• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Asuransi Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Manajemen Asuransi Syariah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

179

Manajemen Asuransi Syariah

Anita, M.Si

Abstrak

Tulisan ini membahas tentang aspek manajerial dalam asuransi syariah. Istilah manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu management dengan kata kerja to manage artinya mengurusi. Dalam Al Qur’an juga telah banyak dianjurkan untuk memanajemen segala sesuatu.

Manajemen asuransi adalah sebuah cara dalam mengelola perusahaan asuransi supaya operasionalnya berjalan dengan baik dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi perusahaan dan bagaimana mengelola risiko (risk) investasi. Dengan demikian, manajemen risiko dalam perusahaan asuransi lebih diarahkan untuk mengidentifikasikan risiko, menghilangkan dan megurangi kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh risiko.

Kata Kunci: asuransi, manajemen, operasional Pendahuluan

Sejak akhir abad ke-20, perkembangan ekonomi syariah secara global mulai meningkat. Seiring dengan meningkatnya aset perbankan syariah dari Rp49,6 triliun pada 2008 menjadi Rp223 triliun pada Agustus 2013 (sumber: bi.go.id). Dengan besarnya potensi produk syariah ini, semakin berpotensi mendorong perkembangan produk syariah lainnya. Pasalnya, pada tahun 2013 jumlah perusahaan perasuransian yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip syariah adalah 49 perusahaan. Jumlah

(2)

180

tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan jumlah penyelenggara usaha di tahun 2012. Sebanyak empat unit syariah dari perusahaan asuransi kerugian telah memperoleh izin pada tahun 2013.

Selama kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah perusahaan perasuransian syariah mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,06%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yang mencapai 8,89%, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 1.

Sumber: bi.go.id

Dengan demikian, masa depan asuransi syariah di Indonesia dipandang masih terbuka lebar. Dimana, pertumbuhan ekonomi yang kuat dikombinasikan dengan naiknya tingkat tabungan dan berkembangnya perekonomian kelas menengah, merupakan pertanda baik

(3)

181 untuk industri asuransi jiwa syariah. Peluang ini, meng-haruskan asuransi syariah memiliki sebuah manajemen.

Secara istilah manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu management dengan kata kerja to manage artinya mengurusi. Bahkan beberapa pakar memberikan pengertian terhadap manajemen sebagai proses peren-canaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan para anggota organisasi/perusahaan dalam meman-faatkan sumber daya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Secara filosofis-normatif dalam Al Qur‟an juga telah banyak dianjurkan untuk memanajemen segala sesuatu. Misalnya, Allah menciptakan langit dan bumi dengan hikmah (QS. Shaad: 27) atau anjuran bertakwa dan memperhatikan perbuatan (QS. Al Hasyr: 18). Maka, upaya merencanakan (manajemen) kehidupan itu menjadi sebuah “keharusan” agar segala bentuk kehidupan yang akan dijalani dapat berjalan secara teratur.

Salah satu upaya merencana tentang kehidupan sesuatu tersebut, hal ini dapat terlihat dalam pengelolaan asuransi syariah. Mengapa asuransi? Karena, dalam kasus asuransi kita bisa memahami dan mempraktikkan secara lebih jauh mengenai tujuan syariah yakni maqashid asy-

syariah diantaranya untuk memelihara keberadaan agama,

jiwa, akal, harta dan keturunan. Landasan hukum syar‟i asuransi syariah ini didasarkan pada anjuran tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan takwa (QS. Al Maidah ayat 2). Dimana bentuk saling saling tolong menolong (takaful) ditegakkan atas tiga prinsip yakni: saling bertanggung jawab, saling bekerjasama dan saling melindungi penderitaan orang lain. Kehadiran asuransi syariah dapat menjadi salah satu jawaban dari upaya kehausan umat Islam yang selama ini menghendaki

(4)

182

adanya pengelolaan asuransinir ribawi. Oleh sebab itu, asuransi syariah harus diberikan peranan penting dan kepercayaan dalam mengelola dananya. Apalagi, cara pengelolaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional dapat terlihat dalam bentuk: pengawasan dewan syariah, akad, investasi dana, kepemilikan dana, pembayaran klaim serta pembagian keuntungan (profit). Begitu pula dengan pola operasional asuransi syariah, dimana keberadaan sebuah produk asuransi syariah dapat dilihat oleh dua unsur: pertama, produk asuransi lewat unsur tabungan seperti, asurasi dana investasi, asuransi dana pendidikan, asuransi dana siswa dan lainnya. Kedua, asuransi tanpa unsur tabungan seperti, asuransi kecelakaan. Maka, adanya manajerial pengelolaan yang kredibel dan akuntabel melalui lembaga atau perusahaan asuransi syariah akan menetukan produk, sumber daya dan syiar syariah itu sendiri. Barangkali, itulah tantangan yang harus dihadapi oleh semua lembaga keuangan syariah termasuk asuransi syariah itu sendiri.

Pembahasan

A. Pengertian Asuransi Syariah

Muhamad Syakir Sula (2003) dalam makalahnya menerangkan bahwa menurut Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang pedoman umum asuransi syari‟ah memberikan definisi bahwa asuransi syari‟ah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru‟ yang memberikan pola pengambilan untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari‟ah.

(5)

183 Dari definisi diatas tampak bahwa asuransi syari‟ah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan ta’awun yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukuwah islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi syari‟ah dalam menghadapi malapetaka.

Tim Takaful (1997) menjelaskan bahwa asuransi dalam syari‟ah bisa dinamakan takaful. Takaful berasal dari bahasa arab, akar katanya adalah kafala-yakfulu. Dalam ilmu tashrif atau sharaf, takaful termasuk dalam barisan bina muta‟adi yaitu tafaa‟aala yang artinya saling menanggung atau saling menjamin.

Adapun tabarru’didefinisikan sebagai sumbangan atau derma (dalam definisi Islam adalah Hibah). Sumbangan atau derma (hibah) atau dana kebajikan ini diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi syariah jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi lainnya. Dengan adanya dana tabarru‟ dari para peserta asuransi syariah ini maka semua dana untuk menanggung risiko dihimpun oleh para peserta sendiri. Dengan demikian kontrak polis pada asuransi syariah menempatkan peserta sebagai pihak yang menanggung risiko, bukan perusahaan asuransi, seperti pada asuransi konvensional. Oleh karena dana-dana yang terhimpun dan digunakan dari dan oleh peserta tersebut harus dikelola secara baik dari segi administratif maupun investasinya, untuk itu peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi untuk bertindak sebagai operator yang bertugas mengelola dana-dana tersebut secara baik. Jadi jelas di sini bahwa posisi perusahaan asuransi syariah hanyalah sebagai pengelola atau operator saja,bukan sebagai pemilik dana. Sebagai pengelola atau operator,

(6)

184

fungsi perusahaan asuransi hanya mengelola dana peserta saja, dan pengelola tidak boleh menggunakan dana-dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta. Dengan demikian maka unsur ketidakjelasan (Gharar) dan untung-untungan (Maysir) pun akan hilang karena: 1) Posisi peserta sebagai pemilik dana menjadi lebih dominan dibandingkan dengan posisi perusahaan yang hanya sebagai pengelola dana peserta saja. 2) Peserta akan memperoleh pembagian keuntungan dari dana tabarru‟ yang terkumpul.

B. Mekanisme Asuransi Syariah

Di dalam operasional asuransi syari‟ah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi perjanjian tersebut.

Adapun proses yang dilalui seputar mekanisme asuransi syariah dapat diuraikan:

a) Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Jiwa 1. Perusahaan sebagai Pemegang Amanah

Sistem oprasional asuransi syari‟ah (takaful) adalah saling bertanggung jawab, bantu membantu, dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan asuransi syari‟ah diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk mengelolaa premi, mengem-bangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.

(7)

185 Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah para peserta takaful berke-dudukan sebagai pemilik modal (Shahibul maal) dan perusahaan takaful berfungsi sebagai pemegang amanah (mudharib).

2. Sistem Pada Produk Saving (Ada unsur tabungan) Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda.

a. Rekening tabungan peserta, yaitu dana yang menjadi milik peserta yang dibayarkan bila:(1) Perjanjian berakhir, (2) Peserta mengundurkan diri, (3) Peserta meninggal dunia.

b. Rekeningtabarru’ yaitu, kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan membantu, yang bibayarkan bila: (1) Peserta meninggal dunia, (2) Perjanjian telah berakhir, (3) Sistem pada produk non saving

Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukan dalam rekening tabarru’perusahaan. Yaitu, kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila: (1) Peserta meninggal dunia, (2) Perjanjian telah berakhir,

(8)

186

Dana dibayarkan peserta, kemudian terjadi akad mudharabah (bagi hasil) antara mudharib(pengelola) dan shahibul maal (peserta). Kumpulan dana tersebut kemudian diinvestasikan secara syari‟ah ke bank syari‟ah maupun ke investasi syari‟ah lainya, lalu dikurangi biaya-biaya oprasional.

C. Manajemen Asuransi Syariah

Dalam UU Hukum Dagang (KUHD) pasal 264 dijelaskan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian (timbal balik) dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu krugian, kerusakan dan kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa tak tentu.

Manajemen asuransi adalah sebuah cara dalam mengelola perusahaan asuransi supaya operasionalnya berjalan dengan baik dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi perusahaan beserta para staf yang bekerja di dalamnya. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengelolahan keuangan, semacam asuransi, akan berjalan dengan baik dan mempunyai kinerja yang sehat jika dikelola dengan manajemen yang baik dan sesuai dengan norma peraturan yang berlaku.

Karena asuransi adalah bisnis berkaitan erat dengan risiko (risk) maka sebuah manajemen asuransi juga tidak dapat dilepaskan dari bagaimana cara mengelola risiko itu sendiri.

Penerapan manajemen risiko oleh sebuah perusahaan menurut TB. M. Najmudin Sutawinangun bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-risiko perusahaan, mengukurnya,

(9)

187 dan mengatasinya pada tingkat toleransi tertentu. Lebih spesifik, manajemen risiko dalam perusahaan asuransi lebih diarahkan untuk mengidentifikasikan risiko, menghilangkan dan megurangi kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh risiko.

Orang matematika melihat risiko dari sudut tingkah laku daripada fenomenanya, risiko adalah tingkat penyebaran nilai dalam suatu distribusi di sekitar nilai rata-ratanya. Ini berarti, makin besar tingkat penye-barannya, akan makin besar risikonya.

1. Risiko Spekulatif dan Risiko Murni

Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari perkiraan(expectations) ke salah satu dari dua arah. Artinya, ada kemungkinan penyimpangan yang mengun-tungkan dan ada pula penyimpangan yang merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka kita katakan risiko itu bersifat spekulatif.

Lawan dari risiko spekulatif adalah risiko murni, yaitu risiko yang hanya ada kemungkinan kerugian. Seorang pemilik rumah terbuka kemungkinan terhadap kemungkinan kerugian karena kebakaran. Risiko ini hanyalah mempunyai kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan untung. Semua orang berharap umur panjang, tetapi ia mungkin mati muda. Risiko ini adalah juga risiko murni karena hanya bergerak ke satu arah yaitu ke arah kemungkinan kerugian.

Risiko murni yang dihadapi seseorang, keluarga, perusahaan, dan organisasi lain dapat digolong-golongkan ke dalam risiko pribadi, risiko harta, dan risiko per-tanggungjawaban. Risiko pribadi adalah risiko kemung-kinan kerugian atas diri orang itu, seperti kematian atau cacat. Risiko harta adalah risiko kerugian atas harta seperti

(10)

188

pencurian mobil. Risiko tanggung gugat (risiko pertanggungjawaban) adalah kemungkinan bertanggung jawab secara hukum untuk membayar kerusakan terhadap orang atau barang lain.

2. Sumber Risiko

Risiko menimbulkan kondisi yang kondusif terhadap bencana yang menyebabkan kerugian. Kerugian adalah penyimpangan yang tak diharapkan. Kemungkinan kejadian demikian yang kita namakan risiko. Walaupun ada beberapa overlaping(tumpang tindih) di antara kategori-kategori itu, namun penyebab kerugian dan risiko dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi.Menentukan sumber risiko adalah penting karena akan mempengaruhi cara penanganannya.

Ada beberapa cara dalah menangani risiko. Antara lain:

a. Menghindari Risiko (risk avoidance)

Berkaitan dengan cara menghindari risiko itu sendiri. Hal tersebut dapat diartikan bahwa untuk menghindari risiko jangan melakukan kegiatan apapun yang memungkinkan terjadinya risiko atau memberi peluang rugi.

b. Mengurangi Risiko (risk reduction)

Tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kerugian yang mungkin timbul. Artinya, kemungkinan rugi tidak dihilangkan, akan tetapi sedapat mungkin diperkecil kemungkinan terjadinya.

c. Retensi Risiko (risk retention)

Merupakan cara yang paling umum dalam menangani masalah risiko. Reensi risiko berarti kita tidak

(11)

189 melakukan apa- apa terhadap risiko tersebut. Kita menyadari bahwa kita memiliki risiko, tetapi diputuskan untuk tidak melakukan apa- apa terhadapnya. Ini adalah retensi risikoyang bersifat volunteer. Retensi risiko secaravoluntary ini adalah risiko yang biasanya dapat menimbulkan kerugian yang relatif kecil secara finansial, atau bila ada peluang kerugian biasanya nilainya sangat kecil.

d. Membagi Risiko (risk sharing)

Kadang-kadang, bila suatu risiko tidak dapat dihindari, dan retensi akan memberikan peluang kerugian yang amat besar, kita dapat memilih risk sharingsebagai salah satu cara menangani risiko. Dengan membagi risiko dengan pihak-pihak lain, maka potensi kerugian dapat dibagi dengan pihak tang bersangkutan.

e. Mentransfer Risiko (risk transfer)

Transfer risiko berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain, biasanya kepada perusahaan asuransi yang bersedia dan mampu memikul beban risiko. Pengalihan atau pemindahan tersebut dapat berupa risiko spekulatif maupun risiko murni. Dalam organisasi perusahaan asuransi, menurut Huggins, dapat berjalan secara efektif jika didukung oleh lima faktor, yakni: Responsibility, Authority, Accountability,

Delegation dan Coordination.

D. Tiga Belas Nilai Utama Manajemen Asuransi Syariah Menurut Prof. Dr. M. Amin Suma (2006) terdapat tiga belas nilai utama manajemen asuransi syariah:

1. Tauhid / pemahaesaan Allah atau percaya kepada Nya.

(12)

190

Dalam teologi Islam, tauhidullah (pemahaesaan Allah) adalah pangkal segala keimanan dan semua aktivitas. Termasuk aktivitas ekonominya yang tidak boleh berbau kemusyrikan sekecil apapun. Bagi ummatan muslimatan, tidak kecuali para pebisnisnya, aktivitas apapun yang dilakukannya harusberlandaskan tauhidullah dalam konteksnya yang sangat luas dan menyeluruh.

2. Percaya akan adanya hari akhir, pahala dan siksaan. Dalam keyakinan Islam, aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas yang lain, bukanlah jangka pendek yang akan selesai begitu saja urusannya, melainkan bisnis adalah aktivtas yang memiliki akibat jangka panjang terutama dalam sistem pertanggung jawabannya di hadapan Allah s.w.t. Dengan kalimat lain, Islam mengajarkan pemeluk-pemeluknya bahwa urusan bisnis tidaklah semata-mata bersifat duniawi yang hanya mengacu ke masa kini, akan tetapi juga masih memiliki beban kewajiban yang harus dipertanggung-jawabkan di masa depan di hadapan rabb

al-‘izzati.

3. Kemandirian.

Dalam pengertian bahwa seseorang hanya bergantung kepada Allah semata. Bagi manusia Muslim, Allah yang Maha Tunggal (Allahu ahad)-lah satu-satunya tempat untuk bergantung (Allahus-shamad), tidak kepada orang lain. Jika ini yang dijadikan filsafat hidup dalam mengelola dan memasarkan sistem ekonomi dan keuangan Syariah termasuk asuransinya, maka para manajer asuransi Syariah tentu akan memiliki rasa percaya diri yang kokoh dalam melakukan kompetisi dengan pasar-pasar asuransi yang menjadi pesaingnya.

(13)

191 4. Tanggung jawab dan dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam sistem Islam, setiap orang pada dasarnya adalah manajer (kullukum ra‟in) terhadap apa yang dipercayakan kepadanya. Termasuk ketika seorang manajer Muslim diberi amanat untuk mengelola asuransi dan lain sebagainya.

5. Pengambilan bagian.

Pada dasarnya, Islam menganjurkan pemeluknya supaya aktif ambil bagian dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. Temasuk persoalan ekonomi dan keuangan pemilahan kewajiban kepada kewajiban individu (fardu ain) dan kewajiban kolektif (fardu kifayah), paling sedikit mengisyaratkan anjuran participation ini.

6. Keadilan.

Manajemen asuransi syariah, bahkan manajemen lembaga keuangan lainnya yang beroperasi menurut prinsip-prinsip syariah, harus mendasarkan segala sesuatunya termasuk pemasaran kepada prinsip keadilan (justice). Sebab, ihwal keadilan itu sendiri sesungguhnya bukanlah monopoli hukum khususnya pengadilan, melainkan keadilan itu merupakan sesuatu yang bersifat universal dan keberadaannya mutlak dibutuhkan hampir atau bahkan seluruh lini kehidupan.

7. Kepercayaan.

Merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen asuransi syariah. Terutama dalam bentuk pelayanan (services) sebagai tindak lanjut dari proses pemasaran yang dilakukan perusahaan asuransi.

(14)

192

8. Dialog atau percakapan dwicakap.

Dalam pemasaran asuransi syariah, dialog dwi-cakap sesungguhnya merupakan suatu keniscayaan yang bukan saja dilakukan pada saat melakukan transaksi (akad) atau bahkan sebelum itu, melainkan juga seyogyanya terus berjalan sampai akad itu sendiri menjadi berakhir. Lebih-lebih ketika dihubungkan dengan hubungan wakalah (perwakilan) antara perusahaan asuransi sebagai muwakkil (yang menerima mandat perwakilan) dengan nasabah sebagai pemberi wakalah (al-wakil).

9. Efisiensi Pembiayaan.

Efisiensi dalam pembiayaan,merupakan salah satu unsur penting dalam manajemen pemasaran, termasuk pemasaran asuransi Syariah. Dengan menggunakan pendekatan mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik), larangan boros (tabdzir) dalam sejumlah ayat al-Qur‟an, pada intinya memerintahkan kita supaya berlaku efisien dalam mengelola ekonomi dan keuangan. Termasuk tentunya efisiensi dalam melakukan pemasaran.

10. Efisiensi waktu.

Al-Qur‟an wanti-wanti mengingatkan kita untuk tidak menyia-nyiakan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu (manfaat). Surat wal-„ashri dan sejumlah ayat lain yang senada mengisyaratkan hal itu. Lebih tepat lagi ketika efisiensi waktu (time efficiency) dihubungkan dengan dunia bisnis dan pemasaran sebagaimana tersimbolkan dalam ungkapan time is money, meski ungkapan ini tidak harus difahami secara kaku.

(15)

193 11. Perhatian dan Menguntungkan.

Perhatian atau kecermatan dan keuntungan dalam suatu manajemen perusahaan merupakan dua hal yang saling terkait. Perusahaan yang manajemennya mengabaikan perhatian teruatama kepada pelanggan dapat diduga kuat tidak akan memberikan keuntungan kepada perusahaan; sebab keuntungan pada dasarnya merupakan buah dari kerja keras pemasaran yang memerlukan perhatian serius.

12. Ramah/ kasih sayang terhadap sesama (manusia), binatang, dan lingkungan.

Dalam pandangan Islam, semua makhluk Allah pada dasarnya harus disikapi/ disentuh dan atau diperlakukan dengan ramah dan kasih sayang. Terutama perlakuan terhadap hewan dan lingkungan. Al-Qur‟an mengingatkan tentang status hewan yang juga sama-sama sebagai makhluk Allah.

13. Hasrat belajar.

Dimensi belajar memiliki cakupan yang sangat luas tidak harus diartikan dengan duduk dibangku sekolah/kuliah, akan tetapi juga digunakan untuk pengertian mempelajari berbagai persoalan yang dibutuhkan oleh setiap insan. Termasuk para pebisnis dalam hal ini pemasaran yang tidak ada henti-hentinya.

Kesimpulan

Asuransi syari‟ah mempunyai makna saling menanggung dan saling menolong. Bangunan yang membentuk adanya asuransi syari‟ah didasarkan pada prinsip dasar dari nilai yang berlaku pada diri manusia.

(16)

194

Landasan yang digunakan dalam asuransi syari‟ah adalah: Al Qur‟an, Sunnah Nabi, Piagam Madinah, Praktik Sahabat, Ijma‟, Qias, Syar‟u man qablana, dan Istihsan. Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syari‟ah tidaklah jauh beda dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomika islami.

Kehadiran asuransi syariah dapat menjadi salah satu jawaban dari upaya kehausan umat Islam yang selama ini menghendaki adanya pengelolaan asuransi nir ribawi. Oleh, sebab itu asuransi syariah harus diberikan peranan penting dan kepercayaan dalam mengelola dananya. Perbedaan cara pengelolaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional dapat terlihat dalam bentuk: pengawasan dewan syariah, akad, investasi dana, kepemilikan dana, pembayaran klaim serta pembagian keuntungan (profit). begitu pula dengan pola operasional asuransi syariah, dimana keberadaan sebuah produk asuransi syariah dapat dilihat oleh dua unsur: pertama, produk asuransi lewat unsur tabungan seperti, asurasi dana investasi, asuransi dana pendidikan, asuransi dana siswa dan lainnya. Kedua, asuransi tanpa unsur tabungan seperti, asuransi kecelakaan. Maka, adanya manajerial pengelolaan yang kredibel dan akuntabel melalui lembaga.

(17)

195 Daftar Pustaka

Data Bank Indonesia

Sula, Muhamad Syakir. Prospek Dan Tantangan Asuransi Syariah, The Internasional Institute of Islamic ThoughtConference. Indonesia. Tanggal 12 Agustus 2003

Suma, Amin. Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional. Kholam Publishing.2006.

Tim Takaful, Takaful Asuransi Islam, Jakarta: Koperasi Karyawan Takaful, 1997, hlm. 18

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Objek yang dirancang adalah novel grafis yang mampu mengadaptasi budaya lokal ke budaya pop dengan mengolah dari cerita

De modo genérico, el condensador es un sistema óptico de lentes que situan la imagen real de la lámpara en el plano focal imagen del objetivo, de tal manera que se genera un haz de

Dari persamaan regresi pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan, minyak biji ketapang yang diujikan mempunyai kecenderungan mengalami peningkatan

(sebelas) kelas yaitu kelas VII A hingga VII K dari populasi tersebut terdapat dua guru mata pelajaran matematika, kemudian dipilih satu guru secara

IPS dengan menggunakan metode pembelajaran Guided Note Taking.. Dengan penelitian tindakan kelas metode pembelajaran Guide Note. Taking dapat dijadikan sebagai

Dalam kitab Al- Akhlāq Li Al - Banīn dijelaskan, kerabat adalah keluarga terdekat seseorang setelah keluarga dan saudara kandung, seperti kakek, nenek, paman dan

Bowdict, suatu sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari

(6b) *ر ْمَ ِلٌِاَمٌ تْئِج ji’tu mā li amrin ‘saya datang sesuatu untuk suatu hal’ Perubahan posisi mā menjadi berada di tengah menyebabkan kalimat tersebut