• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN TANAMAN LIDAH BUAYA SECARA TRADISIONAL DAN STUDI KANDUNGAN BIOAKTIFNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN TANAMAN LIDAH BUAYA SECARA TRADISIONAL DAN STUDI KANDUNGAN BIOAKTIFNYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TANAMAN LIDAH BUAYA SECARA TRADISIONAL

DAN STUDI KANDUNGAN BIOAKTIFNYA

(Study on Traditional Utilization of Aloe Vera and Its Bioactive Contents)

MH.TOGATOROP, AP.SINURAT, T.PURWADARIA, J.ROSIDA, SAULINA, danH.HAMID

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Aloe vera is a native plant that have been cultivated by farmers (mainly in West Kalimantan). Aloe vera product has been used traditionally for human health, i.e. to increase some stamina. Research was reported that aloe vera contain bioactive susbstances, such as anthraquinonees, an anti bacteria, which may be use as supplement in poultry feed. Therefore, a survey was conducted in Pontianak West Kalimantan to study the usage of aloe vera traditionally and analysis on bioactive substance were carried out the survey was using purpossive sampling method. Fifteen (15) farmers were interviewed with a questionare prepared before the survey. Secondary data were also obtained from related agencies (Local Food Crops Agencies). The results, showed that aloe vera is cultivaited mainly gambut soil. The aloe vera is used by many people either before or after process traditionally. The benefit of aloe vera is very significant for human health and economic aspect (increase income). The laboratory analysis showed that moister content in aloe vera is between 98.6% to 98.8% and dry matter is between 1.2% to 1.4% with spesific gravity 0.9971. The aloe vera jelly contains phenol. The phenol content decreased from 4.44% to 1.11% after dried in oven. These information is very important for further research especially as post harvest handling and analysis on other bioactive components in aloe vera.

Key words: Bioactive substance, aloe vera, traditional, pourpossive sampling, and post harvest

ABSTRAK

Lidah buaya (aloe vera) adalah tanaman asli yang telah banyak dibudidayakan petani (terutama di Kalimantan Barat) dan hasil tanaman tersebut juga banyak digunakan manusia untuk meningkatkan daya tahan tubuh secara tradisional. Hasil penelitian juga menyatakan tanaman lidah buaya mengandung zat bioaktif, diantaranya anthraquinonees yang dapat berfungsi sebagai anti bakteri yang mungkin dapat digunakan sebagai zat suplemen, dalam ransum unggas (ayam). Untuk itu suatu studi (penelitian) tentang penggunaan (secara tradisional) tanaman lidah buaya telah dilaksanakan di daerah Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat dan analisis zat bioaktif apa yang terkandung didalamnya. Penelitian ini menggunakan metode survai dengan tehnik pengambilan sampel secara purpossive sampling. Sebanyak 15 petani telah diwawancarai dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Disamping petani, juga dilakukan wawancara terhadap pemerhati lidah buaya ditambah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait (Dinas Tanaman Pangan) setempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya lidah buaya telah banyak dilakukan petani terutama di lahan gambut dan hasil produksinya telah banyak digunakan masyarakat baik sebelum diolah (segar) maupun setelah diolah secara tradisional. Manfaat hasil produksi lidah buaya adalah sangat signifikan untuk kesehatan tubuh (mempertinggi daya tahan tubuh) dan ekonomi (menambah penghasilan). Analisis laboratorium menunjukkan bahwa kandungan air lidah buaya antara 98,6% sampai 98,8% dan bahan kering dari gel 1,2% sampai 1,4% dengan berat jenis 0,9971. Gel dari lidah buaya, ternyata mengandung phenol. Kandungan phenol mengalami penurunan dari 4,44% menjadi 1,11% setelah dikeringkan dengan oven. Informasi ini mungkin dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lanjutan terutama dalam penanganan pasca panen dan penelusuran kandungan zat bioaktif yang terkandung didalam lidah buaya tersebut.

(2)

PENDAHULUAN

Penyediaan dan pemberian pakan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan untuk peningkatan produktivitas ternak unggas disamping faktor bibit dan pengelolaan yang dilakukan. Penyusunan pakan yang cukup kuantitas maupun kualitas untuk kebutuhan ternak unggas (ayam) yang dipelihara dan peningkatan efisiensi pakan sangat menentukan keberhasilan yang akan diperoleh. Peningkatan efisiensi pakan dapat diupayakan, antara lain melalui pemberian suatu bahan atau zat suplemen. Penggunaan imbuhan pakan (feed additive) sudah banyak dilakukan, terutama pada peternakan unggas yang maju (modern).

Kenyataan menunjukkan, banyak peternak unggas sampai sekarang masih menggunakan antibiotik sebagai “feed additive” dalam pakan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan (WALTON, 1977). Pada hal penggunaan antibiotik ini, dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut, sehingga beberapa negara maju peternakan unggasnya telah melarang penggunaan antibiotik potensial sebagai “feed additive” untuk melindungi konsumen yang memanfaatkan produksi unggas yang dihasilkan (ANONYMOUS,1999). Komisi National Research Council (NRC) telah mengkaji secara mendalam tentang penggunaan obat-obatan termasuk antibiotik di dalam pakan ternak dan ternyata mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik dapat berpindah dari ternak kepada manusia (GILL dan BEST, 1998).

Untuk itu, penyediaan dan pemberian imbuhan pakan perlu diupayakan dari sumber lain, yakni tanaman yang mengandung bioaktif. Di Indonesia banyak tanaman asli yang secara tradisional sudah digunakan untuk upaya pengobatan dan atau kesehatan. Tanaman-tanaman ini kemungkinan besar mengandung zat bioaktif yang berfungsi sebagai anti bakteri.

Salah satu diantara tanaman asli yang ada di Indonesia yang telah banyak digunakan manusia untuk meningkatkan daya tahan tubuh walaupun masih tingkat tradisional ialah tanaman lidah buaya (Aloe vera). Tanaman lidah buaya ini sudah banyak digunakan untuk kepentingan manusia (ANONYMOUS, 1983 dan HEYNE, 1987). SASTROAMIJOJO (1997), menyatakan bahwa lidah buaya bagian daun yang ditumbuk dapat digunakan sebagai obat sakit kepala (pendingin) dan perasan daun yang diseduh (dihangatkan) yang ditambahkan gula dapat digunakan sebagai obat penyakit asma serta sesak nafas disamping obat luka bakar, dengan cara membuat getah atau daunnya menjadi bentuk bubur. Selanjutnya diutarakan bahwa getah daun lidah buaya dapat digunakan sebagai pencuci rambut yang mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan rambut. SUDARTO (1997) mengemukakan, lidah buaya biasanya dimanfaatkan sebagai konsumsi berupa cendol atau dijadikan obat dan bahan kosmetik seperti shampoo.

Zat bioaktif yang terkandung dalam tanaman lidah buaya ini umumnya terdiri dari satu atau lebih senyawa, antara lain alkaloid, flavonoids, glycosides, saponin, dan tannin (GILL, 1999). Lidah buaya mengandung “anthraquinonees” yang dapat berfungsi sebagai anti bakteri (ANONYMOUS, 1983). Penggunaan anti bakteri (antibiotik) sudah umum digunakan sebagai zat suplemen dalam ransum unggas untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Lidah buaya ini telah banyak dibudidayakan petani khususnya sebagai mata pencaharian di daerah Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat. Hasil lidah buaya inipun sudah banyak digunakan masyarakat walaupun masih tingkat tradisional dalam bentuk campuran minuman dan atau bentuk segar. Bertitik tolak dari informasi dan kenyataan ini, studi (penelitian) eksplorasi tanaman lidah buaya ini dilakukan untuk melihat sejauhmana penggunaannya secara tradisional dan zat bioaktif apa yang terkandung didalamnya.

(3)

MATERI DAN METODE

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di daerah Kotamadya Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Metode yang digunakan adalah survai dengan tehnik pengambilan sampel (contoh) sebagai sumber data adalah purposive sampling.

Responden yang digunakan adalah petani lidah buaya sebanyak 15 petani (sekitar 10%) sebagai sumber data. Disamping itu, pemerhati (5 orang) terhadap lidah buaya telah diwawancarai juga untuk melengkapi data yang diperlukan. Selanjutnya data sekunder dari instansi terkait seperti Dinas Tanaman Pangan setempat telah menambah kelengkapan data yang dibutuhkan.

Teknik pengambilan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani responden menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Semua data yang dikumpulkan diolah secara deskriptif dari data yang telah ditabulasi. Disamping itu sampel (contoh) lidah buaya dari lokasi kegiatan penelitian dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor untuk mengetahui zat yang terkandung di dalam lidah buaya tersebut. Analisis terhadap total phenol dilakukan dengan menggunakan Uji Ferri Chlorida (FeCl3). Senyawa phenol memberikan warna yang khas dengan ferri chlorida, tetapi tidak mengendap pada uji gelatin.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik petani responden

Umur dan pendidikan petani lidah buaya yang digunakan sebagai responden

Dari data yang diperoleh, ternyata umur petani lidah buaya yang digunakan sebagai responden berkisar antara 26-61 tahun dan rinciannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Umur dan pendidikan responden petani lidah buaya di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat Jumlah Uraian (Orang) C (%) Umur (tahun) <30 31-40 41-50 51-60 >60 1 5 7 1 1 6,7 33,3 46,6 6,7 6,7 Pendidikan Tidak tamat SD SD SLTP 12 2 1 80,0 13,3 6,7

Umur responden petani lidah buaya sebagian besar berkisar antara 41-50 tahun (46,7%) diikuti umur 31-40 tahun (33,3%). Sementara itu, responden petani lidah buaya berumur lebih rendah dari 30 tahun, antara 51-60 tahun, dan lebih tinggi 60 tahun masing-masing 6,7% (Tabel 1). Pendidikan responden petani lidah buaya sebagian besar (80,00%) tidak tamat Sekolah Dasar (SD) diikuti SD (13,3%), dan pendidikan SLTP hanya 6,7% (Tabel 1).

(4)

Tingkat umur dan pendidikan ini, kemungkinan salah satu penyebab budidaya lidah buaya itu tidak berkembang. Budidaya lidah buaya sifatnya sebagai usaha turun temurun.

Pekerjaan dan keikutsertaan responden petani lidah buaya dalam kegiatan sesama petani

Data yang tertera dalam Tabel 2. ternyata semua responden petani lidah buaya mempunyai pekerjaan utama bertani dan hanya 6,7% dari mereka yang mempunyai pekerjaan tambahan berdagang. Selanjutnya hampir seluruhnya responden petani lidah buaya (93,3%) tidak ikut serta dalam kegiatan koperasi/KUD petani (Tabel 2.). Alasan mereka tidak ikut koperasi/KUD tidak jelas, tetapi informasi yang diperoleh ada kecenderungan takut dari pengalaman yang tidak menguntungkan mereka. Lain halnya dengan keikutsertaan dalam kelompok tani, ternyata 62,5% dari responden ikut menjadi anggota dan malah ada yang menjadi pengurus (6,3%), sedangkan yang tidak ikut menjadi anggota 31,2% (Tabel 2).

Tabel 2. Pekerjaan dan keikutsertaan dalam kegiatan sesama petani dari responden petani lidah buaya di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat

Jumlah Uraian Jawaban % Pekerjaan Utama : bertani Tambahan: berdagang Keikutsertaan dalam KUD

Koperasi/KUD (1) Anggota (2) Tidak ikut Kelompok tani (1) Pengurus (2) Anggota (3) Tidak ikut 15 1 1 14 1 10 5 100 6,7 6,7 93,3 6,3 62,5 31,2

Budidaya lidah buaya

Pada waktu kegiatan penelitian dilaksanakan, ternyata jumlah petani lidah buaya dan luas lahan yang diusahakan di Kotamadya Pontianak sudah memberikan harapan tentang pengembangan budidaya lidah buaya (Tabel 3).

Tabel 3. Jumlah petani yang mengusahakan budidaya lidah buaya di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat Kelompok tani Kelas kelompok tani Luas lahan ( ha ) Jumlah anggota

(Kepala keluarga)

Harapan Baru Lanjut 20,0 40

Pesantren Hidayatullah Pemula 4,2 11

Karya Gambut Pemula 11,0 21

Khatulistiwa III Lanjut 5,0 22

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat, 2000

Petani lidah buaya ini terpusat di Kecamatan Pontianak Utara Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat. Tetapi adanya harapan (prospek) perkembangan budidaya lidah buaya ini, Dinas Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat telah mulai mengembangkannya ke

(5)

semua daerah Kotamadya Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Hal ini didukung jenis lahannya gambut yang sangat adaptif terhadap tanaman lidah buaya (tumbuh subur). Disamping itu lidah buaya mempunyai prospek pasar yang cukup bagus, antara lain untuk industri minuman, industri kosmetik, dan sebagai obat berbagai penyakit kulit serta penyakit dalam (DITJENTAN, 2000). Produksi tanaman lidah buaya, baik yang diusahakan sendiri petani maupun sumber dananya dari pemerintah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi tanaman lidah buaya di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat

Tahun Sumber dana Luas tanaman (ha) Luas panen (ha) Produksi (ton)

1995/1996 Swadaya 15 15 2.808,0

1996/1997 APBN II 3 3 561,6

1997/1998 APBN 30 30 5.616,0

Jumlah 48 48 8.985,6

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat, 2000

Dari data yang tertera pada Tabel 4, jelas kelihatan adanya prospek pengembangan lidah buaya ini dengan dukungan dari instansi terkait dalam hal ini Ditjen Tanaman Pangan. Responden petani lidah buaya memulai budidaya antara tahun 1975-1999 dengan rincian sebagai berikut, yaitu (1) warisan (6,7%), (2) sebelum tahun 1990 (6,7%), (3) antara tahun 1990-1995 (26,6%), dan (4) di atas tahun 1995 (60,0%). Selanjutnya alasan responden petani lidah buaya memulai membudidayakan adalah berbeda-beda, yaitu: (1) mempunyai potensi dan manfaat di masyarakat (6,2%), (2) sebagai mata pencaharian (18,8%), (3) penghasilan tambahan (37,5%), (4) mempunyai potensi sebagai obat (6,2%), (5) mencoba membudidayakan (6,2%), dan (6) tidak ada jawaban (25,0%).

Jenis bibit lidah buaya yang dibudidayakan responden adalah jenis lokal yang diperoleh dari teman yang mengusahakan lidah buaya yang ada di sekitar Kalimantan Barat dengan bentuk pertanaman monokultur. Bibit yang ditanam adalah menggunakan bahan tanaman melalui anakan dengan minimal telah ada dua helai daun (disebut rumpun). Harga bibit tersebut dengan ukuran (satuan) per rumpun adalah bervariasi antara Rp. 250,- sampai Rp. 600,-. Rincian jawaban responden petani lidah buaya terhadap harga bibit ini, yaitu: (1) Rp. 250,- per rumpun (6,7%), (2) Rp. 400,- per rumpun (13,3%), (3) Rp. 500,- per rumpun (73,3%), dan (4) Rp. 500–Rp. 600,- per rumpun (6,7%).

Produksi dan pemasaran lidah buaya

Dari informasi yang diperoleh, panen pertama lidah buaya ini dilakukan pada umur antara 8-10 bulan dan panen selanjutnya dengan interval 3 bulan sekali panen, sehingga panen yang dilakukan 4 kali per tahun. Produksi lidah buaya ini adalah pelepahnya dengan tebal 40-50 cm dan bobot antara 800-1200 gr per pelepah. Populasi tanaman antara 40.000-60.000 per ha dengan produksi antara 12-36 ton basah.

Penjualan produksi yang dilakukan secara langsung ke konsumen (93,7%) dan ke pedagang/pengusaha (6,3%). Harga jual produksi lidah buaya ini Rp. 800,- sampai Rp. 1000,- per kg dari petani. Bentuk segar di warung (untuk pelepah) harganya Rp. 1000,- sampai Rp. 1200,-per pelepah. Bentuk sirup dengan atau tanpa es harga jualnya antara Rp. 1000,- sampai Rp. 1500,- per gelas. Faktor yang mempengaruhi harga jual ini, responden petani lidah buaya mengatakan adalah karena: (1) kualitas/eksterior (36,0%), (2) bobot pelepah (32,0%), dan (3) tebal pelepah (32,0%).

(6)

Responden petani lidah buaya mengatakan bahwa pemasaran lidah buaya relatif sulit (63,6%) dan tergantung pembeli (36,4%).

Bentuk dan cara penggunaan lidah buaya

Produksi lidah buaya yang digunakan secara langsung artinya tidak diolah (hanya diambil kulitnya) sebanyak 19,1% dan 80,9% menyatakan terlebih dahulu diolah (direndam, dikukus, dan dipotong-potong atau diris-iris dengan penambahan manisan berupa air gula dan sirup).

Bentuk kemasan produksi lidah buaya ini, sudah dilakukan pada botol plastik ukuran 250 cc-500 cc (11,8%) dan kantong plastik ukuran 1 kg serta 2 kg (88,2%). Tempat penjualan dilakukan responden petani lidah buaya: (1) di pasar (19,4%), (2) di toko-toko (38,7%), dan (3) di warung (41,9%).

Hasil wawancara dengan responden petani lidah buaya, ternyata semua responden (100%) tidak ada yang mempunyai keinginan mengembangkan usahanya dengan alasan sangat sulit memasarkan hasil produksi lidah buaya tersebut.

Manfaat dan khasiat lidah buaya

Manfaat produksi lidah buaya ini dapat diinformasikan sebagai berikut:

a. Manfaat ekonomi, yaitu dapat sebagai usaha pokok (40%) dan tambahan penghasilan (60%) bagi responden petani lidah buaya.

b. Manfaat untuk kesehatan tubuh, ternyata semua responden petani lidah buaya menyatakan mempunyaoi khasiat terhadap kesehatan tubuh, antara lain: (1) menurunkan panas tubuh, (2) meningkatkan kekenyalan kulit, (3) untuk kecantikan (kosmetika), antara lain dalam bentuk sabun dan pelembab kulit, (4) untuk meningkatkan keawetan rambut dalam bentuk shampoo untuk creambath, dan (5) mempertinggi daya tahan tubuh terhadap beberapa penyakit (kencing darah, sembelit, kulit, kencing manis, dan anemia).

c. Pemanfaatan lidah buaya sebagai salah satu bahan pakan ternak sampai pelaksanaan penelitian belum dilakukan, walaupun pada musim paceklik kadang-kadang diberikan kepada ternak sapi. Hasil analisis laboratorium lidah buaya

Untuk mengetahui komposisinya dan zat yang terkandung didalamnya telah dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.

Komposisi lidah buaya

Lidah buaya yang dianalisis adalah varitas Barbadensis (bagian pelepahnya) komposisi adalah sebagai berikut: (1) kulit (40-50%), (2) gel /daging (50-60%), (3) bahan kering dari gel (1,2-1,4%), (4) air (98,6-98,8%), dan (5) berat jenis dari gel 0,9971.

Kandungan phenol

Hasil analisis berdasarkan persentase catechin dengan penambahan bahan pengawet, yaitu 0,1% Vitamin C dan 0,1% Na-benzoat.Tujuan penambahan bahan pengawet adalah upaya melindungi zat bioaktif yang terkandung dalam lidah buaya terhindar dari proses oksidasi yang mungkin terjadi.

(7)

Dari data yang tertera dalam Tabel 5, ternyata kandungan phenol gel segar+bahan pengawet baik dari lokasi penelitian (4,44%) maupun gel lidah buaya pekarangan (4,35%) lebih besar daripada gel segar tanpa bahan pengawet (0,27%). Kandungan phenol mengalami penurunan dari 4,44% menjadi 1,11%setelah dikeringkan dalam oven (60ºC) (Tabel 5).

Tabel 5. Komposisi kandungan phenol dalam lidah buaya bentuk gel segar dan disimpan selama satu bulan di dalam freezer (beku)

Kandungan Phenol (%) Uraian Ulangan Rataan 4,29 4,69 4,22 4,45 4,30 1. Gel segar + bahan pengawet

4,69 4,44 2,71 2,78 3,15 3,23 2. Gel disimpan dalam freezer

selama satu bulan+bahan pengawet 3,23 3,02 0,25 0,23 0,32 0,33 3. Gel segar tanpa bahan

pengawet (disimpan dalam freezer selama 5 hari)

0,23 0.27 1,24 0,98 1,07 0,93 0,97 4. Campuran gel 100 gr basah

pollard dikeringkan dalam oven (60ºC) 1,46 1,11 5. Bahan pengawet: 0,23 0,26 0,25 0,26 4,22 4,45 4,35 6. Gel (Lidah buaya di

pekarangan) + bahan pengawet

4,38 7. Pollard 0,34 0,38 0,36 0,35 0,36

(8)

KESIMPULAN

Dari informasi dan hasil yang diperoleh serta pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Budidaya tanaman lidah buaya relatif tidak sulit untuk diusahakan terutama pada lahan gambut sangat adaptif (tumbuhnya subur)

2. Hasil produksi lidah buaya telah banyak digunakan masyarakat baik sebelum diolah (bentuk segar) maupun telah mengalami pengolahan walaupun masih tingkat tradisional. Bentuk kemasan produksi lidah buaya telah dilakukan, yaitu botol, kantong plastik, dan gelas.

3. Manfaat hasil produksi lidah buaya adalah sangat baik untuk kesehatan tubuh disamping manfaat ekonomis (tambahan penghasilan). Di lain pihak sampai saat penelitian dilaksanakan produksi lidah buaya belum digunakan sebagai salah satu bahan pakan ternak.

4. Kandungan air dari lidah buaya sangat tinggi (98,6%-98,8%) dan bahan kering dari gel (1,2%-1,4%) dengan berat jenis 0,9971. Produksi lidah buaya dalam bentuk gel, ternyata mengandung phenol.

DAFTAR PUSTAKA

ANONYMOUS. 1983. Aloe vera. The Miracle Plant. Anderson Worlds Book, Inc., California, pp. 16-19

ANONYMOUS. 1999. European Feed Antibiotic Update: And then were four. Feed International 20(5) :6-8

BALAI PENYULUHAN PERTANIAN (BPP). 2000. Laporan Tahunan. PEMDA Kotamadya Pontianak Kalimantan

Barat, Pontianak.

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN. 2000. Potensi Investasi Sub Sektor Tanaman Pangan dan Holtikultura di Propinsi Kalimantan Barat. Pemda Propinsi Dt I Kalimantan Barat, Pontianak.

GILL, S. and P. BEST. 1998. Antibiotic Resistance in USA: Scientist to look more closely. Feed International 19

(8) :16-17.

GILL, S. 1999. More Science Behind “Botanicals”. Herbs and Plant Extract as Growth Enchancers. Feed

International 20(4): 20-23.

HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Badan Litbang Kehutanan (Penterjemah). Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

SASTROAMIDJOJO, S. 1997. Obat Asli Indonesia. Ed. Arjatmo Tjokronegoro. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, pp.

173-174.

SUDARTO, Y. 1997. Lidah Buaya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

WALTON, J. R. 1977. A mechanism of growth promotion: Non–lethal feed antibiotic induced cell wall lesions

in enteric bacteria. In: Antibiotics and Antibiosis (Woodbine, M. ,Ed.), pp.259-264, Butterworths, London.

Gambar

Tabel 1. Umur dan pendidikan responden petani lidah buaya di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat   Jumlah Uraian  (Orang) C  (%)  Umur (tahun)  &lt;30   31-40   41-50   51-60  &gt;60  1 5 7 1 1  6,7  33,3 46,6 6,7 6,7  Pendidikan  Tidak tamat SD  SD  SLTP
Tabel 2. Pekerjaan dan keikutsertaan dalam kegiatan sesama petani dari responden petani lidah buaya di  Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat
Tabel 4. Produksi tanaman lidah buaya di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat
Tabel 5. Komposisi kandungan phenol dalam lidah buaya bentuk gel segar dan disimpan selama satu bulan di  dalam freezer (beku)

Referensi

Dokumen terkait

Mengacu pada kajian sistem kristal terlihat bahwa kedua sisi pada penampang tidak sama (a ≠ b ) dan sisi panjang (c) juga tidak sama (a ≠ b ≠ c) sehingga bisa disimpulkan bahwa

Beberapa jenis tanaman buah, tanaman perkebunan maupun tanaman kehutanan tidak mengalami dormansi sehingga benih tanaman tersebut dapat langsung disemai.. Contohnya adalah durian,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, perilaku belajar dan minat belajar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi

Secara umum perencanaan sistem yang dilakukan adalah sebuah plat nomor yang di- capture oleh webcam, dan diolah oleh PC dengan proses pengolahan citra digital

Angota tersebut diklasifikasikan menjadi 9 kelompok (Tabel 13). Tabel 13 menunjukkan bahwa anggota Koperasi Mina Jaya DKI Jakarta tahun 2008 didominasi oleh anggota

Luaran pengabdian ini ialah keterampilan melakukan praktikum IPA kontekstual oleh guru, dan panduan praktikum IPA untuk siswa SD materi air, fotosintesis, makanan,