PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI
PERMUKIMAN
TAHUN 2013
LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL
HEALTH RISK ASSESSMENT)
Kabupaten Bandung Barat
Provinsi Jawa Barat
DISIAPKAN OLEH :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk atas Rahmat dan Hidayah Nya, shalawat serta salam juga semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga laporan EHRA (Environmental Health Risk Assessment) / Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan dapat dislesaikan. Laporan EHRA sebagai salah satu pertanggungjawaban pelaksanaan Studi EHRA yang telah dilaksanakan di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2013. Studi EHRA bertujuan dapat memberikan gambaran serta pemahaman mengenai kondisi faktual fasilitas sanitasi serta perilaku yang memiliki resiko terhadap derajat kesehatan. Adapun variabel yang diteliti mencakup: pengelolaan sampah rumah tangga, pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja, drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir, pengelolaan air minum/masak/mencuci dan gosok gigi yang aman dan higiene, perilaku higiene dan sanitasi, kejadian penyakit diare, serta pengamatan sekitar rumah yang mencakup : dapur dan sekelilingnya, kamar mandi, WC /jamban, tempat mencuci pakaian, halaman / pekarangan / kebun.
Laporan EHRA diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bandung Barat dan juga menjadi dasar masukan untuk mengembangkan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) dan program-program sanitasi Kabupaten selanjutnya.
Dalam penyusunan EHRA Kabupaten Bandung Barat ini segala upaya telah dilakukan secara maksimal walaupun masih dirasakan terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami sangat mengharapkan saran dan masukan dari berbagai pihak untuk dapat menyempurnakan laporan ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Tim Pelaksana Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Bandung Barat, City Fasilitator Kabupaten Bandung Barat dan Prosda (provincial
sanitation advisor) Jawa Barat, PIU-Teknis Pusat dan wilayah, tim USDP yang telah memfasilitasi
hingga tersusunnya laporan ini. Semoga laporan dapat memberikan manfaat.
Ketua Pokja Sanitasi Kabupaten Bandung Barat
Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Barat Drs. Maman Sunjaya M.Si
RINGKASAN EKSEKUTIF
Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment = EHRA) merupakan sebuah survey partisipatif yang dilakukan di kabupaten Bandung Barat untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang terkait dengan sanitasi. Tujuan dan manfaat dari studi EHRA antara lain : mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan, memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi, menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Bandung Barat. Indikator yang digunakan dalam studi EHRA ini adalah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pembuangan Air Limbah Domestik, Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir, Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga, Perilaku Higiene, dan Kejadian Penyakit Diare
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi dengan proses Klastering yang sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga) yang dipilih secara proporsional dan random sistematis berdasarkan total RT per desa dengan jumlah sampel 100 Desa di Kabupaten Bandung Barat. Adapun jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden, dan jumlah sampel per desa 40 Responden dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 4000 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau Anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur 18 s/d 60 tahun. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan melibatkan kader sebagai enumerator, 31 (tiga puluh satu) Sanitarian serta 31 (tiga puluh satu) Tenaga Promles Puskesmas sebagai Supervisor dan 8 (delapan) UPTD Kesehatan sebagai Koordinator wilayah. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif, uji
chi square dan system scoring untuk penetapan area berisiko.
Hasil analisis deskriptif diketahui, hampir sebagian besar desa Kabupaten Bandung Barat mempunyai permasalahan pada indikator persampahan, dan air limbah domestik serta PHBS sementara untuk indikator sumber air dan genangan relatif kecil di seluruh desa. Proporsi kejadian diare diketahui sebesar 21% (dengan proporsi terbanyak kejadian diare pada waktu terlama menderita diare 6 bulan yang lalu). Hasil uji chi square diketahui terdapat hubungan antara pengelolaan sampah, frekuensi pengangkutan sampah,ketepatan waktu pengangkutan sampah,adanya genangan air, lantai dan dinding bebas dari tinja,jamban bebas dari kecoa dan lalat, keberfungsian penggelontor dengan kejadian penyakit diare (p<0.05).
Hasil kajian area berisiko didapatkan bahwa terdapat empat puluh sembilan (49) desa yang mempunyai risiko sangat tinggi (berwarna merah). satu (1) desa beresiko tinggi (warna kuning) yaitu desa cimareme kecamatan ngamprah. Seratus enam (106) desa beresiko sedang (warna biru) Serta sembilan (9) desa kurang beresiko (warna hijau).
DAFTAR ISI
Halaman KATAPENGANTAR ... i RINGKASAN EKSEKUTIF ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... viDAFTAR GRAFIK ... vii
DAFTAR DIAGRAM ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
II. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA ... 3
2.1. Penentuan Target Area Survey ... 3
2.2. Penentuan Jumlah Responden ... 12
2.3. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Area Survei ... 12
III. HASIL STUDI EHRA ... 14
3.1. Identitas Responden ... 14
3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ... 19
3.3. Pembuangan Air Limbah Domestik ... 26
3.4. Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir ... 33
3.5. Pengelolaan Minum,masak,mencuci dan gosok gigi yang aman dan higiene ... 40
3.6. Perilaku Higiene dan Sanitasi ... 47
3.7. Kejadian Penyakit Diare ... 50
3.8. Pengamatan Sekeliling Rumah ... 51
3.8.1. Pengamatan Dapur dan Sekelilingnya ... 52
3.8.1.a Pengamatan sumber air untuk minum,masak,mencuci alat minum, makan dan masak ... 52
3.8.1.b Penyimpanan dan penanganan air minum,masak,yang baik dan aman ... 53
3.8.1.c Perilaku higiene dan sanitasi ... 56
3.8.1.d Penanganan sampah rumah tangga di dapur ... 58
3.8.1.e Saluran pembuangan air limbah rumah tangga (SPAL) non tinja ... 59
3.8.2. Pengamatan Kamar Mandi. ... 60
3.8.3. Pengamatan WC/Jamban ... 61
3.8.3.a Cuci Tangan dengan Air dan Sabun ... 61
3.8.3.b Pembuangan air kotor/limbah tinja dan lumpur tinja... 62
3.8.3.c Higiene di Jamban ... 63
3.8.4. Pengamatan Tempat Cuci Pakaian ... 64
3.8.5. Pengamatan halaman/pekarangan/kebun ... 99
3.8.5.a Jarak dari tangki septik ke sumber air minimal 10 meter ... 66
3.8.5.b Pengelolaan sampah: daur ulang dan penggunaan kembali ... 66
3.8.5.c SPAL/drainase lingkungan,selokan/banjir ... 70
3.9. Area Beresiko ... 74
3.9.1. Sumber air ... 74
3.9.2. Air Limbah Domestik ... 76
3.9.3. Persampahan ... 77
3.9.4. Genangan Air ... 80
3.8.5. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) ... 81
Halaman IV. PENUTUP ... 89 DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko ...4
Tabel 2.2. Hasil Klastering total 165 desa di Kabupaten Bandung Barat ...4
Tabel 2.3. Hasil Klastering yang menjadi sampel studi EHRA ...9
Tabel 3.1. Prosentase jumlah anak laki-laki dan perempuan yang tinggal di rumah berdasarkan kelompok umur per Klaster ...19
Tabel 3.2. Prosentase waktu pembuatan dan pengosongan tangki septic ...29
Tabel 3.3. Penyimpanan makanan Per klaster ...57
Tabel 3.4. Hubungan antara kriteria sumber air dengan kejadian diare ...75
Tabel 3.5. Hubungan antara air limbah domestik dengan kejadian diare ...77
Tabel 3.6. Hubungan persampahan dengan kejadian penyakit diare ...79
Tabel 3.7. Hubungan genangan air dengan kejadian penyakit diare ...80
Tabel 3.8 Hubungan PHBS dengan kejadian diare ...82
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 2.1. Distribusi total desa per klaster ...8
Grafik 2.2 Distribusi desa yang menjadi sampel ...11
Grafik 3.1 Hubungan responden dengan kepala keluarga ...15
Grafik 3.2 Kelompok umur responden ...15
Grafik 3.3 Kepemilikan rumah ...16
Grafik 3.4 Pendidikan responden ...17
Grafik 3.5 Kepemilikan surat keterangan tidak mampu (SKTM) atau sejenisnya ...17
Grafik 3.6 Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ...18
Grafik 3.7 Keberadaan anak responden ...18
Grafik 3.8 Kondisi sampah di lingkungan rumah ...20
Grafik 3.9 Cara pengelolaan sampah rumah tangga ...21
Grafik 3.10 Melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang ...22
Grafik 3.11 Jenis sampah yang dipisahkan atau dipilah sebelum dibuang ...23
Grafik 3.12 Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah responden ...24
Grafik 3.13 Layanan pengangkutan sampah ...25
Grafik 3.14 Biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah ...25
Grafik 3.15 Tempat anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin BAB ...26
Grafik 3.16 Perilaku orang lain (diluar anggota keluarga) yang masih sering BAB di tempat Terbuka ...27
Grafik 3.17 Kepemilikan Jamban Pribadi...28
Grafik 3.18 Jenis kloset yang dipakai di rumah ...28
Grafik 3.19 Tempat penyaluran akhir tinja ...29
Grafik 3.20 Tangki septik suspect aman...31
Grafik 3.21 Siapa yang mengosongkan tangki septik ...31
Grafik 3.22 Tempat pembuangan lumpur tinja...32
Grafik 3.23 Anak umur 0-5 Tahun di rumah masih terbiasa BAB di lantai,kebun,jalan,selokan Atau got ...33
Grafik 3.24 Kepemilikan sarana pembuangan air limbah selain tinja ...34
Grafik 3.25 Pembuangan air limbah dari dapur ...35
Grafik 3.26 Pembuangan air limbah dari kamar mandi ...35
Grafik 3.27 Pembuangan air limbah dari tempat cuci pakaian ...36
Grafik 3.28 Pembuangan air limbah dari wastafel ...36
Grafik 3.29 Kepernahan banjir di rumah atau dilingkungan sekitar rumah ...37
Grafik 3.30 Rutinitas dan kondisi ketika banjir ...38
Grafik 3.31 Tinggi air yang memasuki rumah ...38
Grafik 3.32 Kepernahan WC terendam banjir ...39
Grafik 3.33 Lama banjir mengering ...39
Grafik 3.34 Kepernahan dalam kesulitan mendapatkan air untuk kehidupan sehari-hari ...43
Grafik 3.35 Kepuasan responden terhadap kualitas air yang digunkan ...44
Grafik 3.36 Jarak sumber air ke tempat pembuangan tinja ...45
Grafik 3.37 Pengolahan/Penanganan air sebelum digunakan untuk minum dan masal ...45
Grafik 3.38 Penyimpanan air yang telah diolah di tempat yang aman ...46
Grafik 3.39 Cara pengambilan air untuk minum,masak,cuci piring gelas dan gosok gigi dari tempat penyimpanan ...47
Grafik 3.41 Penggunaan sabun oleh anggota keluarga ...48
Grafik 3.42 Tempat anggota keluarga biasa mencuci tangan ...49
Grafik 3.43 Waktu anggota keluarga biasa mencuci tangan ...49
Grafik 3.44 Waktu terdekat anggota keluarga terkena penyakit diare ...50
Grafik 3.45 Anggota keluarga yang terakhir menderita diare ...51
Grafik 3.46 Pengamatan sumber air untuk minum,masak dan mencuci alat minum,makan Dan masak ...53
Grafik 3.47 Penyimpanan air minum masak yang baik dan aman ...53
Grafik 3.48 Penanganan air minum&masak yang baik dan aman ...55
Grafik 3.49 Ketersediaan air untuk mencuci tangan di dapur (pengamatan) ...56
Grafik 3.50 Ketersediaan sabun untuk mencuci tangan dan mencuci peralatan di dapur ...56
Grafik 3.51 Wadah tempat pengumpul sampah di dapur ...58
Grafik 3.52 Saluran pembuangan air limbah rumah tangga non tinja ...59
Grafik 3.53 Ketersediaan sabun dan shampoo di kamar mandi...60
Grafik 3.54 SPAL air bekas mandi,cuci tangan dan wastafel ...60
Grafik 3.55 Keberadaan jentik nyamuk dalam tempat penampungan air ...61
Grafik 3.56 Ketersediaan air dan sabun untuk fasilitas cuci tangan di WC ...61
Grafik 3.57 Tipe WC/Jamban yang digunakan ...62
Grafik 3.58 Saluran WC/jamban terhubungkan ...62
Grafik 3.59 Higiene di Jamban ...63
Grafik 3.60 Ketersediaan sabun cuci/shampoo, sabun cuci tangan du tempat cuci pakaian...64
Grafik 3.61 Sumber air yang digunakan untuk mencuci tangan ...64
Grafik 3.62 Pembuangan air limbah bekas cucian ...65
Grafik 3.63 Jarak tangki septik ke sumber air bersih minimal 10 meter ...66
Grafik 3.64 Cara mengelola sampah ...66
Grafik 3.65 Sekeliling rumah bersih dari sampah ...67
Grafik 3.66 sampah terlihat dipilah/dipisahkan ...68
Grafik 3.67 Jenis sampah yang dipilah pada responden yang memilah sampah ...68
Grafik 3.68 Keberadaan tempat pembuatan kompos ...69
Grafik 3.69 Kompos yang dibuat dapat dipergunakan ...70
Grafik 3.70 Genangan air ...70
Grafik 3.71 Tempat adanya genangan air ...71
Grafik 3.72 Asal air yang tergenang ...71
Grafik 3.73 Halaman bersih dari benda yang menyebabkan air tergenang...72
Grafik 3.74 Saluran air hujan dekat rumah ...72
Grafik 3.75 Air di saluran dapat mengalir ...73
Grafik 3.76 Saluran air bersih dari sampah ...73
Grafik 3.77 Area beresiko menurut sumber air ...75
Grafik 3.78 Resiko air limbah domestik per klaster ...76
Grafik 3.79 Resiko masalah persampahan ...78
Grafik 3.80 Resiko genangan air ...80
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 3.1. Kategori Pelayanan Sampah ...22
Diagram 3.2. Pemilahan sampah di rumah sebelum dibuang ...11
Diagram 3.3 Sumber air untuk minum ...40
Diagram 3.4 Sumber air untuk masak ...41
Diagram 3.5 Sumber air untuk mencuci piring dan gelas...41
Diagram 3.6 Sumber air untuk mencuci pakaian ...42
Diagram 3.7 Sumber air untuk gosok gigi...42
Diagram 3.8 Sumber air untuk minum, masak&mencuci alat minum,makan,dan memasak ...52
Diagram 3.9 Penyimpanan air minum&masak yang baik dan aman ...54
Diagram 3.10 Penanganan air minum masak yang baik dan aman ...55
Diagram 3.11 Penyimpanan makanan ...56
Diagram 3.12 Hasil pengamatan sampah dipilah di Tingkat rumah tangga ...67
Diagram 3.13 Jenis sampah yang yang dipilah/dipisahkan ...68
Diagram 3.14 Area beresiko sumber air ...69
Diagram 3.15 Area beresiko air limbah dometik ...76
Diagram 3.16 Area beresiko persampahan ...78
BAB 1
PENDAHULUAN
Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).
Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh kabupaten/Kota karena:
1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat.
2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda. 3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas
usulan melalui Musrenbang.
4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan. 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat
kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa.
6. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa.
Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti : A. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup :
1. Sumber air minum.
2. Layanan pembuangan sampah. 3. Jamban.
4. Saluran pembuangan air limbah.
B. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higienitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM:
1. Buang Air Besar.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun.
3. Pengelolaan air minum rumah tangga. 4. Pengelolaan sampah dengan 3R
5. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan)
Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:
1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan.
2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.
3. Memberikan informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan.
Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dan di seluruh Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah minimal 8 RT dalam satu desa, dan jumlah responden per per RT minimal 5 Responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa minimal 40 responden. Responden dalam studi EHRA ini adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
BAB 2
METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
2.1. Penentuan Target Area Survey
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Bandung Barat yang mempunyai area yang sangat luas.
Di Kabupaten Bandung Barat pengambilan sampel dilakukan pada 100 Desa dari Total Desa 165 yang ada di Kabupaten Bandung Barat.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut:
1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.
2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)
Angka kemiskinan = --- X 100% ∑ KK
3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
4. Daerah terkena banjir/genangan dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan
parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Bandung Barat menghasilkan katagori klaster sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.1. Wilayah desa yang terdapat pada klaster tertentu
dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili desa lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko.
Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori Klaster Kriteria
Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko. Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kabupaten Bandung Barat menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel.2.2. Adapun hasil total klastering 165 Desa berdasarkan data-data sekunder yang diperoleh serta kesepakatan Camat dan POKJA dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2. Hasil Klastering Total 165 Desa di kabupaten Bandung Barat REKAPITULASI KLASTER KECAMATAN DAN DESA KABUPATEN BANDUNG BARAT - PROVINSI JAWA BARAT
2013
No. Kecamatan & Desa
KRITERIA KLASTER Klast er Jumlah RT Jumlah KK per kelurahan Kepadatan Penduduk Jumlah KK Miskin Terlewati sungai/draina se/irigasi Daerah rawan banjir I Kecamatan Cikalong Wetan
1 Desa Ciptagumati √ - √ - 2 50 2197 2 Desa cikalong - - √ - 1 89 3065 3 Desa cipada - √ √ - 2 43 2169 4 Desa Cisomangbarat - - √ - 1 42 1932 5 Desa Ganjarsari - √ √ - 2 43 2128 6 Desa Kanangsari - - √ - 1 36 1523 7 Desa Mandalasari - - √ - 1 66 3096 8 Desa Mandalamukti - - √ - 1 58 2640
9 Desa Mekarjaya - √ √ - 2 49 2220 10 Desa Puteran - - √ - 1 61 2378 11 Desa Rende - - √ - 1 70 3017 12 Desa Tenjolaut - √ √ - 2 47 1954 13 Desa Wangunjaya - - √ - 1 24 1611 II Kecamatan Cipeundeuy
1 Desa Bojong mekar - √ - - 1 31 1584
2 Desa Ciharashas - √ - - 1 49 1227 3 Desa Cipendeuy √ √ - - 2 40 1774 4 Desa Ciroyom - √ - - 1 34 1595 5 Desa Jatimekar - √ √ - 2 56 1968 6 Desa Margalaksana - √ - - 1 43 2656 7 Desa Margaluyu - - - - 0 35 1158 8 Desa Nanggeleng - √ √ √ 3 57 2536 9 Desa Nyenang - √ - - 1 35 1457 10 Desa Sirnagalih - √ - - 1 35 1756 11 Desa Sirnaraja - √ √ - 2 46 1292 12 Desa Sukahaji - √ - - 1 36 2170
III Kecamatan Padalarang
1 Desa Campaka mekar √ - √ - 2 72 3347
2 Desa Ciburuy √ - √ - 2 65 4305
3 Desa Cimerang √ √ √ - 3 33 2492
4 Desa Cipeundeuy - - √ √ 3 60 4057
5 Desa Jaya Mekar √ - √ - 2 102 4819
6 Desa Kertajaya √ - √ √ 3 84 4533
7 Desa Kertamulya √ - √ √ 3 108 5515
8 Desa Laksana Mekar - √ √ √ 3 83 2872
9 Desa Padalarang - - - √ 1 128 7198
10 Desa Tagog Apu √ - √ - 2 61 3224
IV Kecamatan Cipatat
1 Desa Cipatat - √ √ - 2 69 3548
2 Desa Ciptaharja - √ √ - 2 96 3602
3 Desa Cirawa Mekar - - - - 0 46 2025
4 Desa Citatah - √ √ - 2 87 4403
5 Desa Gunung Masigit - √ - - 1 83 4874
6 Desa Kerta Mukti - √ √ - 2 60 2232
7 Desa Mandala Sari - - √ - 1 47 2039
8 Desa Mandala Wangi - √ √ - 2 40 2428
9 Desa Nyalindung - √ √ - 2 35 1728
10 Desa Rajamandala Kulon - √ √ - 2 96 4741
11 Desa Sari Mukti - √ √ - 2 39 1859
12 Desa Sumur Bandung - √ √ - 2 44 1877
V Kecamatan Ngamprah 1 Desa Ngamprah - √ √ - 2 34 1798 2 Desa Cimareme √ √ √ √ 4 42 3074 3 Desa Cilame √ - √ √ 3 146 8444 4 Desa Tanimulya √ - √ √ 3 157 8339 5 Desa Cimanggu - √ √ - 2 40 1996 6 Desa Bojongkoneng - √ √ - 2 73 4151 7 Desa Margajaya √ - √ √ 3 73 4076 8 Desa Mekarsari √ √ √ - 3 38 3155 9 Desa Gadobangkong √ - √ √ 3 64 3588 10 Desa Sukatani √ - √ - 2 34 1987 11 Desa Pakuhaji √ - √ √ 3 40 2247 VI Kecamatan Batujajar
1 Desa Batujajar Barat √ √ √ - 3 86 4205
3 Desa Cangkorah √ √ √ - 3 41 2963 4 Desa Galanggang √ - √ - 2 72 4750 5 Desa Giriasih √ - - - 1 54 3189 6 Desa Pangauban √ √ √ - 3 51 3651 7 Desa Selacau √ √ √ - 3 37 3081 8 Desa Cikande - √ - - 1 31 1487 9 Desa Jati - √ - - 1 29 1379 10 Desa Girimukti - √ √ - 2 29 1778 11 Desa bojonghaleuang - √ - - 1 26 1161 12 Desa cipageran - √ √ - 2 21 965 13 Desa Saguling - √ √ - 2 22 2265
VII Kecamatan Cililin
1 Desa Cililin √ √ √ - 3 50 3523
2 Desa Budiharja √ √ √ - 3 38 1836
3 Desa Batulayang - - √ - 1 43 2903
4 Desa Bongas √ √ √ - 3 50 3030
5 Desa Karang Anyar - √ √ - 2 41 2324
6 Desa Karang Tanjung - √ √ - 2 45 2378
7 Desa Karya Mukti - √ √ - 2 34 974
8 Desa Kidang Pananjung - √ √ - 2 34 1271
9 Desa Muka Payung - √ √ - 2 78 3683
10 Desa Nanggerang - √ √ - 2 42 1374
11 Desa Ranca Panggung √ √ √ - 3 73 3849
VIII Kecamatan Cihampelas
1 Desa Cihampelas √ √ √ - 3 76 4550 2 Desa Cipatik √ √ √ - 3 33 2704 3 Desa Citapen √ √ √ - 3 39 3853 4 Desa Mekarmukti - √ √ - 2 64 3316 5 Desa Mekarjaya √ √ √ - 3 53 3692 6 Desa Tanjungjaya √ √ √ - 3 43 2145 7 Desa Tanjungwangi - √ - - 1 43 2540 8 Desa Pataruman √ √ √ - 3 58 3360 9 Desa Singajaya - √ √ - 2 30 1953 10 Desa Situwangi - √ √ - 2 40 2736 IX Kecamatan Sindangkerta 1 Desa Cintakarya - √ √ √ 3 37 1242 2 Desa Sindangkerta - √ √ √ 3 47 1431 3 Desa Buninagara - √ √ √ 3 40 1049 4 Desa Cikadu - √ √ √ 3 43 1581
5 Desa Cicangkang Girang - √ - - 1 56 2301
6 Desa Mekarwangi - √ - - 1 58 1819 7 Desa Pasirpogor - √ - - 1 37 1386 8 Desa Puncaksari - √ - - 1 28 1157 9 Desa Rancasenggang - √ √ √ 3 47 1239 10 Desa Weninggalih - - - - 0 51 1557 11 Desa Wangunsari - - √ √ 2 65 1685 X Kecamatan Gununghalu 1 Desa Cilangsari - √ √ √ 3 68 2959 2 Desa Sindangjaya - √ √ - 2 53 2215 3 Desa Bunijaya - - √ √ 2 58 3107 4 Desa Sirnajaya - √ √ √ 3 84 3644 5 Desa Gununghalu - √ √ √ 3 29 1491 6 Desa Celak - √ √ √ 3 79 3253 7 Desa Wargasaluyu - √ √ √ 3 40 1742 8 Desa Sukasari - √ √ √ 3 61 2128 9 Desa Tamanjaya - √ √ - 2 60 2007 XI Kecamatan Rongga
1 Desa Cibedug - √ √ √ 3 72 1910 2 Desa Bojong - √ √ √ 3 56 2215 3 Desa Bojongsalam - √ √ √ 3 48 1712 4 Desa cibitung - √ √ √ 3 54 2353 5 Desa Cicadas - √ √ √ 3 53 1772 6 Desa Cinengah - √ √ √ 3 59 1922 7 Desa Sukamanah - √ √ √ 3 54 2119 8 Desa Sukaresmi - √ √ √ 3 62 2438
XII Kecamatan Cipongkor
1 Desa Sarinagen - - - - 0 29 1964 2 Desa Baranangsiang - - √ - 1 45 3060 3 Desa Citalem - - - - 0 48 2995 4 Desa Cijenuk - √ √ - 2 41 2076 5 Desa Cijambu - √ √ - 2 27 1647 6 Desa Cibenda - √ - - 1 26 1365 7 Desa Cintaasih - √ - - 1 34 1728 8 Desa Cicangkanghilir - √ - - 1 36 1573 9 Desa Girimukti - √ - - 1 29 1495 10 Desa Karangsari - √ √ - 2 26 1437 11 Desa Mekarsari - - √ - 1 31 1445 12 Desa Neglasari - - - - 0 28 1324 13 Desa Sirnagalih - √ - - 1 24 1430 14 Desa Sukamulya √ √ - - 2 31 1476
XIII Kecamatan Lembang
1 Desa Cibodas - √ √ - 2 66 3124 2 Desa Cibogo √ - √ - 2 46 2761 3 Desa Cikahuripan - - √ - 1 58 2752 4 Desa Cikidang - - √ √ 2 48 2355 5 Desa Cikole - - √ √ 2 66 1323 6 Desa Gd. Kahuripan - - √ - 1 56 3271 7 Desa Jayagiri - √ √ - 2 70 3939 8 Desa Kayuambon √ √ √ - 3 36 145 9 Desa Langensari - - √ - 1 54 2215 10 Desa Lembang √ - √ - 1 57 3613 11 Desa Mekarwangi √ √ √ - 3 40 1546 12 Desa Pagerwangi - - √ - 1 68 231 13 Desa Sukajaya √ √ √ - 3 56 342 14 Desa Suntenjaya - √ √ - 2 47 192 15 Desa Wangunharja - √ √ - 2 39 1793 16 Desa Wangunsari √ - √ - 2 54 2819
XIV Kecamatan Cisarua
1 Desa Pada Asih - - √ - 1 52 3041
2 Desa Jambu Dipa √ - √ √ 3 70 2875
3 Desa Kertawangi - - √ - 1 55 3179
4 Desa Pasir langu - - √ - 1 61 2972
5 Desa Tugu mukti - - √ - 1 44 1899
6 Desa Pasir Halang - - √ √ 2 44 1851
7 Desa Cipada - - - - 0 36 1926
8 Desa Sadang Mekar - - - - 0 32 1677
XV Kecamatan Parongpong 1 Desa Cihanjuang √ - - - 1 63 4702 2 Desa Cihideung √ √ - - 2 59 3695 3 Desa Cigugurgirang √ - - - 1 68 3906 4 Desa Ciwaruga √ - - - 1 77 3433 5 Desa Sariwangi √ - √ - 2 61 4155 6 Desa Karyawangi - √ - - 1 50 2416
Hasil klastering wilayah kelurahan di Kabupaten Bandung Barat yang terdiri atas 165 Desa menghasilkan distribusi sebagai berikut:
1) klaster 0 sebanyak 9 desa. 2) klaster 1 sebanyak 48 desa 3) klaster 2 sebanyak 58 desa 4) klaster 3 sebanyak 49 desa 5) dan klaster 4 sebanyak 1 desa
Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Grafik 2.1 Distribusi Total Desa Per Klaster
Dari hasil klastering tersebut, kemudian kita memilih sampel desa secara random, berdasarkan kemampuan anggaran biaya survey yang tersedia dikabupaten serta proporsi atau kerepresentatifan jumlah dan desa yang menjadi sampel yang tentu saja tidak mengurangi tingkat representatif wilayah dari tiap klaster.
Langkah-langkah yang dilakukan diantaranya:
1. Menentukan jumlah total sampel yang akan diambil dalam skala kabupaten (4000 sampel) 2. Jumlah responden (sampel) per desa=40, maka jumlah desa area survey adalah Ndk =
4000/40=100 desa
3. Menghitung proporsi jumlah desa di tiap klaster
4. Mendistribusikan Ndk (jumlah desa) ke setiap klaster desa secara proporsional sehingga diperoleh jatah jumlah desa area survey tiap klasternya.
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
jumlah Desa 9 48 58 49 1 0 10 20 30 40 50 60 70
5. Memilih desa pada setiap klaster secara random sampai tercapai jatah jumlah desa di tiap klasternya.
Sehingga diperolehlah sampel desa yang terpilih diantaranya: Tabel 2.3 Hasil klastering Desa yang menjadi sampel studi EHRA
SAMPEL DESA PADA STUDY EHRA
KABUPATEN BANDUNG BARAT - PROVINSI JAWA BARAT 2013
No
. Kecamatan & Kelurahan
KRITERIA KLASTER Klas ter Jumlah RT Jumlah KK per kelurahan Kepadatan Penduduk Jumlah KK Miskin Terlewati sungai/drain ase/irigasi Daerah rawan banjir
I Kecamatan Cikalong Wetan
1 Desa cikalong - - √ - 1 89 3065 2 Desa Cisomangbarat - - √ - 1 42 1932 3 Desa Ganjarsari - √ √ - 2 43 2128 4 Desa Mandalamukti - - √ - 1 58 2640 5 Desa Puteran - - √ - 1 61 2378 6 Desa Tenjolaut - √ √ - 2 47 1954 7 Desa Wangunjaya - - √ - 1 24 1611 II Kecamatan Cipeundeuy 1 Desa Ciharashas - √ - - 1 49 1227 2 Desa Ciroyom - √ - - 1 34 1595 3 Desa Jatimekar - √ √ - 2 56 1968 4 Desa Margalaksana - √ - - 1 43 2656 5 Desa Margaluyu - - - - 0 35 1158 6 Desa Nanggeleng - √ √ √ 3 57 2536 7 Desa Sirnaraja - √ √ - 2 46 1292
III Kecamatan Padalarang
1 Desa Campaka mekar √ - √ - 2 72 3347
2 Desa Ciburuy √ - √ - 2 65 4305
3 Desa Cimerang √ √ √ - 3 33 2492
4 Desa Cipeundeuy - - √ √ 3 60 4057
5 Desa Jaya Mekar √ - √ - 2 102 4819
6 Desa Kertamulya √ - √ √ 3 108 5515
7 Desa Laksana Mekar - √ √ √ 3 83 2872
8 Desa Padalarang - - - √ 1 128 7198
IV Kecamatan Cipatat
1 Desa Citatah - √ √ - 2 87 4403
2 Desa Gunung Masigit - √ - - 1 83 4874
3 Desa Kerta Mukti - √ √ - 2 60 2232
4 Desa Mandala Wangi - √ √ - 2 40 2428
5 Desa Nyalindung - √ √ - 2 35 1728
6 Desa Rajamandala Kulon - √ √ - 2 96 4741
V Kecamatan Ngamprah 1 Desa Cimareme √ √ √ √ 4 42 3074 2 Desa Cilame √ - √ √ 3 146 8444 3 Desa Tanimulya √ - √ √ 3 157 8339 4 Desa Cimanggu - √ √ - 2 40 1996 5 Desa Margajaya √ - √ √ 3 73 4076 6 Desa Mekarsari √ √ √ - 3 38 3155 7 Desa Sukatani √ - √ - 2 34 1987 VI Kecamatan Batujajar
2 Desa Pangauban √ √ √ - 3 51 3651
3 Desa Selacau √ √ √ - 3 37 3081
4 Desa Saguling - √ √ - 2 22 2265
VII Kecamatan Cililin
1 Desa Budiharja √ √ √ - 3 38 1836
2 Desa Batulayang - - √ - 1 43 2903
3 Desa Karang Tanjung - √ √ - 2 45 2378
4 Desa Karya Mukti - √ √ - 2 34 974
5 Desa Muka Payung - √ √ - 2 78 3683
6 Desa Nanggerang - √ √ - 2 42 1374 VII I Kecamatan Cihampelas 1 Desa Cihampelas √ √ √ - 3 76 4550 2 Desa Citapen √ √ √ - 3 39 3853 3 Desa Mekarmukti - √ √ - 2 64 3316 4 Desa Mekarjaya √ √ √ - 3 53 3692 5 Desa Tanjungjaya √ √ √ - 3 43 2145 6 Desa Tanjungwangi - √ - - 1 43 2540 7 Desa Pataruman √ √ √ - 3 58 3360 IX Kecamatan Sindangkerta 1 Desa Sindangkerta - √ √ √ 3 47 1431 2 Desa Cikadu - √ √ √ 3 43 1581 3 Desa Mekarwangi - √ - - 1 58 1819 4 Desa Pasirpogor - √ - - 1 37 1386 5 Desa Puncaksari - √ - - 1 28 1157 6 Desa Rancasenggang - √ √ √ 3 47 1239 7 Desa Weninggalih - - - - 0 51 1557 8 Desa Wangunsari - - √ √ 2 65 1685 X Kecamatan Gununghalu 1 Desa Sindangjaya - √ √ - 2 53 2215 2 Desa Bunijaya - - √ √ 2 58 3107 3 Desa Sirnajaya - √ √ √ 3 84 3644 4 Desa Gununghalu - √ √ √ 3 29 1491 5 Desa Tamanjaya - √ √ - 2 60 2007 XI Kecamatan Rongga 1 Desa Bojongsalam - √ √ √ 3 48 1712 2 Desa cibitung - √ √ √ 3 54 2353 3 Desa Cinengah - √ √ √ 3 59 1922 4 Desa Sukamanah - √ √ √ 3 54 2119 5 Desa Sukaresmi - √ √ √ 3 62 2438
XII Kecamatan Cipongkor
1 Desa Sarinagen - - - - 0 29 1964 2 Desa Cijenuk - √ √ - 2 41 2076 3 Desa Cijambu - √ √ - 2 27 1647 4 Desa Cibenda - √ - - 1 26 1365 5 Desa Cintaasih - √ - - 1 34 1728 6 Desa Mekarsari - - √ - 1 31 1445 7 Desa Neglasari - - - - 0 28 1324 8 Desa Sirnagalih - √ - - 1 24 1430 9 Desa Sukamulya √ √ - - 2 31 1476 XII I Kecamatan Lembang 1 Desa Cikahuripan - - √ - 1 58 2752 2 Desa Cikidang - - √ √ 2 48 2355 3 Desa Cikole - - √ √ 2 66 1323 4 Desa Jayagiri - √ √ - 2 70 3939 5 Desa Kayuambon √ √ √ - 3 36 145 6 Desa Langensari - - √ - 1 54 2215 7 Desa Lembang √ - √ - 1 57 3613 8 Desa Sukajaya √ √ √ - 3 56 342
9 Desa Suntenjaya - √ √ - 2 47 192
10 Desa Wangunsari √ - √ - 2 54 2819
XI
V Kecamatan Cisarua
1 Desa Pada Asih - - √ - 1 52 3041
2 Desa Jambu Dipa √ - √ √ 3 70 2875
3 Desa Kertawangi - - √ - 1 55 3179
4 Desa Pasir langu - - √ - 1 61 2972
5 Desa Tugu mukti - - √ - 1 44 1899
6 Desa Cipada - - - - 0 36 1926 X V Kecamatan Parongpong 1 Desa Cihanjuang √ - - - 1 63 4702 2 Desa Cihideung √ √ - - 2 59 3695 3 Desa Cigugurgirang √ - - - 1 68 3906 4 Desa Sariwangi √ - √ - 2 61 4155 5 Desa Karyawangi - √ - - 1 50 2416
Untuk lebih jelasnya distribusi desa yang etrpilih menjadi sampel dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Grafik 2.2 Distribusi Desa Yang Terpilih Menjadi Sampel
Hasil sampling desa yang diperoleh berdasarkan rumus proporsi jumlah desa per klaster dibagi jumlah desa di Kabupaten Bandung Barat dikali jumlah total desa yang akan disampling di Kabupaten Bandung Barat. Sehinngga diperoleh jumlah sampel terkecil di klaster 4 sebesar 1 desa, karena memang daerah yang memiliki 4 indikasi kriteria lingkungan beresiko, sedangkan yang tertinggi desa yang menjadi sample diklaster 2 (35 desa) dari total desa 58 desa.
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
Jumlah Desa 5 29 35 30 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40
2.2 Penentuan Jumlah Responden
Jumlah sampel untuk tiap Desa minimal sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada di Desa tersebut. Jumlah responden per Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana:
n adalah jumlah sampel
N adalah jumlah populasi
d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 447.064 KK (sumber: BKKBN KBB, 2012) maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 399. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Bandung Barat menetapkan 100 Desa dari 165 Desa terpilih menjadi sampel, sehingga jumlah sampel yang diambil berdasarkan rekapitulasi klastering Desa adalah sebanyak 4000 responden.
2. 3 Penentuan RW/RT dan Responden di Area Survei
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan harus dikumpulkan sebelum memilih RT. Adapun tahapan penentuan RT terpilih, sebagai berikut.
Mengurutkan RT per RW per kelurahan.
Menentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.
Jumlah total RT kelurahan : X. Jumlah RT yang akan diambil : Y
Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan) misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z
Untuk menentukan RT pertama, maka dilakukan secara kocokan atau mengambil secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.
Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb.
1. Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.
2. Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5
3. Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2
BAB 3
HASIL STUDI EHRA
3.1
Identitas Responden
Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografis di Kabupaten Bandung Barat. Variabel-variabel tersebut diantaranya : usia responden, status kepemilikan rumah yang ditempati, pendidikan responden, status kepemilikan SKTM, kepemilikan Jaminan Kesehatan Daerah (jamkesda), kepemilikan anak, usia anak.
Sejumlah variabel sosio-demografis dipelajari karena keterkaitannya yang cukup erat dengan masalah sanitasi dan keberimbangan informasi yang didapatkan. Misalnya Usia responden akan diduga akan mempengaruhi kualitas jawaban dan pemahaman responden terhadap varibel yang dipertanyakan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap keajegan dan keabsahan informasi. Pendidikan responden juga dapat mempengaruhi terhadap pengetahuan responden mengenai ilmu dan berbagai informasi serta dapat pula berpengaruh terhadap pemahaman responden baik mengenai variabel yang ditanyakan ataupun terhadap langkah dan kepedulian responden akan lingkungan dan sanitasi . Jumlah anak di sebuah rumah berhubungan dengan besarnya kebutuhan fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran population at risk di wilayah yang dipelajari. Rumah tangga yang memiliki balita memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Hal ini disebabkan karena balita merupakan kelompok usia yang paling rentan terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh masalah sanitasi, seperti diare.
Status kepemilikan SKTM dan JAMKESDA dapat menjadi merupakan indikator tingkat kesejahteraan keluarga yang tentunya berbanding lurus terhadap status ekonomi dan dapat mempengaruhi apakah keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan dasar nya termasuk sanitasi yang layak.
Variabel lain yang terkait dengan status rumah akan lebih dikaitkan dengan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi.Secara mendasar, perbedaan-perbedaan karakteristik ini akan menuntut perbedaan pendekatan program.
Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden ini adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berusia 18-60 tahun, karena diharapkan ibu dan anak perempuan yang telah menikah selain merupakan sosok yang diduga paling sering melakukan aktifitas dilingkungan rumah serta menguasai informasi seputar rumah dan variabel lain yang dipertanyakan, dan jenjang usia 18-60
tahun merupakan jenjang usia dewasa dan diperkirakan dapat memahami dan memberikan informasi yang dibutuhkan namun jika ada responden yang memenuhi batas usia tersebut tetapi responden terlihat dan terdengar tidak cukup cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan, maka responden bisa diganti oleh anggota keluarga yang lain yang usianya memenuhi syarat.
Grafik 3.1 Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga
A.8 Hubungan responden dengan kepala keluarga/rumah tangga
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah istri (98%), berarti responden terbanyak adalah ibu-ibu, sedangkan prosentasi responden anak perempuan yang sudah menikah sebesar 2%.
Grafik 3.2 Kelompok Umur Responden
B.1 Berapakah usia Anda/Ibu?
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total
Istri 96.0 98.3 98.4 98.2 100.0 98.2 Anak 4.0 1.7 1.6 1.8 .0 1.8 .0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 P ros e n ta se
Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total
<= 20 tahun 2.0 3.2 3.3 2.4 .0 2.9 21 - 25 tahun 12.1 7.9 7.4 6.7 2.5 7.5 26 - 30 tahun 18.1 14.7 14.5 12.6 5.0 14.1 31 - 35 tahun 15.1 17.3 17.3 15.8 15.0 16.7 36 - 40 tahun 18.6 16.9 17.0 16.6 20.0 17.0 41 - 45 tahun 14.6 13.9 14.1 16.7 15.0 14.9 > 45 tahun 19.6 26.1 26.4 29.3 42.5 27.0 .0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 P ro se n ta se
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa umur responden >45 tahun merupakan kelompok responden terbanyak secara keseluruhan dibandingkan kelompok umur lainnya. Klaster 4 (42.5%) merupakan klaster dengan proporsi tertinggi pada kelompok umur >45 tahun, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur >45 tahun berada di klaster 0 (19.6%).
Kelompok umur responden <20 tahun merupakan kelompok umur terkecil di 4 klaster, sebesar <3%, dan relatif dapat diabaikan.
Grafik 3.3 Kepemilikan Rumah
B.2 Apa status rumah yang Ibu tempati saat ini?
Berdasarkan grafik status kepemilikan rumah responden, secara keseluruhan sebagian besar berstatus milik sendiri, wilayah klaster 4 merupakan wilayah dengan proporsi terbesar (100%) sedangkan klaster 3 merupakan wilayah dengan prosentase terkecil dengan kepemilikan rumah sendiri (83%).
Prosentase terbesar kedua milik orang tua, dan klaster yang terbesar pada status milik orang tua ada diwilayah klaster 3 (13%), dan proporsi terbesar diwilayah klaster 0 (5%). Sedangkan rumah dinas,berbagi dengan keluarga, sewa,kontrak,dan lainnya dibawah 2%.
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total
Milik sendiri 93.5 87.1 85.7 83.0 100.0 85.8
Rumah dinas .0 2.2 1.6 .1 .0 1.3
Berbagi dengan keluarga lain .5 .9 1.2 1.1 .0 1.1
Sewa 1.0 .1 .6 1.3 .0 .7
Kontrak .0 .9 1.1 1.2 .0 1.0
Milik orang tua 5.0 8.2 9.6 13.3 .0 10.0
Lainnya .0 .5 .1 .1 .0 .2 .0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 P rose nt ase
Grafik 3.4 Pendidikan Responden
B.3 Apa pendidikan terakhir Ibu?
Dari grafik diatas dapat diketahui prosentase pendidikan 3 terbesar adalah SD (59%), SMP (20%) dan SMA (10%).
Dengan proporsi terbesar pendidikan responen SD di klaster 0 (70%), SMP di klaster 4 (45%) dan SMA di klaster 4 (22%).
Sedangkan prosentase secara keseluruhan pendidikan responden yang paling rendah dari Universitas/Akademi sebesar (2.1%).
Grafik 3.5 Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) Atau sejenisnya
B.4 Maaf, apakah Ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau sejenisnya dari desa/kelurahan?
Dari grafik tersebut kita dapat mengetahui bahwa responden yang memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau sejenisnya secara keseluruhan berkisar 26%, dengan proporsi terbanyak diwilayah klaster 0 (34.5%), dan proporsi terendah diklaster 4 (22.5%).
Sedangkan secara keseluruhan sebagian besar responden tidak memiliki SKTM (74%).
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Tidak sekolah formal 3.5 6.2 7.1 6.3 2.5 6.4 SD 70.0 62.0 59.7 55.8 22.5 59.4 SMP 17.5 18.9 20.1 21.8 45.0 20.4 SMA 6.0 9.4 9.7 12.4 22.5 10.4 SMK 1.0 1.0 1.4 1.8 2.5 1.4 Universitas/Akademi 2.0 2.4 2.1 1.8 5.0 2.1 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 P ro se n ta se Pendidikan Responden
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Ya 34.5 27.7 25.6 22.7 22.5 25.7 Tidak 65.5 72.3 74.4 77.3 77.5 74.3 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 P ros e n ta se
Grafik 3.6 Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan daerah (Jamkesda)
B.5 Apakah Ibu mempunyai Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)?
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memiliki kartu jaminan kesehatan daerah (67.5%). Secara keselruhan responden yang memiliki jamkesda sebesar 32.5% dimana proporsi terbesar di klaster 0 (41.5%) dan terendah di klaster 3 (29.5%).
Grafik 3.7 Keberadaan Anak Responden
B.6 Apakah Ibu mempunyai anak?
Dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki anak dengan proporsi terbesar di klaster 0 (95%), terendah di klaster 1(91.5%). dan hanya sebagian kecil (8%) responden tidak memiliki anak dengan proporsi terbesar wilayah yang tidak memiliki anak di klaster 1 (8.5%).
Table berikut merupakan detail gambaran per klaster jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang tinggal dirumah.
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Ya 41.5 31.5 34.5 29.5 32.5 32.5 Tidak 58.5 68.5 65.5 70.5 67.5 67.5 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 P ros e n ta se
Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Ya 95.0 91.5 92.4 92.3 92.5 92.2 Tidak 5.0 8.5 7.6 7.7 7.5 7.8 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 P ro se n ta s
Tabel 3.1 Prosentase Jumlah anak laki-laki dan perempuan yang tinggal dirumah berdasarkan kelompok umur per klaster
B.7 dan B.8 Berapa Jumlah anak laki-laki/ Perempuan yang tinggal di rumah ini dengan kelompok umur :
Katagori Usia Jenis Kelamin Keberadaan Anak Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total < 2 Tahun Laki-Laki Tidak Ada 90 90 91 93 100 92
Ada 10 10 9 7 0 8
Perempuan Tidak Ada 93 92 94 94 100 93
Ada 7 8 6 6 0 7
2-5 tahun Laki-Laki Tidak Ada 80 84 85 84 92 84
Ada 20 16 15 16 8 16
Perempuan Tidak Ada 85 85 85 85 87 85
Ada 15 15 15 15 13 15
6-12
Tahun Laki-Laki Tidak Ada 69 69 71 71 87 70
Ada 31 31 29 29 13 30
Perempuan Tidak Ada 74 75 74 73 75 74
Ada 26 25 26 27 25 26
>12 tahun Laki-Laki Tidak Ada 60 56 64 53 52 58
Ada 40 44 36 47 48 42
Perempuan Tidak Ada 64 65 67 60 57 64
Ada 36 35 33 40 43 36
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa proporsi responden yang memiliki anak usia balita (<2 tahun dan 2– 5 tahun) , usia <2 tahun dibawah 8%, usia 2-5 tahun dibawah 16%. Kepemilikan anak usia 6-12 tahun kurang dari 30% dan yang tertinggi kepemilikan anak usia >12 tahun kurang dari 42%.
Proporsi keluarga yang memiliki balita jumlahnya cukup dapat diperhitungkan sebesar 18%, hal ini perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bahwa balita merupakan kelompok usia yang paling rentan terhadap penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare.
Tabel 3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Pada bagian pengelolaan sampah rumah tangga, EHRA menelusuri sejumlah aspek yang mencakup 1) kondisi sampah di lingkungan rumah, 2) pengelolaan sampah rumah tangga, 3) pemilahan sampah 4) daur ulang sampah yang dipilah 5) Frekuensi pengangkutan sampah oleh petugas 6) Ketepatan waktu dalam pengangkutan sampah 7) pembayaran layanan sampah 8) penerima pembayaran pengangkut sampah, 9) besarnya uang yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah. Adapun hasil indikator tersebut dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut.
Grafik 3.8 Kondisi sampah di lingkungan rumah
C.1 Bagaimana kondisi sampah di lingkungan RT/RW rumah ibu?
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa kondisi visual sampah sebagian besar wilayah adalah berserakan atau bertumpuk di sekitar rumah, dimana klaster 0 (41%) merupakan wilayah yang poporsinya paling tinggi. Selain itu secara keseluruhan 38% menyatakan banyak nyamuk disekitar sampah, dan 21% mengatakan banyak tikus berkeliaran, serta 16% menyatakan banyak lalat disekitar tumpukan sampah.
Sedangkan kondisi lainnya seperti banyak kucing dan anjing mendatangi sampah,bau busuk mengganggu, menyumbat saluran drainase dan ada anak bermain disekitar sampah serta masalah lainnnya yang tidak dijelaskan secara detail prosentasenya dibawah 10%.
banyak sampah berserakan atau bertumpuk sekitar rumah banyak lalat sekitar tumpukan sampah banyak tikus
berkeliaran banyak nyamuk
banyak kucing dan anjing mendatangi sampah bau busuk mengganggu menyumbat saluran drainase
ada anak bermain
sekitar sampah lainnya
klaster 0 41.0 3.0 6.5 36.5 3.0 .0 1.5 3.0 3.0 kalster 1 27.9 12.9 20.1 31.7 5.7 6.0 4.7 6.4 9.1 klaster 2 30.6 16.6 20.8 39.9 8.1 6.6 2.7 4.3 8.8 klaster 3 33.9 19.0 24.3 42.3 15.3 12.3 8.3 8.0 6.6 klaster 4 12.5 12.5 .0 .0 .0 .0 .0 .0 37.5 total 31.2 15.6 20.7 37.7 9.3 7.7 4.9 5.9 8.2 .0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 P rose nt ase
Grafik 3.9 Cara pengelolaan sampah rumah tangga
C.2 Bagaimana sampah rumah tangga dikelola?
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab langsung membakar sampah untuk pengelolaan sampah mereka, proporsi terbesar yang dibakar ada diklaster 0 (95.5%) dan terendah diklaster 4 (15%). Selain itu prosentase terbesar ke 2 dalam pengelolaan sampah ternyata 11% menyatakan sampah dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk. Sedangkan pengelolaan sampah yang dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 9% dengan proporsi terbesar pada klaster 4. Klaster 4 ini hanya mencakup desa cimareme yang berada diperbatsan kota cimahi, ada kemungkinan kemudahan akses dalam pelayanan sampah dan telah tersedia fasilitas TPS.
Sedangkan opsi lainnya seperti dibuang langsung ke lubang dan ditutup tanah, dibuang ke sungai, dibiarkan saja sampai busuk prosentasenya kurang dari 5%.Namun meskipun prosentasinya kecil, pengelolaan sampah tersebut merupakan metode pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat dan jelas akan mencemari lingkungan baik di air, tanah dan udara. Wilayah yang memiliki proporsi besar dalam pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat diantaranya dibuang ke lubang dan ditutup tanah (1.8%) diklaster 3, dibuang ke sungai (12.5%) di klaster 4, dibiarkan membusuk (3.3%) diklaster 3. Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Dibakar Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah Dibuang ke sungai/kali/laut /danau Dibiarkan saja sampai membusuk Dibuang ke lahan kosong/kebun/ hutan dan dibiarkan membusuk
Lain-lain Tidak tahu
klaster 0 .0 .0 95.5 .0 1.0 1.0 .0 1.5 .0 1.0 klaster 1 .3 7.5 73.4 .5 1.2 4.5 .2 12.2 .2 .1 klaster 2 1.6 5.3 70.7 .5 3.4 5.8 .3 10.0 1.9 .6 klaster 3 1.4 13.8 58.0 1.8 3.3 5.1 3.3 12.3 .7 .5 klaster 4 2.5 57.5 15.0 .0 .0 12.5 .0 12.5 .0 .0 total 1.1 8.7 68.4 .9 2.6 5.0 1.2 10.9 .9 .4 .0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 P ros e n ta se
Diagram 3.1 Kategori Pelayanan Sampah
(hasil kode ulang dari pertanyaan C.2 Bagaimana sampah rumah tangga dikelola?)
Hasil kode ulang dari variabel di pertanyaan C.2 dapat memberikan gambaran secara umum prosentase responden yang mendapat pelayanan dan responden yang tidak mendapat layanan sampah. Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa 90% belum mendapatkan pelayanan sampah. Dimana pengelolaan sampah hanya dilakukan dengan cara dibakar, ditimbun dengan tanah, dibuang tanpa ditutup tanah,dibuang ke sungai,dibiarkan membusuk dan dibuang ke lahan kosong dan dibiarkan membusuk.
Dari 10% responden yang mendapat pelayanan sampah, dalam hal ini artinya sampah dikelola dengan cara dikumpulkan oleh kolektor informal dan dikumpulkan serta dibuang ke TPS.
Grafik 3.10 Melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang
C.3 Apakah ibu melakukan pemilahan sampah dirumah sebelum dibuang?
Dari grafik diatas diketahui bahwa secara keseluruhan responden yang melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang sebesar 25%, proporsi terbesar yang melakukan pemilahan sampah ada di klaster 2 (31%) sedangkan proporsi terendah di klaster 4 (0%).
Ya, mendapatkan pelayanan sampah 10% Tidak mendapatkan layanan sampah 90%
kategori Pelayanan Sampah
klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 total Apakah ibu melakukan pemilahan sampah
dirumah sebelum dibuang 24.0 31.1 24.9 .0 25.0
.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 P ros e n ta se
Berikut dibawah ini prosentase secara umum dan menyeluruh mengenai pemilahan sampah,dimana masih sebagian besar (75%) tidak melakukan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga.
Diagram 3.2 Prosentase Pemilahan Sampah di Rumah sebelum dibuang
Grafik dibawah ini merupakan deskripsi lanjutan dari responden yang melakukan pemilahan sampah baik dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang dan dikumpulkan untuk dibuang ke TPS.
Grafik 3.11 jenis sampah yang dipisahkan atau dipilah sebelum dibuang
C.4 Jika mendaur ulang, apa saja jenis sampah yang dipilah/dipisahkan sebelum dibuang?
Ternyata wilayah yang melakukan pemilahan sampah hanyalah mencakup klaster 1,2 dan 3. Dimana dari grafik tersebut dapat diketahui jenis sampah yang banyak dipilah secara keseluruhan dari jenis plastik dimana proporsi terbesar diklaster 1 (67%) dan terbesar kedua di klaster 3 (41%).
Jenis sampah yang dipilah lainnya dengan prosentase secara keseluruhan diantaranya gelas/kaca (16%), besi/logam (16%), sampah organik (14%) dan kertas (14%).
Ya, 25%
Tidak 75%
Pemilahan Sampah di Rumah Sebelum Dibuang
klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total
Sampah organik/sampah basah 0 33.3 4.5 23.5 .0 14.0
plastik 0 66.7 .0 41.2 .0 20.9 gelas/kaca 0 33.3 4.5 29.4 .0 16.3 Kertas 0 33.3 4.5 23.5 .0 14.0 Besi/logam 0 .0 4.5 35.3 .0 16.3 0 10 20 30 40 50 60 70 P ros e n ta se
Grafik 3.12 Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah responden C.5 Seberapa sering petugas mengangkut sampah dari rumah?
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui informasi mengenai frekuensi petugas dalam mengangkut sampah, ternyata dari keseluruhan yang mendapat layanan pengangkutan sampah adalah klaster 1,2,3,dan 4. Dari keempatnya menyatakan prosentase terbesar frekuensi petugas mengangkut sampah dalam kurun waktu beberapa kali dalam seminggu dimana proporsi terbesar diklaster 3 (59%), dan prosentase terbesar kedua frekuensi pengangkut sampah adalah sekali dalam seminggu (39%).
Sedangkan merujuk pada teori, bahwa pengelolaan sampah yang ideal diangkut kurang dari 1x24 jam. Namun apabila dibandingkan dengan teori metamorphosis lalat yang siklusnya kurang dari 1 minggu, sebaiknya sampah dapat diangkut kurang dari seminggu. Agar sampah tidak menjadi tempat perindukan (breeding places) dari lalat, nyamuk, kecoa dan vector penyakit lainnya.
Namun bila melihat data dari grafik tersebut, ternyata masih ada sebesar 12% yang sampah nya tidak pernah diangkut oleh petugas, diantaranya di klaster 4 (100%) dan klaster 3 (18%) serta diklaster 2 (4.5%). Hal ini perlu mendapat perhatian karena dari sampah yang tidak terkelola dapat menyebabkan berbagai resiko kesehatan baik pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit.
klaster 0 klaster 1 klaster 2 kalster 3 klaster 4 total tiap hari 0 33.3 .0 .0 .0 2.3 beberapa kali dalam seminggu 0 .0 40.9 58.8 .0 44.2 sekali dalam seminggu 0 66.7 54.5 17.6 .0 39.5 tidak pernah 0 .0 4.5 17.6 100.0 11.6 tidak tahu 0 .0 .0 5.9 .0 2.3 0 20 40 60 80 100 120 P ros e n ta se
Grafik 3.13 Layanan pengangkutan sampah
C.6 Dari pengalaman dalam sebulan terakhir ini, apakah sampah selalu diangkut tepat waktu? C.7 Apakah layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah dibayar?
C.8 Kepada siapa membayarnya?
Layanan pengangkutan sampah hanya ada diwilayah klaster 1,2 dan 3. Dimana Sampah diangkut tepat waktu proporsi terbesar di wilayah klaster 1 (100%), sedangkan proporsi terendah di klaster 3 (29.4%). Dan untuk pembayaran layanan sampah proporsi yang paling besar menyatakan layanan sampah berbayar diklaster 1 (100%) berbayar, sedangkan proporsi paling rendah yang menyatakan layanan sampah berbayar diklaster 3 (59%),dan sebagian besar menyatakan system pembayaran dikelola RT setempat pada klaster 2 (68%) menyatakan pembayaran ke RT setempat.
Grafik 3.14 Biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah
C.9 Berapa biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah?
Grafik diatas merupakan gambaran tiga proporsi terbesar untuk membayar layanan sampah. Proporsi responden yang membayar layanan sampah sebesar Rp 10.000 (27%), sedangkan Rp 5000
klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total
Sampah diangkut tepat waktu .0 100.0 81.8 29.4 .0 60.5
Layanan pengangkut sampah dibayar .0 100.0 86.4 58.8 .0 74.4
Dibayar kepada pemungut sampah dari RT .0 .0 68.4 30.0 .0 50.0
.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 p ro se n tas e
Layanan Pengangkutan Sampah
Klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total
Rp 5000 0 16.4 22.3 19.4 .0 18.3 Rp 10000 0 46.3 24.5 21.5 .0 26.8 Rp 15000 0 9.0 4.3 1.4 .0 7.6 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 P ros e n ta se
(18%) dan jumlah biaya terbesar Rp 15.000 dengan wilayah proporsi terbesar yang membayar Rp 15.000 di klaster 1 (9%) dan proporsi terendah di klaster 3 (1.4%)
3.3 Pembuangan Air Limbah Domestik
Pembuangan air kotor / limbah tinja manusia dan lumpur tinja pada bab ini dapat dibuat menjadi beberapa variabel utama yaitu : 1) perilaku BAB yang terdiri dari anggota keluarga, orang di luar anggota keluarga, balita 2) fasilitas sanitasi yang terdiri ketersediaan jamban pribadi , jenis kloset dan tempat buangan akhir tinja (tempat penyaluran, lama septik tank dibangun, terakhir dikosongkan, petugas yang mengosongkan, tempat pembuangan lumpur tinja, 3) bagi yang mempunyai balita juga dibahas tentang : perilaku buang air besar balita, dan tempat pembuangan tinja anak.
Dibawah ini merupakan deskripsi dari variabel tersebut hasil wawancara dengan responden : Grafik 3.15 Tempat anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin BAB
D.1 Dimana anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air besar?
Grafik diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden menggunakan jamban pribadi (77%), dan ada 15% responden yang BAB di MCK, namun meskipun prosentase BAB diWC Helikopter, BAB ke sungai, ka kebun ke selokan dan ke lubang galian prosentasenya dibawah 4%, hal ini tetap harus menjadi perhatian.
Praktik buang air besar, khususnya praktik BAB di tempat yang tidak memadai, dapat menjadi salah satu faktor risiko kesehatan lingkungan akibat tecemarnya lingkungan, khususnya sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi dapat termasuk sarana jamban di rumah yang selama ini dianggap nyaman. Bila pun BAB di dilakukan di jamban rumah, namun bila sarana penampungan
Jamban Pribadi MCK/WC umum Ke WC Helikopter ke Sungai Ke Kebun/pekarangan Ke selokan/parit ke lubang galian
klaster 0 76.0 23.0 1.0 .0 .0 .5 2.0 klaster 1 80.5 13.7 3.5 4.0 .4 2.4 1.3 klaster 2 77.2 15.8 2.6 3.5 .3 2.3 1.1 klaster 3 71.9 13.9 5.6 3.3 .7 2.3 4.9 klaster 4 92.5 15.0 .0 .0 .0 .0 .0 total 76.7 15.0 3.7 3.4 .4 2.2 2.4 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 P ro sen ta se
dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya tangki septik tidak kedap air, maka risiko cemaran patogen akan tetap tinggi.
Grafik 3.16 Perilaku Orang Lain (diluar anggota keluarga) yang masih sering BAB di tempat terbuka
D.2 Apakah masih ada orang diluar anggota keluarga Ibu yang sering buang air besar ditempat terbuka (seperti kebun, halaman, sungai, pantai, laut, selokan/got, saluran irigasi)?
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab bahwa 74% tidak ada orang lain (diluar anggota keluarga) yang masih sering BAB di tempat terbuka, namun begitu ternyata meskipun dengan peresntase kecil masih saja terdapat pengakuan dari responden bahwa disekitar mereka masih ada yang BABS, diantaranya 6.4% menjawab masih ada tapi tidak jelas siapa, 5.1% menjawab anak laki-laki umur 5-12 tahun dengan proporsi terbanyak di wilayah klaster 2. (3,2%) menjawab ada anak perempuan usia 5-12 tahun proporsi terbanyak di klaster 4, (2.9%) laki-laki dewasa dengan proporsi terbanyak di klaster 4. 2,7% perempuan dewasa, 2,5% perempuan tua. 2,3% laki-laki tua dan 3,4% remaja laki-laki.
Anak laki-laki umur 5-12 Tahun
Anak Perempuan
umur 5-12 Tahun Remaja laki-laki Laki-laki dewasa
Perempuan
dewasa Laki-laki tua Perempuan Tua
Masih ada, Tapi
tidak jelas siapa Tidak Ada
klaster 0 9.0 1.5 2.0 2.0 .5 1.0 1.0 4.5 78.0 klaster 1 3.8 3.5 2.1 2.7 2.4 2.1 2.2 6.5 76.4 klaster 2 6.3 3.1 2.9 4.0 3.8 2.9 3.1 6.4 75.9 kalster 3 4.3 3.0 1.9 1.8 1.8 1.9 2.3 6.8 71.2 klaster 4 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 7.5 42.5 total 5.1 3.2 2.4 2.9 2.7 2.3 2.5 6.4 74.4 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 p ro sen ta se
Perilaku Orang Lain (diLuar Anggota keluarga) yang Masih Sering BAB di tempat Terbuka
Grafik 3.17 Kepemilikan jamban pribadi
D.3 Apakah di rumah Ibu mempunyai jamban pribadi?
Dari kepemilikan jamban pribadi secara keseluruhan diketahui 79% responden mengaku memiliki jamban pribadi dan 21% tidak memiliki jamban pribadi. Proporsi terbanyak di klaster 4(95%), dan terendah di wilayah klaster 3 (75.4%). Sedangkan yang tidak memiliki jamban pribadi proporsi terbanyak di wilayah klaster 3 (24.5%) dan yang terendah klaster 4 (5%).
Grafik 3.18 Jenis kloset yang dipakai di rumah
D.4 Jenis kloset apa yang Ibu pakai di rumah?
Kelanjutan dari pertanyaan D3, ingin mendapat gambaran jenis kloset yang dipergunakan oleh responden. Ternyata sebagian besar (66%) menjawab “kloset jongkok leher angsa” dengan proporsi terbanyak yang memiliki kloset jenis jongkok leher angsa di klaster 4 (87.5%) dan terendah di klaster 2 (62.9%).
klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 Total Ya 75.5 82.4 79.0 75.4 95.0 78.9 Tidak 24.5 17.6 21.0 24.6 5.0 21.1 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 P ros e n ta se
Kepemilikan Jamban Pribadi
klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total
kloset jongkok leher angsa 65.5 69.9 62.9 64.2 87.5 65.7
kloset duduk leher angsa .5 3.2 3.5 2.3 7.5 3.0
plengsengan 5.0 5.1 7.6 4.3 .0 5.7 cemplung 2.0 1.2 2.8 3.3 .0 2.4 tidak punya 27.0 20.6 23.3 25.8 5.0 23.3 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 P ros e n ta se