda maupun ikatan jaminannya, maka semua janji yang termuat dalam akta jaminan fidusia (yang dalam Pasal 13 ayat (2) b dicatat dalam buku daftar Kantor

(9)

Pendaftaran Fidusia) dan mengikat pihak ketiga. Dalam proses terjadinya jaminan fidusia dilaksanakan melalui beberapa rangkaian perbuatan hukum dari dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian utang, pembuatan Akta Jaminan Fidusia sampai dilakukan pendaftaran akta tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) sehingga mendapatkan Sertifikat Jaminan Fidusia. R

Syarat-syarat untuk mendaftar jaminan fidusia (tidak dibedakan berdasarkan objek jaminan fidusia) adalah sebagai berikut :

a) Surat permohonan

b) Surat Kuasa bermeterai (apabila dikuasakan) dari penerima fidusia c) Salinan akta Jaminan Fidusia bermeterai

d) Mengisi formulir pernyataan jaminan fidusia

e) Melampirkan bukti pembayaran PNBP sesuai dengan nilai penjaminan fidusia f) Melampirkan bukti kepemilikan objek jaminan fidusia, dalam hal ini adalah objek

benda jaminan berupa surat pernyataan bermeterai dari pemberi fidusia (selaku pe-milik objek jaminan fidusia) dan daftar inventory yang ditandatangani oleh debitor/ penjamin (pemberi fidusia)

Setelah Kantor Pendaftaran Fidusia menerima permohonan pendaftaran dari kreditor atau kuasanya maka Kantor Pendaftaran Fidusia akan memuat jaminan fidusia dan Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sebagai bukti bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia telah memuat jaminan fidu-sia dalam Buku Daftar Fidufidu-sia maka Kantor Pendaftaran Fidufidu-sia menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang diberi tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat Jaminan Fidusia merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia yang kemudian diserahkan kepada kreditor sebagai penerima fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut memuat catatan-catatan tentang hal-hal sebagaimana tercantum dalam pernyataan pendaftaran tersebut diatas.

Dari tahap-tahap pembebanan jaminan fidusia yang merupakan rangkaian per-buatan hukum tersebut, maka kreditor sebagai penerima jaminan fidusia akan memiliki akta-akta pembebanan jaminan fidusia, yaitu :

a) Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok

b) Akta Jaminan Fidusia sebagai pembebanan atau pengikatan benda yang menjadi objek jaminan fidusia

(10)

c) Sertifikat jaminan Fidusia sebagai bukti bahwa benda yang telah diikat sebagai objek jaminan fidusia telah didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia.

d) Pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia tersebut untuk memenuhi asas publisitas yang artinya dengan pendaftaran itu, masyarakat dapat mengetahui setiap saat dengan melihat di Kantor Pendaftaran Fidusia apakah benda-benda telah dibebani dengan jaminan fidusia atau belum.

Dengan demikian, masyarakat akan berhati-hati untuk melakukan transaksi atas benda yang dibebani jaminan fidusia. Asas publisitas dapat memberikan kepastian hukum terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sebagai perwujudan dari asas publisitas menegaskan bahwa segala keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia adalah untuk umum. Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia harus memuat keteran-gan atau pernyataan seperti identitas pihak pemberi dan penerima fidusia, nomor Akta Jamin an Fidusia, tanggal, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan, dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Pada prinsipnya dengan adanya perjanjian jaminan fidusia, baik terhadap penerima fidusia maupun terhadap pemberi fidusia menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia sama-sama diberikan perlindungan hukum, bagi pemberi perlindungan berupa adanya hak pakai atas benda jaminan, dan wanprestasi pemberi jaminan tidak akan menyebabkan benda jaminan berubah hak kepemilikannya. Dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia maka, diberikannya hak preferen atas piutangnya dan berlakunya asas droit de suite atas benda jaminan, bagi pihak ketiga asas publisitas dalam perjanjian jaminan fidusia akan memberikan informasi terhadap benda-benda yang difidusiakan. Namun menurut Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa :

1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

2) Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada diluar Wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, bahwa dengan perjanjian fidusia secara akta notariil tidaklah cukup, tetapi harus didaftarkan, akta notariil merupakan akta

(11)

oten-tik. Dalam perjanjian fidusia akta notariil tanpa pendaftaran tidak memberikan hak preferent bagi penerima fidusia, demikian juga tidak ada pengaturan yang tegas dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia mengenai siapa yang harus mengeksekusi benda jaminan fidusia, padahal benda jaminan fidusia merupakan benda bergerak yang sangat riskan per pindahan nya, akibatnya penerima fidusia dalam penerapan di lapangan sulit melaksanakan asas droit de suite. Praktek yang terjadi, lembaga pembiayaan dalam melaku-kan perjanjian pembiayaan mencantummelaku-kan kata-kata dijaminmelaku-kan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notarill dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia dibawah tangan. Untuk akta yang dilakukan dibawah tangan biasanya harus diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan.

Undang-Undang Jaminan Fidusia bertujuan untuk memberikan suatu peraturan yang lebih lengkap dari yang selama ini ada, dan sejalan dengan itu hendak memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para pihak yang berkepentingan. Dalam penjelasan atas Undang-Undang Jaminan Fidusia selain hendak menampung kebutuhan di dalam yang selama ini ada, juga hendak memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sejalan dengan prinsip memberikan kepastian hukum, maka Undang-Undang Jaminan Fidusia mengambil prinsip pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran tersebut diharapkan memberikan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima fidusia maupun kepada pihak ketiga. Beberapa asas yang dianut dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah :

a) Asas kepastian hukum; b) Asas publisitas;

c) Asas perlindungan yang seimbang; d) Asas menampung kebutuhan praktek; e) Asas tertulis otentik;

f) Asas pemberian kedudukan yang kuat kepada kreditur

Jaminan Fidusia harus didaftarkan, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 11 Undang Jaminan Fidusia. Dengan adanya pendaftaran tersebut, Undang-Undang Jaminan Fidusia memenuhi asas publisitas yang merupakan salah satu asas utama hukum jaminan kebendaan. Ketentuan tersebut dibuat dengan tujuan bahwa benda yang dijadikan objek benar-benar merupakan barang kepunyaan debitur atau pemberi fidusia sehingga kalau ada pihak lain yang hendak mengklaim benda tersebut, ia dapat

(12)

mengetahuinya melalui pengumuman tersebut. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia dilingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dimana untuk pertama kalinya, kantor tersebut didirikan dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

2. Keuntungan dan Kerugian Bagi Kreditur dan Debitur dalam Penerapan Sistem Penjaminan Fidusia

Perjanjian kredit yang menggunakan jaminan fidusia memiliki prosedur yang wajib ditempuh dalam pembebanan jaminan dengan fidusia menurut ketentuan Undang-Un-dang Jaminan Fidusia, yaitu didasarkan atas perjanjian kredit yang telah dibuat atas hutang yang telah ada atau hutang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu atau hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok. Pelaksanaan pembebanan benda dengan jaminan fidusia tersebut harus dibuat dengan akta notaris dan dikenal dengan Akta Jaminan Fidusia, yang harus memuat sekurang-kurangnya identitas pihak-pihak pemberi dan penerima fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusiaFidusia memiliki manfaat bagi debitur dan kreditur.

Manfaat bagi debitur, yaitu dapat membantu usaha debitur dan tidak memberat-kan, debitur juga masih dapat menguasai barang jaminannya untuk keperluan usahanya karena yang diserahkan adalah hak miliknya, sedangkan benda masih dalam pengua-saan penerima kredit (debitur), sementara itu, keuntungannya bagi kreditur, dengan mengguna kan prosedur pengikatan fidusia lebih praktis karena pemberi kredit tidak perlu menye diakan tempat khusus untuk penyimpanan barang jaminan fidusia seperti pada lembaga gadai. Keuntungan atau kelebihan lain yang diperoleh kreditur menurut ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu bahwa kreditur atau penerima fidusia memiliki kelebihan yaitu mempunyai hak yang didahulukan (preferent), adanya kedudukan sebagai kreditur preferent dimaksudkan agar penerima fidusia mempunyai hak didahulukan untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi debitur atau pemberi fidusia.

Berdasarkan ketentuan di atas, berarti terdapat perlindungan hak bagi penerima fi-dusia dan atau kreditur berdasarkan objek jaminan fifi-dusia dari suatu perjanjian kredit yang diadakan antara kreditur dengan debitur, terhadap kemungkinan terjadinya wanprestasi

(13)

oleh debitur. Perlindungan hak yang diberikan oleh ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut dapat dilakukan jika benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut didaftarkan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, artinya, terhadap benda yang telah dibebani jaminan fidusia seperti yang termuat dalam Akta Jaminan Fidusia berdasarkan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit, maka untuk selanjutnya, wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia. Wajib yang dimaksud pada pasal tersebut dapat diartikan bahwa sebenarnya Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak bermaksud untuk menghapus lembaga-lembaga jaminan fidusia yang selama ini dikenal yang didasarkan atas hukum kebiasaan dan yurisprudensi.

Benda yang menjadi objek jaminan fidusia haruslah didaftarkan di Kantor Pendaft-aran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia, namun pada realitanya masih ada bank atau pun lembaga-lembaga pembiayaan non bank yang tidak mendaftarkan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia ini, artinya walaupun undang-undang telah mengatur bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan, ternyata masih ada benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Salah satu contohnya adalah seperti kasus yang terjadi antara seorang debitur dengan pihak bank, yang mana debitur mengajukan pinja-man kepada pihak bank berupa uang tunai sebesar Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) selama 6 (enam) bulan dengan jaminan debitur menyerahkan BPKB kendaraan bermotor (mobil) yang dikuasai dan penjamin menyerah kan Sertifikat Hak Milik atas sebidang tanah, tetapi setelah waktu yang diperjanjikan tiba, ternyata pihak debitur tidak juga melunasi hutang tersebut. Pengajuan peminjaman dengan jaminan fidusia tersebut ternyata tidak didaftarkan atau perjanjian tersebut dapat dikatakan se-bagai perjanjian di bawah tangan yang mana akta yang dibuat hanya antara para pihak saja dan tidak dibuat dihadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh undang-undang yaitu notaris.

Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, perlindungan bagi para pihak yang berkepentingan dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dengan kata lain undang-undang ini yang secara khusus mengatur tentang jaminan fidusia. Dalam Pasal 11 yang intinya menyebutkan bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan, kemudian dibuat sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan

(14)

kalimat “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga sertifikat jaminan fidusia tersebut mem punyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mem-peroleh kekuatan hukum yang tetap.

Apabila debitur wanprestasi maka kreditur mempunyai hak untuk melaksanakan titel eksekutorial sebagaimana tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, kreditur juga mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia melalui pelelangan umum serta pelunasan piutang dari hasil penjualan atau penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara para pihak. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia untuk menciptakan perlindungan terhadap kreditur maka terlebih dahulu perjanjian Jaminan Fidusia harus didaftarkan, seperti yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia, pendaftaran sebagai pemenuhan asas publisitas, pembebanan jaminan fidusia yang hanya dengan akta Notariil tanpa dilakukan pendaftaran tidak akan melahirkan hak preferen terhadap kreditur penerima fidusia.

Untuk kepentingan Pemberi fidusia terdapat ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Fidusia yang bersifat melindungi mereka. Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang-Undang-Undang Fidusia, yang menegaskan sifat ikutan/accessoir dari perjanjian fidusia, secara tidak langsung juga memberikan perlindungan akan hak-hak pemberi fidusia atas benda jami-nan, karena dengan itu berarti bahwa dengan hapusnya antara lain melalui pelunasan perjanjian pokok, maka perjanjian penjaminan fidusia otomatis menjadi hapus (Pasal 25 Undang-Undang Fidusia). Itu berarti bahwa hak milik atas benda jaminan fidusia dengan sendirinya kembali kepada debitur/pemberi fidusia. Penghapusan catatan dalam daftar jaminan di kantor Pendaftaran (Pasal 25 sub 3 jo Pasal 26 Undang-Undang Fidusia) hanya bersifat administratif saja.

Ketentuan mengenai eksekusi benda jaminan fidusia (Pasal 29 Undang-Undang Fidusia) merupakan perlindungan penting akan hak-hak pemberi fidusia. Karena den-gan ketentuan tersebut menjadi jelas, bahwa kedudukan dan hak-hak kreditur sebagai penerima fidusia dibatasi hanya sampai sejauh perlu untuk melindungi kepentingannya sebagai kreditur saja. Ketentuan Pasal 29 sub 1c dan Pasal 31 Undang-Undang Fidusia memper besar peluang untuk mendapatkan harga yang baik bagi benda jaminan, yang tentunya akan sangat menguntungkan pemberi fidusia dalam hal ini debitur. Dalam praktek di dunia usaha, baik pada lembaga leasing maupun lembaga pembiayaan setelah akta pem bebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notariil tidak ditindak lanjuti den-gan pro sedur pendaftarannya, hal ini berkaitan denden-gan pemikiran bahwa pembebanan jaminan fidusia dengan akta notariil sudah cukup aman bagi kreditur selain itu juga lebih

(15)

meng hemat biaya pendaftaran, hal lain yang mendasari adalah bahwa selama ini pembe-banan jaminan fidusia tidak bermasalah dalam praktek, namun sebagai pegangan akta pembebanan jaminan fidusia tersebut dipersiapkan oleh kreditur untuk kemungkinan didaftarkan apabila dikemudian hari terhadap hubungan pembebanan jaminan fidusia tersebut terjadi masalah, misalnya debitur wanprestasi, kreditur untuk lebih aman me-mang memilih pembuatan perjanjian dengan akta notariil, tetapi ada beberapa juga yang menggunakan akta di bawah tangan. Masing-masing bentuk tindakan yang dilakukan kreditur tersebut di atas akan membawa konsekuensi tersendiri dalam pelaksanaan hak kreditur sebagai penerima fidusia

Ada beberapa permasalahan pada Kantor Pendaftaran Fidusia dalam melakukan pelayanan permohonan pendaftaran jaminan fidusia, antara lain adalah :

a) Belum ada aturan secara khusus untuk jangka waktu tertentu/batasan maksimal akta jaminan fidusia didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia, sehingga masih ada keengganan untuk melakukan pendaftaran dari Penerima Fidusia (selaku pemohon); b) Terbatasnya sarana dan petugas penerima pendaftaran membuat permohonan serti-fikat jaminan fidusia belum bisa diselesaikan sesuai dengan peraturan (1 hari), meski-pun tanggal sertifikat adalah sama dengan tanggal pada saat pengajuan permohonan. Dalam praktiknya terdapat beberapa lembaga usaha seperti Lembaga Pembiayaan, Lembaga Leasing yang menerapkan pembebanan jaminan fidusia dengan menggunakan akta dibawah tangan atau tidak dengan akta notariil. Terhadap akta di bawah tangan, meskipun menggunakan judul perjanjian fidusia, namun karena pembuatan secara baku, yang berarti tidak dengan akta notariil maka akta perjanjian tersebut tidak dapat didaftar-kan, akibatnya kekuatan eksekutorial dari akta tersebut hilang, walaupun demikian prak-tek ini masih sering dillakukan karena selain alasan efektifitas dari operasional Lembaga Pembiayaan tersebut yang juga terbukti selama berjalan praktek demikian tidak berakibat buruk di lapangan, konsumen yang indikatornya dapat dilihat pada tidak banyaknya yang keberatan eksekusi dilakukan berdasarkan perjanjian fidusia secara baku tersebut.

Terhadap kondisi demikian, secara tidak langsung sebenarnya telah membentuk opini pengusaha, bahwa perjanjian fidusia dengan akta dibawah tangan tidak tertalu membawa risiko selain itu berdampak pada makin tidak sehatnya persaingan usaha, karena pelaku usaha yang mendaftarkan fidusia akan dibebani biaya administrasi sehingga harga jual atau bunga atas jasa yang diberikan lebih tinggi, daripada pengusaha yang tidak mendaftarkan fidusia. Terhadap kenyataan ini, ada anggapan bahwa sebenarnya

(16)

pem bentuk undang-undanglah yang membentuk suasana yang tidak kondusif tersebut. Pada kenyataannya beberapa lembaga perbankan juga tidak mengharuskan lembaga pembiayaan yang menerima bantuan kredit usaha dari lembaga perbankan tersebut untuk harus mengikuti prosedur pendaftaran fidusia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hal ini disebabkan risiko yang terjadi dalam lembaga pembiayaan tersebut berkaitan dengan sulitnya pengembalian modal karena kesukaran eksekusi terhadap benda fidusia men-jadi risiko dari lembaga pembiayaan tersebut, sejalan dengan kenyataan ini sebenarnya kesadaran hukum masyarakat kitalah yang lemah, bila memang penegakan dan penyada-ran hukum itu dianggap penting seharusnya ada tekanan dari pembuat undang-undang untuk mengatur pelaksanaan fidusia sama seperti aturan mengenai Hak Tanggungan dimana diberikan limit waktu pendaftaran akta pembebanan jaminan fidusia ke kan-tor pendaftaran fidusia, yang selama ini tidak ada, point penting tersebut tidak hanya akan membina kesadaran hukum masyarakat dan pelaku usaha, juga akan menambah produktifitas penambahan kas negara dari bidang tersebut.

Diakui pendaftaran akan memberikan efek yang baik, terutama pada saat debitur wanprestasi, eksekusi benda fidusia menjadi mudah, pendaftaran akan memberikan kepas-tian kepada para pihak dari data-data yang ada, pendaftaran jaminan fidusia dari waktu ke waktu terus meningkat, namun perlu juga dicermatibahwa dari saat Undang-Undang Jaminan Fidusia berlaku sampai sekarang ini praktek tidak mendaftarkan jaminan fidu-sia melalui prosedur fidufidu-sia hanya berakhir sampai di meja notaris juga masih banyak.

Dari beberapa praktek pembebanan fidusia bisa dilihat bahwa sebagian besar terhadap pembebanan fidusia kendaraan roda dua tidak didaftarkan, meskipun nilai risiko loss nya tinggi, karena roda dua selain memiliki suku bunga kredit yang tinggi, nilai kreditnya lebih rendah (investasi perusahaan) juga dalam pengambilan paksanya tidak terlalu bermasalah. Terhadap perjanjian fidusia yang dibuat dengan akta di bawah tangan atau yang didaftarkan kemudian, bahwa banyaknya praktek-praktek perjanjian fidusia yang dibuat secara baku atau yang dibuat secara notariil tetapi tidak didaftarkan atau yang didaftarkan kemudian, sebenarya telah menempatkan banyak pihak dalam posisi yang lemah, terutama terhadap pemegang fidusia, baik menyangkut eksekusi maupun perlindungannya terhadap pihak ketiga, masalah ini sebenarya adalah masalah kita semua, baik pelaku bisnis, penegak hukum maupun notaris selaku Pejabat Umum yang berwenang membuat akta fidusia, dalam konsep yang paling dasar notarislah yang sebenamya harus memberikan arahan pentingnya tindak lanjut berupa pendaftaran terhadap akta jaminan fidusia, sayang sekali Undang-Undang tidak mempressure hal

(17)

tersebut, sehingga dikalangan notarispun persaingan usaha tidak sehat terjadi berupa pemberian arahan-arahan yang seakan-akan pendaftaran fidusia bisa belakangan, guna memberikan kesan bahwa notaris tersebut sangat fleksibel, hal ini supaya klien merasa sangat murah menggunakan jasanya, padahal sebenamya risiko ditinggalkan pada klien nya tersebut, karena praktek demikian, maka sebenamya sebagian besar pelaku usaha yang mendaftarkan jaminan fidusianya di Kantor Pendaftaran Fidusia lebih didasarkan pada kesadaran pribadi dari pada adanya anjuran dari notaris.

Pelaksanaan perlindungan hukum bagi kreditur dalam suatu perjanjian jaminan fidusia lahir dari pembuatan Akta pembebanan jaminan fidusia yang dibuat secara notariil, dan terus dipertegas dengan pendaftaran ke Kantor Pendaftaran Fidusia demi mendapatkan sertifikat jaminan fidusia. Dengan didaftarkannya jaminan fidusia maka asas publisitas terpenuhi ini merupakan jaminan kepastian hukum terhadap kreditur dalam pengembalian piutangnya dari debitur. Adapun kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan perlindungan hukum bagi kreditur pada suatu perjanjian fidusia ialah masih banyaknya ditemukan dalam praktek di dunia usaha benda jaminan fidusia yang dibuat dengan akta notaris yang tidak terus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia atau hanya dibuat berdasarkan akta di bawah tangan sehingga akibatnya, eksekutorial dari akta tersebut hilang dan kreditur tidak mendapatkan hak preferennya

3. Konsep yang dapat Ditawarkan dalam Pembaruan Sistem Penjaminan Fidusia yang Lebih Memberikan Perlindungan Kepada Kreditur dan Sesuai dengan Kebutuhan Hukum Masyara-kat

Dalam praktek di dunia usaha, baik pada lembaga leasing maupun lembaga pembiayaan setelah akta pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notariil tidak ditindak lanjuti dengan prosedur pendaftarannya, hal ini berkaitan dengan pemikiran bahwa pembebanan jaminan fidusia dengan akta notariil sudah cukup aman bagi kreditor selain itu juga lebih menghemat biaya pendaftaran, hal lain yang mendasari adalah bahwa selama ini pembebanan jaminan fidusia tidak bermasalah dalam praktek, namun sebagai pegangan akta pembebanan jaminan fidusia tersebut dipersiapkan oleh kreditor untuk kemungkinan didaftarkan apabila dikemudian hari terhadap hubungan pembebanan jaminan fidusia tersebut terjadi masalah, misalnya debitor wanprestasi, kreditor untuk lebih aman memilih pembuatan perjanjian dengan akta notariil, tetapi ada beberapa juga yang menggunakan akta di bawah tangan. Masing-masing bentuk tindakan yang dilakukan kreditor tersebut di atas akan membawa konsekuensi tersendiri dalam pelaksanaan hak

(18)

kreditor sebagai penerima fidusia, bahwa :

a) Apabila benda jaminan dibebankan fidusia dengan akta di bawah tangan, maka kredi-tor penerima fidusia merupakan kredikredi-tor konkuren, apabila terjadi wanprestasi oleh debitor, kreditor tersebut harus membuktikan dulu bahwa telah terjadi perjanjian utang piutang (pengakuan hutang), perjanjian jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan tidak dapat menjadi dasar menuntut hak preferennya, sehingga tunduk pada jaminan umum sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1131 KUHPerdata.

b) Apabila benda jaminan dibebankan fidusia dengan akta notariil maka debitur wan-prestasi, kreditor diakui sebagai penerima fidusia berdasarkan akta notaris tersebut, namun tidak sebagai kreditor preferent, dikarenakan akta fidusia tidak didaftarkan, hak-hak kreditornya adalah dengan kreditor biasa.

c) Apabila benda jaminan dibebankan fidusia dengan akta notariil dan kemudian didaf-tarkan, pada saat pendaftaran, dan diterbitkannya sertifikat jaminan fiduisa, maka seketika itupula haknya selaku kreditor preferent lahir, kepada kreditor hak yang luas menyangkut eksekusi

d) Benda jaminan di tangan siapapun benda tersebut berada.

Dari contoh nyata dalam masyarakat, terdapat juga praktek pada beberapa lembaga usaha seperti Lembaga Pembiayaan, Lembaga Leasing yang menerapkan pembebanan jaminan fidusia dengan menggunakan akta dibawah tangan atau tidak dengan akta nota-riil. Adapun mengenai akta di bawah tangan, meskipun menggunakan judul perjanjian fidusia, namun karena pembuatan secara baku, yang berarti tidak dengan akta notariil maka akta perjanjian tersebut tidak dapat didaftarkan, akibatnya kekuatan ekse kutorial dari akta tersebut hilang, walaupun demikian praktek ini masih sering dilakukan karena selain alasan efektifitas dari operasional Lembaga Pembiayaan tersebut yang juga terbukti selama berjalan praktek demikian tidak berakibat buruk di lapangan, konsumen yang indikatornya dapat dilihat pada tidak banyaknya yang keberatan eksekusi dilakukan berdasarkan perjanjian fidusia secara baku tersebut.

Terhadap kondisi demikian, secara tidak langsung sebenarnya telah membentuk opini Pengusaha, bahwa perjanjian fidusia dengan akta dibawah tangan tidak terlalu membawa risiko selain itu berdampak pada makin tidak sehatnya persaingan usaha, karena pelaku usaha yang mendaftarkan fidusia akan dibebani biaya administrasi sehingga harga jual atau bunga atas jasa yang diberikan lebih tinggi, daripada pengusaha yang tidak mendaftarkan fidusia.

(19)

Pada kenyataannya beberapa lembaga perbankan juga tidak mengharuskan lembaga pembiayaan yang menerima bantuan kredit usaha dari lembaga perbankan tersebut untuk harus mengikuti prosedur pendaftaran fidusia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hal ini disebabkan risiko yang terjadi dalam lembaga pembiayaan tersebut berkaitan dengan sulitnya pengembalian modal karena kesukaran eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia menjadi risiko dari lembaga pembiayaan tersebut, sejalan dengan kenyataan ini sebenarnya kesadaran hukum masyarakat yang lemah, bila penegakan dan kesadaran hukum itu dianggap penting seharusnyalah ada tekanan dari pembuat undang-undang untuk mengatur pelaksanaan fidusia sama seperti aturan mengenai Hak Tanggungan dimana diberikan batas waktu pendaftaran akta pembebanan jaminan fidusia ke kan-tor pendaftaran fidusia, yang selama ini tidak ada, point penting tersebut tidak hanya akan membina kesadaran hukum masyarakat dan pelaku usaha, juga akan menambah produktifitas penambahan kas negara dari bidang tersebut.

Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa debitur dan kreditur dalam perjanjian jaminan fidusia berkewajiban untuk memenuhi prestasi (Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia). Secara a contrario dapat dikatakan bahwa apabila debitur atau kreditur tidak memenuhi kewajiban melakukan prestasi, salah satu pihak dikatakan wan-prestasi. Fokus perhatian dalam masalah jaminan fidusia adalah wanprestasi dari debitur pemberi fidusia. Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak menggunakan kata wanprestasi melainkan cedera janji.

Dalam pelaksanaannya, kelahiran hak fidusia pada saat pendaftaran hak tersebut di kantor Lembaga Fidusia (Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia). Hak fidusia mempunyai ciri hak kebendaan dan kreditur mempunyai hak untuk mengambil pelunasan lebih dahulu dari hasil eksekusi benda jaminan. Sehubungan dengan hal diatas penting untuk dikemukakan bahwa penerima hak fidusia didahulukan didalam pengambil pelunasan dan hasil eksekusi objek hak fidusia karena atas benda-benda lain milik debitur yang tidak secara khusus dijaminkan, kreditur hanya mempunyai hak tagih yang konkuren saja (Pasal 1131 KUH Perdata).

Mengingat bahwa tujuan fidusia adalah untuk memberikan jaminan atas tagihan kreditur terhadap debitur atau dengan kata lain menjamin hutang debitur terhadap kredi-tur dan Undang-Undang Jaminan Fidusia disamping memberikan perlindungan kepada debitur pemberi fidusia, juga bermaksud untuk memberikan kedudukan yang kuat bagi kreditur, maka setelah debitur cidera janji (wanprestasi) kreditur harus diberikan hak-hak yang sepadan dengan seorang pemilik, mengingat benda objek jaminan ada di tangan

(20)

pemberi jaminan, yaitu untuk mengakhiri sepakatnya untuk “meminjam pakaikan” benda jaminan dan menuntutnya kembali, sebagai yang tercantum dalam ketentuan Pasal 30 jo Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang memberikan hak pelaksanaan eksekutorial melalui parate eksekusi kepada kreditur. Orang yang melaksanakan parate eksekusi menjual benda jaminan seperti ia menjual benda miliknya sendiri.

Jika ada perjanjian khusus seperti perjanjian penjaminan fidusia, kedudukan kreditur tersebut berubah menjadi kreditur preference yaitu jika debitur lalai memenuhi kewajibannya, maka selaku kreditur preference ia berhak menjual barang-barang yang dijaminkan itu untuk melunasi hutang-hutangnya tanpa perlu memperhatikan kreditur lainnya. Jaminan khusus tersebut dalam dunia hukum dinamakan jaminan kebendaan, kepastian kebendaan hanya bertujuan untuk memberikan kepada seorang kreditur diatas kreditur-kreditur lainnya keunggulan terhadap barang-barang dari debitur, dan hak untuk mempertahankan tuntutannya dalam hal peralihan dari benda yang bersangkutan.

Adapun salah satu cara untuk melindungi kepentingan Kreditur (sebagai Penerima Fidusia) adalah dengan memberikan ketentuan yang pasti akan Kreditur. Diaturnya data yang lengkap yang harus termuat dalam jaminan Fidusia (Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia), secara tidak langsung memberikan pegangan yang kuat bagi Kreditur sebagai Penerima Fidusia, khususnya tagihan mana yang dijamin dan besarnya nilai jaminan, yang menentukan seberapa besar tagihan kreditur preferen. Perlindungan hukum dan kepentingan kreditur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia dapat dilihat pada Pasal 20 Undang Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa : “Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek Jaminan fidusia dalam tangan siapapun. Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda tersebut, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia” Di satu sisi ada beberapa kemudahan dalam pendaftaran jaminan fidusia dengan program fidusia online. Di sisi lain ada hal-hal yang perlu dikaji secara yuridis agar akta jaminan fidusia yang dibuat oleh Notaris dapat dipertanggungjaw-abkan sebagai alat bukti yang kuat dan sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial. Beberapa keuntungan fidusia online adalah sebagai berikut :

a) Lebih cepat pendaftarannya

b) Lebih jelas dan terang pembayaran biaya pendaftarannya.

c) Dapat dilakukan pendaftaran di kantor Notaris, sehingga mampu mengakomodasi sistem pendaftaran di daerah-daerah pelosok.

d) Menuntut Notaris agar lebih berhati-hati akan tugas dan fungsinya dalam praktek sehari-hari.

(21)

Dibandingkan dengan Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, fidusia online memudahkan sistem pendaftarannya. Namun di sisi lain muncul hal-hal yang kurang sinkron dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Sejak awal Undang Undang ini telah banyak mengandung kelemahan, sehingga banyak memunculkan usulan untuk segera dilaksanakan amandemen. Mengingat hal-hal usulan tersebut untuk memberikan rasa kepastian hukum,keadilan dan kemanfaatan. Fidusia online harus disikapi oleh Notaris secara teliti, hati-hati, jujur dan benar-benar dapat menjadi kepanjangan tangan dari Pemerintah dalam melayani masyarakat serta dapat dipertanggung jawabkan.

Solusi dari kendala-kendala tersebut adalah agar segera dilaksanakan amande-men Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia karena timbul beberapa kendala di lapangan yang berpotensi masalah di kemudian hari. Semuanya ini pada akhir nya diharapkan memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan bersama, serta menghindari peraturan-peraturan yang tumpang tindih dengan kedudukan undang un-dang yang lebih tinggi, khususnya sebagai konsep pelaksanaan jaminan fidusia yang baik dan mudah tanpa melepaskan dari jaminan kepastian hukum bagi debitur dan kreditur. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat diperoleh beberapa kesimpulan bahwa:

Pertama, Sistem penjaminan fidusia dikaitkan dengan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditur lahir dari adanya pelaksanaan pembuatan akta pembebanan jami-nan fidusia yang dibuat secara notariil yang kemudian dipertegas dengan pendaftaran ke Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapatkan sertifikat jaminan fidusia. Dengan didaftarkan nya jaminan fidusia maka asas publisitas terpenuhi ini merupakan jaminan kepastian hukum terhadap kreditur dalam pengembalian piutangnya dari debitur. Ne-mun demikian, dalam prakktiknya banyak ditemui adanya Akta Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia maka kreditor hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren bukan kreditor preference. Sementara terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia maka kreditor tidak mempunyai hak eksekutorial yang legal. Sedangkan bentuk perlindungan hukum kreditor dengan jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia adalah dengan cara menggunakan sistem pendaftaran ke Kantor

(22)

Pendaftaran Fidusia maka akan memberikan kemudahan bagi kreditor dalam hal eksekusi apabila pemberi Fidusia dalam hal ini debitur mengalami cidera janji atau wanprestasi. Kedua, Keuntungan dan kerugian bagi kreditur dan debitur dalam penerapan sistem penjaminan fidusia. Keuntungan bagi debitur, yaitu dapat membantu usaha debitur dan tidak memberatkan, debitur juga masih dapat menguasai barang jaminannya untuk keperluan usahanya karena yang diserahkan adalah hak miliknya, sedangkan benda masih dalam penguasaan penerima kredit (debitur), sementara itu, keuntungannya bagi kreditur, dengan menggunakan prosedur pengikatan fidusia lebih praktis karena pemberi kredit tidak perlu menyediakan tempat khusus untuk penyimpanan barang jaminan fidusia seperti pada lembaga gadai. Keuntungan atau kelebihan lain yang diperoleh kreditur menurut ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu bahwa kreditur atau penerima fidusia memiliki kelebihan yaitu mempunyai hak yang didahulukan (prefer-ent), adanya kedudukan sebagai kreditur preferent dimaksudkan agar penerima fidusia mempunyai hak didahulukan untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi debitur atau pemberi fidusia. Kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan perlindungan hukum bagi kreditur pada suatu perjanjian fidusia ialah masih banyaknya ditemukan dalam praktek di dunia usaha benda jaminan fidusia yang dibuat dengan akta notaris yang tidak terus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia atau hanya dibuat berdasarkan akta di bawah tangan sehingga akibatnya, eksekutorial dari akta tersebut hilang dan kreditur tidak mendapatkan hak preferennya. Apabila terjadi eksekusi karena wanprestasi dengan tidak adanya sertipikat jaminan fidusia tidak memberikan kepasti-annhukum kepada debitur.

Ketiga, bahwa Konsep yang dapat ditawarkan dalam pembaruan sistem penjaminan fidusia yang lebih memberikan perlindungan kepada kreditur dan sesuai dengan kebutu-han hukum masyarakat, bahwa pertama : perlu adanya kemudakebutu-han dalam pen dafta ran akta jaminan fidusia salah satunya dengan membuat fidusia secara online. Diharapkan dengan Fidusia online terhadap pelayanan jasa hukum di bidang fidusia dapat berjalan dengan cepat, akurat, bebas dari pungli dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Di samping itu fidusia online akan meningkatkan pendapatan Negara dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Fidusia online ini memang sangat tepat diluncurkan untuk kenyamanan dan ketepatan waktu sehingga pelayanan pendaftaran jaminan fidusia dapat berjalan dengan cepat. Kemudian yang kedua : perlu adanya pembaruan terhadap pelaksanaan eksekusi

(23)

sehingga dapat memberikan perlindungan hukum bagi kreditur dan memberikan jami-nan kepastian huium bagi debitur, sebab banyak terjadi eksekusi yang dilakukan secara cacat hukum.

Saran yang dapat diberikan bahwa, Sebaiknya perlu adanya sosialisasi tentang pembentukan lembaga eksekusi terhadap perjanjian jaminan fidusia, dan pentingnya pendaftaran benda yang menjadi objek jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia demi mendapatkan sertifikat untuk mencegah terjadinya wanprestasi oleh debitur. Perlu adanya penyadaran hukum dan sosialisasi mengenai pelaksanaan fidusia sehingga kelemah an-kelemahan yang terdapat dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia dapat diminimalisasi dalam suatu perjanjian fidusia, misalnya dengan membentuk kesepaka-tan pengawasan ter hadap obyek fidusia. Dalam rangka memberikan kepastian Hukum kepada kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia, pemer-intah sebaik nya men sosialisasikan Undang Undang Jaminan Fidusia sehingga memberi pengetahuan penting nya Undang Undang Jaminan Fidusia dan mewajibkan pihak Bank untuk mendaftarkan akta jaminan Fidusia dan meberi sangsi kepada Bank yang tidak mendaftarkan akta jaminan Fidusia

Daftar Pustaka

A.Qirom Syamsudin Meliala, 1985, Pokok Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangan-nya, Liberty, Yogyakarta

Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Ke-jahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, Grafindo Persada, Jakarta H. Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia ; Suatu Kebutuhan Yang Didambakan,

Bandung, Alumni.

Habib Adjie, Jaminan dalam Kredit Perbankan, Pro Justitia, Tahun XVII, Nomor 2, April 1999

Herman Hermit, 2004, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, Bandung, Mandar Maju

Irawan Soerodjo, 2002, Kepastian Hukum Atas Tanah Surabaya : Arkola.

J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti

(24)

Manurung, Mandala dan Rahardja, 2004, Prathama. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-2 Revisi, Bandung Philipus M. Hadjon. 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Inndonesia. Surabaya: PT.

Bina Ilmu

Rachmadi Usman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustakatama.

Salim HS, 2003, Hukum Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika.

Setiawan, 1994, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bina Cipta.

Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1996, Hukum Badan Pribadi, Yogyakarta : Seksi Hukum Perdata FH UGM.

Sri Soemantri. 2002. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung: Alumni Wirjono Prodjodikoro, 1989, Pokok Pokok Hukum Perdata, Bandung, Citra Aditya Bakti. B. Peraturan Perundangan:

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (BW)

Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

C. Sumber Internet:

http://deanazcupcup.blogspot.com/2011/04/bentuk-bentuk-perjanjian-dan-fungsi.html http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/jenis-jenis-perjanjian.html

http://permana08.blogspot.com/2013/04/sertifikat-sebagai-tanda-bukti-hak-atas.html <http://www.mediahukum.com/perlindungan-hukum.pengertian dan unsur html>, diakses tanggal 11 Maret 2016

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil output komputer dengan paket SPSS, memberikan deskriptif data total faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penurunan pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa

Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi, instalasi gawat darurat,

Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah.. Hal mana

Guru menggerakkan pion kekotak berikutnya dijalur papan ular tangga sesuai jumlah angka pada dadu, kemudian menyebutkan gambar yang ada pada jalur papan ular tangga dimana pion

Alat Gambar Keterangan Bekisting Core Wall  Pembentuk Beton hingga mengeras pada struktur Core Wall  Truk Mixer Kapasitas 7 m³ Membawa material beton dari tempat  pembuatan

Analisis perbandingan laporan keuangan sampai dengan evaluasi rasio kecukupan modal kerja, tingkat efektivitas dan efesiensinya terjaga sehingga dalam pengelolaan

Tabel 8 menunjukkan bahwa kategori navigation and links merupakan kategori yang memiliki selisih yang terbesar yaitu sebesar 0,03 dengan nilai situs web

Tingkat upaya penangkapan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tertinggi dicirikan oleh Fmsy dan hasil tangkapannya dicirikan oleh MSY (Maximum